Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

32
BAB I PENDAHULUAN Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal. 1 Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. 2 Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali insisivus) sangat dekat dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi yang berlubang (karies) atau adanya abses/infeksi di sekitar gigi harus diobati, sebab masalah gigi di rahang atas itu dapat menjalar sampai ke sinus. 3 Mukosa sinus terdiri atas epitel toraks berlapis semu bersilia dan diantaranya ada sel-sel goblet serta kelenjar submukosa yang menghasilkan suatu selaput lendir yang bersifat melindungi. selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui ostium ke dalam hidung untuk dibuang. 4 Sejak ditemukannya kompleks osteomeatal sebagai faktor yang sangat berperan dalam patofisiologi sinusitis kronis, diperlukan tomografi komputer yang dapat memberikan gambaran yang sangat baik dari sinus paranasal dan kompleks osteomeatal. Pada tomografi komputer dapat dilihat lokasi 1

description

sinuditis maxilla

Transcript of Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Page 1: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah peradangan pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1

Penyakit sinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal

(KOM) oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi

gigi.2

Secara anatomis apeks gigi-gigi rahang atas (kecuali insisivus) sangat dekat

dengan dasar sinus, terutama sinus maksilaris. Gigi yang berlubang (karies) atau adanya

abses/infeksi di sekitar gigi harus diobati, sebab masalah gigi di rahang atas itu dapat

menjalar sampai ke sinus.3

Mukosa sinus terdiri atas epitel toraks berlapis semu bersilia dan diantaranya ada

sel-sel goblet serta kelenjar submukosa yang menghasilkan suatu selaput lendir yang

bersifat melindungi. selaput lendir mukosa ini akan menjerat bakteri dan bahan berbahaya

yang dibawa oleh silia, kemudian mengeluarkannya melalui ostium ke dalam hidung

untuk dibuang.4

Sejak ditemukannya kompleks osteomeatal sebagai faktor yang sangat berperan

dalam patofisiologi sinusitis kronis, diperlukan tomografi komputer yang dapat

memberikan gambaran yang sangat baik dari sinus paranasal dan kompleks osteomeatal.

Pada tomografi komputer dapat dilihat lokasi sumbatan aliran sekret, perluasan penyakit,

berbagai kelainan anatomi, adanya massa dan cairan dalam sinus. Semuanya ini sangat

membantu operator dalam mengarahkan tindakan operasi sesuai dengan kelainan yang

ditemukan, sehingga tidak merusak jaringan yang sehat.5

Pada potongan koronal sinus paranasal, gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu

rongga di antara konka media dan lamina papirasea. KOM dibatasi oleh bula etmoid,

prosesus unsinatus, dan konka media. Isi KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum,

sel ager nasi, resesus frontal, dan bula etmoid.2,3

1

Page 2: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit dideskripsi

karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus

paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan

sinus sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulag-tulang

kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara

(ostium) ke dalam rongga hidung. 1

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid

dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi lahir, sedangkan

sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak yang berusia kurang lebih

8 tahun. Pneumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian

postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada

usia antara 15-18 tahun.1

SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya mencapai

ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial

os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-

temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding

superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prossesus alveolaris dan

palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan

bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.1

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah:

2

Page 3: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C)

dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.

b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase

hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus melalui

infundibulum yang sempit.

d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan akibat

radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus maksila dan

selanjutnya menyebabkan sinusitis.1

SINUS FRONTAL

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-empat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah

lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran

maksimal sebelum usia 20 tahun.1

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada

lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah. Kurang lebih 15% orang

dewasa hanya mempuyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus frontalnya tidak

berkembang.1

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan

adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan

fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.1

Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal, yang

berhubungan dengan infundibulum etmoid.1

SINUS ETMOID

3

Page 4: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-akhir

ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus

lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebarnya

0.5 cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior.1

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang tawon,

yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara konka

media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi. Berdasarkan letaknya

sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan

sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus etmoid anterior

biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang menghubungkan

bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel

sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di

posterior dari lamina basalis.1

Di bagian terdepan sinus etmoid aterior ada bagian yang sempit, disebut resesus

frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar disebut bula

etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang disebut

infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan pembengkakan di

infundibulum dapat menyebabkan sinusitis maksila.1

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi

snus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan

dengan sinus sfenoid.1

SINUS SFENOID

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. ukuranya adalah 2 cm,

tingginya 2.3 cm dan lebarnya 1.7 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7.5 ml. Saat sinus

berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat

berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus

sfenoid.1

4

Page 5: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisis, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a. karotis interna dan di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa

serebri posterior di daerah pons.1

Gambar 1: Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)

5

Page 6: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Gambar 2: Anatomi sinus paranasal (potongan melintang)

Gambar 3: Anatomi sinus paranasal (potongan sagital)

6

Page 7: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

KOMPLEKS OSTEOMEATAL

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara-

muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior. Daerah ini

rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteomeatal (KOM), terdiri dari infundibulum

etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan

sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksila.1

Gambar 4: Kompleks osteomeatal

2.2 DEFINISI

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya

disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya

adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya diikuti

oleh infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai

semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

7

Page 8: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang

atas, maka infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.

Gambar 5: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen

Hubungan anatomi antara gigi dan antrum Highmore:

a. Sinus maksilaris dewasa merupakan suatu rongga berisi udara yang dibatasi oleh

bagian alveolar sinus maksilaris, lantai orbital, dinding lateral hidung dan dinding

lateral os maksila.

b. Pada sesetengah individu, pneumatisasi dan perluasan dapat terjadi sedemikian

rupa sehingga hanya sinus mukoperiosteum (membran Schneidarian) yang tersisa.

c. Bisa juga terjadi ekspansi terus sehingga hanya meninggalkan tulang alveolar

antara sinus dan rongga mulut.

d. Otot levator labial dan orbicularis oculi di dinding lateral dari maksila dapat

langsung menyebabkan penyebaran infeksi. Dinding lateral ini lemah dan mudah

8

Page 9: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

ditembus dari lantai sinus. Akibatnya, infeksi odontogenik umumnya terjadi

bersamaan dengan infeksi jaringan lunak vestibular/fasia.

2.3 ETIOLOGI

Etiologi sinusitis dentogen adalah:6

a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai gigi

molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus akar gigi

yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang

ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal.

b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu akan

diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu dilakukan

pencabutan gigi.

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari membran

periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan sinus

maksila.

e. Hubungan langsung gigi maksila dengan sinus maksila terutama gigi molar tiga

terpendam.

f. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan tambalan

akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.

g. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.

h. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista radikuler

dan folikuler.

i. Neoplasma yang mengadakan infiltrasi ke dalam sinus maksila.

9

Page 10: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Gambar 6: Faktor penyebab terjadinya sinusitis dentogen

2.4 EPIDEMIOLOGI

Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika, lebih

dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika menjumpai insiden

pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis yang berasal dari infeksi

gigi.8

Ramalinggam di Madras, India mendapatkan bahwa sinusitis maksila tipe

dentogen sebanyak 10% kasus yang disebabkan oleh abses gigi dan abses apikal.9 Becker

et al. dari Bonn, Jerman menyatakan 10% infeksi pada sinus maksila disebabkan oleh

penyakit pada akar gigi. Granuloma dental, khususnya pada premolar kedua dan molar

pertama sebagai penyebab sinusitis maksila dentogen.10 Highler dari Minnesota, Amerika

Serikat menyatakan 10% kasus sinusitis maksila yang terjadi setelah gangguan pada

gigi.11

Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248 pasien (50%) dari 496 pasien

10

Page 11: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

rawat jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden sinusitis dentogen di Departemen

THT-KL/RSUP H. Adam Malik sebesar 13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh

abses apikal yaitu sebanyak 71.43%. Hasil dari penelitian melaporkan bahwa insiden

sinusitis dentogen lebih tinggi pada wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade

ketiga dan keempat.2

Gambar 7: Tampilan abses periodontal dan abses periapikal

2.5 PATOFISIOLOGI

Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor

utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:

Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam mukosa sinus

maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah ostium dan berarti

menghalangi drainase sinus. Gangguan drainase ini akan mengakibatkan sinus mudah

mengalami infeksi.

Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari

granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.2

11

Page 12: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Patofisiologi sinusitis adalah sebagai berikut:

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan eksudasi,

yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan gangguan

ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus, kemudian terjadi

hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif), selanjutnya diikuti

permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat kemudian transudasi,

peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia, akhirnya terjadi retensi sekresi di

sinus ataupun pertumbuhan kuman.7

2.6 GEJALA KLINIS dan DIAGNOSIS

Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap pada gigi

serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis pasien sesuai dengan

kriteria American Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery (AAO-HNS),

yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1

faktor mayor dan 2 faktor minor dari serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat

penyakit gigi geligi, serta temuan radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu,

kadang diperlukan konsultasi dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan

membuat diagnosis sinusitis dentogen serta penatalaksanaannya.

AKUT

Ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

Anamnesis

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan keluhan

yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini dapat disertai

keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada muka, nyeri kepala,

demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia, nyeri periorbital, nyeri gigi,

nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang meningkat pada penderita asma.

Rinoskopi Anterior

12

Page 13: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan rutin untuk melihat tanda

patognomonis, yaitu sekret purulen di meatus medius atau superior; atau pada rinoskopi

posterior tampak adanya sekret purulen di nasofaring (post nasal drip).

Nasoendoskopi

Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan untuk menilai kondisi kavum nasi

hingga ke nasofaring. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dengan jelas keadaan

dinding lateral hidung.

Foto polos sinus paranasal

Pemeriksaan foto polos sinus bukan prosedur rutin, hanya dianjurkan pada kasus

tertentu, misalnya:

a. Rinosinusitis akut dengan tanda dan gejala berat.

b. Tidak ada perbaikan setelah terapi medikamentosa optimal

c. Diduga ada cairan dalam sinus maksila yang memerlukan tindakan irigasi

d. Evaluasi terapi

e. Alasan medikolegal.6,7

Tomografi Komputer dan MRI

Pemeriksaan tomografi komputer tidak dianjurkan pada rinosinusitis akut, kecuali

ada kecurigaan komplikasi orbita atau intrakranial.

Pemeriksaan MRI hanya dilakukan pada kecurigaan komplikasi intrakranial.

KRONIK

Ditegakkan berdasarkan kriteria di bawah ini:

Anamnesis

Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2

kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International Consensus on Sinus

Disease, tahun 1993 dan 2004.5 Kriteria mayor terdiri dari: sumbatan atau kongesti

13

Page 14: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau rasa tertekan pada wajah dan

gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah demam dan halitosis.

Penderita Gejala dan Tanda

Dewasa dan Anak

Mayor Minor

Kongesti hidung atau sumbatan

Sekret hidung/post nasal purulen

Rasa nyeri/tekanan/penuh di wajah

Gangguan penghidu (hiposmia, anosmia)

Demam

Demam

Sakit kepala

Nafas berbau

Fatique

Batuk

Sakit gigi

Hidung berbau

Gejala telinga

Anak-Anak Batuk

Iritabilitas/Rewel

-

Dikutip dari: Kennedy DW

Rinoskopi anterior

Terlihat adanya sekret purulen di meatus medius atau meatus superior.

Pemeriksaan nasoendoskopi

Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak

dapat terlihat dengan rinoskopi anterior, misalnya sekret purulen minimal di meatus

medius atau superior, polip kecil, ostium asesorius, edema prosesus unsinatus, konka

bulosa, konka paradoksikal, spina septum dan lain-lain.

Pemeriksaan foto polos sinus

Dapat dilakukan mengingat biayanya murah, cepat dan tidak invasif.

Pemeriksaan CT Scan

14

Page 15: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Dianjurkan dibuat untuk pasien sinusitis kronik yang tidak ada perbaikan dengan

terapi medikamentosa. Untuk menghemat biaya, cukup potongan koronal tanpa kontras.

Dengan potongan ini sudah dapat diketahui dengan jelas perluasan penyakit di dalam

rongga sinus dan adanya kelainan di KOM (kompleks ostiomeatal). Sebaiknya

pemeriksaan CT scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar

proses inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomis dapat terlihat

dengan jelas.6,7

Pungsi sinus maksila

Tindakan pungsi sinus maksila dapat dianjurkan sebagai alat diagnostik untuk

mengetahui adanya sekret di dalam sinus maksila dan jika diperlukan untuk pemeriksaan

kultur dan resistensi.

Sinoskopi

Dapat dilakukan untuk melihat kondisi antrum sinus maksila. Pemeriksaan ini

menggunakan endoskop, yang dimasukkan melalui pungsi di meatus inferior atau fosa

kanina. Dilihat apakah ada sekret, jaringan polip, atau jamur di dalam rongga sinus

maksila, serta bagaimana keadaaan mukosanya apakah kemungkinan kelainannya masih

reversibel atau sudah ireversibel. 11

2.7 DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit

odontogenik:

a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel, dan yang

paling sering yaitu kista retensi.

b. Hanya pseudokista yang berhubungan dengan penyakit periapikal/periodontal

yang disebabkan pengobatan gigi yang bisa mencapai resolusi pseudokista.

c. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan penyimpangan,

ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk ameloblastoma, odontoma,

cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial odontogenik, tumor skuamosa

odontogenik, dan tumor adenomatoid.

15

Page 16: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

d. Tumor ganas termasuk keganasan gingiva, kistik adenoid dan sarkoma.

Gambar 8: Foto rontgen pasien wanita berusia 45 tahun dengan kista periapikal. Kista

ini timbul dari residu epitelial pada ligamen periodontal yang disebabkan oleh inflamasi.

16

Foto rontgen panoramamenunjukkan bagian opak

bulat pada sinus maksila kiri dengan pinggir sklerotik

(anak panah).

CT Scan aksial menunjukkan proses

perluasan dengan pinggir sklerotik (panah) pada

sinus maksilaris.

Page 17: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Gambar 9: CT Scan aksial dan koronal yang menunjukkan akar gigi yang terlantar di bagian alveolar dari sinus maksilaris (panah) yang menyebabkan penebalan mukosa sinus.

2.8 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen:

a. Atasi masalah gigi

b. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,

kortikosteroid dan irigasi sinus.

c. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior,

Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal, dan

bedah sinus endoskopik fungsional.7

AKUT

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik

yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan terapi tambahan

yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk memperlancar drainase dan

analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan antihistamin atau

kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai

mencukupi 10-14 hari.4,7

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan dan

atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka dilakukan

17

Page 18: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi diagnosis yakni

evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah

terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada

sekret tertahan oleh sumbatan.

KRONIK

a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang sesuai

dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik

mencukupi 10-14 hari.

b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini

II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan

antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan diteruskan

antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan, evaluasi kembali

dengan pemeriksaan nasoendoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik).

Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu

BSEF atau bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

c. Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek.

d. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis

ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

e. Pembedahan

Radikal:

- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.

- Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi

- Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian

Non Radikal:

Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Bedah sinus endoskopi fungsional

merupakan perkembangan pesat dalam bedah sinus. Teknik bedah ini pertama kali

diajukan oleh Messerklinger dan dipopulerkan oleh Stamm-berger dan Kennedy. BSEF

adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan endoskopi dengan tujuan

menormalkan kembali ventilasi sinus dan transpor mukosilier. Prinsip BSEF ialah

18

Page 19: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

membuka dan membersihkan KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara

alami.7,11

2.9 KOMPLIKASI

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat

infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin

dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi.

Komplikasi Orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.

Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis akut, namun sinus

frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi

isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi

sinus ethmoidalis di dekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena

lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis seringkali

merekah pada kelompok umur ini.

b. Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi

orbita namun pus belum terbentuk.

c. Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita

menyebabkan proptosis dan kemosis.

d. Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita.

Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang

lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan

kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang

makin bertambah.

e. Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui

saluran vena ke dalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis

septik.

19

Page 20: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus,

kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista

retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel

meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua

mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

Komplikasi Intra Kranial

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana infeksi

dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari

sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui

lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium,

seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien

hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu

menimbulkan tekanan intrakranial.

c. Abses subdural, adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau

permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka

dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara

bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

BAB III

PENUTUP

20

Page 21: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

3.1 KESIMPULAN

Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih mukosa

sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus sinusitis

dengan sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2 Meskipun sinusitis

dentogen adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya masih belum jelas serta

masih kurangnya konsensus mengenai gejala klinis, pengobatan, dan pencegahan.

Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi melalui dua cara, yaitu infeksi gigi yang

kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di salam mukosa sinus maksila, penyebaran

secara langsung, hematogen atau limfogen dari granuloma apikal atau kantong

periodontal gigi ke sinus maksila.

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior dan

rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang berupa

transluminasi, foto rontgen, CT-Scan dan MRI.

Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung berbau.

Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan obat-obatan;

antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi sinus serta operatif.

Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus inferior, Caldwell-Luc,

etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi sinus frontal dan bedah sinus endoskopik

fungsional.

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: Sinusitis-Maxilla Causa Dentogen

1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai

Penerbit FKUI, 2008; 145-53.

2. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis

dan Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-63

3. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi sinusitis

maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah

Tahunan Perhati.

4. Mangunkusumo E. Sinusitis. Kumpulan Naskah Simposium Sinusitis. Jakarta,

2009; 1-6

5. Kennnedy DW, Bolger WE, Zinreich SJ. Diseases Of The Sinuses Diagnosis And

Management. Decker ; 2001.

6. Jhosephsori G, Roy S. Review Article: Pediatric Sinusitis diagnosis and

management. Pediatrics 2009; 15-21

7. Wald ER, Rhinitis and acute and chronic sinusitis. Pediatric Otolaryngology 2nd

edition. Philadelphia, WB Saunders; 729-44

8. Refni M. Peran tomografi komputer dalam deteksi kelainan dan sebagai persiapan

pra-operasi BSEF pada penderita sinusitis kronis. Kursus dan Pelatihan BSEF,

Malang.

9. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A

Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31

10. Netter’s Atlas of Human Anatomy

11. Handoko, S. Iwan. 2003, Sinusitis, http://www.klinikku.com/pustaka/medis/tht/

sinusitis.html

12. Supartono, Gilbert, 2006, Sinusitis, http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/14

TrappedGaspadaPenerbangan024.pdf/14TrappedGaspadaPenerbangan024.html

22