Sasbel Typhoid

20
LI.1. Memahami dan menjelaskan demam 1.1 Definisi 1.2 Etiologi 1.3 Klasifikasi 1.4 Patofisiologi LI.2. Memahami dan menjelaskan demam typhoid 2.1 Definisi 2.2 Etiologi 2.3 Patofisiologi 2.4 Manifestasi klinis 2.5 Pemeriksaan utama dan penunjang 2.6 Diagnosis 2.7 Penatalaksanaan 2.8 Komplikasi 2.9 Prognosis 2.10 Epidemiologi LI.1. Memahami dan menjelaskan demam 1.1 Definisi demam Kenaikan suhu tubuh diatas normal. Bisa terjadi dikarenakan fisiologikal stress seperti ovulasi, pengeluaran hormon sekresi thiroid, atau olahraga. Bisa juga terjadi karena infeksi dari mikroorganisme atau juga non-infeksi seperti inflamasi atau pengeluaran beberapa material, seperti leukemia. Juga disebut dengan pyrexia. Beberapa penyakit ditandakan dengan kenaikan suhu tubuh. (Dorland) Febris/demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior (Isselbacher.1999) Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat termoregulasi hipotalamus (Berhman.1999).

description

m

Transcript of Sasbel Typhoid

LI.1. Memahami dan menjelaskan demam

1.1 Definisi1.2 Etiologi1.3 Klasifikasi1.4 Patofisiologi

LI.2. Memahami dan menjelaskan demam typhoid

2.1 Definisi2.2 Etiologi2.3 Patofisiologi2.4 Manifestasi klinis2.5 Pemeriksaan utama dan penunjang2.6 Diagnosis2.7 Penatalaksanaan2.8 Komplikasi2.9 Prognosis2.10 Epidemiologi

LI.1. Memahami dan menjelaskan demam

1.1 Definisi demam

Kenaikan suhu tubuh diatas normal. Bisa terjadi dikarenakan fisiologikal stress seperti ovulasi, pengeluaran hormon sekresi thiroid, atau olahraga. Bisa juga terjadi karena infeksi dari mikroorganisme atau juga non-infeksi seperti inflamasi atau pengeluaran beberapa material, seperti leukemia. Juga disebut dengan pyrexia. Beberapa penyakit ditandakan dengan kenaikan suhu tubuh. (Dorland)

Febris/demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas variasi sirkadian yang normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam hipotalamus anterior (Isselbacher.1999)

Demam adalah kenaikan suhu tubuh karena adanya perubahan pusat termoregulasi hipotalamus (Berhman.1999).

Seseorang mengalami demam bila suhu tubuhnya diatas 37,8 C (suhu oral atau aksila) atau suhu rektal (Donna L. Wong, 2003)

Tempat pengukuran

Jenis termometerRentang; rerata

suhu normal (oC)

Demam

(oC)

Aksila Air raksa, elektronik 34,7 – 37,3; 36,4 37,4

Sublingual Air raksa, elektronik 35,5 – 37,5; 36,6 37,6

Rektal Air raksa, elektronik 36,6 – 37,9; 37 38

Telinga Emisi infra merah 35,7 – 37,5; 36,6 37,6

1.2 Etiologi demam

Demam adalah hasil dari respon imun tubuh terhadap benda asing. Benda asing ini termasuk virus, bakteri, jamur, obat-obatan, atau racun lainnya.

Benda asing dianggap sebagai zat memproduksi yang memproduksi demam (disebut pirogen), yang memicu respon kekebalan tubuh. Pirogen memberitahu hipotalamus untuk meningkatkan suhu set point untuk membantu tubuh melawan infeksi.

Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus sebagai thermostat. Set poin adalah 37 +/- 0.5

1. Set point hipotalamus meningkat:

a. Pirogen endogen: Infeksi, keganasan, alergi, steroid, penyakit kolagen.

b. Penyakit/zat: kerusakan saraf pusat, keracunan DDT

2. Set point hipotalamus normal:

a. pembentukan panas lebih dari pengeluarannya: hipertermia malignan, hipertirodi, hipernatremi

b. Lingkunan lebih panas dari tubuh

c. pengeluaran panas yang tidak baik: dysplasia ectoderm, terbakar, heat stroke

3. Rusaknya pengatur suhu :

a. penyakit yang langsung menyarang set poin: trauma kepala, esafalitis/meningitis, pendarahan di kepala

1.3 Klasifikasi demam

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:

Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 – 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 – 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah

mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.

Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 – 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.

Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 – 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

1.4 Patofisiologi demam

Demam dapat timbul dari terpaparnya tubuh manusia terhadap pirogen eksogen yang kemudian akan mengakibatkan terstimulasinya pirogen endogen untuk melindungi tubuh dan menciptakan kekebalan melawan pirogen eksogen tersebut, atau disebabkan pengaruh pirogen endogen itu sendiri. Contoh pirogen endogen yanga ada dalam tubuh adalah interleukin-1 (IL-¬1), α-interferon, dan tumor necrosis factor (TNF). IL-1 berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh yaitu antara lain dapat menstimulasi limfosit T dan B, mengaktivasi netrofil, merangsang sekresi reaktan (C¬reactive protein, haptoglobin, fibrinogen) dari hepar, mempengaruhi kadar besi dan seng plasma dan meningkatkan katabolisme otot. IL¬-1 bereaksi sebagai pirogen yaitu dengan merangsang sintesis prostagalndin E2 di hipotalamus, yang kemudian bekerja pada pusat vasomotor sehingga meningkatkan produksi panas sekaligus menahan pelepasan panas, sehingga menyebabkan demam. TNF (cachectin) juga mempunyai efek metabolisme dan berperan juga pada penurunan berat badan yang kadang-kadang diderita setelah seseorang menderita infeksi. TNF bersifat pirogen melalui dua cara, yaitu efek langsung dengan melepaskan prostaglandin E2 dari hipotalamus atau dengan merangsang perlepasan IL-1. Sedangkan, alpha-interferon (IFN-α) adalah hasil produksi sel sebagai respons terhadap infeksivirus. 

Prostaglandin yang dihasilkan pirogen-pirogen itu kemudian mensensitisasi reseptor dan diteruskan oleh resptor sampai hypotalamus yang akan menyebabkan peningkatan derajat standart panas hypotalamus (Hypotalamic Termostat). Peningkatan derajat standart panas hypotalamus inilah yang akan memicu sistem pengaturan suhu tubuh (termoregulation) untuk meningkatkan suhu, maka terjadilah demam.

LI.2. Memahami dan menjelaskan demam typhoid

2.1 Definisi

Demam tifoid adalah penyakit infeksibakteri, yang disebabkan oleh Salmonella typhi . Penyakit ini ditularkan melalui konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh tinja atau urin orang yang terinfeksi. Gejala biasanya muncul 1- 3 minggu setelah terkena, dan mungkin ringan atau berat. Gejala meliputi demam tinggi, malaise, sakit kepala, mual, kehilangan nafsu makan ,sembelit atau diare, bintik-bintik merah muda di dada (Rose spots), dan pembesaran limpa dan hati. Demam tifoid (termasuk para-tifoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Jika penyebabnya adalah S paratyphi, gejalanya lebih ringan dibanding dengan yang disebabkan oleh S typh

2.2 Etiologi

Demam typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Sumber utama yang terinfeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit,baik ketika ia sedang sakit atau sedang dalam masa penyembuhan.Pada masa penyembuhan, penderita masih mengandung Salmonella spp didalam kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang menahun.Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal (intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas

2.3 Patofisiologi

2.4 Manifestasi klinis

1. Masa tunas 10 – 20 hari yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari.

2. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.

3. Demam. Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam keadaan demam, pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.

4. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya kemerahan.

5. Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi stupor atau koma (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan).

6. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam.

2.5 Pemeriksaan utama dan penunjang

a. HematologiPada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia). Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam tifoid.

b. UrinalisaProtein : bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.

c. Kimia KlinikEnzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis Akut.

d. Imunologi1) Widal SlideDiagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu.2) ELISA Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgMPemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid atau Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan : bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.3) Tes TubexTes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat

akurat untuk diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.Tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.

e. Mikrobiologi Gall CultureUji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil : jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negati, belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2mL, darah tidak segera dimasukan ke dalam media Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.

f. Biologi molekularPCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

2.6 Diagnosis

Diagnosis di tegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan gastrointestinal dan mungkin di sertai perubahan dan gangguan kesadaran dengan kriteria ini maka seorang klinis dapat membuat diagnosis tersangka demam typhoid. Diagnosis pasti di tegakkan melalui isolasi ( Salmonella Typhi ) dari darah.

Pada dua minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi ( Salmonella Typhi ) dari dalam darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan spesimen yang beasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi, hasil positif di dapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif sehingga tidak di gunakan dalam praktek sehari-hari.

Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen empedu yang di ambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.

Pemeriksaan demam typhoid ada beberapa jenis yaitu untuk mendeteksi atibodi ( Salmonella Typhi ) dalam serum antigen tehadap Salmonella Typhi dalam darah, serum, urin dan DNA ( Salmonella Typhi ) dalam darah dan faeses polymerase chain reaction telah di gunakan untuk memperbanyak gen salmonella sel. Typhoid secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat di peroleh hanya dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif di banding dengan biakan darah. ( Sumarmo S.dkk 2008 )

2.7 Penatalaksanaan

a. Perawatan

Pasien thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mendapatkan perawatan, observasi dan diberikan pengobatan yakni :

Isolasi pasien. Desinfeksi pakaian. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anoreksia dan lain-lain. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk jika tidak panas lagi, boleh berdiri kemudian berjalan diruangan.

b. Diet

Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas, susu 2 gelas sehari, bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan anak baik dapat juga diberikan makanan biasa.

c. Obat

Obat anti mikroba yang sering digunakan :

CloramphenicolCloramphenicol masih merupakan obat utama untuk pengobatan thypoid.

Dosis untuk anak : 50 – 100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas panas/minimal 14 hari.

KotrimaksasolDosis untuk anak : 8 – 20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas panas/minimal 10 hari.

Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Cloramphenicol juga diterapi dengan ampicillin 100 mg/kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis.

Obat – obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana tifoid adalah:

Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas. Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis protein. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis. Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari), dan seringkali menyebabkan timbulnya karier.

Tiamfenikol, dosis dan efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x 500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB selama 2 minggu.

Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800 mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.

Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari, diberikan selama 3-5 hari.

Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin, siprofloksasin). Secara relatif obat – obatan golongan ini tidak mahal, dapat ditoleransi dengan baik, dan lebih efektif dibandingkan obat – obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin dan trimethoprim-sulfamethoxazole). Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus jaringan yang baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari. Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan.

Kombinasi 2 antibiotik atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid, peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil, kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester pertama karena memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksisilin, dan ceftriaxon.

2.8 Komplikasi

Komplikasi demam thypoid dibagi dalam :

a.  Komplikasi Intestinal

1.   Pendarahan usus

2.    Perforasi usus

3.    Ileus paralitik

b.      Komplikasi ektra-intestinal

1.      Komplikasi kardiovaskuler

Kegagalan sirkulasi perifel (renjatan sepsis) miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

2.       Komplikasi darah

Anemia hemolitik, trombositoperia dan sidroma uremia hemolitik.

c.       Komplikasi paru

Pneumonia, emfiema, dan pleuritis

d.      Komplikasi hepair dan kandung empedu

Hepatitis dan kolesistitis

e.       Komplikasi ginjal

Glomerulonefritis, periostitis, spondilitis, dan arthritis

f.       Komplikasi neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningistis, polyneuritis perifer, sindrom, katatoni

2.9 Prognosis

2.10 Epidemiologi

Demam typhoid masih merupakan masalah kesehatan sedang berkembang. Besarnya angka kasus demam typhoid di dunia ini sangatsukar di tentukan sebabab penyakit ini di kenal mempunyai gejala dengan spektrum klinisnya sangat luas. Di perkirakan angka kejadian dari 150/100.000/tahuan di Amerika Selatan dan 900/100.000/tahun di Asia. Umur di Indonesia ( daerah endemis ) di laporkan antara 3 smpai 19 tahun mencapai 91% kasus. Angka yang

kurang lebih sama juga di laporkan dari Amerika Selatan. Salmonella Typhi dapat hidup dalam tubuh manusia ( manusia sebagai natural reservoir).

Manusia yang terinfeksi Salmonella Typhi dapat mengeksresikanya melalui sekret saluran nafas, urin dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella Typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu atau kotoran yang kering maupun pada pakian. Akantetapi Salmonella Typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah di matikan dengan klorinasi dan pasteurisasi(temperatur 63C )

Terjadinya penularan Salmonella Typhi sebagian besar melalui minuman atau makanan yang tercemar oleh mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa mikroorganisme yang berasal dari penderita atau pembawa mikroorganisme biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal, jalur oro, fenal)

DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicinenet.com/aches_pain_fever/page2.htm

http://www.who.int/topics/salmonella/en/

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31283/3/Chapter%20II.pdf

http://www.kesehatanmasyarakat.info/?p=476

http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/typhoid-fever/basics/definition/con-20028553

http://www.cdc.gov/nczved/divisions/dfbmd/diseases/typhoid_fever/