Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

46
LAPORAN KASUS Sinusitis Maksilaris Dentogen Oleh : Alfonsus Alex Mintarja 1002005167 Penguji: dr. I Made Arjana, Sp.THT-KL DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA i

description

xcfasfadasd

Transcript of Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Page 1: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

LAPORAN KASUS

Sinusitis Maksilaris Dentogen

Oleh :

Alfonsus Alex Mintarja

1002005167

Penguji:

dr. I Made Arjana, Sp.THT-KL

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LAB/SMF THT - KL

FK UNUD/RS SANGLAH/RSUD KLUNGKUNG

2015

i

Page 2: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

responsi yang berjudul “Sinusitis Maksilaris Dentogen” ini tepat pada waktunya.

Responsi ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di

Bagian/SMF THT - KL FK UNUD/RSUP Sanglah/RSUP Klungkung.

Dalam penulisan tinjauan pustaka ini penulis banyak mendapatkan

bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut membantu dalam

penyusunan tinjauan pustaka ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa responsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh

karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat

penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis

mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu

pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Oktober 2015

Penulis

ii

Page 3: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sinus Paranasal ....................................................2

2.2. Definisi .....................................................................................................5

2.3. Etiologi .....................................................................................................6

2.4. Epidemiologi ............................................................................................7

2.5. Patofisiologi ..............................................................................................7

2.6. Gejala Klinis .............................................................................................10

2.7. Diagnosis ..................................................................................................11

2.8. Diagnosis Banding.....................................................................................13

2.9. Tatalaksana ...............................................................................................14

2.10. Komplikasi ................................................................................................17

2.11. Prognosis...................................................................................................19

BAB III LAPORAN KASUS................................................................................20

BAB IV PENUTUP...............................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................27

iii

Page 4: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

BAB I

PENDAHULUAN

Sinusitis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya peradangan

pada satu atau lebih mukosa sinus paranasal.1 Penyakit sinusitis selalu dimulai

dengan penyumbatan daerah kompleks ostiomeatal (KOM) oleh infeksi, obstruksi

mekanis atau alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi.2

Sinus maksilaris merupakan lokasi yang rentan terinvasi organisme

patogen karena yang secara anatomi berada di pertengahan antara hidung dan

rongga mulut. Sinusitis dentogen dapat mencapai 10% hingga 12% dari seluruh

kasus sinusitis maksilaris. 1

Sinusitis dentogen merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik.

Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tenpat akar gigi rahang atas,

sehingga rongga sinus maksila hanya dipisahkan oleh tulang tipis dengan akar

gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas

seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah

menyebar secara langsung ke sinus atau melalui pembuluh darah dan limfe. 1

Curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang

mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk

penatalaksanaannya diperlukan konsultasi ke bagian dentology sehingga gigi yang

terinfeksi teratasi. Selain itu, pemberian antibiotik dan seringkali perlu dilakukan

irigasi sinus maksila. 2,3

1

Page 5: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUS PARANASAL

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang

bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang sinus

paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid

dan sinus sphenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi

tulag-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus

mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung. 1,5

Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus

sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi

lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid anterior pada anak

yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia

8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus

ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1

2.1.1 SINUS MAKSILA

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan

akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.1,2,5,8

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan

fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah

permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral

rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya

ialah prossesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah

superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui

infundibulum etmoid.1

2

Page 6: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan adalah:

a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu

premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring

(C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke

dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan

sinusitis.

b. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.

c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga

drenase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drenase juga harus

melalui infundibulum yang sempit.

d. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan pembengkakan

akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalang drenase sinus

maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.1,5

Gambar 1: Anatomi sinus paranasal (potongan koronal)

2.1.2 KOMPLEKS OSTEO-MEATAL (KOM)

3

Page 7: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus media, ada

muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid anterior.

Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan komples osteo-meatal (KOM) yang

terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus,

resesus fontalis, bula etmoid, dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan

ostium sinus maksila. 1,2,5,8

Gambar 2: Kompleks osteomeatal

2.1.3 FUNGSI SINUS PARANASAL :

Sampai saat ini belum ada penyesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus

paranasal. Tetapi beberapa teori mengemukakan fungsinya sebagai berikut : 1,2

1. Sebagai pengatur kondisi udara

2. Sebagai penahan suhu

3. Membantu keseimbangan kepala

4. Membantu resonansi suara

5. Peredam perubahan tekanan udara

6. Membantu produksi mukus untuk membersihkan rongga hidung

2.2 DEFINISI

4

Page 8: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang

terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal

dan sinusitis sphenoid.1,2,3

Yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,

sinusitis frontal dan sinusuitis sphenoid lebih jarang.

Sinus maksila merupakan sinus yang sering terinfeksi, oleh karena (1)

merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya lebih tinggi dari

dasar, sehingga aliran sekret atau drainase dari sinus maksila hanya tergantung

dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus

alveolaris), sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium

sinus maksila terletak di meatus medius , disekitar hiatus semilunaris yang sempit,

sehingga mudah tersumbat.1,5

Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut, berulang atau kronis. Sinusitis

maksilaris akut berlangsung tidak lebih dari tiga minggu. Sinusitis akut dapat

sembuh sempurna jika diterapi dengan baik, tanpa adanya residu kerusakan

jaringan mukosa. Sinusitis berulang terjadi lebih sering tapi tidak terjadi

kerusakan signifikan pada membran mukosa. Sinusitis kronis berlangsung selama

3 bulan atau lebih dengan gejala yang terjadi selama lebih dari dua puluh hari.1,2,4

Gambar 3: Penyebaran infeksi pada sinusitis dentogen

2.3 ETIOLOGI

5

Page 9: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Penyebab tersering adalah ekstraksi gigi molar, biasanya molar pertama,

dimana sepotong kecil tulang di antara akar gigi molar dan sinus maksilaris ikut

terangkat. Nathaniel Highmore yang mengemukakan tentang membran tulang

tipis yang memisahkan gigi geligi dari sinus pada tahun 1651, “Tulang yang

membungkus antrum maksilaris dan memisahkannya dengan soket geligi tebalnya

tidak melebihi kertas pembungkus.” 5,8

Infeksi gigi lain seperti abses apikal atau penyakit periodontal dapat

menimbulkan kondisi serupa. Gambaran bakteriologik sinusitis dentogen ini

didominasi terutama oleh infeksi bakteri gram negatif. Karena itulah infeksi ini

menyebabkan pus yang berbau busuk dan akibatnya timbul bau busuk dari

hidung. 6

Etiologi sinusitis dentogen adalah: 5,7

a. Penjalaran infeksi gigi, infeksi periapikal gigi maksila dari kaninus sampai

gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering terjadi pada kasus-kasus

akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh tulang yang tipis, walaupun

kadang-kadang ada juga infeksi mengenai sinus yang dipisahkan oleh

tulang yang tebal.

b. Prosedur ekstraksi gigi, misalnya terdorong gigi ataupun akar gigi sewaktu

akan diusahakan mencabutnya, atau terbukanya dasar sinus sewaktu

dilakukan pencabutan gigi.

c. Penjalaran penyakit periodontal yaitu adanya penjalaran infeksi dari

membran periodontal melalui tulang spongiosa ke mukosa sinus.

d. Trauma, terutama fraktur maksila yang mengenai prosesus alveolaris dan

sinus maksila.

e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan

tambalan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan.

f. Osteomielitis akut dan kronis pada maksila.

g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista

radikuler dan folikuler.

h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat

menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis.

6

Page 10: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

2.4 EPIDEMIOLOGI

Di Eropa, sinusitis diperkirakan mengenai 10-30% populasi. Di Amerika,

lebih dari 30 juta penduduk per tahun menderita sinusitis. Wald di Amerika

menjumpai insiden pada orang dewasa antara 10-15% dari seluruh kasus sinusitis

yang berasal dari infeksi gigi. 7

Data dari sub bagian Rinologi THT FKUI RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian sinusitis yang tinggi yaitu 248

pasien (50%) dari 496 pasien rawat jalan. Farhat di Medan mendapatkan insiden

sinusitis dentogen di Departemen THT-KL/RSUP H. Adam Malik sebesar

13.67% dan yang terbanyak disebabkan oleh abses apikal yaitu sebanyak 71.43%.

Hasil dari penelitian melaporkan bahwa insiden sinusitis dentogen lebih tinggi

pada wanita dan angka kejadian tertinggi pada usia dekade ketiga dan keempat. 3

2.5 PATOFISIOLOGI

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam kompleks

osteomeatal. Sinus dilapisi oleh sel epitel respiratorius. Lapisan mukosa yang

melapisi sinus dapat dibagi menjadi dua yaitu lapisan viscous superficial dan

lapisan serous profunda. Cairan mukus dilepaskan oleh sel epitel untuk

membunuh bakteri maka bersifat sebagai antimikroba serta mengandungi zat-zat

yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk

bersama udara pernafasan. Cairan mukus secara alami menuju ke ostium untuk

dikeluarkan jika jumlahnya berlebihan.5,8,11

Faktor yang paling penting yang mempengaruhi patogenesis terjadinya

sinusitis yaitu apakah terjadi obstruksi dari ostium. Jika terjadi obstruksi ostium

sinus akan menyebabkan terjadinya hipooksigenasi, yang menyebabkan fungsi

silia berkurang dan epitel sel mensekresikan cairan mukus dengan kualitas yang

kurang baik. Disfungsi silia ini akan menyebabkan retensi mukus yang kurang

baik pada sinus. 5,8

7

Page 11: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan

faktor utama berkembangnya sinusitis. Sinusitis dentogen dapat terjadi melalui

dua cara, yaitu:

1. Infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di dalam

mukosa sinus maksilaris, hal ini akan menghambat gerakan silia ke arah

ostium dan berarti menghalangi drainase sinus. 1,5,8

2. Kuman dapat menyebar secara langsung, hematogen atau limfogen dari

granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.1,5,8

Inflamasi mukosa hidung menyebabkan pembengkakan (udem) dan

eksudasi, yang mengakibatkan obstruksi ostium sinus. Obstruksi ini menyebabkan

gangguan ventilasi dan drainase, resorbsi oksigen yang ada di rongga sinus,

kemudian terjadi hipoksia (oksigen menurun, pH menurun, tekanan negatif),

selanjutnya diikuti permeabilitas kapiler meningkat, sekresi kelenjar meningkat

kemudian transudasi, peningkatan eksudasi serous, penurunan fungsi silia,

akhirnya terjadi retensi sekresi di sinus ataupun pertumbuhan kuman.11

Gambar 6. Pergerakan silia dalam drainase cairan sinus

Bila terjadi edema di kompleks osteomeatal, mukosa yang letaknya

berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak dapat bergerak dan lendir

tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan ventilasi didalam sinus,

sehingga silia menjadi kurang aktif dan lendir yang di produksi mukosa sinus

menjadi lebih kental dan merupakan media yang baik untuk tumbuhnya bakteri

patogen. Bila sumbatan berlangsung terus, akan terjadi hipoksia dan retensi lendir

sehingga timbul infeksi oleh bakteri anaerob.1 Bakteri yang sering ditemukan pada

8

Page 12: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

sinusitis kronik adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

Moraxella catarrhalis, Streptococcus B hemoliticus, Staphylococcus aureus,

kuman anaerob jarang ditemukan.1 Selanjutnya terjadi perubahan jaringan menjadi

hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.1,2,3

Gambar 7. Perubahan silia pada sinusitis

Gambar 8. Perubahan mukosa pada sinus yang terinfeksi

Reaksi peradangan berjalan menurut tahap-tahap tertentu yang khas.

Pelebaran kapiler darah akan memperlambat aliran darah sehingga akan

9

Page 13: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

mengeluarkan fibrin dan eksudat serta migrasi leukosit menembus dinding

pembuluh darah membentuk sel-sel nanah dalam eksudat. Tetapi bilamana terjadi

pada selaput lendir, maka pada saat permulaan vasodilatasi terjadi peningkatan

produksi mukus dari kelenjar mukus sehingga nanah yang terjadi bukan murni

sebagai nanah, tetapi mukopus.4

2.6 GEJALA KLINIS

Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala

sistemik ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus

kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring.

Dirasakan hidung tersumbat, Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul dan

menusuk, serta nyeri di tempat lain karena nyeri alih (referred pain). Sekret

mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk iritatif

non-produktif juga seringkali ada. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan

telinga. Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk

ke depan. Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat

menghilang hanya bila peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah

ditiadakan.1,2,4,5

Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak

pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak

mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan

sinusitis etmoid anterior tampak lendir atau nanah di meatus medius. Pada

rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).1,4

Sinusitis maksilaris dari tipe odontogen harus dapat dibedakan dengan

rinogen karena terapi dan prognosa keduanya sangat berlainan. Pada sinusitis

maksilaris tipe odontogenik ini hanya terjadi pada satu sisi serta pengeluaran pus

yang berbau busuk. Di samping itu, adanya kelainan apikal atau periodontal

mempredisposisi kepada sinusitis tipe dentogen. Gejala sinusitis dentogen

menjadi lebih lambat dari sinusitis tipe rinogen.5

2.7 DIAGNOSIS

10

Page 14: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Diagnosis sinusitis dentogen adalah berdasarkan pemeriksaan lengkap

pada gigi serta pemeriksaan fisik lainnya. Ini mencakup evaluasi gejala klinis

pasien sesuai dengan kriteria American Academy of Otolaryngology Head and

Neck Surgery (AAO-HNS), yang mana diagnosis sinusitis membutuhkan

setidaknya 2 faktor mayor atau setidaknya 1 faktor mayor dan 2 faktor minor dari

serangkaian gejala dan tanda klinis, riwayat penyakit gigi geligi, serta temuan

radiologi sinus paranasal dan CT Scan. Selain itu, kadang diperlukan konsultasi

dengan departemen kedokteran gigi untuk mendukung dan membuat diagnosis

sinusitis dentogen serta penatalaksanaannya. 1,2

2.7.1 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Riwayat rinore purulen yang berlangsung lebih dari 7 hari, merupakan

keluhan yang paling sering dan paling menonjol pada sinusitis akut. Keluhan ini

dapat disertai keluhan lain seperti sumbatan hidung, nyeri/rasa tekanan pada

muka, nyeri kepala, demam, ingus belakang hidung, batuk, anosmia/hiposmia,

nyeri periorbital, nyeri gigi, nyeri telinga dan serangan mengi (wheezing) yang

meningkat pada penderita asma. 1,5,10

Penderita Gejala dan Tanda

Dewasa dan Anak

Mayor Minor

Kongesti hidung atau

sumbatan

Sekret hidung/post nasal

purulen

Rasa nyeri/tekanan/penuh di

wajah

Gangguan penghidu

(hiposmia, anosmia)

Demam

Demam

Sakit kepala

Nafas berbau

Fatique

Batuk

Sakit gigi

Hidung berbau

Gejala telinga

Anak-Anak Batuk

Iritabilitas/Rewel

-

11

Page 15: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Riwayat gejala sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor

ditambah 2 kriteria minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut International

Consensus on Sinus Disease, tahun 1993 dan 2004.11 Kriteria mayor terdiri dari:

sumbatan atau kongesti hidung, sekret hidung purulen, sakit kepala, nyeri atau

rasa tertekan pada wajah dan gangguan penghidu. Kriteria minornya adalah

demam dan halitosis. 10

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

a. Transiluminasi

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya.

Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis

(sinus penuh dengan cairan)

b. Rontgen sinus paranasalis

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa

1. Penebalan mukosa,

2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang

dapat dilihat pada foto waters.

Bagaimanapun juga, harus diingat bhwa foto SPN 3 posisi ini

memiliki kekurangan dimana kadang kadang bayangan bibir dapat

dikacaukan dengan penebalan mukosa sinus.

c. CT Scan

CT Scan adalah pemeriksaan yang dapat memberikan gambaran yang

paling baik akan adanya kelainan pada mukosa dan variasi antominya yang

relevan untuk mendiagnosis sinusitis kronis maupun akut.

Walaupun demikian, harus diingat bahwa CT Scan menggunakan

dosis radiasi yang sangat besar yang berbahaya bagi mata.

d. Sinoscopy

Sinoscopy merupakan satu satunya cara yang memberikan informasi

akurat tentang perubahan mukosa sinus, jumlah sekret yang ada di dalam

sinus, dan letak dan keadaan dari ostium sinus. Yang menjadi masalah

12

Page 16: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

adalah pemeriksaan sinoscopy memberikan suatu keadaan yang tidak

menyenangkan buat pasien.

e. Pemeriksaan mikrobiologi

Biakan yang berasal fari hidung bagian posterior dan nasofaring

biasanya lebih akurat dibandingkan dengan biakan yang berasal dari

hidung bagian anterior. Namun demikian, pengambilan biakan hidung

posterior juga lebih sulit. Biakan bakteri spesifik pada sinusitis dilakukan

dengan menagspirasi pus dari inus yang terkena. Seringkali diberikan

suatu antibiotik yang sesuai untuk membasmi mikroorganisme yang lebih

umum untuk penyakit ini.

2.8 DIAGNOSIS BANDING

Kelainan pada sinus maksilaris lainnya yang berkaitan dengan penyakit

odontogenik: 12

a. Kista yang terbentuk dari mukosa sinus termasuk pseudokista, mukokel,

dan yang paling sering yaitu kista retensi.

b. Hanya pseudokista yang berhubungan dengan penyakit

periapikal/periodontal yang disebabkan pengobatan gigi yang bisa

mencapai resolusi pseudokista.

c. Tumor-tumor jinak atau lesi seperti tumor dapat menyebabkan

penyimpangan, ekspansi, atau erosi dinding sinus. Ini termasuk

ameloblastoma, odontoma, cementoma, fibromas ossifying, tumor epitelial

odontogenik, tumor skuamosa odontogenik, dan tumor adenomatoid.

d. Tumor ganas termasuk keganasan gingiva, kistik adenoid dan sarkoma.

13

Page 17: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Gambar 11: Foto rontgen pasien wanita berusia 45 tahun dengan kista periapikal.

Kista ini timbul dari residu epitelial pada ligamen periodontal yang disebabkan

oleh inflamasi.

2.9 PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanan sinusitis dentogen: 1,5

a. Atasi masalah gigi

b. Penderita dengan sinusitis akut yang disertai demam dan kelemahan

sebaiknya beristirahat ditempat tidur. Diusahakan agar kamar tidur

mempunyai suhu dan kelembaban udara tetap.

c. Konservatif, diberikan obat-obatan: antibiotika, dekongestan, antihistamin,

kortikosteroid dan irigasi sinus.

d. Operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi meatus

inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi

sinus frontal, dan bedah sinus endoskopik fungsional.

14

Page 18: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

2.9.1 Sinusitis Akut

Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam).

Antibiotik yang diberikan lini I yakni golongan penisilin atau kotrimoksazol dan

terapi tambahan yakni obat dekongestan oral dan topikal, mukolitik untuk

memperlancar drainase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada

pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan

maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.1-3, 5

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen foto polos atau CT Scan

dan atau nasoendoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka

dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi

diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus. 1,3

Terapi pembedahaan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila

telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat

karena ada sekret tertahan oleh sumbatan. 2,3

2.9.2 Sinusitis Kronik

a. Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tatalaksana yang

sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian

antibiotik mencukupi 10-14 hari. 1

b. Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode

akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya

perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada

perbaikan diteruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada

perbaikan, evaluasi kembali dengan pemeriksaan nasoendoskopi,

sinuskopi (jika irigasi 5x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks

osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah

konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis. 1,5

c. Daerah sinus yang sakit bisa dilakukan diatermi gelombang pendek.

d. Jika ada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang

sinusitis ethmoid, frontal atau sphenoid dilakukan tindakan pencucian

Proetz.

15

Page 19: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

e. Pembedahan

Radikal:

- Sinus maksila dengan operasi Caldwell-luc.

Pengobatan ini dilakukan bila pengobatan koservatif gagal. Terapi

radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan

membuat drenase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan

operasi Caldwell-Luc. Pembedahan ini dilaksanakan dengan anestesi

umum atau lokal. 1,3,11

Gambar 12. prosedur Caldwell Luc

Non Radikal:

- Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).

BSEF adalah operasi pada hidung dan sinus yang menggunakan

endoskopi dengan tujuan menormalkan kembali ventilasi sinus dan

transpor mukosilier. Prinsip BSEF ialah membuka dan membersihkan

KOM sehingga drainase dan ventilasi sinus lancar secara alami.7,11

Indikasi absolut tindakan BSEF adalah rinosinusitis dengan

komplikasi, mukosil yang luas, rinosinusitis jamur alergi atau invasif dan

16

Page 20: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

kecurigaan neoplasma. Indikasi relatif tindakan ini meliputi polip nasi

simptomatik dan rinosinusitis kronis atau rekuren simptomatik yang tidak

respon dengan terapi medikamentosa. Sekitar 75-95% kasus rinosinusitis

kronis telah dilakukan tindakan BSEF. 1,5,11

Prinsip tindakan BSEF adalah membuang jaringan yang

menghambat KOM dan memfasilitasi drainase dengan tetap

mempertahankan struktur anatomi normal (gambar 3)

Gambar 13. Prinsip bedah sinus endoskopi fungsional

2.10 KOMPLIKASI

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan

derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan

ini harus rutin dilakukan pada sinusitis rekuren, kronis atau berkomplikasi. 1,2,10

2.10.1 Komplikasi Orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi dari ethmoidalis

akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan

dapat menimbulkan infeksi isi orbita. 1,5,8

17

Page 21: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

2.10.2 Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam

sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut

sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sphenoidalis, kista ini dapat

membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat

bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat

menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sphenoidalis, kista dapat menimbulkan

diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan

mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat

semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi

sinus.

2.10.3 Komplikasi Intra Kranial 1,5,8,11

a. Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat yang mana

infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau

langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus

frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara

ethmoidalis.

b. Abses dural, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna

kranium, seringkali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat,

sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang

terkumpul mampu menimbulkan tekanan intrakranial.

c. Abses subdural, adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid

atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

d. Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi,

maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

18

Page 22: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase

secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan

penyebaran infeksi.

2.10.4 Komplikasi lainnnya

Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis

kronis dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan

paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan kambuhnya

asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya disembuhkan

2.11 Prognosis

Prognosis sinusitis tipe dentogen sangat tergantung kepada tindakan

pengobatan yang dilakukan dan komplikasi penyakitnya. Jika, drainase sinus

membaik dengan terapi antibiotik atau terapi operatif maka pasien mempunyai

prognosis yang baik. 5

19

Page 23: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

BAB III

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Kadek Sumariati

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pedagang

Agama : Hindu

Alamat : Br Glogor, Desa Bawar, Klungkung

Tanggal pemeriksaan : 5 Oktober 2015

2. ANAMNESIS ( autoanamnesis, tanggal 5 Oktober 2015)

Keluhan Utama: Bau pada hidung kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poli THT RSUD Klungkung dengan keluhan bau

pada hidung kiri sejak 14 hari yang lalu. Bau dikatakan hilang timbul dan

semakin parah ketika menunduk. Bau dirasakan seperti mencium bau

amis. Pasien juga mengeluhkan adanya sumbatan pada hidung dan

keluarnya lendir dari hidung. Sumbatan pada hidung dirasakan terkadang

muncul dan hilang dan lebih sering berada pada hidung sebelah kiri.

Lendir dikatakan keluar berupa cairan yang tidak begitu pekat dan

berwarna putih. Pasien menyangkal riwayat menelan cairan dari hidung.

Pasien mengaku memiliki masalah gigi sejak 6 bulan yang lalu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien mengatakan memiliki masalah pada gigi molar 3 sebelah kiri atas

sejak 6 bulan yang lalu. Dikatakan pasien bahwa waktu itu giginya goyah.

Lalu diperiksakan ke dokter gigi dan dikatakan bahwa giginya retak

sehingga disarankan untuk dicabut tetapi pasien takut dan tidak melakukan

apa apa terhadap giginya selama 6 bulan. Gigi tersebut dikatakan terasa

nyeri dan tidak digunakan untuk mengunyah. Dalam menggosok gigi

20

Page 24: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

pasien tidak terlalu dapat menggosok bersih gigi yang retak karena terasa

sakit. Pasien juga dikatakan tidak pernah menggunakan obat kumur atau

antiseptic kumur.

Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit berat, riwayat pilek

berulang sebelumnya (-), riwayat bersin berulang sebelumnya (-), sesak

mengi (-), riwayat trauma pada telinga (-), riwayat penyakit pada telinga

sebelumnya (-).

Riwayat Penyakit Keluarga:

Di keluarga tidak ada yang memiliki penyakit serupa dengan pasien.

Riwayat Alergi:

Tidak ada riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan.

Riwayat Pengobatan :

Pada 6 bulan yang lalu pasien pernah control gigi yang sakit ke dokter gigi

dan ditemukan molar 3 kiri atas yang pecah menjadi 2 tetapi tidak

dilakukan tindakan karena pasien menolak.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien merupakan seorang pedagang sembako. Ditempat kerja maupun

tetangga penderita dikatakan tidak ada mengeluh keluhan serupa. Pasien

tidak mempunyai riwayat merokok ataupun minum alkohol. Pasien

mengatakan kebiasaan menjaga kehatan mulut dengan menggosok gigi 2x

sehari dengan pasta gigi.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal Pemeriksaan : 5 Oktober 2015

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital:

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36o C

Respirasi : 16 x/menit

21

Page 25: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Status General :

Kepala : Normocephali

Muka : Simetris, parese nervus fasialis -/-

Mata : Anemis -/-, ikterus -/-

THT : Sesuai status lokalis

Leher : Pembesaran kelenjar limfe -/-, Pembesaran kelenjar

parotis -/-, Kelenjar tiroid (-)

Thorak Cor : Tidak diperiksa

Po : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wh -/-

Abdomen : Tidak diperiksa

Ekstremitas : Dalam batas normal

Status Lokalis:

Telinga:

Bagian Telinga Telinga kanan Telinga kiri

AurikulaDeformitas (-), hiperemis

(-), edema (-)

Deformitas (-), hiperemis

(-), edema (-)

Daerah preaurikula

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan tragus (+)

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan tragus (-)

Daerah

retroaurikula

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan (-)

Hiperemis (-), edema (-),

fistula (-), abses (-), nyeri

tekan (-)

Meatus akustikus

Serumen (-), edema (-),

hiperemis (-), furunkel(-),

otorea (-)

Serumen (-), edema (-),

hiperemis (-), furunkel(-),

otorea (-)

Membran timpani IntakReflex cahaya (+)

Intak

Reflex cahaya (+)

22

Page 26: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Hidung:

Pemeriksaan Hidung Hidung Kanan Hidung Kiri

Hidung Luar Bentuk (N), Inflamasi (-),

nyeri tekan (-),

deformitas (-).

Bentuk (N), Inflamasi (-),

nyeri tekan (-),

deformitas (-).

Rinoskopi Anterior

Vestibulum N N

Dasar kavum nasi

media

Bentuk (N), mukosa

hiperemi (-).

Bentuk (N), mukosa

hiperemi (-).

Meatus nasi media Mukosa hiperemi (-),

sekret (-), konka nasi

media (N), massa (-),

sekret (-).

Mukosa hiperemi (+),

sekret (+), konka nasi

media (N), massa (-),

sekret (+).

Meatus nasi inferior Mukosa hiperemi (-),

edema (-)

Mukosa hiperemi (+),

edema (-)

Konka nasi inferior Mukosa hiperemi (-),

edema (-)

Mukosa hiperemi (+),

edema (-)

Septum nasi Deviasi (-), benda asing

(-), perdarahan (-).

Deviasi (-), benda asing

(-), perdarahan (-).

Tenggorokan:

Bagian Keterangan

Mukosa bukal hiperemis (-), massa (-)

Mukosa gigi hiperemis (-), massa (-)

Palatum durum dan palatu

moleHiperemis (-), massa (-)

Mukosa faringHiperemis (-), edema (-), massa (-), granul (-),

ulkus (-)

Tonsil Hiperemis (-), ukuran T1-T1, detritus (-)

Gigi geligi Lengkap, Caries gigi (+) , tambalan (-), retak

23

Page 27: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

(+) di molar III kiri atas, nyeri ketok (+)KGB Regional KGB tidak teraba membesar

4. RESUME

Seorang perempuan, 56 tahun, datang ke Poli THT RSUD

Klungkung dengan keluhan bau pada hidung kiri sejak 14 hari sebelum

hari pemeriksaan. Bau dirasakan seperti mencium bau amis. Pasien juga

mengeluhkan sumbatan hidung yang hilang timbul terutama pada hidung

kiri dengan lender yang tidak terlalu pekat dan berwarna putih. Pasien

mengatakan 6 bulan yang alau mengalami nyeri pada gigi dan setelah

diperiksakan dikatakn gigi molar III kiri atas pasien pecah menjadi 2 dan

harus dicabut tetapi pasien menolak. Pasien hanya merawat gigi tersebut

dengan tidak digunakan mengunyah dan menggosok 2x sehari. Riwayat

batuk, demam, pilek, dan nyeri tenggorokan sebelum timbul keluhan

disangkal oleh pasien.

Pada pemeriksaan fisik gigi geligi terdapat caries gigi dan gigi

molar III kiri atas yang pecah menjadi 2. Pada rhinoskopi anterior

ditemukan mukosa hiperemis dengan sekret pada rongga hidung kiri.

Konka inferior dan konka media kiri ditemukan hiperemis.

5. DIAGNOSIS KERJA:

Sinusitis Maksilaris Dentogen Sinistra akut + Rhinitis akut

6. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pemeriksaan foto rongent Waters.

7. PENATALAKSANAAN:

a. Non medikamentosa

Pasien diberitahu bahwa pasien mengalami infeksi pada sinus

maksilaris yang kemungkinan disebabkan oleh gigi molar III kiri atas.

24

Page 28: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

Pasien dikonsultasikan ke bagian dentologi untuk menanganni masalah

giginya dan dianjurkan mengikuti penatalaksanaan yang diberikan

dokter gigi.

Prognosis yang cukup baik jika masalah giginya sudah bisa teratasi.

Pasien harus menjaga agar kebersihan mulut.

Kontrol kembali ke poliklinik dalam 5 hari.

b. Medikamentosa

Antibiotik : Azitromycin 1x500mg

Nasal dekongestan (Pseudoephedrine HCl) + antihistamin

(triprolidine HCl) : Tramenza 3x 1 tab

Analgesik : Paracetamol 3x500mg jika nyeri

8. PROGNOSIS :

Dubius ad bonam

25

Page 29: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

BAB IV

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Sinusitis dentogen adalah peradangan mukosa hidung dan satu atau lebih

mukosa sinus paranasal yang disebabkan oleh penyebaran infeksi gigi. 10% kasus

sinusitis dengan sumber odontogenik adalah disebabkan oleh rahang atas.1,2

Meskipun sinusitis dentogen adalah kondisi yang relatif umum, patogenesisnya

masih belum jelas serta masih kurangnya konsensus mengenai gejala klinis,

pengobatan, dan pencegahan. Terjadinya sinusitis dentogen dapat terjadi melalui

dua cara, yaitu infeksi gigi yang kronis dapat menimbulkan jaringan granulasi di

salam mukosa sinus maksila, penyebaran secara langsung, hematogen atau

limfogen dari granuloma apikal atau kantong periodontal gigi ke sinus maksila.

Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi

anterior dan rinoskopi posterior, nasoendoskopi, disertai pemeriksaan penunjang

berupa transluminasi, foto rontgen, CT-Scan dan MRI.

Bila sinusitis disebabkan faktor gigi biasanya pasien mengeluhkan hidung

berbau. Penatalaksanaannya adalah mengatasi masalah gigi, konservatif, diberikan

obat-obatan; antibiotika, dekongestan, antihistamin, kortikosteroid dan irigasi

sinus serta operatif. Beberapa macam tindakan bedah sinus yaitu antrostomi

meatus inferior, Caldwell-Luc, etmoidektomi intra dan ekstra nasal, trepanasi

sinus frontal dan bedah sinus endoskopik fungsional.

26

Page 30: Responsi Sinusitis Maksilaris Dentogen

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto Damayanti, Endang Mangunkusumo. Sinus Paranasal. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok, Kepala Leher. Edisi VI. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2008; 145-53.

2. Boies LR, Adams GL. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.

3. Mulyarjo, Soejak S. Sinusitis. Naskah Lengkap Perkembangan Terkini Diagnosis dan Penatalaksanaan S. Sinusitis. Surabaya, 2006; 1-63

4. Farhat. Peran Infeksi Gigi Rahang Atas pada Kejadian Sinusitis Maksila di RSUP H. Adam Malik Medan. Dept. Ilmu Kesehatan THT, Bedah Kepala, dan Leher FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. 2006. p. 386-92

5. Universitas Sumatera Utara. Sinusitis Maksilaris Dentogen. Tersedia dari URL http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31193/4/Chapter%20II.pdf. Diunduh tanggal 6 Oktober 2015

6. Itzhak Brook, MD. Acute Sinusitis. Tersedia dari URL http://www.emedicine.com/emerg/topic536.htm Edisi April 2012. Diunduh tanggal 6 Oktober 2015

7. Ramalinggam KK. Anatomy and physiology of nose and paranasal sinuses. A Short Practice of Otolaryngology. All India Publishers; 214-31

8. Abdul Rachman Saragih. Rinosinusitis Dentogen. Diambil dari dentika Dental Journal, Vol 12, No 1. 2007. Hal : 81 -84. Tersedia dari URL : http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/121078184.pdf. Diunduh tanggal 6 Oktober 2015

9. Mehra P, Murad H. Maxillary Sinus Disease of Odontogenic Origin. Otolaryngologic Clinic of North America. 2004. p. 347-64

10. Arif, Mansjoer, dkk., ( 2014 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4, Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

11. Bashiruddin J, Soetjipto D, Rifki N. Abses orbita sebagai komplikasi sinusitis maksila dan etmoid akibat infeksi gigi. Kumpulan Naskah Pertemuan Ilmiah Tahunan Perhati.

27