S1-2014-284848-chapter1.pdf

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut Departemen Kesehatan (Depkes) (1993) adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan- keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain (Muchid dkk., 2006). Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan banyak manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan pasien, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan yang lebih luas. Peran aktif pasien dalam perawatan kesehatannya sendiri juga akan meningkat. Secara ekonomi, petunjuk atau guideline dari World Health Organization (WHO) tahun 2000 menyatakan bahwa swamedikasi juga memberikan manfaat, karena dapat mengurangi biaya konsultasi medis pasien. Maka dari itu, biaya medis pasien dapat lebih difokuskan kepada produk farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya. Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar yang cukup besar. Total pasar farmasi di Indonesia mencapai 7,6 miliar dolar

Transcript of S1-2014-284848-chapter1.pdf

Page 1: S1-2014-284848-chapter1.pdf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Swamedikasi merupakan salah satu elemen penting dalam usaha

peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

Departemen Kesehatan (Depkes) (1993) adalah upaya seseorang dalam

mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

keterjangkauan pengobatan, dan biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-

keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat seperti demam,

nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan

lain-lain (Muchid dkk., 2006).

Swamedikasi yang baik dan bertanggungjawab dapat memberikan

banyak manfaat bagi pasien. Selain dari efek produk obat yang digunakan

pasien, pasien akan mendapatkan ketersediaan obat dan perawatan kesehatan

yang lebih luas. Peran aktif pasien dalam perawatan kesehatannya sendiri juga

akan meningkat. Secara ekonomi, petunjuk atau guideline dari World Health

Organization (WHO) tahun 2000 menyatakan bahwa swamedikasi juga

memberikan manfaat, karena dapat mengurangi biaya konsultasi medis pasien.

Maka dari itu, biaya medis pasien dapat lebih difokuskan kepada produk

farmasi yang digunakan untuk merawat kesehatannya.

Pasar produk farmasi secara keseluruhan merupakan salah satu pasar

yang cukup besar. Total pasar farmasi di Indonesia mencapai 7,6 miliar dolar

Page 2: S1-2014-284848-chapter1.pdf

2

AS (Pharma Boardroom, 2013). Tingginya angka ini merupakan indikator

bahwa bisnis farmasi merupakan salah satu bidang yang cukup tinggi

aktivitasnya. Tiga puluh delapan persen dari pasar tersebut merupakan produk

obat bebas atau Over-The-Counter (OTC) (World Bank, 2009). Banyak sekali

variasi produk obat bebas yang dapat ditemukan di Indonesia, mulai dari

suplemen makanan hingga obat untuk gejala-gejala penyakit ringan.

Salah satu praktek swamedikasi yang biasa dilakukan masyarakat

Indonesia adalah swamedikasi untuk pengobatan gejala flu atau pilek. Flu

adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas oleh virus seperti virus influenza

atau rhinovirus (Muchid dkk., 2006). Influenza dan pilek biasa atau common

cold disebabkan oleh virus yang berbeda, namun gejala yang ditimbulkan oleh

kedua penyakit ini kurang lebih sama, contohnya demam, batuk, hidung berair

atau tersumbat, atau sakit kepala, karena sebenarnya gejala-gejala ini sebagian

besar diakibatkan oleh respon imun tubuh terhadap infeksi virus tadi (Eccles,

2005). Orang dengan daya tahan tubuh yang tinggi biasanya sembuh sendiri

tanpa obat, tetapi jika keluhan dari penyakit tersebut berlangsung lama atau

mengganggu aktivitas sehari-hari, maka masyarakat dapat mengonsumsi obat-

obat flu untuk mengurangi gejala/keluhan tersebut (Muchid dkk., 2006).

Terdapat banyak sekali pilihan obat flu yang dijual secara bebas di toko

dan apotek di Indonesia. Menurut data dari MIMS (2013), terdapat 316 merek

obat yang diklasifikasikan sebagai Cough and Cold Preparations atau obat

untuk batuk dan pilek yang tersedia di pasaran Indonesia. Market size dari obat

flu dan batuk mencapai 700 miliar rupiah per tahunnya (Surabaya Pagi, 2012),

Page 3: S1-2014-284848-chapter1.pdf

3

sehingga obat flu merupakan salah satu pasar produk farmasi yang besar. Obat-

obat tersebut tersedia dalam berbagai bentuk sediaan, seperti tablet, kapsul,

atau sirup. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi sektor industri farmasi, karena

kompetisi yang dihadapi sangat banyak hanya untuk pasar obat flu ini. Semua

kompetitor dalam industri farmasi dapat memproduksi obat dengan kandungan

dan efek yang sama, dimana perbedaannya hanya terletak pada merek yang

digunakan saja (Kartajaya dkk., 2011). Untuk menghadapi kompetisi ini,

diperlukan terobosan dalam hal pengembangan jenis obat-obatan baru atau

dalam hal pemasaran obat-obat yang sudah ada.

Terobosan yang dilakukan produsen produk obat flu antara lain adalah

dengan meningkatkan kualitas pemasaran produk mereka. Untuk

meningkatkan kualitas pemasaran tersebut, produsen produk obat akan

mengembangkan suatu rumusan strategi pemasaran yang disebut dengan

marketing mix atau bauran pemasaran. Bauran pemasaran ini tentunya

dirumuskan oleh masing-masing produsen sesuai dengan kemampuannya

untuk mencapai target penjualan produk. Perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui korelasi antara bauran pemasaran obat flu dengan pemilihan

produk yang dilakukan oleh konsumen.

Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok merupakan kecamatan yang

berada di Kabupaten Sleman. Jumlah penduduk yang bertempat tinggal di

kecamatan tersebut berjumlah 242.056 jiwa yang merupakan 28 % dari total

penduduk Kabupaten Sleman, dengan pembagian di Kecamatan Mlati

sebanyak 67.037 jiwa, Kecamatan Ngaglik 65.927 jiwa, dan Kecamatan Depok

Page 4: S1-2014-284848-chapter1.pdf

4

109.092 jiwa (Pemkab Sleman, 2013). Selain itu, menurut data dari situs resmi

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman yang diakses tanggal 4 Januari 2014,

terdapat lebih dari 80 apotek yang beroperasi di kecamatan tersebut, yang

merupakan 34 % dari total semua apotek yang beroperasi di Kabupaten

Sleman. Adanya penelitian di ketiga kecamatan ini diharapkan dapat

memberikan gambaran awal mengenai pemasaran obat flu OTC di Kabupaten

Sleman.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah merek produk obat flu OTC yang paling banyak dikonsumsi

oleh masyarakat di Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ?

2. Bagaimana bauran pemasaran produk obat flu OTC yang menjadi

pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta ?

3. Apakah ada keterkaitan antara bauran pemasaran dengan pemilihan

merek produk obat flu OTC ?

C. Batasan Masalah

Untuk lebih memfokuskan pembahasan dan kejelasan data yang akan

dibahas dan dikumpulkan, maka penulis mengkhususkan penelitian dalam hal-

hal sebagai berikut :

1. Pemilihan merek produk obat flu OTC oleh masyarakat.

Page 5: S1-2014-284848-chapter1.pdf

5

2. Bauran pemasaran obat flu OTC tersebut, yang terdiri dari 4 P :

Product, Place, Promotion, dan Price.

3. Keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan merek produk obat

OTC oleh masyarakat.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui merek produk obat flu OTC yang paling banyak

dikonsumsi oleh masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui bauran pemasaran produk obat flu OTC yang

menjadi pilihan masyarakat Kecamatan Mlati, Ngaglik, dan Depok,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui keterkaitan bauran pemasaran dengan pemilihan

merek produk obat flu OTC.

E. Manfaat Penelitian

Saat ini banyak sekali merek obat yang tersedia di pasaran dengan

komposisi bahan aktif yang sama. Untuk memastikan bahwa produk obat dapat

didistribusikan kepada pasien / konsumen produk obat, produsen farmasi harus

memiliki faktor pembeda yang membuatnya unggul dibandingkan dengan

produk lain yang sejenis. Perbedaan-perbedaan yang dapat diimplementasikan

pada produk-produk tersebut terletak pada berbagai hal, mulai dari kadar zat

aktif, kemasan, promosi dan iklan, nama merek produk, atau harga dari produk

tersebut. Adanya penelitian ini diharapkan akan menemukan suatu faktor yang

paling diperhatikan para konsumen dalam memilih produk obat yang akan

Page 6: S1-2014-284848-chapter1.pdf

6

mereka gunakan, sehingga para pengusaha farmasi dapat memberi perhatian

khusus kepada faktor tersebut untuk dimaksimalkan dalam pemasaran.

Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan yang baik untuk

mengetahui berbagai macam pendapat mengenai obat-obat bebas yang

digunakan oleh masyarakat. Latar belakang masyarakat yang berbeda-beda

akan menambah wawasan dari penulis untuk lebih mendalami peran produk

obat di kehidupan masyarakat.

Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

referensi bagi pembaca dan dapat memberikan informasi bagi penelitian lain

yang berkaitan dengan bidang pemasaran obat OTC.

F. Tinjauan Pustaka

1. Swamedikasi

Swamedikasi adalah upaya seseorang dalam mengobati gejala

penyakit tanpa konsultasi dengan dokter terlebih dahulu (Depkes, 1993),

sehingga seseorang tersebut, dalam hal ini adalah pasien penyakit,

menggunakan obat yang dibeli tanpa menggunakan resep dokter.

Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan

penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri,

pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit, dan

lainnya (Muchid dkk., 2006).

Swamedikasi memiliki posisi penting dalam usaha peningkatan

kesehatan masyarakat. Diperlukan adanya peningkatan penyediaan obat

yang dibutuhkan untuk pengobatan sendiri, sehingga nantinya kemampuan

Page 7: S1-2014-284848-chapter1.pdf

7

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya dapat ditingkatkan.

Swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan atau

medication error karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat

dan penggunaannya, maka dari itu apoteker dituntut untuk dapat memberi

informasi yang tepat kepada masyarakat guna menghindari hal-hal yang

tidak diinginkan seperti penyalahgunaan obat (Muchid dkk., 2006).

Menurut Permenkes Nomor 919 Tahun 1993, kriteria obat yang

dapat dibeli tanpa resep dokter adalah sebagai berikut :

a. tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak

di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun,

b. pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko

pada kelanjutan penyakit,

c. penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang

harus dilakukan oleh tenaga kesehatan,

d. penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi

di Indonesia, dan

e. obat yang dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat

dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

Melihat kriteria tersebut, golongan obat yang dapat digunakan dalam

proses swamedikasi adalah obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib

apotek, obat tradisional, dan suplemen makanan.

Page 8: S1-2014-284848-chapter1.pdf

8

2. Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran, atau marketing mix, adalah variabel-variabel

yang dapat dikendalikan oleh suatu perusahaan untuk memuaskan

kelompok konsumen yang menjadi pasar target (Perreault dan McCarthy,

2002). Istilah bauran pemasaran itu sendiri pada awalnya disinggung oleh

Profesor James Culliton pada tahun 1948 yang menggambarkan seorang

eksekutif bisnis sebagai pengambil keputusan, seniman, serta ‘peracik

bumbu’ yang secara kontinyu terlibat dalam usaha pengembangan prosedur

dan kebijakan pemasaran (Borden, 1964). Istilah marketing mix ini

selanjutnya diberikan untuk mendefinisikan elemen-elemen dari program

pemasaran (perencanaan produk, pengaturan harga, merek/branding, kanal

distribusi, personal selling, periklanan, promosi, pengemasan, jasa,

perawatan fisik dari barang, dan pencarian fakta/fact-finding) dan hal-hal

yang mempengaruhi program tersebut, seperti sikap konsumen, persaingan,

dan peraturan pemerintah (Borden, 1953). Konsep ini dikembangkan lebih

jauh oleh McCarthy pada tahun 1960 dengan mempresentasikan konsep 4

P, yaitu Product, Place, Promotion, dan Price (Silverman, 1995). Empat

elemen tersebut merupakan faktor terkendali yang harus diatur dan

dikendalikan dalam lingkungan yang diisi oleh faktor-faktor yang tidak

terkendali (McCarthy, 1960).

Konsep bauran pemasaran sudah banyak dikembangkan dan saat ini

memiliki banyak sekali versi menurut jenis usaha serta produk yang

dipasarkan (Goi, 2009). Beberapa kritik yang ditujukan kepada konsep 4P

Page 9: S1-2014-284848-chapter1.pdf

9

dari McCarthy antara lain menunjukkan bahwa konsep tersebut terlalu

berorientasi pada produsen dan tidak berorientasi pada konsumen (Popovic,

2006). Konsep 4P tetap dianggap relevan untuk pemasaran pada tingkat

awal (introductory marketing) serta consumer marketing meskipun konsep

tersebut memiliki kelemahan dalam orientasinya (Rafiq dan Ahmed, 1995).

Gambar 1. Konsep 4P dari McCarthy (1960)

Product merupakan variabel yang menyangkut tentang barang atau

jasa yang tepat untuk pasar target (Perreault dan McCarthy, 2008). Selain

barang fisik dari produk itu sendiri, banyak elemen dari produk yang

mungkin akan menarik perhatian dari konsumen, seperti kemasan, fitur,

variasi pilihan produk, garansi, serta nama merek (Ehmke dkk., 2005).

Place merupakan variabel yang menyangkut tentang hal-hal yang

menjadi pertimbangan dalam pemilihan tempat distribusi produk (Perreault

dan McCarthy, 2008). Produk dapat didistribusikan secara intensif, selektif,

atau eksklusif, tergantung dari karakteristik produk yang akan

didistribusikan (Ehmke dkk., 2005). Sebuah produk tidak dapat dikatakan

baik apabila produk tersebut tidak tersedia pada waktu atau lokasi yang tepat

(Perreault dan McCarthy, 2008). Bahasan Place akan banyak membahas

mengenai kanal distribusi, yaitu individu atau perusahaan yang

Page 10: S1-2014-284848-chapter1.pdf

10

berpartisipasi dalam penyaluran produk dari produsen hingga sampai pada

konsumen.

P yang ketiga, Promotion, merupakan variabel yang menyangkut

usaha untuk menyebarkan informasi pada pasar target mengenai produk

yang ditawarkan (Perreault dan McCarthy, 2008). Tujuan dari aktivitas

promosi adalah untuk memberitahu konsumen apa produk yang dipasarkan,

apa yang bisa dilakukan dengan produk tersebut, dan mengapa konsumen

harus menggunakannya (Ehmke dkk., 2005). Komponen Promotion

meliputi hal-hal seperti periklanan, hubungan masyarakat (public relations),

personal selling, dan mass selling.

Variabel terakhir dalam konsep 4 P pada bauran pemasaran adalah

Price atau harga. Selain mengembangkan produk, lokasi dan waktu, dan

promosi yang tepat, diperlukan pertimbangan tersendiri untuk menentukan

harga yang tepat. Pengaturan harga harus mempertimbangkan kompetisi

pada pasar target dan juga biaya dari semua bauran pemasaran yang sudah

dilakukan (Perreault dan McCarthy, 2008). Harga suatu produk seharusnya

menggambarkan posisi yang tepat produk tersebut di pasar dan juga dapat

menutupi biaya tiap unit barang serta keuntungan yang diharapkan (Ehmke

dkk., 2005).

Page 11: S1-2014-284848-chapter1.pdf

11

Berikut beberapa contoh dari pertimbangan bauran pemasaran :

Tabel I : Komponen Bauran Pemasaran 4 P dan Contoh Bahasannya

Product Place Promotion Price

Barang fisik Jenis penyaluran Salespeople Fleksibilitas

Jasa Market exposure - Jenis Siklus produk

Fitur Jenis distributor - Jumlah Faktor geografis

Keuntungan/ Benefit Jenis/lokasi toko - Pemilihan Diskon

Tingkat kualitas Transportasi - Pelatihan Bonus

Aksesoris Tingkat jasa Periklanan Nilai produk

Instalasi Penyimpanan - Sasaran

Garansi - Jenis

Kemasan - Media

Branding Sumber : Perreault dan McCarthy, 2008

Masing-masing komponen bauran pemasaran adalah variabel yang

dapat dikendalikan oleh produsen untuk mendapatkan pelanggan untuk

bisnis produsen tersebut. Bauran pemasaran yang berbeda dengan yang lain

(distinctive) merupakan indikator nilai produk tersebut di pasar (Boulding

dan Lee, 1992), sehingga tentunya semua produsen harus mencoba untuk

melakukan bauran pemasaran yang berbeda untuk memperoleh keunggulan

dari produsen produk lain.

3. Obat Over-The-Counter (OTC)

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah

bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia. Obat dapat dibagi

menjadi 4 golongan (IAI, 2010) :

1. Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas

Page 12: S1-2014-284848-chapter1.pdf

12

3. Obat Keras dan Psikotropika

4. Obat Narkotika

Pembahasan kali ini difokuskan pada golongan pertama dan kedua.

Obat Bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa

resep dokter, yang ditandai khusus dengan lingkaran hijau bergaris tepi

hitam pada kemasan dan etiket obatnya. Obat Bebas Terbatas adalah obat

yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli

bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dan ditandai

lingkaran biru bergaris tepi hitam (Muchid dkk., 2006).

Obat Over-The-Counter atau OTC adalah obat selain obat keras

yang dapat diperoleh di apotek-apotek atau toko obat tanpa resep dokter,

sehingga menurut definisi ini, yang dapat digolongkan sebagai obat OTC

adalah golongan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Obat-obat seperti ini

dapat diserahkan kepada masyarakat tanpa resep dalam rangka

meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut dalam menolong dirinya

sendiri guna mengatasi masalah kesehatan (Depkes, 1993).

Obat OTC pada umumnya ditujukan untuk mengatasi gejala penyakit

yang ringan, contohnya untuk menurunkan panas karena demam,

meredakan batuk, atau meredakan hidung tersumbat. Peringatan tetap ada

pada golongan obat bebas terbatas walaupun obat tersebut aman digunakan

untuk pengobatan sendiri, karena keamanan obat tersebut tergantung dari

takaran spesifik yang sudah ditentukan.

Page 13: S1-2014-284848-chapter1.pdf

13

4. Flu

Flu adalah suatu infeksi saluran pernafasan atas. Flu ditandai dengan

demam, sakit kepala, nyeri otot, mata atau hidung berair, batuk, bersin, dan

sakit tenggorokan (Muchid dkk., 2006). Pengertian flu sering digunakan

untuk 2 jenis penyakit : selesma atau common cold, dan influenza, karena

gejala yang disebabkan keduanya hampir sama. Flu disebabkan oleh infeksi

virus Rhinovirus, Coronavirus, dan virus Influenza (Eccles, 2005). Flu yang

disebabkan oleh virus Influenza menyebabkan kombinasi gejala batuk-

batuk dan demam, yang membedakannya dengan penyakit flu lainnya.

Gambar 2. Virus Influenza

Flu disebabkan oleh virus, sehingga tidak bisa disembuhkan dengan

obat-obat antibiotik (Simasek dan Blandino, 2007). Penyebab dari penyakit

itu sendiri tidak bisa diobati secara langsung, maka dari itu fokus

pengobatan flu adalah untuk meredakan gejalanya, seperti batuk dan hidung

tersumbat (Simasek dan Blandino, 2007).

Gejala yang dialami oleh penderita flu pada awalnya disebabkan

oleh virus yang menyerang jaringan di saluran pernafasan seperti hidung

dan tenggorokan. Adanya organisme asing dalam jaringan tubuh manusia

akan direspon oleh tubuh dengan mengaktifkan berbagai sistem imun yang

Page 14: S1-2014-284848-chapter1.pdf

14

ada, salah satunya adalah dengan inflamasi atau peradangan. Inflamasi pada

saluran pernafasan ini akan menyebabkan peningkatan aliran darah ke lokasi

serangan organisme, yang menghasilkan pembengkakan dan produksi

mukus. Gejala-gejala flu seperti hidung tersumbat dan batuk terjadi karena

mukus ini menghalangi aliran udara di saluran pernafasan. Selain

pembengkakan, inflamasi juga akan meningkatkan suhu tubuh sehingga

menyebabkan demam (Derrer, 2013).

Obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi gejala tersebut

antara lain obat antihistamin, tetes hidung, dekongestan oral,

antitusif/ekspektoran, dan antipiretik/analgesik (Muchid dkk., 2006). Obat

dekongestan bekerja dengan mengurangi pembengkakan yang terjadi di

saluran pernafasan, yang nantinya akan membantu melancarkan pernafasan

(Ratini, 2012). Obat batuk antitusif bekerja dengan mengurangi frekuensi

batuk, sedangkan obat batuk ekspektoran bekerja dengan membantu

mengeluarkan mukus penyebab batuk (Muchid dkk., 2006). Obat

antipiretik/analgesik digunakan untuk meredakan sakit kepala serta demam

yang mungkin juga terjadi pada penderita flu (Muchid dkk., 2006). Obat

antihistamin tidak diketahui mekanisme pastinya dalam mengobati gejala

flu (Ratini, 2012), tetapi efek sedatif yang dimiliki beberapa obat

antihistamin dapat membantu penderita flu untuk beristirahat.

Selain dengan mengonsumsi obat flu, hal-hal yang dapat dilakukan

pasien untuk mempercepat penyembuhan adalah dengan istirahat yang

cukup, meningkatkan gizi makanan, minum air yang banyak, dan makan

Page 15: S1-2014-284848-chapter1.pdf

15

buah segar yang mengandung vitamin (Muchid dkk., 2006), karena infeksi

flu bersifat self-limiting disease, yang berarti penyakit tersebut dapat

sembuh dengan sendirinya (Arroll, 2011).

G. Landasan Teori dan Hipotesis

1. Landasan Teori

Bauran pemasaran merupakan alat utama pihak produsen untuk

mendapatkan posisi yang kuat dalam pasar sasaran (Kotler dan Armstrong,

2008), sehingga hal ini akan menjadi fokus produsen dalam memasarkan

produknya. Penelitian Prasad dan Ring (1976) mengenai pengaruh variabel

promosi dan harga pada bauran pemasaran produk TV membuktikan bahwa

penetapan harga mempengaruhi penjualan. Bauran pemasaran yang berbeda

dengan produk lain yang sejenis (distinctive) juga dapat digunakan sebagai

indikator nilai produk di pasar (Boulding dan Lee, 1992). Produk obat flu OTC

yang banyak dipilih masyarakat tentu akan memiliki bauran pemasaran yang

berbeda dibandingkan dengan produk lain, baik dalam hal produk itu sendiri,

tempat distribusi, promosi yang dilakukan, atau harga yang ditetapkan.

2. Kerangka Pemikiran

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

Produk

Tempat

Promosi

Harga

Bauran Pemasaran

Pemilihan

Produk

Page 16: S1-2014-284848-chapter1.pdf

16

3. Hipotesis

Hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah bahwa bauran

pemasaran yang dimiliki oleh obat flu OTC pilihan masyarakat Kec. Mlati,

Ngaglik, dan Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

memiliki keterkaitan atau korelasi dengan pemilihan merek produk obat flu

tersebut. Keterangan empirik yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah

gambaran mengenai apa saja merek produk obat flu OTC yang menjadi pilihan

masyarakat serta bauran pemasaran yang dilakukan dalam pemasaran produk

obat flu OTC tersebut.

.