Sindrom Nefrotik
-
Upload
andre-a-pause -
Category
Documents
-
view
31 -
download
5
Transcript of Sindrom Nefrotik
Sindrom Nefrotik
Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang
glomerular. Banyak terjadi pada anak-anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma nefrotik
primer dan sekunder.6
A) Sindroma nefrotik primer/ idiopatik : 7
Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap belum
diketahui.
Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk : 7
1) Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome)
Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-
kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya lesi
glomerulus yang bermakana pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya timbunan
globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang sangat selektif.
Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan
familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering ditemukan.
Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar 2/100.000
anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan. Umumnya awitan
timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang dari 20% penderita
sindroma nefrotik. 7
Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni
edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites dan efusi
pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah tidur malam wajah
dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema, sementara pada siang hari
pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan proaktivator C3. 7
Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari 10%
kasus dan umumnuya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya jissm lemak
lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder hialin dalam
sedimen. 7
Diagnosis. Didasarkan pada gambaran klinis dan laboratorium yang khas dan kepekaan yang
lazim terhadap terapi kortikosteroid. Juga tidak ditemukannya hipertensi berat atau menetap,
gross hematuria, azotemia,dan depresi C3 serum. 7
2) Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus 8
Pada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan
difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi endapan mesangium
yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda pada lesi minimal.
3) Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal 8
Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar
glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama
glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut
segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan
semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan penderita.
Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednison atau terapi sitotoksik atau
keduanya.
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II 8
Glomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis kronis
pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.
Patologi dan Patogenesis. Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif dibedakan
dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya hipokomplementemia,
pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor nefritis C3) yang
mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah bentuk yang paling lazim;
glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol, karena adanya pertambahan yang
menyeluruh pada sel dan matriks mesangium. Dinding kapiler glomerulus tampak menebal,
dan pada beberapa daerah berduplikasi atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma
dan matriks mesangium di antara sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila
terdeteksi pada sebagian besar glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada
MPGN yang tipe II, perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler
memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang adanya
pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.
Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi terjadinya
sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria mikroskopis dan
proteinuria menetap.
5) Glomerulopati membranosa8
Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang dewasa,
tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.
Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan membrana basalis
glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang bermakna. Mikroskopi
imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3, yang melalui
mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi epitel membran.
Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati membranosa adalah
suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi mekanisme pembentukan kompleks
dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum dapat diketahui pada sebagian besar penderita.
Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai pada umur
dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun, hampir semua
penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang penderita menderita
hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.
Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk biopsi
meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau, atau adanya
hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati membranosa kadang-
kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi emas atau penisilamin, dan
sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita glomerulopati membranosa menambah resiko
trombosis vena renalis.
B) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai penyakit
yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE, sifilis, malaria,
purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif, glomerulonefritis
poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis subakut.8
Etiologi
Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kondisi klinis berbeda dimana
terjadi peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus terhadap protein, menimbulkan
proteinuria yang nyata. Proteinuria merupakan ciri penting dari sindrom ini.
Pada anak-anak dengan sindroma nefrotik, ginjal tampaknya merupakan satu-satunya organ
utama yang terlibat dan dapat disebut sebagai sindroma nefrotik primer. Sindroma nefrotik dapat
pula berkembang dalam perjalanan suatu penyakit sistemik disini sindroma nefrotik dianggap
sekunder. 1
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
A) Sindrom Nefrotik Kongenital
Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6
bulan merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk.
Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Selain
itu, penyebabnya bisa karena infeksi kongenital (sifilis, toksoplasmosis, sitomegalovirus) dan
sklerosis mesangium difus yang tidak diketahui sebabnya (sindrom drash yang terdiri dari
nefropati, tumor wilms, kelainan kongenital). 8
B) Sindrom Nefrotik Primer/Idiopatik
Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena
sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa
ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Kelainan glomerulus ini
sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,
disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.
Yang termasuk golongan primer : 7
1) sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = minimal change nephrotic syndrome), sejauh ini
MCNS sebanyak 75% yang menyebabkan sindrom nefrotik pada anak
2) sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus
3) sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal
4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II
5) Glomerulopati membranosa
C) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai penyakit
yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE, sifilis, malaria,
purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif, glomerulonefritis
poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis subakut.6
Epidemiologi
Sindrom nefrotik terbanyak terbanyak pada anak berumur 3-4 tahun dengan perbandingan
wanita : pria= 1: 2. Kebanyakan 90% anak yang menderita sindrom nefrotik yang idiopatik yakni
85 % lesi minimal, 5% proliferasi mesangium, dan sklerosis setempat 10%. Dan sisanya 10%
oleh karena glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif. 8
Gambaran klinis
Pasien nefrotik biasanya datang dengan edema. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi
klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik.
Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.
Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten; biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah
yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia).
Akhirnya sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. Asites umum dijumpai, dan sering
menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan
kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. Urin pasien ini
dapat berbusa karena mengandung banyak protein. 9
Gambaran klinis berupa edema umum, hipoproteinemia (kadar albumin serum biasanya di
bawah 2 g/M2/dl), hiperlipidemia (kadar kolestrol serum di atas 220 mg/dl), dan proteinuria yang
nyata ( 2 mg/M2/24 jam atau lebih). Keadaan protrombotik, hipertensi, dan hiperlipidemia
berkontribusi pada tingginya insidens penyakit jantung iskemik pada pasien nefrotik. Diagnosis
histologis ditegakkan dengan biopsi ginjal, kecuali terdapat nefropatik diabetik yang jelas atau
glomerulonefritis perubahan minimal pada masa kanak-kanak yang khas secara klinis. 7
Berikut beberapa gambaran klinis sindrom nefrotik :
1. Proteinuria
2. Hipoproteinemia
3. Edema
4. Hiperlipidemia
PATOFISIOLOGI 7,34
Ekskresi sejumlah besar protein di urine, terutama albumin degan berat molekul rendah
adalah kelainan primer pada NS. Derajat proteinuria dari satu anak ke anak lainnya bervariasi.
Anak dengan NS aktif yang mempunyai konsentrasi albumin serum 2 g/dl akan menyekresikan
albumin dalam jumlah lebih besar daripada anak yang sama dengan konsentrasi albumin serum
0,5 g/dl. Ekskresi minimal yang cocok dengan diagnosis adalah sekitar 1 g/m2/hari.
Kejadian awal yang mengakibatkan proteinuria belum diketahui. Permeabilitas kapiler
glomerulus terhadap albumin meningkat, dan peningkatan pada beban hasil filtrasi ini akan
melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk menyerap protein kembali. Permeabilitas berubah
secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan pengangkutan partikel yang bermuatan
anion, seperti albumin di kapiler. Protein plasma yang sangat kationik yang mungkin dapat
menetralisasi muatan anionic di dinding kapiler glomerulus telah ditemukan pada anak nefrotik.
Pada nefrosis eksperimental serta pada beberapa anak dengan NS primer terjadi pengurangan
kandungan normal asam sialat dari membran basalis. Defisiensi ini memungkinkan
meningkatnya pengangkutan komponen-komponen anionic. Peran system klinin juga sedang
diteliti karena ekskresi klinin urine meningkat dalam masa eksaserbasi penyakit. Selain itu,
terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pasien MCNS mempunyai kelainan fungsi sel
T.
Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine. Meskipun
demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di antaranya adalah
penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan kehilangan melalui saluran
cerna.
Berikut merupakan patofisiologi dari manifestasi klinis yang terjadi : 34
a. Proteinuria dan hipoalbuminemia
Proteinuria merupakan tanda utama dari SN idiopatik. Proteinuria juga menyebabkan
penurunan kadar albumin. Penyebab proteinuria yang pasti belum diketahui. Tetapi SN
idiopatik diyakini memiliki patogenesis yang dikaitkan dengan system kekebalan. Berbagai
penelitian menunjukkan regulasi abnormal subset sel T dan ekspresi factor permeabilitas
glomerular.
Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa SN idiopatik dimediasi oleh system kekebalan
ditunjukkan oleh kenyataan bahwa agen imunosupresif seperti kortikosteroid dan agen
alkylating dapat meremisi sindrom nefrotik.
Permeabilitas kapiler glomerulus terhadap albumin meningkat dan peningkatan pada
beban hasil filtrasi ini akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk menyerap protein
kembali. Permeabilitas berubah secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan
pengangkutan partikel yang bermuatan anion.
Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine.
Meskipun demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di
antaranya adalah penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan kehilangan
melalui saluran cerna.
b. Edema
Hipoalbuminemia menghasikkan temuan klinis lain berupa edema : penurunan onkotik
plasma dan akibatnya pengurangan volume plasma yang menghasilkan akumulasi airan
interstisial serta penurunan perfusi ginjal, yang terakhir ini merangsang aktivitas system
renin-angiotensin aldosteron. Walaupun GFR biasanya sedikit menurun, factor ginjal utama
yang turut menyebabkan produksi dan mempertahankan edema adalah penambahan
reabsorpsi natrium serta air oleh tubulus ginjal. Sebuah hubungan yang rumit antara sejumlah
factor fisiologi seperti penurunan tekanan onkotik, peningkatan aktivitas aldosteron serta
vasopressin, penyusutan hormone natriuretik atrium dan factor fisik dalam vasa rekti turut
berperan dalam menyebabkan akumulasi serta bertahannya edema.
Penelitian lain mengatakan bahwa model lain terbentuknya edema adalah overfill
hypothesis, yaitu edema terjadi akibat defek dalam proses pengelolaan sodium di ginjal.
Suatu penyerapan ulang sodium di ginjal, menyebabkan retensi garam dan air. Sedangkan
teori terbaru pembentukan edema mengatakan, proteinuria massif menyebabkan peradangan
tubulointerstitial dan pelepasan local vasokonstriktor dan penghambatan vasodilatasi. Ini
menyebabkan penurunan single nephron glomerular filtration rate dan retensi sodium dan air.
Edema berlangsung dalam beberapa minggu kadang-kadang dengan riwayat edema
beberapa bulan sebelumnya. Kadang-kadang episode edema awal dan tak jarang pada fase
relaps yang mungkin disebabkan karena infeksi virus pada saluran pernafasan atas, timbul
letargi, anoreksia, pertambahan berat badan akibat edema, serta terjadi penurunan volume
dengan peningkatan kepekatan kemih.
Pasien biasanya tidak tampak sakit berat, tampilan yang paling nyata adalah edema
umum, seringkali dengan asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-
tempat dependen, setelah tidur malam, wajah dan kelopak mata atau daerah sacrum dapat
mengalami edema, sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen menjadi
lebih nyata. Tekanan darah biasanya normal atau sedikit menurun. Pada 5-10% kasus terjadi
peningkatan tekanan darah.
c. Hiperlipidemia
Mekanisme terjadinya hiperlipidemia belum jelas sepenuhnya. Albumin yang rendah atau
tekanan onkotik yang rendah diduga dapat menstimulasi hati untuk meningkatkan sintesis
lipoprotein yang mengikat kolesterol. Teori lain mengatakan bahwa adanya proteinuria pada
SN menyebabkan terjadinya reaksi balik yang mengakibatkan produksi lipoprotein di hati
yang meningkat.
Walaupun hati pada SN dapat menghasilkan lebih banyak lipoprotein, tetapi HDL tidak
meningkat. Kadar dari HDL yang merupakan factor protektif terhadap terjadinya
aterosklerosis ternyata rendah. Hal ini disebabkan karena HDL merupakan molekul yang
kecil, sehingga lebih mudah keluar melalui urine. Lipoprotein lain yang dihasilkan hati pada
SN adalah cholesterol ester transfer protein yang juga memegang peranan terjadinya
hiperlipidemia. Peran dari protein ini adalah transfer kolesterol ester dari HDL ke lipoprotein
LDL. Pasien SN yang tidak diobati mempunyai kadar cholesterol ester transfer protein yang
sangat tinggi bila dibandingkan dengan pasien lain yang mendapat terapi.
Penjelasan tradisional untuk hiperlipidemia pada SN adalah peningkatan sintesis
lipoprotein yang menyertai peningkatan sintesis albumin hepatic karena hipoalbuminemia.
Meski demikian, kadar kolesterol serum tidak terpengaruh dengan kecepatan sintesis
albumin. Penurunan tekanan onkotik plasma, berperan penting dalam meningkatkaan sintesis
lipoprotein hepatic, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan hiperlipidemia pada pasien
dengan SN yang mendapatkan infuse albumin atau dextran.
d. Hematuria mikroskopik
Hematuria mikroskopik ditemukan pada 20-30% anak. Sekitar 4% hematuria
mikroskopik akan berubah menjadi hematuria makroskopik.
PENATALAKSANAAN 6
Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa
memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid
dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.
Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom
nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :
Tabel 2. Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan
sindrom nefrotik
Remisi
Kambuh
Kambuh tidak sering
Kambuh sering
Responsif-steroid
Dependen-steroid
Resisten-steroid
Responder lambat
Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama
3 hari berturut-turut.
Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-
turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.
Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12
bulan.
Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau 4
kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.
Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.
Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,
atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.
Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60
mg/m2/hari selama 4 minggu.
Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa
tambahan terapi lain.
Nonresponder awal
Nonresponder lambat
Resisten-steroid sejak terapi awal
Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid
PROTOKOL PENGOBATAN
International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk
memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis
maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40
mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu
pengobatan dihentikan.
A. Sindrom nefrotik serangan pertama 3
1. Perbaiki keadaan umum penderita :
a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi
diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi
ginjal.
b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin
konsentrat.
c. Berantas infeksi dengan antibiotik
d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.
e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.
Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada
hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.
2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis
sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi
spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu
diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,
segera berikan prednison tanpa menunggu waktu 14 hari.
B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 3
1. Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.
2. Perbaiki keadaan umum penderita.
a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering
Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,
prednison dihentikan.
b. Sindrom nefrotik kambuh sering
adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali
dalam masa 12 bulan.
1. Induksi
Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,
diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.
2. Rumatan
Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang
sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis
prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,
kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam
selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian
prednison dihentikan.
Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan
setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk
merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan
awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid, atau untuk biopsi
ginjal. 3
KOMPLIKASI 1,35
1. Sindrom nefrotik akut dihubungkan dengan mortalitas substansial, kemungkinan disebabkan
oleh sepsis, penyakit tromboembolik, aterosklerosis, dan gagal ginjal.
2. Torsi testikular (TT) yang disebabkan oleh edema skrotum dan terhentinya pertumbuhan
pada anak-anak
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus,
bronkopneumonia dan tuberkulosis.
4. Penyakit ginjal kronis, gagal jantung kongestif, edema paru, malnutrisi
5. Hipovolemia, hipertensi, hiperlipidemia,hiperkoagulapati, anemia
6. Asites kronis jika tidak diobati dapat menimbulkan umbilical hernia, rectal prolapse,kesulitan
bernafas, nyeri skrotum atau labia, dan anasarca.
PENCEGAHAN
Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi timbulnya relaps SN :
- Edukasi kepada pasien. Keluarga harus memahami bahwa NS merupakan penyakit menahun.
Mungkin akan sulit bagi keluarga pasien untuk menerimanya, maka boleh dikonsultasikan
dengan ahli nefrologi pediatric agar penyakit ini lebih bisa diterima oleh seluruh keluarga
pasien.
- Imunisasi dan aktivitas. Pasien dengan SN akan mudah sekali terkena infeksi. Sehingga
disarankan untuk diimunisasi 6 minggu setelah obat dihentikan. Aktivitas pasien dapat tetap
dilakukan seperti biasanya apabila pasien tidak menunjukkan gejala yang signifikan.
PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang
baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse
berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. 3