Seorang Anak Perempuan Usia 3 Th Dengan Apendisitis Kronis - Gunung Mahameru
-
Upload
gunung-mahameru -
Category
Documents
-
view
22 -
download
1
description
Transcript of Seorang Anak Perempuan Usia 3 Th Dengan Apendisitis Kronis - Gunung Mahameru
Presentasi Kasus Bedah Anak
SEORANG ANAK PEREMPUAN 3 TAHUN DENGAN
APENDISITIS KRONIS
Disusun Oleh:
Gunung Mahameru, S. Ked
G99141077
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2015
Pembimbing Residen
dr. Opi
Pembimbing
dr. Suwardi, Sp. B, Sp. BA
BAB I
STATUS PASIEN
A. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : An. SK
Tanggal Lahir : 27 Maret 2012
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Mojolaban, Sukoharjo
Tanggal Masuk : 7 Maret 2015
No. RM : 01199767
II. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari praktik dokter swasta di Solo Baru.
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut yang pertama kali muncul sejak
16 hari SMRS. Nyeri diketahui nenek pasien dirasakan pada daerah perut
kanan bawah. Nyeri dirasakan hilang timbul, terasa memberat saat pasien
memakan makanan padat ataupun berserat. Pada saat nyeri muncul, perut
pasien terasa kembung dan tidak bisa kentut. Kemudian pasien dibawa ke
praktik dokter swasta. Pasien mendapat diagnosis peradangan usus buntu,
kemudian pasien diberi obat dan dirujuk ke RSDM. Nyeri tidak disertai
dengan mual, muntah, maupun diare. Pasien merasa mual namun tidak
muntah. Riwayat demam (+), saat ini demam (-) Sesak (-), batuk (-), pilek
(-). Buang air kecil dan buang air besar tidak ada keluhan.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : (+) 1 bulan SMRS, ke dokter swasta
Riwayat operasi :(-)
Riwayat Trauma : (-)
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan yang sama : disangkal
VI. Riwayat Kebiasaan
Makan-makanan pedas : disangkal
Makan makanan asam : disangkal
Sering terlambat makan : disangkal
VII. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan. Ketuban Pecah Dini (-). Saat
lahir pasien langsung menangis kuat.
VIII. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC : rutin di bidan setempat
Riwayat Ibu sakit saat hamil : disangkal
IX. Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi lengkap menurut KMS.
B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : compos mentis , tampak sakit sedang, gizi baik
b. Vital sign :
TD : 100/60 mmHg
N : 88 kali per menit, regular, simetris, isi dan tegangan cukup
RR : 22 x/menit
T : 36,9o C per aksilar
II. General Survey
a. Kulit: Kulit sawo matang,kering (-), ujud kelainan kulit (-),
hiperpigmentasi (-)
b. Kepala : mesocephal
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-),
reflex cahaya (+/+), pupil isokhor 2mm/2mm
d. Telinga : sekret (-/-), darah (-/-).
e. Hidung : bentuk simetris, napas cuping hidung (-), sekret (-), keluar
darah (-).
f. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-), jejas (-).
g. Leher : pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-).
h. Thorak : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada
simetris
i. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :batas jantung kesan tidak melebar.
Auskultasi :bunyi jantung I-II intenstas normal, regular, bising (-).
j. Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : fremitus raba kanan sama dengan kiri
Perkusi : sonor/sonor.
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+) normal, suara tambahan
(-/-).
k. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, perut distended (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, massa (-), nyeri tekan (-), defance muscular
(-)
Nyeri tekan Mc Burney (-)
Rebound tenderness (-)
Rovsing sign (-)
Psoas sign (-)
Obturator sign (-)
l. Genitourinaria : anus (+) normal, BAK normal, Nyeri ketok costo
vertebra (-)
m. Ekstremitas : CRT < 2 detik
Akral dingin Oedema
- -
- -
C. ASSESMENT I
Suspek apendisitis
D. PLANNING I
Injeksi metamizole 500 mg/8 jam
Cek darah lengkap
Apendikogram
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
I. Laboratorium Darah (6 Maret 2015)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin 12,5 g/dL 12,3 – 15,3
Hematokrit 37 % 33 – 45
Leukosit 4,8 Ribu/µl 4,5 – 14,5
Trombosit 348 Ribu/µl 150 – 450
Eritrosit 5,17 Juta/µl 3,8 – 5,8
Golongan Darah O
- -
- -
Index Eritrosit
MCV 71,4 /um 80,0-96,0
MCH 24,1 Pg 28,0-33,0
MCHC 33,8 g/dl 33,0-36,0
RDW 12,1 % 11,6-14,6
HDW 3,3 g/dl 2,2-3,2
Hitung Jenis
Granulosit 29,30 % 52,00 – 67,00
Limfosit 57,30 % 33,00 – 48,00
Monosit 5,60 % 0,00 – 11,00
Hemostasis
PT 13,5 Detik 10,0-15,0
APTT 32,8 Detik 20,0-40,0
INR 1.050
Kimia Klinik
GDS 74 mg/dl 60-100
Albumin 4,6 g/dl 3,8-5,4
Creatinin 0,3 mg/dl 0,3-0,7
Elektrolit
Natrium darah 135 mmol/L 132-145
Kalium darah 4,2 mmol/L 3,1-5,1
Clorida darah 106 mmol/L 98-106
II. Apendikogram (3 Maret 2015)
Plain foto abdomen
Gambaran gas usus dengan fecal material prominen
Gambaran hepar dan lien tak tampak membesar
Kontur ginjal kanan kiri dan psoas shadow tertutup gambaran gas usus
Corpus, pedicle dan DIV tak tampak kelainan
Tak tampak gambaran radioopaque di sepanjang tractus urinarius
Kontras study
Tampak kontras mengisi ileum, coecum, colon ascendens, transversum
dan descendens, kontras tak mengisi apendiks
Kesan : Non filling appendix, suspek edema pada apendiks
Gambar Foto :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi. Walaupun
apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun paling sering terjadi pada
remaja dan dewasa muda (Lindseth, 2006).
.
B. Anatomi dan Fisiologi Apendiks
Anatomi
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks
berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.
Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens apendisitis pada usia
itu.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari
a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri in tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren
(Sjamsuhidajat, 2005).
Gambar 1. Anatomi Apendiks
Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam
apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
terdapat disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.
Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi
makanan dan mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena
pengosongannya tidak efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks
cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap infeksi
(Sjamsuhidajat, 2005).
C. Etiologi
Apendisitis akut merupakan merupakan infeksi bakteria. Berbagai
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan
faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah
erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
ini mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, 2005).
D. Patofisiologi
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastisitas dinding
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah
apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah
dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan terjadinya
perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.
E. Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, 2005).
1. Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut
talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral
didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual
dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih
tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
2. Apendisitis kronik.
Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik
apendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik
apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan
parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama
dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik
antara 1-5%.
F. Manifestasi Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan
dapat dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada
antara umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan,
spasme otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada
beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar dibelakang
sekum, nyeri dan nyeri tekan terasa didaerah lumbal. Bila ujungnya ada pada
pelvis, tanda-tanda ini dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. nyeri
pada defekasi menunjukkan ujung apendiks berada dekat rektum. nyeri pada
saat berkemih menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung
kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektus kanan
dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran
bawah kiri yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran
kanan bawah. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri menjadi menyebar.
Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi pasien memburuk.
Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi.
Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus
atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai
ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi
pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari bantuan perawatan
kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dann penunjang.
Anamnesis
Nyeri perut
Umumnya dimulai dengan nyeri pada epigastrium atau periumbilikal
sebagai tanda awal serangan apendesitis akut. Hal ini terjadi karena terdapat
obstruksi yang disertai distensi lumen yang mengakibatkan peregangan pada
peritonium visceral, oleh karena proses yang terjadi secara lokal pada
apendiks tersebut. Proses ini menimbulkan perangsanagan pada susunan saraf
otonom yang bersifat viscerosensoris dan visceromotoris. Penghantaran
impuls sensoris berasal dari napendiks melalui serabut saraf yang bersinapas
di ganglion spinalis thorakalis X.
Nyeri visceral ini bersifat diffus dan tidak dapat ditentukan lokasinya
dengan tepat oleh penderita. Seringkali nyeri ini memencar kepermukaan
tubuh sebagai reffered pain dan nyeri direfer ke daearah umbilikus pada
dermatom TH X,XI.XII. Nyeri ini timbul lambat dan akhirnya menetap pada
kuadran kanan bawah sesuai dengan lokasi nyeri dari daerah epigastrium atau
periumbilikal ke perut kanan bawah ini sangat penting. Merupakan suatu
tanda untuk diagnosa. Dengan meningkatnya rangsangan peritonium
rangsangan peritonium, maka nyeri lokal akan bertambah kuat dan cenderung
menekan nyeri umbilikal.
Anoreksia, mual dan muntah
Pada umumnya anoreksia mual dan muntah timbulnya nyeri abdomen,
ini disebakan oleh karena adanya spasme pylorus, sehingga penderita akan
memuntahkan apa saja yang dimakan dan diminum. Bila gejala ini timbul
sebelum nyeri perut maka kecurigaan apendesitis akut dapat disingkirkan.
Demam
Demam biasanya ringan dengan suhu 37,5-38,5ºC. Bila suhu lebih
tinggi mungkin sudah terjadi perforasi.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit,
kembung (+) bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada
appendikuler abses.
Palpasi
Terdapat nyeri tekan Mc Burney, adanya Rebound tenderness, adanya defans
muskular, Rovsing sign positif, psoas sign positif, obturator sign positif.
Perkusi
Nyeri ketok positif
Auskultasi
Peristaltik normal, bila peristaltik (-) maka terjadi ileus paralitik karena
peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi lebih banyak
berperan dalam menegakkan diagnosis apendisitis dengan peritonitis.
Alvarado Score
Dengan sistem score ini diberikan nilai kuantitatif dari sign dan symtom nyeri
perut.
M : migratory of pain from peri umbilical to right iliaca fossa nilainya 1
A : Anoreksia nilainya 1
N : Nauseanya or vomitus nilainya 1
T : Tenderness : nainya 2
R : Rebound Tenderness nilainya 1
E : Elevation of temperature nilanya 1
L : Leukositosis nilainya 2
Total score 9
7-9 : Apendesitis akut
5-6 : Obsevasi 24 jam , nilai ulanh setelah 24 jam
<5 : Bukan apendesitis akut, pasien bisa dipulangkan
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Jumlah leukosit berkisar antara 10.000 dan 16.000/mm³ dengan pergeseran ke
kiri (lebih dari 75 persen neutrofil) pada 75 persen kasus yang ada. 96 persen
diantaranya leukositosis atau hitung jenis sel darah putih yang abnormal.
Tetapi beberapa pasien dengan apendisitis memiliki jumlah leukosit yang
normal. Pada urinalisis tampak sejumlah kecil eritrosit atau leukosit.
Foto Sinar-X dan Ultrasonografi
Tak tampak kelainan spesifik pada foto polos abdomen. Barium enema
mungkin dapat untuk diagnosis tetapi tundakan ini dicadangkan untuk kasus
yang meragukan. Sedangkan pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks.
Apendikogram
Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)
merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial
appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan
kontras yang mengisi apendiks secara total (positif appendicogram)
merupakan apendiks yang normal.
Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut, karena
merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi
dari apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi (Sibuea, 2011).
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4 serbuk halus
yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan diminum
sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam
untuk dewasa, hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.
Gambar 2.2. Gambaran apendiks normal pada apendikogram
*Tanda panah menunjukkan gambar apendiks normal
H. Diagnosis Banding
Cholecystitis akut
Divertikel Mackelli
Enteritis regional
Pankreatitis
Batu ureter
Cystitis
Kehamilan Ektopik Terganggu
Salphingitis akut
(Kemenkes, 2013).
I. Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.
Antibiotik dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi
aktivitas fisik sampai pembedahan dilakukan ( akhyar yayan,2008 ). Analgetik
dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko
perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum umum atau
spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan
metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih
terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik
pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakukan operasi atau
tidak.
J. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi
usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah
yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul).
Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam
diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama waktu tunda antara
diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi
36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah
didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus.
Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan
otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika
penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut,
mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan
isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut
dan usus.
Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh
lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F.
Dudley, 1992):
1. Infeksi luka,
2. Abses residual,
3. Sumbatan usus akut,
4. Ileus paralitik, dan
5. Fistula tinja eksternal
K. Prognosis
Dengan penanganan yang tepat dan baik, prognosis umumnya bonam
(Kemenkes, 2103).
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. 2013. Buku Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Pelayanan Primer.
Edisi I. Jakarta: Kementerian Republik Indonesia.
Linseth GN. 2006. Gangguan usus halus. Dalam Price, Sylvia A., Wilson,
Lorraine M., 2006. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit.
Ed.6. Jakarta : EGC.
Sibuea, W.H., 1996. Kegunaan Apendikogram Barium per Oral dalam
Menegakkan Diagnosis Apendisitis Akut. Available from:
http://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/index.php?p=show-
detail&id=1409 [Accessed 2 April 2011] {abstrak}.
Sjamsuhidajat, R., De Jong, W., 2005. Buku-Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.