Skabies

22
Skabies PENDAHULUAN Penyakit skabies merupakan suatu jenis penyakit yang sering ditemukan di negara tropis, seperti Indonesia. Nama yang sering kita dengar di masyarakat untuk penyakit ini adalah kudis. Secara umum penyakit kulit di Indonesia prevalensinya masih tinggi. Penyluakit kulit menempati jenis penyakit ketiga yang paling sering ditemukan kasusnya setelah penyakit saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Oleh karena itu belajar tentang penyakit kulit merupakan hal yang penting bagi seorang calon dokter. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang salah satu jenis penyakit kulit yang jamak ditemukan di masyarakat yaitu skabies. Harapan penulis makalah ini dapat digunakan sebagai suatu pedoman bagi para calon dokter bila di kemudian hari mengalami kasus seperti ini dalam praktek kedokterannya. PEMBAHASAN A. Anamnesis Biasanya pasien datang dengan keluhan gatal-gatal. Yang perlu kita tanyakan pada skabies adalah waktu terjadinya gatal-gatal. Umumnya pada pasien skabies rasa gatal memuncak pada waktu malam sehingga mengganggu tidurnya. Kemudian setelah itu perhatikan riwayat kontak dengan orang lain. Skabies merupakan penyakit yang menyerang manusia secara kelompok. Tanyakan pada pasien apakah orang-orang 1

description

makalah

Transcript of Skabies

Skabies

PENDAHULUANPenyakit skabies merupakan suatu jenis penyakit yang sering ditemukan di negara tropis, seperti Indonesia. Nama yang sering kita dengar di masyarakat untuk penyakit ini adalah kudis. Secara umum penyakit kulit di Indonesia prevalensinya masih tinggi. Penyluakit kulit menempati jenis penyakit ketiga yang paling sering ditemukan kasusnya setelah penyakit saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Oleh karena itu belajar tentang penyakit kulit merupakan hal yang penting bagi seorang calon dokter. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang salah satu jenis penyakit kulit yang jamak ditemukan di masyarakat yaitu skabies. Harapan penulis makalah ini dapat digunakan sebagai suatu pedoman bagi para calon dokter bila di kemudian hari mengalami kasus seperti ini dalam praktek kedokterannya.

PEMBAHASANA. AnamnesisBiasanya pasien datang dengan keluhan gatal-gatal. Yang perlu kita tanyakan pada skabies adalah waktu terjadinya gatal-gatal. Umumnya pada pasien skabies rasa gatal memuncak pada waktu malam sehingga mengganggu tidurnya.Kemudian setelah itu perhatikan riwayat kontak dengan orang lain. Skabies merupakan penyakit yang menyerang manusia secara kelompok. Tanyakan pada pasien apakah orang-orang yang tinggal bersamanya juga mengalami hal yang sama. Kontak personal yang dekat selama setidaknya 15 menit dengan individu yang menderita skabies dapat menyebabkan terjadinya penularan. Biasanya gejala klinik akan muncul 2 minggu setelah terjadi kontak.1Kemudian perhatikan tempat predileksinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan pada pasien secara langsung maupun pada pemeriksaan fisik. Umumnya daerah yang sering terkena infestasi parasit ini adalah sela jari tangan dan kaki, lutut, perut, genitalia, dan pantat. Pada bayi dapat mengenai seluruh daerah kulit. Gambaran yang timbul umumnya polimorf akan dibahas lebih lanjut pada pemeriksaan fisik.

B. Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik yang kita perlu lihat adalah tempat predileksi skabies. Umumnya pada sela jari dan kaki hingga telapaknya. Gambaran timbul sebagai akibat sensitasi terhadap sekret tungau yaitu menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, dan urtika. Keluhan gatal sering menyebabkan pasien menggaruk daerah tersebut sehingga dapat timbul lesi sekunder seperti erosi dan ekskoriasi. Bila telah mengering biasanya terlihat sebagai krusta. Selain itu perhatikan apakah timbul infeksi sekunder seperti folikulitis, furunkulosis dan pustula. Seringkali infeksi sekunder ini dapat mempersulit diagnosis. Infeksi sekunder ini dapat dipergunakan sebagai diagnosis banding dari penyakit ini. Pada orang yang imunocompromised dapat timbul bentuk skabies norwegia yang lesinya lebih parah. Umumnya krusta akan lebih jelas dan luas terlihat.1Bila diperhatikan secara seksama dengan menggunakan kaca pembesar maka akan terlihat adanya gambaran seperti terowongan di bawah permukaan kulit penderita skabies.

C. Pemeriksaan PenunjangPembantu diagnosis yang paling baik adalah menemukan Sarcoptes scabei yang menyebabkan terjadinya penyakit skabies. Sebelum menemukan tungau penyebab penyakit ini, maka harus ditemukan terowongan tempat tungau ini berjalan dalam stratum korneum. Cara mengetahui adanya terowongan adalah dengan melakukan tes tinta terowongan.2 Tes tinta terowongan dilakukan dengan menggosok tinta pada papula yang timbul pada kulit kemudian didiamkan setelah 30 menit. Setelah itu tinta yang ada pada permukaan kulit dihapus dengan kapas alkohol. Apabila terlihat gambaran zig-zag pada permukaan kulit, berarti tinta masuk ke daerah yang kosong pada lapisan kulit dibawahnya. Hal ini menunjukan kemungkinan adanya terowongan yang dibuat oleh tungau penyebab skabies.Bila tes tinta terowongan ini positif, maka untuk lebih memastikan diagnosis adalah dengan ditemukannya Sarcoptes scabiei. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menemukan tungau ini, yaitu:1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan di atas kaca objek kemudian ditutup dan dilihat dibawah mikroskop cahaya.12. Menyikat dengan sikat dan ditampung pada selembar keras putih kemudian dilihat pada kaca pembesar.3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya dengan menjepit lesi dengan 2 jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.4. Dengan biopsi eksisi kemudian diperiksa dengan pewarnaan H.E.Bila diperiksa dengan mikroskop cahaya akan didapatkan gambaran tungau penyebab skabies. Morfologi tungau tersebut akan dibahas pada bagian etiologi.

D. Diagnosis Kerja dan Gejala KlinikPenyakit skabies merupakan suatu penyakit yang umum ditemukan di daerah tropik dan subtropik. Diagnosis penyakit ini ditegakkan dengan empat tanda utama, yaitu:1. Pruritus nokturna, yaitu rasa gatal pada malam hari yang disebabkan karena peningkatan aktivitas tungau ini pada suhu yang lebih lembab dan panas. Reaksi gatal yang timbul biasanya disebabkan oleh adanya hipersensitivitas tubuh terhadap tungau skabies dewasa.1,3Pruritus yang terjadi dapat menyebabkan impeginisasi. Vesikel dan bula yang muncul merupakan gejala klinis lainnya. Selain itu rasa gatal ini tidak dapat dihilangkan dengan menggunakan salep kortikosteroid. Karena salep tersebut tidak mampu menghilangkan penyebabnya yang merupakan parasit.2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah keluarga yang terkena infeksi. Selain itu biasanya daerah yang padat seperti penjara maupun asrama dimana banyak manusia yang tinggal bersama. Pada keadaan ini timbul hiposensitisasi, dimana seluruh anggota keluarga terkena infestasi tungau namun minim gejala klinis. Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat predileksi. Warnanya bisa putih maupun keabu-abuan, berbentuk garis lurus maupun berkelok dengan panjang 1 cm. Pada ujung terowongan biasanya ditemukan papul maupun vesikel. 4. Menemukan tungau yang biasanya ditemukan pada ujung terowongan. Merupakan hal yang paling diagnostik dan bentuk tungau yang ditemukan bisa dalam berbagai stadium.

Selain itu tempat predileksi skabies pada manusia dewasa ialah daerah tangan, lipatan siku, lipatan ketiak, perut, daerah genitalia, bokong, lutut hingga kaki. Gambaran eflorensi yang dapat terlihat adalah eflorensi primer dan sekunder. Jenis eflorensi primer yang dapat terlihat adalah: Vesikel : merupakan gelembung yang berisi cairan serum, beratap, berukuran kurang dari cm garis tengah dan mempunyai dasar. Nodul : masa pada sirkumskrip yang terletak kutan atau subkutan, dapat menonjol dengan diameter yang lebih besar dari 1 cm. Bila diameter kurang dari 1 cm disebut sebagai nodulus. Papul : Penonjolan zat padat berukuran kurang dari cm dan berisikan zat padat.Selain itu dapat timbul bentuk eflorensi sekunder, yaitu: Krusta : merupakan cairan badan yang mengering dan dapat bercampur dengan jaringan nekrotik maupun benda asing lainnya. Erosi : ialah hilangnya jaringan yang tidak melampaui stratum basale. Biasanya hanya akan terdapat serum tanpa darah. Ekskoriasi : ialah hilangnya jaringan sampai ujung papila dermis sehingga terdapat darah dan serum.Bentuk yang khas pada skabies selain efloresensi diatas adalah adanya semacam liang atau terowongan yang berwana lebih gelap dari warna kulit penderita dengan panjang 0,5 sampai 1 cm. Biasanya terowongan ini bisa terlihat berkelok-kelok maupun lurus dan pada ujung terowongan akan ditemukan vesikel dan papula.3Selain skabies yang umum, ada beberapa jenis skabies khusus yang menyerang manusia antara lain:

a. Skabies Usia KhususPada skabies infantil, nodul-nodul dan lesi di daerah palmoplantar merupakan lesi khas yang paling sering ditemukan pada bayi dan anak kecil. Berbeda dengan skabies pada orang dewasa yang jarang menyerang wajah dan kulit kepala, bayi dapat terkena pada daerah tersebut. Pada orang dewasa dengan status imun yang rendah dapat ditemukan lesi daerah wajah. Skabies manula jarang ditemukan lesi kulit yang bersifat khas, akan tetapi rasa gatal yang lebih berat sering dikeluhkan. Kelainan kulit yang sering terlihat berupa ekskoriasi yang berat terutama di bagian punggung.

b. Skabies Krusta NorwegiaJenis skabies ini dulu ditemukan di Indonesia. SKN dapat terjadi pada pasien dengan penyakit berat atau pasien dengan penyakit yang menyebabkan sistem imun menjadi rendah seperti pada penderita AIDS. Penderita mengalami lesi berkeropeng yang jika diperiksa mengandung tungau dalam jumlah yang sangat besar. Sangat banyaknya tungau ini diduga akibat tidak mampunya sistem imun penderita sehingga tungau dapat berbiak dalam jumlah besar, dari beberapa puluh ekor menjadi ribuan tungau dengan krusta yang sangat berat dan disertai lichenifikasi.3

Gambar 1: Skabies Krusta NorwegiaDiunduh dari: http://www.pathologyoutlines.com/caseofweek/case160.htm

c. Skabies BeratPenggunaan steroid topikal yang berlebihan untuk mengurangi rasa gatal, atau penggunaan steroid oral pada penderita skabies dapat memperburuk kondisinya. Steroid tidak membunuh parasit, namun hanya bersifat simptomatis yaitu mengurangi rasa gatal. Gatal yang menghilang membuat pasien tidak lagi menggaruk padahal dengan menggaruk sebagian besar tungau dapat terbunuh. Pada penderita yang sedang menjalani pengobatan imunosupresi dapat juga skabiesnya berubah menjadi skabies berat atau skabies krusta norwegia. Imunosupresi dapat juga terjadi bukan akibat sedang menjalani upaya pengobatan melainkan akibat penekanan jumlah sel-T manusia oleh infeksi virus HTLV-1. Kondisi ini sering diasosiasikan dengan timbulnya skabies berat.2,3

d. Skabies dan Dermographisme Manifestasi urtikaria yang khas disebut sebagai dermografisme, yang jika serius sering memerlukan kombinasi antara H1-blocker dan H2-blocker yang bekerja dan khasiatnya sangat berbeda namun saling memperkuat, seperti Doxepin yang memiliki sifat antihistamin yang berkekuatan beberapa kali lebih kuat dibanding dengan difenhidramin.

E. Diagnosis BandingPenyakit skabies merupakan penyakit dengan banyak diagnosis banding. Hal ini disebabkan karena skabies memiliki keluhan gatal yang banyak terjadi pada penyakit lainnya. Adapun diagnosis banding skabies antara lain:1. Dermatitis KontakDermatitis atau eksem ialah suatu bentuk peradangan pada epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh faktor endogen atau eksogen yang menimbulkan efloresensi dengan berbagai macam gambaran. Dermatitis kontak sendiri ialah suatu bentuk dermatitis yang disebabkan oleh pengaruh faktor eksogen. Dermatitis kontak ada yang bersifat iritan, yaitu akibat pengaruh bahan yang mengiritasi kulit baik secara akut maupun kronis. Selain itu ada bentuk alergi dimana dermatitis ini akibat proses sensitasi tubuh terhadap suatu bahan yang dianggap asing oleh sistem imun tubuh.1Kesamaan dermatitis kontak dengan skabies adalah ditemukannya rasa gatal yang disertai eritema dan vesikel. Namun perbedaan yang jelas adalah pada waktu rasa gatal. Waktu rasa gatal timbul dan memuncak pada skabies adalah pada malam hari, sedangkan pada dermatitis kontak bergantung pada waktu kontak bahan tersebut dengan kulit.Tes patch/tempel dapat digunakan untuk memisahkan kemungkinan skabies terhadap dermatitis kontak. Kuncinya pada dermatitis kontak selalu ada bahan yang sifatnya dapat mengganggu fungsi kulit. Sedangkan pada skabies tentu saja penyebabnya adalah infestasi tungau.

2. Dermatitis AtopikDermatitis atopik adalah bentuk dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen. Dermatitis atopik cenderung bersifat kronik dan residif disertai dengan rasa gatal. Rasa gatal merupakan tanda penting pada dermatitis atopik. Selain itu dapat terjadi likhenifikasi pada orang dewasa dan gambaran dermatitis pada anak pada daerah tertentu.Rasa gatal kembali menjadi persamaan antara skabies dan dermatitis atopik. Perbedaannya adalah pada dermatitis atopik rasa gatal tersebut akan mereda pada suatu waktu dan akan kembali lagi bila terkena alergen. Sedangkan rasa gatal pada skabies akan menetap selama prasit masih ada dan masih bisa memproduksi alergen. Kembali diingatkan lagi bahwa rasa gatal pada skabies akan memuncak pada waktu malam sehingga kerapkali menyebabkan penderita terjaga sepanjang malam.1Selain itu pada dermatitis atopik seringkali penderita memiliki riwayat penyakit atopik pada keluarganya seperti asma dan rhinitis alergika. Hal ini dapat kita ketahui dari pasien melalui anamnesis yang cermat. Rasa gatal yang hilang timbul (cenderung residif) juga bisa menjadi patokan. Tempat predileksi dermatitis atopik juga bisa membedakannya dengan skabies. Skabies cenderung terjadi pada daerah sela jari tangan dan kaki sedangkan dermatitis atopik sering mengenai daerah lipatan siku, lipat lutut, fleksor tangan dan leher. Pada bayi tempat predileksi dermatitis atopik juga khas yaitu pada daerah pipi dan ekstensor. Skabies pada bayi rentan pada semua bagian akibat lapisan kulitnya yang masih tipis.

3. PrurigoMerupakan suatu bentuk erupsi papular yang kronik dan rekurens. Selain papul juga kerap timbul vesikel yang dapat menjadi lesi sekunder seperti krusta, erosi dan ekskoriasi. Lesi yang ditemukan hampir menyerupai lesi yang ditemukan pada skabies. Prurigo sering ditemukan pada bayi akibat reaksi hipersensitivitas terhadap gigitan kutu loncat, nyamuk, agas dan kepiting. Prurigo juga cenderung muncul dalam bentuk kelompok papula pada malam hari dan menetap selama kurang lebih 2 minggu.4Perbedaan prurigo dan skabies bisa dilihat dari tempat predileksi. Prurigo cenderung ada di daerah badan dan ekstensor ekstremitas, dapat pula mengenai muka dan kulit kepala yang berambut. Selain itu jika skabies sering ditemukan pada segala jenis usia, maka prurigo paling sering ditemukan pada anak bayi.

F. EtiologiPenyebab skabies adalah Sarcoptes scabiei varietas homonis. Kutu ini bukanlah serangga dari golongan insekta melainkan tungau dari Familia Sarcoptidae yang memiliki empat pasang kaki (bukan tiga pasang seperti pada golongan insekta) sehingga lebih dekat dengan keluarga sengkenit. Kutu ini ditularkan dengan hubungan kontak langsung pada kulit termasuk ketika berhubungan seks.3,4

Gambar 2: Sarcoptes scabieiDiunduh dari : http://www.bayeranimal.com.au/default.aspx?page=99Yang menimbulkan skabies pada manusia adalah jenis yang betina. Hal ini dikarenakan yang jantan mati setelah kopulasi. Bentuk parasit skabies bulat 0,3-0,4 mm dengan 4 pasang kaki, 2 pasang terletak di depan dan 2 pasang kaki lainnya di belakang.Segera setelah kopulasi, betina akan menggali lubang ke stratum korneum membentuk terowongan yang berkelok-kelok dan terlihat keabu-abuan. Terowongan ini digunakan sebagai tempat tinggal dan bertelur oleh spesies yang betina. 2-3 butir telur dihasilkan dalam satu hari. Untuk nutrisinya, betina akan memakan cairan sel yang ada disekitarnya sambil terus membangun terowongan untuk meletakkan telur. Telur menetas 3-4 hari kemudian menjadi larva yang berkaki tiga. Larva kemudian akan membutuhkan waktu 3 hari untuk menjadi nimfa dan 3 hari kemudian menjadi bentuk dewasa. Total siklus ini memakan waktu 2 minggu.Pada hewan juga bisa terdapat infestasi tungau skabies. Skabies hewan menyerang berbagai jenis hewan mamalia, seperti kambing, sapi, domba, kerbau, babi dan kelinci. Kutu ini bersifat host spesific artinya ia hanya memilih hewan tertentu saja. Infeksi silang antara hewan dan manusia pernah dilaporkan kasusnya. Namun, jika sampai terjadi infeksi, umumnya kutu hewan ini tidak akan berkembang lebih lanjut dan akan mati dengan sendirinya.4

G. EpidemiologiPenyakit skabies telah dikenal sejak jaman purbakala, yaitu sejak 3000 tahun yang lampau. Di zaman itu penyakit ini tersebar di Asia sejak dari dataran Cina hingga India. Sebaran skabies pada hewan pun bukanlah hal yang baru. Terdapat setidaknya 40 jenis hewan tuan rumah yang tersebar dalam 17 familia dan 7 ordo mamalia. Di luar Asia pada masa lampau ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit ini juga timbul di Austria, Skotlandia, dan negara Skandinavia namun jarang dilaporkan dari benua Amerika.3Di Indonesia sendiri awalnya ada kecenderungan penurunan angka penderita skabies. Namun pada beberapa dasawarsa terakhir angkanya kembali meningkat. Peningkatan angka ini dianggap oleh sebagian ahli sebagai akibat dari meningkatnya hubungan seksual bebas dan berganti-ganti pasangan, sanitasi lingkungan yang buruk serta malnutrisi serta menurunnya daya tahan tubuh pada penderita HIV/AIDS. Selain itu urbanisasi, tingginya mobilisasi pergerakan dan kepindahan penduduk juga dianggap sebagai penyebabnya. Faktor bencana alam dan peperangan yang menyebabkan penduduk harus tinggal bersama di pengungsian juga mempermudah terjadinya penularan skabies.3Semua golongan umur dapat terkena skabies. Namun penyakit ini cenderung lebih rentan pada anak-anak dan orang tua.

H. PatofisiologiSarcoptes scabei varietas hominis betina yang umumnya dapat menyebabkan terjadinya penyakit skabies. Setelah kawin, tungau yang jantan akan mati sedangkan yang betina akan masuk ke dalam kulit untuk kemudian membuat terowongan di lapisan stratum korneum. Umumnya daerah yang dipilih adalah daerah dengan lapisan kulit yang lebih tipis dibanding daerah lainnya. Namun prinsip ini tidaklah berlaku pada bayi karena pada bayi hampir seluruh bagian kulitnya masih tipis.Saat berjalan dalam terowongan yang dibuatnya, tentu saja akan ada sekret dari tungau yang keluar dan tertinggal dalam terowongan tersebut. Karena sekret ini dianggap asing oleh tubuh kita, maka sekret tersebut akan memicu reaksi hipersensitivitas/alergi. Reaksi alergi yang timbul adalah reaksi alergi tipe 1/mmediate hypersentivity dan reaksi alergi tipe 4/delayed hypersensitivity.5Reaksi alergi tipe 1 dimulai ketika adanya antigen (dalam hal ini sekret tungau) yang memicu terbentuknya IgE. Imunoglobulin ini akan terikat pada basophil dan sel mast. Kemudian bila terpapar ulang dengan antigen, akan terjadi reaksi cross linking IgE yang kemudian menyebabkan degranulasi basophil dan sel mast. Hal ini akan menyebabkan berbagai zat yang ada dilepaskan, salah satunya adalah histamin. Pelepasan histamin ini akan memicu rasa gatal dan edema. Dalam fase yang lebih lambat (sekitar 6 jam) akan disintesis mediator peradangan yang lain misalnya leukotriene yang akan menarik sel radang neutrofiil dan eusinofil sehingga menyebabkan adanya eritema dan indurasi.4Bentuk paling berat dari tipe 1 ini adalah terjadinya systemic anaphhylaxis yang dapat menyebabkan bronkokonstriksi berat serta hipotensi. Hal ini dapat membahayakan nyawa. Ada bentuk lain yang dikenal sebagai anaphilactoid reaction yang memiliki gejala sama reaksi reaksi anafilaktik namun patogenesis yang berbeda. Pada anaphilactoid reaction akan terjadi degranulasi sel mast dan basofil tanpa terbentuknya IgE terlebih dahulu. Manifestasi klinik yang dapat terlihat meliputi asma, urtikaria, rhinitis dan hay fever.5 Sedangkan pada reaksi alergi tipe 4 yang berperan adalah limfosit T helper bukan antibodi. Umumnya timbul lebih lama (sekitar beberapa jam sampai beberapa hari) setelah terpapar antigen dimana timbul indurasi karena penumpukan T helper dan sel makrofag.Adanya 2 tipe reaksi alergi ini akan menimbulkan sensitasi. Biasanya dibutuhkan waktu beberapa minggu untuk timbul sensitasi pada orang yang pertama kali terkena infestasi tungau. Bila terjadi re-infestasi akan timbul pruritus dalam kurun waktu kurang dari 24 jam setelah terpapar oleh alergen. Reaksi alergi lain yang khas seperti timbulnya urtika serta vesikel-vesikel kecil juga akan menyertai rasa gatal tersebut. Rasa gatal yang cenderung terjadi pada malam hari disebabkan oleh aktivitas tungau yang meningkat pada suhu yang lembab dan panas.Berbagai penyakit yang menyebabkan penurunan status imun serta berbagai jenis penyakit saraf dapat menjadi faktor predisposisi timbulnya jenis skabies yang lebih parah yang dikenal sebagai skabies norwegia. Pada jenis skabies ini bisa terdapat ribuan tungau yang menginfestasi kulit manusia. Gambaran yang terlihat adalah timbulnya krusta yang luas. Sebagai perbandingan, pada skabies biasa hanya terdapat rata-rata 10 tungau yang menginfestasi tubuh.3

I. PenatalaksanaanPenatalaksanaan yang dilakukan meliputi cara medika mentosa dan non-medika mentosa. Medika mentosaObat yang sering digunakan dalam penanganan skabies adalah obat yang berbentuk topikal. Ada beberapa jenis obat yang dapat kita gunakan, antara lain:1. Permetrin, digunakan dengan kadar 5%. Cara kerja krim ini adalah mempengaruhi aliran kanal natrium yang akan menyebabkan depolarisasi, paralisis dan kematian parasit. Krim ini sangat efektif untuk semua stadium namun bersifat toksik. Oleh karena itu biasanya digunakan malam hari sebelum tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur. Karena sifatnya yang toksik, permetrin dikontraindikasikan terhadap ibu hamil dan bayi. Permetrin adalah first line dalam pengobatan untuk skabies.Permetrin hanya digunakan dalam dosis tunggal karena sifatnya yang toksik. Jika belum sembuh maka dapat digunakan lagi satu minggu setelah pemakaian yang pertama kali.62. Malathion, merupakan second line skabies tersedia dalam bentuk lotion dengan kadar 0,5 %. Seperti permetrin, malathion juga digunakan sebelum tidur dan harus dicuci setelah bangun tidur.3. Ivermektin, dosisnya sebesar 200 g/kg. Obat ini digunakan untuk pasien dengan penurunan status imun yang mengalami skabies. Contohnya ialah pada penderita HIV/AIDS. Obat ini tidak dapat digunakan pada wanita hamil dan anak dengan berat badan dibawah 15 kg.4. Belerang endap (sulfur presipitat) dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep dan krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur sehingga penggunaan minimalnya adalah 3 hari, yaitu waktu yang dibutuhkan telur untuk menetas menjadi larva. Kekurangannya berbau dan mengotori pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Obat ini dapat digunakan pada anak usia dibawah 2 tahun. Kombinasi yang sering kita temukan di pasaran ialah acidum salicylicum % dan sulfur precipitatum 4% yang dikenal sebagai salep 2-4.65. Benzil benzoat, tersedia dalam bentuk emulsi dengan kadar 20-25% dan efektif terhadap semua stadium. Diberikan secara topikal setiap malam sebelum tidur selama tiga hari.6. Gama Benzena Heksa Klorida (Gammexane) dengan kadar 1%, tersedia dalam bentuk krim atau lotio. Termasuk obat pilihan yang efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Obat ini juga tidak dianjurkan untuk anak berusia dibawah 6 tahun dan wanita hamil karena bersifat toksik terhadap sistem saraf pusat.7. Krotamiton, tersedia dalam bentuk krim atau lotio dalam kadar 10%. Mempunyai efek antiskabies dan anti gatal. Penggunaannya harus dijauhkan dari daerah mata, mulut dan uretra.8. Doxepin, digunakan sebagai anti-pruritus. Bentuk sediaannya ialah krim dengan kadar 5%. Doxepin bekerja sebagai antihistamin baik pada reseptor H1 maupun H2. Hindari penggunaan Doxepin untuk penderita narrow-angle glaucoma dan retensi urin.6Perlu diperhatikan juga, bahwa dapat timbul resistensi dari parasit ini ini. Sehingga bila dicurigai terjadi resistensi terhadap insektisida, maka dapat pengobatan dapat dilanjutkan dengan mengganti obat yang kelas insektisidanya berbeda dengan obat pertama.

Non Medika mentosaAda beberapa penatalaksanaan non medika-mentosa yang dapat kita lakukan, yaitu:1. Mandi berendam dalam waktu yang cukup lama dalam air hangat. Parasit ini tetap memerlukan oksigen, sehingga bila terendam dalam air dalam jangka waktu lama parasit akan mati akibat kurang oksigen.2. Mencuci serta mengganti pakaian dalam, handuk dan seprai. Parasit mungkin berdiam sementara di pakaian penderita sehingga mencuci dengan baik dan mengganti pakaian secara teratur dapat membantu usaha pemberantasan skabies.23. Hindari kontak dengan orang terdekat yang belum terkena skabies. Sebaiknya hal ini dilakukan agar skabies tidak menyebar.Harus pula diingat bahwa penyakit ini menular dalam manusia secara kelompok sehingga sangat penting bagi kita untuk menanyakan apakah ada keluarga maupun kerabat pasien yang tinggal di dekatnya yang memiliki keluhan yang sam dengan pasien. Bila ada maka harus dengan segera kita tangani.

J. KomplikasiKomplikasi yang mungkin terjadi adalah akibat infeksi sekunder. Jenis-jenis infeksi sekunder yang terjadi adalah folikulitis serta furunkolosis. Folikulitis ialah pioderma yang terjadi pada folikel rambut. Umumnya bakteri yang menyebabkan folikulitis ialah Staphylococcus aureus. Bakteri ini masuk melalui lapisan kulit yang tidak utuh akibat infestasi tungau skabies. Proses peradangan yang terjadi dapat menyebabkan timbulnya pustula, furunkel dan karbunkel. Yang dimaksud dengan furunkel ialah abses akut pada lebih dari satu folikel rambut akibat bakteri tersebut. Kumpulan dari beberapa furunkel disebut sebagai karbunkel.1Penggunaan obat kortikosteroid sebagai anti-pruritus tanpa kombinasi dengan insektisida lain dapat menyebabkan pasien tidak menggaruk kulitnya sehingga pada akhirnya jumlah tungau bertambah banyak. Hal ini dapat menimbulkan skabies berat. Selengkapnya tentang skabies berat telah dibahas di bagian diagnosis kerja dan gejala klinik.

K. Pencegahan Pencegahan yang dapat dilakukan ialah menjaga kebersihan pribadi. Hal ini dapat dilakukan dengan mandi secar teratur dan bersih, mengganti seprai dan pakaian secara teratur dan menghindari penggunaan pakaian dan handuk secara bersama-sama.Selain itu bila ada anggota keluarga maupun kerabat yang terkena skabies, sebaiknya individu yang belum terkena menghindari kontak personal yang dekat dengannya sehingga menurunkan penularan skabies tersebut.3

L. PrognosisSecara umum baik bila mendapat pengobatan dan serta edukasi tentang cara pemakaian obat yang tepat. Faktor predisposisi seperti higienitas juga perlu diperharikan agar prognosis semakin baik. Kondisi prognosis yang buruk mungkin terjadi pada pasien dengan sistem imun yang rendah.1

KESIMPULAN Skabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di masyarakat. Penyakit ini merupakan penyakit dengan manifestasi gatal dan efloresensi vesikel serta papula yang dapat menjadi krusta, erosi dan ekskoriasi. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan tempat predileksinya meliputi sela jari tangan dan kaki, lipat siku, lipat ketiak, inguinal, genitalia, bokong dan lutut. Manifestasi klinik utama penyakit ini ialah rasa gatal pada malam hari. Diagnosis ke arah skabies dapat diperkuat dengan adanya kerabat terdekat pasien yang menderita penyakit ini, ditemukan gambaran seperti terowongan pada permukaan kulit dan ditemukannya tungau Sarcoptes scabiei varietas homonis sebagai hal yang paling diagnostik. Terjadinya penyakit ini akibat infestasi Sarcoptes scabiei varietas homonis pada stratum korneum kulit. Sekret yang dikeluarkan oleh tungau ini menyebabkan reaksi alergi tipe 1 dan 4 sehingga memicu timbulnya rasa gatal, vesikel dan papula. Pengobatan penyakit ini adalah dengan membasmi tungau menggunakan insektisida yang biasanya tersedia sebagai bentuk obat topikal. Tidak kalah pentingnya adalah menjaga kebersihan diri pasien untuk mendukung tercapainya kesembuhan sekaligus sebagai usaha preventif agar tidak terkena penyakit ini.

DAFTAR PUSTAKA1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.119-26.2. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditijau dari organ tubuh yang diserang. Jakarta: EGC; 2009.h.289-95.3. Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K. Dermatology in general medicine. 4th edition. New York: McGraw Hill Medical Publisher; 2003.p.2182-3.4. Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Parasitologi kedokteran edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.h.265-8 5. Brooks GF, Butel JS, Ornston LN. Mikrobiologi kedokteran. edisi 20. Jakarta : EGC; 2004.h.116-1396. Buxton PK, Jones M. Abc of dermatology. 5th edition. London: Willey Blackwell Publisher; 2009.p.124-6.

14