Sistem Mahkamah Syari'Ah

download Sistem Mahkamah Syari'Ah

of 8

Transcript of Sistem Mahkamah Syari'Ah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (selanjutnya UUPA) membawa perkembangan baru di Aceh dalam sistem peradilan. Pasal 25 - Pasal 26 UUPA mengatur mengenai Mahkamah Syar'iyah NAD yang merupakan peradilan syari'at Islam sebagai bagian dari sistem peradilan nasional. Mahkamah Syari'ah adalah lembaga peradilan yang bebas dari pengaruh pihak manapun dalam wilayah PNAD yang berlaku untuk pemeluk agama Islam. Kewenangan Mahkamah Syar'iyah selanjutnya diatur lebih lanjut dengan Qanun PNAD. Qanun PNAD adalah Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan dari wewenang yang diberikan oleh UU No. 18 tahun 2001 untuk mengatur daerah dan Mahkamah Agung berwenang melakukan uji materiil terhadap Qanun. Mahkamah Syari'ah tersebut terdiri dari:Makamah Syari'ah Kabupaten/Sagoe dan Kota/Banda sebagai pengadilan tingkat pertama; Mahkamah Syari'ah Provinsi sebagai pengadilan tingkat banding yang berada di ibukota Provinsi, yaitu di Banda Aceh. Sementara untuk tingkat kasasi tetap dilakukan di Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Negara Tertinggi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24A UUD NRI 1945, yaitu Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. UUPA ternyata menyisakan banyak "pekerjaan rumah" dalam pembenahan sistem peradilan di Aceh, yaitu dalam hal: Pasal 3 ayat (1) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syari'ah dan Mahkamah Syari'ah Provinsi di PNAD menyatakan

1

bahwa,

"Kekuasaan dan

dan

kewenangan Pengadilan

Mahkamah Agama,

Syari'ah ditambah

adalah dengan

kekuasaan

kewenangan

kekuasaan dan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam ibadah dan syi'ar." Permasalahan hukum materiil dan kewenangan ini perlu mendapat penegasan lebih lanjut, agar dapat membedakan dengan kewenangan yang dimiliki badan peradilan lain. Pengaturan lebih lanjut Mahkamah Syari'ah dalam qanun dapat menimbulkan permasalahan berkaitan dengan hukum acara yang berlaku. Kesiapan membentuk Mahkamah Syari'ah. Pasca pemberian otonomi khusus kepada PNAD saat ini mengharuskan adanya pembenahanpembenahan lembaga peradilan yang sesuai dengan UUPA. 1

BAB II PEMBAHASAN

1

Ari Wibowo dan Arif Lutviansori. Eksistensi Mahkamah Syari'ah Di Nangroe Aceh Darussalam Pasca otonomi Khusus. Di ambil dari Internet (google.co.id).

2

A. MAHKAMAH SYARIAH KEWENANGANNYA.

DI

ERA

OTONOMI

KHUSUS

DAN

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka terjadilah sejarah baru bagi peradilan agama di Aceh. Karena salah satu lembaga yang harus ada di Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus adalah Peradilan Syari'at Islam yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar'iyah. Mahkamah Syar`iyah adalah lembaga Peradilan Syari'at Islam di Nanggroe Aceh Darussalam sebagai pengembangan dari Peradilan Agama yang diresmikan pada tanggal 4 Maret 2003 M/1 Muharram 1424 H sesuai dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001, Keppres Nomor 11 Tahun 2003 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002. Oleh karena Mahkamah Syar'iyah adalah pengalihan wujud dari Pengadilan Agama yang telah ada sebelumnya, maka hingga saat ini ada 19 Mahkamah Syar'iyah Kabupaten/Kota di seluruh wilayah Aceh dan satu Mahkamah Syar'iyah Provinsi selaku pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibukota Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yakni di Banda Aceh. Adapun Kekuasaan dan kewenangan Mahkamah Syar`iyah dan Mahkamah Syar`iyah Provinsi adalah kekuasaan dan kewenangan Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama ditambah dengan kekuasaan dan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam bidang ibadah dan syi`ar Islam yang ditetapkan dalam Qanun. Kekuasaan dan Kewenangan Pengadilan Agama, sesuai dengan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo. Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-

3

undang Nomor 7 Tahun 1989, adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: 1. Perkawinan; 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq; 8. Shadaqah; dan 9. Ekonomi syari'ah ". Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud pada pada point 1 di atas, adalah kekuasaan dan kewenangan menyangkut hal-hal yang diatur dalam atau didasarkan kepada Undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku. Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud pada point 2 di atas, adalah kekuasaan dan kewenangan penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut. Adapun yang dimaksud dengan "ekonomi syari'ah" adalah

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari'ah, antara lain meliputi : a) Bank syari'ah; b) Lembaga keuangan mikro syari'ah; c) Asuransi syari'ah; d) Reasuransi syari'ah; e) Reksa dana syari'ah; f) Obligasi syari'ah dan surat berharga berjangka menengah syari'ah; g) Sekuritas syari'ah; h) Pembiayaan syari'ah; i) Pegadaian syari'ah; j) Dana pensiun lembaga keuangan syari'ah; dan k) Bisnis syari'ah.

4

Dalam melaksanakan amanat dari Pasal 25 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 telah memberikan kewenangan terhadap Mahkamah Syar`iyah untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkaraperkara pada tingkat pertama dalam bidang: a. Al-Ahwal al-Syakhshiyah b. Mu'amalah c. Jinayah Kekuasaan dan kewenangan tersebut akan dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional. Lahirnya Syar'iyah di Undang-undang Aceh. Namun Nomor demikian 11 Tahun 2006 tentang tersebut

Pemerintahan Aceh tidak merubah status dan kewenangan Mahkamah Undang-undang mengamanatkan pula untuk membentuk Qanun tentang hukum acara bagi Mahkamah Syar'iyah di Aceh, baik hukum acara perdata Islam maupun hukum acara jinayah Islam.2

B. QANUN-QANUN DALAM ACEH

PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI

Banyak qanun yang harus dibuat oleh pemerintah provinsi NAD sebagaimana yang dikehendaki dalam UU No.18 Tahun 2001.hal tersebut terealisir sebagai berikut: Tahun 2002 telah disahkan 24 qanun,mulai dari qanun No.1 Tahun 2002 tentang pola dasar pembangunan provinsi NAD sampai No.24 tahun 2002 tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan belanja daerah.sedang Mahkamah Syariyah

2

Drs H.Armia Ibrahim, S.H. 2006. Era Otonomi Khusus Bagi NAD. Di ambil dari Internet (google.co.id)

5

adalah Qanun No.10 Tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam di bidang Akidah,Ibadah,dan Syiar islam. Tahun 2003 telah disahkan 13 qanun mulai dari qanun No.2 Tahun 2003 tentang susunan dan Kedudukan dan kewenangan kabupaten dan kota dalam Provinsi NAD.sampai tiga terakhir yang menyangkut langsung Mahkamah Syariyah,yaitu:Qanun No.12 Tahun 2003 tentang minuman khamar dan sejenisnya.Qanun No.13 Tahun 2003 tentang maisir(perjudian).dan Qanun No.14 Tahun 2003 tentang Khalwat(mesum). Tahun 2004 telah disahkan beberapa qanun,adapun yang

berhubungan dengan pelaksanaan syariat islam ada 2(dua)qanun: 1. Qanun No.7 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Zakat 2. Qanun No.11 Tahun 2004 tentang Tugas Fungsional kepolisian. Tahun 2005 sebagai catatan bahwa sampai tulisan ini selesai akhir Desember 2005,ternyata selama tahun 2005 qanun Aceh tidak ada yang disahkan,sedangkan Rancangan Undang-Undang tentang Nanggroe Aceh Darussalam sudah dimasukkan ke DPR RI.3

BAB III KESIMPULAN Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, maka terjadilah sejarah baru bagi peradilan agama di Aceh. Karena salah satu lembaga yang harus ada di Nanggroe

3

Djalil, H. A Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Kencana : jakarta. Hal. 172-173

6

Aceh Darussalam dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus adalah Peradilan Syari'at Islam yang dilaksanakan oleh Mahkamah Syar'iyah. Mahkamah Syariah di Aceh mempunyai wewenang di bidang seperti berikut ini : Al-Ahwal al-Syakhshiyah Mu'amalah Jinayah akan dilaksanakan

Kekuasaan dan kewenangan tersebut diatas

secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional

DAFTAR PUSTAKA

Djalil, H. A Basiq. 2006. Peradilan Agama di Indonesia. Kencana : jakarta Drs H.Armia Ibrahim, S.H. 2006. Era Otonomi Khusus Bagi NAD. Di ambil dari Internet (google.co.id) Ari Wibowo dan Arif Lutviansori. Eksistensi Mahkamah Syari'ah Di Nangroe Aceh Darussalam Pasca otonomi Khusus. Di ambil dari Internet (google.co.id). 7

8