Sindrom Neuroleptik Maligna

28
SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal. Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14%1. Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien. Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat non neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat- obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium4. Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena komplikasi dari keadaan ini adalah

description

neuroleptik

Transcript of Sindrom Neuroleptik Maligna

Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik

SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNASindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karekteristik dari SNM adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Morbiditas dan mortalitas pada SNM sering akibat sekunder dari komplikasi kardio pulmo dan ginjal.

Frekuensi SNM secara internasional bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya neuroleptik. Di Cina pada suatu RCT didapatkan insidensi SNM mencapai 0,12 % pada pasien dengan terapi neuroleptik. Suatu penelitian retrospektif di India menunjukkan insidensi 0,14%1. Sedangkan di Amerika SNM dilaporkan terdapat pada 0,2% - 1,9% pasien. Meskipun neuroleptik (haloperidol, fluphenazin) lebih sering menyebabkan SNM, semua obat anti psikotik, tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah prochlorperazine (Compazine), promethazine (Phenergan), clozapine (Clozaril), and risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat non neuroleptik yang dapat memblok dopamin dapat menyebabkan SNM juga, obat-obat tersebut adalah metoclopramide (Reglan), amoxapine (Ascendin), and lithium4.Deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada SNM penting karena komplikasi dari keadaan ini adalah kematian5. Kematian yang disebabkan oleh SNM mencapai 21%3. DEFINISIDSM IV mendefiniskan sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan temperatur dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia, inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma, mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan kreatin phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan neureptik.

Obat neuroleptik dan obat lainnya yang berpengaruh pada dopamin biasanya dipakai untuk terapi kondisi psikiatri dan non psikiatri seperti skizoprenia, gangguan afek mayor (gangguan depresi, bipolar), delirium, gangguan tingkah laku karena dimensia, nausea, disfungsi usus dan penyakit parkinson. Sindrom ini mengakibatkan disfungsi sistem syaraf otonom. Sistem syaraf otonom adalah sistem syaraf yang bertanggung jawab untuk aktivitas tubuh yang tidak dikendalikan secara sadar, seperti denyut jantung, tekanan darah, pencernaan, berkeringat, suhu tubuh dan kesadaran juga terpengaruh.

ETIOLOGI1. Semua kelas anti psikotik berhubungan dengan SNM termasuk neuroleptik potensi rendah, neuroleptik potensi tinggi dan antipsikotik atipikal. SNM sering pada pasien dengan pengobatan haloperidol dan chlorpromazine.2. Penggunaan dosis tinggi antipsikotik (terutama neuroleptic potensi tinggi), antipsikosik aksi cepat dengan dosis dinaikan dan penggunaan antipsikotik injeksi long acting.3. Faktor lain berhubungan dengan farmakoterapi. Penggunaan neuroleptic yang tidak konsisten dan penggunaaan obat psikotropik lainnya, terutama lithium, dan juga terapi kejang listrik. FAKTOR RESIKO

1. Faktor lingkungan dan psikologi yang menjadi predisposisi terhadap SNM adalah kondisi panas dan lembab, agitasi, dehidrasi, kelelahan dan malnutrisi.2. Faktor genetik. Terdapat laporan kasus yang mempublikasikan bahwa SNM dapat terjadi pada kembar identik.3. Pasien dengan riwayat episode NMS sebelumnya berisiko untuk rekuren. Resiko rekurensi tersebut berhubungan dengan jarak waktu antara episode SNM dan penggunaan antipsikotik. Apabila pasien diberikan anti psikotik dalam 2 minggu episode SNM, 63 % akan rekurensi. Jika lebih dari 2 minggu, persentasenya hanya 30%.4. Sindrom otak organik, gangguan mental non skizoprenia, penggunaan lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak teratur.5. Penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis neuroleptik di naikan dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi

PATOFISIOLOGI

Sesuai dengan istilahnya, SNM berkaitan dengan pemberian pengobatan neuroleptik. Mekanisme pastinya belum diketahui, tetapi terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa defisiensi dopamin atau blokade dopamin yang menyebabkan SNM. Pengurangan aktivitas dopamin di area otak (hipothamalmus, sistem nigrostartial, traktus kortikolimbik) dapat menerangkan terjadinya gejala klinis SNM. Pengurangan dopamin di hipothalamus dapat menyebabkan terjadinya peningkatan set point sehingga terjadi demam dan juga dapat menyebabkan ketidak stabilan otonom1. Di sistem nigrostratial dapat menyebabkan rigiditas, di sistem traktus kortiko limbik dapat menyebabkan perubahan kesadaran perubahan status mental disebabkan karena blokade reseptor dopamin di sistem nigrostartial dan mesokortikal.

GAMBARAN KLINIS

Sindrom neuroleptik maligna merupakan reaksi idiosinkratik yang tidak tergantung pada kadar awali obat dalam darah. Sindrom tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal neuroleptik (phenotiazine, thioxanthene, atau neuroleptikal atipikal), biasanya berkembang dalam 4 minggu pertama setelah dimulainya pengobatan dengan neuroleptik. SNM sebagian besar berkembang dalam 24-72 jam setelah pemberian obat neuroleptik atau perubahan dosis (biasanya karena peningkatan). Sindroma neuroleptik maligna dapat menunjukkan gambaran klinis yang luas dari ringan sampai dengan berat. Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan tekanan darah meningkat atau labil.Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas, disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia. Tremor dan aktivitas motorik berlebihan dapat mencerminkan agitasi psikomotorik. Konfusi, koma, mutisme, inkotinensia dan delirium mencerminkan terjadinya perubahan tingkat kesadaran.PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Rigiditas dan hipertermi pada SNM disebabkan karena kerusakan otot dan nekrosis. Kerusakan otot dan nekrosis ini dapat menyebabkan: 1. Peningkatan kadar Creatin Kinase (CK) darah mencapai 2000 15.000 U/ L Pengingkatan kadar CK ini tingkat sensitifitasnya tinggi untuk SNM.2. Peningkatan Aminotransferases (aspartate aminotransferase [AST], alanine aminotransferase [ALT]), and lactate dehydrogenase (LDH )3. Pemeriksaan laboratorium lain terdapat leukositosis (15. 000 30.000 x 103/ mm3), trombositosis dan dehidrasi. Protein serebrospinal dapat meningkat. Konsentrasi serum besi dapat menurun.

DIAGNOSISKonsensus untuk diagnosis sindrom neuroleptik maligna tidak ada. Salah satu kriteria berasal dari DSM IV-TR. Kriteria tersebut mencakup hiperpireksia dan rigiditas otot, dengan satu atau lebih tanda-tanda penting seperti ketidak stabilan otonom, perubahan sensorik, peningkatan kadar CK dan myoglobinuria. Berdasarkan gejala klinis tersebut, SNM seharusnya menjadi diagnosis banding pada pasien demam dengan pengobatan neuroleptik. Sebelum diagnosis SNM ditegakkan, semua kemungkinan penyebab kenaikan suhu harus disingkirkan, dan demam harus disertai dengan gejala klinis lain seperti rigiditas otot, perubahan status mental dan ketidak stabilan otonomKriteria diagnosis menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders). Memenuhi kriteria A dua-duanya dan kriteria B minimal 2

Kriteria A1.Rigiditas otot2.Demam Kriteria B1.Diaphoresis2.Disfagia3.Tremor4.Inkontinensia5.Perubahan kesadaran6.Mutisme7.Takikardi8.Tekanan darah meningkat atau labil9.Leukositosis10.Hasil laboratorium menunjukkan cedera otot Kriteria CTidak ada penyebab lain (Misal: encephalitis virus) Kriteria DTidak ada gangguan mentalDiagnosis banding dari SNM sangat luas. Hal terpenting sumber infeksi dari demam harus di singkirkan. Pungsi lumbal harus dipertimbangkan untuk membedakan SNM dengan encephalitis virus atau encephalomyelitis post infeksi. SNM harus dibedakan dari sindrom yang disebabkan oleh pengobatan lain seperti sindrom serotonin dan hipertermi maligna.

DIAGNOSIS BANDING

1.Heat stroke

Pada heat stroke kulit menjadi kering dan lembek akibat hipertermi dan hipotensi.

2.Letal kataton

Letal kataton terjadi pada orang skizoprenia atau episode manik. Neuroleptik dapat memperbaiki atau memperburuk gejalanya. Membedakan SNM dan letal kataton sulit, meskipun riwayat pasien menyatakan episode kataton pada saat pasien tidak meminum neuroleptik. Letal kataton cenderung eksitasi dan agitasi pada prodormal sedangkan SNM dimulai dengan rigiditas3.Sindrom serotoninSindrom serotonin sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan menggali riwayat pengobatan dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak adanya rigiditas berat.PENATALAKSANAAN 1. Terapi suportif Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan terapi suportif. Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda dalam 1-2 minggu. SNM yang dipercepat dengan depot injeksi anti psikotik long action dapat bertahan selama sebulan.

Terapi suportif bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memelihara fungsi organ yaitu:

Manajemen jalan nafas: intubasi, oksigenasi adekuat, oxymetri. Manajemen sirkulasi: monitoring jantung, resulsitasi cairan, hemodinamik.Untuk mengendalikan temperatur dapat dengan antipiretik. Skrening infeksi dengan cara melakukan CT scan kepala, thorak, analisis cairan serebrospinal, kultur urin dan darah.2. Terapi farmakologikTerapi farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti bromocriptin dan amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati SNM berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Dantrolene dipakai untuk mengurangi rigiditas otot, metabolisme dan peningkatan panas. Beberapa ahli melaporkan bahwa agonis dopamin, clantralene maupun kombinasi keduanya dapat mengurangi mortalitas atau memperpendek durasi sakit. Peneliti lain melaporkan tidak ada manfaat dan setelah diamati ternyata meningkatkan komplikasi dan pemanjangan gejala karena pemakaian obat-obat tersebut.Terapi tunggal dengan benzodiazepin dilaporkan berhasil dalam beberapa kasus. Penelitian Francis et all menyatakan benzodiazepin efektif dalam penanganan SNM dengan mengurangi durasi menjadi 2 3 hari.

KOMPLIKASIKomplikasi dari sindroma neuroleptik maligna banyak. Komplikasi yang paling umum adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menuerus dan akhirnya terjadi kerusakan otot.Komplikasi lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, edema pulmo, sindrom distress respirasi, sepsis, diseminated intravascular coagulation, seizure, infark miocardial. Menghindari antipsikotik dapat menyebabkan komplikasi karena psikotik yang tidak terkontrol. Sebagian besar pasien dengan pengobatan anti psikotik karena menderita gangguan psikiatri berat atau persiten, kemungkinan relaps tinggi jika anti pskotik di hentikan.

PROGNOSIS

1. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan nekrosis berat otot yang menjadi rhabdomyuolisis.2. Pasien dengan riwayat SNM dapat terjadi rekurensi. Resiko terjadi rekurensi berhubungan dengan jeda waktu antara SNM dan dimulainya kembali pengobatan antipsikotik.PENCEGAHAN

Pencegahan merupakan bagian penting dalam memanage kondisi heterogen ini. Dosis terendah neuroleptik dianjukan, dengan memonitor onset efek samping ekstra piramida Deteksi awal dan memberikan terapi untuk mengeliminasi efek samping ekstra piramidal, terutama rigiditas otot dapat mencegah perkembangan lebih lanjut SNM dan komplikasinya. PendahuluanKegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatrik sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.

DefinisiKondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum. Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini. Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.

Tempat Rujukan Pelayanan Kegawatdaruratan PsikiatrikTempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatrik biasanya dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis.Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik adalah menilai permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan konseling lewat telepon.SejarahSejak tahun 1960s permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatrik telah mengalami suatu pertumbuhan cepat dalam kaitannya dengan peningkatan spesialis medis, dan banyaknya pilihan perawatan maya, seperti pengobatan psikiatriks. Sekarang keadaan kegawatdaruratan psikiatrik juga telah meningkat dengan mantap, terutama di daerah perkotaan. Kegawatdaruratan psikiatrik berhubungan dengan orang-orang yang yang menganggur dan tunawisma dalam kaitannya dengan kemampuan, kenyamanan, dan kehidupan yang tidak terjamin. Banyak dari pasien kegawatdaruratan psikiatrik terkait karakteristik demografis dan keadaan sosial. Penanganan individual dibutuhkan untuk pasien yang memanfaatkan pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik.

Jenis-Jenis Kegawatdaruratan Psikiatrik 1.Percobaan Bunuh Diri Mulai tahun 2000, WHO memperkirakan satu juta orang di dunia bunuh diri setiap tahunnya. Tidak terhitung jumlahnya yang berusaha utnuk bunuh diri. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk menangani gangguan mental yang dihubungkan dengan suatu resiko bunuh diri. Para petugas kesehatan di sini diharapkan untuk meramalkan tindakan kekerasan pasien pada diri sendiri atau pada orang lain. Faktor yang mendorong ke arah suatu bunuh diri berasal dari sangat banyak sumber, termasuk psikososial, biologi, hubungan antar pribadi, religius dan antropologi. Para petugas kesehatan akan menggunakan semua sumber daya mereka yang tersedia untuk menentukan faktor resiko, membuat suatu penilaian, dan memutuskan perawatan mana yang diperlukan2.Perilaku KekerasanAgresi dapat merupakan hasil dari faktor internal dan eksternal yang menciptakan suatu pengaktifan pada sistem syaraf yang otonom. Pengaktifan ini dapat muncul menjadi gejala seperti meninju rahang, melompat, membanting pintu, menampar, atau menjadi mudah terkejut. Diperkirakan bahwa 17% pengobatan ke pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik berhubungan dengan pembunuhan dan 5% melibatkan bunuh diri dan pembunuhan. Kekerasan dihubungkan dengan banyak kondisi, seperti intoksikasi akut, penyakit kejiwaan akut, gangguan kepribadian psikosis paranoid, gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian narsistik, dan gangguan kepribadian borderline. Faktor resiko lainnya yang dapat mendorong ke arah prilaku kekerasan telah diketahui. Faktor resiko ini misalnya, kehadiran halusinasi, delusi, kerusakan syaraf, putus sekolah, belum menikah, kemiskinan, atau laki-laki. Faktor resiko lain prilaku kekerasan termasuk IQ yang tinggi dan memiliki pengetahuan tentang gangguan mental. Para petugas kesehatan menilai dengan lengkap faktor resiko prilaku kekerasan yang ada untuk memberikan keamanan dan perawatan pada pasien.3.PsikosisPasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian kegawatdaruratan psikiatrik. Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis setelah sebelumnya putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang untuk pasien jenis ini, cukup dengan istirahat ringkas dan mengembalikan pasien kepada orang yang menangani kasus mereka dan/atau memberikan lagi pengobatan psikiatrik yang diperlukan. Suatu kunjungan pasien yang menderita suatu gangguan mental yang kronis dapat menandakan perubahan dalam lifestyle dari individu atau suatu pergeseran kondisi medis. Pertimbangan ini dapat berperan dalam perencanaan perawatan.Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu dapat disiapkan untuk diagnosis dengan memperoleh riwayat psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status mental, pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan memperoleh pengujian neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa diferensial dan menyiapkan pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental dari pasien. Bagaimanapun, psikosis akut digolongkan sebagai keadaan yang memerlukan penanganan darurat yang segera dan penuh perhatian. Tidak adanya perawatan dan identifikasi dapat mengakibatkan bunuh diri, pembunuhan, atau kekerasan.

4.Ketergantungan dan Penyalahgunaan Obat

Penyebab umum lain pada penderita dengan gejala psikosis adalah intoksikasi obat. Gejala akut ini terjadi setelah masa pengamatan atau penanganan psikofarmakologis yang terbatas. Bagaimanapun isunya, seperti ketergantungan obat atau penyiksaan, sukar untuk ditangani di Unit Gawat Darurat. Intoksikasi alkohol akut seperti halnya bentuk lain penyalahgunaan obat memerlukan intervensi psikiatrik. Bertindak sebagai suatu penekan sistem syaraf pusat, efek awal alkohol pada umumnya diinginkan dan ditandai oleh banyak bicara, pusing, dan berkurangnya hambatan sosial. Di samping pertimbangan konsentrasi lemah, penampilan verbal dan motorik, pengertian yang mendalam, pertimbangan dan kehilangan memori jangka pendek yang bisa diakibatkan perubahan tingkah laku yang menyebabkan luka atau kematian, tingkat alkohol di bawah 60 miligram per deciliter darah pada umumnya tidak mematikan. Bagaimanapun, individu dengan 200 miligram per deciliter darah dipertimbangkan menderita intoksikasi dan level konsentrasi pada 400 miligram per deciliter darah bersifat mematikan, menyebabkan anesthesia yang lengkap dari sistem pernapasan. Di luar perubahan tingkah laku berbahaya yang terjadi setelah mengkonsumsi sejumlah alkohol tertentu, intoksikasi idionkrasi bisa terjadi pada beberapa individu setelah mengkonsumsi sedikit alkohol. Kelainan ini pada umumnya terdiri dari kebingungan, disorientasi, delusi dan halusinasi visual, agresi meningkat, amukan, hasutan, kekerasan. Pecandu minuman alkohol yang kronis dapat menderita halusinasi, dimana konsumsi yang diperpanjang dapat mencetuskan halusinasi auditorik. Peristiwa seperti ini dapat terjadi untuk beberapa jam atau seminggu penuh. Antipsikotik merupakan obat yang sering digunakan untuk menangani gejala ini.Klinikus harus menentukan penggunaan obat, dosis, dan waktu penggunaan untuk menentukan perawatan jangka pendek dan panjang yang diperlukan. Perawatan yang sesuai harus pula ditentukan. Hal ini meliputi fasilitas pasien rawat jalan, kediaman pusat perawatan, atau rumah sakit. Perawatan segera dan jangka panjang ditentukan oleh keseriusan dan ketergantungan fisiologis yang ditimbulkan dari penyalahgunaan obat.5.Reaksi dan Interaksi ObatOverdosis, interaksi obat, dan reaksi berbahaya dari pengobatan psikiatris, terutama antipsikotik, dimasukkan ke dalam kegawatdaruratan psikiatri. Neuroleptic malignant syndrome adalah komplikasi mematikan dari generasi pertama atau kedua obat antipsikotik. Jika tidak ditangani, neuroleptic malignant syndrome dapat mengakibatkan demam, kekakuan otot, kebingungan, tanda vital tidak stabil, atau bahkan kematian. Sindrom serotonin dapat terjadi ketika monoamine oxidase inhibitor bercampur dengan buspirone. Gejala sindrom serotonin yang parah meliputi hyperthermia, mata gelap, dan tachycardia yang boleh mendorong kearah shock. Sering pasien dengan gejala medis umum yang parah, seperti tanda vital yang tidak stabil, akan ditransfer ke unit gawat darurat umum atau pelayanan medis untuk meningkatkan monitoring.

6.Gangguan kepribadianGangguan yang termanifestasi pada kelainan fungsi pada area kognisi, afek, fungsi interpersonal dan impuls kontrol dapat digolongkan sebagai gangguan kepribadian. Pasien yang menderita gangguan kepribadian pada umumnya tidak akan mengeluh tentang gejala gangguan mereka. Pasien yang menderita kegawatdaruratan dari gangguan kepribadian dapat menunjukkan perilaku curiga, psikosis, atau delusi. Pasien rawat jalan yang dibandingkan dengan populasi yang umum, prevalensi dari individu yang menderita gangguan kepribadian yang dirawat di rumah sakit pada umumnya 7-25% lebih tinggi. Klinikus bekerjasama dengan pasien untuk menstabilkan individu terkait kebutuhan dasar mereka.7.KecemasanPasien yang menderita kasus kecemasan yang ekstrim boleh mencari perawatan ketika semua sistem pendukung telah dikerahkan dan mereka tidak mampu untuk menghilangkan kecemasan itu. Rasa cemas bisa hadir lewat jalan yang berbeda dari suatu dasar penyakit medis atau gangguan psikiatrik, suatu gangguan fungsional sekunder dari gangguan psikiatrik yang lain, dari suatu gangguan psikiatrik utama seperti gangguan panik atau gangguan cemas umum, atau sebagai hasil stress dari kondisi seperti gangguan penyesuaian atau gangguan stress pasca trauma. Pada umumnya langkah awal yang dilakukan klinikus adalah menyediakan sebuah " pelabuhan aman" untuk pasien sehingga proses penilaian dan perawatan dapat cukup terfasilitasi. Inisiasi perawatan untuk suasana hati dan gangguan cemas sangat penting karena pasien yang menderita gangguan kecemasan mempunyai resiko tinggi kematian prematur.8.BencanaBencana alami dan hasil perbuatan manusia dapat menyebabkan stress psikologis yang parah pada korban peristiwa tersebut. Manajemen kegawatdaruratan sering meliputi layanan kegawatdaruratan psikiatrik yang dirancang untuk membantu korban mengatasi situasi tersebut. Dampak bencana dapat menyebabkan orang untuk merasa shock, merasa panik, atau kebingungan. Jam, hari, bulan dan bahkan tahun setelah suatu bencana, individu dapat mengalami mimpi buruk, kelesuan, penarikan diri, memori memburuk, kelelahan, hilangnya selera, kesulitan untuk tidur, depresi, lekas marah, atau serangan panik. Dalam kaitan dengan lingkungan yang penuh resiko dan kekacauan suatu bencana, para tenaga kesehatan menilai dan memperlakukan pasien secepat mungkin. Kecuali jika suatu kondisi sedang mengancam hidup pasien atau orang lain di sekitar pasien, pertimbangan dasar penyelamatan diri dan medis lainnya diatur dulu. Segera setelah itu klinikus boleh mengijinkan individu untuk menukar udara agar melegakan perasaan pengasingan, sifat mudah kena luka dan ketakberdayaan. Bergantung atas skala dari bencana, banyak korban menderita penyakit gangguan stress pasca trauma baik yang akut ataupun kronis. Pasien yang menderita gangguan ini sering datang ke rumah sakit jiwa untuk menstabilkan diri.9.PelecehanPeristiwa fisik, perkosaan atau pelecehan seksual dapat mengakibatkan hasil yang berbahaya kepada korban dari tindakan kriminal. Korban dapat menderita kecemasan yang ekstrim, ketakutan, ketidakberdayaan, kebingungan, gangguan makan atau tidur, permusuhan, rasa bersalah dan malu. Penanganan pada umumnya meliputi pertimbangan psikologis, medis, dan undang-undang yang sah. Bergantung pada ketentuan hukum di daerah, para tenaga kesehatan diperlukan untuk melaporkan aktivitas kriminal kepada suatu kepolisian. Tenaga kesehatan pada umumnya mengumpulkan dan mengidentifikasi data sepanjang penilaian awal dan menunjuk pasien yang jika perlu akan menerima perawatan medis.

PenatalaksanaanPenanganan di pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik berprinsip untuk menstabilkan kondisi kehidupan. Ketika distabilkan, pasien yang menderita kondisi kronis dapat dipindahkan ke tempat yang menyediakan rehabilisasi psikiatrik jangka panjang. Bentuk yang berbeda dari pengobatan psikiatrik, psikoterapi, atau terapi ECT dapat digunakan dalam penanganan kegawatdaruratan.Pengenalan dan keefektifan dari pengobatan psikiatrik sebagai pilihan pengobatan di psikiatrik telah mengurangi pemanfaatan pengekangan fisik pada kasus kegawatdaruratan psikiatrik, dengan mengurangi gejala berbahaya sakit jiwa atau intoksikasi obat.