Seminar Jurnal gerontik
-
Upload
bakhrul-ulum -
Category
Documents
-
view
237 -
download
3
description
Transcript of Seminar Jurnal gerontik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan pembangunan disegala bidang memberikan kontribusi
sangat penting bagi penduduk dunia. Hasil pembangunan tersebut
dibuktikan dengan meningkatnya umur harapan hidup. Semakin
meningkat umur harapan hidup mengakibatkan jumlah penduduk lanjut
usia semakin bertambah banyak, bahkan cenderung lebih cepat dan pesat
(Martono & Pranarka, 2011).
Jumlah lanjut usia (di atas 60 tahun) di dunia pada tahun 2000
adalah 11% dari seluruh jumlah penduduk dunia (±605 juta) (World
Health Organization, 2012). Menurut perkiraan Biro Pusat Statistik di
kutip oleh Nugroho (2012), pada tahun 2005 di Indonesia terdapat
18.283.107 penduduk lanjut usia. Jumlah ini akan melonjak hingga ±33
juta orang lanjut usia (12% dari total penduduk) pada tahun 2020 dengan
umur harapan hidup kurang lebih 70 tahun.
Lanjut usia merupakan usia yang beresiko tinggi terhadap
penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK),
hipertensi, diabetes militus, gout (rematik) dan kanker. Salah satu penyakit
yang sering dialami oleh lanjut usia adalah hipertensi. Salah satu penyebab
hipertensi adalah pola hidup yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang berkadar garam tinggi, makanan cepat saji, makanan yang berkolesterol, kurang berolahraga, minum alkohol, merokok dapat meningkatkan angka kejadian hipertensi (Palmer & Williams, 2007). Hipertensi
sendiri sering disebut sebagai pembunuh diam-diam, karena dari satu
setengah penderita dengan tekanan darah tinggi tidak menyadari kondisi
kesehatanya. Hipertensi pada lansia didefinisikan dengan tekanan sistolik
diatas 160 mmHg atau tekanan diastolik diatas 90 mmHg (Fatimah, 2010).
Menurut hasil dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2007 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada lansia di Indonesia
berdasarkan pengukuran tekanan darah sangat tinggi, yaitu 31,7 persen
dari total penduduk dewasa atau satu di antara 3 penduduk memiliki
hipertensi. Berdasarkan data Riskesdas maka hipertensi (12,3 %) adalah
penyebab kematian penyakit tidak menular kedua terbanyak setelah stroke
(26,9%).
Peran perawat yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah
hipertensi pada lansia adalah dengan cara memberikan pengobatan
farmakologi dan non farmakologi. Salah satu Pengobatan non farmakologi
meliputi rajin berolahraga secara teratur dan menjaga pola makan, dengan
cara pengurangan asupan kalori (bila kegemukan), membatasi asupan
garam, serta bisa juga dengan pembuatan jus dari buah segar dan
pemberian buah belimbing (Adzakia, 2012).
Seperti yang telah dijelaskan oleh Soedarya (2009), bahwa buah
belimbing mempunyai kadar potasium (kalium) yang tinggi dengan
natrium yang rendah sebagai obat hipertensi yang tepat. Sehingga,
diharapkan dengan mengkonsumsi buah belimbing muda dalam jumlah
tertentu (3 buah) dapat menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui penurunan
tekanan darah pada PM dengan hipertensi sebelum dan sesudah pemberian
buah belimbing.
C. Manfaat
1. Pelayanan keperawatan
Artikel ini dapat menjadi rujukan baru bagi pemberi pelayanan
asuhan keperawatan.
2. Pendidikan keperawatan
Artikel ini dapat menambah dan memperbarui ilmu di dunia
pendidikan keperawatan.
3. Penelitian keperawatan
Artikel ini dapat menjadi referensi tambahan untuk
mengembangkan penelitian di bidang keperawatan.
BAB II
HASIL REVIEW
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
1. Putri Indah Dwipayanti (Indonesia, 2011)
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Kelurahan Balongsari, didapatkan jumlah penderita hipertensi primer adalah 1072 orang dari 8607 penduduk. Hal ini diperkirakan sekitar 12,45% penderita hipertensi primer yang ada di Kelurahan Balongsari (Data Diambil dari Puskesmas Balongsari periode Januari-November di tahun 2009). Di Sumolepen sendiri didapatkan jumlah penderita hipertensi primer adalah 172 orang dari 2678 penduduk yang ada. Ini diperkirakan sekitar 6,4% penderita hipertensi primer di
Desain dalam penelitian ini adalah Pra Eksperimen dengan rancangan One-Group Pre-Post Test Design.
Populasi terjangkau dalam penelitian ini sebesar 43 orang, yaitu penderita hipertensi primer yang rutin memeriksakan penyakitnya di Puskesmas Balongsari Kota Mojokerto periode Januari-November 2010. Jumlah sampel yang digunakan sebesar 30 responden dengan teknik purposive sampling.
Data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan lembar observasi tekanan darah.
Pemberian terapi buah belimbing dilakukan selama 3 hari berturut-turut dengan frekuensi 2x dalam sehari.
Buah belimbing efektif untuk penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi di Sumolepen Kelurahan Balongsari Kota Mojokerto.
Kelebihan:
Mencantumkan kriteria inklusi dan ekslusi responden yang digunakan untuk menghomogenkan sampel
Kelemahan:
Tidak menggunakan kelompok kontrol, sehingga tidak memiliki pembanding
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
wilayah tersebut dan telah didapatkan sekitar 43 penderita hipertensi atau sekitar 25% penderita yang rutin memeriksakan penyakitnya (Data Diambil dari Puskesmas Balongsari periode Januari-November di tahun 2010).
Melihat kompleksnya permasalahan hipertensi dan adanya hambatan pengobatan hipertensi secara farmakologis akibat daya beli masyarakat yang semakin menurun dan mempunyai harga yang cukup mahal, sehingga antisipasi dari permasalahan tersebut perlu diberikan terobosan baru kepada masyarakat, bahwasannya pengobatan non
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
farmakologis (buah belimbing) dapat menjadi pilihan alternatif yang bagus, baik dari segi ekonomis maupun manfaatnya (Lastri, 2009). Seperti yang telah dijelaskan oleh Soedarya (2009), bahwa buah belimbing mempunyai kadar potasium (kalium) yang tinggi dengan natrium yang rendah sebagai obat hipertensi yang tepat. Sehingga, diharapkan dengan mengkonsumsi buah belimbing muda dalam jumlah tertentu (3 buah) dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
2. Artalesi, Erwin (Indonesia, 2011)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru (2010), hipertensi masuk
Desain penelitian yang digunakan adalah
Sampel yang digunakan diambil menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel
Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah sphygmomanomet
Responden dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan
Terapi jus sweet starfruit (Aveerhoe Carambola
Kelebihan:Cara pengambilan data ditampilkan secara jelas dan lengkapKekurangan:
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
kedalam sepuluh besar kasus penyakit terbanyak di Pekanbaru. Kasus terbanyak terjadi di puskesmas Sidomulyo dengan jumlah pasien 2081 orang, puskesmas Lima Puluh jumlah pasien 1527 orang, puskesmas Harapan Raya dengan jumlah pasien 1267 orang, puskesmas Sidomulyo dengan jumlah pasien 1194 orang, serta puskesmas Pekanbaru kota dengan jumlah pasien 1094 orang.
Buah belimbing manis ini sangat bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah karena
Quasy Experiment dengan rancangan penelitian Non Equivalent Control Group .
sebanyak 30 orang dengan rincian 15 orang sebagai kelompok eksperimen dan 15 orang sebagai kelompok kontrol, keseluruhan responden merupakan penderita hipertensi yang berada diwilayah kerja Puskesmas Sidomulyo Pekanbaru.
er raksa merek GEA.
kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapat perlakuan berupa terapi jus sweet starfruit (Aveerhoe Carambola Linn) 1 kali sehari (per 250ml) selama seminggu dimana sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pengukuran tekanan darah responden. Sedangkan pada kelompok kontrol hanya dilakuakn pengukuran tekanan darah saja tanpa perlakuan berupa pemberian terapi jus sweet starfruit (Aveerhoe Carambola Linn).
Linn) efektif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.
Desain penelitian tidak menggunakan kelompok kontrol
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
kandungan serat, kalium, fosfor dan vitamin C. Berdasarkan penelitian DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) dikatakan untuk menurunkan tekanan darah sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan serat (Chaturvedi, 2009). Buah belimbing manis memiliki efek diuretik yang dapat memperlancar air seni sehingga dapat mengurangi beban kerja jantung. Suatu makanan dikatakan makanan sehat untuk jantung dan pembuluh darah, apabila mengandung rasio kalium dengan natrium minimal 5:1. Buah belimbing mengandung kalium dan natrium dengan perbandingan
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
66:1, sehingga sangat bagus untuk penderita hipertensi (Astawan, 2009).
3. Iip Ardiyanto, Asti Nuraeni, Mamet Supriyono (Indonesia, 2014)
Belimbing dapat membantu memperlancar pencernaan makanan, selain itu belimbing juga dapat membantu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh, dan yang terpenting belimbing dapat digunakan untuk membantu menurunkan tekanan darah seseorang. Kombinasi antara zat fitokimia dan mineral yang terkandung dalam belimbing seperti kalium serta kalsium memungkinkan buah belimbing dijadikan obat untuk menurunkan hipertensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Aryati
Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment dan menggunakan rancangan penelitian one group pretest-postest design.
Jumlah sampel adalah 21 responden dengan hipertensi di Kelurahan Tawangmas Baru, Kecamatan Semarang Barat.
Alat pengumpulan data yang digunakan berupa kuesioner baku Skala KSPBJ-IRS (Kelompok Studi Psikiatri Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale)
Tidak dicantumkan Terdapat perbedaan yang signifikan antara mean insomnia sebelum dan sesudah pemberian diberikannya teknik relaksasi otot progresifpada kelompok eksperimen.
Kelebihan:Menggunakan kelompok kontrol, sehingga bisa melihat perbandingan pengaruh PMR dengan kelompok kontrolKelemahan:Tidak mencantumkan prosedur pengambilan data, sehingga tidak diketahui intevensi yang dilakukan
NoPenulis &
NegaraLatar Belakang Design Populasi dan Sampel Instruments Intervensi Hasil Kekuatan & Kelemahan
Puji Lestari pada tahun 2012 dengan judul Pengaruh Pemberian Jus Belimbing Terhadap Tekanan Darah pada Wanita Postmenopause Hipertensi. Jus belimbing sebanyak 200 ml sebanyak 1 kali sehari yang diberikan selama 7 harI. Hasil penelitian tersebut Pemberian jus belimbing berpengaruh secara bermakna terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik setelah dikontrol dengan asupan lemak dan serat.
BAB III
PEMBAHASAN
Responden yang kami lakukan relaksasi otot progresif adalah PM Ny. L
usia 70 tahun. Ny. L mengatakan ketika tidur sering terbangun dan kemudian sulit
untuk tertidur kembali. Dari hasil wawancara, klien mengatakan setiap harinya
tidur tidak lebih dari 3 jam. Setiap hari klien sudah bangun sekitar pukul 3 pagi.
Pada saat hari Senin tanggal 31 Agustus 2015 ketika kami kaji menggunakan
kuesioner Kelompok Study Psikiatri Biologi Jakarta-Insomnia Rating Scale,
didapatkan hasil 28 (insomnia berat). Setelah itu kami berikan intervensi relaksasi
otot progresif setiap hari sekali, selama 2 hari. Klien akan kami pantau kembali 2
hari kemudian.
Tanggal Skor KSPBJ-IRS31 Agt 2015 28 (Insomnia Berat)2 Sept 2015 26 (Insomnia Ringan)
Dari hasil intervensi selama 2 hari didapatkan hasil bahwa terjadi
penurunan tingkat insomnia dari 28 menjadi 26. Akan tetapi nilai perubahan tidak
signifikan dikarenakan pemberian intervensi hanya selama 2 hari karena
keterbatasan waktu pelaksanaan. Hal tersebut mungkin yang mempengaruhi
perbedaan sebelum dan sesudah pemberian intervensi karena berdasarkan 2 jurnal
yang kami gunakan, pemberian intervensi dilakukan selama 7 hari.
Hal tersebut di atas sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Edmund
Jacobson (1920) dalam Davis (1995) bahwa latihan relaksasi otot progresif yang
dilaksanakan 20-30 menit, satu kali sehari secara teratur selam seminggu cukup
efektif dalam menurunkan insomnia. Penelitian Jacobson ini dilanjutkan oleh para
pengikutnya diantaranya Benson (dalam Miltenberger, 2004), Benson dan Klipper
(dalam Kazdin, 2001), kemudian Bernstein and Borkovec (dalam Miltenberger,
2004).
Purwanto (2013) mengemukakan bahwa relaksasi otot progresif
bermanfaat untuk penderita gangguan tidur (insomnia) serta meningkatkan
kualitas tidur. Menurut Davis (1995) dalam Purwaningtyas dan Pratiwi (2010)
mengemukakan bahwa latihan relaksasi progresif sebagai salah satu teknik
relaksasi otot telah terbukti dalam program terapi terhadap ketegangan otot
mampu mengatasi keluhan anxietas, insomnia, kelelahan, kram otot, nyeri leher
dan pinggang, tekanan darah tinggi, fobi ringan dan gagap.
Adanya perbedaan tersebut menunjukkan bahwa latihan relaksasi otot
progresif dapat digunakan sebagai alternatif dalam memberikan intervensi pada
lansia khususnya bagi lansia yang mengalami gangguan tidur dan istirahat. Karena
seperti kita ketahui bahwa lansia merupakan kelompok rawan karena kepekaan
dan kerentanannya yang tinggi terhadap gangguan kesehatan sebagai akibat
menurunnya fungsi dan kekuatan fisik dan fungsi kognitif, sumber-sumber
finansial yang tidak memadai, dan isolasi sosial (Friedman, 1998).
Lansia yang tinggal di panti memiliki stresor tambahan yaitu mereka harus
dapat beradaptasi dengan teman sekamar, penghuni lain, staf atau pengelola panti,
kegiatan di panti, aturan yang berlaku di panti, dan lingkungan fisik panti.
Disamping itu juga mereka harus menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan
secara fisik, fisiologis, dan psikologis yang cenderung bergerak ke arah yang lebih
buruk.
Ketika lansia mengalami stres (ketegangan emosional), maka beberapa
otot akan mengalami ketegangan sehingga mengaktifkan sistem saraf simpatis.
Pada kondisi stres, secara fisiologis tubuh akan mengalami respon yang
dinamakan respon fight or flight. Respon ini memerlukan energi yang cepat,
sehingga hati melepaskan lebih banyak glukosa untuk menjadi bahan bakar otot,
dan terjadi pula pelepasan hormon yang menstimulasi perubahan lemak dan
protein menjadi gula. Metabolisme tubuh meningkat sebagai persiapan untuk
pemakaian energi pada tindakan fisik. Kecepatan jantung, tekanan darah, dan
kecepatan pernapasan meningkat, serta otot menjadi tegang. Pada saat yang sama
aktivitas tertentu yang tidak diperlukan (seperti pencernaan) dihentikan. Sebagian
besar perubahan fisiologis tersebut terjadi akibat aktivitas dua sistem
neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yaitu sistem simpatis dan
sistem kortek adrenal.
Aktifnya saraf simpatis membuat lansia tidak dapat santai atau relaks
sehingga tidak dapat memunculkan rasa kantuk. Melalui latihan relaksasi lansia
dilatih untuk dapat memunculkan respon relaksasi sehingga dapat mencapai
keadaan tenang. Respon relaksasi ini terjadi melalui penurunan bermakna dari
kebutuhan zat oksigen oleh tubuh, yang selanjutnya aliran darah akan lancar,
neurotransmiter penenang akan dilepaskan, sistem saraf akan bekerja secara baik
otot-otot tubuh yang relaks menimbulkan perasaan tenang dan nyaman. (Benson,
2000: Purwanto, 2007).
Terjadinya penurunan tingkat insomnia lansia sesudah latihan relaksasi
otot progresif didukung juga oleh teori bahwa latihan relaksasi yang
dikombinasikan dengan latihan pernapasan yang terkontrol dan rangkaian
kontraksi serta relaksasi kelompok otot, dapat menstimulasi respon relaksasi baik
fisik maupun psikologis. Respon tersebut dikarenakan terangsangnya aktivitas
sistem saraf otonom parasimpatis nuclei rafe yang terletak di separuh bagian
bawah pons dan di medula sehingga mengakibatkan penurunan metabolisme
tubuh, denyut nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernapasan dan peningkatan
sekresi serotonin (Guyton dan Hall, 1997). Perangsangan pada beberapa area
dalam nukleus traktus solitarius, yang merupakan regio sensorik medula dan pons
yang dilewati oleh sinyal sensorik viseral yang memasuki otak melalui saraf-saraf
vagus dan glosovaringeus, juga menimbulkan keadaan tidur.
BAB IV
A. Simpulan
Latihan relaksasi otot progresif memberikan perbedaan tingkat
insomnia pada lansia meskipun nilai perbedaannya tidak terlalu signifikan.
B. Rekomendasi
1. Pelayanan keperawatan
Latihan relaksasi otot progresif dapat digunakan sebagai alternatif
terapi dalam menangani permasalahan insomnia pada lansia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya.
2. Pendidikan Keperawatan
Pendidikan keperawatan perlu mengembangkan terapi-terapi
alternatif untuk menangani permasalahan-permasalahan yang sering
munvul pada lansia.
3. Penelitian keperawatan
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manfaat
lainnya pada latihan relaksasi otot progresif.
DAFTAR PUSTAKA
Benson, H.M.D. 2000. Dasar-dasar Respon Relaksasi: Bagaimana
menggabungkan respon Relaksasi dengan Keyakinan Pribadi Anda.
Bandung. Mizan
Davis, M, Eshelman, E.R dan Matthew Mckay. 1995. Panduan Relaksasi dan
Reduksi StresEdisi III. Alih Bahasa: Budi Ana Keliat dan Achir Yani.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Friedman, M.M.1998. Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 3. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Guyton dan Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Martono, H. H & Pranarka, K. (2011). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu
Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 cetakan ke-3. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Miltenberger. 2004. Relaksasi. Available online at http//www.eworld
indonesia.com
Nugroho, W. (2012). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Purwaningtyas, L. D. A. Dan Pratiwi, A. (2010). Pengaruh Relaksasi Progresif
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Surakarta.
Purwanto, B. (2013). Herbal Dan Keperawatan Komplementer (Teori, Praktik,
Hukum Dalam Asuhan Keperawatan). Yogyakarta: Nuha Medika.
World Health Organization (WHO). (2012). Ageing and Life Course.
SEMINAR JURNAL APLIKASI
PERBEDAAN TINGKAT INSOMNIA LANSIA SEBELUM DAN
SESUDAH LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF
(PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION)
DI BPSTW CIPARAY BANDUNG
Disusun Oleh:
Suharni Mauraji
Faza Septa Satria Fiddaroin
Romi Setiawan Tawulo
Tri Yuni Widaryanti
Yulitasari
Tri Hesti Aprilia
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015-2016