BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penelitian ini dikembangkan untuk memahami kepatuhan wajib pajak dalam membayar
pajak terutama pada pajak kendaraan bermotor sebagai akibat adanya pemberlakuan tarif pajak
progresif setelah dikeluarkannya Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah atas dasar kewenangan Menteri Dalam Negeri yang memberlakukan
kebijakan tarif pajak progresif pada kendaraan bermotor dimana tujuan dari kebijakan tersebut
diarahkan untuk mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan
kewenangan daerah untuk menerapkan tarif pajak progresif untuk kendaraan kedua dan
seterusnya. Seperti yang kita ketahui bahwa kepatuhan pajak berhubungan dengan ketaatan,
tunduk, dan patuh dalam melakukan ketentuan perpajakan, kepatuhan pajak merupakan salah
satu agenda yang penting baik dinegara maju maupun dinegara berkembang seperti halnya
Indonesia dalam meningkatkan pendapatan dari pajak, sehingga dengan adanya kepatuhan
maka wajib pajak dapat memenuhi semua kewajiban perpajakannya dengan baik dan tepat
waktu dalam membayar pajak.
Seperti yang diketahui, Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi
diatur dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, dan saat ini
Undang- Undang Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diubah lagi menjadi Undang-
Undang No 28 Tahun 2009 dimana alasan dari penggantian undang-undang tersebut adalah
untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang
memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam undang-undang dimana Kabupaten/Kota boleh
menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, sepanjang memenuhi kriteria yang
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
ditetapkan dalam undang-undang. Dalam UU PDRD yang baru juga ditetapkan bahwa daerah
tidak boleh memungut retribusi daerah selain yang tercantum dalam undang-undang. Selain
memperbaiki sistem pemungutan pajak daerah, tujuan undang-undang ini juga sebagai
penguatan perpajakan daerah yang artinya dengan perluasan obyek pajak daerah seperti dalam
pajak kendaraan bermotor dimana dalam PDRD yang baru termasuk golongan kendaraan
bermotor adalah kendaraan pemerintah (Pusat dan Daerah), tidak hanya itu perluasan obyek
pun juga diperluas pada pajak Kabupaten/Kota.
Berkaitan dengan pemberian kewenangan ini dalam penetapan tarif untuk menghindari
penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara
berlebihan, maka daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas
maksimum yang ditetapkan oleh undang-undang ini, selain itu untuk menghindari perang tarif
dalam pajak kendaraan bermotor maka undang-undang ini juga menetapkan tarif minimum
untuk pajak kendaraan bermotor. Pada dasarnya pengaturan tarif yang demikian ini juga
diperkirakan untuk memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya
ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah. Oleh karena itu, dalam undang-undang ini
Nilai jual Kendaraan Bermotor sebagai dasar pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea
Balik Nama Kendaraan Bermotor masih ditetapkan seragam secara nasional.1
Namun, sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang lebih baik sesuai
dengan beban pajak yang ditanggungnya dan berdasarkan pertimbangan tertentu, maka dengan
ini Menteri Dalam Negeri dapat menyerahkan kewenangan pada penetapan Nilai Jual
Kendaraam Bermotor ke Daerah. Tidak hanya itu, kebijakan tarif pajak kendaraan bermotor
juga diarahkan dalam mengurangi tingkat kemacetan didaerah perkotaan dengan memberikan
kewenangan Daerah untuk menetapkan tarif pajak progresif untuk kepemilikan kendaraan
1 ibid
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kedua dan seterusnya.2 Dalam undang-undang ini dimaksudkan dari sebagian hasil penerimaan
pajak tersebut akan dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pajak tersebut, dimana pajak kendaraan bermotor sebagian dialokasikan
untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan serta peningkatan moda dan sarana
transportasi umum. Dengan diberlakukannya Undang-Undang ini maka kemampuan daerah
untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya tentunya semakin besar karena daerah dapat
dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak
daerah dan diskresi dalam penetapan tarif.
Kembali ke permasalahan awal, Berkaitan dengan adanya kebijakan tarif yang
ditetapkan secara progresif bagi kendaraan bermotor yang ditetapkan pemerintah
memunculkan sebuah isu yang menarik untuk dibahas dimana kebijakan tarif pajak progresif
yang pada awalnya ditujukan dalam mengurangi volume kendaraan juga dimaksudkan untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor,
sehingga beberapa propinsi di Indonesia pun akhirnya menetapkan tarif progresif bagi
kendaraan bermotor. Setiap propinsi di Indonesia yang menerapkan tarif progresif bagi
kendaraan bermotor memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menerapkan tarif tergantung
atas kewenangan daerah tersebut, namun tetap mengacu pada Undang-Undang No 28 PDRD
dimana penetapan tarif pajak kendaraan bermotor tertuang dalam pasal 6 UU NO 28 Tahun
2009 Tentang PDRD yakni pada ayat (1), (2), dan (5):
1) tarif pajak kendaraan bermotor pribadi ditetapkan:
a) untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan
paling tinggi 2%.
2 ibid
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
b) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif dapat
ditetapkan secara progresif paling rendah sebesar 2% dan paling tinggi 10%.
2) Untuk kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan/atau alamat yang
sama.
3) Tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan dengan peraturan daerah.
Atas pemberlakuan kebijakan tarif pajak progresif yang diamanatkan oleh UU Nomor
28 Tahun 2009 Tentang PDRD, salah satu propinsi yang telah menetapkan kebijakan tarif pajak
progresif bagi kendaraan bermotor adalah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, seperti yang
diketahui bahwa pajak kendaraan bermotor (PKB) merupakan salah satu sumber Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembiayaan
pemerintahan dan pembangunan di Propinsi DIY, PKB sendiri diatur dalam Peraturan Daerah
Propinsi DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, dimana saat ini Peraturan Daerah
Propinsi DIY juga menerapkan kebijakan tarif pajak progresif yang mulai diberlakukan pada
tanggal 01 Januari 2012, tentunya tujuan dari pemberlakuan pajak progresif pada kendaraan
bermotor di Propinsi DIY mengacu pada tujuan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi dimana pemberian pungutan ini untuk
memberikan peluang dalam peningkatan penerimaan daerah karena dalam kenyataannya hasil
penerimaan pajak diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi propinsi.3 Tarif pajak
progresif tidak hanya untuk peningkatan penerimanaan daerah propinsi saja, namun juga
ditujukan dalam mengatasi kemacetan berdasarkan dari apa yang telah disebutkan oleh
Undang-Undang. Namun berdasarkan dari penjelasan yang telah didapat dari pihak aparat
pajak Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Propinsi Daerah Istimewa
3 Penjelasan Atas Peratura Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Yogyakarta yang disingkat DPPKA bahwa penerapan tarif pajak progresif kendaraan bermotor
juga ditujukan untuk tertib administrasi dan proses legalisasi kepemilikan kendaraan
bermotor.4
Tarif pajak progresif kendaraan bermotor yang diberlakukan di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta mengacu pada Peraturan Daerah DIY No 3 Tahun 2011 Tentang Pajak
Daerah yang tertuang dalam pasal 10 ayat (1), (2), (3), (4):
1) Kepemilikan kendaraan bermotor roda empat akan dikenakan tarif secara progresif
2) Tarif progresif yang dibebankan :
a) Pada kepemilikan kedua 2%.
b) Pada kepemilikan ketiga 2,5%.
c) Pada kepemilikan keempat 3%.
d) Pada kepemilikan kelima dan seterusnya 3,5%.
3) Kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama
4) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam peraturan Gubernur.
Untuk memperjelas tentang kebijakan tarif pajak progresif yang diberlakukan di DIY,
maka berdasarkan keputusan Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibuatlah
Peraturan Gubernur DIY No 31 Tahun 2011 Tentang Pajak Kendaraan Bermotor dimana dalam
peraturan ini penjelasan mengenai kebijakan tarif pajak progresif diatur dalam Bab V
Pengenaan Pajak Progresif yang tertuang pada pasal 7.
Dengan adanya himpunan peraturan ini maka diharapkan wajib pajak dapat mengerti
secara jelas syarat kendaraan yang terkena tarif pajak progresif, tidak hanya itu pada saat
kebijakan pajak progresif diberlakukan berdasarkan keputusan Gubernur DIY No
4 Hasil wawancara dengan Kepala Seksi Pajak Daerah di DPPKA tanggal 18 Maret 2013 Pada Pukul 10.00 WIB
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
101/KEP/2012 pemerintah memberlakukan pembebasan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
(Bebas BBNKB) dimana tujuan dari Bebas BBNKB ini bertujuan untuk memberikan
kemudahan bagi wajib pajak yang kendaraannya telah dijual atau diblokir untuk segera dibalik
nama tanpa dipungut biaya balik nama agar tidak terkena pajak progresif selain itu tujuan
diberlakukannya bebas BBNKB ini juga untuk menunjang agar penerimaan pajak bisa masuk
lebih banyak dimana dimaksudkan bagi kendaraan dari luar propinsi untuk memutasikan
kendaraannya ke Propinsi DIY, dengan begitu kendaraan yang menetap di DIY tidak hanya
semata-mata memakai jalan tetapi juga turut andil dalam membayar pajak. Program Bebas
BBNKB ini berlangsung dari tanggal 1 maret sampai dengan 30 November.
Sayangnya permasalahan pun muncul ketika program Bebas BBNKB dijalankan, dari
satu tahun pencapaian program Bebas BBNKB berdasarkan laporan pembebasan BBNKB
Propinsi DIY yang terdaftar di DPPKA, pemerintah telah membebaskan wajib pajak dari
pembayaran BBNKB sebanyak 56. 744 unit kendaraan dari 5 Kabupaten/Kota di DIY, dimana
jumlah unit KBM dan BBNKB yang dibebaskan dari masing-masing Kabupaten/Kota dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 1.1 Laporan Pembebasan BBN-KB Propinsi DIY Bulan Maret S/D Nopember 2012
No KPPD JML KBM BBN‐KB DIBEBASKAN
1 Kota Yogyakarta 10.586 5.390.651.900
2 Kab. Bantul 15.384 4.449.665.700
3 Kab. Kulonprogo 6.006 1.368.016.000
4 Kab. Gunungkidul 6.720 1.523.777.300
5 Kab. Sleman 18.048 7.541.434.300
JUMLAH 56.744 20.273.545.200
Sumber: DPPKA Propinsi DIY, 2012
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dari hasil laporan pembebasan BBNKB Propinsi DIY terlihat bahwa Kabupaten
Sleman memanfaatkan program BBNKB paling banyak jika dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya, memang tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataan yang terjadi di
kabupaten Sleman jumlah kendaraan bermotor paling banyak terdaftar dikawasan ini, sehingga
banyak kendaraan yang memanfaatkan program Bebas BBNKB untuk Bea Balik Nama karena
kendaraannya telah dihibahkan atau dijual kepada pihak lain dan kendaraan yang memutasikan
kendaraannya ke Kabupaten Sleman.
Permasalahan muncul disebabkan adanya gejala ketidakpatuhan dari wajib pajak di
KPPD Kabupaten Sleman dimana pada kenyataannya program Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor juga dimanfaatkan oleh sebagian wajib pajak yang terkena pajak progresif dengan
beralih kepemilikan yakni melakukan bea balik nama kepada salah satu anggota keluarganya
untuk tidak terkena pajak progresif, bahkan terdapat juga wajib pajak yang sengaja
memanfaatkan program bebas bea balik nama untuk meminimalkan jumlah pajak yang berlebih
akibat proses bea balik nama.
Berkaitan dengan adanya fenomena ini peneliti pun berhasil menemukan wajib pajak
yang cenderung melakukan penghindaran untuk menunjukkan sebuah fakta bahwa telah terjadi
penghindaran pajak dalam membayar pajak progresif yang dilakukan oleh wajib pajak dengan
mengalihkan kepemilikan kendaraan kepada salah satu anggota keluarganya. Salah satu wajib
pajak yang melakukan hal tersebut adalah pada responden yang peneliti wawancara yakni
Bapak Yadi, Bapak Yadi tinggal di jalan Magelang KM 13, Bapak Yadi melakukan proses bea
balik nama kendaraannya ke atas nama istrinya untuk tidak terkena pajak progresif, beliau
memanfaatkan proses bea balik nama untuk menghindari biaya pajak yang berlebih. Tidak
hanya itu gejala ketidakpatuhan juga muncul dari wajib pajak yang bergerak dibidang usaha
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
rental yakni bapak Sapto5 yang tinggal di gejayan, namun penghindaran pajak progresif yang
dilakukan oleh bapak Sapto berbeda, dimana bapak Sapto bahkan memanfaatkan program
bebas bea balik nama kendaraan bermotor dengan meminjam KTP para pegawainya untuk
dialihkan kepada mereka agar tidak terkena pajak progresif. Alasan Bapak Sapto juga sama
mereka menghindari pajak progresif untuk dapat meminimalkan biaya dari pajak yang harus
dibayar.
Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan Bapak Alif6 yang tinggal di Jakal Km5,
Bapak Ridwan7 yang tinggal di daerah Selokan Mataram, dan Bapak Rizky8 yang tinggal di
Condong Catur. Semua permasalahan mereka tidak hanya persoalan tarif namun juga usaha
yang dirintis oleh mereka tidak berbadan hukum sehingga mereka pun harus membayar pajak
sesuai dengan pajak yang dibebankan dari masing-masing jenis kendaraannya, dan belum lagi
akibat pengenaan pajak progresif. Bapak Bhakti9 pun juga melakukan hal yang sama, dia
beralamat di jalan Kaliurang KM 7 dimana dia juga menghindari pajak progresif dan
mengatasnamakan kepemilikan kendaraannya kepada keluarganya. Kedaan seperti ini juga
dibuktikan ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan dan bertanya kepada 4 pihak calo
yang bekerja di KPPD dalam memberikan biro jasa kepengurusan pajak kendaraan, dimana 4
Calo mengatakan bahwa wajib pajak cenderung menghindar dari pengenaan pajak progresif.
Karena data bersifat rahasia dari KPPD, dan peneliti tidak diperkenankan untuk mengakses dan
mempublikasikannya maka hanya beberapa contoh penghindaran wajib pajak yang peneliti
tulis disini.
5 Nama disamarkan sesuai keinginan wajib pajak. 6 Ibid. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Ibid.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Para wajib pajak umumnya menuturkan bahwa dalam melakukan proses bea balik nama
mereka pun langsung secepatnya diproses oleh pihak aparat pajak, artinya mereka dapat
mengakses proses tersebut dengan mudah dan cepat kurang dari satu minggu. Padahal
seharusnya program bea balik nama yang dibuat pemerintah ditujukan bagi kendaraan yang
telah dijual atau di hibahkan kepada pihak lain, tetapi jika kenyataannya seperti ini tentulah
pemasukan pajak kendaraan bermotor akan berkurang karena banyak data yang akhirnya
dimanipulasi dengan penghindaran pajak dengan cara merubah nama kepemilikan. Fakta yang
menunjukan adanya fenomena yang terjadi ini juga dibenarkan oleh pihak aparat pajak yang
bertugas dalam pendataan wajib pajak yakni Seksi Pendaftaran dan Penetapan diKPPD
Kabupaten Sleman dimana beliau menuturkan bahwa kenyataan yang terjadi banyak wajib
pajak yang cenderung melakukan penghindaran dalam membayar pajak progresif dikarenakan
berbagai alasan dari wajib pajak yang sebenarnya memang tidak boleh dilakukan, namun
kenyataannya hal tersebut dapat terjadi juga seperti kutipan dari pernyataan pihak aparat pajak
dimana ketika wajib pajak tahu namanya terkena pajak progresif dan untuk menghindarinya
dengan cara balik nama kendaraan
“ wajib pajak cenderung menghindari pajak progresif, karena pengenaan pajak progresif hanya ditujukan bagi nama dan alamat yang sama, sehingga jika banyak yang merasakan beban akibat pajak progresif ya balik nama saja”10.
(Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman)
Seperti inilah kutipan informasi yang peneliti dapat dari pihak aparat ketika wajib pajak
ingin menghindari pajak progresif. Pihak aparat juga menuturkan bahwasanya mereka sudah
mengantisipasi keadaan ini namun sayangnya hal tersebut sulit dilakukan mengingat
banyaknya wajib pajak yang melakukan bea balik nama kendaraan untuk terhindar dari pajak
progresif, atau sebelum mereka membeli kendaraan pada dasarnya mereka telah
10 Wawancara dengan Pihak Aparat Pajak KPPD Kabupaten Sleman Pada saat Observasi, pada tanggal 17 Januari 2013. Pada Pukul 11.00 WIB
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
mengantisipasi dengan memberikan nama kepada pihak lain. Sayangnya untuk mengetahui
berapa banyak jumlah wajib pajak yang melakukan hal tersebut tidak terdaftar secara langsung
di KPPD dikarenakan nama kepemilikan atau unit kendaraan mereka telah terstandarisasi
dalam database komputer sehingga bila ingin mengetahui mana wajib pajak yang melakukan
hal tersebut harus melakukan proses pengecekan dahulu. Tidak hanya itu data wajib pajak yang
terdapat di KPPD juga bersifat rahasia dikarenakan ada sesuatu hal sehingga tidak dapat
dipublikasikan. Berikut pernyataan pihak aparat pajak
Kami tidak bisa memberikan data wajib pajak secara utuh karena memang kami merahasiakan nama pemilik mobil/motor. Sebab kami khawatir informasi pemilik mobil itu bisa dimanfaatkan orang-orang yang punya niatan tidak baik.
(Aparat Pajak, Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman).
Namun sampai dengan bulan Maret ketika peneliti melakukan observasi ke lapangan masih
banyak wajib pajak yang melakukan proses balik nama, tidak hanya itu hal ini juga terjadi
akibat sistem database di KPPD Kabupaten Sleman mengalami sistem eror sehingga pendataan
perlu dilakukan secara ulang, pengadaan ruang cek progresif pun direncanakan akan berjalan
sampai dengan desember 2013, ini menunjukkan satu bukti bahwa KPPD Kabupaten Sleman
belum siap dalam memberikan pelayanan pajak progresif.
Selain hal tersebut, berdasarkan dari data yang didapat di KPPD bahwa dalam 1 hari
KPPD menangani paling sedikit sekitar 200 unit kendaraan roda empat/lebih, tetapi hanya 1-
2 unit atau paling banyak 10 unit perhari kendaraan yang membayar pajak progresif, padahal
menurut pihak aparat pajak dalam data base banyak kendaraan yang terkena pajak progresif
sebelum pengenaan pajak progresif. Data yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman
berdasarkan jumlah kendaraan yang terkena pajak progresif berbeda-beda, dimana unit
kendaraan yang paling banyak terkena pajak progresif adalah pada kepemilikan kedua,
kemudian disusul pada kepemilikan ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Berikut adalah
tabel yang menjelaskan jumlah unit kendaraan pajak progresif perbulan.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel 1.2 Jumlah Unit Kendaraan Pajak Progresif Perbulan
Bulan
kepemilikan ke 2 kepemilikan ke 3 kepemilikan ke 4 kepemilikan ke 5
unit rata‐rata
perhari unit
rata‐rata
perhari unit
rata‐rata
perhari unit
rata‐rata
perhari
Januari 331 10 50 2 14 ‐ 13 ‐
Februari 314 11 46 1 13 ‐ 15 ‐
Maret 311 10 48 1 15 ‐ 11 ‐
April 256 8 40 1 12 ‐ 7 ‐
Mei 258 8 41 1 14 ‐ 9 ‐
Juni 259 9 42 1 4 ‐ 7 ‐
Juli 226 7 45 1 10 ‐ 9 ‐
Agustus 259 8 50 2 11 ‐ 9 ‐
September 311 10 38 1 10 ‐ 12 ‐
Oktober 327 10 33 1 13 ‐ 12 ‐
November 277 9 43 1 7 ‐ 8 ‐
Desember 283 9 57 2 9 ‐ 10 ‐
Jumlah 3.412 533
132
122
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sleman, 2012
Menurut pihak aparat KPPD Kabupaten Sleman pengenaan pajak progresif bisa
diperkirakan dalam sebulan berapa yang terkena pajak tersebut jika dilihat dari pengesahan
ulang STNK, tidak hanya itu umumnya yang terkena pajak progresif pun belum tentu wajib
pajak itu sendiri namun juga wajib pajak yang namanya dipakai oleh wajib pajak lain sehingga
wajib pajak inilah yang membayar, berikut adalah penuturan pihak aparat pajak tentang
fenomena dari penyelenggaraan pajak progresif yang terjadi di KPPD.
Kalau dilihat dikantor pajak ini dari pengesahan ulang STNK untuk kendaraan pribadi, hanya sedikit yang terkena pajak progresif setiap harinya. Terkadang 2 atau bahkan lebih, namun dihari lain ada juga yang tidak terkena pajak progresif sama sekali, ya bisa dikira-kiralah dalam sebulan berapa yang kena, dari total kendaraan yang ada paling hanya 10% nya. Selebihnya banyak yang melakukan balik nama. Kebanyakan yang terkena pajak progresif juga belum tentu wajib pajak yang memiliki kendaraan pribadi lebih dari satu, biasanya dari banyaknya yang terkena tarif karena namanya dipakai orang lain.11
11 Pernyataan Aparat Seksi Pendaftaran dan Penetapan di KPPD Kabupaten Sleman, 18 Maret 2013 Pukul 14.00 WIB.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dari apa yang diungkapkan pihak aparat pajak, peneliti juga mendapatkan data bea
balik nama kendaraan II dimana BBNKB II merupakan proses bea balik nama kendaraan pada
penyerahan KBM lama/bekas kepada pihak kedua dengan perjanjian sepihak atau dua pihak.
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan di KPPD, jumlah kendaraan yang melakukan BBNKB
II terjadi peningkatan disebabkan adanya program Bebas BBNKB yang dimanfaatkan oleh
wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir oleh pemilik sebelumnya, namun berdasar dari
apa yang disampaikan oleh wajib pajak sebelumnya dan fakta yang mendukung bahwa wajib
pajak banyak melakukan proses tersebut juga dimanfaatkan oleh wajib pajak yang menghindari
pajak progresif, meskipun memang dalam tabel yang peneliti dapatkan tidak dijelaskan secara
tertulis mana kendaraan yang terdaftar karena pemblokiran dan kendaraan yang terkena pajak
progresif namun memanfaatkan program tersebut. Berikut adalah tabel jumlah kendaraan
pribadi BBNKB II:
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Tabel 1.3 Jumlah Kendaraan Bermotor Pribadi – BBNKB II Di Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Di Kabupaten Sleman (jenis kendaraan progresif)
Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Daerah di Kabupaten Sleman, 2012
Berdasarkan dari data diatas terlihat jelas bahwa terjadi peningkatan dalam bea balik
nama kendaraan bermotor (BBNKB II) setelah pajak progresif diberlakukan, dari data tersebut
kendaraan yang mengalami kenaikan berjenis sedan, jeep, dan minibus. Data ini menunjukkan
bahwa meningkatnya wajib pajak yang memanfaatkan program BBNKB apalagi untuk
kendaraan minibus yang umumnya banyak digunakan untuk dunia usaha. Hasil data memang
tidak secara spesifik dapat menjelaskan berapa jumlah wajib pajak progresif yang melakukan
proses tersebut, hal tersebut dikarenakan pihak aparat dalam memasukkan data tidak dibedakan
antara data kendaraan yang terkena pajak progresif lalu dibalik nama atau kendaraan yang
terkena pemblokiran. Dalam pajak kendaraan bermotor yang dihitung bukan seberapa
banyaknya wajib pajak namun justru kebalikannya dimana unit kendaraanlah yang menjadi
patokan, sehingga bagi wajib pajak yang membayar pajak dalam kriteria apapun bila tujuannya
ingin melakukan bea balik nama maka secara merata akan dimasukkan sesuai kategori jenis
tersebut.
2177
620
3593
8
3255
955
6648
17
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
Sedan (plat hitam)
Jeep (plat hitam)
Mini bus (plat hitam)
Bus (plat hitam)
2012 2011
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Dari hasil observasi yang peneliti lakukan juga, beberapa wajib pajak yang terkena
pajak progresif pada saat melakukan pengecekan mereka bertanya apakah ada cara yang mudah
untuk dialihkan dan seketika itu pun pihak aparat langsung memprosesnya, apakah dengan
adanya kemudahan ini maka wajib pajak sangat mudah sekali dalam mengakses penghindaran
tersebut?. Merujuk pada keadaan yang seperti ini akan dapat dijelaskan bahwa hadirnya setiap
kebijakan pasti akan menimbulkan masalah baru, belum lagi jika kebijakan yang dibuat
berdampak merugikan masyarakat, dimana masyarakat lagi yang dibebankan tentunya
masyarakat akan semakin meradang dengan beban yang ditanggungnya. Dari adanya kasus
tersebut maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian terkait dengan penyelenggaraan
pajak progresif terutama dari sisi kepatuhan pajak. Berdasarkan dari fakta yang telah dijelaskan
sebelumnya, peneliti akan meneliti tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak
progresif yang terdapat di KPPD Kabupaten Sleman.
Peneliti akan mengulik dan mengungkapkan mengapa wajib pajak cenderung
menghindari pengenaan pajak progresif dengan beralih kepemilikan? apa yang menyebabkan
wajib pajak melakukan hal yang demikian? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat
memanfaatkan program bea balik nama apalagi dengan adanya fakta yang membuktikan bahwa
wajib pajak pun dapat mengakses program Bebas BBNKB yang sejatinya hanya ditujukan bagi
wajib pajak yang kendaraannya telah diblokir atau dijual? lantas bagaimanakah peran pihak
aparat pajak dalam menyikapi persoalan ketika banyak wajib pajak yang melakukan hal
demikian dikarenakan persoalan tarif yang progresif sehingga kecenderungannya banyak wajib
pajak yang enggan membayar? Mengapa dengan mudahnya wajib pajak dapat mengakses hal
tersebut? Apakah karena ketidaktahuan wajib pajak tentang aturan pajak progresif sehingga
wajib pajak merasakan beban ketika membayar dan adakah pengaruhnya dari pihak aparat
pajak sebagai pelayan pajak? Bagaimanakah sejatinya wajib pajak menganggap adanya
kebijakan pajak progresif? apakah kebijakan tersebut sejatinya hanya memberatkan wajib
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
pajak dalam mengeluarkan uang sehingga kecenderungannya wajib pajak pun melakukan
proses bea balik nama dan cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif kendaraan
bermotor?.
Sesungguhnya penelitian mengenai kepatuhan pajak merupakan topik yang senantiasa
penting untuk dilakukan mengingat besarnya peran pajak dalam pembangunan. Sehingga
masalah dalam kepatuhan pajak adalah masalah yang kompleks yang benar-benar harus
dipahami sebelum suatu kebijakan itu diberlakukan karena umumnya masyarakat akan selalu
mempertanyakan mau dibawa kemana setiap rupiah pajak yang harus dibayar. Oleh sebab itu
berdasarkan permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan judul
“ Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Kebijakan Tarif Pajak Progresif Kendaraan Bermotor
(Studi kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Propinsi D.I Yogyakarta)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian dan fenomena dari latar belakang diatas maka rumusan
masalah yang akan dibahas adalah “Mengapa wajib pajak cenderung tidak patuh dalam
membayar pajak progresif kendaraan bermotor dengan beralih kepemilikan?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui, menggambarkan serta menjelaskan faktor yang menyebabkan wajib
pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan.
1.4 Pembatasan Masalah
Secara keseluruhan penelitian ini akan membahas dan mengungkapkan mengapa wajib
pajak cenderung tidak patuh dalam membayar pajak progresif dengan beralih kepemilikan,
mengapa hal tersebut dapat terjadi? Dengan melihat faktor-faktor apa yang menyebabkan wajib
pajak melakukan hal demikian baik dari segi wajib pajak sebagai pembayar pajak maupun dari
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
segi pihak aparat pajak sebagai petugas pajak. dari situlah permasalahan pun dapat terungkap
dan dapat dianalisa didalam bab pembahasan.
1.5 Manfaat Penelitian
1) Bagi ilmu pengetahuan
Penelitian dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu pengetahuan khususnya
bagi Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik.
2) Bagi Kantor Pelayanan Pajak Daerah (KPPD) Kabupaten Sleman
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi kantor pelayanan pajak
daerah di Kabupaten Sleman dalam membenahi masalah kepatuhan pajak dalam
penyelenggaraan pajak terutama pada pembayaran pajak kendaraan bermotor di kantor
tersebut.
3) Bagi Pembaca
Dapat menambah informasi dan memberikan referensi bagi yang ingin melakukan
penelitian yang berkaitan dengan permasalahan seperti ini.
4) Bagi Penulis
Hasil telaah ini diharapkan dapat dijadikan bekal dan tambahan pengetahuan penulis
tentang kepatuhan wajib pajak dalam kebijakan tarif pajak progresif kendaraan
bermotor.
KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM KEBIJAKAN TARIF PAJAK PROGRESIF KENDARAANBERMOTOR(Studi Kasus: Dalam Wilayah Kabupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)DWI HARYANTIUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/