SINDROM NEFROTIKS

32
BAB I PENDAHULUAN 1. SINDROMA NEFRITIK Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan dari manifestasi renal dan ekstrarenal yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik maupun kerusakan primer pada ginjal, yang meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema anasarka, serta hiperlipidemia dan lipiduria Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis yang ditandai dengan proteinuria masif (≥ 3 – 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1,2 SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN sekunder yang 1

description

Laporan Kasus Sindroma Nefrotik

Transcript of SINDROM NEFROTIKS

Page 1: SINDROM NEFROTIKS

BAB I

PENDAHULUAN

1. SINDROMA NEFRITIK

Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan dari manifestasi renal dan ekstrarenal yang

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit sistemik maupun kerusakan primer pada ginjal,

yang meliputi proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema anasarka, serta hiperlipidemia dan

lipiduria

 Sindrom nefrotik (SN) merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis

yang ditandai dengan proteinuria masif (≥ 3 – 3,5 g/hari atau rasio protein kreatinin pada urin

sewaktu > 300-350 mg/mmol), hipoalbuminemia (<25 g /l), hiperkolesterolemia(total

kolesterol > 10 mmol/L), dan manifestasi klinis edema periferal. Pada proses awal atau SN

ringan untuk menegakkan diagnosis tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. 1,2

SN dapat terjadi pada semua usia, dengan perbandingan pria dan wanita 1:1 pada

orang dewasa. SN terbagi menjadi SN primer yang tidak diketahui kausanya dan SN

sekunder yang dapat disebabkan oleh infeksi, penyakit sistemik, metabolik, obat-obatan, dan

lain-lain.1,2

Proteinuria masif merupakan tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai

kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuria juga

berkontribusi terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN.Hipoalbuminemia,

hiperlipidemia, dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas,

gangguan metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada

SN.Umumnya pada SN fungsi ginjal normal kecuali pada sebagian kasus yang berkembang

menjadi penyakit ginjal tahap akhir. Pada beberapa episode SN dapat sembuh sendiri dan

1

Page 2: SINDROM NEFROTIKS

menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lagi dapat

berkembang menjadi kronik.1,2, 3

2. ETIOLOGI

Sindroma nefrotik dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi,

keganasan penyakit jaringan penghubung (connective tissue disease), obat atau toksin, dan

akibat penyakit sistemik.1

Glomerulonephritis primer atau idiopatik merupaka penyebab SN yang paling sering.

Dalam kelopok GN primer, GN lesi minimal (GNLM), glomerulosklerosis fokal segmental

(GSFS), GN (membranisa (GNMN) dan GN membranoproliferatif (GNMP) merupakan

kelainan histopatologik yang sering ditemukan. Dari 387 biopsi ginjal pasien SN dewasa

yang dikumpulkan di Jakarta antara 1990-1999 dan representative untuk dilaporkan, GNLM

didapatkan pada 44,7%, GNMsP (GN mesangioploriferatif ) pada 14,2%, GSFS pada 11,6%,

GNMP pada 8,0% dan GNMN pada 6,5%.1

Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN pasca

infeksi streptococcus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat antiinflamasi

non steroid atau preparat emas organic dan akibat penyakit sistemik misalnya pada lupus

ertematosus sistemik dan diabetes mellitus.1

2

Page 3: SINDROM NEFROTIKS

Table klasifiksi dan penyebab sinfrom nefrotik.1

a. Glomerulonephritis primer :

GN lesi minimal (GNLM)

Glomerulosklerosis fokal (GFS)

GN membranosa (GNMN)

GN membranoproliferatif (GNMP)

GN proliferative lain

b. Glomerulonephritis sekunder akibat :

1) Infeksi : HIV, Hepatitis virus B dan C, sifilis, malaria, skistosoma, tuberculosis,

lepra.

2) Keganasan : adenokarsinoma paru, payudara, kolon, lifoma Hodgkin, myeloma

multiple , dan karsinoma ginjal.

3) Penyakit jaringan penghubung

Lupus eritomatosus sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD (mixed connective

tissue disease).

4) Efek obat dan toksin

OAINS, preparat emas, penisilinamin, probenesid, air raksa, kaptopril, heroin

5) Lain-lain

Diabetes mellitus, amyloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik, refluks

vesikoureter, atau serangga lebah.

3

Page 4: SINDROM NEFROTIKS

3. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi SNKM di Negara barat sekitar 2-3 kasus per 100.000 anak < 16 tahun, di

Asia 16 kasus per 100.000 anak dan di Indonesia sekitar 6 kasus per 100.000 anak < 14

tahun. Anak laki-laki lebih sering terjangkit daripada anak perempuan dengan perbandingan

2:1. Anak dengan SNKM biasanya berumur < 10 tahun, sekitar 90% kasus berumur < 7

tahun dengan usia rata-rata 2-5 tahun.4

4. PATOFISIOLOGI

A. Proteinuria

Proteinuria disebabkan peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein akibat

kerusakan glomerulus (kebocoran glomerulus) yang ditentukan oleh besarnya molekul

dan muatan listrik, dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria

tubular). Proteinuria sebagian berasal dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular)

dan hanya sebagaian kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan

integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas

glomerulus terhadap perotein plasma dan protein utama yang dieksresikan dalam urin

adalah albumin.1,5

B. Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan

katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak

memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau

menurun.5

Peningkatan permeabilitas glomerulus menyebabkan albuminuria dan hipoalbuminemia.

Sebagai akibatnya hipoalbuminemia menurunkan tekanan onkotik plasma koloid,

4

Page 5: SINDROM NEFROTIKS

meyebabkan peningkatan filtrasi transkapiler cairan keluar tubuh dan menigkatkan

edema.1,5

C. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia merupakan peningkatan profil lipid dalam darah yang sering menyertai

SN. Kadar kolesterol umumnya meningkat sedangkan trigliserid bervariasi dari normal

sampai sedikit meninggi. Kolesterol serum yang mengalami peningkatan yakni VLDL

(very low density lipoprotein), LDL (low density lipoprotein), ILDL (intermediate-

density lipoprotein), sedangkan HDL (high density lipoprotein) cenderung normal atau

rendah. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid dan lipoprotein hati dan

menurunnya katabolisme.1,5

D. Edema

Edema pada SN dapat dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill

menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan

bergeser dari intravaskuler ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan

tekanan onkotik dan bergesernya cairan plasma, terjadi hipovolemia dan ginjal

melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme ini

akan memperbaiki volume intravaskuler tetapi juga akan memperberat edema karena

kadar albumin yang tidak mampu menjaga cairan intravaskuler.1,5

Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium sebagai defek renal utama.Retensi

natrium menyebabkan peningkatan cairan ekstraseluler sehingga terjadi edema.

Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan terus mengaktivasi

system retensi natrium dan air oleh ginjal sehingga edema semakin berlanjut.1,5

5

Page 6: SINDROM NEFROTIKS

5. TANDA DAN GEJALA

Tanda yang terdapat pada sindrom nefrotik yakni terdapat proteinuria massif >3-3,5

gr/hari dan serum albumin <25g/l. Gejala yang sering tampak yakni edema pada kedua

tungkai, berat badan meningkat, dan lelah. Pada kasus lain dapat disertai edema periorbital

dan edema genital, asites, atau efusi pleura maupun efusi perikard.6

6. DIAGNOSIS

Diagnosis SN didapatkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Kriteria diagnostik sindrom nefrotik meliputi: 5

A. Proteinuria massif >3-3.5 g/24 jam atau rasio protein:kreatinin urin spot >300-350

mg/mmol.

B. Manifestasi klinis edema perifer.

C. Hiperlipidemia

D. Kolesterol total( >10mmol/l)5

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan

penunjang berikut: 7

A. URINALISIS

Urinalisis adalah tes awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+

pada pembacaan dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat. 3+

menandakan kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL

atau lebih yang masuk dalam nephrotic range.

6

Page 7: SINDROM NEFROTIKS

B. SEDIMEN URIN

Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang

mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak hialin,

dan torak eritrosit.

C. PENGUKURAN PROTEIN URIN

Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot collection.

Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari jam 7 pagi

hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total protein urin ≤150

mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.

Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >

2g/mol, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.

D. USG RENAL

Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.

E. BIOPSI GINJAL

Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,

resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi nefritik

signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsi mungkin diperlukan

untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena masing-masing

tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk membedakan

minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosis fokal, karena minimal-

change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.

F. DARAH

Pada pemeriksaan kimia darah dijumpai:

7

Page 8: SINDROM NEFROTIKS

Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gr/100ml)

Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gr/100ml)

ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal

8. PENATALAKSANAAN

Tidak ada guideline dan penelitian terbaru tentang tata laksana sindrom nefrotik pada remaja.

6

A. Nutrisi dan Cairan

Pasien harus membatasi intake natrium pada kisaran 3 gr per hari, dan mungkin butuh

restriksi intake cairan (<1,5 liter per hari). 6

B. Diuretik

Diuretik merupakan terapi medis utama, namun tidak ada bukti tentang rekomendasi

pemilihan obat maupun dosisnya. Berdasarkan pendapat yang disepakati saat ini, diuresis

ditargetkan pada penurunan berat badan 0,5-1 kg per hari untuk menghindari gagal ginjal

akut atau gangguan keseimbangan elektrolit. Obat-obatan Loop diuretic seperti furosemid

(Lasix) atau bumetanide saat ini paling banyak digunakan. Dosis besar (80-120 mg

furosemid) seringkali dibutuhkan, dan obat-obatan ini secara tipikal harus diberikan

secara intravena karena daya absorpsi yang kurang secara oral terhadap obat-obatan

tersebut dapat menyebabkan edema intestinum. Kadar albumin serum yang rendah juga

membatasi efektivitas obat-obat diuretic dan membutuhkan dosis yang lebih tinggi.

Diuretik thiazid, potassium-sparing diuretic, atau metolazone (Zaroxolyn) dapat berguna

sebagai terapi adjuvant atau penyerta diuretik.6

C. ACE Inhibitors  

8

Page 9: SINDROM NEFROTIKS

Angitensin-converting enzyme (ACE) inhibitors telah diketahui dapat menurunkan

proteinuria dan mengurangi risiko progresifitas yang mengarah ke penyakit ginjal pada

pasien dengan sindrom nefrotik. Suatu penelitian menemukan bahwa tidak ada

peningkatan respon ketika terapi kortikosteroid dikombinasikan dengan terapi ACE

inhibitors. Dosis yang direkomendasikan pun masih belum ada, namun dosis enalapril

(Vasotec) 2,5-20 mg per hari banyak digunakan. Pasien-pasien dengan sindrom nefrotik

sebaiknya diterapi dengan ACE inhibitiors untuk mengurangi proteinuria yang terjadi

dengan memengaruhi tekanan darah.6

D. Albumin

Albumin intravena telah diusulkan untuk menangani diuresis yang terjadi karena edema

dapat disebabkan oleh hipoalbuminemia. Namun, tidak ada bukti penelitian yang

mengindikasikan keuntungan dari terapi dengan albumin, dan pada keadaan yang tidak

diharapkan seperti hipertensi dan edema pulmonum, jelas membatasi terapi albumin.6

E. Kortikosteroid

Terapi dengan kortikosteroid masih kontroversial dalam manajemen sindrom nefrotik

pada orang dewasa. Terapi ini tidak memiliki keuntungan, namun direkomendasikan pada

beberapa pasien yang tidak berespon terhadap terapi konservatif. Terapi pada anak

dengan sindrom nefrotik berbeda, dan hal tersebut lebih memperlihatkan bahwa anak

berespon baik terhadap terapi kortikosteroid. Secara klasik, penyakit kelainan minimal

berespon lebih baik terhadap kortikosteroid dibanding glomerulosklerosis fokal

segmental (GSFS), dan hal ini ditemukan pada anak dengan sindrom nefrotik primer.6

9

Page 10: SINDROM NEFROTIKS

Nefropati lesi minimal dan nefropati membranosa adalah dua kelainan yang memberikan

respon terapi yang baik terhadap steroid. Pengobatan dengan kortikosteroid dibedakan

antara pengobatan inisial dan pengobatan relaps.1,6

Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di antaranya pada orang

dewasa adalah prednison/metilprednisolon 1-1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 – 8

minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1 hari selama 4-12 minggu, tapering di 4

bulan berikutnya. Sekitar 90% pasien akan remisi bila terapi diteruskan sampai 20-24

minggu, namun 50% pasien akan mengalami kekambuhan setelah kortikosteroid

dihentikan.1,6

Respon klinis terhadap kortikosteroid dapat dibagi menjadi remisi lengkap, remisi parsial

dan resisten. Dikatakan remisi lengkap jika proteinuria minimal (< 200 mg/24 jam),

albumin serum >3 g/dl, kolesterol serum < 300 mg/dl, diuresis lancar dan edema hilang.

Remisi parsial jika proteinuria<3,5 g/hari, albumin serum >2,5 g/dl, kolesterol serum

<350 mg/dl, diuresis kurang lancar dan masih edema. Dikatakan resisten jika klinis dan

laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan setelah pengobatan 4 bulan

dengan kortikosteroid.1,6

F. Lipid-lowering treatment

Beberapa bukti penelitian memperlihatkan peningkatan risiko aterosklerosis atau infark

miokard pada pasien SN, yang mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar lipid

serum. Namun, peranan terapi pada peningkatan lipid serum masih belum diketahui.

Pemilihan untuk memulai terapi dengan penurun lipid pada pasien SN dapat digunakan

jika tidak menimbulkan kerugian.6

10

Page 11: SINDROM NEFROTIKS

9. KOMPLIKASI

A. Infeksi

Penderita SN sangat rentan terhadap infeksi, yang paling sering ialah selulitis dan

peritonitis. Pada orang dewasa, infeksi yang sering terjadi adalah infeksi gram negatif.1

B. Hipertensi

Hipertensi pada SN dapat ditemukan sejak awal pada 10-15% kasus, atau terjadi sebagai

akibat efek samping steroid.1

C. Hipovolemia

Komplikasi hipovolemia dapat terjadi sebagai akibat pemakaian diuretik yang tidak

terkontrol, terutama pada kasus yang disertai dengan sepsis, diare, dan muntah. Gejala

dan tanda hipovolemia ialah hipotensi, takikardia, akral dingin dan perfusi buruk,

peningkatan kadar urea dan asam urat dalam plasma. Pada beberapa anak memberi

keluhan nyeri abdomen. Hipovalemia diterapi dengan pemberian cairan fisiologis dan

plasma sebanyak 15-20 ml/kg dengan cepat, atau albumin 1 g/kg berat badan. 1

D. Tromboemboli

Risiko untuk mengalami tromboemboli disebabkan oleh karena keadaan

hiperkoagulabilitas. Selain disebabkan oleh penurunan volume intravaskular, keadaan

hiperkoagulabilitas ini dikarenakan juga oleh peningkatan faktor pembekuan darah antara

lain faktor V, VII, VIII, X serta fibrinogen, dan dikarenakan oleh penurunan konsentrasi

antitrombin III yang keluar melalui urin. Risiko terjadinya tromboemboli akan meningkat

pada kadar albumin plasma < 2 g/dL, kadar fibrinogen > 6 g/dL, atau kadar antitrombin

III < 70%. Pada SN dengan risiko tinggi, pencegahan komplikasi tromboemboli dapat

dilakukan dengan pemberian asetosal dosis rendah dan dipiridamol. Heparin hanya

11

Page 12: SINDROM NEFROTIKS

diberikan bila telah terhadi tromboemboli, dengan dosis 50 U/kg intravena dan

dilanjutkan dengan 100 U/kg tiap 4 jam secara intravena. 1

E. Hiperlipidemia

Hiperlipidemia pada SN meliputi peningkatan kolesterol, trigliserida, fosfolipid dan asam

lemak. Kolesterol hampir selalu ditemukan meningkat, namun kadar trigliserida,

fosfolipid tidak selalu meningkat. Peningkatan kadar kolesterol berbanding terbalik

dengan kadar albumin serum dan derajat proteinuria. Keadaan hiperlipidemia ini

disebabkan oleh karena penurunan tekanan onkotik plasma sebagai akibat dari proteinuria

merangsang hepar untuk melakukan sintesis lipid dan lipoprotein, di samping itu

katabolisme lipid pada SN juga menurun. Hiperlipidemia pada SNSS biasanya bersifat

sementara, kadar lipid kembali normal pada keadaan remisi, sehingga pada keadaan ini

cukup dengan pengurangan diit lemak. Pengaruh hiperlipidemia terhadap morbiditas dan

mortalitas akibat kelainan kardiovaskuler pada anak penderita SN masih belum jelas.

Manfaat pemberian obat-obat penurun lipid seperti kolesteramin, derivat asam fibrat atau

inhibitor HMG-CoA reduktase (statin) masih diperdebatkan. 1

10. PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan sindrom nefrotik yang mendapatkan terapi secara umum baik,

dan tergantung pada penyebab, usia, dan respon terhadap terapi. Pada anak dengan SN

biasanya memiliki prognosis baik. Pada anak dengan usia <5 tahun memiliki prognosis buruk

dan pada orang dewasa dengan usia >30 tahun juga lebih memiliki risiko gagal ginjal.

12

Page 13: SINDROM NEFROTIKS

BAB II

STATUS PASIEN

1. Identitas pasien

Nama : Tn. M

Umur : 56 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS

Status : Menikah

Alamat : Bumi samata permai

Masuk RS : 16/9/2015

Rekam medis : 30 71 81

Anamnesis : Auto anamnesis

2. Keluhan Utama

Bengkak pada kedua kaki, scrotum dan perut yang dialami ± 1 bulan yang lalu.

3. Riwayat penyakit sekarang

Sesak napas (+) terutama pada saat berbaring

Batuk (-)

Lutut terasa keram hingga ke ujung kaki

Nyeri lambung (+) tidak tembus ke belakang

Mual (+), Muntah (-)

Sendawa asam (+)

BAB tidak lancer sejak 3 hari yang lalu

BAK lancer

13

Page 14: SINDROM NEFROTIKS

4. Riwayat penyakit dahulu

Hipertensi (+), DM (-), Kolesterol (-), Asam Urat (+)

5. Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita seperti penderita

6. Riwayat pekerjaan

Pegawai Negeri Sipil (PNS)

7. Pemeriksaan Umum

Kesadaran : KomposMentis

Keadaan Umum : Tampak sedang sakit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 100x/menit

Pernapasan : 30/menit

Suhu : 35,3ºC

8. Pemeriksaan Fisik

Kepala

Mata : Anemis (-), Ikterik (-), Pupil bulat, isokor, reflex cahaya (+/+)

Toraks

Paru : Inspeksi : bentuk dan gerakan dada kanan = kiri

Palpasi : fokal fremitus kiri dan kanan sama

Perkus : sonor

Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

14

Page 15: SINDROM NEFROTIKS

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba di RIC V LMC

Perkusi : batas jantung kanan : Linea sternalis dekstra RIC V

Batas jantung kiri : 2 jari lateral LMC sistra RIC V

Auscultasi : suara jantung normal, Bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : Ascites (+), Venektasi (-)

Palpasi : perut supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Peristaltik Normal

Ekstremitas

Akral Hangat, Udem (+)

9. Pemeriksaan penunjang

17/9/2015

o Protein total : 6,5 g/dl Nilai normal : 6,6 - 8,7 gr/dl

o Albumin : 3,4 gr/dl Nilai normal : 3,5 - 5,0 gr/dl

o Globulin : 3,1 gr/dl Nilai normal : 1,5 – 3,0 gr/dl

o Asam urat : 8,6 gr/dl Nilai normal : L : 3,7 – 7,0 mg/dl

P : 2,4 – 5,7 mg/dl

o Kol. Total : 164 mg/dl Nilai normal : < 200 mg/dl

o Trigliserida : 65 mg/dl Nilai normal : < 150 mg/dl

o HDL : 38 mg/dl Nilai normal : > 40 mg/dl

15

Page 16: SINDROM NEFROTIKS

o LDL : 125 mg/ Nilai normal : < 100 mg/dl

18/9/2015o GDS : 121 mg/dl (80 – 100 mg/dl)o GD2PP : 168 mg/dl (80 – 144 mg/dl)

10. Resume

Tn M, laki-laki umur 56 datang dengan keluhan bengkak pada kedua kaki,

scrotum, perut. Awalnya Bengkak pada kaki kemudian perlahan-lahan menuju ke

scrotum dan perut. Bengkak pada kaki dialami ± 3 bulan yang lalu, scrotum dan perut ± 1

bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh terasa Sesak terutama pada saat berbaring. Selain

itu pasien juga mengeluhkan nyeri uluhati tapi tidak tembus ke belakang, terasa mual

namun tidak muntah, sendawa asam, dan nafsu makan menurun. Keluhan lain yang

dirasakan pasien terasa keram pada lutut hingga ke ujung kaki. Buang air besar tidak

lancar sudah 3 hari. Buang air kecil baik. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan asam

urat. Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi

100x/menit, pernapasan 30x/menit, dan suhu 35,3ºC. edema pada kaki, scrotum dan

perut. Shifting dullness (+).

11. Daftar Masalah

Edema pada kaki, scrotum dan perut

Sesak napas

Nyeri uluhati

BAB tidak lancer

Keram pada lutut hingga ke ujung kaki

Peningkatan asam urat

16

Page 17: SINDROM NEFROTIKS

Peningkatan gula darah

Peningkatan kadar kolesterol

12. Diagnosis Kerja

Sindroma nefrotik

13. Penatalaksanaan

Non farmako

Farmako

o Vip albumin 3x1

o Digoxin 1 x ½

o Furosemide 2x1

o Methylprednisolone 16 mg 3x1

o Simvastatin 20 mg 1x1

14. Follow Up

16/9/2015

POLI

Pasien MRS dengan

keluhan bengkak

pada kaki, susah

tidur dan terasa

sesak.

TD : 120/70 mmHg

Vip albumin 3x1

KSR sashet 1x1

Methylprednisolone

16 mg 3x1

Neuralgad 1x1

Simvastatin 1x1

17

Page 18: SINDROM NEFROTIKS

N :70x/menit

S : 36ºC

P : 20x/menit

Furosemide 2x1

Letonal 3x1

17/9/2015

Pukul 18 : 30

WITA

Perawatan Interna

S : seorang pasien

MRS dengan

keluhan bengkak

pada kaki, scrotum

dan perut. ± 3 bulan

yll. Sesak (+) pada

saat berbaring, nyeri

uluhati tidak

tembuske belakang,

mual dan lutut

hingga ujung kaki

terasa keram.

Riw. Kolesterol dan

asam urat

KSR 1x1

Methylprednisolone

3x1

Simvastatin 20 mg

2x1

Ciprofloxacine 500

mg 3x1.

Instruksi periksa :

Asam urat, protein

total, albumin,

globulin, kol. LDL

o Hasil pemeriksaan :

Protein total : 6,5 g/dl, albumin : 3,4 gr/dl, Globulin : 3,1 gr/dl, Asam urat : 8,6 gr/dl,

Kol. Total : 164 mg/dl, Trigliserida : 65 mg/dl, HDL : 38 mg/dl, LDL: 125 mg/dl

18/9/2015 S : Sesak (+) udem

pada kaki, scrotum

dan perut

Terapi lanjut

KSR 1x1

Methylprednisolone

18

Page 19: SINDROM NEFROTIKS

O :

TD : 120/90 mmHg

N : 82x/menit

Suhu :37ºC

P : 24x/i

3x1

Simvastatin 20 mg

2x1

Ciprofloxacine 500

mg 3x1.

19/9/2015 S : sesak (+) udem

kaki, scrotum dan

perut

O : peningkatan

Asam urat dan

kolesterol

TD : 120/90 mmHg

N : 80x/menit

Suhu : 36ºC

P : 24x/menit

A:

hiperkolesterolemia,

hiperurisemia

Terapi lanjutan

Allopurinol 200

mg 0-0-1

Simvastatin 20

mg 0-1-0

19

Page 20: SINDROM NEFROTIKS

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berumur 56 tahun dating ke RS dengan keluhan bengkak pada

kedua kaki, scrotum dan perut. Awalnya Bengkak pada kaki kemudian perlahan-lahan

menuju ke scrotum dan perut. Bengkak pada kaki dialami ± 3 bulan yang lalu, scrotum

dan perut ± 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh terasa Sesak terutama pada saat

berbaring. Selain itu pasien juga mengeluhkan nyeri uluhati tapi tidak tembus ke

belakang, terasa mual namun tidak muntah, sendawa asam, dan nafsu makan menurun.

Keluhan lain yang dirasakan pasien terasa keram pada lutut hingga ke ujung kaki. Buang

air besar tidak lancar sudah 3 hari. Buang air kecil baik. Pasien memiliki riwayat

hipertensi dan asam urat. Dari hasil pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/70

mmHg, nadi 100x/menit, pernapasan 30x/menit, dan suhu 35,3ºC. edema pada kaki,

scrotum dan perut. Shifting dullness (+).

Sindroma nefrotik merupakan penyakit dengan kumpulan gejala edema,

hiperkolesterolemia, hipoalbuminemia, dan proteinuria. Penyebabnya dapat berupa

bawaan, sekunder, maupun idiopatik.5

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom

nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori

yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di

sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif

tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar

kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang

hebat. Sebab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya

20

Page 21: SINDROM NEFROTIKS

tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang

interstitial.5

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang

lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun

dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.6

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding

kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.

Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya

retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha

kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.

Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian

menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi

cairan ke ruang interstitial.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyono Aru W dkk, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi V. Jakarta :

Interna Publishing.

21

Page 22: SINDROM NEFROTIKS

2. Baradero Mary dkk. 2009. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : Penerbit buku kedokteran

EGC

3. Hartoko b. 1979. Patologi Anatomi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

4. Handayani I., Rusli B., Hardjoeno, Profile of cholesterol and albumin concentration and

urine sediment based on nephritic syndrome children. Indonesian Journal of Clinical

Pathology and Medical Laboratory, 2007;13(2):49-52.

5. Hull RP., Goldsmith DJ., Nephrotic syndrome in adults. BMJ, 2008;336:1185-9.

6. Kodner C., Nephrotic syndrome in adults: diagnosis and management. American Family

Physician, 2009;80(10):1129-1134.

7. Davin JC.,Rutjes NW., Nephrotic syndrome in children: From bench to treatment.

International Journal of Nephrology, 2011;1-6.

22