regulasi undang-undang bisnis syari'ah

17
1 BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah kehidupan ekonomi manusia selalu menarik perhatian, baik secara individual maupun sosial. Manusia telah mengerahkan berbagai macam usaha untuk mengatasi persoalan yang sulit tetapi penting. Dalam islam, keagungan tuhan menjadi hal yang mendasar bagi segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, tak peduli watak dan coraknya baik itu bersifat spritual,ekonomis, politis, ataupun sosial. Allah adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu. Sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 29 dan Al-Hadid ayat 5 و س ف اء م الس ى إ و ت اس ا يع ض ر ا ا م م ك ل ق ل ي خ ذ ال و ه ك و ه ا ا س اه يم ل ع ء ي ش“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu(QS.Al- Baqarah:29)” ور م ا ج ر ت ا إ ض ر ا ا ا م الس ك ل م ه ل“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan (QS. Al-Hadid : 5)” Selain memberikan Fasilitas kehidupan. Allah juga menurunkan aturan (syari’ah),sistem sosial yang mengatur kehidupan manuasia dalam ranah politik,manajemen ,sosial,ekonomi, yang sesuai dengan rahasia penciptaan-Nya, yakni beribadah kepada Allah. Inilah yang mendasari lahirnya hak-hak asasi bagi setiap orang untuk berusaha mendapatkan hak dan bagiannya dari pemberian Allah swt di muka bumi, baik di daratan maupun di lautan, dan tak seorangpun dapat mengklaimnya atas dasar warna kulit,kepercayaan(agama),ataupun suku.setiap orang memiliki hak yang sama untuk berusaha mendapatkan bagiannya dari rezeki yang diberikan Allah swt di atas bumi ini. Kebebasan bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah dijamin dan dilindungi oleh negara Islam, sejauh usahanya itu sesuai dengan peraturan dan perundangan dan tidak melibatkan perbuatan yang tidak baik atau zalim. Al- qur’an juga menganjurkan agar manusia

Transcript of regulasi undang-undang bisnis syari'ah

Page 1: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar belakang

Masalah kehidupan ekonomi manusia selalu menarik perhatian, baik secara individual

maupun sosial. Manusia telah mengerahkan berbagai macam usaha untuk mengatasi

persoalan yang sulit tetapi penting. Dalam islam, keagungan tuhan menjadi hal yang

mendasar bagi segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, tak peduli watak dan coraknya baik

itu bersifat spritual,ekonomis, politis, ataupun sosial. Allah adalah pencipta dan pemilik

segala sesuatu. Sebagaimana firmannya dalam surah Al-Baqarah ayat 29 dan Al-Hadid ayat 5

هو ك هو الذي خلق لكم ما ف األرض جيعا ث است وى إل السماء فسو ا ا اه س شيء عليم

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak menuju

langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu(QS.Al-

Baqarah:29)”

األمور األرض إل الل ت رج ا له ملك السما“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan

(QS. Al-Hadid : 5)”

Selain memberikan Fasilitas kehidupan. Allah juga menurunkan aturan

(syari’ah),sistem sosial yang mengatur kehidupan manuasia dalam ranah politik,manajemen

,sosial,ekonomi, yang sesuai dengan rahasia penciptaan-Nya, yakni beribadah kepada Allah.

Inilah yang mendasari lahirnya hak-hak asasi bagi setiap orang untuk berusaha mendapatkan

hak dan bagiannya dari pemberian Allah swt di muka bumi, baik di daratan maupun di

lautan, dan tak seorangpun dapat mengklaimnya atas dasar warna

kulit,kepercayaan(agama),ataupun suku.setiap orang memiliki hak yang sama untuk berusaha

mendapatkan bagiannya dari rezeki yang diberikan Allah swt di atas bumi ini.

Kebebasan bekerja dan berusaha untuk mencari nafkah dijamin dan dilindungi oleh

negara Islam, sejauh usahanya itu sesuai dengan peraturan dan perundangan dan tidak

melibatkan perbuatan yang tidak baik atau zalim. Al-qur’an juga menganjurkan agar manusia

Page 2: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

2

bekerja keras di dunia ini untuk meraih kehidupan yang baik dan bahagia di akhirat,.

Sebagaimana firmannya dalam surah Al-Qashash ayat 77:

ار اآلخرة ال ت نس نصيك م الدن ي الد تغ فيما آتاك الل ا أحس كما أحس الل إليك الا ال يب المفسدي ت غ الفساد ف األرض إ ن الل

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,

dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah

(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang -orang yang berbuat

kerusakan.(QS.Al-Qashash:77)”

Rasullah Saw. juga mewajibkan kepada umat manusia agar berusaha dengan jujur

dan terhormat sesuai dengan sabda beliau, yang artinya:”kewajiban berikutnya bagi orang

yang telah melakukan shalat adalah mencari nafkah dengan jujur.”1

Dalam konsep Islam bahwa bisnis termasuk kegiatan mu’amalah, yaitu kegiatan yang

berhubungan sesama manusia, dan itu cukup banyak menghabiskan waktu. Aktivitas manusia

dalam bermu’amalah sangat penting untuk menghidupkan semangat islam dalam amal dan

ibadah sosial.

Peran pengusaha Islam dalam upaya pemerataan ekonomi ini sangat diharapkan,

bahkan harus mampu menjadi aktor pembangun ekonomi, mengingat penduduk Indonesia di

dominasi oleh umat Islam, dan tentu saja sebagian besar dari rakyat miskin itu adalah umat

Islam2.

Hidup manusia tidak dapat terlepas dari dunia bisnis atau usaha. Dalam dunia bisnis

ada yang berperan sebagai pencari bahan baku mentah,memproduksi,menjual dan menjadi

konsumen. Pada sisi lain, seorang konsumen uga berperan sebagai penjual, mungkin menjual

barang, mungin juga jasa. Seorang guru,dokter,bidan, buruh pabrik,buruh bangunan dan sopir

misalnya,mereka tidak menjual barang tetapi jasa.

Dengan demikian semua manusia pada hakikatnya adalah pedagang atau pengusaha.

Mereka semua bekerja, mencari uang untuk memenuhi kehidupan hidup bak pemenuhan

kebutuhan lahiriah maupun pemenuhan kepuasan bathiniah.

1 Afzalur Rahman, Ensiklopediana ilmu dalam Al-Qur’an,hal.204 2 Ali Hasan, Manejemen bisnis syari’ah,hal.3

Page 3: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

3

Berdasarkan apa yang dijual , pengusaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu

pengusaha barang dan pengusaha jasa. Sedangkan produktivitas dan penghasilan mereka

sangat dipengaruhi oleh keahlian dan keterampilan dibadang masing-masing. Di Indonesia

umat Islam masih banyak yang tergolong miskin, baik deaerah perkotaan maupun daerah

pedesaan. Kelemahan ekonomi kaum muslim Indonesia bukan disebabkan oleh karena faktor

beragama Islam tetapi lebih disebabkan oleh faktor budaya orang Islam Indonesia itu sendiri

dan juga karena faktor kesejarahan. Bila dilihat kembali sejarah dunia usaha di

Indonesia,setidaknya ditemukan 3 periode penentu yaitu masa kerajaan,masa penjajahan dan

masa kemerdekaan3.

Kemiskinan tidak selalu karena rendahnya etos kerja. Petani-petani ladang

misalnya,adalah pekerja keras. Mereka membanting tulang untuk menggarap tanah tetapi

mengapa mereka belum hidup secara layak. Kekuatan otot ternyata tidak cukup untuk

menghadapi tantangan hidup. Itulah sebabnya Allah memberikan kekuatan lain yaitu

kekuatan otak agar manusia dapat berfikir dan berbudaya,jeli dalam melihat peluang,bekerja

secara profesional,efektif dan efeisien sehingga produktivitasnya tinggi .Tantangan bangsa

Indonesia terutama umat Islam sebagai penduduk mayoritas masih sangat berat. Hanya ada

satu senjata yang dapat melawan model penjajahan baru ini sekaligus untuk membangkitkan

perekonomian umat, yaitu penguasaan IPTEK. Kenyataan ini hendaknya dapat menjadi

dorongan yang kuat bagi setiap muslim untuk bekerja keras mengejar ketertinggalannya.

3 Ibid hal 26

Page 4: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

4

BAB II

PEMBAHASAN

Bisnis itu dalam Islam merupakan kegiatan berdagang. Kegiatan Bisnis Syariah dalam

Islam sangat berbeda dengan kegiatan ekonomi sekuler (kapitalis) yang beranggapan bahwa

dalam setiap urusan bisnis tidak dikenal adanya etika sebagai kerangka acuan, sehingga

dalam pandangan kaum kapitalis bahwa kegiatan bisnis amoral. Prinsip ini menunjukkan

bahwa setiap kegiatan Bisnis Syariah tidak ada hubungannya dengan moral apa pun, bahkan

agama sekalipun. Menurut ekonomi kapitalis setiap kegiatan ekonomi didasarkan pada

perolehan kesejahteraan materi sebagai tujuan utama. Dalam Bisnis Syariah manusia

memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaku bisnis.

Agama Islam diturunkan untuk menjawab persoalan manusia secara keseluruhan yang

dalam fungsinya sebagai Khalifatullah fil ardh (god vicegent en earth) yaitu menggunakan

ajaran agama Islam untuk mewujudkan misi Allah dimuka bumi ini.Dalam Islam dikenal

syari’ah sebagai God’s laws atau Islamic laws yang mengatur persoalan ibadah dan

muamalah.4

Landasan syari’ah adalah kebijaksanaan dan kebahagiaan manusia di dunia dan di

akhirat. Yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan manusia yang terletak pada jaminan

atas keyakinan,intelektual,harta dan masa depan.5

Kebutuhan terhadap harta,kekayaan adalah wajar, karena untuk melaksanakan

perintah Allah, contohnya bahwa ibadah itu perlu dukungan harta-kekayaan, terus contoh

yang lainnya, apabila orang lain yang kesulitan dan sangat memerlukan uang untuk makan,

apa selamanya cukup dengan senyum saja? Atau mau zakat fitrah apa bisa dibayar cicilan,

atau juga mau naik haji apa Cuma di angan-angan? Oleh karena itu kita umat manusia di

wajibkan untuk berusaha mencari kebutuhan hidup sehari-hari baik untuk pribadi maupun

untuk keluarga. Allah menyuruh manusia dalam beberapa hal:

1. Kerja keras untuk mencari rezeki dengan cara-cara yang dihalalkan Allah

4 Ibid, hal 4 5 Ibid, hal 5

Page 5: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

5

2. Mencari rezeki yang telah ditebarkan Allah di muka bumi dan tidak boleh

melupakannya

3. Ketika sudah memperoleh hasil rezeki, maka bersyukurlah kepada Allah

4. Membelanjakan sebagian rezekinya di jalan Allah.

Islam menetapkan target-target bisnis yang ingin dicapai, seperti:6

1. Hasil (profit), baik beupa materi dan non materi(manfaat), ending dari setiap usaha

adalah:

a) Mencari profit dalam bentuk materi yang sebanyak-banyaknya dengan cara yang

halal, bukan dengan cara haram dan bukan pula dengan menghalalkan segala

cara.

b) Mencari manfaat non materi baik intenal maupun eksternal, seperti

persaudaraan,silaturahmi,kepedulian sosial, bersedekah, yang semuanya dapat

menjadi sarana secara bersama-sama untuk mendekatkan diri kepada Allah.

2. Pertumbuhan (growth), bisnis yang baik adalah bisnis yang secara terus-menerus

dapat meningkat dari tahun ke tahun, dengan cara:

a) Meningkatkan kualitas produksi dan atau pelayanan

b) Investasi syari’ah

3. Keberlangsungan( sustainable), orientasi bisnis yang benar adalah adanya

keberlangsungan jangka panjang.

4. Keberkahan adalah faktor penting dalam bisnis syari’ah.

Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan

antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal

produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam

masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk

menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga yang menghubungkan

masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu

bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip

syariah.

Ekonomi Islam pada tataran aplikasi tidak dapat dilepaskan dari regulasi yang berlaku

di suatu daerah, yang dalam hal ini di Indonesia. Penetapan suatu regulasi sangat erat

6 Ibid, hal 6

Page 6: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

6

kaitannya dengan kebijakan pemerintah setempat dan sikap masyarakat terhadap objek

regulasi tersebut.

Dengan lahirnya sistem ekonomi Islam di Indonesia yang dimotori oleh Majelis

Ulama Indonesia, telah mendorong pemerintah untuk merumuskan regulasi guna dijadikan

pijakan juridis dalam operasionalnya. Dengan adanya regulasi tersebut, tidak hanya dijadikan

sebagai landasan juridis, tetapi telah mendorong tumbuh kembangnya kelembagaan Ekonomi

Islam.

I. Ekonomi Islam

Ekonomi Syariah (Islam), merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari

masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam. Ekonomi syariah

berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State). Berbeda

dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang

miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu, ekonomi dalam kaca mata Islam

merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang memiliki dimensi ibadah7.

Setiap system ekonomi mempunyai ciri-ciri yang melekat pada system ekonomi

tersebut, serta merupakan pembeda antara system ekonomi itu dengan system ekonomi

lainnya. Sistem ekonomi kapitalis bercirikan pemilikan mutlak individu atas harta dan faktor-

faktor produksi, persaingan, dan pasar bebas (oree – fight iompetition), minimnya peran dan

intervensi negara dalam aktivitas ekonomi serta adanya system perbankan yang didasarkan

pada bunga (interest – based banking).

Sistem ekonomi sosialis memepunyai beberapa ciri pokok seperti kepemilikan harta

dan faktor-faktor produksi oleh negara atau kelompok masyarakat, peran langsung dan

intervensi negara terhadap kegiatan perekonomian dan mekanisme pasar serta dominasi

badan usaha milik negara dalam perekonomian

Dunia ekonomi bisnis saat ini mulai mengalami pergeseran yang signifikan menuju

bisnis syariah yang sebelumnya menerapkan prinsip konvensional. Bisnis dengan prinsip

Syariah maksudnya bisnis yang menerapkan hukum Islam dalam kegiatan usaha berdasarkan

fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam bidang syariah.

7 Wikipedia Indonesia “http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi_syariah”.

Page 7: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

7

Sistem ekonomi Islam yang dibangun atas landasan tauhid, menempatkan materi atau

benda sesuai dengan fungsinya, yaitu sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Manusia, di sisi lain, adalah mahluk yang diciptakan Allah dan wajib taat dan berbakti

kepada-Nya. Namun manusia diberi tugas atau amanah sebagai khalifatullah atau wakil Allah

di muka bumi dan dalam melakukan fungsinya sebagai mahluk dan khalifatullah itu manusia

wajib memenuhi ketentuan hukum (Syariah) serta berpedoman kepada perilaku (akhlak) yang

mulia. Atas dasar aqidah dengan bimbingan syariah dan akhlak, maka system ekonomi Islam

sebenarnya dapat dan seharusnya lebih berperan dalam perekonomian dunia, termasuk

khususnya di Indonesia.

Ada beberapa prinsip dasar yang menjadi landasan bagi system ekonomi Islam,

diantaranya:

(1) prinsip halal atau haram (right or wrong). Hanya Allah yang dapat menentukan halal atau

haramnya suatu benda atau kegiatan, manusia mengikutinya dengan mengacu kepada Al

Qur’an dan Sunnah Rasul.

(2) Prinsip kemanfaatan (use, utility). Manusia sepenuhnya dapan memanfaatkan nikmat

yang dikaruniakan Allah, dengan memperhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan.

(3) Prinsip kesederhanaan (moderation). Dalam melakukan kegiatan ekonomi, seperti

mengkonsumsi dan memiliki barang tidak boleh berlebihan.

(4) Prinsip kebebasan ekonomi (economic freedom). Setiap orang bebas melakukan kegiatan

ekonomi dan menjalani profesi apapun dalam koridor yang ditetapkan.

(5) prinsip keadilan ekonomi (economic justice). Prinsip ini harus menjiwai setiap kegiatan

ekonomi yang dilakukan, seperti: produksi, konsumsi, distribusi, pertukaran, dan

perdagangan.8

Mewujudkan Bisnis Syariah di Indonesia harus seiring dengan asas demokrasi

ekonomi, yaitu kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan

dan kemanfaatan. Sedangkan Bisnis berasaskan prinsip Syariah adalah kegiatan usaha yang

tidak mengandung riba, maisir, gharar, objek haram dan menimbulkan kezaliman.

8 Achjar Il jas (2004). Sistem Ekonomi Idaman (Modal. No. 23 Desember 2004), hlm. 62.

Page 8: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

8

Dalam Al Qur'an surat Al Baqarah Ayat 275 disebutkan bahwa

… ا ال ي قومون إال كما ي قوم الذي ي تخطه الش يطان م المس الذي يأكلون الر

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila…(QS.Al-Baqarah:275) “

Juga dijelaskan bahwa Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. riba nasiah ialah

pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. riba fadhl ialah

penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena

orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi

dengan padi, dan sebagainya.

Kekuatan sistem ekonomi syariah memang begitu nyata sebagai dasar bisnis. Jadi

bisnis syariah saat ini bukan lagi menjadi alternatif. Akan tetapi bisnis syariah harus menjadi

tujuan karena dapat membawa perbaikan dalam kehidupan bisnis kita.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan oleh Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI) KH Ma'ruf Amin bahwa "Fakta sudah berbicara, bahwa sistem

ekonomi konvensional yang selama ini diterapkan banyak negara di dunia, tidak hanya

merugikan tetapi juga membahayakan umat manusia. Karena sistem ekonomi konvensional,

yang diuntungkan hanyalah kelompok tertentu, bukan orang banyak. Sebaliknya, ekonomi

syariah justru membawa perbaikan dan kesejahteraan bagi umat manusia.

Bisnis syariah dapat menciptakan asas keadilan, kejujuran, transparansi, antikorupsi

dan eksploitasi, sehingga mampu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap

pelaku bisnis/usaha. Simpelnya, menerapkan bisnis dengan berdasarkan prinsip ekonomi

Islam memberi kesejahteraan kepada masyarakat.

Menerapkan konsep syariah dapat dimulai dari kegiatan bisnis keseharian kita, seperti

bisnis Busana Muslim. Bisnis Syariah merupakan solusi pemenuhan kebutuhan manusia yang

berlandaskan nilai-nilai Islam. Begitu pentingnya peranan Bisnis Syariah dalam menopang

dinamika ekonomi yang selaras dengan cita-cita Proklamasi akan kesejahteraan, maka sudah

saatnya kita mulai membangun dan mewujudkan Bisnis Syariah.

Page 9: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

9

II. Regulasi Ekonomi Islam

Secara juridis regulasi ekonomi Islam di Indonesia diwakili oleh perbankan syariah

sebagai pionir pelaksanaan sistem ekonomi Islam secara real dan legal. Untuk menjawab

kebutuhan masyarakat bagi terwujudnya sistem perbankan yang sesuai syariah, pemerintah

telah memasukkan kemungkinan terlaksananya sistem tersebut dalam undang-undang.

Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan secara implisit, telah membuka

peluang kegiatan usaha perbankan yang memiliki dasar operasional sistem ”bagi hasil”, yang

secara rinci dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank

Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Ketentuan perundang-undangan tersebut telah dijadikan

sebagai dasar hukum beroperasinya bank syariah di Indonesia, yang menandai dimulainya era

sistem perbankan ganda (dual banking system) di Indonesia.

Perbankan ganda atau dual banking system, yaitu penggunaan perbankan

konvensional dan syariah yang berjalan secara paralel. Keberadaan dua sistem perbankan

yang berkembang secara paralel dan mempunyai hubungan keuangan yang terbatas satu sama

lain akan menciptakan diversifikasi risiko keuangan secara beragam, yang akhirnya dapat

mengurangi problem risiko sistemik pada saat terjadi krisis keuangan. Artinya pengembangan

bank syariah dapat meningkatkan ketahanan sistem perbankan nasional. Namun di sisi lain,

dalam operasionalnya, dapat membawa konsekuensi terjadinya benturan hukum yang

disebabkan adanya perbedaan yang prinsip antara ketentuan hukum yang berlaku bagi bank

konvensional dengan bank syariah. Kegiatan bisnis perbankan syariah di luar aspek syariah-

mencakup berbagai aspek hukum termasuk hukum perbankan, hukum perusahaan dan hukum

dagang.

Karena hukum yang diberlakukan tersebut bersifat umum, maka pada bagian-bagian

tertentu akan terdapat permasalahan yang tidak terhindarkan lantaran adanya kontradiksi

antara hukum positif yang berlaku dengan prinsip-prinsip syariah dalam operasional bank

syariah, dan dengan demikian akan juga mempengaruhi hubungan antara bank syariah

dengan nasabahnya. Undang-undang tentang perbankan yang mengatur tentang sistem

syari’ah adalah sebagai berikut:

A. Undang Undang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 10: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

10

1. Dalam Pasal 1 angka 12 undang-undang ini disebutkan tentang bagi hasil keuntungan.

Secara lengkap sebagai berikut:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak

lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.9

2. Pasal 13 huruf c. Lengkapnya sebagai berikut:

Usaha Bank Perkreditan rakyat meliputi; Menyediakan pembiayaan bagi nasabah

berdasarkan prinsp bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan

Pemerintah.

B. UU RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan

1. Dalam Pasal 1 angka 12 disebutkan:

Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan

tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil;

2. Dalam Pasal 1 angka 13 disebutkan:

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak

lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya

yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi

hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah),

prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan

barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya

pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain

(ijarah wa iqtina);

3. Dalam Pasal 1 angka 23 disebutkan:

9 Undang Undang RI No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 11: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

11

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam

rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

4. Dalam Pasal 6 huruf m disebutkan:

Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

5. Dalam Pasal 7 huruf c disebutkan:

Melakukan kegiatan penyertaan maodal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan

kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus

menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia

6. Dalam Pasal 8 disebutkan:

(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum

wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad dan

kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.

7. Dalam Pasal 11 disebutkan:

(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan

investasi Surat Berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh Bank

kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk lepada

perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

(2) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit

atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan

investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank

kepada:

a. Pemegang saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal

disetor bank;

Page 12: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

12

b. Anggota dewan komisaris;

c. Anggota direksi;

d. Keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huhruf a, huruf b, dan huruf c;

e. Pejabat bank lainnya; dan

f. Perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.

(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank

dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan

Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).

8. Dalam Pasal 13 c disebutkan:

Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

9. Dalam Pasal 29 ayat (3) disebutkan:

Dalam memberikan Kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan

kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan

kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

10. Dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c disebutkan:

Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,

Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar:

a. Pemegang saham menambah modal;

b. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;

c. Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasar-kan Prinsip Syariah yang

macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;

d. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;

e. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;

f. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;

g. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank atau

pihak lain.10

10 UU RI No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Page 13: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

13

Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998, Bank konvesional dapat melakukan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, melalui :11

a. Pendirian Bank Syari’ah baru

b. Konversi dari kantor pusat bank konvensional

c. Konversi dari kantor cabang konvensional

d. Pembukaan kantor cabang syari’ah baru dari bank konvensional dan

e. Peningkatan status dan konversi kantor cabang pembantu bank konvensional menjadi

kantor cabang bank syari’ah.

C. UU RI No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

Dalam Pasal 11 ayat (1) dan (2) disebutkan:

(1) Bank Indonesia dapat memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah

untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari kepada Bank untuk mengatasi

kesulitan pendanaan jangka pendek Bank yang bersangkutan.

(2) Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), wajib dijamin oleh Bank penerima dengan agunan yang

berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau

pembiayaan yang diterimanya.12

D. UU RI Nomor 21 tentang Perbankan Syariah yang disahkan tanggal 17 Juni 2008

Menteri Agama Maftuh Basyuni menyatakan positif dengan terbitnya UU baru. Hal

ini sejalan dengan dinamika perbankan yang tengah diramaikan bisnis pembiayaan berbasis

syariah. Menurut Menteri Agama, dengan lahirnya UU ini perbankan syariah tetap akan

berada di bawah regulasi Bank Indonesia. Sedangkan, masalah penerapan tatakelola sesuai

syariah akan berada di bawah pengawasan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ke depannya,

MUI akan memiliki perwakilan di BI sebagai Dewan Pengawas Syariah. “Dari fatwa yang

dikeluarkan MUI nantinya akan diadopsi dalam peraturan Bank Indonesia“, jelasnya.

11 Zainul Arifin, Memahami Bank Syari’ah : l ingkup,peluang,tantangan dan prospek, Alfabet, Jakarta, 1999, hlm.14 12 UU RI No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia.

Page 14: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

14

Memperhatikan peraturan perundangan yang telah dikutip di atas, nampak sekali telah

terjadi perubahan secara drastis yang berkaitan dengan regulasi bidang ekonomi Islam,

khususnya bidang perbankan syariah. Dalam tempo sejak tahun 1992 sampai dengan tahun

2008 telah lahir peraturan perundangan yang mengatur tentang ekonomi Islam sebanyak 6

undang-undang, dalam hal ini tentang perbankan syariah, yaitu:

1. Undang Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

2. Undang Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas UU No.

7 Tahun 1992 Tentang Perbankan

3. Undang Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia

4. Undang Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharharga

Syariah Negara (SBSN)

5. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 tentang Perbankan Syariah yang disahkan

tanggal 17 Juni 2008

6. Undang Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Geliat sistem ekonomi Islam di Indonesia bisa dikatakan sedikit terlambat dibanding

negara-negara muslim lainnya. Sekitar tahun 90-an, instrument perbankan syari’ah muncul di

Indonesia dengan Bank Muamalat sebagai Bank Islam pertama pada tahun 1992. Padahal di

negara jiran seperti malaysia, tahun-tahun tersebut sudah menunjukan perkembangan

perbankan Islam yang cukup memuaskan.

Adapun peraturan-peraturan yang diterapkan masih terbatas pada Peraturan Bank

Indonesia (BI) yang merujuk pada fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI). Sedangkan fatwa itu sendiri hanya merupakan sebuah pendapat hukum yang

tidak mengikat.13

Upaya positivisasi hukum ekonomi syari’ah mulai terarahkan setelah direvisinya UU

No 7 tahun 1989 menjadi UU no 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Dalam revisi

tersebut disebutkan bahwa Peradilan Agama saat ini tidak hanya berwenang menyelesaikan

sengketa di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf dan sodaqoh saja, melainkan juga

13 Abdul Mughits, Kompilasi hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) Dalam Tinjauan Hukum Islam. Dalam Jurnal Al -

Mawarid Edisi XVIII tahun 2008, hlm 143

Page 15: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

15

menangani permohonan pengangkatan anak (adopsi) dan menyelesaikan sengketa dalam

zakat, infaq serta ekonomi syari’ah.14

Konsekuensi dari perluasan kewenangan tersebut, para penegak hukum yang ada di

Peradilan Agama khususnya dan Mahkamah Agung pada umumnya harus mempersiapkan

dan meningkatkan capability-nya sebagai pemberi keadilan bagi masyarakat, khususunya

dalam materi-materi baru yang diamanatkan Undang-Undang tersebut, utamanya perihal

ekonomi syari’ah.15

Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, Mahkamah Agung membentuk Tim

Penyusunan Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang diketuai oleh Prof. Dr. H.

Abdul Manan, S.H., S.IP, M.Hum. Keberadaan KHES ini memang sangat diperlukan sebagai

pegangan dan rujukan hakim Peradilan Agama dalam memutus sengketa ekonomi syari’ah.

Untuk menyusun draft KHES tersebut, tim dari Mahkamah Agung telah menyelenggarakan

berbagai acara diskusi dan seminar yang mengkaji draft naskah tersebut dengan lembaga,

ulama dan para pakar. Sehingga hanya dalam waktu kurang lebih satu tahun penyusunan

KHES sudah dirampungkan. Namun demikian, sebagai upaya maksimalisasi dan

penyempurnaan KHES menuju format ideal, tentunya upaya kritisasi dan tanggapan dari

berbagai pihak perlu untuk terus ditindak lanjuti sampai saat ini.

14 Lihat Pasal 49 Undang-Undang No 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama 15Menurut Penjelasanpasal 49 UU No 3 tahun 2006 tersebut disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi: a) Bank Syari’ah (b) Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah; (c) Asuransi Sayri’ah; (d) Reasura nsi

Syari’ah; (e) Reksadana Syari’ah; (f) Obligasi dan Surat Berharga berjangka Menengah Syari’ah; (g) Sekuritas Syari’ah; (h) Pembiayaan Syari’ah; (i) pegadaian Syari’ah; (j) dana pensiun lembaga Keuangan Syari’ah; (k) bisnis Syari’ah.

Page 16: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

16

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Regulasi ekonomi Islam di Indonesia telah berjalan sesuai dengan perkembangan

dinamika kebutuhan masyarakat. Para pelaku ekonomi dalam menjalankan fungsinya sangat

memperhatikan kemungkinan resiko, baik sifatnya positif maupun yang negatif. Karena suatu

tindakan ekonomi, bagi para ekonom tidak mungkin dilaksanakan secara gambling.,

mengingat modal yang dijalankannya belum tentu modal sendiri, tetapi tentu melibatkan

modal pihak lain yang harus dipertanggung jawabkan.

Pemilihan para ekonom/pebisnis untuk menjalankan usahanya dengan sistem

Ekonomi Islam merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan akan kesadaran haramnya

riba. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa sistem Ekonomi Islam telah “menjanjikan”

kepada mereka sesuatu yang memberi harapan, yaitu keuntungan.

Perkembangan pesat Ekonomi Islam di Indonesia telah direspon positif oleh

pemerintah, hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya regulasi yang signifikan berupa

undang-undang dan peraturan pemerintah, sehingga para pelaku ekonomi Islam mempunyai

pijakan hukum yang jelas, sekaligus lembaga pengawalnya, yaitu Pengadilan Agama.

Ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut

prinsip syari’ah, antara lain meliputi:

a. bank syari’ah;

b. lembaga keuangan mikro syari’ah.

c. asuransi syari’ah;

d. reasuransi syari’ah;

e. reksa dana syari’ah;

f. obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah syari’ah;

g. sekuritas syari’ah;

h. pembiayaan syari’ah;

i. pegadaian syari’ah;

j. dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan

k. bisnis syari’ah.16

16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama.

Page 17: regulasi undang-undang bisnis syari'ah

17

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad. Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: graha ilmu.2008

A.Karim Adiwarman, Bank Islam. cet.7,Jakarta:PT Rajagrafindo Persada. 2010

Abu Sinn Ahmad Ibrahim, Manajemen Syari’ah. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.2008

Sri Imaniyati Neni, Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam. Bandung : Mandar Maju. 2002

http://www.pdfseeker.net/pdf/analisis-peran-perbankan-syariah-dalam-pembiayaan.

htmlhttp://www.badilag.net

research.mercubuana.ac.id/.../Faktor-Pendukung-Institusi-Lembaga-...

etd.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail..

http://etd.eprints.ums.ac.id/2443/1/B200040261.pdf

www.ebookpp.com/bi/bisnis-properti-syariah-pdf.html

http://omperi.wikidot.com/sejarah-hukum-perbankan-syariah-di- indonesia

http://www.syariahbisnis.com/bisnissyariah.html