Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

15
SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005 IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005 Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Prof. Dr. Asril Aminullah, SpA(K) (Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSCM) Jakarta Sepsis neonatal masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang, hampir sebagian besar neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif neonatus. Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis neonatus. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Di samping Tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi. 1 Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1.8 – 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran) 2 . Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan dalam mengahadapi penderita. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. 3 Pada makalah ini pembahasan hanya terbatas pada bayi dengan infeksi bakterial. Insiden sepsis neonatal tidak banyak mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, tetapi sebaliknya kematian yang terjadi justru memperlihatkan perbaikan yang nyata. Di Inggris misalnya, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985-1987 dibandingkan dengan data tahun 1996-1997 menunjukkan penurunan yang bermakna (25-30% pada tahun 1985-1987 menjadi 10% pada tahun 1996-1997). Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang tersedia serta ditemukannya berbagai macam antibiotika Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 1

description

health

Transcript of Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

Page 1: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya.

Prof. Dr. Asril Aminullah, SpA(K) (Departemen Ilmu Kesehatan Anak, FKUI/RSCM) Jakarta

Sepsis neonatal masih merupakan masalah utama yang belum dapat terpecahkan dalam pelayanan dan perawatan neonatus. Di Negara berkembang, hampir sebagian besar neonatus yang dirawat mempunyai kaitan dengan masalah sepsis. Hal yang sama ditemukan di Negara maju pada bayi yang dirawat di unit perawatan intensif neonatus.

Di samping morbiditas, mortalitas yang tinggi ditemukan pula pada penderita sepsis neonatus. Dalam laporan WHO yang dikutip Child Health Research Project Special Report : Reducing perinatal and neonatal mortality (1999) dikemukakan bahwa 42% kematian neonatus terjadi karena berbagai bentuk infeksi seperti infeksi saluran pernafasan, tetanus neonatorum, sepsis dan infeksi gastrointestinal. Di samping Tetanus neonatorum, case fatality rate yang tinggi ditemukan pada sepsis neonatal. Hal ini terjadi karena banyak faktor risiko infeksi pada masa perinatal yang belum dapat dicegah dan ditanggulangi.1

Angka kejadian/insidens sepsis di negara yang sedang berkembang masih cukup tinggi (1.8 – 18 / 1000) dibanding dengan negara maju (1-5 pasien / 1000 kelahiran)2. Walaupun infeksi bakterial berperan penting dalam sepsis neonatal, tetapi infeksi virus tetap perlu dipertimbangkan dalam mengahadapi penderita. Dari pengumpulan data selama 5 tahun terakhir, Shattuck (1992) melaporkan bahwa selain infeksi bakteri, infeksi virus khususnya enterovirus berperan pula sebagai penyebab sepsis/meningitis neonatal. 3 Pada makalah ini pembahasan hanya terbatas pada bayi dengan infeksi bakterial.

Insiden sepsis neonatal tidak banyak mengalami perbaikan dari tahun ke tahun, tetapi sebaliknya kematian yang terjadi justru memperlihatkan perbaikan yang nyata. Di Inggris misalnya, angka kematian sepsis neonatal pada tahun 1985-1987 dibandingkan dengan data tahun 1996-1997 menunjukkan penurunan yang bermakna (25-30% pada tahun 1985-1987 menjadi 10% pada tahun 1996-1997). Keadaan ini mempunyai kaitan dengan kemajuan teknologi kedokteran yang tersedia serta ditemukannya berbagai macam antibiotika

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 1

Page 2: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

baru. Perbaikan angka kematian ini tidak disertai dengan adanya perubahan insidens dalam waktu yang sama.4

Stagnasi insidens sepsis baik di Negara maju maupun Negara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor perinatal yang belum dapat tertanggulangi dengan optimal. Faktor tersebut antara lain :

Diagnosis yang sulit ditegakkan karena gejala dan tanda sepsis klasik jarang ditemukan pada neonatus.

Biakan darah, yang merupakan baku emas dalam diagnosis, baru memberikan hasil setelah 3-5 hari. Demikian pula pemeriksaan penunjang seperti C reactive protein, rasio I/T dll, tidak spesifik dan sulit dipakai sebagai pegangan dalam diagnosis pasti pasien sepsis.

Sistem imun tidak berfungsi baik karena masih belum berkembang Kuman penyebab infeksi tidak sama satu dengan lainnya, baik antar

klinik, antar waktu ataupun antar Negara. Sering terjadi dilema dalam penatalaksanaan pasien. Keterlambatan

pengobatan akan meningkatkan mortalitas, sedangkan gambaran klinik yang tidak khas sering menimbulkan over diagnosis dan over treatment yang dapat merugikan penderita.

Semua permasalahan tersebut di atas telah menjadi kendala dalam

pelayanan optimal penderita sepsis. Dalam 5 – 10 tahun terakhir ini terdapat informasi baru dalam upaya

mengatasi masalah sepsis serta memberikan cakrawala baru dalam pencegahan dan manajemen bayi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal.5,6,7 Beberapa studi yang dilaporkan akhir-akhir ini telah memungkinkan diagnosis tata laksana sepsis yang lebih efisien dan efektif pada bayi yang berisiko.

Walaupun cara terakhir ini membutuhkan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan mahal yang mungkin belum dapat terjangkau untuk Negara berkembang, hal ini patut untuk diketahui dan dikembangkan dikemudian hari. Pada karangan ini selanjutnya akan dibahas upaya terkini dalam diagnosis dan tata laksana sepsis neonatal. Kuman penyebab sepsis

Jenis kuman sangat menentukan tata laksana sepsis. Pemilihan antibiotika akan memberikan hasil optimal apabila sesuai dengan kuman penyebabDi samping itu lamanya pengobatan sangat tergantung dari jenis kuman yang ditemukan. Demikian pula prognosis pasien telah dibuktikan pula mempunyai hubungan yang erat dengan kuman penyebab.

Pasien sepsis neonatal secara garis besar dapat dikelompokan dalan dua kelompok besar yaitu sepsis awitan dini (early onset neonatal sepsis) dan sepsis awitan lambat (late onset of neonatal sepsis). Pada awitan dini, 85%%

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 2

Page 3: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

penderita terjadi dalam 24 jam pertama, 5% pada 24-48 jam, sedang sisanya terjadi setelah hari ke 2 sampai ke 6.2.4 Kuman penyebab infeksi biasanya berasal dari ibu yang menimbulkan infeksi bayi saat kehamilan, persalinan atau saat kelahiran. Proses infeksi ini terjadi transpasental atau dapat pula terjadi infeksi oleh kuman jalan lahir (vagina dan cervix ibu). Di Negara maju kuman yang tersering ditemukan pada infeksi awitan dini adalah kelompok kuman B Streptococcus (GBS), Escherichia coli, Haemophilus influenzae, dan Listeria monocytogenes.3 Di FKUI/RSCM selama tahun 2002 kuman yang ditemukan pada awitan dini berturut-turut adalah Enterobacter sp., Acinetobacter sp dan Coli sp.(8)

Berlainan dengan kelompok awitan dini, pada penderita awitan lambat pola kuman yang ditemukan biasanya terdiri dari kuman nosokomial. Infeksi terjadi setelah hari ke 7 dan kuman penyebab infeksi biasanya berasal dari lingkungan di sekitarnya. Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Kuman yang sering ditemukan pada penderita semacam ini termasuk Staphylococcus aureus, E coli, Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter, Candida, GBS, Serratia, Acinetobacter, dan kuman anerob. Dalam penelitian di RSCM/FKUI pada awitan lambat tersebut berturut-turut ditemukan kuman Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Acintobacter sp.8

Sebagaimana halnya di Indonesia/RSCM, hampir sebagian besar kuman penyebab di negara berkembang adalah kuman Gram negatif berupa kuman enterik seperti Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Coli sp.8,9 Sedangkan di Amerika Utara dan Eropa Barat 40% penderita terutama disebabkan oleh Streptokokus grup B. Selanjutnya kuman lain seperti Coli sp, Listeria Sp dan Enterovirus ditemukan dalam jumlah yang lebih sedikit.4

Walaupun penyebab perbedaan ini belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa hipotesa yang sering dikemukakan adalah karena :

Tingginya angka kejadian kolonisasi kuman pada ibu. Perbedaan pola kuman yang berada dilingkungan ibu dan bayi. Perbedaan dalam respons imun dan faktor-faktor genetik dari

populasi Perbedaan dalam melakukan analisa mikrobiologik yang

dilaksanakan di masing2 negara. Di samping adanya perbedaan antar negara, pola kuman juga selalu berubah dari waktu ke waktu. 3,10 Pada Tabel 1 terlihat perubahan pola kuman tersebut. Di RSCM dalam 30 tahun terakhir ini telah terlihat tiga kali perubahan pola kuman yang ada.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 3

Page 4: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Tabel 1 : Perbedaan pola kuman dari waktu ke waktu (Sumber : Perinatolog Dari rahim ibu menuju sehat sepanjang hayat, 28 Jan 2004 10)

1975-1980 1985-1990 1995-2003 RSCM/FKUI (Monintja,1981; Aminullah 1993, Amir I 2003)

Salmonella sp Klebsiella Sp

Pseudomonas Sp Klebsiella Sp E. Coli

Acinetobacter Sp Enterobacter Sp Pseudomonas Sp Serratia Sp. E.Coli

Amerika serikat (Texas Univ.; CDC Atlanta)

(Shattuck 1992; Schuchat 1997)

Group B Strep. E.Coli Listeria Sp

E.Coli Group B Strep. Listeria Sp Enterovirus

Group B Strep. Listeria Sp Strep. pneumoniae

Inggris (Heath PT 2003)

Group B Strep. E.Coli Listeria Sp Enterovirus

Group B Strep. Listeria Sp E.Coli Enterovirus

Perubahan pola kuman ini mempunyai arti yang penting dalam penatalaksanaan penderita sepsis neonatus. Selain pemilihan antibiotika yang dipergunakan, perubahan kuman semacam ini akan berpengaruh terhadap prognosa serta komplikasi jangka panjang yang mungkin diderita neonatus. Penderita sepsis yang disebabkan kuman Streptokokus Grup B ternyata mempunyai angka kematian yang lebih rendah dibandingkan penderita yang disebabkan kuman Gram Negatif.11,12

Melihat kenyataan-kenyataan di atas dalam kaitannya dengan perbedaan jenis kuman, tata laksana sepsis neonatal memerlukan pertimbangan2 antara lain :

Pemilihan antibiotika empirik dalam tata laksana sepsis harus memperhatikan pola jenis kuman penyebab yang paling sering ditemukan di masing2 klinik.

Jenis kuman penyebab perlu dievaluasi secara berkala Upaya diagnosis dini jenis kuman penyebab akan berpengaruh terhadap tata laksana dan prognosis pasien.

Patogenesis dan per alanan penyakit j

Fetus selama dalam kandungan terlindung dari bakteri ibu karena adanya

cairan dan lapisan amnion. Bila terjadi kerusakan lapisan amnion, fetus akan mudah mendapat infeksi melalui amnionitis. Paparan bayi terhadap bakteri terjadi pertama kali saat ketuban pecah dilanjutkan saat bayi melalui jalan lahir. Pada saat ketuban pecah, bakteri dari vagina akan menjalar ke atas sehingga kesempatan infeksi akan terjadi pada janin. Di samping infeksi oleh

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 4

Page 5: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

kuman vagina, risiko infeksi juga meningkat apabila terjadi infeksi ibu selama persalinan dan kelahiran. Dikemukakan bila suhu ibu > 37,80C, kemungkinan 10 – 38% bayi akan berisiko menderita sepsis neonatal. Setelah kelahiran, infeksi biasanya berasal dari kuman yang berada dari lingkungan di sekitarnya dan invasi bakteri masuk ke dalam tubuh melalui udara pernafasan, saluaran cerna atau melalui kulit yang terinfeksi.

Dalam 5-10 tahun terakhir ini telah diajukan pula konsep baru dalam bidang infeksi yang dikenal dengan "systemic inflammatory response syndrome"

(SIRS). Istilah ini dipakai pada pasien yang memperlihatkan gambaran klinik infeksi dengan respons sistemik seperti takhikardia, takhipnea, hipertermia atau hipotermia. Pada stadium lebih lanjut cascade inflamasi ini menimbulkan perubahan fungsi berbagai organ tubuh yang disebut Multi Organ Dysfuntion Syndrome (MODS). Konsep ini menggambarkan patofisologi baru dalam cascade inflamasi yang agak berbeda dengan gambaran yang dianut sebelumnya.13

Walaupun pada mulanya konsep ini lebih banyak diteliti pada pasien dewasa, tetapi patofisiologi mengenai SIRS dan MODS ini mulai di bahas pula dalam bidang pediatri dan neonatus.14,15,16,17

Pada pasien SIRS ditemukan pula perubahan fisiologik sistem imun, baik humoral maupun seluler, yang berupaya untuk mengimbangi atau melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui pembentukan berbagai komplemen dan antibodi.

Salah satu proses yang terjadi dalam respons imun tubuh tersebut adalah terbentuknya sitokin.18 Sitokin yang terbentuk dalam proses infeksi ini berfungsi sebagai regulator reaksi tubuh terhadap infeksi, inflammasi atau trauma. Sebagian sitokin (Pro inflammatory cytokine seperti IL-1, IL-2 dan TNF-a) dapat memperburuk keadaan penyakit tetapi sebagian lainnya (anti-inflammatory cytokine seperti IL-4 dan, IL-10) bertindak meredam infeksi dan mempertahankan homeostasis organ vital tubuh. Produksi sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-1 dan tumor necrosis factor (TNF) akan menimbulkan demam, proses inflamasi, destruksi jaringan dan pembentukan yang berlebihan, akan menimbulkan syok septik, disfungsi multi organ dan kematian.19

Pada infeksi sistemik neonatus proses pembentukan sitokin ini juga terlihat.17 Kadar sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4, IL-10) meningkat pada neonatus dan peningkatan tersebut lebih tinggi pada bayi dengan infeksi sistemik dibandingkan dengan tanpa infeksi.

Perubahan keseimbangan homeostasis akan terjadi apabila terdapat dominasi salah satu sitokin proinflamasi atau antiinflamasi. Dominasi dari sitokin proinflamasi akan menimbulkan renjatan dan disfungsi organ, sebaliknya bila sitokin antiinflamasi berlebihan akan terjadi supresi terhadap sistem imun.

Berbagai penelitian eksperimental maupun studi klinis banyak dilakukan dalam mempelajari cascade inflamasi ini. Dalam suatu studi eksperimental pada hewan coba, penyuntikan TNF-a dan IL-1 memperlihatkan perubahan

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 5

Page 6: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

fisiologis yang sejalan dengan cascade inflamasi. Selanjutnya apabila dilakukan rintangan aktifitas IL –1 dengan reseptor antagonis IL-1 (IL-1ra) ternyata hal ini melindungi binatang dari kematian akibat bakteremia dan endotoksemia.7,20,21

Hasil ini menunjang hipotesis yang mengemukakan bahwa pengurangan tingkat sirkulasi TNF-a dan IL-1 dalam sirkulasi akan memperlemah perkembangan cascade sepsis dan memungkinkan dipergunakannya terapi anti sitokin dalam menurunkan angka kematian karena syok septik pada pasien sepsis.

Pembentukan sitokin juga mempunyai arti penting dalam menentukan diagnosis dini proses sepsis neonatal. Kuster dkk. melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul.6 Konsep baru mengenai cascade inflamasi seperti dijelaskan di atas ini mempunyai arti yang penting dalam manajemen pasien, sehingga komplikasi jangka panjang yang mengganggu tumbuh kembang bayi dapat dihindarkan. Diagnosis sepsis neonatal.

Pada masa neonatus, diagnosis dini sepsis penting artinya karena penyakit ini berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi. Selain itu keterlambatan pengobatan akan berpengaruh terhadap prognosis pasien. Dalam menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :

Faktor risiko Gambaran Klinik Pemeriksaan penunjang

Ketiga faktor ini akan saling menunjang karena salah satu faktor saja sulit dipakai sebagai pegangan dalam menegakkan diagnosis.

Faktor risiko sepsis neonatus Faktor risiko sepsis dapat bervariasi tergantung awitan sepsis yang

diderita pasien. Pada awitan dini di Divisi Perinatologi FKUI/RSCM factor risiko ini dikelompokkan dalam 2 kelompok yaitu: 22

Faktor risiko mayor

Ketuban pecah > 24 jam Ibu demam; saat intrapartum suhu > 38° C Korioamnionitis Denyut jantung janin yang menetap > 160x/menit Ketuban berbau

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 6

Page 7: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Faktor risiko minor

Ketuban pecah > 12 jam Ibu demam; saat intrapartum suhu > 37,5° C Nilai Apgar rendah ( menit ke-1 < 5 , menit ke-5 < 7 ) Bayi berat lahir sangat rendah ( BBLSR ) < 1500 gram Usia gestasi < 37 minggu Kehamilan ganda Keputihan pada ibu yang tidak diobati. Ibu dengan infeksi saluran kemih (ISK) / tersangka ISK yang tidak diobati.

Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi,

harus tetap mendapatkan perhatian khusus. Bila terdapat faktor risiko mayor dan 2 faktor risiko minor maka diagnosis sepsis harus dilakukan secara proaktif dengan memperhatikan gejala klinis serta dilakukan pemeriksaan penunjang sesegera mungkin . Perhatian khusus ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien sepsis neonatal diharapkan dapat diperbaiki.

Pada awitan lambat faktor risiko infeksi sangat tergantung kepada lingkungan tempat perawatan bayi. Beberapa faktor tersebut antara lain ialah adanya infeksi silang dan infeksi nosokomial, pelayanan a/antisepsis yang tidak optimal serta petugas/sarana/pra sarana yang tidak memadai.

Gambaran klinis sepsis neonatal Gambaran klinis pasien sepsis neonatal tidak spesifik. Gejala-gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus, namun tragisnya keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya kuman. Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat terlihat dalam tabel 2. 3,23,24

Bervariasinya gejala klinik ini merupakan penyebab sulitnya diagnosis pasti pasien. Karena itu pemerikasaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya perlu dilakukan.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 7

Page 8: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Tabel 2 : Gambaran klinis pasien sepsis/meningitis neonatus

Frekuensi Gejala klinis Aminullah ,

1993 Shattuck, 1992

Pong A, 2003

Gangguan minum 100% 35% 48% Letargi/tampak sakit berat 100% Gangguan nafas/dispnea 59% 27% 33% Ikterus/hiperbilirubinemia 55% Jittery/Iritabel 16% 62% 60% Kejang 48% 19% 42% Gangguan serebral(spastis,paresis) 23% Hipertermia/hipotermia 34% 46% 60% Serangan apnea 20% 15% 31% Gangguan gastrointestinal 14% 12% 20%

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang mempunyai arti penting dalam upaya memberikan konfirmasi diagnosis infeksi pada neonatus. Beberapa pemeriksaan yang saat ini dianjurkan untuk segera dilakukan pada pasien sepsis neonatal antara lain ialah : Pemeriksaan darah

Pemeriksaan ini dikenal dengan istilah Septic work up. Dalam tindakan tersebut dilakukan antara lain pemeriksaan biakan darah. Sampai saat ini hasil biakan darah merupakan baku emas dalam menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari.25 Selain itu hasil juga dipengaruhi oleh kemungkinan pemberian antibiotika sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman nosokomial. Hasil kultur perlu dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik.

Pemeriksaan lain dalam septic-work up adalah pemeriksaan komponen-komponen darah. Pada sepsis neonatal trombositopenia dapat ditemukan pada 10-60% pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000 dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan.

Sel darah putih dianggap lebih sensitif dalam menunjang diagnosis ketimbang hitung trombosit. Enam puluh persen pasien sepsis biasanya disertai perubahan hitung sel. Gambaran sel darah putih pasien tidak spesifik. Pasien dapat memperlihatkan gambaran leukopeni ataupun leukositosis (Nilai normal leukosit neonatus 5000/uL - 25.000/uL).

Selain hitung leukosit, rasio antara neutrofil immature dan neutrofil total (rasio I/T) sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatal.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 8

Page 9: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Sensitifitas rasio I/T ini 60-90% sehingga diagnosis sepsis , perlu disertai kombinasi dengan gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang lain.26

Pemeriksaan C-reactive protein.

C-reactive protein (CRP) adalah protein yang timbul pada fase akut kerusakan jaringan dan biasanya meningkat pada 50-90% pasien sepsis neonatal. Peninggian kadar CRP ini terjadi 24 jam setelah terjadi sepsis, meningkat pada hari ke 2-3 sakit dan menetap tinggi sampai infeksi teratasi dan menurun kembali setelah penyembuhan. Karena protein ini dapat meningkat pada berbagai kerusakan jaringan tubuh, pemeriksaan ini tidak dapat dipakai sebagai indikator tunggal dalam menegakan sepsis neonatal. Nilai CRP akan lebih bermanfaat bila dilakukan secara serial karena dapat memberikan informasi respons pemberian antibiotika serta dapat pula dipergunakan untuk menentukan lamanya pemberian pengobatan dan kejadian kekambuhan pada pasien dengan sepsis neonatal.27,28

Pemeriksaan cairan serebrospinal

Meningitis merupakan salah satu komplikasi yang perlu dipertimbangkan pada pasien sepsis neonatal. Sehubungan dengan itu pemeriksaan cairan serebrospinal dengan melakukan pungsi lumbal merupakan indikasi yang perlu dikerjakan pada semua neonatus tersangka sepsis kecuali pada bayi yang tidak stabil misalnya penderita sindrom gangguan nafas atau bayi dengan penyakit berat lainnya.12 Selain dilakukan pemeriksaan kultur, diperiksa pula jumlah sel darah putih, diferensiasi sel, konsentrasi protein, glukosa serta pewarnaan Gram untuk identifikasi macam kuman.

Pewarnaan Gram tersebut dilaporkan dapat dipakai sebagai penunjang diagnosa dini pasien sepsis. Hampir 61 % bayi pasien yang disebabkan kuman Gram negative,dapat di diagnosis melalui pemeriksaan pewarnaan Gram.11

Pemeriksaan penunjang lain .

Upaya lain banyak dilakukan dalam rangka pendekatan diagnosis. Pemeriksaan-pemeriksaan seperti granulocyte colony-stimulating factor dan prokalsitonin juga telah diteliti dalam upaya tersebut, namun semuanya masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Saat ini telah dikembangkan metode Latex Particle Agglutination (LPA) dan Countercurrent immunoelectrophoresis(CIE) untuk pemeriksaan terhadap Streptococcus grup B dan E. coli. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bila hasil kultur negatif atau dikhawatirkan negatif karena pemberian antibiotika maternal intrapartum.29

Akhir-akhir ini di beberapa Negara maju pemeriksaan biomolekuler dikerjakan guna menentukan diagnosis dini pasien sepsis. Dibandingkan dengan biakan darah, pemeriksaan ini dilaporkan mampu lebih cepat memberikan informasi jenis kuman.. Di beberapa kota besar Inggris, pemeriksaan cara ini telah dapat dilakukan pada semua fasilitas laboratorium guna deteksi dini

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 9

Page 10: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

kuman tertentu antara lain N. meningitidis dan S pneumoniae. Selain manfaat untuk deteksi dini, Polymerase Chain Reaction (PCR) mempunyai kemampuan pula untuk menentukan prognosis pasien sepsis neonatal.5

Selanjutnya dikemukan bahwa studi PCR secara kuantitatif pada kuman dibuktikan mempunyai kaitan yang erat dengan beratnya penyakit. Apabila studi dan sosialisasi pemeriksaan semacam ini telah berkembang dan terjangkau diharapkan cara pemeriksaan ini dapat pula bermanfaat untuk penatalaksanaan dini dan sekaligus memperbaiki prognosis pasien.

Konsep baru dalam bidang infeksi yang berkaitan dengan perubahan fisiologik sistem imun memberikan peluang pula dalam menunjang diagnosis sepsis neonatal. Pembentukan sitokin proinflamasi (IL-2, IL-6, IFN-g, TNF-a) dan anti inflamasi (IL-4, IL-10) yang terlihat pada proses sepsis neonatus mempunyai arti penting karena mampu menunjang diagnosis infeksi secara dini.. Kuster dkk. melaporkan bahwa sitokin yang beredar dalam sirkulasi pasien sepsis dapat dideteksi 2 hari sebelum gejala klinis sepsis muncul.6

Kedua pemeriksaan terakhir, pemeriksaan biomolekuler ataupun respons imun, memerlukan teknologi kedokteran yang lebih canggih dan biaya mahal yang mungkin belum bisa terjangkau oleh sebagian besar Negara berkembang. Penatalaksanaan sepsis neonatal

Pada kenyataannya untuk menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan membutuhkan waktu, sedangkan pengobatan harus secepatnya dilaksanakan guna menghindarkan komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut pengobatan antibiotika secara empiris perlu dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di klinik tersebut. Selain pola kuman hendaknya diperhatikan pula resistensi kuman di masing-masing pusat kesehatan. Segera setelah didapatkan hasil kultur darah, maka jenis antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab dan pola resistensinya.

Pemberian pengobatan pasien sebaiknya dengan memberikan antibiotika kombinasi. Hal ini dilakukan selain untuk memperluas cakupan terhadap mikroorganisme patogen, juga penting untuk mencegah resistensi.

Divisi Perinatologi RSCM menggunakan obat golongan Ceftasidim sebagai antibiotika pilihan pertama.22 Dosis yang dianjurkan 50 – 100 mg/kgBB/kg (tergantung berat ringannya gejala sepsis), diberikan 2 kali sehari. Beberapa kuman Gram negatif saat ini hanya sensitif terhadap imipenem atau meropenem dengan dosis 25 mg/kgBB/dosis. Frekuensi pemberian 2 kali sehari.

Dalam kepustakaan dikemukakan bahwa kuman Streptokokus Grup B dan kuman Gram Positip lainnya masih sensitif terhadap Penicillin (dosis 100000-200000 U/kgBB/hari) atau ampisilin (dosis 100-200 mg/kgBB/hari). Sedangkan kuman Listeria masih sensitif terhadap kombinasi antibiotika ampisilin dan

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 10

Page 11: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

aminoglikosid serta golongan Pseudomonas biasanya sensitif terhadap sefalosporin.

Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Streptokokus dan Listeria, pemberian antibiotika dianjurkan selama 10-14 hari, sedangkan penderita yang disebabkan kuman Gram Negatif pengobatan kadang-kadang diteruskan sampai 2-3 minggu. Tata laksana inkonvensional

Mortalitas sepsis neonatal sampai saat ini masih cukup tinggi dan berkisar antara 20-40%. Salah satu faktor yang mungkin turut berperan dalam tingginya mortalitas adalah sistem imunologik bayi yang belum berkembang sempurna. Walaupun pemberian antibiotika masih merupakan tatalaksana utama pengobatan sepsis neonatal, berbagai upaya pengobatan inkovesional banyak dilaporkan dalam upaya memperbaiki mortalitas bayi.30 Beberapa bentuk pengobatan yang sering dikemukakan dalam kepustakaan antara lain : Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)

Pada bayi dengan sepsis pemberian FFP biasanya diberikan apabila ditemukan gangguan koagulasi. Gangguan koagulasi yang sering dihadapi pasien adalah Diseminasi koagulasi intravaskular (Disseminated Intravascular Coaagulation – DIC). Di samping faktor koagulaasi, FFP juga mengandung antibodi, komplemen, dan protein lain seperti C-reactive protein dan fibronectin. Walaupun FFP mengandung antibodi protektif tertentu, namun dalam dosis 10 mL/kg, jumlah antibodi tidak adekuat untuk mencapai kadar proteksi pada tubuh bayi. Pada pemberian secara kontinu ( seperti 10 mL/kg setiap 12 jam ) maka kadar proteksi baru dapat dicapai. Studi yang dilaporkan oleh Acuna et al mengemukakan bahwa pada kenyataannya FFP hanya meningkatkan IgA dan IgM bayi tanpa meningkatkan kadar IgG. Selanjutnya dikemukakan dengan tersedianya gammaglobulin intravena (Intravena Immunoglobulin - IVIG), pemberian IVIG ini akan lebih aman dalam menghindarkan efek samping pemberian FFP.31

Transfusi tukar

Secara teoritis, transfusi tukar dengan menggunakan whole blood segar pada sepsis neonatorum bertujuan 32,33 :

1. mengeluarkan/mengurangi toksin atau produk bakteri serta mediator-

mediator penyebab sepsis 2. memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan

kapasitas oksigen dalam darah 3. memperbaiki sistem imun dengan adanya tambahan neutrofil dan

berbagai antibodi yang mungkin terkandung dalam darah donor.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 11

Page 12: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Transfusi tukar juga mempunyai beberapa kelemahan seperti kesulitan

teknik pelaksanaan, mempunyai potensi menimbulkan infeksi dan reaksi transfusi. Belum ada penelitian berskala besar untuk menguji efikasi dan keamanannya sehingga transfusi tukar tidak dianjurkan sebagai terapi sepsis secara umum..

Pemberian immunoglobulin secara intravena (IVIG)

Pemberian immunoglobulin dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan antibodi tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih. Manfaat pemberian IVIG sebagai tatalaksana tambahan pada penderita sepsis neonatal masih bersifat kontroversi. Boehme U et al melaporkan adanya penurunan mortalitas bayi prematur secara bermakna pada pemberian IVIG, sedangkan peneliti lain tidak memperlihatkan perbedaan.34 Studi multisenter yang dilakukan oleh Weisman dkk melaporkan adanya penurunan mortalitas pasien pada 7 hari pertama, tetapi kelangsungan hidup selanjutnya tidak berbeda bermakna.35 Dalam suatu studi metanalisa yang dilakukan terhadap 4933 bayi yang mendapatkan profilaksis IVIG dan 110 bayi menerima IVIG sebagai terapi sepsis dilaporkan bahwa pemberian IVIG tersebut lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususnya pada bayi BBLR) dibandingkan bila dipakai sebagai terapi standard sepsis.36

Pemberian Granulocyte Colony Stimulating Factor (G-CSF) and Granulocyte-Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF)

Sistem granulopetik pada bayi baru lahir, khususnya bayi kurang bulan, masih belum berkembang baik. Neutropenia sering ditemukan pada pasien sepsis neonatal dan keadaan ini terutama terjadi karena defisiensi G-CSF dan GM-CSF.37 Pemberian G-CSF secara langsung akan memperbanyak neutrofil dalam sirkulasi karena produksi dan pelepasan neutrofil dari sumsum tulang meningkat.38 Berbagai studi telah membuktikan bahwa pemberian G-CSF walaupun dapat menigkatkan jumlah hitung neutrofil tetapi tidak memperlihatkan perbaikan dalam angka kematian pasien.38,39 Karena itu pemberian rutin G-CSF sampai saat ini tidak dianjurkan, tetapi beberapa klinik menggunakannya dengan dosis 10 ug/kg/hari pada pasien dengan neutropenia yang tidak memperlihatkan perbaikan dengan pemberian IVIG. 30

Penatalaksanaan imunologik sepsis neonatal.

Seperti telah dikemukakan terdahulu bahwa dalam 10 tahun terakhir ini telah diajukan konsep baru dalam bidang infeksi yang dikenal dengan "systemic inflammatory response syndrome" (SIRS). Konsep ini menggambarkan patofisologi baru dalam cascade inflamasi yang agak berbeda dengan gambaran

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 12

Page 13: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

yang dianut sebelumnya.13 Pada pasien SIRS ditemukan perubahan fisiologik sistem imun, baik humoral maupun seluler, yang berupaya untuk mengimbangi atau melakukan reaksi eliminasi mikroba melalui pembentukan berbagai komplemen dan antibodi. Pelaporan ini mempunyai arti yang penting dalam manajemen pasien. Pada bayi dengan risiko dimungkinkan merencanakan penatalaksanaan sepsis secara lebih efisien dan efektif sehingga komplikasi jangka panjang yang mengganggu tumbuh kembang bayi dapat dihindarkan. Berbagai penelitian eksperimental maupun studi klinis banyak dilakukan untuk menghambat cascade inflamasi ini. Salah satu cara adalah dengan menurunkan aktivitas biologis dari IL-1 dan TNF-a. Dalam suatu studi eksperimental pada hewan coba, penyuntikan TNF-a dan IL-1 memperlihatkan perubahan fisiologis yang sejalan dengan cascade inflamasi. Selanjutnya apabila dilakukan rintangan aktifitas IL –1 dengan reseptor antagonis IL-1 (IL-1ra) ternyata dapat melindungi binatang dari kematian akibat bakteremia dan endotoksemia40,41,42 Hasil ini memperkuat hipotesis yang mengemukakan bahwa pengurangan tingkat sirkulasi TNF-a dan IL-1 dalam sirkulasi akan memperlemah perkembangan secara dini cascade sepsis dan memeperkuat pula kemungkinan penggunaan terapi anti sitokin dalam menurunkan angka kematian karena syok sepstik pada pasien sepsis. Studi klinis pemberian terapi IL-1ra dan anti TNF-a pada penderita sepsis baru merupakan penelitian pendahuluan. Apabila studi klinik ini dapat dilakukan pada pasien dengan hasil seperti pada penelitian eksperimental, diharapkan tata laksana pasien akan menjadi lebih optimal.

Penatalaksanaan inkonvesional lain.

Selain upaya yang telah dibahas di atas beberapa tatalaksana lain dilakukan pula dalam rangka mengatasi mortalitas dan morbiditas sepsis neonatal. Pemberian transfusi granulosit dikemukakan dapat memperbaiki pengobatan pada penderita. Hal ini dilakukan karena produksi dan respons fungsi sel darah putih yang menurun pada keadaan sepsis neonatal. Demikian pula pemberian tranfusi packed red blood cells dikemukakan dapat bermanfaat dalam terapi sepsis neonatal. Alasan yang dikemukakan dalam pemberian transfusi ini adalah untuk mengatasi keadaan anemia dan menjamin oksigenisasi jaringan yang optimal pada pasien sepsis.30,33 Dalam kepustakaan dikemukankan pula peran kortikosteroid dalam sepsis neonatal. Manfaat terapi kortikosteroid intravena ini masih kontroversial. Pemberian obat ini dapat dianjurkan apabila bayi menderita syok septic yang ditandai dengan adanya hipotensi yang tidak berreaksi terhadap pemberian cairan atau catecholamines. Pada keadaan ini dapat diberikan hydrocortisone dengan dosis 2 mg/kg BB/hari.43

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 13

Page 14: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

Kepustakaan : 1. Child Health Research Project Special Report : Reducing Perinatal and Neonatal

mortality, Report of a meeting, Baltimore, Maryland, 1999; 3(1):6-12. 2. Gerdes JS ; Diagnosis and management of bacterial infections in the neonatae. Pediat

Clin N Am 2004, 51: 939-959 3. Shattuck KE, Chonmaitree T : The changing spectrum of neonatal meningitis over a

fifteen-year period. Clin Pediatr 1992, 31:130-136. 4. Bellig LL, Ohning BL : Neonatal sepsis. Home page eMedicine

http://www.emedicine.com/ped/topic2630.htm. 5. Moodi N, Carr R : Promising stratagems for reducing the burden of neonatal sepsis. Arch

Dis Child Fetal Neonatal Ed 2000; 83:F150-F153. 6. Kuster H, Weiss M, Willeitner AE, et al. Interleukin-1 receptor antagonist and

interleukin-6 for early diagnosis of neonatal sepsis 2 days before clinical manifestation. Lancet. 1998;352:1271-1277.

7. Fisher CJ, Agosti JM, Opal SM, et al. Treatment of septic shock with the tumour necrosis factor: Fc fusion protein. N Engl J Med 1996; 334:1697–702.

8. Aminullah A, Rohsiswatmo R, Amir I, Situmeang E, Suradi R,: Etiology of Early and Late Sepsis in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital (Preliminary Report). Abstract 12th National Congress of Child Health and 11th Asean Pediatric Federetion Conference, Bali, 2002; p. 125.

9. Aggarwal R, Sarkar N, Deorari AK, Paul VK : Sepsis in the newborn. Indian J Pediatr 2001; 68:1143-7. Abstract.

10. Asril Aminullah : Perinatologi – Dari rahim ibu menuju sehat sepanjang hayat; Pidato pengukuhan Guru Besar Tetap FKUI, 28 Januari 2004.

11. Unhanand M, Mustafa MM, McCracken GH Jr, Nelson JD : Gram negative enteric bacillary meningitis : a twenty-one-year experience. J Pediatr 1993; 122(1):15-21. 92.

12. Heath P T, Nik Yusoff N K, Baker C J: Neonatal meningitis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003;88:F173–F178.

13. Bone RC. Immunologic dissonance: a continuing evolution in our understanding of the systemic inflammatory response syndrome and the multiple organ dysfunction syndrome. Ann Intern Med1996;125:690–1.

14. Proulx F, Fayon M, Farrel C, et al: Epidemiology of sepsis and multiple organ dysfunction syndrome in children. Chest 1996; 109: 1033-1037.

15. Kempley ST, Murdoch E. Splanchnic haemodynamicdisturbances in perinatal sepsis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2000; 83:F139-F142.

16. Tantaleán JA, León RJ, Santos AA, Sánchez E. Multiple Organ Dysfunction Syndrome in Children. Pedatr Crit Care Med 4(2), 2003.

17. Ng P C, Li K, Wong R P O et al, Proinflammatory and anti-inflammatory cytokine responses in preterm infants with systemic infections Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2003;88:F209–F213.

18. Pinsky MR, Vincent JL, Deviére J, et al. Serum cytokine levels in human septic shock: relation to multiple-system organ failure and mortality. Chest 1993;103:565–75.

19. Dinarello CA. Proinflammatory Cytokines, Chest 2000; 118:503–508. 20. Gerard C, Bruyns C, Marchant A, et al. Interleukin 10 reduces the release of tumor

necrosis factor and prevents lethality in experimental endotoxemia. J Exp Med1993;177:547–50.

21. Howard M, Muchamuel T, Andrade S, et al. Interleukin 10 protects mice from lethal endotoxemia. J Exp Med 1993;177:1205–8.

22. Sepsis neonatal. Standard Pelayanan Medik Divisi Perinatologi FKUI/RSCM, 2004. 23. Pong A, Bradley JS. Bacterial meningitis and the newborn infant. Infect Dis Clin North

Am. 1999; 13:711-33.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 14

Page 15: Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya

SIMPOSIUM NASIONAL Perinatologi & Pediatri Gawat Darurat 2005

IDAI Cabang Kalimantan Selatan Banjarmasin, 12 – 13 Februari 2005

24. Aminullah A : Beberapa masalah meningitis neonatal di bangsal bayi-baru-lahir FKUI/RSCM. Perinatologi menjelang tahun 2000, Diagnosis antenatal – Neurologi Perinatal, Editor TS Pusponegoro, 1993 hal 179-187.

25. Kumar Y, Qunibi M, Neal TJ, Yoxall CW : Time to positivity of neonatal blood cultures Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;85:F182-F186 ( November ).

26. DaSilva O, Ohlsson A, Kenyon C. Accuracy of leukocyte indices and C-reactive protein for diagnosis of neonatal sepsis; A critical review. Pediatr Infect Dis J 1995; 15: 362-366.

27. Berger C, Uehlinger J, Ghelfi D et al. Comparison of C-reactive protein and white cell count with differential in neonates at risk for septicaemia. Europ J Pediatr 1995; 154(2) : 138-144.

28. Kawamura M, Nishida H. The usefulness of serial C-reactive protein measurements in managing neonatal infection. Acta Paediatr 1995; 84: 10-13.

29. Rabais GP, BronfinDR, Daum RS.Evaluation of a commercially available latex agglutination test for rapid diagnosis of Group B Streptococcal infection. Pediatr Infect Dis 1987; 6:177-81.

30. Weiss MD.;. Burchfield DJ, Adjunct Therapies to Bacterial Sepsis in the Neonate NBIN 2004, 4(1):46-50.

31. Acunas BA, Peakman M, Liossis G, et al. Effect of fresh frozen plasma and gammaglobulin on humoral immunity in neonatal sepsis. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 1994;70:F182-F187.

32. Vain, N.E., Mazlumian, J.R. & Swarmer, O.W., et al. Role of exchange transfusion in the treatment of severe Septicemia. . Pediatrics 1980; 66 ::693.

33. Murray NA, Roberts IA. Neonatal transfusion practice. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed.; 2003; 89(2) : F101-7

34. Boehme U, Sidiropoulos, Muralt GV, et al. Immunoglobulin supplementation in prevention and treatment of neonatal sepsis. Pediatr Infect Dis J 1986; 5 : S193-95.

35. Weisman LE, Stoll BJ, Kueser TJ, et al. Intravenous immune globulin therapy for early onset sepsis in premature neonates. J Pediatr 1992; 121 : 431-43.

36. Jenson HB, Pollock BH Meta-analyses of the Effectiveness of Intravenous Immune Globulin for Prevention and Treatment of Neonatal Sepsis. Pediatr 1997; 99 : e2

37. Mathur NB, Singh A, Sharma VK, et al. Evaluation of risk factors for fatal neonatal sepsis. Indian Pediatr 1996;33:817-822.

38. Murray JC, McClain KL, Wearden ME, et al. Using granulocyte colony-stimulating factor for neutropenia during neonatal sepsis. Arch Pediatr Adolesc Med 1994;148:764-766.

39. Bedford Russell AR, Emmerson AJ, Wilkinson N, et al. A trial of recombinant human granulocyte colony stimulating factor for the treatment of very low birthweight infants with presumed sepsis and neutropenia. Arch Dis Child Fetal Neonatal Ed 2001;84:F172-F176.

40. Gerard C, Bruyns C, Marchant A, et al. Interleukin 10 reduces the release of tumor necrosis factor and prevents lethality in experimental endotoxemia. J Exp Med1993;177:547–50.

41. Howard M, Muchamuel T, Andrade S, et al. Interleukin 10 protects mice from lethal endotoxemia. J Exp Med 1993;177:1205–8.

42. Fisher CJ, Agosti JM, Opal SM, et al. Treatment of septic shock with the tumour necrosis factor: Fc fusion protein. N Engl J Med 1996; 334:1697–702.

43. Seri I, Tan R, Evans J, et al. Cardiovascular effects of hydrocortisone in preterm infants with pressor-resistant hypotension. Pediatrics 2001;107:1070-1074.

Sepsis pada bayi baru lahir - masalah dan penatalaksanaanya. Hal : 15