PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

38
Yenny Kasim 092209 0050 TUGAS 1 SYARI’AH KEMUKAKAN PENGERTIAN, JENIS/MACAM-MACAMNYA DAN CONTOH/KAPAN DIMANFAATKAN DARI : 1. IJTIHAD 2. IJMA 3. QIYAS 4. ISTISHLAH 5. ISTIHSAN 6. ISTIDLAL 7. ISTISHAB 8. URF 9. SADDUD DZARIAH DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

description

Semoga bermanfaat

Transcript of PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Page 1: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

TUGAS 1 SYARI’AH

KEMUKAKAN PENGERTIAN, JENIS/MACAM-MACAMNYA DAN CONTOH/KAPAN

DIMANFAATKAN DARI :

1. IJTIHAD

2. IJMA

3. QIYAS

4. ISTISHLAH

5. ISTIHSAN

6. ISTIDLAL

7. ISTISHAB

8. URF

9. SADDUD DZARIAH

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 2: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

1. IJTIHAD

A. Pengertian

Ijtihad (Arab: adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang (اجتهاد

sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha

mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam

Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan

pertimbangan matang.

Secara etimologis, ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang

berarti al-masqayat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat

(kesanggupan dan kemampuan). Ijtihad adalah masdar dari fiil madzi

ijtihada. Penambahan hamzah dan ta’ pada kata jahada menjadi ijtihada

pada wajan if-taa’-la berarti, “usaha itu lebih sungguh-sungguh”. Seperti

halnya ka-sa-ba menjadi iktasaba, yang berarti “usaha lebih kuat dan

sungguh-sungguh.” Oleh sebab itu, ijtihad berarti usaha keras atau

pengerahan daya upaya (istifragh al-wus’ atau badzl al-wus’). Dengan

demikian, ijtihad berarti usaha maksimal untuk mendapatkan atau

memperoleh sesuatu. Sebaliknya, suatu usaha yang dilakukan tidak

maksimal dan tidak menggunakan daya upaya yang keras tidak disebut

ijtihad, melainkan daya nalar biasa, ar’ra’y atau at-tafkir. (Rachmat

Syafe’i:1998)

B. Pembagian

Menurut Muhammad Taqiyu al-Hakim membagi ijtihad menjadi dua

bagian, yaitu :

1) Ijtihad al-Aqli, yaitu ijtihad yang hujjahnya didasarkan pada akal tidak

menggunakan dalil syara’

2) Ijtihad syar’i, yaitu ijtihad yang didasarkan pada syara’.

Garis besarnya ijtihad dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu ijtihad fardi

dan ijtihad jami’i.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 3: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

a) Ijtihad fardi ialah…....

Artinya :

Setiap ijtihad yang dilakukan oleh perorangan atau beberapa

orang tak ada keterangan bahwa semua mujtahid lainnya

menyetujuinya dalam suatu perkara.

Ijtihad semacam inilah yang pernah dibenarkan oleh rasul kepada

Muaz ketika menggutus beliau untuk menjadi qadhi di yaman dan

sesuai pula yang pernah dilakukan Umar bin khatap kepada Abu musa

al-asyary, kepada Syuraikh dimana beliau (Umar) dengan tegas

mengatakan kepada Syuraikh

Artinya……

Apa-apa yang belum jelas bagimu didalam as-sunah maka

berijtihadlah padanya dengan menggunakan daya pikiranmu.

Dan kata Umar kepada Abu musa al-asyary………

Artinya……

Kenalilah penyerupaan-penyerupaan dan tamsilan-tamsilan

dan qiyaskanlah segala urusan sesudah itu.

b) Ijtihad jami’i ialah…..

Artinya :

Semua ijtihad dalam sesuatu perkara yang disepakati oleh

semua mujtahidin.

Ijtihad semacam ini yang dimaksud oleh hadist Ali pada waktu beliau

menanyakan kepada rasul tentang urusan yang menimpa masyarakat

tidak diketemukan hukumnya dalam Al-Qur’an dan sunah. Ketika itu

nabi bersabda….

Artinya :

Kumpulkanlah untuk menghadapi masalah itu orang-orang

yang berilmu dari masing-masing orang mu’min dan jadikanlah

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 4: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

hal ini masalah yang dimusyawarahkan diantara kamu dan

janganlah kamu memutuskan hal itu dengan pendapat orang

seorang. (HR. Ibnu Abd barr)

Disamping itu Umar juga pernah berkata kepada Syuraikh….

Artinya…

Dan bermusyawarahlah (bertukar pikiran) dengan orang-orang

sholeh.

Diriwayatkan oleh Maimun bin Mihran bahwasanya Abu bakar dan

Umar apabila keduanya menghadapi sesuatu hal yang tidak ada

hukumnya didalam Al-Qur’an dan sunah maka keduanya

mengumpulkan tokoh-tokoh masyarakat dan menanyakan pendapat-

pendapat mereka. Apabila mereka telah menyepakati sesuatu

pendapat merekapun menyelesaikan hal itu dengan pendapat itu.

Contoh lain dari ijtihad jami’i ialah kesepakatan sahabat

mendukung/mengangkat Abu bakar sebagai khalifah (kepala Negara)

dan kesepakatan mereka terhadap tindakan Abu bakar yang menunjuk

Umar sebagai penggantinya. Juga kesepakatan mereka mendukung

anjuran Umar mengumpulkan/menulis Al-Qur’an dalam satu mushaf,

padahal yang demikian itu belum pernah dilakukan dimasa nabi.

Inilah kedua macam ijtihad yang dibenar oleh syara dan dihargai

dengan tinggi.

Imam abu hasan Muhammad bin yusuf berkata : ……….

Yang artinya

Sesungguhnya nash-nash agama walaupun banyak namun dia

terbatas dalam arti tidak dapat menerima tambahan lagi

sedangkan kejadian yang dihadapi manusia tidak

berkesudahan untuk menghadapi kejadian-kejadian itu perlu

kembali kepada ijtihad satu hal yang tidak dapat kita hindari

didalam menghadapi setiap perkembamgan.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 5: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

Dari segi pelaksanaan:

1. Ijtihad Intiqai/tarjih: yaitu ijtihad untuk memilih salah satu pendapat

terkuat diantara beberapa pendapat yang ada. Bentuknya adalah

studi komparatif dengan meneliti

2. Ijtihad Insyai: yaitu mengambi konklusi hukum baru terhadap suatu

permasalahan yang belum ada ketetapan hukumnya. Disebut juga

ijtihad kreatif.

3. Integrasi antara Ijtihad tarjih dan Insyai : yaitu memilih pendapat

para ulama terdahulu yang dipandang lebih relevan dan kuat

kemudian dalam pendapat tersebut ditambah unsur-unsur ijtihad

baru.

Jenis-jenis ijtihad :

Ijma'

Qiyâs

Istihsân

Maslahah murshalah

Sududz Dzariah

Istishab

Urf

C. Contoh Aplikasi

- Contoh ijtihad tarjih adalah tentang harusnya meminta izin untuk

menikahkan anak gadis. Golongan Syafi’i, Maliki, dan mayoritas

golongan Hanbali berpendapat sehungguhnya orang tua berhak

memaksakan anak gadisnya yang sudah akil balig untuk menikah

dengan calon suami yang dipilih oleh orang tua walaupun tanpa

persetujuan gadis tersebut. Alasan yang digunakan adalah orang tua

lebih tahu tentang kemaslahatan anak gadisnya.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 6: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

Cara yang demikian itu mungkin masih dapat diterapkan pada seorang

gadis yang belum mengenal sedikitpun tentang kondisi dan latar

belakang suaminya, sedangkan di zaman modern sekarang para gadis

mempunyai kesempatan luas untuk belajar, bekerja dan berinteraksi

dengan lawan jenis dalam kehidupan ini. Akhirnya, hasil dari ijtihad

tarjih ini adalah mengambil pendapat Abu Hanifah yakni melibatkan

urusan pernikahan kepada calon mempelai wanita untuk mendapatkan

persetujuan dan izinnya.

- Contoh ijtihad insya’i adalah para pakar fikih pada zaman moderen ini

berpendapat bahwa rumah, pabrik, tanah, dan sebagainya yang

disewakan wajib dikeluarkan zakatnya. Pendapat ini dikemukakan oleh

Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahhab Khalaf dan Abdurrahman

Hasan, Qardhawi sangat mendukung pendapat tersebut dengan

pembahasan yang lengkap dengan dalil-dalil yang dipegangi.

Apabila pemilik tanah menyewakan tanahnya dengan sewa

berupa uang atau lain-lain yang menurut jumhur hukumnya

boleh, maka siapakah yang berkewajiban membayar zakatnya,

apakah pemilik tanah atau penyewa tanah?

Menurut Abu Hanifah, zakat wajib atas pemilik tanah. Berdasarkan

ketentuan bahwa zakat adalah kewajiban tanah yang memproduksi,

bukan kewajiban tanaman. Dan bahwa zakat adalah beban tanah yang

sama kedudukannya dengan kharaj. Maka dalam hal sewa, tanah yang

seharusnya diinvestasi dalam bentuk pertanian lalu diinvestasi dalam

bentuk sewa, berarti sewa tersebut sama kedudukannya dengan hasil

tanaman.

Demikian juga pendapat Ibrahim al-Nakha’I , Malik, Syafii, al –Tsauri,

Ibn al-Mubarak dan Jumhur ulama Fikih berpendapat bahwa zakat

wajib atas orang yang menyewa, karena zakat adalah beban tanaman

bukan beban tanah. Pemilik tanah bukanlah penghasil biji-bijian dan

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 7: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

buah-buahan yang karenanya tidak mungkin mengeluarkan zakat hasil

tanaman yang bukan miliknya.

Menurut Ibnu Rusyd perbedaan pendapat disebabkan tidak ada

kepastian apakah zakat tersebut merupakan beban tanah, beban

tanaman atau beban keduanya.

Al-Mughni menilai bahwa pendapat Jumhur lebih kuat, zakat diwajibkan

atas hasil tanaman. Sedangkan Al-Rafii berpendapat bahwa penyewa

tanah mempunyai dua kewajiban yakni membayar sewa dan

membayar zakat.

Setelah mempelajari pendapat para ulama tersebut maka Qardhawi

mengemukakan pendapat bahwa yang adil adalah baik penyewa

maupun pemilik harus secara bersama-sama menanggung

zakat itu masing-masing sesuai dengan perolehannya. Jadi

pemilik tanah juga diwajibkan mengeluarkan zakat dari hasil sewa,

sedangkan pendapat tersebut belum pernah dikemukakan oleh ulama-

ulama terdahulu. Ijtihad yang demikian disebut ijtihan insya’i.

Pendapat tersebut sangat adil dan sangat realistis diterapkan dizaman

sekarang.

- contoh ijtihad integrasi keduanya ini adalah masalah aborsi. Lajnah

Fatawa di Kuwait mengeluarkan pendapat tentang aborsi yang

dibolehkan dan yang diharamkan. Lajnah Fatawa telah menyeleksi

pendapat-pendapat para pakar fikih Islam sekaligus menambahkan

unsur-unsur kreasi baru yang dituntut oleh kemajuan ilmu

pengetahuan dan ilmu kedokteran. Yang ditunjang dengan segala

peralatan teknologi canggih dan kemampuan untuk mendeteksi apa

yang menimpa pada janin dalam bulan-bulan pertama, berupa cacat

yang mempunyai pengaruh fisik/biologis dan psikis pada kehidupan si

janin dikemudian hari menurut sunnatullah yang berlaku di alam ini.

Isi Fatwa yang dikeluarkan tanggal 29 September 1984 itu adalah

seorang dokter dilarang menggugurkan kandungan seorang wanita

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 8: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

yang telah genap 120 hari, kecuali untuk menyelematkan wanita/ibu

itu dari marabahaya yang ditimbulkan oleh kandungannya. Dan

seorang dokter boleh menggugurkan kandungan wanita dengan

persetujuan kedua belah pihak yaitu suami istri, sebelum kandungan

itu genap berusia 40 hari, yakni saat masih berbentuk segumpal darah.

Apabila kandungan itu sudah lebih dari 40 hari dan belum sampai 120

hari maka dalam keadaan seperti ini tidak boleh dilakukan abortos

kecuali dalam dua kondisi berikut ini:

a. Apabila kandungan itu tetap dipertahankan, akan menimbulkan

bahaya bagi sang ibu dan bahaya itu akan berlangsung terus menerus

sampai sehabis melahirkan.

b. Apabila sudah dapat dipastikan bahwa janin yang lahir akan

menderita cacat baik fisik atau akalnya, yang kedua hal itu tidak

mungkin dapat disembuhkan.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 9: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

2. ‘IJMA

A. Pengertian

Ijma' (LاعOمQج Sاإل) adalah mashdar (bentuk) dari ajma'a (OعOمQجO yang memiliki dua (أ

makna:

1. Tekad yang kuat (LدY مLالمLؤOك QزOالع) seperti: aرOف OىسO gعOل ن OالLفOعOمOجO sifulan)  أ bertekad

kuat untuk melakukan perjalanan).

2. Kesepakatan (LاقOفk (االت seperti: OذOا) Oىك OعOل SمLوQن ل QسLالمOعOمQجO (أ kaum muslimin

bersepakat tentang sesuatu.

Sedangkan makna Ijma' menurut istilah adalah:

QيSف Sه SttاتOفOو Oد QttعO YمO ب ل OttسOو SهQ Oي مYةS مLحOمYدa صOلYى اللهL عOلL OهSدSيQ أ ت QجLم LاقOفk ات

SرQوLمL مQرa مSنO األO عOصQرS مSنO العLصLوQرS عOلOى أ

"kesepakatan para mujtahid ummat Muhammad saw setelah beliau wafat

dalam masa-masa tertentu dan terhadap perkara-perkara tertentu pula".

(lihat Irsyadul Fuhul: 71).

B. Pembagian

Ijma' ada dua macam : Qoth'i dan Dzonni.

1. Ijma' Qoth'i

Ijma' yang diketahui keberadaannya di kalangan umat ini dengan pasti,

seperti ijma' atas wajibnya sholat lima waktu dan haramnya

zina. Ijma'jenis ini tidak ada seorangpun yang mengingkari ketetapannya

dan keberadaannya sebagai hujjah, dan dikafirkan orang yang

menyelisihinya jika ia bukan termasuk orang yang tidak mengetahuinya.

2. Ijma' Dzonni

Ijma' yang tidak diketahui kecuali dengan dicari dan dipelajari (tatabbu' &

istiqro'). Dan para ulama telah berselisih tentang kemungkinan

tetapnya ijma' jenis ini, dan perkataan yang paling rojih dalam masalah

ini adalah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang mengatakan

dalam Al Aqidah Al Wasithiyyah : "Dan ijma' yang bisa diterima dengan

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 10: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

pasti adalah ijma'nya as-salafush-sholeh, karena yang setelah mereka

banyak terjadi ikhtilaf dan umat ini telah tersebar."

Ketahuilah bahwasanya umat ini tidak mungkin bersepakat untuk

menyelisihi suatu dalil yang shohih dan shorih serta tidak mansukh

karena umat ini tidaklah bersepakat kecuali diatas kebenaran. Dan jika

engkau mendapati suatu ijma' yang menurutmu menyelisihi kebenaran,

maka perhatikanlah! Mungkin dalilnya yang tidak shohih atau tidak shorih

atau mansukh atau masalah tersebut merupakan masalah yang

diperselisihkan yang kamu tidak mengetahuinya.

C. Contoh Aplikasi

Contoh Ijma' para shahabat adalah :

- Dipilihnya Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu sebagai Khalifah

pengganti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,

- Ditulisnya Al-Qur'an pada satu kitab,

- Diperbanyaknya Al-Qur'an,

- Shalat Tarawih berjama'ah secara terus menerus di zaman 'Umar

radhiyallahu 'anhu,

- Menamakan Ahlus-Sunnah sebagai lawan dari Ahlul-Bid'ah, dll.

Contoh Ijma' para 'ulama setelah masa sahabat adalah :

- Diberinya titik dalam huruf ayat-ayat Al-Qur'an, dan kemudian diberinya

baris,

- Pembagian Tauhid menjadi 3 (Rubbubiyyah, Uluhiyyah dan Asma' wa

Shifat), dll.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 11: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

3. QIYAS

A. Pengertian

a. Secara Bahasa

Secara bahasa, qiyâs merupakan bentuk masdar dari kata qâsa-

yaqîsu, yang artinya ukuran, mengetahui ukuran sesuatu. Misalnya,

"Fulan meng-qiyaskan baju dengan lengan tangannya", artinya

mengukur baju dengan lengan tangannya; artinya membandingkan

antara dua hal untuk mengetahui ukuran yang lain. Secara bahasa juga

berarti "menyamakan", dikatakan "Fulan meng-qiaskan extasi dengan

minuman keras", artinya menyamakan antara extasi dengan minuman

keras.

Dalam perkembanganya, kata qiyâs banyak digunakan sebagai

ungkapan dalam upaya penyamaan antara dua hal yang berbeda, baik

penyamaan yang berbentuk inderawi, seperti pengkiasan dua buah

buku.Atau maknawiyah, misalnya "Fulan tidak bisa dikiaskan dengan si

Fulan", artinya tidak terdapat kesamaan dalam ukuran. 

b. Secara Istilah 

Pengertian qiyas secara terminologi terdapat beberapa definisi

yang dikemukakan para ulama ushul fiqh, sekalipun redaksinya berbeda

tetapi mengandung pengertian yang sama. 

Sadr al-Syari'ah (w. 747 H),tokoh ushul fiqh Hanafi mengemukakan

bahwa qiyâs adalah: 

"Memberlakukan hukum asal kepada hukum furu' disebabkan

kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan

bahasa saja". 

Maksudnya, 'illat yang ada pada satu nash sama dengan 'illat yang ada

pada kasus yang sedang dihadapi seorang mujtahid, karena kesatuan

'illat ini, maka hukum kasus yang sedang dihadapi disamakan dengan

hukum yang ditentukan oleh nash tersebut. 

Imam Baidhowi dan mayoritas ulama Syafi'iyyah mendefinisikan

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 12: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

qiyâsdengan :

"Membawa (hukum) yang (belum) di ketahui kepada (hukum)

yang diketahui dalam rangka menetapkan hukum bagi keduanya,

atau meniadakan hukum bagi keduanya, baik hukum maupun

sifat.". 

DR. Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan qiyâsdengan :

"Menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam

nash dengan sesuatu yang disebutkan hukumnya oleh nash,

disebabkan kesatuan illat antara keduanya". 

Biarpun terjadi perbedaan definisi terminologi antara ulama klasik dan

kontemporer tentang qiyâs, namun mereka sepakat bahwa qiyâs adalah

"al-Kasyf wa al-Idzhâr li al-Hukm" atau menyingkapkan dan

menampakkan hukum, bukan menetapkan hukum ataupun

menciptakan hukum.Karena pada dasarnya al-maqîs atau sesuatu

yang dikiaskan, sudah mempunyai hukum yang tetap atau tsâbit, hanya

saja terlambat penyingkapanya sampai mujtahid menemukannya dengan

perantara adanya persamaan "illah.

B. Pembagian

Qiyas terbagi menjadi Qiyas Jali ( .(خفي�) dan Qiyas Khofi (جلي�

1. Qiyas jali adalah : yang tetap ‘illahnya dengan nash atau ijma’ atau

dipastikan dengan menafikan perbedaan antara ashl dan cabangnya.

Contoh yang ‘illah-nya tetap dengan nash : Mengqiyaskan

larangan istijmar (bersuci dengan batu atau yang semisalnya, pent)

dengan darah najis yang beku dengan larangan istijmar dengan kotoran

hewan, maka ‘illah dari hukum ashl-nya tetap dengan nash ketika Ibnu

Mas’ud rodhiyallohu anhu datang kepada Nabi shollallohu alaihi wa

sallam dengan dua batu dan sebuah kotoran hewan agar beliau

beristinja’ dengannya, kemudian beliau mengambil dua batu tersebut dan

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 13: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

melempar kotoran hewan tersebut dan mengatakan : “Ini kotor (هذاركس)”,

dan (الركس) adalah najis (النجس).

 Contoh yang ‘illah-nya tetap dengan ijma’ : Nabi shollallohu alaihi wa

sallam melarang seorang qodhi (hakim) memutuskan perkara dalam

keadaan marah.

 Maka qiyas dilarangnya qodhi yang menahan kencing dari memutuskan

perkara, terhadap larangan qodhi yang sedang marah dari memutuskan

perkara merupakan qiyas jali karena ‘illah ashl-nya tetap dengan ijma’

yaitu adanya gangguan pikiran dan sibuknya hati.

Contoh yang dipastikan ‘illah-nya dengan menafikan perbedaan

antara ashl dan cabangnya : Qiyas diharamkannya menghabiskan harta

anak yatim dengan membeli pakaian, terhadap pengharoman

menghabiskannya dengan membeli makanan karena kepastian tidak

adanya perbedaan antara keduanya.

 2. Qiyas khofi adalah : yang ‘illah-nya tetap

dengan istimbath (penggalian hukum) dan tidak dipastikan dengan

menafikan perbedaan antara ashl dengan cabang.

Contohnya : mengqiyaskan tumbuh-tumbuhan dengan gandum dalam

pengharaman riba dengan ‘illah sama-sama ditakar, maka

penetapan ‘illah dengan takaran tidak tetap dengan nash, tidak pula

dengan ijma’ dan tidak dipastikan dengan menafikan perbedaan

antara ashl dan cabangnya. Bahkan memungkinkan untuk dibedakan

antara keduanya, yaitu bahwa gandum dimakan berbeda dengan

tumbuh-tumbuhan.

Qiyas asy-Syabh / Kemiripan (قياسالشبه)

Di antara Qiyas ada yang dinamakan dengan “Qiyas asy-Syabh” yaitu suatu

cabang diragukan antara dua ashl yang berbeda hukumnya, dan pada

cabang tersebut terdapat kemiripan dengan masing-masing dari

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 14: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

kedua ashl tersebut, maka cabang tersebut digabungkan dengan salah satu

dari kedua ashl tersebut yang lebih banyak kemiripannya.

 Contohnya : apakah seorang budak bisa memiliki dalam keadaan ia dimiliki

dengan diqiyaskan kepada orang merdeka? atau dia tidak bisa memiliki

dengan diqiyaskan kepada binatang ternak?

 Jika kita memperhatikan dua ashl ini, orang yang merdeka dan binatang

ternak, kita dapati bahwa budak diragukan antara keduanya. Dari sisi bahwa

ia adalah seorang manusia yang berakal, ia diberi ganjaran, diberi siksaan,

menikah dan menceraikan, yang ini mirip dengan orang merdeka. Dari sisi

bahwa ia diperjual belikan, digadaikan, diwaqafkan, dihadiahkan, dijadikan

sebagai warisan, tidak ditinggalkan begitu saja, dijaminkan dengan harga

dan bisa digunakan, yang hal ini mirip dengan binatang ternak. Dan kami

telah mendapatkan bahwa budak dari sisi penggunaan harta lebih mirip

dengan binatang ternak maka hukumnya digabungkan dengannya.

 Jenis qiyas ini adalah lemah jika tidak ada antara cabang dan ashl-

nya ‘illah yang sesuai, hanya saja ia memiliki kemiripan dengan ashl-nya

dalam kebanyakan hukumnya dengan keadaan diselisihi oleh ashlyang lain.

Qiyas al-’Aks/ Kebalikan (قياسالعكس) 

Di antara qiyas ada yang dinamakan dengan “Qiyas al-’Aks”, yaitu :

penetapan lawan hukum ashl untuk cabangnya, karena adanya lawan

dari ‘illah hukum ashl pada cabang tersebut. 

Dan mereka (para ulama ahli ushul, pent) memberi contoh dengan sabda

Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam :

أيttأتي أحttدنا شttهوته يttا رسttول اللttه! قttالوا: “وفي بضع أحدكم صttدقة“.

ويكون له فيها أجر؟ قال: “أرأيتم لttو وضttعها في حttرام أكttان عليttه وزر؟

فكذلك إذا وضعها في الحالل كان له أجر“

“Dan pada persetubuhan salah seorang di antara kalian bernilai shodaqoh.”

Para sahabat berkata : “Wahai Rosululloh, apakah salah seorang dari kami

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 15: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

menyalurkan syahwatnya lalu ia mendapat pahala karenanya?” Rosululloh

berkata : “Bagaimana menurut kalian jika ia menyalurkannya kepada yang

harom, bukankah ia akan mendapat dosa? Demikian pula jika ia

menyalurkannya kepada yang halal, maka ia akan mendapat pahala.”

 Nabi shollallohu alaihi wa sallam menetapkan untuk cabang yaitu

persetubuhan yang halal sebagai pembatal hukum ashl yaitu persetubuhan

yang haram, karena adanya pembatal ‘illah hukum ashl pada cabang

tersebut, ditetapkan pahala untuk cabangnya karena ia adalah persetubuhan

yang halal, sebagaimana pada ashl-nya ditetapkan dosa karena ia adalah

persetubuhan yang haram.

C. Contoh Aplikasi

1. Penentuan jumlah nasab zakat beras, maka diqiyaskan dengan jumlah

nasab pada gandum.

2.  Narkoba

Jaman Nabi tidak ada narkoba, tetapi ada arak yang haram hukumnya.

Disini narkoba juga memabukkan, jadi hukum narkoba disamakan (di-

Qiyas-kan) dengan hukumnya arak yaitu Haram.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 16: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

4. ISTISHLAH (Maslahah al Mursalah)

A. Pengertian

Maslahah mursalah menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu

maslahah dan mursalah. Kata mursalah berasal dari kata bahasa arab    OحO –صOل

LحL OصQل ا  menjadi  ي Qح¥ OحOة¥atau  صLل yang berarti sesuatu yang mendatangkan    مOصQل

kebaikan, sedangkan kata mursalah berasal  dari kata kerja yang ditafsirkan

sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:  OلOس QرO سSلL – ا QرL ¥ – ي اال Oس QرS سOلg- ا QرLم menjadiلOس QرLم

yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua kata

menjadi “maslahah mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan)

yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam, juga dapat berarti suatu

perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).

Secara etimologi, ahli ushul fiqih mengatakan bahwa maslahah

mursalah ialah menetapkan suatu hukum bagi masalah yang tidak ada

nashnya dan tidak ada ijma, berdasarkan kermaslahatan murni atau masalah

yang tidak dijelaskan syariat dan dibatalkan syariat.

Disisi lain A. Hanafi, M.A mendefinisikan maslahah mursalah adalah

jalan kebaikan (maslahah) yang tidak disinggung syara’ untuk

mengerjakannya atau meninggalkannya, sedang apabila dikerjakan akan

membawa manfaat atau menghindarkan mudharat. Sedangkan menurut

Mustafa Ahmad Al-Zarqa, maslahah mursalah adalah maslahah yang masuk

dalam pengertian umum yakni (menarik manfaat dan menolak mudharat).

Alasannya adalah syariat Islam datang untuk merealisasikan masalah dalam

bentuk umum. Nash-nash dan dasar-dasar syariat Islam telah menetapkan

kewajiban memelihara kemaslahatan dan memperhatikannya ketika

mengatur berbagai aspek kehidupan.

Dari pengertian beberapa pendapat diatas dapat diambil suatu

pemahaman, bahwasanya maslahah mursalah adalah memberikan hukum

terhadap suatu masalah atas dasar kemaslahatan yang secara khusus tidak

tegas dinyatakan oleh nash, yang apabila dikerjakan jelas membawa

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 17: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

kemaslahatan yang bersifat umum dan apabila ditinggalkan jelas akan

mengakibatkan kemaslahatan yang bersifat umum pula.

B. Pembagian

Macam-Macam Maslahah Berdasarkan Tingkatannya.

Berdasarkan pandangan syar’i dan dalil-dalil nash serta untuk menjaga

maqashid al-syari’ah, para ulama menggolongkan maslahah menjadi tiga

tingkatan:

a) Maslahah Dhoruriyyat

Yaitu maslahah yang ditetapkan demi keberlangsungan hidup manusia

di dunia maupun diakherat. Sekiranya maslahah ini tidak terealisisir,

maka hilanglah kehidpan manusia di dunia, hilanglah kenikmatan dan

tersiksalah di akherat. Maslahah ini meliputi lima hal yang telah

disebutkan di atas, yang menjadi maqasid al-syari’ah.

b) Maslahah Hajiyyat

Yaitu maslahah yang dibutuhkan oleh manusia hanya untuk

menghilangkan kesulitan pada dirinya. Sekiranya maslahah tersebut

tidak tercapai, maka hidup manusia akan merasa kesulitan dan

kesusahan, tidak sampai menghilangkan kehidupannya. Maslahah ini

terdapat pada masalah furu’ yang bersifat mu’amalah, –seperti jual

beli– serta berbagai macam keringanan (rukhsoh) yang telah

ditetapkan oleh syari’, misalnya menjama’ dan menqashar shalat bagi

musafir, berbuka bagai orang orang hamil dan menyusui dan lain

sebagainya.

c) Maslahah Tahsiniyyat

Yaitu maslahah yang dimaksudkan untuk memperbaiki adat kebiasaan

dan memuliakan akhlak manusia. Seperti bersuci ketika akan

melakukan shalat, memakai perhiasan, wangi-wangian, haramnya

makanan yang kotor dan lain sebagainya.

Oleh karena itu hukum-hukum yang mengandung kemashlahatan

dhorury menjadi lebih penting untuk didahulukan dan dijaga daripada

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 18: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

hukum-hukum yang bersifat hajjiyat apalagi yang bersifat

tahsiniy/takmily.

Macam-Macam Maslahah Berdasarkan Pandangan Syari’

Berdasarkan adanya pengakuan dan penolakan dalil terhadap suatu

maslahah, maka para ulama membagi maslahah menjadi tiga macam,

yakni:

a) Maslahah Mu’tabaroh

Yaitu kemaslahatan yang diakui oleh syari’ dan terdapat dalil yang

menetapkannya. Maslahah ini dapat dijadikan hujjah hukum, tidak

diragukan lagi keabsahannya, serta tidak ada perselisihan dalam

mengamalkannya. Pengamalan maslahah ini disebut qiyas.

b) Maslahah Mulghoh

Yaitu maslahah yang tidak didukung oleh syar’i, akan tetapi ditolak

dan ditentang oleh syar’i. Artinya tatkala nash menghukumi suatu

peristiwa karena adanya kemslahatan di dalamnya, kemudian

sebagian orang menghukumi peristiwa tersebut dengan merubah

ketetapan syar’i karena kemaslahatan yang mereka perkirakan

(wahm). Hukum semacam ini ditolak, karena maslahah yang mereka

perkirakan tesebut ditentang oleh syar’i. Penetapan suatu hukum tidak

dapat didasarkan pada maslahah terebut karena hal itu bertentangan

dengan maqashid al-syari’ah. Misalnya persamaan antara laki-laki dan

perempuan dalam hal pembagian warisan dengan alasan maslahah

yang mereka perkirakan. Hal itu bertentangan dengan firman Allah

dalam surat An-Nisaa ayat 11.

c) Maslahah Mursalah

Yaitu maslahah yang tidak ditemukan dalil yang mendukungnya dan

tidak ada pula yang menentangnya. Suatu peristiwa yang belum

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 19: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

terdapat hukumnya di dalam nash, dan tidak ada pula ‘illat yang dapat

diqiyaskan dengan nash, akan tetapi terdapat sesuatu yang sesuai

dengan nash dalam pensyari’atannya –artinya pensyari’atan hukum

tersebut dapat mendatangkan kemaslahatan/manfaat dan menolak

kemadharatan– yang kemudian hal ini oleh para ulama diistilahkan

dengan mashalih al-mursalah. Dinamakan maslahah karena

mendatangkan manfaat dan kebaikan serta menolak kemadharatan;

dan dinamakan mursalah karena tidak terdapat nash (dalil) yang

mendukung ataupun menentangnya. Jadi pada hakikatnya maslahah

mursalah adalah segala sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan

yang telah termaktub dalam maqashid al-syari’ akan tetapi tidak

didukung oleh adanya dalil.

C. Contoh Aplikasi

Dalam kitab-kitab fiqh, tentang pencatatan perkawinan tidak termasuk

syarat sahnya perkawinan. Kemungkinan besar, para ulama’ pada saat itu

belum menganggap pencatatan perkawinan itu penting dan bermanfaat.

Di sisi lain, pencatatan perkawinan tidak dilarang dalam Islam, bahkan

mendatangkan maslahat yang banyak seperti untuk ketertiban, kepastian

hukum, dan mencegah terjadinya perkawinan monogami atau poligami

yang liar. Oleh karena dengan pertimbangan maslahah mengharuskan

adanya pencatatan perkawinan seperti tersebut dalam UU No. 1 tahun

1974, Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 5 ayat (1) KHI. Dalam Pasal 5 ayat (1) KHI

jelas-jelas disebutkan “Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi

masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 20: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

5. ISTIHSAN

A. Pengertian

Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena

dia merasa hal itu adalah benar.

Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan

secara lisan olehnya

Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk

maslahat orang banyak.

Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.

Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap

perkara yang ada sebelumnya.

Istihsan menurut bahasa berarti menganggap baik atau mencari yang baik.

Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hokum yang telah ditetapkan

pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara’,

menuju (menetapkan) hukum lain dari peristiwa atau kejadian itu juga,

karena ada suatu dalil syara’ yang mengharuskan untuk meninggalkannya.

Dalil yang terakhir disebut sandaran istihsan.

B. Pembagian dan Contohnya

Istihsan dibagi menjadi dua. Pertama, istihsan dipandang dari segi

pemindahan hukumnya. Dan yang kedua, istihsan dipandang dari sandaran

dalilnya.

Adapun istihsan dari segi pemindahan hukumnya, terbagi kepada dua

macam yaitu sebagai berikut,

1. Istihsan dengan cara pemindahan hukum kulli kepada hukum juzi.

Contohnya, dalam hukum syara’ seseorang tidak boleh melakukan

transaksi jual beli dengan barang yang belum ada ketika

dilangsungkannya akad jual beli. Aturan ini berlaku untuk seluruh jenis

transaksi jual beli, karena jual beli tanpa adanya barang ketika akad

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 21: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

berlangsung maka akad tersebut menjadi rusak. inilah yang disebut

dengan hukum kulli.

Kemudian, syari’at memberikan keringanan dan pengecualian kepada

pembelian barang dengan uang tunai tapi barangnya dikirim kemudian

dengan waktu dan jenis barang yang telah ditentukan (jual-beli salam).

Jual beli ini dilakukan karena telah menjadi kebiasaan di masyarakat, juga

jual beli ini untuk mempermudah bagi para penjual yang tidak memiliki

modal, pengecualian atau keringanan ini dinamakan dengan pemindahan

hukum kulli kepada hukum juzi. Mengenai jual beli salam ini rasulullah

Saw bersabda,

( . رواه معلوم أجل إلى و معلوم ووزن معلوم كيل فى فليسلف شيئ فى أسلف من

البخارى(

Artinya: barangsiapa yang meminjamkan sesuatu, hendaknya ia

meminjamkan dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas dan

dalam tempo yang jelas. (HR. Bukhari).

2. Istihsan dengan cara pemindahan dari qiyas jalli kepada qiyas khafi,

karena ada dalil yang mengharuskan pemindahan itu. Contohnya,

menurut madzhab hanafi, sisa minum burung buas seperti burung elang

dan gagak adalah suci dan halal diminum. Penghalalan ini ditetapkan

berdasarkan istihsan. Menurut qiyas jalli, meminum sisa minuman

binatang buas seperti anjing dan burung buas adalah haram, karena

binatang tersebut langsung minum dengan lisannya yang diqiyaskan

kepada dagingnya. Menurut istihsan, berbeda antara mulut binatang buas

dengan burung buas tadi. Kalau binatang buas langsung minum dengan

mulutnya, sedangkan burung buas minum melalui paruhnya yang bukan

merupakan najis. Karena itu mulut burung buas tadi tidak bertemu

dengan dagingnya yang haram dimakan. Dari perbedaan antara binatang

buas dan burung buas tadi, maka ditetapkanlah perpindahan qiyas jalli

kepada qiyas khafi.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 22: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

Sedangkan istihsan dipandang dari segi sandaran dalilnya, istihsan

dibagi menjadi beberapa macam, yaitu

1. Istihsan yang disandarkan kepada teks Al-Quran atau hadits yang lebih

kuat. Seperti jual beli salam yang telah penulis bahas di atas.

2. Istihsan yang disandarkan kepada ijma’. Contohnya, bolehnya

mengambil upah dari orang yang masuk WC. Secara kaidah umum,

tidak boleh seseorang mengambil upah tersebut, karena tidak bisa

diketahui dan dipastikan berapa lama si pengguna berada didalam WC,

juga tidak bisa diketahui seberapa banyak dia menggunakan air didalm

WC. tetapi berdasarkan istihsan, diperbolehkan si petugas mengambil

upah dari pengguna WC tersebut, karena sudah membantu

menghilangkan kesulitan orang tersebut, juga sudah menjadi

kebiasaan dan tidak ada penolakan dari seorang pun sehingga menjadi

ijma.

3. Istihsan yang disandarkan kepada adat kebiasaan (‘Urf). Seperti

pendapat sebagian ulama yang membolehkan wakaf dengan barang-

barang yang bergerak, seperti mewakafkan buku, mobil dan barang-

barang lainnya. Menurut kaidah umum, wakaf itu harus pada barang-

barang yang tidak bergerak, seperti tanah, atau bangunan. Kemudian

ulama membolehkan wakaf dengan barang-barang yang bergerak tadi

karena sudah menjadi adat (‘urf) di lingkungan tersebut.

4. Istihsan yang disandarkan kepada urusan yang sangat darurat.

Seperti, membersihkan sumur yang terkena najis, hanya dengan

mengambil sebagian air dari sumur itu. Menurut qiyas, air sumur

tersebut tidak bisa dibersihkan lagi, karena alat untuk membersihkan

air itu sudah kena najis, dan tidak mungkin dibersihkan. Tetapi

menurut istihsan, air itu bersih lagi hanya dengan mengeluarkan

sebagian airnya saja. Karena mengeluarkan sebagian air itu tidak

mempengaruhi kesucian sisanya. Inilah yang dinamakan dengan

darurat, yang bertujuan untuk memudahkan urusan manusia. Selain

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 23: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

itu juga dalam ayat Al-Quran sudah disebutkan bahwa agama itu

bukan untuk menyusahkan manusia. Allah Swt berfiman,

الحج ) حرج من الدين فى عليكم جعل (78: وما

Artinya: Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama

suatu kesempitan. (Al-Haj: 78)

5. Istihsan yang disandarkan kepada kemaslahatan.

6. Istihsan yang disandar kepada qiyas khafi. Seperti bolehnya minum air

sisa minum burung buas seperti elang dan gagak.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 24: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

3. ISTIDLAL

A. Pengertian

Istidlal adalah memberikan pendapat dengan menggunakan dalil-dalil dari

pihak lain, yaitu sebuah cara untuk memberikan pendapat dengan

mengutip teori-teori yang sudah umum dan relevan dengan persoalan

yang dihadapi.

B. Pembagian dan contoh

Istidlal dibagi menjadi 2 bagian :

1. Istidlal Qiyasi, yaitu sesuatu proses pemecahan pemikiran pada waktu

perpindahan pemikiran dari hakikat yang diketahui pada yang tidak

diketahui sebagai kaedah diperbolehkannya untuk sampai kepada

tujuan, contoh:

Anda adalah yang menapaktilasi kemaslahatan negara.

Setiap orang yang menapaktilasi kemaslahatan nagara, dia adalah

warga negara.

Jadi, Anda seorang warga negara.

2. Istidlal Istiqroi atau Istinbati, yaitu Istidlal yang dibentuk dengan

menghubungkan bagian-bagian dan menelitinya secara sempurna

yang dapat menyampaikan akal dengan kesimpulan umum. Seperti

setelah kita melihat bahwa api dapat mencairkan barang-barang

tambang, itu telah menjadi kesimpulan umum, begitu juga dengan

yang lainnya.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 25: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

4. ISTISHAB

A. Pengertian

Istishhab secara bahasa adalah menyertakan, membawa serta dan tidak

melepaskan sesuatu. Jika seseorang mengatakan:

سفري في الكتاب استصحبت

maka itu artinya: aku membuat buku itu ikut serta bersamaku dalam

perjalananku.

Adapun secara terminologi Ushul Fiqih, -sebagaimana umumnya istilah-

istilah yang digunakan dalam disiplin ilmu ini- ada beberapa definisi yang

disebutkan oleh para ulama Ushul Fiqih, diantaranya adalah:

1. Definisi al-Asnawy (w. 772H) yang menyatakan bahwa “(Istishhab)

adalah penetapan (keberlakukan) hukum terhadap suatu perkara di

masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku

sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang mengharuskan

terjadinya perubahan (hukum tersebut).”

2. Sementara al-Qarafy (w. 486H) –seorang ulama Malikiyah-

mendefinisikan istishhab sebagai “keyakinan bahwa keberadaan

sesuatu di masa lalu dan sekarang itu berkonsekwensi bahwa ia tetap

ada (eksis) sekarang atau di masa datang.”

B. Pembagian dan Contoh

1. Istishab al bara’at al ashliyah yaitu seperti terlepasnya tanggung jawab

dari segala taklif sampai ada bukti yang menetapkan taklifnya.

Contoh : anak kecil sampai datang balighnya.

2. Istishab yang ditunjukkan oleh syara’ atau akal. Contoh : seseorang

harus tetap bertanggung jawab terhadap hutang sampai ada bukti dia

telah melunasi.

3. Istishab hukum. Contoh : sesuatu telah ditetapkan dengan hukum

mubah atau haram maka hukum ini terus berlangsung sampai ada dalil

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 26: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

yang mengharamkan yang asalnya mubah atau membolehkan yang

asalnya haram.

4. Istishab washaf. Contoh : bila seseorang meninggalkan kampung

halaman dalam keadaan hidup maka orang ini dianggap hidup sampai

ada bukti yang menunjukkan bahwa ia telah meninggal dunia.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 27: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

5. URF

A. Pengertian

Al ’Urf juga dikenal dengan istilah Al ’Adat & Al Ta’ammul. Definisinya

”segala sesuatu yang biasa dijalankan orang pada umumnya, baik

perbuatan atau perkataan. Adat dengan persyaratan-persyaratan

tertentu da[at dijadikan sandaran untuk menetapkan suatu hukum. Dalil

penggunaan adat dalam hadits Nabi SAW ”Apa yang dianggap baik oleh

orang-orang Islam, maka hal itu baik pula di sisi Allah.”

B. Pembagian dan Contohnya

Para ulama masih membagi urf menjadi beberapa bagian ditinjau dari

aspek yang menjadi pembeda dari urf itu sendiri yaitu dari luas dan

tidaknya suatu urf berlaku dan dari kesesuaian urf dengan syariat:

urf dari segi keabsahannya

1. Urf Shahih

yaitu urf yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, tidak bertentangan

dengan nash, tidak menghilangkan kemaslahatan, dan juga tidak

membawa kemudlaratan. Dalam kitab lain disebutkan ialah urf yang

tidak menghalalkan yang haram dan tidak mengharamkan yang halal.

Misalnya pemberian kado/hadiah kepada penganten pada malam resepsi

perkawinannya dan seorang calon suami sewaktu meminang dengan

memberikan sesuatu kepada calon istrinya, dan pemberian itu tidak

dianggap sebagai maskawin.

2. Urf Fasid

yaitu urf yang berlaku dan dilakukan oleh masyarakat namun hal itu

bertentangan dengan syara’, membawa kemudlaratan, dan

menghilangkan kemanfaatan. Atau di dalam ibarat lain disebutkan yaitu

urf yang menghalalkan sesuatu yang haram dan mengharamkan sesuatu

yang halal.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 28: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

Misalnya kebiasaan minum minuman keras pada saat pesta perkawinan

dan melakukan praktek riba dalam perdagangan dan utang piutang.

urf dari segi cakupannya

Urf ‘Am

yaitu urf yang berlaku di beberapa daerah ataupun paling tidak urf ini

berlaku tidak hanya dalam satu daerah saja.

Misalnya urf dalam penggunaan kamar mandi di tempat umum dengan

tariff harga tertentu, namun batas penggunaan waktu dan jumlah

pemakaian air tidak ditentukan. Kebiasaan seperti ini berlaku hampir di

setiap daerah atau paling tidak berlaku tidak hanya di dalam satu daerah

saja.

Urf Khos

yaitu urf yang berlaku hanya di daerah tertentu saja atau bahkan hanya

pada satu wilayah. Seperti kebiasaan seorang calon suami memberi

sesuatu kepada tunangannya ketika melakukan khitbah/ta’aruf.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 29: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

3. SADDUD DZARIAH

A. Pengertian

Adalah Tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau

haram demi kepentingan umat.

Pengertian sadd Adz-dzari’ah, menurut Imam Asy-Syatibi ( dalam Syafe’i,

2007 : 132 ) adalah:

مفسدة بماهومصلحةالئ التوصل

Artinya : Melaksanakan suatu pekerjaan yang semula mengandung

kemashlahatan menuju pada suatu kerusakan ( kemafsadatan ).

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa sadd Adz-dzari’ah adalah

perbuatan yang dilakukan seseorang yang sebelumnya mengandung

kemashlahatan, tetapi berakhir dengan suatu kerusakan.

Menurut Imam Asy-Syatibi, ada kriteria yang menjadikan suatu perbuatan

itu dilarang, yaitu:

1) Perbuatan yang tadinya boleh dilakukan itu mengandung kerusakan.

2) Kemafsadatan lebih kuat daripada kemashlahatan.

3) Perbuatan yang dibolehkan syara’ mengandung lebih banyak unsur

kemafsadatannya.

B. Pembagian dan Contoh

Para ulama membagi dzariah berdasarkan dua segi-segi kualitas kemaf

sadatan, dan segi jenis kemafsadatan.

Ad-dzariah dari segi kualitas kemafsadatan

Menurut Imam Abu Syatibi membagi Adzariah kepada 4 macam, yaitu:

a. Dzariah yang membawa kepada kerusakan secara pasti. Artinya, bila

perbuatan chariah itu tidak dihindarkan pasti akan terjadi kerusakan.

Umpamanya: menggali sumur di depan rumah orang lain pada waktu

malam, yang menyebabkan pemilik tumah jatuh ke dalam sumur

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 30: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

tersebut. Maka ia dikeni hukuman karena melakukan perbuatan

dengan sengaja.

b. Dzariah yang membawa kepada kerusakan menurut biasanya, dengan

arti kelau Dzariah itu dilakukan, maka kemungkinan besar akan timbul

kerusakan atau akan dilakukannya prbuatan yang dilarang.

Umpamanya: menjual anggur kepada pabrik pengolahan minuan

keras, atau menjual pisau kepada penjahat yang sedang mencari

musuhnya, menjual anggur itu boleh-boleh saja dan tidak mesti pula

anggur yang dijual itu dijadikan minuman keras, naun menurut

kebiasaan, pabrik minuman keras membeli anggur untuk dioleh

menjadi menuman keras. Demikian pula menjual pisau kepada

penjahat. Kemungkinan besar akan digunakan utnuk membunuh atau

menyakiti orang lain.

c. Dzariah yang membawa kepada perbuatan terlarang menurut

kebanyakan. Hal ini berarti bila Dzariah itu tidak dihindarkan seringkali

sesudah itu akan mengakibatkan berlangsungnya perbuatan yang

dilarang. Umpamanya jual beli kredit. Memang tidak selalu jual beli

kredit itu membawa kepada riba, namun dalam prakteknya seirng

dijadikan sarana untuk riba.

d. Dzariah yang jarang sekali membawa kepada kerusakan atau

perbuatan terlarang, dalam hal ini seandainya perbuatan itu dilakukan,

belum tentu akan menimbulkan kerusakan. Umpamanya mengali

lobang di kebun sendiri yang jarang di lalui orang, menurut

kebiasaannya tida ada orang yang lewat di tempat tertutup kedalam

lobang. Namun tidak tertutup kemungkinan ada yang nyasar lalu dan

terjatuh ke dalam lobang.

b. Dzariah dari segi kemafsadatan yang ditimbulkan

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziah, pembagian dari segi ini antara lain

sebagai berikut:

1. Dzariah yang memang pada dasarnya membawa kepada kerusakan

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag

Page 31: PEMBAGIAN HUKUM SYARI'AH

Yenny Kasim092209 0050

seperti meminum yang memabukkan yang membawa kepada

kerusakan akal atau mabuk. Perbuatan zina yang membawa pada

kerusakan tata keturunan.

2. Dzariah yang ditentukan untuk sesuatu yang mubah, namun

ditujukan untuk perbuata buruk yang merusak, baik dengan sengaja,

seperti nikah muhalli, atau tidak sengaja sepserti mencaci sembahan

agama lain. Nikah itu sendiri hukumnya pada dasarnya boleh, namun

dilakukan dengan niat menghalalkan yang haram menjadi tidakboleh

hukumnya. Mencaci sembahan agama lain itu sebenarnya hukumnya

mubah, namun karena cara tersebut dapat dijadikan perantara bagi

agama lain untuk mencaci Allah menjadi terlarang.

3. Dzariah yang semula ditentukan untuk mubah, tidak ditujukan untuk

kerusakan, namun biasanya samapi juga kepada kerusakan yang

mana kerusakan itu lebih besar dari kebaikannya. Seperti berhiasnya

seseorang perempuan yang baru kematian dalam masa iddah,

berhiasnya perempuan boleh hukumnya, tetapi dilakukannya berhias

itu justru baru saja suaminya mati dan masih dalam masa iddah

keadaannya lain.

4. Dzariah yang semula ditentukan untuk mubah, namun tekandung

membawa kepada keruasakan, sedangkan kerusakannya lebih kecil

dibanding kebaikannya. Contoh dalam hal ini melihat wajah

perempuan saat dipinang.

DOSEN : Dra Jami’ah T. , M.Ag