menyajikan data menurut masing-masing mahasiswa. Silahkan ...
I. PENDAHULUAN -...
Transcript of I. PENDAHULUAN -...
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan salah satu komoditas
pertanian yang sangat dibutuhkan di Indonesia, baik sebagai bahan makanan
manusia, pakan ternak maupun bahan baku industri. Sebagai bahan makanan,
kedelai sangat berkhasiat bagi kesehatan tubuh karena mengandung gizi yang
tinggi terutama kadar protein nabati. Kedelai berkhasiat sebagai pencegah kanker
dan jantung koroner karena mengandung senyawa fenolik dan asam lemak tak
jenuh (Soverda et al., 2007). Produk kedelai sebagai bahan pangan olahan
berpotensi dan berperan dalam menumbuh kembangkan industri kecil dan
menengah bahkan berpeluang pula sebagai komoditas ekspor, sehingga kebutuhan
kedelai mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun selalu meningkat seiring
pertambahan penduduk dan perbaikan pendapatan per kapita. Produksi kedelai
dalam negeri belum mencukupi kebutuhan konsumsi sehingga masih impor.
Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton per tahun, tetapi produksi
dalam negeri sekitar 974.512 ton pada tahun 2009 dan 908,111 ton pada tahun
2010, sehingga sekitar 1,6 juta ton masih impor (BPS, 2011). Hal ini berarti masih
terdapat kekurangan jumlah pasokan kedelai untuk kebutuhan nasional.
Peningkatan kebutuhan kedelai disebabkan kebutuhan bahan baku industri pangan
yang terus meningkat.
Disamping itu produksi yang masih rendah dikarenakan berbagai kendala
diantaranya harga kedelai impor relatif lebih murah daripada harga kedelai dalam
negeri, mahalnya harga saprodi, keterbatasan modal usahatani, penerapan
teknologi produksi belum maksimal, globalisasi perdagangan, belum kondusifnya
tata niaga perdagangan kedelai terutama pengaturan harga, fenomena iklim,
gangguan organisme pengganggu tumbuhan (OPT), alih fungsi lahan ke
nonpertanian serta berkurangnya minat petani untuk menanam kedelai karena
keuntungannya kecil (Adisarwanto et al., 2007).
Upaya peningkatan produksi kedelai di Indonesia dapat ditempuh dengan
cara peningkatan produktivitas kedelai dan perluasan areal tanam. Peningkatan
2
produktivitas dapat dilakukan dengan perbaikan teknik budidaya, termasuk
perbaikan potensial untuk mendapatkan varietas kedelai unggul, namun usaha
tersebut belum menunjukkan hasil positif. Perluasan areal tanam dapat dilakukan
dengan memanfaatkan lahan kering yang tersedia dan potensial untuk digunakan
sebagai areal pertanaman kedelai. Kedua upaya ini dapat direalisasikan
menggunakan teknik budidaya berupa aplikasi teknologi mikroba tanah
menggunakan mikoriza.
Jamur Mikoriza Arbuskular (JMA) merupakan asosiasi antara cendawan
tertentu dengan akar tanaman yang mampu membentuk jalinan interaksi yang
komplek. Dengan pemberian JMA dapat meningkatkan pertumbuhan dan
produksi hampir semua jenis tanaman. Penggunaan JMA telah diaplikasikan pada
beberapa akar tanaman, misalnya tanaman-tanaman budidaya (serealia, kedelai,
tomat, apel, jeruk, anggur), rumput-rumputan (Stylocantes atau yang tidak
dibudidayakan), gulma, semak dan tanaman hutan (mahoni, pinus) (Gerdemann
dan Trappe, 1974).
Mikoriza mampu membentuk hubungan simbiosis mutualisme antar jamur
dengan akar tanaman. Baik jamur maupun tanaman sama-sama memperoleh
keuntungan dari adanya asosiasi ini. Prinsip kerja dari JMA adalah menginfeksi
sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif
sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu
meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara (Rungkat, 2009) yaitu unsur hara
makro (N, P, K, Ca, Mg, dan Fe) dan unsur hara mikro (Cu, Mn, dan Zn) (Setiadi,
1986). Selain itu, akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk
terikat dan tidak tersedia untuk tanaman.
Beberapa manfaat JMA adalah dapat meningkatkan toleransi terhadap
kontaminasi logam serta patogen akar, dapat meningkatkan efisiensi pemupukan
P, mampu meningkatkan toleransi tanaman terhadap kondisi kekeringan dan
memberikan akses bagi tanaman untuk dapat memanfaatkan hara yang tidak
tersedia menjadi tersedia bagi tanaman. Kehadiran JMA pada tanah dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh tanaman sehingga pemborosan air
dapat dikurangi, di samping itu dengan adanya mikoriza juga dapat meningkatkan
tegangan osmotik sel-sel akar tanaman pada tanah yang kadar air tanahnya sangat
3
rendah sehingga tanaman dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya
(Santoso, 1994).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman yang bermikoriza
biasanya tumbuh lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Penyebab utamanya
adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, baik
unsur hara makro maupun mikro. Hasil penelitian Purwaningsih dan Rahmansyah
(1993) menunjukkan bahwa tanaman kedelai yang diinokulasi dengan biakan
Rhizobium, JMA dan gabungan keduanya umumnya mampu meningkatkan bobot
kering tajuk, bintil, jumlah bintil dan polong. Kenaikan berkisar 1,16% sampai
172,54% bila dibandingkan dengan tanaman tanpa inokulasi mikoriza.
Kemampuan JMA untuk menginfeksi akar sangat dipengaruhi oleh karakteristik
tumbuhan inang (Newsham et al., 1995), kelimpahan eksudat akar (Katsunori dan
Yoshio, 1998) serta jenis mikoriza (Hasid dan Halim, 2011). Tingkat
ketergantungan mikoriza atau Relative Mycorrhizal Dependency (RMD)
merupakan derajat atau tingkatan suatu tanaman yang tergantung pada kondisi
mikoriza untuk memproduksi pertumbuhan atau hasil maksimum pada tingkat
kesuburan tanah tertentu (Declerk, Plenchette dan Strullu, 1995). Derajat
ketergantungan terhadap JMA ditentukan oleh sistem perakarannya. Semakin
sedikit dan semakin pendek akar semakin tinggi tingkat ketergantungannya
terhadap mikoriza (Bayhs cit. Bertham, 2002).
Pertanian pada dasarnya merupakan sistem pemanfaatan energi matahari
melalui proses fotosintesis. Hasil fotosintesis berupa makanan sebagai sumber
energi utama bagi manusia. Dalam proses fisiologi tanaman telah menghasilkan
penemuan bahwa produksi tanaman budidaya pada dasarnya tergantung pada
ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Daun berfungsi sebagai organ utama
fotosintesis yang efektif dalam penyerapan cahaya karena di dalam daun terdapat
klorofil yang berfungsi untuk menangkap cahaya untuk fotosintesis dan
pengambilan CO2. Pendekatan melalui sifat fisiologis tanaman seperti laju
fotosintesis, laju transpirasi, kadar klorofil dan jumlah stomata dapat digunakan
dalam pengujian produktivitas kedelai. Menurut Basuki (2002), sifat fisiologis
dapat dijadikan sebagai kriteria efektif dalam program perbaikan hasil kedelai.
4
Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian
(Balitkabi) Malang telah melepas lebih dari 63 kultivar kedelai dan selama tahun
1998-2005 Balitkabi telah melepas 10 varietas kedelai unggul. Dari kultivar yang
telah dilepas belum diperoleh informasi yang cukup tentang sifat fisiologis dari
masing-masing kultivar dan ketergantungannya terhadap JMA. Dengan
mengetahui ketergantungan masing-masing kultivar kedelai dan hubungan sifat
fisiologisnya seperti laju fotosintesis, laju transpirasi, kadar klorofil, jumlah
stomata dari masing-masing kultivar diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar
dalam memperbaiki dan meningkatkan hasil tanaman kedelai melalui penerapan
teknik budidaya berupa aplikasi teknologi mikroba tanah yaitu menggunakan
Jamur Mikoriza Arbuskukar (JMA).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
a. Belum diketahui tingkat ketergantungan delapan belas kultivar kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) yang diinokulasi jamur mikoriza arbuskular.
b. Belum diketahui hubungan sifat fisiologis delapan belas kultivar kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) dengan tingkat ketergantungan jamur mikoriza
arbuskular.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tingkat ketergantungan delapan belas kultivar kedelai (Glycine
max (L.) Merr.) yang diinokulasi jamur mikoriza arbuskular.
2. Mencari hubungan sifat fisiologis delapan belas kultivar kedelai (Glycine
max (L.) Merr.) dengan tingkat ketergantungan jamur mikoriza arbuskular.
5
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai tingkat ketergantungan
tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) yang diinokulasi jamur mikoriza
arbuskular.
2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai hubungan sifat
fisiologis tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merr.) dengan tingkat
ketergantungan jamur mikoriza arbuskular.
3. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai sifat fisiologis tanaman
kedelai (Glycine max (L.) Merr.) sebagai pertimbangan dalam perbaikan
teknik budidaya melalui pemberian jamur mikoriza arbuskular.