Jurnal Syok Septik Dr.taufik

24
JOURNAL READING SEPSIS dan SYOK SEPTIK Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RST Bhakti Wira Tamtama Semarang Disusun oleh : Afifatul Hakimah 01.209.5822 Pembimbing : dr. Taufik K., Sp. Pd., FINASIM, S. H. FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

Transcript of Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Page 1: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

JOURNAL READING

SEPSIS dan SYOK SEPTIK

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu

Penyakit Dalam di RST Bhakti Wira Tamtama Semarang

Disusun oleh :

Afifatul Hakimah

01.209.5822

Pembimbing :

dr. Taufik K., Sp. Pd., FINASIM, S. H.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2014

Page 2: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Afifatul Hakimah

NIM : 01.209.5822

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam

Judul : Sepsis dan Syok Septik

Semarang, Juli 2014

Mengetahui dan Menyetujui

Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Dalam RST Bhakti Wira Tamtama Semarang

Pembimbing

dr. Taufik K., Sp. Pd., FINASIM, S. H.

Page 3: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Sepsis dan Syok Septik

Definisi

Syok merupakan keadaan dimana terjadi gangguan sirkulasi yang

menyebabkan perfusi jaringan menjadi tidak adekuat sehingga mengganggu

metabolisme sel atau jaringan. Syok septik merupakan keadaan akibat invasi

bakteri atau produk toksisnya dimana terjadi penurunan tekanan darah (sistolik <

90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik > 40mmHg dari baseline) disertai

tanda kegagalan sirkulasi, meski telah dilakukan resusitasi secara adekuat atau

perlu vasopressor untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi organ (Chen

dan Pohan, 2007).

Dalam suatu penellitian dimana bakteri disuntikkan pada peritoneal

binatang percobaan, syok sepsis baru teradi setelah 12-24 jam kemudian, dan

binatang yang bertahan didapatkan perbaikan hemodinamik dalam waktu 7-10

hari (Parrillo, 1990). Jadi suatu syok sepsis harus melewati fase bakterimia,

sepsis, sindroma sepsis. Bakteremia adalah suatu keadaan ditemukannya bakteri

dalam kultur darah. Sepsis adalah suatu kejadian infeksi yang disertai

meningkatnya frekwensi nafas lebih dari 20x/m, denyut jantung lebih dari 90x/m,

hipertermi (suhu rectal lebih dari 38,5 C), hipoksemia, peningkatan laktat plasma

dan oligouria (urine <0,5cc/kgBB dalam 1 jam). Sepsis berat adalah sepsis yang

berkaitan dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan

hipoperfusi meliputi:

1. Asidosis laktat

2. Oliguria

3. Atau perubahan akut pada status mental

Epidemiologi

Sepsis adalah penyakit yang umum di perawatan intensif dimana hampir

1/3 pasien yang masuk ICU adalah sepsis. Sepsis merupakan satu di antara

sepuluh penyebab kematian di Amerika Serikat. Angka kejadian sepsis

Page 4: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

meningkat secara bermakna dalam dekade lalu. Telah dilaporkan angka kejadian

sepsis meningkat dari 82 menjadi 240 pasien per 100.000 populasi antara tahun

1979 – 2000 di Amerika Serikat dimana kejadian Severe sepsis berkisar antara 51

dan 95 pasien per 100.000 populasi (Hurtado, 2009)

Dalam waktu yang bersamaan angka kematian sepsis turun dari 27,8%

menjadi 17,9%. Jenis kelamin, penyakit kronis, keadaan imunosupresi, infeksi

HIV dan keganasan merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya

sepsis. Beberapa kondisi tertentu seperti gangguan organ secara progresif, infeksi

nosokomial dan umur yang lanjut juga berhubungan dengan meningkatnya risiko

kematian. Angka kematian syok septik berkurang dari 61,6% menjadi 53,1%.

Turunnya angka kematian yang diamati selama dekade ini dapat disebabkan

karena adanya kemajuan dalam perawatan dan menghindari komplikasi

(Srpinger, 2009).

Sejak 2002 The Surviving Sepsis Campaign telah diperkenalkan dengan

tujuan awal meningkatkan kesadaran dokter tentang mortalitas Severe sepsis dan

memperbaiki hasil pengobatan. Hal ini dilanjutkan untuk menghasilkan

perubahan dalam standar pelayanan yang akhirnya dapat menurunkan angka

kematian secara bermakna.

Etiologi

Penyebab terbesar adalah bakteri gram negatif. Produk yang berperan

penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS), yang merupakan

komponen terluar dari bakteri gram negatif. LPS merupakan penyebab sepsis

terbanyak, dapat langsung mengaktifkan sistem imun seluler dan humoral, yang

dapat menimbulkan gejala septikemia. LPS tidak toksik, namun merangsang

pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Bakteri

gram positif, jamur, dan virus, dapat juga menyebabkan sepsis dengan prosentase

yang lebih sedikit. Peptidoglikan yang merupakan komponen dinding sel dair

semua kuman, dapat menyebabkan agregasi trombosit. Eksotoksin dapat merusak

integritas membran sel imun secara langsung (Hermawan, 2007).

Page 5: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Patogenesis

Sepsis melibatkan berbagai mediator inflamasi termasuk berbagai sitokin.

Sitokin proinflamasi dan antiinflamasi terlibat dalam patogenesis sepsis.

Termasuk sitokin proinflamasi adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-γ) yang

membantu sel menghancurkan mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk

sitokin antiinflamasi adalah interleukin 1 reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, IL-10,

yang bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang

berlebihan. Apabila terjadi ketidakseimbangan kerja sitokin proinflamasi dengan

antiinflamasi, maka menimbulkan kerugian bagi tubuh.

Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama

membentuk LPSab (Lipo Poli Sakarida antibodi). LPSab dalam serum penderita

kemudian dengan perantara reseptor CD14+ akan bereaksi dengan makrofag, dan

kemudian makrofag mengekspresikan imunomodulator. Hal ini terjadi apabila

mikroba yang menginfeksi adalah bakteri gram negatif yang mempunyai LPS

pada dindingnya.

Eksotoksin, virus dan parasit yang merupakan superantigen setelah

difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Presenting

Cell (APC), kemudian ditampilkan dalam APC. Antigen ini membawa muatan

polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC).

Antigen yang bermuatan pada peptida MHC kelas II akan berikatan dengan CD4+

(limfosit Th1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T cell receptor).

Limfosit T kemudian akan mengeluarkan substansi dari Th1 yang

berfungsi sebagai immunomodulator yaitu: IFN-γ, IL-2 dan M-CSF (Macrophage

Colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6,

dan IL-10. IFN-γ merangsang makrofag mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-γ,

IL-1β dan TNF-α merupakan sitokin proinflamasi, pada sepsis terdapat

peningkatan kadar IL-1β dan TNF-α dalam serum penderita. Sitokin IL-2 dan

TNF-α selain merupakan reaksi sepsis, dapat merusakkan endotel pembuluh

darah, yang mekanismenya sampai saat ini belum jelas. IL-1β sebagai

imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotel, termasuk

pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular

Page 6: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

adhesion molecule-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM-1 menyebabkan neutrofil

yang telah tersensitisasi oleh granulocyte-macrophage colony stimulating factor

(GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi. Interaksi neutrofil dengan endotel

terdiri dari 3 langkah, yaitu:

1. Bergulirnya neutrofil P dan E selektin yang dikeluarkan oleh

endotel dan L-selektin neutrofil dala mengikat ligan respektif

2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi

neutrofil yang mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang

melekatkan neutrofil pada endotel dengan molekul adhesi (ICAM)

yang dihasilkan oleh endotel

3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.

Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisozyme yang

melisiskan dinding endotel, akibatnya endotel terbuka. Neutrofil juga termasuk

radikal bebas yang mempengaruhi oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs,

sehingga akibatnya endotel menjadi nekrosis, dan rusak. Kerusakan endotel

tersebut menyebabkan vascular leak, sehingga menyebabkan kerusakan organ

multipel. Pendapat lain yang memperkuat pendapat tersebut bahwa kelainan organ

multipel disebabkan karena trombosis dan koagulasi dalam pembuluh darah kecil

sehingga terjadi syok septik yang berakhir dengan kematian.

    Untuk mencegah terjadinya sepsis yang berkelanjutan, Th2 mengekspresikan

IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi yang akan menghambat ekspresi IFN-γ, TNF-

α dan fungsi APC. IL-10 juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat

peradangan. Apabila IL-10 meningkat lebih tinggi, maka kemungkinan kejadian

syok septik pada sepsis dapat dicegah.

(Hermawan, 2007).

Patofisiologi Syok Septik

Endotoksin yang dilepaskan oleh mikroba akan menyebabkan proses

inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi, yaitu sitokin, neutrofil,

komplemen, NO, dan berbagai mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis

Page 7: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

merupakan proses homeostasis dimana terjadi keseimbangan antara inflamasi dan

antiinflamasi. Bila proses inflamasi melebihi kemampuan homeostasis, maka

terjadi proses inflamasi yang maladaptif, sehingga terjadi berbagai proses

inflamasi yang destruktif, kemudian menimbulkan gangguan pada tingkat sesluler

pada berbagai organ.

Terjadi disfungsi endotel, vasodilatasi akibat pengaruh NO yang

menyebabkan maldistribusi volume darah sehingga terjadi hipoperfusi jaringan

dan syok. Pengaruh mediator juga menyebabkan disfungsi miokard sehingga

terjadi penurunan curah jantung.

Lanjutan proses inflamasi menyebabkan gangguan fungsi berbagai organ

yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multipel (MODS/MOF). Proses MOF

merupakan kerusakan pada tingkat seluler (termasuk difungsi endotel), gangguan

perfusi jaringan, iskemia reperfusi, dan mikrotrombus. Berbagai faktor lain yang

diperkirakan turut berperan adalah terdapatnya faktor humoral dalam sirkulasi

(myocardial depressant substance), malnutrisi kalori protein, translokasi toksin

bakteri, gangguan pada eritrosit, dan efek samping dari terapi yang diberikan

(Chen dan Pohan, 2007).

Gejala Klinis Sepsis

Tidak spesifik, biasanya didahului demam, menggigil, dan gejala

konsitutif seperti lemah, malaise, gelisah atau kebingungan. Tempat infeksi yang

paling sering: paru, tractus digestivus, tractus urinarius, kulit, jaringan lunak, dan

saraf pusat. Gejala sepsis akan menjadi lebih berat pada penderita usia lanjut,

penderita diabetes, kanker, gagal organ utama, dan pasien dengan

granulositopenia.

Tanda-tanda MODS dengan terjadinya komplikasi:

1. Sindrom distress pernapasan pada dewasa

2. Koagulasi intravaskular

3. Gagal ginjal akut

Page 8: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

4. Perdarahan usus

5. Gagal hati

6. Disfungsi sistem saraf pusat

7. Gagal jantung

8. Kematian

(Hermawan, 2007).

Diagnosis

Riwayat

Menentukan apakah infeksi berasal dari komunitas atau nosokomial, dan apakah

pasien immunocompromise. Beberapa tanda terjadinya sepsis meliputi:

1. Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau

instrumentasi

2. Hipotensi, oliguria, atau anuria

3. Takipnea atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas

4. Perdarahan

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diperlukan untuk mencari lokasi dan penyebab infeksi

dan inflamasi yang terjadi, misalnya pada dugaan infeksi pelvis, dilakukan

pemeriksaan rektum, pelvis, dan genital.

Laboratorium

Hitung darah lengkap, dengan hitung diferensial, urinalisis, gambaran

koagulasi, urea darah, nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi hati, kadar asam

laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah,

sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan.

Temuan awal lain: Leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia,

hiperbilirubinemia, dan proteinuria. Dapat terjadi leukopenia. Adanya

Page 9: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

hiperventilasi menimbulkan alkalosis respiratorik. Penderita diabetes dapat

mengalami hiperglikemia. Lipida serum meningkat.

Selanjutnya, trombositopenia memburuk disertai perpanjangan waktu

trombin, penurunan fibrinogen, dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC.

Azotemia dan hiperbilirubinemia lebih dominan. Aminotransferase meningkat.

Bila otot pernapasan lelah, terjadi akumulasi laktat serum. Asidosis metabolik

terjadi setelah alkalosis respiratorik. Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan

ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

(Hermawan, 2007).

Penatalaksanaan

Tiga prioritas utama dalam penatalaksanaan sepsis:

1. Stabilisasi pasien langsung

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan dalam ICU. Tanda vital

pasien harus dipantau. Pertahankan curah jantung dan ventilasi yang

memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk membantu fungsi

ginjal. Pertahankan tekanan darah arteri pada pasien hipotensif dengan

obat vasoaktif, misal dopamin, dobutamin, dan norepinefrin.

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme

Perlu segera perawatan empirik dengan antimikrobial, yang jika

diberikan secara dini dapat menurunkan perkembangan syok dan

angka mortalitas. Setelah sampel didapatkan dari pasien, diperlukan

regimen antimikrobial dengan spektrum aktivitas luas. Bila telah

ditemukan penyebab pasti, maka antimikrobial diganti sesuai dengan

agen penyebab sepsis tersebut (Hermawan, 2007).

Sebelum ada hasil kultur darah, diberikan kombinasi antibiotik yang

kuat, misalnya antara golongan penisilin/penicillinase—resistant

penicillin dengan gentamisin.

Page 10: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

A. Golongan penicillin

- Procain penicillin 50.000 IU/kgBB/hari im, dibagi dua dosis

- Ampicillin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-10 hari

B. Golongan penicillinase—resistant penicillin

- Kloksasilin (Cloxacillin Orbenin) 4×1 gram/hari iv selama 7-10

hari sering dikombinasikan dengan ampisilin), dalam hal ini

masing-masing dosis obat diturunkan setengahnya, atau

menggunakan preparat kombinasi yang sudah ada (Ampiclox 4 x

1 gram/hari iv).

- Metisilin 4-6 x 1 gram/hari iv selama 7-14 hari.

C. Gentamycin

Garamycin, 5 mg/kgBB/hari dibagi tiga dosis im selama 7 hari,

hati-hati terhadap efek nefrotoksiknya.

Bila hasil kultur dan resistensi darah telah ada, pengobatan

disesuaikan. Beberapa bakteri gram negatif yang sering menyebabkan

sepsis dan antibiotik yang dianjurkan:

Bakteri Antibiotik Dosis

Escherichia coli Ampisilin/sefalotin - Sefalotin: 1-2 gram tiap 4-6

jam, biasanya dilarutkan

dalam 50-100 ml cairan,

diberikan per drip dalam 20-

30 menit untuk menghindari

flebitis.

- Kloramfenikol: 6 x 0,5

Klebsiella,

Enterobacter

Gentamisin

Proteus

mirabilis

Ampisilin/sefalotin

Page 11: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

g/hari iv

- Klindamisin: 4 x 0,5 g/hari iv

Pr. rettgeri, Pr.

morgagni, Pr.

vulgaris

Gentamisin

Mima-Herellea Gentamisin

Pseudomonas Gentamisin

Bacteroides Kloramfenikol/

klindamisin

(Purwadianto dan Sampurna, 2000).

3.Fokus infeksi awal harus diobati

Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk

infeksi anaerobik. Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong

jaringan yang gangren (Hermawan, 2007).

Penatalaksanaan Syok Septik

Penatalaksanaan hipotensi dan syok septik merupakan tindakan resusitasi

yang perlu dilakukan sesegera mungkin. Resusitasi dilakukan secara intensif

dalam 6 jam pertama, dimulai sejak pasien tiba di unit gawat darurat. Tindakan

mencakup airway: a) breathing; b) circulation; c) oksigenasi, terapi cairan,

vasopresor/inotropik, dan transfusi bila diperlukan. Pemantauan dengan kateter

vena sentral sebaiknya dilakukan untuk mencapai tekanan vena sentral (CVP) 8-

12 mmHg, tekanan arteri rata-rata (MAP)>65 mmHg dan produksi urin >0,5

ml/kgBB/jam.

1. Oksigenasi

Page 12: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Hipoksemia dan hipoksia pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat

disfungsi atau kegagalan sistem respirasi karena gangguan ventilasi

maupun perfusi. Transpor oksigen ke jaringan juga dapat terganggu

akibat keadaan hipovolemik dan disfungsi miokard menyebabkan

penurunan curah jantung. Kadar hemoglobin yang rendah akibat

perdarahan menyebabkan daya angkut oleh eritrosit menurun.

Transpor oksigen ke jaringan dipengaruhi juga oleh gangguan perfusi

akibat disfungsi vaskuler, mikrotrombus dan gangguan penggunaan

oksigen oleh jaringan yang mengalami iskemia.

Oksigenasi bertujuan mengatasi hipoksia dengan upaya meningkatkan

saturasi oksigen di darah, meningkatkan transpor oksigen dan

memperbaiki utilisasi oksigen di jaringan.

2. Terapi cairan

Hipovolemia pada sepsis perlu segera diatasi dengan pemberian cairan

baik kristaloid maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu

dimonitor kecukupannya agar tidak kurang ataupun berlebih. Secara

klinis respon terhadap pemberian cairan dapat terlihat dari peningkatan

tekanan darah, penurunan ferkuensi jantung, kecukupan isi nadi,

perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin, dan membaiknya

penurunan kesadaran. Perlu diperhatikan tanda kelebihan cairan

berupa peningkatan tekanan vena jugular, ronki, gallop S3, dan

penurunan saturasi oksigen.

Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan

hidrostatik melebihi tekanan onkotik plasma, koreksi albumin perlu

diberikan. Transfusi eritrosit (PRC) perlu diberikan pada keadaan

perdarahan aktif, atau bila kadar Hb rendah pada keadaan tertentu

misalnya iskemia miokardial dan renjatan septik. Kadar Hb yang akan

dicapai pada sepsis dipertahankan pada 8-10 g/dl.

3. Vasopresor dan inotropik

Page 13: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Vasopresor sebaiknya diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi

dengan pemberian cairan secara adekuat, tetapi pasien masih

mengalami hipotensi. Terapi vasopresor diberikan mulai dosis rendah

secara titrasi untuk mencapai MAP 60 mmHg, atau tekanan sistolik 90

mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan dopamin dengan dosis >8

mcg/kg/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcg/kg/menit, fenileferin 0,5-8

mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit. Inotropik yang

dapat digunakan adalah dobutamin dosis 2-28 mcg/kg/menit, dopamin

3-8 mc/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit atau inhibitor

fosfodiesterase (amrinon dan milrinon).

4. Bikarbonat

Secara empirik, bikarbonat dapat diberikan bila pH <7,2 atau serum

bikarbonat <9 meq/l, dengan disertai upaya untuk memperbaiki

keadaan hemodinamik.

5. Disfungsi renal

Sebagai terapi pengganti gagal ginjal akut dapat dilakukan

hemodialisis maupun hemofiltrasi kontinu (continuous hemofiltration).

Pada hemodialisis digunakan gradien tekanan osmotik dalam filtrasi

substansi plasma, sedangkan pada hemofiltrasi digunakan gradien

tekanan hidrostatik. Hemofiltrasi dilakukan kontinu selama perawatan,

sedangkan bila kondisi telah stabil dapat dilakukan hemodialisis.

6. Nutrisi

Pada sepsis kecukupan nutrisi berupa kalori, protein, asam lemak,

cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin,

diutamakan pemberian secara enteral dan bila tidak memungkinkan

beru diberikan secara parenteral.

Page 14: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

7. Kortikosteroid

Saat ini terapi kortikosteroid diberikan hanya pada indikasi insufisiensi

adrenal, dan diberikan secara empirik bila terdapat dugaan keadaan

tersebut. Hidrokortison dengan dosis 50mg bolus intravena 4 kali

selama 7 hari pada pasien renjatan septik menunjukkan penurunan

mortalitas dibanding kontrol.

(Chen dan Pohan, 2007).

Page 15: Jurnal Syok Septik Dr.taufik

Daftar Pustaka

Bone et al. Sepsis and multiple organ failure . The 12th Asia Pacific

congress on diseases of the chest Seul,1992:8-18

Bone et.al. A controlled clinical trial of high dose methylprednisolone in

the treatment of severe sepsisand septic shock. The NEJM 317:

653-658

Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam

Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K,

Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I

Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI. Pp: 187-9

Dobb G. Multiple organ failure, words mean what I say they mean, in

intensive care word, 1991 8(4):157-159

Glauser et al. Septic Shock: pathogenesis. Lancet 1991, 338: 732-736

Hermawan A.G. 2007. Sepsis daalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi,

Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 1840-3

Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical approach, evidence-based

at the bedside. In: Gallo A, et al, editors. Intensive and Critical

Care Medicine.

Parillo et al. Septic shock in humans. Annals of internal medicine,

1991,113: 227-242

Purwadianto A dan Sampurna B. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi.

Jakarta: Bina Aksara. Pp: 55-6

Springer-Verlag Italia, 2009; p. 299-309. 2. Nguyen B, et al. Severe sepsis

and septic shock: Review of the literature and emergency.

Department management guidelines. Annals of Emergency

Medicine. 2006; 48(1): 28-54.