Sepsis Berat Dan Shock Septik

download Sepsis Berat Dan Shock Septik

of 17

Transcript of Sepsis Berat Dan Shock Septik

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    1/17

    1

    SEPSIS BERAT DAN SHOCK SEPTIK

    Derek C. Angus, M.D., M.P.H., and Tom van der Poll, M.D., Ph.D.

    Sepsis adalah salah satu sindrom tertua dan paling sulit dipahami di dunia

    kedokteran. Hippocrates mengklaim bahwa sepsis merupakan proses dimana terjadi

    pembusukan daging, bau tidak sedap, dan pernanahan luka. Galen kemudian

    menganggap sepsis sebagai mekanisme alami, yang diperlukan untuk penyembuhan

    luka. Lalu dengan konfirmasi teori mikroorganisme oleh Semmelweis, Pasteur, dan

    lain-lain, sepsis dianggap sebagai infeksi sistemik yang sering dideskripsikan sebagai

    keracunan pada darah, dan diasumsikan sebagai hasil dari invasi pada inang oleh

    organisme patogenik yang kemudian menyebar dari aliran darah. Namun, dengan

    kemajuan antibiotik modern, teori mikroorganisme tidak begitu menjelaskan

    patogenesis dari sepsis: banyak pasien dengan sepsis meninggal meskipun eradikasi

    yang sukses terhadap patogen penyebabnya. Sehingga, peneliti menyarankan bahwa

    inang (host) dan bukan mikroorganisme yang mengendalikan patognesis dari sepsis.

    Pada tahun 1992, panelis internasional mendefinisikan sepsis sebagai respons

    inflamasi sistemik terhadap infeksi, mencatat bahwa sepsis dapat muncul pada

    respons terhadap berbagai penyebab infeksi dan bahwa septisemia bukan merupakan

    kondisi yang dibutuhkan atau membantu dalam penyembuhan. Panelis kemudian

    menyarankan penggunaan istilah sepsis berat / severe sepsis untuk mendeskripsikan

    kondisi dimana sepsis menjadi kompleks oleh disfungsi organ akut, dan mereka juga

    mengkodekan shock septik sebagai sepsis kompleks akibat hipotensi yang refrakter

    terhadap resusitasi cairan atau hiperlaktatemia. Pada tahun 2003, panelis konsensus

    kedua memperbaiki sebagian besar konsep ini, dengan menambahkan tanda-tanda

    respons inflamasi sistemik, seperti takikardia atau peningkatan leukosit, yang

    ditemukan pada banyak kondisi infeksi dan non infeksi sehingga tidak begitu

    membantu dalam membedakan sepsis dengan kondisi lain. Namun, istilah sepsis

    berat dan sepsis terkadang digunakan secara bergantian untuk mendeskripsikan

    sindrom infeksi yang lebih kompleks akibat adanya disfungsi organ akut.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    2/17

    2

    INSIDENS DAN PENYEBAB

    Insidens sepsis berat bergantung kepada seberapa akut disfungsi organ terjadi

    dan apakah disfungsi berhubungan dengan infeksi mendasar. Disfungsi organ

    umumnya dilihat sesuai dengan penggunaan terapi suportif (cth: ventilasi mekanik)

    dan studi epidemiologi yang menghitung insidens yang telah diobati. Di Amerika

    Serikat, sepsis berat ditemukan ada 2% pasien yang dirawat di rumah sakit. Dari

    semua pasien ini, sebagian diterapi di ICU, mewakili 10% jumlah pasien yang

    dirawat di ICU. Jumlah kasus di Amerika Serikat melewati angka 750.000 per tahun

    dan kian meningkat. Tetapi, beberapa faktor ICD 9 coding terbaru, cukup

    membingungkan dalam membedakan septisemia dan sepsis berat, peningkatan

    kapasitas dalam menyediakan perawatan intensif, dan peningkatan kesadaran serta

    surveilans.

    Studi di negara maju menunjukkan angka yang serupa mengenai sepsis di

    ICU. Namun, Insidens dari sepsis berat diluar ICU modern, terutama pada sebagian

    tempat dimana perawatan ICU belum memadai, umumnya tidak diketahui. Angka

    insidens yang telah diobati di Amerika serikat diestimasi mencapai 19 juta kasus per

    tahun. Insidens pastinya diperkirakan lebih banyak. Sepsis berat terjadi sebagai hasil

    dari infeksi nosokomial dan komunitas. Pneumonia merupakan penyebab tersering,

    menyebabkan separuh dari jumlah kasus, diikuti oleh infeksi intraabdominal dan

    saluran kencing. Kultur darah biasanya positif hanya pada satu dari tiga kasus, dan

    hingga ketiga kasus, biasanya negatif. Staphylococcus aureus dan Streptococcus

    pneumoniae adalah bakteri gram positif tersering, sedangkanE. coli, Klebisellae, dan

    Pseudomonas aeruginosa mendominasi isolasi gram negatif. Studi epidemiologis dari

    sepsis menunjukkan bahwa selama periode 1979-2000, infeksi gram positif lebih

    mendominasi dibanding infeksi gram negatif. Namun, pada studi terbaru mencakup

    14.000 pasien ICU di 75 negara, bakteri gram negatif diisolasi pada 62% pasien

    dengan sepsis berat yang memiliki hasil kultur positif, bakteri gram positif pada 47%,

    dan 19% pada fungi.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    3/17

    3

    Faktor risiko dari sepsis berat berkaitan dengan predisposisi pasien terhadap

    infeksi dan kemungkinan terjadinya disfungsi organ akut apabila infeksi muncul.

    Terdapat beberapa faktor yang diketahui dalam mencetuskan sepsis berat dan shock

    sepsis, termasuk penyakit kronis (AIDS, COPD, dan berbagai jenis kanker) serta

    penggunaan agen imunosupresif. Pada sebagian pasien dengan infeksi seperti itu,

    risiko disfungsi organ tidak begitu dipelajari, namun kemungkinan termasuk

    organisme kausatif dan komposisi genetik pasien, kondisi kesehatan mendasar, dan

    fungsi organ pasien, beserta dengan intervensi terapeutik yang telah didapat. Umur,

    jenis kelamin, dan ras atau etnis seluruhnya mempengaruhi insiden sepsis berat, yang

    lebih tinggi pada bayi dan lansia dibanding kelompok usia lainnya, juga lebih tinggi

    pada pria dibanding wanita, dan lebih tinggi pada ras kulit hitam dibanding ras kulit

    putih.

    Terdapat hal menarik mengenai kontribusi karakteristik genetik pada host

    terhadap insidens dan outcome dari sepsis, sebagian karena bukti kuat dari faktor

    risiko genetik yang didapat. Banyak studi berfokus kepada polimorfisme genetik dan

    protein yang berimplikasi pada patogenesis sepsis, termasuk sitokin dan mediator lain

    yang terlibat pada innate immunity, koagulasi, dan fibrinolisis. Namun, penemuan ini

    biasanya tidak konsisten, dengan mengambil bagian dari heterogenitas dari populasi

    pasien yang dipelajari. Meskipun asosiasi genom terbaru mengeksplor respon obat

    pada sepsis, tidak ada studi skala besar mengenai suseptibilitas atau outcome dari

    sepsis telah dilakukan.

    GAMBARAN KLINIS

    Manifestasi klinis dari sepsis sangatlah beragam, bergantung oleh lokasi awal

    infeksi, organisme kausatif, pola disfungsi organ, dan status kesehatan mendasar dari

    pasien, serta interval sebelum inisiasi pengobatan. Tanda dari infeksi dan disfungsi

    organ mungkin jelas, dan guideline internasional terbaru menyediakan daftar panjang

    dari tanda bahaya sepsis. Disfungsi organ akut umumnya mengenai sistem respirasi

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    4/17

    4

    dan kardiovaskular. Keterlibatan respiratorik secara klasik bermanifestasi sebagai

    Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), yang ditandai dengan hipoksemia

    dengan infiltrasi bilateral dari asal non kardiak. Keterlibatan kardiovaskular

    dimanifestasikan secara primer sebagai hipotensi yang tampak secara rutin,

    membutuhkan vasopresor, dan disfungsi miokard dapat tampak.

    Otak dan ginjal juga terkadang terkena. Disfungsi sistem nervus sentral

    biasanya bermanifestasi sebagai delirium. Studi pencitraan biasanya tidak

    menunjukkan lesi fokal, dan penemuan pada EEG biasanya konsisten dengan

    ensefalopati nonfokal. Polineuropati dan miopati juga umum ditemukan, terutama

    pada pasien yang lama dirawat di ICU. Gangguan ginjal akut biasanya bermanifestasi

    terhadap penurunan urine output dan peningkatan level serum kreatinin dan biasanya

    membutuhkan terapi penggantian ginjal. Ileus paralitik, peningkatan level

    aminotransferasi, gangguan glikemik, trombositopenia, dan disseminated

    intravascular coagulation (DIC), dan sindroma eutiroid biasanya sering ditemukan

    pada pasien sepsis berat.

    OUTCOMESebelum pengenalan terhadap pelayanan intensif modern dengan kemampuan

    dalam menyediakan bantuan organ vital, sepsis berat dan shock sepsis biasanya

    lethal. Bahkan dengan pelayanan intensif, jumlah kematian di rumah sakit biasanya

    meningkat melewati 80% sekitar 30 tahun lalu. Namun, dengan adanya kemajuan dari

    pelatihan, surveilans dan monitoring, dan inisiasi terapi untuk mengobati infeksi

    mendasar dan memyembuhkan organ yang rusak, mortalitas kini mendekati angka

    20-30% pada berbagai seri. Dengan penurunan angka kematian, perhatian telah

    difokuskan kepada tingkat kesembuhan pada pasien yang selamat. Sejumlah studi

    telah menyatakan bahwa pasien yang selamat dan keluar dari rumah sakit setelah

    sepsis akan tetap memiliki risiko kematian pada beberapa bulan dan tahun setelahnya.

    Mereka yang selamat kemudian akan memiliki fungsi fisik dan neurokognitif yang

    terganggu, gangguan mood, dan kualitas hidup yang rendah. Tetapi, pada analisis

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    5/17

    5

    kohort longitudinal terbaru yang melibatkan orang amerika berusia lanjut,

    menyarankan bahwa sepsis berat secara signifikan meningkatkan gangguan

    neurokognitif dan fisik.

    Tabel 1. Kriteria diagnosis Sepsis berat dan shock sepsis

    Sepsis (ditemukan atau dicurigai infeksi plus 1 dari tanda berikut)

    Demam (>38.3 C)

    Hipotermia (90 beats per min atau >2 SD)

    Takipnea

    Gangguan status mental

    Edema atau gangguan keseimbangan cairan (>20 ml/kg berat badan selama periode 24-hr)

    Hyperglycemia (glukosa plasma, >120 mg/dl [6.7 mmol/liter]) tanpa riwayat diabetes

    Tanda inflamasi

    Leukocytosis (white-cell count, >12,000/mm3)

    Leukopenia (white-cell count, 10%

    Peningkatan plasma C-reactive protein (>2 SD)

    Peningkatan plasma procalcitonin (>2 SD)

    Gangguan hemodinamik

    Hipotensi arteri (Tekanan sistol, 2 SD)

    Peningkatan venous oxygen saturation (>70%)

    Peningkatan cardiac index (>3.5 liters/min/square meter of body-surface area)

    Gangguan fungsi organ

    Hipoksemia arterial (rasio tekanan parsial oksigen arteri terhadap fraksi oksigen yang diinspirasi 44 mol/liter)

    Koagulasi abnormal (international normalized ratio, >1.5; or APTT, >60 sec)

    Ileus paralitik (absen bunyi usus)

    Thrombocytopenia (platelet count, 4 mg/dl [68 mol/liter])

    Perfusi jaringan

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    6/17

    6

    Hyperlaktatimia (lactate, >1 mmol/liter)

    Penurunan capillary refill time

    Severe sepsis (sepsis dengan disfungsi organ)

    Septic shock (sepsis dengan baik hipotensi [refrakter dengan cairan intravena] atau

    hiperlaktemia

    PATOFISIOLOGI

    Respon Host

    Setelah konsep dari teori host digabungkan, awalnya diasumsikan bahwa

    gambaran klinis sepsis merupakan hasil dari inflamasi eksuberant. Kemudian, Bone et

    al mengembangkan ide tersebut bahwa respons inflamasi inisial memberi jalan untuk

    terjadinya sindrom kompensasi dari respons antiinflamasi. Namun, hal ini menjadi

    jelas bahwa infeksi memicu respon host yang lebih kompleks, bervariasi, dan panjang

    dimana baik mekanisme proinflamasi dan antiinflamasi dapat berkontribusi terhadap

    infeksi dan penyembuhan jaringan pada satu sisi dan kerusakan organ serta infeksi

    sekunder di sisi lainnya. Respon spesifik pada tiap pasien bergantung pada patogen

    kausatif (load dan virulensi) dan host (karakteristik genetik dan penyakit koeksis),

    dengan respons berbeda pada tingkatan lokal, regional dan sistemik (gambar 1).

    Komposisi dan arah dari respon host kemungkinan berubah seiring waktu paralel

    dengan kondisi klinis. Secara general, reaksi proinflamasi (ditujukan dalam

    mengeliminasi patogen invasif) dianggap bertanggung jawab terhadap kerusakan

    jaringan kolateral pada sepsis berat, dan ketika respons antiinflamasi (penting untuk

    membatasi cedera jaringan lokal dan sistemik) diimplikasikan pada suseptibilitas

    terhadap infeksi sekunder.

    Innate immunity

    Pengetahuan dalam mengenali patogen telah meningkat secara drastis selama

    dekade terakhir. Patogen akan mengaktifkan sel imun melalui interaksi dengan

    resepttor pengenal pola, yang terdiri dari empat kelas utama toll like receptors,

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    7/17

    7

    reseptor lektin tipe C, reseptor asam retinoid induksibel gen 1, dan nucleotide-binding

    oligomerization domain-like receptors telah diidentifikasi, dengan kelompok

    terakhir sebagiannya bekerja pada kompleks protein dikenal dengan inflamasom

    (gambar 1). Reseptor ini mengenali struktur yang melekat pada spesies mikroba, pola

    molekular yang berhubungan dengan patogen, menghasilkan upregulasi dari

    transkipsi gen inflamasi dan inisiasi dari innate immunity. Reseptor yang sama juga

    mengenali molekul endogen yang dikeluarkan dari sel yang cedera, pola molekular

    yang berhubungan dengan patogen, atau alarmin, seperti kelompok mobilitas tinggi

    dari protein B1, S100, dan RNA ekstraselular, DNA, dan histon. Alarmin juga

    dilepaskan selama cedera steril seperti trauma, memberikan peningkatan menuju

    konsep bahwa patogenesis dari kegagalan organ multipel pada sepsis tidak begitu

    berbeda dari patogenesis penyakit kritis noninfeksi.

    Abnormalitas koagulasi

    Sepsis berat sangat bervariasi dan berhubungan dengan alterasi koagulasi,

    seringnya berakhir menjadi disseminated intravascular coagulation (DIC). Deposisi

    fibrin eksesif dipicu oleh koagulasi melalui aksi tissue factor, glikoprotein

    transmembran yang diekspresikan oleh beberapa tipe sel; mekanisme antikoagulan

    yang terganggu, termasuk sistem protein C dan antitrombin; dan dengan

    menghilangkan fibrin yang menjurus pada depresi sistem fibrinolitik (gambar 2).

    Protease-activated receptors (PARS) membentuk kaitan molekular antara koagulasi

    dan inflamasi. Dari empat subtipe yang diidentifikasi, PAR1 secara umum

    diimplikasi pada sepsis. PAR1 mengeluarkan efek sitoprotektif ketika distimulasi

    dengan protein C aktif atau dosis rendah trombin namun mengeluarkan efek perusak

    juga pada fungsi sawar endotelial-sel ketika diaktivasi oleh dosis tinggi trombin. Efek

    protektif dari protein C aktif pada model hewan yang mengalami sepsis bergantung

    pada kapasitasnya dalam mengaktivkan PAR1 dan bukan bergantung dengan properti

    antikoagulannya.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    8/17

    8

    Mekanisme antiinflamasi dan imunosupresi

    Sistem imun mengaktifkan mekanisme humoral, selular, dan neural yang

    mengatenuasi efek merugikan dari respons proiinflamasi. Fagosit dapat berubah

    menjadi fenotip antiinflamasi yang mempromosikan perbaikan jaringan, dan sel T

    regulatori dan sel supresor mieloid yang lebih jauh lagi akan mengurangi inflamasi.

    Sebagai tambahan, mekanisme neural dapat menghambat inflamasi. Pada refleks

    neuroinflamatori, input sensoris bergantung pada nervus vagus aferen pada batang

    otak, dimana nervus vagus eferen mengaktivasi nervus splenik pada pleksus seliak,

    menghasilkan pengeluaran norepinerfrin pada spleen dan sekresi asetilkolen melalui

    serangkaian sel T CD4+. Pelepasan acetylcholine release targets 7 cholinergic

    receptors pada makrofag, mensupresi pelepasan sitokin proinflamasi. Pada model

    hewan yang mengalami sepsis, disrupsi dari sistem berbasis neural ini oleh vagotomi

    meningkatkan suseptibilitas terhadap shock endotoksin, dimana stimulasi nervus

    vagus eferen atau reseptor kolinergik 7 yang mengatenuasi inflamasi sistemik.

    Pasien yang selamat dari sepsis namun masih dependen terhadap perawatan intensif

    memiliki bukti imunosupresi, pada bagian yang direfleksikan oleh ekspresi sel

    mieloid HLA-DR yang menurun. Pasien-pasien ini sering memiliki fokus infeksi

    yang masih tersisa, meskipun diberikan terapi antimikrobial, atau reaktivasi dari

    infeksi virus laten. Sejumlah studi telah mendokumentasi penurunan respon dari

    leukosit di darah ke patogen pada pasien dengan sepsis, menemukan bahwa studi

    postmortem terbaru menjelaskan kerusakan fungsinal yang besar dari splenosit yang

    diperoleh dari pasien yang meninggal setelah mengalami sepsis di ICU. Selain

    spleen, paru-paru juga menunjukkan bukti imunosupresi; baik organ yang memiliki

    peningkatan ekspresi ligan untuk reseptor inhibitorik sel T pada sel parenkim.

    Apoptosis yang meningkat, terutama dari sel B, Sel T CD4+, dan sel dendritik

    folikular, telah dihubungkan dengan imunosupresi pada sepsis dan kematian.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    9/17

    9

    Regulasi epigenetik dari ekspresi gen juga mungkin berkontribusi terhadap

    imunosupresi yang berhubungan dengan sepsis.

    Gambar 1. Respon host pada sepsis berat. Respon host terhadap sepsis ditandai dengan respon

    proinflamasi (panel atas, merah) dan respon antiinflamasi (panel bawah, biru). Arah, penyebaran, dan

    durasi dari reaksi ini ditentukan oleh faktor host (karakteristik genetik, usia, penyakit koeksis, dan

    medikasi) dan faktor patogen (jumlah mikroba dan virulensi). Respon inflamasi diinisiasi oleh

    interaksi antara pola molekular yang diekspresikan oleh patogen dan pola reseptor yang diekspresikan

    oleh sel dari host pada permukaan sel (toll like receptors dan C-type lectin receptor). Pada endosom,

    atau sitoplasma (retinoid acid inducible gene 1-like receptor [RLRs] an nucleotide-binding

    oligomerization domain like-receptors [NRL]). Konsekuensi dari inflamasi yang semakin berat dari

    kerusakan jaringan kolateral dan nekrosis sel, yang hasilnya adalah pelepasan pola molekular yang

    berhubungan dengan kerusakan, dan akan memperburuk inflamasi dengan beraksi pada reseptor yang

    memiliki pola sama dan dicetuskan oleh patogen.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    10/17

    10

    Gambar 2. Kegagalan organ pada sepsis berat dan disfungsi dari endotel vaskular dan

    mitokondria. Sepsis diasosiasikan dengan trombosis mikrovaskular oleh aktivasi konkuren dari

    koagulasi (dimediasi tissue factor) dan gangguan mekanisme antikoagulan sebagai konsekuensi dari

    penurunan aktivitas jalur antikoagulan endogen (dimediasi oleh protein C aktif, antitrombin, dan tissue

    factor pathway inhibitor), serta gangguan fibrinolisis yang akan meningkatkan pelepasan plasminogen

    activator inhibitor type 1 (PAL-1). Kapasitas untuk merubah protein C terganggu pada beberapa

    bagian melalui penurunan ekspresi dari dua reseptor endotel: thrombomodulin (TM) dan endothelial

    protein c receptor. Formasi trombus lebih jauh difasilitasi oleh jebakan neutrofil ekstraselular yang

    dicetuskan dari neutrofil yang mati. Formasi trombus menghasilkan hipoperfusi jaringan, yang

    diperparah oleh vasodilatasi, hipotensi, dan deformitas eritrosit. Oksigenasi jaringan lebih jauh lagi

    dirusak oleh penurunan fungsi barrier dari endotel dan cadherin, alterasi dari jembatan sel ke sel

    endotel, level angiopoitein 2 yang tinggi, dan gangguan keseimbangan antara sphingosine-1 phosphate

    receptor 1 (S1P1) dan S1P3 pada dinding vaskular, yang mengambil bagian dalam induksi preterentialdari S1P3 melalui protease activated receptor 1 (PAR1) sebagai hasil dari penurunan rasio protein C

    aktif terhadap trombin. Penggunaan oksigen terganggu pada level subselular karena adanya kerusakan

    mitokondria akibat stres oksidatif.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    11/17

    11

    Disfungsi Organ

    Walaupun mekanisme dari kegagalan organ pada sepsis hanya sebagian

    dimengerti, oksigenasi jaringan yang terganggu memiliki peran kunci (gambar 2).

    Beberapa faktortermasuk hipotensi, deformabilitas sel darah merah yang menurun,

    dan trombosis mikrovaskular berkontribusi terhadap gangguan penghantaran

    oksigen pada shock septik. Inflamasi dapat menyebabkan disfungsi endotel vaskular,

    diikuti dengan kematian sel dan hilangnya integritas barrier, memberikan peningkatan

    edema subkutan dan pada rongga tubuh. Sebagai tambahan, gangguan mitokondrialdisebabkan oleh stres oksidatif dan mekanisme lain akan merusak penggunaan

    oksigen seluler. Lebih jauh lagi, pelepasan alarmin mitokondria terhadap lingkungan

    ekstraselular, termasuk DNA mitokondrial dan peptida formil, yang akan

    mengaktivasi neutrofil dan menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih jauh.

    PENGOBATAN

    The surviving sepsis campaign, an international consortium of professional

    societies yang berkecimpung pada perawatan intensif, pengobatan dari penyakit

    infeksi dan kegawatdaruratan, baru-baru ini mengeluarkan pedoman klinis ketiga

    mengenai manajemen sepsis berat dan shock sepsis (Tabel 2). Elemen yang paling

    penting dari pedoman ini diatur menjadi dua bundel penanganan; yakni manajemen

    awal yang dilakukan dalam 6 jam setelah gejala ditemukan dan bundel lainnya yang

    berisi manajemen pengobatan di ICU. Implementasi dari bundel ini akan

    memperbaiki outcome pasien.

    Prinsip pada bundel penanganan awal adalah menyediakan resusitasi jantung

    paru dan mitigasi ancaman dari infeksi yang tak terkontrol. Resusitasi membutuhkan

    penggunaan cairan intravena dan vasopresor, dan terapi oksigen serta ventilasi

    mekanis yang disediakan jika perlu. Komponen yang tepat akan dibutuhkan dalam

    mengoptimalkan resusitasi, seperti pilihan dan jumlah cairan, penggunaan jenis dan

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    12/17

    12

    intensitas dari monitoring hemodinamik, dan peranan agen vasoaktif adjuvan,

    semuanya masih menjadi subjek perdebatan dan eksperimen klinis; banyak dari isu

    ini akan dijelaskan pada jurnal kali ini. Namun, beberapa bentuk resusitasi dianggap

    esensial, dan pendekatan terstandarisasi yang telah memastikan manajemen yang

    efektif. Manajemen awal dari infeksi membutuhkan diagnosis yang sesuai, hasil

    kultur, dan inisiasi terapi antimikroba empiris serta kontrol dari sumber (drainase pus,

    jika perlu). Pilihan terapi empiris bergantung pada kecurigaan infeksi. Pengaturan

    dimana infeksi berkembang (rumah, tempat perawatan, atau rumah sakit), riwayat

    medis, dan pola suseptibilitas mikroba lokal. Pengobatan antibiotik yang terhambat

    atau tidak sesuai dihubungkan dengan angka mortalitas yang meningkat. Namun,

    terapi antibiotik intravena menghasilkan outcome yang lebih baik dibanding terapi

    antibiotik tunggal yang adekuat pada pasien dengan sepsis berat. Guideline terkini

    merekomendasikan terapi antimikroba hanya untuk sepsis neutropenik dan sepsis

    yang disebabkan oleh spesies pseudomonas. Terapi antifungal empiris sebaiknya

    digunakan hanya pada pasien yang berisiko tinggi untuk mengalami kandidiasis

    invasif.

    Pasien harus dipindahkan ke pengaturan yang lebih sesuai seperti ICU untuk

    mendapatkan perawatan lanjut. Setelah 6 jam pertama, perhatian harus difokuskan

    kepada montoring dan memperbaiki fungsi organ, menceegah komplikasi, dan

    deeskalasi dari perawatan jika perlu. De-eskalasi dari terapi broadspectrum dapat

    mencegah kegawatan dari organisme yang resisten, dan menurunkan biaya, dan bukti

    dari studi observasional mengindikasikan pendekatan seperti ini cukup aman. Satu-

    satunya terapi imunomodulator yang dianjurkan untuk terapi jangka pendek adalah

    hidrokortison (200-300 mg per hari hingga 7 hari atau setelah bantuan vasopresor

    tidak lagi dibutuhkan) pada pasien dengan shock septik refrakter. Rekomendasi ini

    didukung dengan meta analisis, namun kedua studi terbesar memberikan hasil yang

    bertentangan, dan percobaan klinis lain masih dilangsungkan saat ini.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    13/17

    13

    Tabel 2. Pedoman pengobatan untuk pengobatan sepsis berat dan shock sepsis dari surviving

    sepsis campaign

    Elemen perawatan

    Resusitasi

    Memulai resusitasi berdasarkan tujuan selama 6 jam pertama setelah dicurigai 1C

    Memulai resusitasi aawal dengan kristaloid dan mempertimbangkan tambahan albumin 1B

    Mempertimbangkan tambahan albumin ketikan sejumlah kristaloid dibutuhkan untuk menjaga arterial

    pressure yang adekuat 2C

    Mencegah formulasi hetarstach 1C

    Memulai terapi cairan pada pasien dengan hipoperfusi jaringan dan hipovolemia, untuk mencapai >

    30ml kristaloid per kilogram 1C

    Teknik cairan kontinyu selama terdapat perbaikan hemodinamik

    Penggunaan norepinephrine sebagai pilihan pertama vasopresor untuk menjaga mean arterial

    pressureof 65 mm Hg 1B

    Penggunaan epinephrine ketika agen tambahan dibutuhkan untuk me maintain tekanan darah adekuat

    2B

    Pemberian vasopressin (pada dosis 0.03 units/menit) dengan norepinephrine, apabila ditoleransi UG

    Hindari penggunaan dopamin kecuali pada beberapa pasien (e.g., pasien dengan risiko renda aritmia

    dan diketahui memiliki disfungsi ventrikel kiri atau heart rate yang rendah) 2C

    Infus dobutamin atau menambahkan terapi vasopresor jika ditemukan disfungsi miokard (e.g., elevated

    cardiac filling pressures or low cardiac output) atau hipoperfusi meskipun terdapat volume

    intravaskular dan mean arterial pressure yang adekuat1C

    Menghindari penggunaan hidrokortison IV jika resusitasi cairan adekuat dan terapi vasopresor

    mengembalikan stabilitas hemodinamik; jika hidrokortison telah digunakan; berikan dosis 200mg/hari

    2C

    Target level hemoglobin 7-9 g/dl pada pasien tanpa hipoperfusi, penyakit arteri koroner, atau iskemia

    miokard, atau pendarahan akut 1B

    Kontrol infeksi

    Mengambil kultur darah sebelum pemberian antibiotik 1C

    Melakukan studi pencitraan untuk mengetahui fokus infeksi UG

    Pemberian antibiotik broad spektrum selama 1 jam setelah diagnosis ditegakkan 1B/1C

    Menilai ulang pemberian antibiotik 1B

    Melakukan kontrol sumber dengan perhatian pada riisiko dan keuntungan metode yang diambil 12 jam

    setelah diagnosis 1C

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    14/17

    14

    Bantuan Respirasi

    Menggunakan volume tidal rendah dan inspiratory-plateau-pressure strategy for ARDS 1A/1B

    Memberikan tekanan positif-ekspiratori minimal ARDS 1B

    Pemberian tekanan positif-ekspiratori yang lebih rendah pada pasien ARDS akibat sepsis 2C

    Pemberian manuver pada pasien dengan hipoksemia refrakter berat akibat ADRS 2C

    Memastikan pasien berada di posisi pronasi 2C

    Mengangkat kepala dari tempat tidur untuk pasien yag menggunakan ventilasi mekanik, kecuali

    merupakan kontraindikasi 1B

    Menggunakan strategi cairan konservatif untuk ARDS atau cedera paru tanpa bukti hipoperfusi

    jaringan 1C

    Menggunakan weaning protocols 1A

    Bantuan saraf sentral

    Protokol penggunaan sedasi 1B

    Menghindari neuromuscular blockers jika mungkin pada pasien ARDS 1C

    Memberikan neuromuscular blocker dosis rendah (180 mg/dl (10 mmol/ liter), target gula darah

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    15/17

    15

    atau anti-proinflammatory cytokine strategies) dan yang didesain untuk berinteraksi

    dengan koagulasi (misalnya antitrombin atau protein C teraktivasi). Satu-satunya

    agen terbaru yang telah mendapatkan persetujuan adalah protein C teraktivasi.

    Namun, kekhawatiran muncul setelah obat ini diizinkan, yakni menyangkut

    keamanan dan efektifitas dari protein C ini pada beberapa studi ulangan, yang tidak

    menunjukkan keuntungan sehingga akhirnya peredaran obat ini dicabut dari pasar.

    Strategi lainnya tidak menunjukkan efisiensi. Dengan adanya keputusan terbaru untuk

    menghentikan pengembangan lanjut dari CytoFab, antibodi poliklonal terhadap anti-

    tumor nekrosis faktor ), belum ada eksperimen skala besar dari strategi antisitokin

    pada terapi dari sepsis.

    Diantara agen lain dengan efek imunomodulator yang luas, glukokortikoid

    telah mendapakan perhatian terbanyak. Immunoglobulin intravena juga dihubungkan

    dengan manfaat yang besar, namun pertanyaan penting tetap ada, dan penggunaannya

    bukan merupakan bagian dari praktik rutin. Meskipun studi observasional skala besar

    menyatakan bahwa penggunaan statin dalam menurunkan insidens atau memperbaiki

    outcome dari sepsis dan infeksi berat, beberapa penemuan belum dapat dikonfirmasi

    pada eksperimen-eksperimen terkontrol lain, sehingga penggunaan statin bukan

    menjadi bagian dari perawatan sepsis rutin.

    Masalah dengan pengembangan terapeutik

    Dihadapkan dengan hasil yang mengecewakan ini, banyak pengamat

    mempertanyakan pendekatan terbaru dari perkembangan obat-obatan sepsis. Studi

    preklinik umumnya memeriksa obat pada tikus sehat atau tikus yang terekspos

    dengan sepsis (bakteri atau toksin bakteri). Pasien dengan sepsis sering berusia tua

    atau memiliki penyakit serius yang koeksis, sehingga akan memberikan efek pada

    respon host dan meningkatkan risiko disfungsi organ akut. Lebih jauh lagi, kematian

    pada situasi klinis sering terjadi meskipun telah digunakan antibiotik, resusitasi, dan

    bantuan hidup intensif lain, dan mekanisme penyakitnya pada beberapa kasus sering

    sangat berbeda dengan deteriorasi awal yang seringnya terjadi pada model hewan.

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    16/17

    16

    Juga terdapat perbedaan genetik diantara sebagian spesis mengenai respons inflamasi

    host. Pada studi klinis, kriteria pemilihan pasien sangatlah luas, agen yang diberikan

    pada formula standar hanya pada periode waktu yang pendek, hanya ada sedikit

    informasi mengenai bagaimana agen merubah respon host dan interaksi host-patogen,

    dan akhirnya adalah kematian akibat penyebab apapun. Strategi penelitian yang

    demikian kemungkinan sangat sederhana sehingga tidak memilih pasien yang dapat

    mendapatkan keuntungan, dan tidak dapat mengatur terapi berdasarkan respon host

    dan situasi klinisnya, serta tidak menangkap efek penting yang berpotensi

    memberikan outkome yang tidak fatal.

    STRATEGI TERBARU

    Secara konsekuen, harapan difokuskan pada strategi pengobatan presisi

    dengan model preklinik yang baik, perkembangan obat yang sesuai target, dan uji

    klinis yang menyeleksi dengan baik, penghantaran obat, dan penghitungan outcome.

    Contohnya, pilihan untuk memperkaya portfolio preklinik termasuk studi pada hewan

    harus memiliki keanekaragaman genetik, berusia lebih tua, dan telah memiliki

    penyakit saat diuji. Eksperimen yang lebih panjang dengan penanganan suportif yang

    lebih mutakhir akan memberikan mimikri yang lebih baik pada stadium akhir sepsis

    dan kegagalan multiorgan, memperbolehkan kita untuk memeriksa obat-obatan pada

    kondisi yang lebih realistis serta memudahkan penilaian outcome seperti fungsi fisik

    dan kognitif. Sebagai tambahan, studi preklinik dapat digunakan untuk menskrining

    potensial biomarker dari respon terapeutik yang memiliki human homologues. Mutan

    protein C teraktivasi yang kekurangan properti antikoagulan adalah contoh dari

    perkembangan obat yang tertarget dan telah menunjukkan proteksi dari kematian

    akibat sepsis pada hewan, tanpa meningkatkan risiko pendarahan. Biomarker seperti

    pola ekspresi whole-genome pada leukosit darah tepi dapat mensejajarkan pasien

    kedalam subkelompok yang lebih homogen atau ketika akan melakukan intervensi

    terapeutik yang lebih tertarget. Gambaran bahwa sepsis berat dapat menyebabkan

    imunosupresi meningkatkan kemungkinan penggunaan terapi imunostimulan

  • 8/11/2019 Sepsis Berat Dan Shock Septik

    17/17

    17

    (interleukin-7, makrofag granulosit colony stimulating factor atau interferon ),

    namun idealnya, terapi ini hanya digunakan pada pasien yang diidentifikasi

    mengalami imunosupresi, atau telah diprediksi. Sebab, terapi ini dapat mengganggu

    hasil pemeriksaan laboratorium dasar seperti monocyte HLA-DR expression. Sebagai

    tambahan, kekhawatiran mengenai gangguan akselerasi neurokognitif pada pasien

    yang selamat dari sepsis membuka jalan untuk mengekslorasi agen yang saat ini

    sedang dicobakan pada pasien demensia. Desain dari eksperimen ini dapat

    dimodifikasi menjadi ide-ide yang lebih muda. Contohnya, ketidakyakinan pada awal

    mula eksperimen akibat seleksi pasien dan strategi pemberian obat serta

    kemungkinan interaksi pengobatan dapat diurus lebih baik lewat metode Bayesian.

    Desain seperti ini dapat membantu dalam memeriksa kombinasi terapi atau

    menemukan biomarker potensial atas respon pengobatan.

    KESIMPULAN

    Sepsis berat dan shock sepsis mewakili salah satu masalah tertua dan paling

    membingungkan di dunia kedokteran. Dengan kemajuan perawatan intensif,

    peningkatan kewaspadaan, dan diseminasi dari evidence based guideline, klinisi telah

    mencapai tahapan baru dalam menurunkan risiko kematian mendadak akibat sepsis.

    Namun, karena pasien yang selamat kini lebih banyak, kekhawatiran terhadap

    sekuelae muncul. Strategi juga dibutuhkan untuk mencapai beberapa jutaan pasien

    dengan sepsis yang berada jauh dari pelayanan intensif modern. Pada waktu yang

    sama, kemajuan dibidang biologi molekular telah menyediakan gambaran jelas

    mengenai kompleksitas dari pathogen dan dalam mengenali alarm pada host manusia

    dan petunjuk penting terhadap respon host. Namun, mencerna informasi ini dalam

    menyediakan terapi efektif terbaru dianggap lebih sulit. Terapi efektif terbaru telah

    dibuktikan sangat sulit. Untuk lebih jauh lagi meningkatkan outcome dari pasien

    dengan sepsis melalui perkembangan agen terapeutik, penelitian dan eksperimen

    dengan desain dan eksekusi yang lebih baru dan cerdas sangat esensial.