BAB I PENDAHULUAN - repository.uph.edurepository.uph.edu/6048/6/chapter1.pdf.pdf · PENDAHULUAN...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - repository.uph.edurepository.uph.edu/6048/6/chapter1.pdf.pdf · PENDAHULUAN...
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini akan memberikan gambaran mengenai keseluruhan penelitian yang
dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi pada era ini memunculkan
perubahan di setiap aset kehidupan. Perubahan utama yang dialami saat ini adalah
pesatnya perdagangan, industri makanan, jasa dan informasi. Perubahan tersebut
berdampak pada gaya hidup (lifestyle) masyarakat (Rahmasari, 2017). Menurut
Chaney (2004) gaya hidup membantu mendefinisikan mengenai sikap, nilai-nilai,
kekayaan, serta posisi sosial seseorang. Gaya hidup dapat mengubah pola konsumsi
seseorang. Salah satu halnya dahulu orang hanya makan restoran casual dining
bersama ketika sedang merayakan ulang tahun atau acara-acara khusus lainnya
terlebih lagi pada waktu itu makan di luar merupakan pengalaman yang
mengesankan dan abadi. Namun, setelah mengikuti adanya perkembangan zaman
konsumen cenderung mengunjungi restoran hanya menjadi gaya hidup kasual dari
perilaku konsumen saat ini secara global. Terlebih lagi perkembangan industri
makanan tersebut juga diwarnai dengan restoran yang memiliki beragam makanan
khas seperti makanan khas Jepang, karena saat ini makanan Jepang telah menjadi
sebuah tren dan gaya hidup di seluruh dunia.
2
Demikian halnya di Indonesia, restoran Jepang merupakan salah satu
restoran yang dapat merebut hati para konsumen, khususnya di kalangan menengah
ke atas dengan menu dan konsep makanan khas Jepang. Pada zaman sekarang ini
restoran yang menjual makanan Jepang terdapat berbagai macam, salah satunya
seperti: Sushi Tei, Genki Sushi, Sushi Hiro, Ichiban Sushi, Sushi Go, dan lain
sebagainya.
Untuk mengetahui restoran mana yang sering dikunjungi oleh konsumen,
telah dilakukan survey pada tanggal 8 Agustus 2019 dengan 108 responden yang
merupakan mahasiswa Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci, Tangerang.
Hasil survey tergambar pada gambar 1.1 dibawah ini.
Berdasarkan hasil survey diatas maka diperoleh data sebagai berikut:
terdapat 43 responden atau 39.8% memutuskan untuk mengunjungi Sushi Tei, 33
responden atau 30.6% memutuskan untuk mengunjungi Genki Sushi, sebanyak 24
responden atau 22.2% memutuskan untuk mengunjungi Sushi Hiro, sebanyak 5
Gambar 1.1 Survey Restoran Sushi yang sering dikunjungi
Sumber: Olahan Sendiri (2019)
3
responden atau 4.6% memutuskan untuk mengunjungi Ichiban Sushi, sebanyak 3
responden atau 2.8% yang mengunjungi Sushi Go. Restoran Sushi Tei kemudian
dipilih berdasarkan hasil dari survey diatas.
Sushi Tei merupakan restoran sushi yang berpusat di Singapura. Nama
Sushi Tei memiliki arti warung sushi yang berfokus menjual ikan segar. Pemilik
Sushi Tei adalah seorang nelayan yang berasal dari Jepang yang hebat dalam
memilih ikan segar dan bagus. Pada awalnya Sushi tei berada di pinggiran-
pinggiran jalan di Singapura, kemudian pada tahun 1994 restoran Sushi Tei dibuka
untuk pertama kalinya dan terus berkembang dengan franchise di berbagai negara,
seperti Australia, Hongkong, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Indonesia (Rahmasari, 2017). Pada tahun 2003, PT Sushi Tei Indonesia membuka
restoran pertama Sushi Tei di Jakarta dan berkembang ke 11 kota besar yaitu: Bali,
Bandung, Batam, Depok, Jakarta, Makasar, Medan, Palembang, Pekanbaru,
Surabaya, Yogyakarta (sushitei.com, n.d.). Berkembangnya restoran Sushi Tei di
Indonesia membuat konsumen memilih Sushi Tei sebagai restoran sushi favorit
mereka dan menempatkan Sushi Tei pada peringkat pertama dalam Asia One’s
People Choice (Choice, AsiaOne People, 2015), juga pada Top Brand Index dimana
Sushi Tei merupakan top choice dari hasil voting dalam kategori restoran Sushi
(Top Brand Award, n.d.).
Sushi Tei memiliki experiential marketing service yang baik, seperti
karyawan yang ramah menyambut dan memberi salam ‘irrashaimase’ yang artinya
‘selamat datang’ dengan senyuman kepada konsumen hingga mengantarkan
konsumen ke tempat duduk. Selain itu, karyawan juga membantu konsumen dalam
4
memilih menu makanan dan minuman yang konsumen sendiri merasa asing dengan
nama dan gambar makanan yang tertera di dalam menu (Dra. Fransisca Andreani,
2015).
Berdasarkan ulasan data dari pengguna Zomato untuk restoran Sushi
Tei mengenai rating kepuasan pelanggan tentang brand experience di Sushi Tei,
Sushi Tei mendapatkan hasil rating sebesar 4,2 dari total nilai 5 yang dapat dilihat
dari gambar 1.2, sedangkan PIC (person in charge) bagian service di Sushi Tei
Supermal Karawaci memiliki ekspetasi untuk hasil rating di Zomato berada pada
kisaran 4,5 hingga 4,9.
Namun, dengan rating yang sudah cukup baik, ternyata masih terdapat
ketidakpuasan yang ditunjukan oleh sejumlah responden yang memberikan rating
bintang satu dan dua. Berikut dijelaskan melalui persentase dari rating penilaian
Sushi Tei yang terdapat di Zomato. Dijelaskan bahwa yang memberikan bintang
Gambar 1.2 Rating Customer Sushi Tei Supermal Karawaci
Sumber: Zomato (2019)
5
satu sebanyak dua responden dari 202 responden, bintang dua sebanyak dua
responden dari 202 responden, bintang tiga sebanyak 16 responden, bintang empat
sebanyak 85 responden, dan bintang lima sebanyak 97 responden. Dari hasil
wawancara dengan PIC Sushi Tei Supermal Karawaci dikatakan bahwa salah satu
yang menyebabkan adanya rating tersebut turun dikarenakan menu makanan tidak
sesuai dengan penjelasan pada menu dan ekspektasi pelanggan yang memesan,
contohnya pada tanggal 22 September 2019, seorang konsumen memesan menu
Halibut Teriyaki yang seharusnya memiliki rasa yang manis pada ikan, tetapi
nyatanya yang disajikan pada konsumen tidak sesuai dengan ekspektasi, dimana
Halibut Teriyaiki disajikan dengan rasa asin, meskipun demikian pihak service
Sushi Tei langsung menindaklanjuti dengan mengganti yang baru. Selain itu
menurut pihak PIC Sushi Tei Supermal Karawaci terjadi penurunan jumlah
pelanggan pada bulan September kurang lebih 10% hingga 11% daripada hasil di
bulan Agustus lalu.
Hasil penurunan tersebut dapat dilihat pada rating Sushi Tei Supermal
Karawaci di aplikasi Zomato yang dibuktikan dengan review seorang pelanggan
pada tanggal 01 Mei 2018 yang mengatakan “Place is newly renovated, foods are
always nice. But the fish on the raw sushi (nigiri sushi) is not very fresh, feels like
it’s been frozen for few days.” Selain itu didapati pendapat konsumen Sushi Tei di
aplikasi Zomato pada tiga bulan lalu mengatakan bahwa “Not sure why this place
still exist. The quality of fish is the worst. In my category, quality of the sushi here
is -10. They are not using the correct sushi rice, not it is short grain or koshihikari.
The temperature of the rice is all over the place. The taste of the rice is almost bitter.
6
Rice is so important when eating sushi so it is just unacceptable. The quality of fish
they use is very low, almost taste like scrapes and leftover fish. Been here twice and
not gonna go back.”
Dari uraian review diatas menunjukkan bahwa Word of mouth merupakan
salah satu sarana dimana konsumen lebih mempercayai perkataan orang terdekat
atau testimoni dari orang lain dibandingkan dengan promosi yang ditawarkan.
WOM atau testimoni publik memiliki pengaruh yang sangat penting dan jika
testimoni atau WOM tersebut negatif, maka konsumen lain dapat tidak memiliki
kemauan untuk melakukan pembelian.
Dari komentar yang dilontarkan konsumen pada aplikasi Zomato sangat
berpengaruh terhadap brand equity pada restoran Sushi Tei. Karena menurut Keller
(1993), brand image sebagai "persepsi tentang suatu merek sebagaimana tercermin
oleh asosiasi merek yang dipegang oleh memori konsumen." Asosiasi ini merujuk
pada aspek merek apa pun dalam memori konsumen (Aaker, 1996a, b). Pada
dasarnya, brand image menggambarkan pikiran dan perasaan konsumen terhadap
merek (Roy dan Banerjee, 2007). Dengan kata lain, brand image adalah citra mental
keseluruhan yang dimiliki konsumen terhadap suatu merek, dan keunikannya
dibandingkan dengan merek lain (Faircloth, 2005). Brand image terdiri dari
pengetahuan dan keyakinan konsumen tentang beragam produk merek dan atribut
non-produknya. Brand image mewakili simbolisme pribadi yang diasosiasikan
konsumen dengan merek, yang terdiri dari semua informasi terkait merek yang
deskriptif dan evaluatif (Iversen & Hem, 2008). Ketika konsumen memiliki brand
image yang baik, pesan merek tersebut memiliki pengaruh yang lebih kuat
7
dibandingkan dengan pesan merek pesaing (Hsieh & Li, 2008). Oleh karena itu,
brand image merupakan penentu penting perilaku pembeli (Burmann, Schaefer, &
Maloney, 2008).
Brand image yang menguntungkan akan memiliki pengaruh positif pada
perilaku konsumen terhadap brand dalam hal meningkatkan loyalitas, membuat
harga premium dan menghasilkan dari WOM yang positif (Martenson, 2007) .Studi
pemasaran berpendapat bahwa brand image merupakan faktor penting yang
mempengaruhi brand equity (Biel, 1992, 1993). Villareji-Ramos & Sanchez-
Franco (2005) dan Faircloth, et al. (2001) juga menemukan bahwa semakin positif
brand image, semakin banyak konsumen bersedia membayar dan dengan demikian
semakin besar brand equity. Banyak perusahaan yang sukses dengan citra merek
yang lebih rendah bergabung dan mengakuisisi perusahaan dengan citra merek
yang unggul untuk meningkatkan pangsa pasar mereka (Nguyen & Kleiner, 2003).
Jika konsumen memiliki pandangan positif terhadap sebuah merek, konsumen akan
memiliki sikap yang positif terhadap merek tersebut. Artinya, semakin kuat brand
image perusahaan, semakin besar brand equity perusahaan.
Tabel 1.1 Top Brand Index Kategori Restoran Sushi Tei Tahun 2018 & 2019
di Indonesia
Brand 2018 2019 +/-
Sushi Tei 38.1% 36.0% -2.1%
Menurut hasil dari tabel Top Brand Index Sushi Tei memiliki permasalahan
dimana pada tahun 2019 Sushi Tei mengalami penurunan jumlah customer.
Menurut table 1.1 pada tahun 2018 Sushi Tei memiliki jumlah pelanggan yang
Sumber: Top Brand Index (2019).
8
berminat untuk bersantap sebesar 38.1%, kemudian pada tahun 2019 Sushi Tei
mengalami penurunan sebanyak 2.1% sehingga menjadi 36%.
Tabel 1.2 Penelitian Terdahulu
Note: SE (Sensory Experience), AE (Affective Experience), BEX (Behavioral Experience), IE
(Intellectual Experience), WPM (Willingness to Pay More), WOM (Word of Mouth), RI
(Repurchase Intention), BE (Brand Equity)
Sumber: Dibuat untuk Penelitian ini (2019)
Table 1.2 diatas merupakan hasil dari beberapa penelitian terdahulu dalam
8 tahun terakhir, Frank (2012) melakukan penelitian tentang fast food industry di
Jerman. Dari hasil penelitian tersebut peneliti mendapatkan hasil pengaruh dari
Word of mouth dan Repurchase intention, tetapi peneliti tidak membahas tentang
9
Sensory Experience (SE), Affective Experience (AE), Behavioral Experience
(BEX), Intellectual Experience (IE), Willingness to pay more (WPM), dan Brand
equity (BE). Peneliti selanjutnya Nysveen, Oklevik, & Pedersen (2018) melakukan
penelitian di Norwegia, dalam penelitian tersebut peneliti meneliti tentang Sensory,
Affective, dan Behavioral experience pada industri hotel saat itu. Dalam penelitian
ini, peneliti tidak membahas tentang Intellectual Experience, Willingness to Pay
More, Word of Mouth, Repurchase Intention, dan Brand equity. Penelitian
selanjutnya dilakukan oleh Su & Chang (2017) yang meneliti tentang industri
fashion. Peneliti kali ini hanya berfokus membahas pengaruh brand equity pada
industri fashion di negara USA & Taiwan. Penelitian selanjutnya oleh Solgaard &
Yang (2011) yang didalam penelitian tersebut peneliti berusaha menjelaskan
tentang willingness to pay more dan repurchase intention pada industri peternakan
hewan di Denmark. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Bustamante & Rubio
(2017) yang meneliti tentang retail environtment. Pada penelitian ini peneliti
membahas tentang pengaruh Sensory, Affective, Behavioral, dan Intelligence
experience pada industri retail di Spanyol. Penelitian mengenai industri maskapai
penerbangan bisa dibilang tidak sebanyak penelitian pada bidang industri lain.
Ahmadi (2018) tertarik untuk meneliti industri tersebut khususnya pengaruh Word
of mouth (WOM) pada industri maskapai penerbangan. Dua penelitian berikutnya
membahas tentang industri makanan. Sriwaranun, Gan, Lee, & Cohen (2014)
meneliti tentang Willingness to pay More (WPM) dan Repurchase Intention (RI) di
Thailand. Sedangkan Bujisic, Hutchinson, & Parsa (2014) meneliti Word of Mouth
(WOM) dan Repurchase Intention (RI) di USA. Para peneliti melakukan penelitian
10
di industri yang sama tetapi dengan variable dan hasil yang berbeda. Penelitian
selanjutnya membahas tentang pengaruh Sensory experience (SE), dan Affective
experience (AE) pada industri fashion. Penelitian ini diteliti oleh Clarke, Perry, &
Denson (2012). Dan penelitian yang terakhir diteliti oleh Shahzad, Bilal, Xiao, &
Yousaf (2018) yang meneliti tentang brand experience yaitu Sensory experience
(SE), Affective experience (AE), Behavioral experience (BEX), dan Intellectual
Experience (IE) terhadap Brand equity dalam industri Smartphone di China.
Uraian data yang didapat dalam penelitian terdahulu penting untuk
dipelajari dengan tujuan untuk memahami perilaku konsumen dalam berbagai
industri. Dengan demikian penulis akan dimudahkan dalam meneliti setiap
komponen dari Brand Experience: Sensory Experience (SE), Affective Experience
(AE), Behavioral Experience (BE), Intellectual Experience (IE), Customer brand
loyalty: Willingness to Pay More (WPM), Word of Mouth (WOM) dan Repurchase
Intention (RI) dalam berbagai sudut pandang.
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian sebelumnya oleh Ong,
Lee, & Ramayah (2018) yang berjudul “The impact of Brand Experience towards
Brand Loyalty” dan penelitian oleh Brochado & Oliveira (2018) yang berjudul
“Brand equity in the Portuguese vinho verde “green wine” market"
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas terdapat rumusan masalah penelitian, di antara lain sebagai
berikut:
11
1. Apakah sensory experience berpengaruh positif terhadap willingness to pay
more pada restoran Sushi Tei?
2. Apakah sensory experience berpengaruh positif terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei?
3. Apakah sensory experience berpengaruh positif terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei?
4. Apakah affective experience berpengaruh positif terhadap willingness to pay
more pada restoran Sushi Tei?
5. Apakah affective experience berpengaruh positif terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei?
6. Apakah affective experience berpengaruh positif terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei?
7. Apakah behavioral experience berpengaruh positif terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei?
8. Apakah behavioral experience berpengaruh positif terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei?
9. Apakah behavioral experience berpengaruh positif terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei?
10. Apakah intellectual experience berpengaruh positif terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei?
11. Apakah intellectual experience berpengaruh positif terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei?
12
12. Apakah intellectual experience berpengaruh positif terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei?
13. Apakah willingness to pay more berpengaruh positif terhadap brand equity
pada restoran Sushi Tei?
14. Apakah word of mouth berpengaruh positif terhadap brand equity pada
restoran Sushi Tei?
15. Apakah repurhase intentions berpengaruh positif terhadap brand equity
pada restoran Sushi Tei?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh positif sensory experience terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei.
2. Mengetahui pengaruh positif sensory experience terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei.
3. Mengetahui pengaruh positif sensory experience terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei.
4. Mengetahui pengaruh positif affective experience terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei.
5. Mengetahui pengaruh positif affective experience terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei.
6. Mengetahui pengaruh positif affective experience terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei.
13
7. Mengetahui pengaruh positif behavioral experience terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei.
8. Mengetahui pengaruh positif behavioral experience terhadap word of mouth
pada restoran Sushi Tei.
9. Mengetahui pengaruh positif behavioral experience terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei.
10. Mengetahui pengaruh positif intellectual experience terhadap willingness to
pay more pada restoran Sushi Tei.
11. Mengetahui pengaruh positif intellectual experience terhadap word of
mouth pada restoran Sushi Tei.
12. Mengetahui pengaruh positif intellectual experience terhadap repurchase
intentions pada restoran Sushi Tei.
13. Mengetahui pengaruh positif willingness to pay more terhadap brand equity
pada restoran Sushi Tei.
14. Mengetahui pengaruh positif word of mouth terhadap brand equity pada
restoran Sushi Tei.
15. Mengetahui pengaruh positif repurchase intention terhadap brand equity
pada restoran Sushi Tei.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
14
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan pendukung bagi
penelitian selanjutnya, khususnya untuk penelitian mengenai industri restoran
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan bagi pelaku bisnis pada
restoran Sushi Tei agar dapat memperhatikan pengalaman konsumsi dan niat
untuk melakukan repurchase intention
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pelaku bisnis di restoran
Sushi Tei untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi pengalaman
konsumsi dan niat untuk melakukan willingness to pay more, word of mouth,
serta repurchase intention pada restoran Sushi Tei.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran secara terorganisir, jelas, dan terperinci, maka dalam
penelitian ini disusun dengan menggunakan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan memberikan gambaran mengenai keseluruhan
penelitian yang dilakukan. Dalam bab ini dijelaskan latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan yang digunakan untuk penyusunan tugas
akhir.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini akan membahas teori apa saja yang dapat mendukung dalam
penelitian. Landasan teori digunakan saat penelitian agar hasil yang
15
ada dapat dipertanggung-jawabkan. Dalam hal ini teori yang ada
dapat mendukung model penelitian pada variabel, yaitu: brand
experience, sensory experience, affective experience, behavioural
experience, intellectual experience, willingness to pay more, word
of mouth, repurchase intention, brand equity, beserta hubungan
antara variable.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas tentang jenis penelitian yang digunakan, objek
penelitian, subjek penelitian, unit analisis, jenis penelitian, desain
penelitian, teknik pembuatan kuisioner, desain sampel, metode
analisis data.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan tentang hasil data yang telah diolah secara
analisis dan pembahasannya. Selain itu juga membahas mengenai
hasil uji studi pada pendahuluan yang terdiri dari hasil uji validitas
dan hasil uji reliabilitas. Pada bab ini terdapat pembahasan mengenai
profil responden, statistik deskriptif, statistik infrensial, dan
pengujian hipotesis dengan menganalisis sampel yang diperoleh
untuk mendapatkan jawaban permasalahan penelitian berdasarkan
hipotesis yang telah dibuat sebelumnya. Hasil dari kuesioner
merupakan data asli 100 persen dari responden dan tanpa intervensi
dari siapapun.
16
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan kesimpulan dari pembahasan yang telah
dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Kesimpulan yang dibuat dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya namun dengan objek, subjek,
dan metode penelitian yang berbeda. Kemudian bab ini juga
memberikan saran dari peneliti terhadap perusahaan atau objek
penelitiannya agar dapat berguna bagi kemajuan perusahaan.