BAB I PENDAHULUAN -...

16
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan seterusnya. Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan, tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah satu agenda yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat waktu dalam membayar pajak. Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan saat ini Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah lagi menjadi Undang- Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari penggantian undang-undang tersebut adalah untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAAN BERMOTOR (Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta) DWI HARYANTI Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar

pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak

progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah

dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan

kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut

diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan

kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan

seterusnya. Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan,

tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah

satu agenda yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya

Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan

maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat

waktu dalam membayar pajak.

Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi

diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan saat ini

Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah lagi menjadi Undang-

Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari penggantian undang-undang tersebut adalah

untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang

memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh

menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU PDRD yang baru juga ditetapkan bahwa daerah

tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang. Selain

memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah, tujuan undang-undang ini juga sebagai

penguatan perpajakan daerah yang artinya dengan perluasan obyek pajak daerah seperti dalam

pajak kendaraan bermotor dimana dalam PDRD yang baru termasuk golongan kendaraan

bermotor adalah kendaraan pemerintah (Pusat dan Daerah), tidak hanya itu perluasan obyek

pun juga diperluas pada pajak Kabupaten/Kota.

Berkaitan dengan pemberian kewenangan ini dalam penetapan tarif untuk menghindari

penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara

berlebihan, maka daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas

maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang ini, selain itu untuk menghindari perang tarif

dalam pajak kendaraan bermotor maka undang-undang ini juga menetapkan tarif minimum

untuk pajak kendaraan bermotor. Pada dasarnya pengaturan tarif yang demikian ini juga

diperkirakan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya

ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini

Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea

Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional.1

Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai

dengan beban pajak yang ditanggungnya dan berdasarkan pertimbangan tertentu, maka dengan

ini Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan pada penetapan Nilai Jual

Kendaraam Bermotor ke Daerah. Tidak hanya itu, kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor

juga diarahkan dalam mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan

kewenangan Daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan

                                                            1 ibid 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kedua dan seterusnya.2 Dalam undang-undang ini dimaksudkan dari sebagian hasil penerimaan

pajak tersebut akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan

penyelenggaraan pajak tersebut, dimana pajak kendaraan bermotor sebagian dialokasikan

untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana

transportasi umum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini maka kemampuan daerah

untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya tentunya semakin besar karena daerah dapat

dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak

daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.

Kembali ke permasalahan awal, Berkaitan dengan adanya kebijakan tarif yang

ditetapkan secara progresif bagi kendaraan bermotor yang ditetapkan pemerintah

memunculkan sebuah isu yang menarik untuk dibahas dimana kebijakan tarif pajak progresif

yang pada awalnya ditujukan dalam mengurangi volume kendaraan juga dimaksudkan untuk

meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor,

sehingga beberapa propinsi di Indonesia pun akhirnya menetapkan tarif progresif bagi

kendaraan bermotor. Setiap propinsi di Indonesia yang menerapkan tarif progresif bagi

kendaraan bermotor memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menerapkan tarif tergantung

atas kewenangan daerah tersebut, namun tetap mengacu pada Undang-Undang No 28 PDRD

dimana penetapan tarif pajak kendaraan bermotor tertuang dalam pasal 6 UU NO 28 Tahun

2009 Tentang PDRD yakni pada ayat (1), (2), dan (5):

1) tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan:

a) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan

paling tinggi 2%.

                                                            2 ibid 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat

ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi 10%.

2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang

sama.

3) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah.

Atas pemberlakuan kebijakan tarif pajak progresif yang diamanatkan oleh UU Nomor

28 Tahun 2009 Tentang PDRD, salah satu propinsi yang telah menetapkan kebijakan tarif pajak

progresif bagi kendaraan bermotor adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang

diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber Pendapatan

Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembiayaan

pemerintahan dan pembangunan di Propinsi DIY, PKB sendiri diatur dalam Peraturan Daerah

Propinsi DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, dimana saat ini Peraturan Daerah

Propinsi DIY juga menerapkan kebijakan tarif pajak progresif yang mulai diberlakukan pada

tanggal 01 Januari 2012, tentunya tujuan dari pemberlakuan pajak progresif pada kendaraan

bermotor di Propinsi DIY mengacu pada tujuan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dimana pemberian pungutan ini untuk

memberikan peluang dalam peningkatan penerimaan daerah karena dalam kenyataannya hasil

penerimaan pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi propinsi.3 Tarif pajak

progresif tidak hanya untuk peningkatan penerimanaan daerah propinsi saja, namun juga

ditujukan dalam mengatasi kemacetan berdasarkan dari apa yang telah disebutkan oleh

Undang-Undang. Namun berdasarkan dari penjelasan yang telah didapat dari pihak aparat

pajak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Propinsi Daerah Istimewa

                                                            3 Penjelasan Atas Peratura Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah. 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Yogyakarta yang disingkat DPPKA bahwa penerapan tarif pajak progresif kendaraan bermotor

juga ditujukan untuk tertib administrasi dan proses legalisasi kepemilikan kendaraan

bermotor.4

Tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang diberlakukan di Propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak

Daerah yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1), (2), (3), (4):

1) Kepemilikan kendaraan bermotor roda empat akan dikenakan tarif secara progresif

2) Tarif progresif yang dibebankan :

a) Pada kepemilikan kedua 2%.

b) Pada kepemilikan ketiga 2,5%.

c) Pada kepemilikan keempat 3%.

d) Pada kepemilikan kelima dan seterusnya 3,5%.

3) Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama

4) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Gubernur.

Untuk memperjelas tentang kebijakan tarif pajak progresif yang diberlakukan di DIY,

maka berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatlah

Peraturan Gubernur DIY No 31 Tahun 2011 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor dimana dalam

peraturan ini penjelasan mengenai kebijakan tarif pajak progresif diatur dalam Bab V

Pengenaan Pajak Progresif yang tertuang pada pasal 7.

Dengan adanya himpunan peraturan ini maka diharapkan wajib pajak dapat mengerti

secara jelas syarat kendaraan yang terkena tarif pajak progresif, tidak hanya itu pada saat

kebijakan pajak progresif diberlakukan berdasarkan keputusan Gubernur DIY No

                                                            4 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pajak Daerah di DPPKA tanggal 18 Maret 2013 Pada Pukul 10.00 WIB 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

101/KEP/2012 pemerintah memberlakukan pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

(Bebas BBNKB) dimana tujuan dari Bebas BBNKB ini bertujuan untuk memberikan

kemudahan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah dijual atau diblokir untuk segera dibalik

nama tanpa dipungut biaya balik nama agar tidak terkena pajak progresif selain itu tujuan

diberlakukannya bebas BBNKB ini juga untuk menunjang agar penerimaan pajak bisa masuk

lebih banyak dimana dimaksudkan bagi kendaraan dari luar propinsi untuk memutasikan

kendaraannya ke Propinsi DIY, dengan begitu kendaraan yang menetap di DIY tidak hanya

semata-mata memakai jalan tetapi juga turut andil dalam membayar pajak. Program Bebas

BBNKB ini berlangsung dari tanggal 1 maret sampai dengan 30 November.

Sayangnya permasalahan pun muncul ketika program Bebas BBNKB dijalankan, dari

satu tahun pencapaian program Bebas BBNKB berdasarkan laporan pembebasan BBNKB

Propinsi DIY yang terdaftar di DPPKA, pemerintah telah membebaskan wajib pajak dari

pembayaran BBNKB sebanyak 56. 744 unit kendaraan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY, dimana

jumlah unit KBM dan BBNKB yang dibebaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota dapat

dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1.1 Laporan Pembebasan BBN-KB Propinsi DIY Bulan Maret S/D Nopember 2012

No  KPPD  JML KBM  BBN‐KB DIBEBASKAN 

1  Kota Yogyakarta  10.586  5.390.651.900

2  Kab. Bantul  15.384  4.449.665.700

3  Kab. Kulonprogo  6.006  1.368.016.000

4  Kab. Gunungkidul  6.720  1.523.777.300

5  Kab. Sleman  18.048  7.541.434.300

  JUMLAH  56.744  20.273.545.200

Sumber: DPPKA Propinsi DIY, 2012

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dari hasil laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY terlihat bahwa Kabupaten

Sleman memanfaatkan program BBNKB paling banyak jika dibandingkan dengan

kabupaten/kota lainnya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang terjadi di

kabupaten Sleman jumlah kendaraan bermotor paling banyak terdaftar dikawasan ini, sehingga

banyak kendaraan yang memanfaatkan program Bebas BBNKB untuk Bea Balik Nama karena

kendaraannya telah dihibahkan atau dijual kepada pihak lain dan kendaraan yang memutasikan

kendaraannya ke Kabupaten Sleman.

Permasalahan muncul disebabkan adanya gejala ketidakpatuhan dari wajib pajak di

KPPD Kabupaten Sleman dimana pada kenyataannya program Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor juga dimanfaatkan oleh sebagian wajib pajak yang terkena pajak progresif dengan

beralih kepemilikan yakni melakukan bea balik nama kepada salah satu anggota keluarganya

untuk tidak terkena pajak progresif, bahkan terdapat juga wajib pajak yang sengaja

memanfaatkan program bebas bea balik nama untuk meminimalkan jumlah pajak yang berlebih

akibat proses bea balik nama.

Berkaitan dengan adanya fenomena ini peneliti pun berhasil menemukan wajib pajak

yang cenderung melakukan penghindaran untuk menunjukkan sebuah fakta bahwa telah terjadi

penghindaran pajak dalam membayar pajak progresif yang dilakukan oleh wajib pajak dengan

mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada salah satu anggota keluarganya. Salah satu wajib

pajak yang melakukan hal tersebut adalah pada responden yang peneliti wawancara yakni

Bapak Yadi, Bapak Yadi tinggal di jalan Magelang KM 13, Bapak Yadi melakukan proses bea

balik nama kendaraannya ke atas nama istrinya untuk tidak terkena pajak progresif, beliau

memanfaatkan proses bea balik nama untuk menghindari biaya pajak yang berlebih. Tidak

hanya itu gejala ketidakpatuhan juga muncul dari wajib pajak yang bergerak dibidang usaha

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

rental yakni bapak Sapto5 yang tinggal di gejayan, namun penghindaran pajak progresif yang

dilakukan oleh bapak Sapto berbeda, dimana bapak Sapto bahkan memanfaatkan program

bebas bea balik nama kendaraan bermotor dengan meminjam KTP para pegawainya untuk

dialihkan kepada mereka agar tidak terkena pajak progresif. Alasan Bapak Sapto juga sama

mereka menghindari pajak progresif untuk dapat meminimalkan biaya dari pajak yang harus

dibayar.

Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan Bapak Alif6 yang tinggal di Jakal Km5,

Bapak Ridwan7 yang tinggal di daerah Selokan Mataram, dan Bapak Rizky8 yang tinggal di

Condong Catur. Semua permasalahan mereka tidak hanya persoalan tarif namun juga usaha

yang dirintis oleh mereka tidak berbadan hukum sehingga mereka pun harus membayar pajak

sesuai dengan pajak yang dibebankan dari masing-masing jenis kendaraannya, dan belum lagi

akibat pengenaan pajak progresif. Bapak Bhakti9 pun juga melakukan hal yang sama, dia

beralamat di jalan Kaliurang KM 7 dimana dia juga menghindari pajak progresif dan

mengatasnamakan kepemilikan kendaraannya kepada keluarganya. Kedaan seperti ini juga

dibuktikan ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan dan bertanya kepada 4 pihak calo

yang bekerja di KPPD dalam memberikan biro jasa kepengurusan pajak kendaraan, dimana 4

Calo mengatakan bahwa wajib pajak cenderung menghindar dari pengenaan pajak progresif.

Karena data bersifat rahasia dari KPPD, dan peneliti tidak diperkenankan untuk mengakses dan

mempublikasikannya maka hanya beberapa contoh penghindaran wajib pajak yang peneliti

tulis disini.

                                                            5 Nama disamarkan sesuai keinginan wajib pajak. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ibid. 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Para wajib pajak umumnya menuturkan bahwa dalam melakukan proses bea balik nama

mereka pun langsung secepatnya diproses oleh pihak aparat pajak, artinya mereka dapat

mengakses proses tersebut dengan mudah dan cepat kurang dari satu minggu. Padahal

seharusnya program bea balik nama yang dibuat pemerintah ditujukan bagi kendaraan yang

telah dijual atau di hibahkan kepada pihak lain, tetapi jika kenyataannya seperti ini tentulah

pemasukan pajak kendaraan bermotor akan berkurang karena banyak data yang akhirnya

dimanipulasi dengan penghindaran pajak dengan cara merubah nama kepemilikan. Fakta yang

menunjukan adanya fenomena yang terjadi ini juga dibenarkan oleh pihak aparat pajak yang

bertugas dalam pendataan wajib pajak yakni Seksi Pendaftaran dan Penetapan diKPPD

Kabupaten Sleman dimana beliau menuturkan bahwa kenyataan yang terjadi banyak wajib

pajak yang cenderung melakukan penghindaran dalam membayar pajak progresif dikarenakan

berbagai alasan dari wajib pajak yang sebenarnya memang tidak boleh dilakukan, namun

kenyataannya hal tersebut dapat terjadi juga seperti kutipan dari pernyataan pihak aparat pajak

dimana ketika wajib pajak tahu namanya terkena pajak progresif dan untuk menghindarinya

dengan cara balik nama kendaraan

“ wajib pajak cenderung menghindari pajak progresif, karena pengenaan pajak progresif hanya ditujukan bagi nama dan alamat yang sama, sehingga jika banyak yang merasakan beban akibat pajak progresif ya balik nama saja”10.

(Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman)

Seperti inilah kutipan informasi yang peneliti dapat dari pihak aparat ketika wajib pajak

ingin menghindari pajak progresif. Pihak aparat juga menuturkan bahwasanya mereka sudah

mengantisipasi keadaan ini namun sayangnya hal tersebut sulit dilakukan mengingat

banyaknya wajib pajak yang melakukan bea balik nama kendaraan untuk terhindar dari pajak

progresif, atau sebelum mereka membeli kendaraan pada dasarnya mereka telah

                                                            10 Wawancara dengan Pihak Aparat Pajak KPPD Kabupaten Sleman Pada saat Observasi, pada tanggal 17 Januari 2013. Pada Pukul 11.00 WIB  

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

mengantisipasi dengan memberikan nama kepada pihak lain. Sayangnya untuk mengetahui

berapa banyak jumlah wajib pajak yang melakukan hal tersebut tidak terdaftar secara langsung

di KPPD dikarenakan nama kepemilikan atau unit kendaraan mereka telah terstandarisasi

dalam database komputer sehingga bila ingin mengetahui mana wajib pajak yang melakukan

hal tersebut harus melakukan proses pengecekan dahulu. Tidak hanya itu data wajib pajak yang

terdapat di KPPD juga bersifat rahasia dikarenakan ada sesuatu hal sehingga tidak dapat

dipublikasikan. Berikut pernyataan pihak aparat pajak

Kami tidak bisa memberikan data wajib pajak secara utuh karena memang kami merahasiakan nama pemilik mobil/motor. Sebab kami khawatir informasi pemilik mobil itu bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya niatan tidak baik.

(Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman).

Namun sampai dengan bulan Maret ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan masih

banyak wajib pajak yang melakukan proses balik nama, tidak hanya itu hal ini juga terjadi

akibat sistem database di KPPD Kabupaten Sleman mengalami sistem eror sehingga pendataan

perlu dilakukan secara ulang, pengadaan ruang cek progresif pun direncanakan akan berjalan

sampai dengan desember 2013, ini menunjukkan satu bukti bahwa KPPD Kabupaten Sleman

belum siap dalam memberikan pelayanan pajak progresif.

Selain hal tersebut, berdasarkan dari data yang didapat di KPPD bahwa dalam 1 hari

KPPD menangani paling sedikit sekitar 200 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-

2 unit atau paling banyak 10 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal

menurut pihak aparat pajak dalam data base banyak kendaraan yang terkena pajak progresif

sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman

berdasarkan jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit

kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan kedua,

kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Berikut adalah

tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan.

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1.2 Jumlah Unit Kendaraan Pajak Progresif Perbulan

Bulan 

kepemilikan ke 2  kepemilikan ke 3  kepemilikan ke 4  kepemilikan ke 5 

unit  rata‐rata 

perhari unit 

rata‐rata 

perhari unit 

rata‐rata 

perhari unit  

rata‐rata 

perhari 

Januari  331  10  50  2  14  ‐   13   ‐ 

Februari  314  11  46  1  13  ‐   15   ‐ 

Maret  311  10  48  1  15  ‐   11   ‐ 

April  256  8  40  1  12  ‐   7   ‐ 

Mei  258  8  41  1  14  ‐   9   ‐ 

Juni  259  9  42  1  4   ‐  7   ‐ 

Juli  226  7  45  1  10  ‐   9   ‐ 

Agustus  259  8  50  2  11  ‐   9   ‐ 

September  311  10  38  1  10  ‐   12   ‐ 

Oktober  327  10  33  1  13  ‐   12   ‐ 

November  277  9  43  1  7  ‐   8   ‐ 

Desember  283  9  57  2  9   ‐  10   ‐ 

  Jumlah  3.412     533   

   132  

122  

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sleman, 2012

Menurut pihak aparat KPPD Kabupaten Sleman pengenaan pajak progresif bisa

diperkirakan dalam sebulan berapa yang terkena pajak tersebut jika dilihat dari pengesahan

ulang STNK, tidak hanya itu umumnya yang terkena pajak progresif pun belum tentu wajib

pajak itu sendiri namun juga wajib pajak yang namanya dipakai oleh wajib pajak lain sehingga

wajib pajak inilah yang membayar, berikut adalah penuturan pihak aparat pajak tentang

fenomena dari penyelenggaraan pajak progresif yang terjadi di KPPD.

Kalau dilihat dikantor pajak ini dari pengesahan ulang STNK untuk kendaraan pribadi, hanya sedikit yang terkena pajak progresif setiap harinya. Terkadang 2 atau bahkan lebih, namun dihari lain ada juga yang tidak terkena pajak progresif sama sekali, ya bisa dikira-kiralah dalam sebulan berapa yang kena, dari total kendaraan yang ada paling hanya 10% nya. Selebihnya banyak yang melakukan balik nama. Kebanyakan yang terkena pajak progresif juga belum tentu wajib pajak yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, biasanya dari banyaknya yang terkena tarif karena namanya dipakai orang lain.11

                                                            11 Pernyataan Aparat Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman, 18 Maret 2013 Pukul 14.00 WIB. 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dari apa yang diungkapkan pihak aparat pajak, peneliti juga mendapatkan data bea

balik nama kendaraan II dimana BBNKB II merupakan proses bea balik nama kendaraan pada

penyerahan KBM lama/bekas kepada pihak kedua dengan perjanjian sepihak atau dua pihak.

Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di KPPD, jumlah kendaraan yang melakukan BBNKB

II terjadi peningkatan disebabkan adanya program Bebas BBNKB yang dimanfaatkan oleh

wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir oleh pemilik sebelumnya, namun berdasar dari

apa yang disampaikan oleh wajib pajak sebelumnya dan fakta yang mendukung bahwa wajib

pajak banyak melakukan proses tersebut juga dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menghindari

pajak progresif, meskipun memang dalam tabel yang peneliti dapatkan tidak dijelaskan secara

tertulis mana kendaraan yang terdaftar karena pemblokiran dan kendaraan yang terkena pajak

progresif namun memanfaatkan program tersebut. Berikut adalah tabel jumlah kendaraan

pribadi BBNKB II:

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi – BBNKB II Di Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Di Kabupaten Sleman (jenis kendaraan progresif)

Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah di Kabupaten Sleman, 2012

Berdasarkan dari data diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dalam bea balik

nama kendaraan bermotor (BBNKB II) setelah pajak progresif diberlakukan, dari data tersebut

kendaraan yang mengalami kenaikan berjenis sedan, jeep, dan minibus. Data ini menunjukkan

bahwa meningkatnya wajib pajak yang memanfaatkan program BBNKB apalagi untuk

kendaraan minibus yang umumnya banyak digunakan untuk dunia usaha. Hasil data memang

tidak secara spesifik dapat menjelaskan berapa jumlah wajib pajak progresif yang melakukan

proses tersebut, hal tersebut dikarenakan pihak aparat dalam memasukkan data tidak dibedakan

antara data kendaraan yang terkena pajak progresif lalu dibalik nama atau kendaraan yang

terkena pemblokiran. Dalam pajak kendaraan bermotor yang dihitung bukan seberapa

banyaknya wajib pajak namun justru kebalikannya dimana unit kendaraanlah yang menjadi

patokan, sehingga bagi wajib pajak yang membayar pajak dalam kriteria apapun bila tujuannya

ingin melakukan bea balik nama maka secara merata akan dimasukkan sesuai kategori jenis

tersebut.

2177

620

3593

8

3255

955

6648

17

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000

Sedan (plat hitam)

Jeep (plat hitam)

Mini bus (plat hitam)

Bus (plat hitam)

2012 2011

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga, beberapa wajib pajak yang terkena

pajak progresif pada saat melakukan pengecekan mereka bertanya apakah ada cara yang mudah

untuk dialihkan dan seketika itu pun pihak aparat langsung memprosesnya, apakah dengan

adanya kemudahan ini maka wajib pajak sangat mudah sekali dalam mengakses penghindaran

tersebut?. Merujuk pada keadaan yang seperti ini akan dapat dijelaskan bahwa hadirnya setiap

kebijakan pasti akan menimbulkan masalah baru, belum lagi jika kebijakan yang dibuat

berdampak merugikan masyarakat, dimana masyarakat lagi yang dibebankan tentunya

masyarakat akan semakin meradang dengan beban yang ditanggungnya. Dari adanya kasus

tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan penyelenggaraan

pajak progresif terutama dari sisi kepatuhan pajak. Berdasarkan dari fakta yang telah dijelaskan

sebelumnya, peneliti akan meneliti tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak

progresif yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman.

Peneliti akan mengulik dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung

menghindari pengenaan pajak progresif dengan beralih kepemilikan? apa yang menyebabkan

wajib pajak melakukan hal yang demikian? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat

memanfaatkan program bea balik nama apalagi dengan adanya fakta yang membuktikan bahwa

wajib pajak pun dapat mengakses program Bebas BBNKB yang sejatinya hanya ditujukan bagi

wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir atau dijual? lantas bagaimanakah peran pihak

aparat pajak dalam menyikapi persoalan ketika banyak wajib pajak yang melakukan hal

demikian dikarenakan persoalan tarif yang progresif sehingga kecenderungannya banyak wajib

pajak yang enggan membayar? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat mengakses hal

tersebut? Apakah karena ketidaktahuan wajib pajak tentang aturan pajak progresif sehingga

wajib pajak merasakan beban ketika membayar dan adakah pengaruhnya dari pihak aparat

pajak sebagai pelayan pajak? Bagaimanakah sejatinya wajib pajak menganggap adanya

kebijakan pajak progresif? apakah kebijakan tersebut sejatinya hanya memberatkan wajib

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pajak dalam mengeluarkan uang sehingga kecenderungannya wajib pajak pun melakukan

proses bea balik nama dan cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan

bermotor?.

Sesungguhnya penelitian mengenai kepatuhan pajak merupakan topik yang senantiasa

penting untuk dilakukan mengingat besarnya peran pajak dalam pembangunan. Sehingga

masalah dalam kepatuhan pajak adalah masalah yang kompleks yang benar-benar harus

dipahami sebelum suatu kebijakan itu diberlakukan karena umumnya masyarakat akan selalu

mempertanyakan mau dibawa kemana setiap rupiah pajak yang harus dibayar. Oleh sebab itu

berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul

“ Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Kebijakan Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor

(Studi kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Propinsi D.I Yogyakarta)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian dan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan

masalah yang akan dibahas adalah “Mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam

membayar pajak progresif kendaraan bermotor dengan beralih kepemilikan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui, menggambarkan serta menjelaskan faktor yang menyebabkan wajib

pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan.

1.4 Pembatasan Masalah

Secara keseluruhan penelitian ini akan membahas dan mengungkapkan mengapa wajib

pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan,

mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dengan melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan wajib

pajak melakukan hal demikian baik dari segi wajib pajak sebagai pembayar pajak maupun dari

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

segi pihak aparat pajak sebagai petugas pajak. dari situlah permasalahan pun dapat terungkap

dan dapat dianalisa didalam bab pembahasan.

1.5 Manfaat Penelitian

1) Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya

bagi Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik.

2) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Kabupaten Sleman

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kantor pelayanan pajak

daerah di Kabupaten Sleman dalam membenahi masalah kepatuhan pajak dalam

penyelenggaraan pajak terutama pada pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor

tersebut.

3) Bagi Pembaca

Dapat menambah informasi dan memberikan referensi bagi yang ingin melakukan

penelitian yang berkaitan dengan permasalahan seperti ini.

4) Bagi Penulis

Hasil telaah ini diharapkan dapat dijadikan bekal dan tambahan pengetahuan penulis

tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif kendaraan

bermotor.

 

KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/