Sensasi Somatic Nyeri
-
Upload
ilhamul-laila -
Category
Documents
-
view
43 -
download
7
Transcript of Sensasi Somatic Nyeri
DISUSUN OLEH :
AMRINA MUCHTAR
04121303039
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
SENSASI SOMATIC NYERI
Nyeri merupakan mekanisme untuk melindungi tubuh terhadap suatu
gangguan dan kerusakan di jaringan seperti peradangan, infeksi jasad renik dan
kejang otot dengan pembebasan mediator nyeri yang meliputi prostaglandin,
bradikinin, serotonin, histamine, ion kalsium dan asetilkolin (Tjay dan Rahardja,
2002). Menurut International Assosiation for The Study of Pain (IASP), nyeri
didefinisikan sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh
pengalaman tertentu yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan. Nyeri
seringkali dikatakan sebagai respon terhadap stimulus yang merusak jaringan
(misalnya: trauma fisik, mekanik, kimiawi, termal) dan kemudian menimbulkan
aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor) (Sujatno, 1998).
Reseptor nyeri (Nosiseptor)
Seperti telah disebutkan, rangsang yang cukup menimbulkan rasa nyeri
adalah kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan. Disini senyawa
tubuh sendiri dibebaskan dari sel-sel yang rusak, yang disebut zat nyeri (mediator
nyeri), yang menyebabkan perangsangan reseptor nyeri.
Reseptor Nyeri
Yang termasuk zat nyeri yang potensialnya kecil adalah ion hydrogen.
Pada penurunan nilai pH dibawah 6 selalu terjadi rasa nyeri yang meningkat pada
kenaikan konsentrasi ion H+ lebih lanjut. Kerja lemah yang mirip dipunyai juga
oleh ion kalium yang keluar dari ruang intrasel setelah terjadi kerusakan jaringan
dan dalam interstisium pada konsentrasi > 20 mmol/liter menimbulkan rasa nyeri.
Demikian pula berbagai neurotransmitter dapat bekerja sebagai zat nyeri pada
kerusakan jaringan. Histamine pada konsentrasi relative tinggi (10-8 g/L) terbukti
sebagai zat nyeri. Asetilkolin pada konsentrasi rendah menstabilisasi reseptor
nyeri terhadap zat nyeri lain, sehingga senyawa ini bersama-sama dalam senyawa
yang dalam konsentrasi yang sesuai secara sendirinya tidak berkhasiat, dapat
menimbulkan nyeri yang paling efektif dari kelompok transmitter.
Sebagai kelompok senyawa penting lain dalam hubungan ini adalah kinin,
khususnya bradikinin, yang termasuk senyawa penyebab nyeri terkuat.
Prostaglandin yang dibentuk lebih banyak dalam peristiwa nyeri, mensensibilisasi
reseptor nyeri dan di samping itu menjadi penentu dalam nyeri dalam.
Nosiseptor berupa akhiran saraf bebas tersebar di kulit, periosteum,
dinding arteri, permukaan sendi, falk dan tentorium, rongga kranium. Nosiseptor
mempunyai sifat tidak beradaptasi terhadap rangsang sehingga reseptor tetap
dapat memberitahukan kepada individu tersebut akan adanya rangsang yang
merusak (Mutchler, 1991). Ternyata, pada beberapa kondisi, eksitasi serabut rasa
nyeri semakin bertambah secara progresif, terutama pada nyeri lambat, karena
stimulus rasa nyeri berlangsung terus-menerus. Keadaan ini dapat meningkatkan
sensitifitas reseptor rasa nyeri yang disebut hiperalgesia. Reseptor nyeri
kebanyakan sensitif terhadap lebih dari satu stimulus walaupun ada beberapa
reseptor nyeri yang hanya sensitif terhadap satu jenis stimulus (Guyton, 2000).
Menurut Mutchler (1991) reseptor sensorik secara fungsional dibedakan
menjadi:
1. Kemoreseptor, reseptor ini peka terhadap rangsang kimiawi dan impulsnya
diteruskan melalui serabut C.
2. Mekanoreseptor dan termoreseptor, reseptor ini peka terhadap rangsang
mekanik dan termal impulsnya diteruskan melalui serabut saraf A delta.
Transmisi impuls dari nosiseptor dilakukan melalui serabut aferen A delta
dan serabut aferen C (Ganong, 2000). Serabut A delta merupakan serabut
bermielin, besar, konduksi cepat, menghasilkan nyeri yang jelas, tajam dan
terlokalisasi. Sedangkan serabut aferen C merupakan serabut yang tidak
bermielin, kecil, konduksi lambat dan menghasilkan nyeri yang tumpul, persisten.
Stimulus yang dapat menimbulkan rasa nyeri diantaranya adalah fisis,
kimia, mekanik dan elektrik. Stimulus tersebut dapat berupa pemotongan,
peregangan, kompresi, iskemi atau dapat berasal dari zat kimiawi seperti asam,
basa dan garam. Termal yang menyebabkan nyeri sebesar 450C , sebanding
dengan kerusakan jaringan. Nyeri oleh karena kimiawi juga dapat disebabkan
penyuntikan bradikinin, ion K, dan enzim proteolitik dibawah kulit. Adanya
stimulus-stimulus tersebut akan menyebabkan keluarnya mediator nyeri yakni
prostaglandin (Kasper, 2005).
Prostaglandin adalah semua kelompok yang diturunkan dari asam lemak
20-karbon tak jenuh, terutama asam arakidonat melalui jalur siklooksigenase;
prostaglandin terlibat dalam berbagai proses fisiologis (Dorland, 2005).
Prostaglandin akan merangsang akhiran saraf dan diteruskan ke pusat sensasi
nyeri oleh apparatus nyeri yang berupa jaringan serabut saraf sensorik hingga
timbul sensasi nyeri (Kasper, 2005).
Biosintesis prostaglandin dimulai dari rangsang yang berupa kimiawi dan
termik yang menyebabkan kerusakan membran sel, sehingga akan mengaktifkan
enzim fosfolipase yang merubah fosfolipid dalam membran sel menjadi asam
arakidonat yang selanjutnya akan disiklasi menjadi prostaglandin endoperoksida
siklik dalam bentuk PGG2 (satu rantai peroksida) yang merupakan zat awal
pembentukan semua senyawa prostaglandin dengan bantuan enzim
siklooksigenase. Peroksida dari PGG2 ini melepaskan radikal bebas oksigen yang
juga berperan pada timbulnya rasa nyeri. PGG2 kemudian akan diubah menjadi
PGH2 (satu rantai samping hidroksil) dengan bantuan enzim endoperoksida
isomerase dan peroksidase. Dari PGH2 ini akan dibentuk secara langsung
prostaglandin primer yaitu PGE2, PGF2a dan PGD2. Perubahan PGH2 menjadi
PGE2 dibantu oleh enzim PGE2 isomerase. Enzim PGF2a reduktase dan
peroksidase mengkatalisis perubahan PGH2 menjadi PGF2a dan enzim PGD2
isomerase mengubah PGH2 menjadi PGD2. Dari PGE terbentuk prostaglandin A,
B, dan C. Dalam trombosit PGG2 dapat diubah menjadi tromboksan A2 oleh
tromboksan sintase. Tromboksan A2 yang tidak stabil diubah menjadi tromboksan
B2 yang stabil dan tidak aktif. Zat lain yang dibentuk oleh PGG2 adalah
prostasiklin (PGI1) yang disintesis di dinding pembuluh darah dengan bantuan
enzim prostasiklin sintase (Mutchler, 1991).
Secara invitro terbukti bahwa PGE2 dan PGI1 dalam jumlah nanogram
menimbulkan eritem, vasodilatasi dan peningkatan aliran darah local. Histamin
dan bradikinin dapat meningkatkan permeabilitas vaskular, tetapi efek
vasodilatasinya tidak besar. Dengan penambahan sedikit PG, efek eksudasi
histamin plasma dan bradikinin menjadi lebih jelas. Migrasi leukosit ke jaringan
radang merupakan aspek penting dalam proses inflamasi. PG tidak bersifat
kemotaktik tetapi produk lain dari asam arakidonat yakni leukotrien B4
merupakan zat kemotaktik yang sangat poten (Wilmana, 1995)
Rangsang nyeri yang berupa kimiawi dan termik akan menyebabkan
kerusakan jaringan yang akan diikuti oleh pelepasan mediator nyeri yang akan
merangsang reseptor nyeri. Rangsang ini lalu diteruskan ke radix dorsalis medulla
spinalis melalui serabut saraf aferen. Serabut-serabut saraf aferen berakhir di
formasio retikularis. Dari formasio retikularis ini, impuls nyeri dihantarkan ke
thalamus opticus, kemudian ke korteks serebri (untuk mengetahui lokasi nyeri),
dari sini impuls juga akan dikirimkan ke serebellum. Serebrum dan Serebellum
bersama-sama melakukan reaksi pertahanan dan perlindungan yang terkoordinasi
(Mutchler, 1991).
Wilmana (1995) menyebutkan mekanisme penghambatan PG dengan
penghambatan kerja enzim siklooksigenase yang berfungsi mengubah asam
arakidonat menjadi endoperoksida sehingga sintesa PG dihambat. Obat analgesic
yang efektif dalam memblok biosintesis prostaglandin ini misalnya aspirin. Obat
ini merupakan golongan obat analgesic nonopioid yang dapat dipakai dalam
menilai efek obat sejenis.
Karena sistem persarafan rasa nyeri ini bersifat rangkap, maka stimulus
rasa nyeri yang hebat dan datangnya mendadak akan menimbulkan sensasi nyeri
yang sifatnya “rangkap” : rasa nyeri tajam yang dijalarkan ke otak oleh jaras
serabut A-delta, yang selanjutnya akan diikuti oleh sedetik atau lebih rasa nyeri
lambat yang dijalarkan oleh jaras serabut C.
Sewaktu memasuki medulla spinalis dari radiks spinalis dorsalis, sinyal
rasa nyeri melewati dua jaras ke otak, melalui tractus neospino-talamikus dan
melalui tractus paleospinotalamicus.
Tractus neospinotalamikus untuk rasa nyeri cepat. Serabut tipe A-delta
berakhir pada lamina I (lamina marginalis) pada kornu dorsalis dan merangsang
neuron pengantar kedua dari tractus neospinotalamikus. Neuron ini akan
mengirimkan sinyal ke serabut panjang yang terletak di sisi lain medulla spinalis
dalam komisura anterior dan selanjutnya naik ke otak dalam kolumna
anterolateralis. Beberapa serabut tractus neospinotalamikus berakhir didaerah
retikularis batang otak, tetapi sebagian besar melewati semua jalur ketalamus
berakhir di komplek ventrobasal disepanjang kolumna dorsalis tractus lemniscus
medialis untuk sensasi raba. Dari sini sinyal akan dijalarkan ke daerah lain pada
basal otak dan juga ke korteks somatosensoris.
Jaras paleospinotalamicus untuk menjalarkan nyeri lambat. Serabut nyeri
tipe C di perifer hamper seluruhnya berakhir di lamina II dan III kornu dorsalis,
yang bersama-sama disebut substantia gelatinosa. Sebagian besar sinyal kemudian
melewati satu atau lebih neuron-neuron serabut pendek tambahan didalam kornu
dorsalisnya sebelum memasuki lamina V melalui lamina VII, juga dikornu
dorsalis. Dari percobaan penelitian diduga ujung serabut nyeri tioe C yang
memasuki medulla spinalis mungkin mengeluarkan transmiter glutamate dan
transmiter substansi P. Transmiter glutamate bekerja secara segera dan dan hanya
berlangsung berapa milidetik saja. Sebaliknya substansi P dilepaskan jauh lebih
lambat, mencapai pemekatan dalam waktu berapa detik bahkan menit.
Kenyataannya ada dua nyeri “ganda” yang dirasakan seseorang setelah tusukan
jarum (pinprick).
Jaras paleospinotalamicus berakhir secara luas dalam batang otak. Hanya
sepersepuluh sampai seperempat serabut yang melewati seluruh jalur ke thalamus.
Namun demilian, secara prinsip, serabut-serabut ini berakhir disatu dari tiga
daerah berikut ini :
1. Nukleus Retikularis medulla, pons dan mesensefalon.
2. Area tektal dari mesensefalon dalam sampai kolikuli superior dan inferior.
3. Daerah substantia abu-abu periaquaductal yang mengelilingi aqueductus
sylvius.
Daerah yang lebih rendah dari batang otak ini tampaknya penting dalam
mengapresiasikan rasa sakit dari nyeri. Dari area nyeri batang otak, banyak
neuron-neuron serabut pendek yang memancarkan sinyal nyeri naik ke intra
laminar dan nucleus lateral pusat dari thalamus dan kedalam bagian tertentu
hipotalamus dan daerah lain yang berdekatan didasar otak.
Derajat reaksi seseorang terhadap rasa nyeri (pain suppression) sangat
bervariasi. Keadaan ini disebabkan oleh kemampuan otak dalam menekan /
menahan besarnya sinyal nyeri yang masuk ke dalam system saraf, yaitu dengan
mengaktifkan system pengatur rasa nyeri atau system analgesia. Sistem analgesia
terdiri dari 3 komponen:
1. Periaqaeductal grisea dan periventrikuler : dari mesensefalon dan bagian
atas pons yang mengelilingi aquaductus sylvius dan bagian yang
berdekatan dengan ventrikel 3 dan 4 signal dari neuron-neuron dikirim ke
2. Nukleus rafe magnus (di bagian bawah pons dan bagian atas medula) dan
nucleus reticularis paragigantoselularis. diteruskan turun ke
3. Kompleks penghambat rasa nyeri di kornu dorsalis medula spinalis
Rangsang elektrik: dibawa ke periaqaeduct dan nukleus rafe magnus dapat
menekan signal sakit (kuat) pada waktu masuk ke dorsal spinal roots.
Periaqaeduct, periventrikuler menekan sakit tidak terlalu kuat. Kemudian
neurotransmitter yang terlibat dalam system analgesia menekan rasa sakit yaitu :
Enkefalin dan Serotonin.
Nuklei periventrikuler dan periaqaeduct mensekresikan enkefalin, juga
rafe magnus mensekresikan enkefalin. Serabut-serabut yang berasal dari nuklei ini
dan berakhir di kornu dorsalis medula spinalis mensekresikan serotonin pada
ujung-ujungnya. Serotonin secara setempat merangsang sekresi enkefalin. Pada
serabut-serabut sakit tipe A dan C sinapsnya di kornu dorsalis dengan cara
presinaps inhibisi dan memblok kanal ion Ca, maka ion Ca melepas transmiter di
sinaps dan memblok presinaps inhibisi. Sistem ini bekerja dalam hitungan menit
sampai jam. Selain itu sistem analgesia dapat menghambat transmisi sakit di
perjalanan di nuklei retikuler, batang otak, dan thalamus.
Menurut kualitasnya, nyeri dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Nyeri cepat (nyeri akut, tajam, tertusuk), sinyal nyeri ini dijalarkan melalui
saraf perifer menuju ke medula spinalis oleh saraf tipe A delta pada
kecepatan penjalaran antara 6-30 m/dtk.
2. Nyeri lambat (nyeri kronik, terbakar, pegal), Sinyal nyeri ini dijalarkan
serabut saraf tipe C dengan kecepatan penjalaran antara 0,5-2m/dtk
(Guyton, 2000)
Menurut tempat terjadinya, nyeri dibagi atas nyeri somatik dan visceral.
Nyeri somatik dibagi menjadi nyeri permukaan dan nyeri dalam. Nyeri
permukaan adalah nyeri yang dirasakan dalam kulit, tulang dan jaringan ikat.
Nyeri visceral terjadi antara lain karena ketegangan organ perut, kejang otot polos,
aliran darah kurang atau penyakit yang menyebabkan radang (Mutchler, 1991).