Sindrom Nefrotik

20
Sindrom Nefrotik Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang glomerular. Banyak terjadi pada anak- anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma nefrotik primer dan sekunder. 6 A) Sindroma nefrotik primer/ idiopatik : 7 Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap belum diketahui. Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk : 7 1) Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome) Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya lesi glomerulus yang bermakana pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya timbunan globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang sangat selektif. Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering ditemukan. Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar 2/100.000 anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan. Umumnya awitan timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang dari 20% penderita sindroma nefrotik. 7

Transcript of Sindrom Nefrotik

Page 1: Sindrom Nefrotik

Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik bukan suatu penyakit, tetapi manifestasi penyakit yang menyerang

glomerular. Banyak terjadi pada anak-anak. Sindroma nefrotik dibagi menjadi sindroma nefrotik

primer dan sekunder.6

A) Sindroma nefrotik primer/ idiopatik : 7

Sindrom ini merupakan sekitar 90% nefrosis pada anak. Penyebab sindrom ini tetap belum

diketahui.

Sindrom nefrotik primer/idiopatik terbagi menjadi 5 bentuk : 7

1) Sindroma nefrotik lesi minimal (MCNS= Minimum Change Nephrotic Sindrome)

Kondisi ini bertanggung jawab pada 85% kasus sindroma nefrotik pada masa kanak-

kanak. Dicirikan dengan kepekaan terhadap terapi kortikosteroid; tidak ditemukannya lesi

glomerulus yang bermakana pada pemeriksaan mikroskop cahaya; tidak adanya timbunan

globulin imun glomerulus atau komplemen; dan dengan proteinuria yang sangat selektif.

Etiologi. Tidak diketahui. Pada minoritas kasus ditemukan faktor genetik dan

familial.Dibandingkan dengan populasi umum, antigen HLA B12 lebih sering ditemukan.

Insidens : Di Amerika Utara kasus baru sejak lahir sampai usia 16 tahun sekitar 2/100.000

anak/tahun. Anak laki-laki 2x lebih tingi dibanding anak perempuan. Umumnya awitan

timbul pada usia 2-7 tahun. Pada dewasa MCNS menyusun kurang dari 20% penderita

sindroma nefrotik. 7

Manifestasi klinis. Sama seperti gejala pada sindroma nefrotik umunya yakni

edem,proteinuria, pasien biasanya tidak tampak sakit berat, seringkali dengan asites dan efusi

pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-tempat dependen; setelah tidur malam wajah

dan kelopak mata atau daerah sakrum dapat mengalami edema, sementara pada siang hari

pembengkakan kaki dan abdomen lebih nyata. Kehilangan proaktivator C3. 7

Diagnosis laboratorium. Sama seperti SN. Hematuria ditemukan pada kurang dari 10%

kasus dan umumnuya mikroskopis dan bersifat sementara. Terlihat adanya jissm lemak

lonjong (oval fat bodies=silinder tubular yang mengandung lemak) dan silinder hialin dalam

sedimen. 7

Diagnosis. Didasarkan pada gambaran klinis dan laboratorium yang khas dan kepekaan yang

lazim terhadap terapi kortikosteroid. Juga tidak ditemukannya hipertensi berat atau menetap,

gross hematuria, azotemia,dan depresi C3 serum. 7

Page 2: Sindrom Nefrotik

2) Sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus 8

Pada gambaran patolgi kelompok proliferatif mesangium (5%) ditandai dengan peningkatan

difus sel mesangium dan matriks. Dengan imunofluoresensi,frekuensi endapan mesangium

yang mengandung IgM dan C3 tidak berbeda pada lesi minimal.

3) Sindroma nefrotik glomerulosklerosis fokal 8

Pada biopsi penderita yang menderita lesi sklerosis setempat (10%), sebagian besar

glomerulus tampak normal atau menunjukkan proliferasi mesangium. Yang lain, terutama

glomerulus yang dekat dengan medula (jukstamedulare), menunjukkan jaringan parut

segmental pada satu atau lebih lobus. Penyakitnya seringkali progresif, akhirnya melibatkan

semua glomerulus dan menyebabkan gagal ginjal stadium akhir pada kebanyakan penderita.

Sekitar 20% penderita demikian berespons terhadap prednison atau terapi sitotoksik atau

keduanya.

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II 8

Glomerulonefritis membranoproliferatif adalah penyebab tersering glomerulonefritis kronis

pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.

Patologi dan Patogenesis. Pada awalnya glomerulonefritis membranoproliferatif dibedakan

dari bentuk glomerulonefritis kronis lainnya dengan ditemukannya hipokomplementemia,

pada beberapa penderita akibat adanya antibodi (disebut faktor nefritis C3) yang

mengaktifkan jalur komplemen alternatif. MPGN tipe I adalah bentuk yang paling lazim;

glomerulus menampakkan pola lobuler yang menonjol, karena adanya pertambahan yang

menyeluruh pada sel dan matriks mesangium. Dinding kapiler glomerulus tampak menebal,

dan pada beberapa daerah berduplikasi atau membelah karena adanya interposisi sitoplasma

dan matriks mesangium di antara sel endotel dan GBM. Bulan sabit mungkin ada; bila

terdeteksi pada sebagian besar glomerulus, penyakit ini menunjukkan prognosis jelek. Pada

MPGN yang tipe II, perubahan mesangium kurang menonjol daripada tipe I. Dinding kapiler

memperlihatkan penebalan seperti pita tidak teratur, karena padatnya endapan. Jarang adanya

pembelahan membran, tetapi sering adanya bulan sabit.

Page 3: Sindrom Nefrotik

Diagnosis. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi ginjal. Indikasi biopsi meliputi terjadinya

sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau hematuria mikroskopis dan

proteinuria menetap.

5) Glomerulopati membranosa8

Glomerulopati membranosa adalah penyebab sindrom nefrotik tersering pada orang dewasa,

tetapi jarang pada anak-anak dan jarang menyebabkan hematuria.

Patologi. Dengan mikroskop cahaya, glomerulus menunjukkan penebalan membrana basalis

glomerulus (GBM) difus, tanpa perubahan proliferasi yang bermakna. Mikroskopi

imunofluoresensi memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3, yang melalui

mikroskopi elektron tampak berlokasi di sisi epitel membran.

Patogenesis. Penelitian morfologi menunjukkan bahwa glomerulopati membranosa adalah

suatu penyakit yang diperantai-kompleks imun, tetapi mekanisme pembentukan kompleks

dan sifat antigen dalam kompleks tetap belum dapat diketahui pada sebagian besar penderita.

Manifestasi klinis. Pada anak, glomerulopati membranosa paling lazim dijumpai pada umur

dekade kedua. Penyakitnya muncul seperti sindrom nefrotik. Namun, hampir semua

penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang-kadang penderita menderita

hematuria makroskopis. Tekanan darah dan kadar C3 normal.

Diagnosis. Diagnosisnya dikonfirmasikan dengan biopsi ginjal. Indikasi umum untuk biopsi

meliputi adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8 tahun atau, atau adanya

hematuria atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Glomerulopati membranosa kadang-

kadang dapat ditemukan bersama dengan SLE, kanker, terapi emas atau penisilamin, dan

sifilis serta infeksi virus hepatitis B. Penderita glomerulopati membranosa menambah resiko

trombosis vena renalis.

B) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai penyakit

yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE, sifilis, malaria,

purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif, glomerulonefritis

poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis subakut.8

Page 4: Sindrom Nefrotik

Etiologi

Sindrom nefrotik dapat merupakan manifestasi sejumlah kondisi klinis berbeda dimana

terjadi peningkatan permeabilitas membrana basalis glomerulus terhadap protein, menimbulkan

proteinuria yang nyata. Proteinuria merupakan ciri penting dari sindrom ini.

Pada anak-anak dengan sindroma nefrotik, ginjal tampaknya merupakan satu-satunya organ

utama yang terlibat dan dapat disebut sebagai sindroma nefrotik primer. Sindroma nefrotik dapat

pula berkembang dalam perjalanan suatu penyakit sistemik disini sindroma nefrotik dianggap

sekunder. 1

Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi menjadi 3, yaitu :

A) Sindrom Nefrotik Kongenital

Sindrom nefrotik pada tahun pertama kehidupan, terlebih pada bayi berusia kurang dari 6

bulan merupakan kelainan kongenital (umumnya herediter) dan mempunyai prognosis buruk.

Resisten terhadap semua pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Selain

itu, penyebabnya bisa karena infeksi kongenital (sifilis, toksoplasmosis, sitomegalovirus) dan

sklerosis mesangium difus yang tidak diketahui sebabnya (sindrom drash yang terdiri dari

nefropati, tumor wilms, kelainan kongenital). 8

B) Sindrom Nefrotik Primer/Idiopatik

Faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena

sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa

ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Kelainan glomerulus ini

sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan apabila diperlukan,

disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan imunofluoresensi.

Yang termasuk golongan primer : 7

1) sindrom nefrotik lesi minimal (MCNS = minimal change nephrotic syndrome), sejauh ini

MCNS sebanyak 75% yang menyebabkan sindrom nefrotik pada anak

2) sindroma nefrotik dengan poliferasi mesangial difus

3) sindroma nefrotik dengan glomerulosklerosis fokal

4) Glomerulonefritis membranoproliferatif (MPGN) tipe I dan II

5) Glomerulopati membranosa

C) Bentuk-bentuk sindroma nefrotik sekunder berkembang pada perjalanan berbagai penyakit

yang berhubungan, di antaranya diabetes melitus, penyakit Alport, SLE, sifilis, malaria,

Page 5: Sindrom Nefrotik

purpura anafilaktoid,amiloidosis, neoplasma limfoproloferatif, glomerulonefritis

poststreptokok, dan infeksi sistemik seperti endokarditis bakterialis subakut.6

Epidemiologi

Sindrom nefrotik terbanyak terbanyak pada anak berumur 3-4 tahun dengan perbandingan

wanita : pria= 1: 2. Kebanyakan 90% anak yang menderita sindrom nefrotik yang idiopatik yakni

85 % lesi minimal, 5% proliferasi mesangium, dan sklerosis setempat 10%. Dan sisanya 10%

oleh karena glomerulonefritis membranosa dan membranoproliferatif. 8

Gambaran klinis

Pasien nefrotik biasanya datang dengan edema. Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi

klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik.

Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk.

Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;  biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah

yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia).

Akhirnya sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting.  Asites umum dijumpai, dan sering

menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan mengalami restriksi pernafasan, dengan

kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab kulit, anak tampak lebih pucat. Urin pasien ini

dapat berbusa karena mengandung banyak protein. 9

Gambaran klinis berupa edema umum, hipoproteinemia (kadar albumin serum biasanya di

bawah 2 g/M2/dl), hiperlipidemia (kadar kolestrol serum di atas 220 mg/dl), dan proteinuria yang

nyata ( 2 mg/M2/24 jam atau lebih). Keadaan protrombotik, hipertensi, dan hiperlipidemia

berkontribusi pada tingginya insidens penyakit jantung iskemik pada pasien nefrotik. Diagnosis

histologis ditegakkan dengan biopsi ginjal, kecuali terdapat nefropatik diabetik yang jelas atau

glomerulonefritis perubahan minimal pada masa kanak-kanak yang khas secara klinis. 7

Berikut beberapa gambaran klinis sindrom nefrotik :

1. Proteinuria

2. Hipoproteinemia

3. Edema

4. Hiperlipidemia

Page 6: Sindrom Nefrotik

PATOFISIOLOGI 7,34

Ekskresi sejumlah besar protein di urine, terutama albumin degan berat molekul rendah

adalah kelainan primer pada NS. Derajat proteinuria dari satu anak ke anak lainnya bervariasi.

Anak dengan NS aktif yang mempunyai konsentrasi albumin serum 2 g/dl akan menyekresikan

albumin dalam jumlah lebih besar daripada anak yang sama dengan konsentrasi albumin serum

0,5 g/dl. Ekskresi minimal yang cocok dengan diagnosis adalah sekitar 1 g/m2/hari.

Kejadian awal yang mengakibatkan proteinuria belum diketahui. Permeabilitas kapiler

glomerulus terhadap albumin meningkat, dan peningkatan pada beban hasil filtrasi ini akan

melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk menyerap protein kembali. Permeabilitas berubah

secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan pengangkutan partikel yang bermuatan

anion, seperti albumin di kapiler. Protein plasma yang sangat kationik yang mungkin dapat

menetralisasi muatan anionic di dinding kapiler glomerulus telah ditemukan pada anak nefrotik.

Pada nefrosis eksperimental serta pada beberapa anak dengan NS primer terjadi pengurangan

kandungan normal asam sialat dari membran basalis. Defisiensi ini memungkinkan

meningkatnya pengangkutan komponen-komponen anionic. Peran system klinin juga sedang

diteliti karena ekskresi klinin urine meningkat dalam masa eksaserbasi penyakit. Selain itu,

terdapat beberapa bukti yang menunjukkan bahwa pasien MCNS mempunyai kelainan fungsi sel

T.

Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine. Meskipun

demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di antaranya adalah

penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan kehilangan melalui saluran

cerna.

Berikut merupakan patofisiologi dari manifestasi klinis yang terjadi : 34

a. Proteinuria dan hipoalbuminemia

Proteinuria merupakan tanda utama dari SN idiopatik. Proteinuria juga menyebabkan

penurunan kadar albumin. Penyebab proteinuria yang pasti belum diketahui. Tetapi SN

idiopatik diyakini memiliki patogenesis yang dikaitkan dengan system kekebalan. Berbagai

penelitian menunjukkan regulasi abnormal subset sel T dan ekspresi factor permeabilitas

glomerular.

Page 7: Sindrom Nefrotik

Bukti-bukti yang menunjukkan bahwa SN idiopatik dimediasi oleh system kekebalan

ditunjukkan oleh kenyataan bahwa agen imunosupresif seperti kortikosteroid dan agen

alkylating dapat meremisi sindrom nefrotik.

Permeabilitas kapiler glomerulus terhadap albumin meningkat dan peningkatan pada

beban hasil filtrasi ini akan melebihi kemampuan sederhana tubulus untuk menyerap protein

kembali. Permeabilitas berubah secara selektif sedemikian rupa untuk meningkatkan

pengangkutan partikel yang bermuatan anion.

Hipoalbuminemia terjadi akibat meningkatnya kehilangan protein melalui urine.

Meskipun demikian, factor lain dapat turut menyebabkan hipoalbuminemia dengan di

antaranya adalah penurunan sintesis, peningkatan katabolisme, serta peningkatan kehilangan

melalui saluran cerna.

b. Edema

Hipoalbuminemia menghasikkan temuan klinis lain berupa edema : penurunan onkotik

plasma dan akibatnya pengurangan volume plasma yang menghasilkan akumulasi airan

interstisial serta penurunan perfusi ginjal, yang terakhir ini merangsang aktivitas system

renin-angiotensin aldosteron. Walaupun GFR biasanya sedikit menurun, factor ginjal utama

yang turut menyebabkan produksi dan mempertahankan edema adalah penambahan

reabsorpsi natrium serta air oleh tubulus ginjal. Sebuah hubungan yang rumit antara sejumlah

factor fisiologi seperti penurunan tekanan onkotik, peningkatan aktivitas aldosteron serta

vasopressin, penyusutan hormone natriuretik atrium dan factor fisik dalam vasa rekti turut

berperan dalam menyebabkan akumulasi serta bertahannya edema.

Penelitian lain mengatakan bahwa model lain terbentuknya edema adalah overfill

hypothesis, yaitu edema terjadi akibat defek dalam proses pengelolaan sodium di ginjal.

Suatu penyerapan ulang sodium di ginjal, menyebabkan retensi garam dan air. Sedangkan

teori terbaru pembentukan edema mengatakan, proteinuria massif menyebabkan peradangan

tubulointerstitial dan pelepasan local vasokonstriktor dan penghambatan vasodilatasi. Ini

menyebabkan penurunan single nephron glomerular filtration rate dan retensi sodium dan air.

Edema berlangsung dalam beberapa minggu kadang-kadang dengan riwayat edema

beberapa bulan sebelumnya. Kadang-kadang episode edema awal dan tak jarang pada fase

relaps yang mungkin disebabkan karena infeksi virus pada saluran pernafasan atas, timbul

Page 8: Sindrom Nefrotik

letargi, anoreksia, pertambahan berat badan akibat edema, serta terjadi penurunan volume

dengan peningkatan kepekatan kemih.

Pasien biasanya tidak tampak sakit berat, tampilan yang paling nyata adalah edema

umum, seringkali dengan asites dan efusi pleura. Cairan edema berkumpul pada tempat-

tempat dependen, setelah tidur malam, wajah dan kelopak mata atau daerah sacrum dapat

mengalami edema, sementara pada siang hari pembengkakan kaki dan abdomen menjadi

lebih nyata. Tekanan darah biasanya normal atau sedikit menurun. Pada 5-10% kasus terjadi

peningkatan tekanan darah.

c. Hiperlipidemia

Mekanisme terjadinya hiperlipidemia belum jelas sepenuhnya. Albumin yang rendah atau

tekanan onkotik yang rendah diduga dapat menstimulasi hati untuk meningkatkan sintesis

lipoprotein yang mengikat kolesterol. Teori lain mengatakan bahwa adanya proteinuria pada

SN menyebabkan terjadinya reaksi balik yang mengakibatkan produksi lipoprotein di hati

yang meningkat.

Walaupun hati pada SN dapat menghasilkan lebih banyak lipoprotein, tetapi HDL tidak

meningkat. Kadar dari HDL yang merupakan factor protektif terhadap terjadinya

aterosklerosis ternyata rendah. Hal ini disebabkan karena HDL merupakan molekul yang

kecil, sehingga lebih mudah keluar melalui urine. Lipoprotein lain yang dihasilkan hati pada

SN adalah cholesterol ester transfer protein yang juga memegang peranan terjadinya

hiperlipidemia. Peran dari protein ini adalah transfer kolesterol ester dari HDL ke lipoprotein

LDL. Pasien SN yang tidak diobati mempunyai kadar cholesterol ester transfer protein yang

sangat tinggi bila dibandingkan dengan pasien lain yang mendapat terapi.

Penjelasan tradisional untuk hiperlipidemia pada SN adalah peningkatan sintesis

lipoprotein yang menyertai peningkatan sintesis albumin hepatic karena hipoalbuminemia.

Meski demikian, kadar kolesterol serum tidak terpengaruh dengan kecepatan sintesis

albumin. Penurunan tekanan onkotik plasma, berperan penting dalam meningkatkaan sintesis

lipoprotein hepatic, sebagaimana ditunjukkan oleh penurunan hiperlipidemia pada pasien

dengan SN yang mendapatkan infuse albumin atau dextran.

d. Hematuria mikroskopik

Page 9: Sindrom Nefrotik

Hematuria mikroskopik ditemukan pada 20-30% anak. Sekitar 4% hematuria

mikroskopik akan berubah menjadi hematuria makroskopik.

PENATALAKSANAAN 6

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa

memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus. Steroid

dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

            Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :  

Tabel 2.  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan

sindrom nefrotik

Remisi

Kambuh

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama

3 hari berturut-turut.

Proteinuria 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-

turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12

bulan.

Kambuh 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  4

kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,

atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

tambahan terapi lain.

Page 10: Sindrom Nefrotik

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

Resisten-steroid sejak terapi awal

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid

PROTOKOL PENGOBATAN

            International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 40

mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu, lalu setelah itu

pengobatan dihentikan.

A. Sindrom nefrotik serangan pertama 3

1.  Perbaiki keadaan umum penderita :

a.  Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi

diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi

ginjal.

b.  Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin

konsentrat.

c.   Berantas infeksi dengan antibiotik

d.  Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

 e.  Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka.

Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. Jika ada

hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis

sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi

spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu

diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan,

segera berikan prednison tanpa menunggu waktu  14 hari.

B. Sindrom nefrotik kambuh (relapse) 3

1.   Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse ditegakkan.

2.   Perbaiki keadaan umum penderita.

Page 11: Sindrom Nefrotik

a. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali

dalam masa 12 bulan.

1.   Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.   Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu,

prednison dihentikan.

b. Sindrom nefrotik kambuh sering

adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali

dalam masa 12 bulan.

1.   Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari,

diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

2.   Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang

sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis

prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu,

kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam

selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian

prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari diberikan

setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan. Indikasi untuk

merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons terhadap pengobatan

awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra steroid,  atau untuk biopsi

ginjal. 3

KOMPLIKASI 1,35

Page 12: Sindrom Nefrotik

1. Sindrom nefrotik akut dihubungkan dengan mortalitas substansial, kemungkinan disebabkan

oleh sepsis, penyakit tromboembolik, aterosklerosis, dan gagal ginjal.

2. Torsi testikular (TT) yang disebabkan oleh edema skrotum dan terhentinya pertumbuhan

pada anak-anak

3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptococcus, Staphylococcus,

bronkopneumonia dan tuberkulosis.

4. Penyakit ginjal kronis, gagal jantung kongestif, edema paru, malnutrisi

5. Hipovolemia, hipertensi, hiperlipidemia,hiperkoagulapati, anemia

6. Asites kronis jika tidak diobati dapat menimbulkan umbilical hernia, rectal prolapse,kesulitan

bernafas, nyeri skrotum atau labia, dan anasarca.

PENCEGAHAN

Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi timbulnya relaps SN :

- Edukasi kepada pasien. Keluarga harus memahami bahwa NS merupakan penyakit menahun.

Mungkin akan sulit bagi keluarga pasien untuk menerimanya, maka boleh dikonsultasikan

dengan ahli nefrologi pediatric agar penyakit ini lebih bisa diterima oleh seluruh keluarga

pasien.

- Imunisasi dan aktivitas. Pasien dengan SN akan mudah sekali terkena infeksi. Sehingga

disarankan untuk diimunisasi 6 minggu setelah obat dihentikan. Aktivitas pasien dapat tetap

dilakukan seperti biasanya apabila pasien tidak menunjukkan gejala yang signifikan.

PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang

baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse

berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid. 3

Page 13: Sindrom Nefrotik