Trauma Lahir dan Penatalaksanaanya

47
TRAUMA LAHIR DAN PENATALAKSANAANNYA Oleh Dr. Bambang Haryanto, Sp.A

description

Kemajuan di bidang obstetri dan diagnosis prenatal berhasil menurunkan insiden trauma lahir.Sekitar 2 % kematian neonatus disebabkan trauma lahir.Kurun waktu 1979-1985 angka kematian neonatus akibat trauma lahir menurun drastis dari 64,2% menjadi 7,5 % per 100.000 kelahiran hidup. (Laroia N, 2006)Trauma lahir tetap merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus yang cukup bermakna.Trauma lahir juga berpotensi menimbulkan tuntutan hukum.Beberapa kasus dapat mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan fisik maupun gangguan perkembangan dikemudian hari.Kasus trauma lahir banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari, kadang sebagai praktisi kesehatan kita menemui masalah dalam diagnosis, tatalaksana serta menjelaskan masalah pada orang tua.

Transcript of Trauma Lahir dan Penatalaksanaanya

  • TRAUMA LAHIR DAN

    PENATALAKSANAANNYA

    Oleh

    Dr. Bambang Haryanto, Sp.A

  • Pendahuluan Kemajuan di bidang obstetri dan diagnosis prenatal berhasil

    menurunkan insiden trauma lahir. Sekitar 2 % kematian neonatus disebabkan trauma lahir. Kurun waktu 1979-1985 angka kematian neonatus akibat trauma

    lahir menurun drastis dari 64,2% menjadi 7,5 % per 100.000 kelahiran hidup. (Laroia N, 2006)

    Trauma lahir tetap merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas neonatus yang cukup bermakna.

    Trauma lahir juga berpotensi menimbulkan tuntutan hukum. Beberapa kasus dapat mengancam nyawa, menyebabkan kecacatan

    fisik maupun gangguan perkembangan dikemudian hari.

    Kasus trauma lahir banyak dijumpai dalam praktek sehari-hari, kadang sebagai praktisi kesehatan kita menemui masalah dalam diagnosis, tatalaksana serta menjelaskan masalah pada orang tua.

  • Faktor Risiko Trauma LahirTiga aspek yang berperan dalam trauma lahir yaitu :

    1. Faktor Ibu

    Jalan lahir yang kaku : Primipara, multipara, malformasi dan panggul sempit.

    2. Faktor bayi Makrosomia, kepala bayi yang besar, anomali fetus Disproporsi sefalopelvik Distokia bahu Presentasi abnormal (bokong, muka, dahi dan letak lintang Prematur Partus presipitatus

    3. Faktor luar (tindakan persalinan) Pemakaian forsep, vakum Tindakan versi-ekstraksi

  • Jenis Trauma lahir1. Kepala

    Ektrakranial : kaput suksedaneum, sefal hematom, perdarahan subgaleal

    Kranial : fraktur linier, fraktur kompresi, osteodiastasis oksipital Intrakranial :

    Perdarahan epidural, subdural, subaraknoid Perdarahan intraventrikular,intraserebral, intraserebelar

    (jarang).

    2. Wajah Hidung : dislokasi septum nasi Mata : perdarahan retina, subkonjungtiva, edema dan laserasi

    palpebra, perdarahan vitreus,retinopati, edema dan abrasi kornea.

    3. Leher : tortikolis muskular kongenital

    4. Medula Spinalis Saraf tepi : kelumpuhan pleksus brakialis, pleksus lumbosakral,

    nervus fasislis, nervus frenikus, nervus laringeus

    5. Tulang panjang : fraktur klavikula, femur dan humerus

  • Trauma Kepala

    A. Trauma lahir ekstrakranial Ditemukan berupa benjolan dikulit kepala saat

    proses kelahiran, atau hari pertama setelah lahir.

    Sebagian besar akan hilang dengan sendirinya.

    Perdarahan subgaleal dapat mengancam jiwa,harus diketahui secara dini dan segera diobati.

  • Tabel 1. Diagnosis banding benjolan kulit kepalaAnamnesis Pemeriksaan Pemeriksaan

    penunjang atau diagnosis yang sudah

    diketahui

    Kemungkinan diagnosis

    -Benjolan terjadi pada saat lahir, bertambah jelas dalam 24 jam-Lahir dengan ekstraksi vakum

    -Benjolan seluruh kulit kepala-Teraba lunak-Nyeri tekan-Pucat bertambah-Denyut jantung >160x/menit-Frekuensi nafas > 60 x/menit-Lingkar kepala bertambah

    -asfiksia neonatorum Perdarahan subaponeurotik (perdarahan subgaleal)

    -Benjolan terjadi pada saat lahir

    -Benjolan di daerah presentasi kepala, lunak dan tidak fluktuasi-Maulase dan tulang parietal saling tumpang tindih-Bayi tampak sehat

    Kaput suksadeneum

    -Benjolan terjadi beberapa jam setelah lahir

    -Benjolan dibatasi oleh sutura-Teraba fluktuasi dalam benjolan-Bayi tampak sehat

    - sefalhematoma

    -benjolan terjadi pada saat lahir-lahir dengan ekstraksi vakum

    -benjolan dilokasi pemasangan vakum-bayi tampak sehat

    - Chignon

    Diagnosis pada kolom sebelah kanan tidak dapat ditegakkan apabila temuan yang dicetak tebal tidak dijumpai pada bayi. Temuan yang dicetak tebal juga tidak menjamin tegaknya diagnosis. Temuan lain yang tidak dicetak tebal merupakan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis, tetapi bila tidak dijumpaitidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis.

  • 1. Kaput Suksedaneum

    Terkumpulnya cairan serosanguinus dijaringan subkutan diatas periosteum

    Terjadi akibat tekanan uterus dan serviks uteri terhadap kepala bayi

    Lokasi tersering daerah verteks Menyebrangi sutura Manifestasi klinik berupa

    pembengkakan jaringan lunak yang terletak superfisial

    Tidak diperlukan tatalaksana khusus

    Akan menghilang dalam beberapa hari.

  • 2. Sefalhematom Angka kejadian 1-2 %

    Terkumpulnya darah di daerah subperiosteal akibat robeknya pembuluh darah di daerah tersebut.

    Manifestasi klinis berupa pembengkakan di daerah parietal atau oksipetal dan tidak menyebrangi sutura.

    Kasus ringan tidak memerlukan terapi dan menghilang dalam beberapa hari

    Kadang perkapuran dan menyebabkan penonjolan tulang selama beberapa hari

  • Sefalhematom

  • Sefalhematom

    Sefalhematom berat : dapat menyebabkan anemia, hipotensi, dan hiperbilirubinemia Sering disertai fraktur tulang kepala (< 5%) Bila terdapat kelainan neurologi atau curiga fraktur kompresi,

    lakukan foto kepala atau CT-Scan untuk menyingkirkan lesi intrakranial.

    Tatalaksana : Yakinkan ibu bahwa keadaan bayi tidak mengkhawatirkan dan

    akan menghilang dalam beberapa minggu. Bila kulit kepala terluka, berikan antibiotika dan lakukan drainase Nasihati ibu untuk membawa bayinya kembali, apabila bayinya

    kuning (ikterus)

  • 3. Perdarahan subgaleal

    Angka kejadian : 4 per 10.000 persalinan spontan 59 per 10.000 persalinan dengan

    ekstraksi vakum

    40 % kasus berhubungan dengan perdarahan intrakranial atau fraktur tulang kepala

    Perdarahan terjadi antara aponeorosis galea dan periosteum yag merupakan jaringan ikat longgar sehingga potensial menyebabkan perdarahan masif, yang mengakibatkan syok hemorhagik.

    Faktor risiko utama persalinan dengan vakum dan forsep.

    Faktor lain : makrosomia, bayi prematur dan partus presipitatus.

  • Perdarahan subgaleal

    Manifestasi klinis : Berupa masa kenyal berfluktuasi Menyebrangi sutura Timbul 4 jam setelah persalinan

    dan progresif dalam waktu 12-72 jam

    Kasus berat angka kematian 14-22%

    Faktor risiko kematian penurunan hematokrit > 25 %

    Prognosis jangka panjang baik.

  • Tatalaksana Perdarahan Subgaleal

    Umumnya bersifat suportif Beri vit K1 1mg IM dosis tunggal, walaupun bayi sudah mendapat vit K1 saat

    lahir.

    Periksa gol darah, transfusi bila diperlukan Ukur lingkar kepala (LK) dan ulangi tiap 6 jam Bila LK bertambah atau menunjukkan tanda syok (akral dingin, pucat, denyut

    jantung >160x/menit, kesadaran menurun), pasang jalur IV beri cairan RL 20 ml/kgBB dalam waktu 10 menit, bila belum ada

    perbaikan ulangi sekali lagi. Segera transfusi darah Ukur kadar Hb/24 jam. Bila Hb

  • Tatalaksana perdarahan subgaleal

    Setelah bayi stabil : Periksa lingkar kepala tiap hari Periksa tanda pucat, detak jantung, frekuensi nafas tiap 3 jam Siapkan cairan dan darah bila diperlukan

    Bila LK berkurang : Periksa tanda pucat, detak jantung, frekuensi nafas 2 kali sehari Lanjutkan pengamatan sampai bayi berumur 4 hari

    Bila LK bertambah : Pemantauan tiap jam, kadar Hb tiap hari Siapkan cairan dan darah sesuai indikasi

    Bila terjadi ikterus, beri terapi sinar (foto terapi) Bila kulit kepala terluka, beri antibiotika dan lakukan drainase

  • B. Trauma lahir kranial

    1. Fraktur liner tulang tengkorak

    Fraktur linier biasanya di daerah parietal Sering bersamaan sefalhematom Dapat ditemukan pada partus spontan Patogenesis berhubungan dengan kompresi forsep atau

    kompresi tulang tengkorak ketika melewati simpisis atau spina iskiadika.

    Sebagian besar tidak berbahaya dan tidak memerlukan terapi. Sebagian kecil kasus dapat ditemukan robekan durameter

    sehingga terbentuk kista leptomeningeal. Perlu dicurigai jika terdapat pertambahan lingkar kepala yang

    abnormal dan melebarnya fraktur.

  • 2. Fraktur Kompresi Pathogenesis sama dengan fraktur linier Manifestasi klinis ditemukan lekukan ke dalam tulang tengkorak CT-Scan untuk menyingkirkan adanya fragmen tulang di jaringan otak atau

    trauma intrakranial.

    Tatalaksana masih kontroversial. Terapi Non Bedah : dengan digital pressure, breast pump dan ekstraksi

    vakum cukup efektif.Indikasi : - kedalaman kurang 2 cm

    - Letak diatas sinus venosus mayor- Tidak ada gejala neurologis

    Terapi BedahIndikasi : - Jika terdapat fragmen tulang dalam otak

    - Ada defisit neurologi- Peningkatan tekanan intrakranial- Bocornya cairan serebrospinal

  • C. Trauma lahir Intrakranial1. Perdarahan

    epidural

    2. Perdarahan Subdural

    3. Perdarahan Subaraknoid

    4. Perdarahan intraserebral

  • 1. Perdarahan Epidural Angka kejadian 2,2 % Akibat robeknya arteri meningea media, vena besar atau sinus venosus. Sering berhubungan dengan sefal hematom dan fraktur linier tulang

    tengkorak, terutama daerah temporoparietal. 1,3

    Manifestasi Klinis : Sebagian besar muncul pada jam pertama Berupa gejala neurologis seperti :

    peningkatan tekanan intra kranial (UUB membonjol) Gejala lateralisasi (kejang fokal, pupil anisokor, deviasi mata ke satu sisi)

    Diagnosis : CT-Scan : hiperdensitas berbentuk koveks di daerah epidural Foto kepala untuk mendeteksi fraktur linier, terutama daerah temporoparietal

    Tatalaksana : Sebagian besar memerlukan tindakan bedah.

  • 2. Perdarahan Subdural

    Perdarahan tersering berhubungan dengan trauma lahir.

    Insiden :2,9 per 10.000 kelahiran hidup persalinan spontan, 8-10 per 10.000 kelahiran dengan forsep dan vacum.

    Terjadi karena robeknya vena dan sinus venosus pada beberapa lokasi khususnya daerah tentorial dan interhemisfer.

  • Manifestasi klinis Perdarahan Subdural

    Apnea (40-60%) Kejang Defisit neurologis fokal Letargi Hipotonia Gejala lain tergantung lokasi perdarahan

    Misal : perdarahan di fossa posterior memperlihatkan gejala kenaikan tekanan intrakranial, apnea, pupil ansiokor, deviasi mata dan koma.

    Gejala tampak dalam 24 jam pertama, meskipun ada yang baru timbul setelah 4-5 hari. 10, 12

  • Pemeriksaan penunjang : Ct-Scan (prosedur pilihan) USG kepala MRI bila terdapat perdarahan di fosa posterior Pemeriksaan koagulasi

    Tatalaksana : Tergantung luasnya lesi dan ada tidaknya kompresi batang otak. Tatalaksana bedah meliputi evakuasi perdarahan serta

    pemasangan VP-shunt bila terjadi hidrosefalus progresif

    Prognosis : Tergantung luasnya lesi dan ada tidaknya lesi intraparenkim. Bayi tanpa perdarahan intraparenkim, 70 % memperlihatkan

    perkembangan normal pada saat follow up (Perrin, 1997)

  • 3. Perdarahan Subaraknoid

    Angka kejadian : berkisar 1,3 per 10.000 kelahiran pada persalinan normal hingga 2-3 per 10.000 pada persalinan dengan ekstraksi

    forsep dan vakum.

    Meningkat pada bayi prematur dan bayi dengan asfiksia. Terjadi karena robeknya vena di ruang subaraknoid atau

    vena-vena kecil di leptomeningeal

    Manifestasi klinis : Kejang (sering timbul pada hari kedua) Fase interiktal pemeriksaan neurologis normal Iritabel, Penurunan kesadaran

  • Perdarahan subaraknoid

    Diagnosis : CT-Scan kepala Pungsi lumbal menunjukkan

    peningkatan sel darah merah

    Tatalaksana dan Prognosis : Perdarahan tidak massif akan

    sembuh sendiri tanpa intervensi.

    Prognosis jangka panjang baik jika tidak ditemukan trauma intrakranial atau trauma hipoksik-iskemik.

    Perdarahan yang luas menyebabkan terjadinya hidrosefalus

  • Trauma Leher(Tortikolis muskular kongenital)

    Angka kejadian 0,4%. Terdapat 3 tipe yaitu :

    1. Tortikolis dengan masa tumor (40%)2. Tortikolis muskular3. Tortikolis postural (tanpa ketegangan otot dan masa)

    Sebagian besar terjadi pada presentasi bokong dan persalinan dengan forsep.

    Beberapa kasus tidak berhubungan dengan trauma lahir Patogenesis, ada 2 teori :

    1. Akibat robeknya serabut otot atau fasia disertai terbentuknya hematom dan fibrosis

    2. Malposisi intrauterin atau perinatal menyebabkan iskemia, edema, dan fibrosis pada otot sternokleidomastoideus.

  • Tortikolis muskular kongenital

    Manifestasi klinsis : Terlihat umur 1-4 minggu Kepala miring ke arah lesi

    berputar ke sisi kontralateral, dagu sedikit terangkat.

    Kepala tidak dapat bergerak kesisi normal

    Dapat teraba tumor yang bersifat kenyal, terfiksir, lokasi dipertengahan otot sternokleidomastoideus

  • Tortikolis muskular kongenital Diagnosis dengan pemeriksaan fisik Tatalaksana berupa Fisioterapi peregangan pasif dan aktif. Prognosis tergantung derajat keterbatasan gerak pasif leher.

    Bila ROM (range of motion ) > 10 o , 91 % memiliki prognosis baik dengan terapi konservatif

    5 % memerlukan koreksi bedah. Tindakan bedah dilakukan bila setelah terapi konservatif 6 bulan

    tidak ada perbaikan.

    Bila tidak diterapi, tortikolis persisten akan menyebabkan Plagiosefaliditandai : oksiput ipsilateral membonjol dan oksiput mendatar di sisi

    kontralateral Fisura palpepbra yang rendah Deformitas telinga ipsiateral

  • Plagiosefali

  • PLAGIOSEFALI

    Sebelum terapi Sesudah terapi

  • Trauma Saraf Tepi

    1. Trauma Fleksus Brakhialis Angka kejadian 0,13-3,6

    % per 1000 kelahiran

    Faktor risiko :makrosomia, distokia bahu,persalinan dengan alat dan malpresentasi.

    Ada 3 tipe : 1. Erbs palsy2. Klumpkes palsy3. Trauma pada seluruh

    pleksus

  • Jenis

    Erbs palsy Klumpkes palsy Trauma seluruh pleksus

    Segmen terkena

    Angka kejadian

    Posisi

    Refleks genggam

    Refleks biseps

    Kelainan yang sering menyertai

    C5-C7

    90 %

    Waiters tip position(aduksi dan rotasi internal bahu, ekstensi siku, pronasi lengan bawah, pleksi pergelangan tangan dan jari) asimetri refleks Moro

    Positip

    negatip

    Trauma nervus frenikus : paralisis diafragma ipsilateral

    C8-Th1

    1%

    Kelumpuhan otot intrinsik tangan dan fleksor pergelangan tangan dan jari

    Negatip

    Positip

    Sindrom Horner (ptosis, miosis, anhidrosis) ipsilateral

    C5-Th1

    10%

    Flaksid

    Negatip

    negatip

    Tabel 2. Jenis Trauma Pleksus Brakhialis

    Sumber : IDAI (UKK Perinatologi), MNH-JHPIEGO, DepKes RI, 2005

  • Erb

  • ErbS Palsy

  • Trauma seluruh pleksus

  • Sindrom Horner

    Mata kanan :

    Ptosis, miosis

    dan anhidrosis

    ipsilateral

  • Tatalaksana trauma pleksus brakhialis Terapi konservatif untuk mencegah kontraktur Minggu pertama imobilisasi lengan menyilang abdomen bagian atas

    untuk mengurangi nyeri.

    Setelah 1 minggu, lakukan fisioterapi dengan latihan ROM pasif dari bahu, siku dan pergelangan tangan selama 3-6 bulan.

    Bila tidak ada perbaikan dalam 6 bulan diperlukan tindakan bedah (kontroversi).

    Perlu pemeriksaan elektrodiagnostik dan pencitraan (CT mielografi dan MRI) sebelum tindakan bedah.

    Prognosis : 90 % akan sembuh spontan Trauma segmen atas lebih baik dibandingkan trauma segmen

    bawah maupun seluruh pleksus. Prognosis sangat baik bila gerakan antigravitasi biseps dan bahu

    muncul pada usia 3 bulan. (Piatt JH, 2005)

  • 2. Trauma pleksus lumbosakral

    Jarang terjadi Segmen terkena Lumbal (L2-L4) dan sakral (L4-S3) Disebabkan traksi pada persalinan sungsang Manifestasi klinis : paralisis ekstremitas bawah Terapi : suportif Prognosis : sulit disimpulkan (jarang) Volve tahun 2000, melaporkan 1 pasien dengan disfungsi

    berat, memperlihatkan perbaikan yang cepat dimana hingga 3 tahun hanya ditemukan kelainan minimal

  • 3. Kelumpuhan nervus fasialis Angka kejadian 0,06-0,7% kelahiran Faktor risiko : ekstraksi forsep dan partus kala II lama (tekanan dari

    promontorium sakrum)

    Terjadi karena kompresi nervus pada saat keluar dari foramen stilomastoideus, atau ketika melintasi ramus mandibula.

    Kompresi menyebabkan pembengkakan jaringan sekitar nervus sehingga menyebabkan penekanan saraf. (Hughes CA, 1999)

    Manifestasi klinisBerupa kelumpuhan nervus fasialis perifer dengan gejala : Menghilangnya lipatan nasolabial Lagoftalmus Menghilangnya kemampuan mengernyitkan dahi pada sisi

    terkena Mulut miring kesisi lesi.

  • Prognosis : baik, > 90 % sembuh tanpa gejala sisa. Hampir semua sembuh dalam 2 minggu.

    Tatalaksana palsi wajah : Hindari kekeringan mata dengan pemberian cairan

    fisiologis atau salep mata 4 kali sehari sampai bayi dapat menutup matanya.

    Bila bayi tidak dapat minum, berikan dengan salah satu alternatif pemberian minum.

    Bila dapat minum dan tidak ada masalah lain, bayi boleh pulang.

    Evaluasi setelah 2 minggu untuk : Memastikan apakah palsi sudah sembuh Bila belum sembuh rujuk ke bagian rehabilitasi medik Jelaskan pada ibu bila dalam waktu satu tahun

    gerakan wajah masih terbatas , kemungkinan kelainan tersebut akan berlangsung lebih lama.

  • 4. Kelumpuhan nervus frenikus

    N. frenikus berasal dari segmen C3-C5

    Kelumpuhan saraf ini menyebabkan kelumpuhan diafragma ipsilateral (80% sisi kanan, 10% sisi kiri, sisanya bilateral)

    75 % berhubungan dengan trauma pleksus brakialis.

    Disebabkan tarikan leherdan lengan saat persalinan. (Laroia N, 2006)

    Sumber : 1999-2006, Cincinnati Children's Hospital Medical Center3333 Burnet Avenue, Cincinnati, Ohio 45229-3039513-636-4200 | 1-800-344-2462 | TTY: 513-636-4900

  • Kelumpuhan nervus frenikus

    Manifestasi klinis : Sesak nafas dan berkurangnya suara nafas pada sisi terkena Timbul hari pertama sampai 1 bulan Foto toraks memperlihatkan elevasi diafragma dan pergeseran

    mediastinum ke kontralateral. Konfirmasi dengan USG dan fluoroskopi untuk melihat gerakan

    paradoksal diafragma selama inspirasi.

    Tatalaksana : bersifat suportif Oksigen dan ventilasi mekanik bila gagal nafas Antibiotika karena risiko terjadi pneumonia Bila sesak nafas menetap dilakukan tindakan bedah (plikasi

    diafragma)

  • 5. Kelumpuhan nervus laringeus Angka kejadian 5-26% Meningkat dengan tindakan forsep Lesi biasanya unilateral, sisi kiri lebih sering terkena. Gejala :

    Stridor , sesak nafas, disfagia, hoarse cry, dan aspirasi. Diagnosis : laringoskopi Tatalaksana :

    Suportif tergantung beratnya gejala Umumnya sembuh spontan dalam waktu 4 minggu Kasus berat sembuh dalam waktu 6-12 bulan Pemberian makan dengan sonde untuk mencegah aspirasi Intubasi dan trakeostomi bila sesak nafas menetap.

  • Trauma Tulang Panjang(Fraktur)

    Dapat berupa : Fraktur klavikula, fraktur humerus, fraktur femur.

    Anamnesis : kesulitan lahir

    Pada pemeriksaan ditemukan : Gerakan abnormal atau posisi asimetris dari lengan

    dan tungkai Bengkak pada daerah tulang yang terkena Menangis apabila lengan, kaki atau bahu digerakkan.

  • Tatalaksana fraktur pada bayi baru lahir

    Tegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologi Hati-hati pada waktu mengangkat dan mengubah posisi bayi, ajari juga ibu.

    Hindari sedapat mungkin menggerakkan ekstremitas yang fraktur.

    Imobilisasi untuk mengurangi rasa sakit Terangkan pada ibu bahwa :

    fraktur akan sembuh spontan, biasanya tanpa gejala sisa akan teraba benjolan keras (kalus ) didaerah tulang yang patah pada

    umur 2-3 minggu. Hal tersebut adalah proses penyembuhan yang normal.

    Bayi dapat dipulangkan bila ibu mampu merawat bayi tanpa menimbulkan rasa sakit dan tidak ada masalah lain pada bayi

    Evaluasi pada umur 1 bulan Bila tidak sembuh atau ada deformitas rujuk ke RS yang ada fasilitas

    ortopedi.

  • KESIMPULAN

    Trauma lahir dapat dicegah dengan mengenali faktor risiko, pemantauan dan tindakan persalinan yang baik.

    Diagnosis tidak sulit asalkan kita memahami hubungan antara faktor risiko, mekanisme persalinan serta trauma lahir yang dapat ditimbulkan.

    Tatalaksana trauma lahir sebagian besar adalah konservatif, sehingga tindakan bedah yang berlebihan dapat dihindari.

  • TERIMA KASIH