Sepsis

34
BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di Amerika Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000 kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik dari Center of Disease Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas, insidensi sepsis meningkat 139%. Untuk usia 1- 4 tahun sepsis menduduki posisi ke Sembilan sebagai penyebab kematian dengan estimasi angka kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi. Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada periode neonatus dan puncak kedua pada usia 2 tahun. 1,2 II. INSIDENS Insidens sepsis pada perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) adalah 24%. Sedangkan penelitian di Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU 1

description

jiwa

Transcript of Sepsis

Page 1: Sepsis

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Sepsis masih merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan

morbiditas pada anak di negara industri dan negara berkembang. Data di Amerika

Serikat menunjukkan kejadian sepsis pada pasien yang dirawat di unit perawatan

intensif anak (pediatrics intensive care unit/PICU) mencapai lebih dari 42 000

kasus dengan angka kematian sebesar 10,3%. Data statistik dari Center of Disease

Control menunjukkan bahwa usia 1 th ke atas, insidensi sepsis meningkat 139%.

Untuk usia 1-4 tahun sepsis menduduki posisi ke Sembilan sebagai penyebab

kematian dengan estimasi angka kematian per tahun sebesar 0,5/100.000 populasi.

Puncak insidensi sepsis menunjukkan distribusi ganda yaitu puncak pertama pada

periode neonatus dan puncak kedua pada usia 2 tahun.1,2

II. INSIDENS

Insidens sepsis pada perawatan di Pediatric Intensive Care Unit (PICU)

adalah 24%. Sedangkan penelitian di Perancis yang dilakukan di 36 PICU-NICU

didapatkan insidens sepsis sebanyak 3%, dengan rata-rata mortalitas sebanyak 30-

60%. Dari penderita sepsis tersebut kira-kira 49% penderita mengalami bakteremi

yang terdiri dari 58% dengan bakteri gram (+), dan 42% dengan bakteri gram (-).2

1

Page 2: Sepsis

BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI

Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau

dugaan infeksi sebagai penyebabnya. Sepsis disebabkan oleh respon imun tubuh

terhadap infeksi seperti bakteri gram positif maupun gram negative, virus, jamur,

atau protozoa, dan sebagainya. Sepsis terjadi bila bakteri yang masuk ke dalam

tubuh atau sirkulasi tidak dapat dieliminasi sevara elektif oleh tubuh atau terjadi

kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara umum. Hal tersebut akan

merangsang suatu respon inflamasi sistemik.1,3

B. ETIOLOGI

Pola mikroorganisme penyebab sepsis berubah dari waktu ke waktu dan

berbeda setiap negara dan tempat perawatan, selain itu juga sangat berhubungan

erat dengan umur dan status imunitas anak. Pada masa neonatus, kuman tersering

penyebba sepsis adalah E. coli, Staphylococcus aureus, Streptococcus grup A.

Sedangkan pada anak yang lebih besar sepsis banyak disebabkan oleh kuman

Staphylococcus pneumonia, Haemophyllus influenza tipe B, Neisseria

Meningitidins, Salmonella dan Streptococcus spp. Hal ini berbeda dengan

penelitian yang dilakukan oleh Levy et all yang mengatakan bahwa sepsis pada

anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang terdiri dari 19%

infeksi nosokomial, dan bakteremi pada 49% penderita yaitu gram negative

sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang tersering adalah

karena coagulase – negative staphylococcus, staphylococcus aereus dan

enterococcus, infeksi jamur meningkat menjadi 20%.3

Menurut studi Rismala Dewi menunjukkan bahwa kuman penyebab sepsis

terbanyak di PICU RSCM adalah Klebsiella pneumoniae (26%), Serratia

marcescens (14%), dan Burkholderia cepacia (14%). Sebagian besar kuman yang

2

Page 3: Sepsis

ditemukan adalah kuman gram negatif. Levy et al6 juga menemukan hal yang

serupa pada penelitian tahun 1996. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

bakteri Gram negative menyebabkan lebih dari 50% dari seluruh kasus bakteremia

pada anak, dengan Klebsiella pneumoniae sebagai penyebab terbanyak.3

Pada penelitian Rismala Dewi Ditemukan pula hasil kultur berupa jamur,

termasuk didalamnya adalah Candida sp. Kolonisasi Candida sp. Dapat ditemukan

pada pasien PICU seperti dilaporkan oleh Singhi et al. bahwa pasien dengan

kondisi kritis dan status imunokompromais merupakan target infeksi oportunistik

Candida sp. Mekanisme pertahanan lokal berupa keasaman lambung, peristaltik,

sekresi substansi antibakteri, dan flora endogen mengalami perubahan pada pasien

kritis sehingga terjadi kolonisasi dan pertumbuhan berlebihan Candida sp. Pada

pasien sepsis, penggunaan antibiotik spektrum luas menekan flora normal

gastrointestinal dan paparan kortikosteroid dosis tinggi membuka jalan untuk

proliferasi Candida sp. Sehingga menyebabkan perkembangan yang berlebihan.

Menurut Singhi et al, insidens kolonisasi Candida sp. sangat tinggi pada pasien

PICU yang dirawat lebih dari 5 hari. Sebagian besar kolonisasi tersebut

berhubungan dengan ragi yang dibawa oleh tenaga medis.8

Selain bakteri, ilmuwan Marshall dan Taneja menyebutkan bahwa virus

pernah diisolasikan dari penderita sepsis dengan gejala mirip dengan sepsis yang

disebabkan oleh infeksi kuman gram negative penting pula untuk diketahui bahwa

dahulu para ilmuwan mempercayai bahwa sepsis selalu disertai dengan

bakteriemia, oleh karenya sering kita dengar istilah septicemia, namun penelitian

multisenter akhir-akhir ini menemukan bahwa bakterimia hanya terjadi pada

sebagian kecil pasien dengan gambaran klinis sepsis, dikatakan hanya 32% yang

terbukti adanya infeksi pada aliran darahnya.8

Sepsis pada anak umumnya disebabkan oleh adanya infeksi bakteri yang

terdiri dari 19% infeksi nosokomial, dan bakteriemi pada 49% penderita yaitu

gram negatif sebanyak 52% dan gram positif 48%. Infeksi nosokomial yang

tersering adalah karena coagulase-negative stafilococcus, stafilococcus aureus dan

enterococcus. Infeksi jamur meningkat menjadi 20%.4,5

3

Page 4: Sepsis

Sepsis dapat menjadi konsekuensi dari proses infeksi yang berbeda mulai di

lokasi yang berbeda, yang dapat diidentifikasi berdasarkan pada anamnesis yang

cermat dan pemeriksaan fisik rinci. Namun, akhirnya sepsis 'tanda-tanda dan

gejala presentasi pertama penyakit pasien. Mengidentifikasi asal masuk akal

infeksi sangat membantu dalam menentukan etiologi mungkin, yang pada

gilirannya sangat penting untuk memperkirakan sensitivitas antimikroba

'(misalnya, membedakan antara masyarakat yang diperoleh dan infeksi

nosokomial).4

C. PATOGENESIS

Perhatian saat ini terfokus pada kedua proses yaitu koagulasi dan

fibrinolisis, yaitu sistem pembekuan darah yang alamiah. Ada 3 tahapan

mekanisme timbulnya sepsis yaitu : (1) Tahap inflamasi, (2) Tahap koagulasi, dan

(#) Tahap disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian. Skema

mekanisme timbulnya sepsis digambarkan dalam Skema 2.1.7

4

Page 5: Sepsis

Skema 2.1 Patogenesis terjadinya sepsis

5

Jejas atau infeksi

Inflamasi

Kerusakan dinding pembuluh darah

Ekspresi faktor-faktor jaringan

Pembentukan trombin

Aktivasi sistem koagulasi

Konsumsi cepat dari protein C

Defisiensi protein C aktif

Koagulasi

Penyumbatan mirovaskuler

Kerusakan jaringan

Disfungsi organ

Kematian

Peningkatan PAI-1

Supresi Fibirinolisis

TAFIa teraktivasi

Tahap 1

Tahap 2

Tahap 3

Page 6: Sepsis

Keterangan :

Tahap 1 : Inflamasi

Proses yang dikenal dengan SIRS (Systemic Inflammatory Response

Syndrom) dimulai saat muncul cedera (jejas) pada tubuh, seperti luka bakar,

trauma, infeksi, merangsang pelepasan substansi yang dikenal sebagai

imunomodulator yang mempengaruhi lapisan dalam (endotel) dari pembuluh

darah. Apabila ada infeksi, proses kemudian diperkuat dnegan pelepasan

endotoksin atau eksotoksin, tergantung dari organisme yang ada. Proses ini

dikenal sebagai sepsis. Toksin tersebut dan stimulus toksik lainnya juga

merangsang pelepasan imunomodulator memproduksi proses inflamasi

(proinflamasi) dan substansi pengaktifan bekuan, termasuk sitokin seperti TNF

dan bentuk-bentuk lainnya dari interleukin. Sitokin ini akan menginflamasi

lapisan dinding pembuluh darah dan mengaktivasi proses pembekuan darah, serta

merangsang pelepasan modulator inflamasi lainnya.

Tahap 2 : Koagulasi

Pembekuan darah merupakan proses berantai yang kompleks dalam tubuh

manusia. Inflamasi merangsang pelepasan substansi yang disebut factor jaringan,

yang merangsang pembentukan thrombin, yaitu suatu stimulus utama agar

terbentuk bekuan darah. Thrombin mengawali koagulasi dengan membentuk

fibrin, suatu protein yang menjalin sekumpulan bekuan darah. Pada sepsis, fungsi

berantai tersebut berjalan abnormal.

Tahap 3 : Disfungsi Bekuan Darah, Kerusakan Jaringan, Kematian

Pada umumnya, tubuh mengatur proses infalamasi dan koagulasi melalui

serangkaian alur respon balik biokimia. Hal tersebut mencegah pembentukan

bekuan darah berlebihan, dengan cara memecah fibrin dalam suatu proses yang

disebut fibrinolisis. Namun dalam siklus sepsis yang rumit, proses fibrinolisis

ditekan. Hal ini akan menyebabkan bekuan darah mikroskopis mulai terbentuk

6

Page 7: Sepsis

dalam organ vital, menghambat aliran darah dan menyebabkan kerusakan

jaringan. Faktor-faktor biokimia yang berperan adalah :

- Peningkatan kadar PAI tipe 1 yang menyebabkan fibrinolisis

- Peningkatan kadar TAFIa (Thrombin Activatable Fibrinolysis Inhibitor)

- Penurunan kadar protein C (dalam bentuk endogen teraktivasi, yaitu :

inhibitor utama PAI-1)

Protein C adalah suatu imunomodulator ilmiah yang dapat

menyeimbangkan proses yang berlangsung selama sepsis, termasuk inflamasi,

koagulasi, dan fibrinolisis. Protein C endogen dalam bentuk teraktivasi, secara

cepat menghambat proses pembekuan darah, terutama dalam pembuluh darah

paling kecil. Pada sepsis, kadar protein C teraktivasi biasanya menurun. Ha ini

dikarenakan kadar thrombomodulin (yang diperlukan untuk konversi protein C

menjadi protein C-teraktivasi) juga menurun. Penurunan kadar protein C

teraktivasi terkait dengan outcome buruk pada pasien sepsis.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan mulai timbulnya gejala klinis, sepsis dibagi menjadi 2, yaitu :1,7

1. Sepsis berat

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler atau ARDS atau ≥ 2 disfungsi

organ lain

2. Syok septik

Sepsis dengan disfungsi organ kardiovaskuler

7

Page 8: Sepsis

Tabel 2.1. Kriteria Disfungsi Organ

Kriteria disfungsi organ

Disfungsi kardiovaskuler

Meskipun pemberian bolus cairan intravena isotonis ≥ 40 ml/kg BB

dalam 1 jam

- Penurunan tekanan darah (hipotermi) < persentil 5 th sesuai usia atau

sistolik < 2 SD di bawah normal sesuai usia ATAU

- Membutuhkan obat vasoaktif untuk menjaga tekanan darah dalam

rentang normal (dopamine > 5 µg/kg/menit atau dobutamin,

epinefrin, atau norepinefrin pada berbagai dosis)

- Dua dari berikut ini :

Asidosis metabolic yang tak dapat dijelaskan: deficit basa > 5 mEq/L

Meningkatnya laktat arteri > 2 kali batas normal

Oliguria : urin < 0,5 cc/kgBB/jam

Pemanjangan cappilarry refill > 5 detik

Beda suhu core dan perifer > 3⁰C

Pernafasan

- PaO2/FiO2 < 300 tanpa adanya penyakit jantung sianotik atau

penyakit paru sebelumnya ATAU

- PaCO2>65 torr atau 20 mmHg di atas PaCO2 normal ATAU

- Dibutuhkan FiO2>50% untuk menjaga saturasi di atas 92% ATAU

- Membutuhkan ventilasi mekanik non elektif invasive atau non

invasive

Neurologi

- Glasgow Coma Scale ≤ 11

- Perubahan akut pada status mental dengan penurunan GCS ≥ 3 poin

dari keadaan abnormal

8

Page 9: Sepsis

Hematologi

- Hitung trombosit < 80.000/mm3 atau penurunan 50% hitung

trombosit dari nilai tertinggi yang dicatat dalam 3 hari terakhir

(untuk pasien hematologi.onkologik kronik) ATAU

Ginjal

- Serum kreatinin ≥ 2 kali batas atas normal sesuai usia atau 2 kali

lipat peningkatan dari kreatinin awal

Hepar

- Bilirubin total ≥ 4 mg/dl (tidak untuk neonatus) ATAU

- SGPT 2 kali di atas batas normal sesuai usia

E. TANDA DAN GEJALA KLINIS

Menurut terminologis medis, sepsis mengacu pada adanya bukti infeksi

dengan ditemukannya minimal 3 dari kriteria berikut :8,9

a. suhu tubuh < 36⁰C atau >38⁰C

b. denyut jantung > 90x/menit

c. peningkatan frekuensi nafas (hiperventilasi) : > 20 x/menit

d. PaCO2 < 32 mmHg

e. Peningkatan jumlah lekosit > 12.000 mm3 atau penurunan jumlah leukosit

< 4000 sel/mm3

f. Hitung jumlah leukosit normal, dengan > 10% bentuk sel imatur.

Gejala sepsis meliputi penurunan respon mental, bingung, tremor,

menggil, demam, mual, muntah, dan diare dengan adanya infeksi. Fokus infeksi

tersering yang dapat menyebabkan sepsis adalah paru-paru, traktus urinarius,

traktus gastrointestinal, dan pelvis. Namun, hampir 30% dari pasien tidak dapat

ditentukan focus infeksinya. Perjalanan penyakit dari sindrom sepsis tidak dapat

diprediksi, beberapa pasien dapat langsung mengalami syok sepsis, sementara

9

Page 10: Sepsis

pasien lainnya mengalami disfungsi organ dalam berbagai tingkatan atau

mengalami proses penyembuhan.8

Pada neonatus tanda primer yang didapatkan adalah distress respirasi,

apneu, distensi abdomen, muntah dan diare, jaundice, hilangnya tonus otot,

penurunan aktivitas spontan, kurangnya respon menyedot letargi, kejang dan suhu

tubuh yang abnormal (dapat hipertermi atau hipotermi). Pada kulit bayi sering

didapatkan mottling, sebagai akibat dari penurunan perfusi, perubahan curah

jantung, dan resistensi vaskuler. Kadang-kadang dapat juga ditemukan lesi kulit

spesifik, seperti ptekie atau pustule, terutama yang disebabkan oleh kuman

meningococcus dan Pseudomonas aeuruginosa.8

Manifestasi sekunder merupakan kelanjutan dari proses perjalan penyakit

yang mengarah pada syok septic. Pada fase ini ditandai dengan hipotensi, sianosis,

gangrene, oliguria, anuria, jaundice dan tanda gagal jantung. Hipotensi merupakan

penyebab gagal jantung akut, gangrene perifer dan asidosis laktat. Pada fase ini

rentan untuk terjadinya acute respiratory distress syndrome atau ARDS, gagal

ginjal akut, gagal hati akut, disfungsi saraf pusat, disseminated intravascular

coagulation/DIC dan disfungsi organ multiple.8

Disfungsi organ pada sepsis dapat terjadi sebagai akibat langsung, atau

jarena hipoksia atau hipoperfusi, atau karena komplikasi dari terapi terhadap

penyakit yang mendasari. Disfungsi organ bukan saja berperan sebagai petanda

sepsis melainkan juga sebagai kontributor terhadap kematian pada pasien sepsis.8

a. Sistem Respirasi

Disfungsi organ oaru sering terjadi pada pasien sepsis atau SIRS. 50%

terjadi Acute Respiratory Distress Syndrom dan meningkat menjadi 60% bila

disertai syok. 85% membutuhkan ventilator mekanis. Disfungsi paru diawali

dengan adanya radikal oksigen yang dihasilkan oleh netrofil teraktifasi yang

menyebabkan kerusakan pada endotel kapiler paru. Disfungsi endotel kapiler paru

inilah yang mneyebabkan terjadinya edem alveolar dan interstisial yang berisi

cairan protein dan eksudat yang kaya akan sel imun fagosit. Permeabilitas endotel

10

Page 11: Sepsis

meningkat karena bereaksi terhadap sitokin proinflamasi. Hal ini menyebabkan

penghancuran membrane dasar.8,9

b. Sistem Kardiovaskuler

Jantung maupun pemduluh darah sensitive terhadap pengaruh sitokin

proinflamasi. Nitrogen oksida adalah mediator vasoaktif yang dianggap

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik yang menjadi latar belakang

timbulnya syok pada sepsis. Terjadi vasodilatasi dan kebocoran kapiler yang

mneyebabkan penurunan volume preload dan curah jnatung. Baroreseptor

memberikan rangsangan terjadinya takikardi. Namun demikian endotoksin dan

sitokin proinflamasi telah terbukti menyebabkan depresi miokard. Sehingga,

gambaran hemodinamik yang terjadi adalah vasodilatasi, volume intravaskuler

tidak adekuat, dan penekanan fungsi miokard.7,8,9

c. Sistem Urinarius

Disfungsi renal terjadi disebabkan oleh adanya hipovolemia dan vasodilatasi

oleh sitokin yang mneyebabkan hipoperfusi renal. Kerusakan renal disebabkan

oleh karena akut tubular nekrosis, uropati obstruktif, nefritis interstisial

rabdomiolisis dan glomerulonefritis.8,9

d. Sistem Traktus Gastrointestinal

Traktus gastrointestinal adalah salah satu organ yang penting seringkali

dikorbankan dalam keadaan syok atau hipoperfusi untuk lebih memenuhi

kebutuhan oksigenasi organ vital seperti : otak, jantung, paru. Manifesatsi klinis

dari hipoksia pada organ pencernaan antara lain adalah hilangnya integritas

mukosa yang menyebbakan nekrosis hemoragik atau perdarahan saluran cerna.

Pada penderita-penderita yang dirawat lama, penghentian diet enteral dapat

mneyebabkan terjadinya atrofi dari vili-vili usus. Adanya kerusakan barier

mukosa menyebabkan translokasi bakteri dari usus ke sirkulasi sistemik. Akibat

lain dari sepsis adalah terjadinya gangguan fungsi enzim dan system filtrasi

imunologis dan mekanis dari hati. Peningkatan serum SGOT dan SGPT, bilirubin,

dan alkali fosfatase menandakan adanya kerusakan organ lain.8

11

Page 12: Sepsis

e. Sistem Hematologi

Ditandai adanya anemia, leukopenia dan trombositopenia. DIC

menyebabkan terjadinya konsumsi yang berlebihan terhadap trombosit. Akibat

adanya pembentukan formasi thrombus mikrovaskuler dan inhibisi dari

fibrinolisis menyebabkan semakin banyaknya pelepasan sitokin, molekul-molekul

adhesi dari sel proinflamasi dan promosi dari kaskade sepsis. Petanda yang

dijumpai adalah kenaikan Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time, D-

Dimer dan produk-produk pemecahan fibrinogen. Pada penderita dengan

ventilator mekanik yang relative statis berisiko mengalami thrombosis vena dalam

dan emboli pulmonal.9

F. DIAGNOSIS

Salah satu cara pendekatan diagnosis adalah menggunakan pendekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ Dysfunction).

Predisposisi pada anak misalnya penurunan imunitas tubuh, penggunaan alat-alat

invasif atau prosedur medik yang lama (seperti kateter intravena, kateter urin,

pembedahan, perwatan intensif, dan lain-lain). Sulit untuk membuktikan sepsis

hanya berdasar kultur darah semata, karena pasien biasanya sudah mendapatkan

antibiotik sebelumnya. Bila kultur darah postif, diagnosis menjadi lebih mudah.

Ditemukan disfungsi organ akan menguatkan diagnosis sepsis berarti sepsis telah

lanjut (severe sepsis).1

1. Respon sistem inflamasi sistemik

SIRS (Systemik Infalammatory Response Syndrome) yaitu respons sistemik

terhadap berbagai kelainan klinik berat (misalnya infeksi, trauma dan luka bakar)

yang ditandai dengan ≥ 2 dari 4 kriteria sebagai berikut :

a. Hipertermi (> 38,5⁰C) atau hipotermi (< 36⁰C)

b. Takikardi yaitu peningkatan heart rate > 2 SD di atas normal sesuai umur

dalam keadaan tidak terdapat stimulasi eksternal, pemakaian obat-obat

jangka panjang atau rangsang nyeri, atau bradikardia: HR < 10 persentil

12

Page 13: Sepsis

sesuai umur tanpa stimulus vagal eksternal, pemakaian beta blocker atau

penyakit jantung bawaan.

c. Takipneu dengan RR > 2 SD di atas normal sesuai umur atau ventilator

mekanik yang akut yang tidak berhubungan dengan penyakit

neuromuskuler atau penggunaan anestesi umum.

d. Jumlah leukosit yang meningkat atau menurun (yang bukan akibat dari

kemoterapi) sesuai umur atau netrofil imatur > 10%.

2. Infeksi

Infeksi yaitu suatu kecurigaan atau bukti (dengan kultur positif, pengecatan

jaringan, atau uji PCR) infeksi disebabkan kuman pathogen atau sindrom klinis

yang berhubungan dengan kemungkinan besar infeksi. Bukti infeksi meliputi

penemuan positif pada pemeriksaan klinis, pencitraan atau test laboratorium

(misalnya sel darah putih pada cairan tubuh yang normal steril, perforasi usus,

foto rongen dada yang menunjukkan adanya pneumonia, ruam ptekiae atau

purpura atau purpura fulminan).

Dibawah ini merupakan tabel tanda vital khusus sesuai umur dan variable

laboratorium :

Tabel 2.2 Tanda vital dan variable laboratorium (batas bawah untuk HR, jumlah

leukosit, dan tekanan darah sistolik untuk persentil 5 dan bata atas untuk frekuensi

jantung,laju nafas atau hitung leukosit untuk persentil 95)7

Kelompok usia Heart rate

Takikardi Bradikardi

Laju nafas

(x/menit)

∑leukosit

(x103/mm3)

tekanan

sitolik

(mmHg)

0 hari-1 minggu > 180 < 100 > 50 > 34 < 65

1 minggu – 1bulan

> 180 < 100 > 40 > 19,5 atau < 5

< 75

1 bulan – 1 tahun

> 180 < 90 > 34 > 17,5 atau < 5

< 100

2-5 tahun > 140 not > 22 > 15,5 ataun < 94

13

Page 14: Sepsis

applicable < 6

6- 12 tahun > 130 not applicable

> 18 > 13,5 atau < 4,5

< 105

13- < 18 tahun >110 not applicable

> 14 > 11 atau < 4,5

< 117

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG7,8

a. Darah rutin : Hb, Ht, Lekosit, Trombosit

b. GDS

c. CRP

d. Faktor koagulasi

e. Kultur darah berseri

f. Apusan darah tepi : lekopenia/lekositosis, granula toksik, shift to the left

g. Urinalisis

h. Foto thoraks

i. Asam laktat, BGA, LFT, elektrolit dan EKG

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan sepsis berat dan syok septik adalah sebagai berikut :8

1. Early Goal Directed Therapy

EGDT meliputi resusitasi cairan agresif dengan koloid dan atau kritaloid,

pemberian obat-obatan inotropik, dan atau vasopresor dalam waktu 6 jam sesuadh

diagnosis ditegakkan di UGD sebelum masuk PICU. Resusitasi awal 20 ml/kgBB

5-10 menit, dan dapat diulang beberapa kali sampai lebih dari 60 ml/kgBB dalam

waktu 6 jam. Pada syok septik dengan tekanan nadi sangat sempit, koloid lebih

efektif daripada kristaloid.

2. Inotropik/vasopresor/vasodilator

Vasopresor diberikan appabila terjadi refrakter terhadap resusitasi volume,

dan mAP kurang dari normal, diberikan vasopresor. Dopamine merupakan pilihan

pertama. Apabila refrakter terhadap terhdapa pemberian dopamine, maka dapat

14

Page 15: Sepsis

diberikan epinefrin atau norepinefrin. Dobutamin diberikan pada keadaan curah

jantung yang rendah. Vasodilator diberikan pada keadaan tahnan pembuluh darah

perifer yang meningkat dengan MAP tinggi sesudah resusitasi volume dan

pemberian inotropik. Nitrovasodilator (nitrogliserin atau nitropusid) diberikan

apabila terjadi curah jantung rendah dan tahanan pembuluh darah sistemik

meningkat disertai syok.

3. Extra corporeal membrane oxygenation (ECMO)

ECMO dilakukan pada syok septik pediatric yang refrakter terhadap terapi

cairan, inotropik, vasopresor, vasodilatasi, dan terapi hormone.

4. Suplemen oksigen

Intubasi endotrakeal dini dengan atau tanpa ventilator mekanik sangat

bermanfaat pada bayi dan anak dengan sepsis berat atau syok septik, karena

kapasitas residual fungsional yang rendah.

5. Koreksi asidosis

Terapi bikarbonat untuk memperbaiki hemodinamik atau mengurangi

kebutuhan akan vasopresor, tidak dianjurkan pada keadaan asidosis laktat dan pH

> 7,15 dengan hipoperfusi.

6. Terapi antibiotik

Pemberian antibiotik segera satu jam sesudah diagnosis sepsis ditegakkan

dan pengambilan kultur darah. Pada keadaan dimana focus infeksi tidak jelas,

maka antibiotik harus diberikan pada keadaan penderita yang mengalami

perburukan, status imunologik yang buruk, adanya kateter intravena berdasarkan

kuman penyebabnya dan tes kepekaan. Prinsip pemulihan antibiotik tergantung

dari berbagai hal antara lain dari : communityacquired disease atau pola infeksi di

wilayah tersebut, pola resistensi kuman, penyakit penyerta (misal pada penderita

dengan imunocompromised), pemberian infuse atau obat-obatan parenteral dalam

kaitanya dengan pola kuman-kuman nosokomial, dan modifikasi regimen.

Dalam panduan internasional Surviving Sepsis Campaign 2008

direkomendasikan untuk memberikan terapi antibiotik empiris sedini mungkin,

dalam waktu satu jam setelah diagnosis syok septik (1B) dan sepsis berat tanpa

15

Page 16: Sepsis

syok sepsis (1D). Antimikroba yang diberikan termasuk satu atau lebih obat yang

aktif melawan semua kemungkinan patogen (bakteri) dan dapat berpenetrasi

dalam konsentrasi yang adekuat ke organ yang dicurigai merupakan sumber

infeksi. Antibiotik yang dapat diberikan yaitu :

- Ampisilin 200 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis, dikombinasikan

dengan aminoglikosida, garamycin 5-7 mg/kgBB/hari atau amikasin 15-20

mg/kgBB/hari iv atau netilmisin 5-6 mg/kgBB/hari iv dalam 2 dosis

- Kombinasi lain adalah ampisilin dengan cefotaxime 100mg/kgBB/hari

intravena dalam 3 dosis. Kombinasi ini lebih disukai apabila terdapat

gangguan fungsi ginjal atau tidak tersedia sarana pengukuran aminoglikosida.

Penggunaan antibiotik b-laktam spektrum luas sebagai monoterapi sama

efektifnya dan kurang nefrotoksik dibandingkan dengan kombinasi b- laktam dan

aminoglikosida. Pemilihan antibiotik monoterapi yang digunakan, yaitu yang

dapat mencakup pathogen penyebab yang dicurigai dari fokus infeksi, memiliki

potensi resistensi rendah, dan profil keamanan yang baik. Namun, monoterapi

tidak dapat dipilih sebagai terapi antibiotik empiris secara universal. Pemilihan

antibiotik empiris bergantung pada beberapa faktor, terkait dengan latar belakang

pasien (termasuk intoleransi obat-obatan), penyakit penyerta, dan pola kuman di

lingkungan rumah sakit. Pilihan rejimen antibiotik inisial harus cukup luas untuk

melawan semua kemungkinan patogen. Penggunaan terapi kombinasi dua

antibiotik dapat memperluas spektrum anti-bakteri, memiliki efek sinergis yang

meningkatkan aktivitas antibakteri, dan mengurangi resistensi bakteri atau

superinfeksi.

7. Sumber infeksi

Eradikasi sumber pinfeksi sangat penting, seperti drainase abses,

debridement jaringan nekrosis, alat-alat yang terinfeksi dilepas.

8. Terapi kortikosteroid

Pemberian hidrokortison 50 mg setiap 6 jam dan dikombinasi dengan

fludorcortison 50 µg diberikan 7 hari dapat menurunkan angka kematian absolute

sebanyak 15%. Dosis kortikosteroid yang direkomendasikan untuk syok septik

16

Page 17: Sepsis

pediatric adalah 1-2 mg/kg berat badan sampai 50 mg/kg untuk terapi empiris

syok septik diikuti dosis yang sama diberikan dalam 24 jam.

9. Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF)

Transfusi granulosit diberikan pada sepsis neonatus dengan hitung neutrofil

< 1500/uL yang diberikan 1-10 ug/kgBB selama 7 hari.

10. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)

Mekanisme efek IVIG pada sepsis yaitu sebagai berikut :

a. Netralisasi melalui antibody dengan meningkatkan fungsi bakterisid,

fagositosis, netralisasi endotoksin dan eksotoksin

b. Antagonis reseptor TNFα reseptor IL-1 dan reseptor IL-6.

c. Egek sinergis dengan antibiotik β laktam melalui efek antibody anti-

laktamase, transport oksigen, memperbaiki fungsi granulosit dalam

melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin, memperbaiki koagulopati

dang gangguan elektrolit.

11. Hemofiltrasi

Transfusi tukar dapat dilakukan untuk mengeluarkan endotoksin bakteri dan

mengatur mediator inflamasi, meningkatkan transport oksigen, memperbaiki

fungsi granulosit dalam melakukan lisis bakteri, dan aktifitas opsonin,

memperbaiki koagulopati dan gangguan elektrolit.

12. Terapi Suportif

a. Profilaksis Stress Ulcer

Diberikan inhibitor reseptor H2 yaitu ranitidine.

b. Profilaksis Trombosis Vena Dalam

Dosis rendah heparin dianjurkan, kecuali pada penderita yang mempunyai

kontraindikasi nya yaitu trombositpenia berat, koagulopati berat, perdarah

aktif, riwayat perdarahan intraserebral.

c. Pencegahan Hipoglikemia pada sepsis

Balita dengan sepsis mempunyai risiko untuk menderita hipoglikemia,

sehingga perlu diberikan glukosa 4-6 mg.kg berat badan/menit atau

gkujose 10% dalam NaCl 0, 45 dan mempertahankan gula darah dalam

batas normal.

17

Page 18: Sepsis

d. Penatalaksanaan Disfungsi Organ

Disfungsi paru

Volume tidal 6-8 ml/kgberat badan, permissive hiperkapnea, dam positif

end expiratory pressure (PEEP) yang optimal untuk mencegah kolaps

alveolus.

Disfungsi saluran cerna

Nutrisi enteral diberikan segera sesudah hemodinamik stabil dalam 1 atau

2 hari dengan tujuan mempertahankan integritas saluran cerna, mencegah

atrofi mukosa saluran cerna dan jaringan limfoid saluran cerna, dan

mempertahankan hormone saluran cerna.

Disfungsi koagulasi

Konsentrat trombosit diberikan pada perdarahan aktif yaitu pada

perdarahan pasca operasi yaitu sebagai berikut :

- jumlah trombosit 5.000 - 30.000/mm3 dan

- jumlah trombosit < 5.000/mm3 tidak tergantung ada atau tidaknya

perdarahan

- jumlah tromobit > 50.000/mm3 diperlukan apabila akan dilakukan

tindakan operasi.

Fresh frozen plasma diberikan apabila ada gangguan koagulasi dengan

perdarahan aktif untuk mempertahankan kadar fibrinogen > 1.0 gr/L/

recombinant human APC diberikan pada sepsis berat dengan disfungsi

organ multiple dengan jumlah trombosit > 30.000/mm3. Hemoglobin

dipertahankan dalam batas normal sesuai umur (Hb 10g/dl atau lebih).

Disfungsi renal

Resusitasi volume yang adekuat dapat memperbaiki oliguria.

Hemofiltrasi venous terbukti efektif pada syok septic meningococcuc.

Pemberian dopamine dan diuretik untuk mencegah disfungsi renal belum

terbukti.2

18

Page 19: Sepsis

I. KOMPLIKASI

Sepsis merupakan salah satu penyebab dari systemic inflammatory respon

syndrome (SIRS). Bila tidak segera dikenali dan ditangani sedini mungkin, sepsis

dapat berkembang menjadi tahapan lebih berat yaitu severe sepsis (sepsis dengan

disfungsi organ akut), syok sepsis (sepsis dengan hipotensi arterial refraksi),

multiple organ disfunction syndrome (MODS) atau disfungsi organ multiple dan

berakhir pada kematian.6

J. PROGNOSIS

Kematian akibat sepsis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas

kuman, ada tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita.

Kematian karena sepsis utamanya disebabkan oleh syok. Angka kematian

mencapai 40-60% untuk penderita dengan sepsis karena kuman enteric gram

negative. Tanda-tanda prognosis buruk bila terjadi hipotensi, koma, leukopeni

(<500/ul), trombositopenia (<100.000/ul) kadar fibrinogen rendah (< 150

mg/dl).6,7

19

Page 20: Sepsis

BAB III

KESIMPULAN

1. Sepsis adalah respon sistem inflamasi sistemik (SIRS) dengan bukti atau

dugaan infeksi sebagai penyebabnya.

2. Organisme yang paling sering menyebabkan infeksi menurut penelitian

tahun 2011 adalah bakteri gram negative terutama di PICU.

3. Faktor risiko yang dapat meningkatkan insidens sepsis pada anak yaitu

faktor host dan pengobatan.

4. Patogenesis timbulnya sepsis melalui tiga tahapan, yiau : tahap inflamasi,

koagulasi, dan disfungsi bekuan darah, kerusakan jaringan, dan kematian.

5. Berdasarkan mulai timbul gejala klinis, sepsis diklasifikasikan menjadi 2,

yaitu sepsis berat dan syok sepsis.

6. Pendekatan diagnosis pada anak adalah menggunakan pemndekatan

pendekatan PIRO (Presdisposition, Infection, Response, Organ

Dysfunction).

7. Prinsip penatalaksanaan meliputi early goal directed therapy, inotropik,

extra corporeal membrane oxygenation, suplemen oksigen, koreksi asidosis,

terapi antibiotika, sumber infeksi, terapi kortikosteroid, anti-inflamasi,

granulocyte macrophage colony stimulating factor, intravenous

immunoglobulin, hemofiltrasi, dan terapi suportif.

8. Prognosis tergantung dari lokasi awal infeksi, patogenisitas kuman, ada

tidaknya disfungsi organ multiple dan respon imun penderita.

20

Page 21: Sepsis

DAFTAR PUSTAKA

1. Budhiarso, Hery. Rasio Imatur/Total neutrofil pada Sediaan Apus Darah

Tepi Sebagai Petanda Dini Sepsis Bakterial Pada Anak . Tesis Program

Pendidikan Dokter Spesialis 1. Fakultas Kedokteran Universitas

Diponegoro, Semarang. 2000.

2. Kumar A. Optimizing antimicrobial therapy in sepsis and septic shock. Crit

Care Journal. 2009;25(4):733-51.

3. Paterson, R. L., and Webster N. R., Sepsis and Inflamatory Respon

Syndrome dalam Journal of The Royal College of Surgeoons of Edinburgh

2008;p. 178-82

4. Paul M, Leibovici L. Combination antimicrobial treatment versus

monotherapy: the contribution of meta-analyses. Infect Dis Clin North Am.

2009;23(2):277-93.

5. Rodrigo.,Siqueira., B. Etc. Sepsis. Departement of Medicine and Nursing,

Universidade Federal de Vicosa-UFV, Vicosa (MG), Brazil.

6. Powell, KR. Sepsis and Shock. In: Kliegman RM, Jenson HB, Marcdante

KJ, Behrman RE. editors. Nelson Textbook of Pediatrics. 15 th Ed.

Philadelphia: WB Saunders Company; 2000. P.868-71

7. Joseph M.,Kontra, MD. Evidence BasedManagement Of Severe Sepsis and

Septic Shock. The Jorurnl of Lancaster General Hospital. Vol.1. 2006. P39-

45.

8. Singhi S, Rao DS, Chakrabarti A. Candida colonization and candidemia in a

pediatric intensive care unit. Pediatr Crit Care Med. 2008;9(1):91-5.

9. Trzeciak S, Rivers EP. Clinical manifestations of disordered

microcirculatory perfusion in severe sepsis. Critical Care 2005, 9(suppl

4):S20-S26.

21