S PEK 044638 chapter2 - Digital...

39
26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Upah 2.1.1 Pengertian Upah Tenaga kerja sebagai salah satu pemilik faktor produksi yang menawarkan jasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses produksi. Untuk itu, atas pengorbanannya tenaga kerja berhak mendapatkan balas jasa dari perusahaannya berupa penghasilan dalam bentuk upah. Upah merupakan salah satu indikator penting untuk menilai hidup dari buruh/karyawan/tenaga kerja. Upah atau gaji yang diberikan kepada seorang tenaga kerja merupakan penghargaan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan suatu organisasi atau perusahaan. Penghargaan ini tidak selamanya berbentuk uang, tetapi juga dalam bentuk penghargaan lainnya. Pengupahan sendiri merupakan salah satu faktor yang paling sensitif karena upah merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja, dan berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap perusahaan atau organisasi manapun seharusnya dapat memberikan upah yang seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja. Dengan demikian, tujuan pembinaan tenaga kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang berdaya guna dan berhasil guna dapat terwujud.

Transcript of S PEK 044638 chapter2 - Digital...

26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Upah

2.1.1 Pengertian Upah

Tenaga kerja sebagai salah satu pemilik faktor produksi yang menawarkan

jasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan proses

produksi. Untuk itu, atas pengorbanannya tenaga kerja berhak mendapatkan balas

jasa dari perusahaannya berupa penghasilan dalam bentuk upah. Upah merupakan

salah satu indikator penting untuk menilai hidup dari buruh/karyawan/tenaga

kerja.

Upah atau gaji yang diberikan kepada seorang tenaga kerja merupakan

penghargaan atas pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan suatu

organisasi atau perusahaan. Penghargaan ini tidak selamanya berbentuk uang,

tetapi juga dalam bentuk penghargaan lainnya.

Pengupahan sendiri merupakan salah satu faktor yang paling sensitif

karena upah merupakan salah satu faktor pendorong untuk bekerja, dan

berpengaruh terhadap moral dan disiplin tenaga kerja. Oleh karena itu, setiap

perusahaan atau organisasi manapun seharusnya dapat memberikan upah yang

seimbang dengan beban kerja yang dipikul tenaga kerja. Dengan demikian, tujuan

pembinaan tenaga kerja adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang berdaya

guna dan berhasil guna dapat terwujud.

27

Pentingnya pemberian upah kepada tenaga kerja yang sesuai dengan hasil

pekerjaannya serta besarnya kebutuhan merupakan suatu hal yang harus

diperhatikan oleh seorang pengusaha. Upah yang sesuai tersebut bisa diberikan

baik itu sesuai dengan jam kerja ataupun banyaknya unit barang yang dihasilkan

oleh tenaga kerja tersebut.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 memberikan pengertian tentang upah yaitu

hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai

imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan

dan dibayarkan sesuai perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-

undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas pekerjaan

dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Upah merupakan imbalan jasa yang diterima seseorang di dalam hubungan

kerja yang berupa uang atau barang, melalui perjanjian kerja, imbalan jasa

diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan bagi diri dan keluarganya. Dalam

pengertian teori ekonomi, upah yaitu pembayaran yang diperoleh berbagai bentuk

jasa yang disediakan dan diberikan oleh tenaga kerja kepada pengusaha (Sadono

Sukirno, 2002 : 353).

Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan (2000:90) “Upah kerja adalah

pencerminan pendapatan nasional dalam bentuk upah uang yang diterima oleh

buruh sesuai dengan jumlah dan kualitas yang dicurahkan untuk pembuatan suatu

produk.”

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa, upah merupakan balas jasa

atau pendapatan yang diterima oleh pekerja dari pihak lain atau majikan.

28

Pengertian upah berbeda dengan pendapatan, dimana upah yaitu imbalan yang

diterima pekerja dan belum termasuk tunjangan-tunjangan, maka yang dimaksud

upah disini adalah imbalan yang diterima seseorang dalam kaitannya langsung

dengan kerja atau berdasarkan prestasi kerja. Hal ini belum termasuk tunjangan

seperti kesehatan, keluarga, hari tua, dan tunjangan lain-lain.

Selain pendapat di atas, ada beberapa pengertian lain tentang upah

diantaranya, yaitu :

1. Menurut Sadono Sukirno (2005:351) “Upah adalah pembayaran atas jasa-jasa

fisik yang disediakan oleh tenaga kerja kepada para pengusaha.

2. Sementara itu, J. R. Hicks dalam Samuelson dan Nordhaus (1999:273)

mengemukakan bahwa “…..Upah adalah harga tenaga kerja.”

3. Menurut Malayu SP. Hasibuan (1997 : 133) “Upah adalah balas jasa yang

dibayarkan kepada para pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian

yang disepakati membayarnya.

4. Sedangkan Edwin. B Flippo dalam Malayu SP Hasibuan (1997:154) “Upah

didefinisikan sebagai balas jasa yang adil dan layak diberikan kepada para

pekerja atas jasa-jasanya dalam mencapai tujuan organisasi (perusahaan).

5. Lain hal nya dengan Moekijat (2007:6) yang menyatakan bahwa “Upah adalah

pembayaran yang diberikan yang diberikan kepada karyawan produksi

dengan dasar lamanya jam kerja.“

6. Sementara itu, Payaman. J. Simanjuntak (1996:12) menyatakan bahwa “Upah

merupakan imbalan yang diterima seseorang atas jasa kerja yang diberikannya

29

bagi pihak lain, diberikan seluruhnya dalam bentuk uang atau sebagian dalam

bentuk uang dan sebagian dalam bentuk natural.“

Dari pengertian diatas ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1)

ada dua pihak yang mempunyai hak dan kewajiban yang berbeda, tetapi saling

mempengaruhi dan saling menentukan satu dengan yang lainnya yaitu pihak

pekerja dan pihak pengusaha, (2) pihak pekerja yang memikul kewajiban dan

tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan atau perintah yang diberikan oleh

pengusaha/organisasi serta berhak untuk mendapatkan upah / kompensasi, (3)

pihak pengusaha/organisasi memikul kewajiban untuk memberikan

upah/kompensasi atau ganjaran atas pelaksanaan pekerjaan oleh pekerja, dan (4)

hak dan kewajiban ini timbul pada saat adanya hubungan kerja.

2.1.2 Teori Upah

Sistem pengupahan di suatu negara didasarkan kepada falsafah atau sistem

perekonomian negara tersebut. Teori yang mendasari sistem pengupahan pada

dasarnya dapat dibedakan menurut dua ekstrim, yaitu (1) berdasarkan ajaran Karl

Marx mengenai teori nilai dan pertentangan kelas, (2) berdasarkan pada teori

pertambahan produk marginal berlandaskan asumsi perekonomian bebas (Sony

Sumarsono, 2003:137). Sistem pengupahan dari ekstrim pertama pada umunya

dilaksanakan di negara penganut paham komunis, sedangkan system pengupahan

ekstrim kedua pada umumnya dipergunakan di negara-negara kapitlais.

a. Teori Upah Menurut Nilai dan Pertentangan Kelas

Ajaran Karl Marx menyatakan bahwa hanya buruh yang merupakan

sumber nilai ekonomi. Nilai suatu barang tergantung nilai dari jasa buruh atau

30

jumlah waktu kerja yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut.

Implikasi dari pandangan ini adalah :

� Harga barang berbeda menurut jumlah jasa buruh yang dialokasikan untuk

seluruh proses produksi barang tersebut.

� Jumlah jasa kerja yang dikorbankan untuk memproduksi suatu jenis barang

adalah kira-kira sama. Oleh karena itu, harganya pun dibeberapa tempat

menjadi kira-kira sama.

� Seluruh pendapatan nasional diciptakan oleh buruh. Jadi dengan demikian

hanya buruh atau pekerja yang berhak memperoleh seluruh pendapatan

nasional tersebut.

Sedangkan sistem pengupahan dan pelaksanaannya berdasarkan

pandangan Karl Marx adalah sebagai berikut :

� Kebutuhan konsumsi tiap-tiap orang, macam dan jumlahnya hampir sama.

Nilai (harga) setiap barang hampir sama, maka upah tiap orang kira-kira sama.

� Sistem pengupahan tidak memberikan intensif yang sangat perlu menjamin

peningkatan produktivitas kerja dan pendapatan nasional.

� Sistem kontrol yang sangat ketat diperlukan untuk menjamin setiap orang

betul-betul mau kerja menurut kemampuannya.

Sistem pengupahan menurut teori Karl Marx didasarkan pada teori nilai

dan asas pertentangan kelas. Pada dasarnya pandangan Karl Marx bahwa hanya

buruh yang merupakan sumber nilai dari jasa buruh atau dari jumlah waktu kerja

yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Sedangkan dari pendapat

lainnya dari teori Karl Marx adalah pertentangan kelas yang artinya bahwa

31

kapitalis selalu berusaha menciptakan barang-barang modal untuk mengurangi

penggunaan buruh. Akibatnya adanya pengangguran besar-besaran sehingga

menurunkan upah.

b. Teori Upah Menurut Pertambahan Produk Marginal

Teori Neo Klasik mengemukakan bahwa dalam rangka memaksimumkan

keuntungan tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian

rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi

imbalan sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut.

pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai

pertambahan hasil marginal seseorang sama dengan upah yang diterima orang

tersebut. Tingkat upah yang dibayarkan pengusaha adalah :

Dalam teori klasik menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah senilai

dengan pertambahan hasil marginalnya. Upah berfungsi sebagai imbalan atas

usaha kerja yang diberikan seseorang tersebut pada pengusaha. Upah dibayar oleh

pengusaha sesuai dengan atau sama dengan usaha kerja (produktivitas) yang

diberikan kepada pengusaha.

Teori Neo Klasik didasarkan pada asas nilai pertambahan hasil marginal

faktor produksi, dimana upah merupakan imbalan atas pertambahan nilai produksi

yang diterima pengusaha dari karyawan.

Disamping berdasarkan dua falsafah di atas, dalam teori penentuan upah di

pasar tenaga kerja, upah dibagi ke dalam dua jenis yaitu :

W = WMPPL = MPPL x P

32

1) Upah Nominal

Upah Nominal yaitu jumlah uang yang diterima para pekerja dari para

pengusaha sebagai pembayaran ke atas tenaga mental atau fisik para pekerja

yang digunakan dalam proses produksi (Sadono Sukirno, 2005:351).

2) Upah Riil

Upah Riil yaitu tingkat upah pekerja yang diukur dari sudut

kemampuan upah tersebut membeli barang-barang dan jasa-jasa yang

diperlukan untuk memenuhi kebutuhan para pekerja (Sadono Sukirno,

2005:351).

2.1.3 Upah Minimum

2.1.3.1 Pengertian Upah Minimum

Upah pada dasarnya merupakan sumber utama penghasilan seseorang.

Oleh karena itu, upah harus cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan

keluarganya dengan wajar. Kewajaran tersebut dapat dinilai dan diukur dengan

Kebutuhan Hidup Minimum atau sering disebut Kebutuhan Fisik Minimum

(KFM). Semuanya ini merupakan tanggung jawab semua masyarakat, pemerintah,

pengusaha, dan pekerja itu sendiri untuk menjamin kebutuhan hidup minimum

setiap pekerja dapat terpenuhi melalui pekerjaan yang dia lakukan.

Menurut Sonny Sumarsono (2003:141) “Upah Minimum merupakan upah

yang ditetapkan secara minimum regional, sektor regional maupun sub sektoral.“

Dalam hal ini upah minimum adalah upah pokok dan tunjangan. Sedangkan Upah

Pokok Minimum adalah upah pokok yang diatur secara minimal baik regional,

33

sektoral, maupun sub sektoral. Dalam Peraturan Pemerintah yang diatur secara

jelas hanya upah pokoknya saja dan tidak termasuk tunjangan.

Disamping definisi di atas, DPP FPSI (Position Paper, Agustus 1983)

dalam Sony Sumarsono (2003:157) mendefinisikan upah minimum sebagai upah

permulaan yang diterima oleh seorang pekerja atau buruh yang dapat

dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara minimal.

Dari definisi di atas, terlihat dua unsur penting, yaitu :

a. Upah permulaan adalah upah terendah yang harus diterima oleh buruh pada

waktu pertama kali dia diterima bekerja.

b. Jumlah upah minimum haruslah dapat memenuhi kebutuhan hidup buruh

secara minimal yaitu kebutuhan untuk sandang, pangan, dan keperluan rumah

tangga.

Sementara itu menurut Case & Fair (2005 : 533) yang dimaksud dengan

upah minimum adalah “upah paling rendah yang diizinkan untuk dibayar oleh

perusahaan kepada para pekerjanya.” Kwik Kian Gie (1999 : 569) menambahkan

bahwa “Standar upah buruh harus ada batasan minimumnya. Negara berkembang

tidak boleh seenaknya menentukan upah serendah mungkin.“

Di Indonesia sendiri, ketentuan mengenai ketenagakerjaan khususnya

dalam sistem penentuan upah telah diatur dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang

ketenagakerjaan. Dalam pasal 88 UU No.13 Tahun 2003 disebutkan :

1. Setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

2. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dimaksud pada ayat (1), pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh.

34

3. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi : � Upah minimum � Upah kerja lembur � Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain dilakukan

pekerjaannya. � Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya. � Bentuk dan cara pembayaran upah. � Denda dan potongan upah � Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah � Struktur dan skala pengupahan yang proporsional. � Upah untuk pembayaran pesangon dan � Upah untuk perhitungan pajak penghasilan

4. Pemerintah menetapkan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf (a) berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Selanjutnya, pada pasal 89 Undang-Undang No.13 Tahun 2003

menyebutkan bahwa :

1) Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 ayat (3) huruf a dapat terdiri atas : a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi/kabupaten/kota. b. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah

propinsi/kabupaten/kota. c. Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan

kepada pencapaian kebutuhan hidup layak. 2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh

gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Propinsi dan atau/ Bupati/Walikota.

3) Komponen serta pelaksanaan tahapan pencapaian kebutuhan hidup layak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

2.1.3.2 Tujuan Penetapan Upah Minimum

Penetapan upah minimum dipandang sebagai sarana atau instrumen

kebijaksanaan yang cocok untuk mencapai kepantasan dalam hubungan kerja.

Menurut Payaman J. Simanjuntak (1996:65) tujuan penetapan upah minimum

adalah :

35

a. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesame pekerja

dalam kondisi pasar kerja yang surplus, sehingga mereka bersedia menerima

upah dibawah tingkat kelayakan;

b. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja oleh

pengusaha yang memanfaatkan kondisi pasar untuk akumulasi

keuntungannya;

c. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah karena satu dan lain hal

jangan turun lagi;

d. Mengurangi tingkat kemiskinan absolut pekerja, terutama bila upah minimum

tersebut dikaitkan dengan kebutuhan dasar pekerja dan keluarganya;

e. Mendorong peningkatan produktivitas melalui perbaikan gizi dan kesehatan

pekerja maupun melalui upaya manajemen untuk memperoleh kompensasi

atas peningkatan upah minimum;

f. Meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong

pertumbuhan ekonomi secara umum;

g. Menciptakan hubungan industrial yang lebih aman dan harmonis.

2.1.3.3 Komponen Upah Minimum

Secara teoritis ada tiga komponen yang dianggap mempengaruhi besarnya

upah minimum yaitu : (1) Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), (2) Indeks Harga

Konsumen, (3) Pertumbuhan Ekonomi Daerah

a. Kebutuhan Fisik Minimum

Kebutuhan Fisik Minimum atau KFM adalah kebutuhan pokok dari

seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dari mentalnya

36

agar dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu faktor produksi. Kebutuhan

ini merupakan kebutuhan yang minimum baik ditinjau dari segi jumlah maupun

dari segi jumlah maupun dari segi kualitas barang dan jasa yang dibutuhkan,

sehingga merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari atau dikurangi lagi.

Nilai dari Kebutuhan Fisik Minimum mencerminkan nilai ekonomi dari

barang dan jasa yang diperlukan oleh pekerja dan keluarganya dalam jangka

waktu satu bulan.

Barang dan jasa ini dibagi dalam lima kelompok barang, yaitu :

1. Makanan dan minuman;

2. Bahan bakar, alat penerangan, dan penyeduh;

3. Perumahan dan peralatan dapur;

4. Sandang atau pakaian;

5. Lain-lain termasuk di dalamnya biaya untuk transportasi, rekreasi, obat-

obatan, sarana pendidikan, bacaan dan sebagainya.

b. Indeks Harga Kosumen

Indeks Harga Konsumen merupakan petunjuk mengenai naik turunya

harga kebutuhan hidup. Naiknya harga kebutuhan hidup ini secara tidka langsung

mencerminkan tingkat inflasi. Indeks harga konsumen dihitung setiap bulan dan

setiap tahun dinyatakan dalam bentuk persentase.

c. Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pertumbuhan ekonomi daerah mencerminkan keadaan perekonomian di

suatu daerah. Keadaan perekonomian ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan

kondisi perusahaan yang beroperasi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi

37

tingkat pertumbuhan perekonomian di suatu daerah maka semakin besar pula

kesempatan berkembang bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di daerah

yang bersangkutan.

Baik teori nilai dari Karl Mark maupun teori pertambahan nilai marginal

dari Neo Klasik pada akhirnya berkesimpulan bahwa tingkat upah dimana-mana

harus sama. Ternyata tingkat upah dan cara pengupahan berbeda-beda menurut

antar daerah, antar sektor, antar perusahaan bahkan di dalam perusahaan.

Perbedaan tingkat upah terjadi pertama-tama karena pasar kerja itu sendiri,

yang terdiri dari beberapa beberapa pasar kerja yang berbeda dan terpisah satu

sama lainnya. Pekerjaan yang berbeda memerlukan tingkat pendidikan dan

keterampilan yang berbeda dan tenaga kerja juga bersifat heterogrn, artinya setiap

pekerja memiliki pendidikan dan keterampilan yang berbeda sehingga

produktivitasnya juga berbeda sesuai dengan pendidikan dan keterampilanyya

2.1.4 Metode Pembayaran Upah Tenaga Kerja

Sistem pengupahan adalah sistem pembayaran upah terhadap karyawan

atau tenaga kerja yang umum diterapkan dalam suatu perusahaan. Sistem

pengupahan ini memberikan kepuasan bagi pekerja, laba untuk perusahaan serta

barang atau jasa yang berkualitas dan harga yang pantas.

Sistem pengupahan ini harus dilihat dari beberapa aspek seperti aspek

kehidupan (desire to live), aspek keinginan untuk memiliki sesuatu (desire for

possession), aspek keinginan atas kekuasaan (desire for power), aspek keinginan

untuk pengakuan (desire for recoqnition). Oleh sebab itu, dalam memenuhi

kebutuhan pekerja, maka pengusaha dalam menentapkan upah harus

38

memperhatikan kebutuhan fisik dan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan

egoistis pekerja.

Dalam menentukan pemberian imbal jasa, perlu diperhatikan asas adil

yang artinya pembayaran dilakukan sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan,

resiko pekerjaa, tanggung jawab, jabatan pekerjaan dan memenuhi persyaratan

internal organisasi. Asas layak dapat memenuhi kebutuhan pekerja dalam tingkat

normatif yang ideal.

Menurut Buchari Alma (2004:206) metode pembayaran upah dikenal juga

sebagai sistem pembayaran upah, yaitu sebagai berikut :

a. Sistem Upah Menurut Waktu

Adalah upah tetap yang dikaitkan dengan waktu. Ini berarti upah yang

tetap jumlahnya per periode yang besarnya tidak dikaitkan dengan prestasi yang

diberikan oleh buruh. Oleh sebab itu, pembayaran berdasarkan jam, minggu atau

bulan. Sedangkan menururt Moekijat (2007:115) “Sebagian upah berdasarkan

waktu digunakan karena kebiasaan, karena sulitnya menentukan standar-standar

pelaksaan pekerjaan, dan karena sikap dan praktek manajemen yang ceroboh.“

Pembayaran upah dapat dilakukan di muka atau di belakang (bekerja dulu baru

upah kemudian). Adapun kelemahan sistem upah ini adalah

� tidak mendorong karyawan untuk memaksimalkan penggunaan tenaganya;

� upah sama rata bagi buruh yang rajin dan yang malas;

� upah berdasarkan waktu lebih menyulitkan dalam merencanakan dan

mengendalikan biaya tenaga kerja.

39

b. Sistem Upah Prestasi

Sistem ini didasarkan atas prestasi dari pekerja, atau pedagang per unit

produksi yang diselesaikan. Sistem ini mempunyai kebaikan seperti :

� Ada dorongan untuk bekerja lebih giat

� Buruh yang rajin menerima gaji yang lebih tinggi

� Perhitungan harga pokok akan lebih baik

Adapun kelemahan-kelamahannya adalah sebagai berikut :

� Bila buruh tidak memberikan prestasi berarti tidak mendapat upah

� Buruh mungkin kurang cermat untuk mengejar prestasi sebanyak-banyaknya.

Sehingga peralatan produksi cepat rusak, terjadi penghamburan bahan karena

buruh tidak berhati-hati.

c. Upah Borongan

Upah borongan merupakan sistem kombinasi upah dari upah waktu dan

upah potongan. Sistem ini menetapkan pengupahan berdasarkan besarnya jas yang

diberikan berdasarkan volume pekerjaan dan lamanya pekerjaan. Pekerjaan

tertentu harus diselesaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Jika selesai

tepat waktunya ditetapkan upah dalam rupiah.

d. Sistem Upah Premi

Premi adalah hadiah atau bonus yang diberikan kepada karyawan karena

berkat pekerjaan yang ia lakukan telah memberikan suatu keuntungan kepada

perusahaan. Sistem upah premi ini diberlakukan karena pimpinan ingin

mengadakan perbaikan secara perlahan-lahan dengan cara persiapan pekerjaan

40

bagi buruh agar bekerja lebih baik, standarisasi dari kualitas material, perbaikan

metode kerja, serta pendidikan dan pelatihan para pekerja.

2.2 Pengalaman Kerja

Pengalaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

perkembangan dan pertumbuhan suatu usaha. Baik itu di dalam sebuah

perusahaan maupun industri yang membutuhkan keterampilan, keahlian,

kecakapan dan inisiatif untuk berkreasi, sehingga produk yang dihasilkan menjadi

lebih baik, dilihat dari kualitas maupun kuantitas.

Seseorang dikatakan berpengalaman atau mempunyai pengalaman tentang

sesuatu pekerjaan apabila orang yang bersangkutan telah mengalami pekerjaan

tersebut. Pengalaman hanya akan terjadi apabila orang tersebut telah lama

mengikuti pekerjaan, sehingga tahu seluk beluk dan cara yang terbaik untuk

menghasilkan suatu barang atau produk. Karena itu tinggi rendahnya pengalaman

seseorang tergantung pada lamanya orang tersebut menjalani pekerjaannya

Pengalaman kerja adalah pengalaman seorang pekerja dalam melakukan

suatu pekerjaan tertentu. Apa yang dapat dicapai dan tidak dapat dicapai

ditunjukkan oleh suatu pengalaman, pengalaman yang pahit dari kegagalan

mempunyai kecenderungan untuk dihindari pada masa yang akan datang,

sedangkan pengalaman yang menyenangkan cenderung untuk dipertahankan

sehingga dapat terulang kembali. Kegagalan dan kesuksesan untuk membentuk

pola kegiatan yang dijadikan dasar bagi perubahan yang berikutnya.

Setiap pengalaman yang diperoleh seseorang akan membantunya

memberikan keterampilan dan pengetahuan yang khusus sesuai dengan jenis

41

pekerjaan yang digelutinya. Seseorang yang melakukan suatu jenis pekerjaan

tertentu secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang cukup lama akan

menjadikan dirinya sangat terampil dalam mengerjakan pekerjaannya tersebut.

Seperti halnya pendapat dari Ibnoe Sudjono yang dikutip oleh Sri Budiastuti

(2000 : 45) bahwa, “keterampilan dapat dicapai melalui proses pelatihan yang

panjang dan ditopang oleh pengalaman intelektual dan pengalaman praktis.”

Sedangkan John Locke dalam Deissler (2005:62) mengemukakan bahwa,

“pengalaman merupakan faktor utama dalam perkembangan seseorang, sedangkan

hanya mungkin diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungannya.”

Selanjutnya dikatakan bahwa pengalaman merupakan faktor utama dalam

perkembangan, hal ini berarti bahwa jiwa dan kemampuan seseorang akan lebih

mapan apabila orang tersebut telah merasakan kenyataan yang sebenarnya.

Biasanya pengalaman akan lebih merasuki ke dalam kehidupan kejiwaan

seseorang sehingga akan meninggalkan suatu kesan yang mendalam dibandingkan

dengan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui pendidikan formal maupun

informal.

Dalam prosesnya pengalaman diperoleh dengan cara pengindraan terhadap

segala rangsangan yang datang dari luar, baik dengan cara melihat, meraba atau

merangsang sehingga akan meninggalkan jejak pengamatan tertentu dalam jiwa

seseorang yang melakukannya.

Lain halnya dengan Sedarmayanti (Suryana, 2000:109) yang menyatakan

bahwa “pengalaman adalah modal yang besar artinya dalam menjalankan roda

organisasi agar dapat berhasil guna dan berdaya guna.” Setiap pekerja dituntut

42

untuk banyak memiliki pengalaman praktis, sehingga diharapkan nantinya dapat

memenuhi tuntutan pekerjaan dengan lebih baik dan terampil.

Kemudian Komaruddin (1994:10) mengatakan bahwa : “Keterampilan

atau kecakapan pekerjaan tangan dapat dipelajari dalam tempat yang lebih

singkat, namun masih diperlukan kecerdasan dalam manajemen dan administrasi

yang memerlukan pendidikan dan pengalaman”.

Menyimak pendapat di atas tampak bahwa pengalaman merupakan faktor

utama dalam perkembangan. Hal ini berarti pula bahwa jiwa dan kemampuan

seseorang akan lebih mapan, apabila orang tersebut sebelumnya telah merasakan

kegiatan yang lama. Karena biasanya pengalaman akan lebih merasuk kedalam

kehidupan kejiwaan seseorang, sehingga akan meninggalkan kesan yang

mendalam, dibandingkan dengan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui

pendidikan formal atau non formal.

2.3 Keterampilan

Disamping pengalaman kerja dibutuhkan juga keterampilan dalam

menunjang perkembangan kemampuan pegawai/pekerja. Keterampilan atau

kemampuan pegawai/pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya

merupakan faktor yang sangat perlu agar dapat diperoleh hasil seperti yang

diharapkan. Kemampuan dan kecakapan kerja dimiliki seorang pegawai diperoleh

karena bakat dan atau pengetahuan serta pengalaman.

Menurut Slamet Saksono (1997:114-115) “Kemampuan dan kecakapan

pegawai atau pekerja yang dibawa sejak lahir akan berkembang dengan sempurna

apabila dilengkapi dengan pengetahuan melalui proses belajar dan latihan.“

43

Seseorang yang tidak berbakat pun dapat berkembang jika memperoleh

kesempatan yang sama untuk mengikuti latihan dan pendidikan yang

diselenggarakan oleh organisasi atau perusahaan.

Setiap orang dalam perkumpulan/perusahaan harus diberi kesempatan

untuk mengembangkan keterampilan khusus yang akan memungkinkan dia

mengerjakan sesuatu sesuai dengan standar yang telah ditentukan. Persyaratan-

persyaratan keterampilan tidak statis tetapi berubah sesuai dengan pertumbuhan

perkumpulan atau organisasi. Karena itu pengembangan keterampilan harus

merupakan suatu kegiatan yang terencana, yang akan menyesuaikan diri pada

kebutuhan-kebutuhan organisasi dan individu.

Keterampilan pegawai/pekerja merupakan akumulasi dari bakat,

pendidikan, dan latihan dari karyawan yang bersangkutan. Dengan demikian

untuk mengetahui seberapa tinggi keterampilan seorang karyawan, dapat

dianalisis oleh ketiga faktor tersebut.

Selanjutnya, Anwar Prabu Mangkunegara (2005:75) menyatakan beberapa

faktor-faktor yang masuk dalam keterampilan kerja diantaranya meliputi :

1) Kualitas kerja : ketepatan, ketelitian, kebersihan 2) Kuantitas kerja : output, perlu diperhatikan juga bukan hanya output

rutin tetapi juga seberapa cepat bisa menyelesaikan pekerjaan. 3) Dapat tidaknya dihandalkan : mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati,

kerajinan. 4) Sikap : sikap terhadap perusahaan, pegawai lain, dan pekerjaan serta

kerja sama. Bertitik tolak dari faktor-faktor dalam prestasi kerja diatas, keterampilan

tenaga kerja di sebuah perusahaan atau industri dapat diukur berdasarkan standar

44

waktu, standar kualitas, maupun standar kuantitas. Tidak ada rumus baku dalam

hal penentuan ketiga standar tersebut.

Menurut Sedarmayanti (2001:73) menyatakan bahwa “ Pada aspek tertentu

apabila pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerja serta

menggunakan fasilitas kerja dengan baik.” Pegawai akan menjadi lebih terampil

apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.

Sedangkan dalam rumusan yang sederhana, keterampilan tersebut bisa

dilihat dari keterampilan manajerial. Robert Katz yang dikutip oleh Stephen P.

Robbins (1993) mengemukakan tentang management skill yang meliputi

keterampilan technical, human, and conceptual (Suryana, 2000:104).

Dalam hal ini juga Maman Ukas mengemukakan (Suryana, 2000:104)

bahwa sukses di bidang manajemen banyak dibantu oleh pengtahuan dan

keterampilan dalam bidang teknis, kemanusiaan, dan konseptual. Ketiga

keterampilan tersebut ada kaitannya dengan keterampilan yang harus dimiliki oleh

para manajer atau pengelola, yaitu :

Keterampilan membuat konsep (conceptual skill) yaitu keterampilan

mental untuk berfikir dalam memberikan pengertian, pandangan, persepsi, dan

pendapat dalam menangani kegiatan organisasi secara menyeluruh baik mengenai

kebijakan, kemungkinan-kemungkinan dalam menghadapi perubahan dan

bagaimana mengantisipasi atau mengkoordinasi, mengintegrasikan,

mengimplikasikan, serta mensinkronisasikan semua kegiatan dalam mencapai

tujuan-tujuan organisasi.

45

Keterampilan dalam kemanusiaan (human skill) yaitu kemampuan untuk

bekerja dalam kelompok lain secara organisasi secara individu dalam

memperbaiki motivasi, komunikasi, memimpin, dan mengarahkan orang-orang

untuk mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

Keterampilan teknis (technical skill) yaitu kecakapan menangani atau

menghendel suatu masalah melalui penggunaan perlatan, prosedur, metode dan

teknik dalam proses operasional terutama menyangkut manusia kerja yang

berhubungan dengan alat-alat yang harus digunakan dalam menyelesaikan

pekerjaan-pekerjaan pengusaha kecil yang sekaligus sebagai manajer bagi

perusahaan sendiri harus mempunyai keterampilan-keterampilan tersebut agar

mampu mengelola perusahaannya.

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keterampilan

tenaga kerja yang di dalamnya termasuk kemampuan dan keahlian tenaga kerja

selain diperoleh dari pengalaman tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya,

pada dasarnya setiap orang sejak lahir sudah memiliki kemampuan atau

keterampilan masing-masing. Adapun kemampuan dan keterampilan tersebut

akan berkembang sesuai dengan latihan dan pendidikan yang telah mereka

tempuh. Keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dapat ditunjukkan dengan

melaksanakan pekerjaan-pekerjaan dengan baik, apakah dilihat dari kualitas

output yang dihasilkan, kuantitas output maupun waktu yang digunakan seefisien

mungkin.

46

2.4 Produktivitas

2.4.1 Konsep Produktivitas

Produktivitas berasal dari bahasa Inggris, product : result, outcome,

berkembang menjadi kata productive yang berarrti menghasilkan, dan

productivity : having the ability or create, creative. Yang berarti kekuatan atau

kemampuan menghasilkan sesuatu.

Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang mempunyai

pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari

esok harus lebih baik dari hari ini. Seperti yang dikemukakan oleh Afrida, BR

(2003:36-37) “Produktivitas mengandung pengertian filosofis, definisi kerja, dan

operasional.“ Secara filosofis, produktivitas merupakan pandangan hidup dan

sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan. Secara

definisi kerja, produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai

(keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan) yang dipergunakan per

satuan waktu. Sedangkan pengertian ketiga yaitu secara operasional mengandung

makna peningkatan produktivitas yang dapat terwujud dalam empat bentuk :

a. Jumlah produksi yang sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit;

b. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang kurang;

c. Jumlah produksi yang lebih besar dapat dicapai dengan menggunakan sumber daya yang sama;

d. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya yang relatif lebih kecil.

Lain hal nya menurut Komarudin dalam Ensiklopedia Manajemen yang

dimaksud dengan produktivitas adalah: “Kemampuan untuk menghasilkan

47

barang/jasa yang biasanya dihitung per jam, per kepala, atau per mesin, per faktor

produksi lainnya”. (Komarudin, 1994:704).

Bertitik tolak dari pandangan tersebut maka permasalahan produktivitas

dapat didekati melalui berbagai macam penerapan ilmu pengetahuan, seperti

ekonomi, manajemen, teknologi, psikologi, dan sebagainya. Berkenaan dengan

ilmu ekonomi adalah dengan selalu berfikir dan bertindak untuk menggunakan

sumber masukan (input) tertentu untuk menghasilkan kekuatan (output) yang

optimal. J. Ravianto (1985:16) menegaskan bahwa “Secara ekonomis,

produktivitas melihat bagaimana perolehan hasil (keluaran) sebesar-besarnya

dengan pengorbana sumberdaya (masukan yang sekecil-kecilnya).”

R. Saint Paul dalam Slamet Saksono (1997:113) mendefinisikan

“produktivitas secara sederhana yaitu sebagai perbandingan antara hasil yang

diproduksi dan jumlah tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi.”

Sedangkan Kopelman dalam Mauled Mulyono (1990:5) secara lebih luas lagi

mengartikan “produktivitas sebagai suatu konsepsi sistem, dimana proses

produktivitas di dalam wujudnya diekspresikan sebagai rasio yang merefleksikan

bagaimana memanfaatkan sumber daya-sumber daya yang secara efisiensi untuk

menghasilkan luaran.” Konsepsi ini bersifat kontekstual, sehingga dapat

diterapkan pada berbagai kondisi baik pada suatu organisasi, industri, atau pun

pada perekonomian secara nasional.

Ukuran keberhasilan produktivitas tidak dapat dipandang hanya dari satu

sisi saja melainkan harus dipandang dari dua sisi input dan sisi output. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas berkaitan dengan efisiensi dan

48

efektivitas dalam penggunaan input dalam memperoduksi output (barang dan

jasa). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Vincent Gaspersz (2000:18) bahwa

“produktivitas tidak sama dengan produksi tetapi produksi, performansi kualitas

dan hasil-hasil merupakan komponen dari produktivitas“.

Sebenarnya konsep produktivitas lebih luas dari konsep-konsep yang

hanya berorientasi pada satu segi saja seperti efektivitas, efisiensi, dan produksi.

Efektivitas adalah suatu ukuran untuk menyatakan seberapa jauh target (kualitas,

kuantitas, dan waktu) telah tercapai, yaitu semakin besar persentase target yang

dapat dicapai, berarti semakin tinggi tingkat efektifitasnya. Jadi konsep ini

orientasinya lebih tertuju pada output sedangkan efisiensi adalah suatu ukuran

yang membandingkan rencana penggunaan input dengan realisasi penggunaannya,

semakin besar input yang dapat dihemat berarti semakin tinggi tingkat efisiensi.

Output (hasil yang dicapai) adalah hasil dalam suatu proses produksi yang

bermanfaat baik bagi individu, industri, ataupun ekonomi secara keseluruhan.

Sedangkan yang dimaksud dengan input adalah volume dari semua sumber daya

yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Sumber daya

sebagai input dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a) Physical input

Adalah jenis sumber daya yang dapat diberi nilai. Terdiri atas :

� Sumber daya manusia atau tenaga kerja

� Sumber daya financial atau modal

� Sumber daya alam atau bahan baku industri

49

b) Invisible input

Adalah input yang tidak dapat diberi ukuran yang tepat. Termasuk di

dalamnya antara lain :

� Kekuatan (power)

� Motivasi (motivation power)

� Pengetahuan (knowledge)

� Teknologi (technology)

� Organisasi (organization)

Karena produktivitas merupakan suatu rasio atau perbandingan maka dasar

produktivitas dapat dituliskan sebagai berikut :

Produktivitas (Productivity) = Keluaran (output)

Masukan (input)

Konsep produktivitas adalah hubungan antara output dan input. Jadi

orientasinya bukan hanya tertuju pada output atau hanya pada input saja

melainkan pada keduanya. Dalam konsep produktivitas, output berhubungan

dengan efektivitas dalam mencapai hasil dengan menggunakan sumber daya yang

minimal.

Hubungan antara masukan dan keluaran dalam suatu sistem produksi

(barang atau jasa), efisiensi, kualitas, dan produktivitas dapat terlihat dalam

gambar berikut :

50

Gambar 2.1 Keterkaitan Efisiensi, Efektivitas, Kualitas dan Produktivitas

(Sedarmayanti, 2001:60)

Produktivitas individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran

(pencapaian unjuk kerja yang maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan

(tenaga kerja) yang mencakup kuantitas, kualitas dalam satuan waktu tertentu.

Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo dan Adam Smith

(keduanya adalah tokoh ekonomi klasik) pada tahun 1810. Inti konsepnya adalah

bagaimana output akan berubah apabila besaran input berubah.

Vincent Gaspersz (2000:19) menggambarkan sistem produktivitas dalam

industri sebagai berikut :

Masukan Proses Produksi

Hasil Utama

Hasil Sampingan

Kualitas dan

Efisiensi

Kualitas

Produktivitas

Kualitas dan Efektivitas

51

Gambar 2.2

Sistem Produktivitas Vincent Gaspersz (2000:19)

Disamping itu juga Vincent Garpersz (2000:19) memperkenalkan suatu

konsep formal yang disebut sebagai siklus produktivitas (productivity cycle) untuk

digunakan dalam peningkatan produktivitas terus menerus. Pada dasarnya konsep

siklus produktivitas terdiri dari empat tahap utama, yaitu :

� Tahap I : Pengukuran produktivitas (Productivity Measurement)

� Tahap II : Evaluasi produktivitas (Productivity evaluation)

� Tahap III : Perencanaan produktivitas (Productivity Planning)

� Tahap IV : Peningkatan produktivitas (Productivity Improvement)

LINGKUNGAN

Input Proses Output Produktivitas

� Tenaga Kerja � Modal � Material � Energi � Tanah � Informasi � Managerial

Proses Informasi

nilai tambah

Produktivitas sistem produksi (output/input)

Produk

Umpan balik untuk pengendalian sistem produksi agar meningkatkan

produktivita terus menerus

52

Konsep siklus produktivitas dapat ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar 2.3 Siklus Produktivitas

Vincent Gaspersz (2000:19)

Siklus produktivitas merupakan suatu proses yang continue, yang

melibatkan aspek-aspek : pengukuran, evaluasi, perencanaan, dan pengendalian

prouktivitas (PEPP). Berdasarkan siklus produktivitas secara formal program

peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari

sistem industri itu sendiri.

Apabila produktivitas dari sistem industri telah diukur, langkah berikutnya

adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual itu untuk dibandingkan dengan

rencana yang telah ditetapkan. Kesenjangan terjadi antara produktivitas aktual

dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus

dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan kesenjangan produktivitas

tersebut.

Tahap I Pengukuran Produktivitas

Tahap III Perencanaan Produktivitas

Tahap IV Peningkatan Produktivitas

Tahap II Evaluasi

Produktivitas

53

Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target

produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu,

berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas terus

menerus. Siklus produktivitas itu diulang kembali secara continue untuk mencapai

peningkatan produktivitas terus menerus dalam sistem produksi.

2.4.2 Manfaat Pengukuran Produktivitas

Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas

mana perusahaan itu beroperasi, agar dapat membandingkannya dengan

produktivitas standar yang telah ditetapkan manajemen, mengukur tingkat

perbaikan produktivitas dari waktu ke waktu dan membandingakan dengan

produktivitas industri sejenis yang menghasilkan produksi serupa. Hal ini menjadi

penting agar perusahaan itu dapat meningkatkan daya saing dari produk yang

dihasilkannya di pasar global yang amat kompetitif.

Menurut Vincent Gaspersz (2000:24) ada beberapa manfaat pengukuran

produktivitas dalam suatu organisasi perusahaan, antara lain :

a) Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya, agar dapat

meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber-sumber

daya itu.

b) Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien

melalui pengukuran produktivitas, baik dalam perencanaan jangka pendek

maupun dan jangka panjang.

54

c) Tujuan ekonomis dan non ekonomis dari perusahaan dapat diorganisasikan

kembali dengan cara memberikan prioritas tertentu yang dipandang dari sudut

produktivitas.

d) Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat

dimodifikasi kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas

sekarang.

e) Strategi untuk meningktkan produktivitas perusahaan dapat ditetapkan

berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas (productivity gap) yang ada

diantara tingkat produktivitas yang direncanakan (produktivitas ekspektasi)

tingkat produktivitas yang yang diukur (produktivitas) actual). Dalam hal ini

pengukuran produktivitas akan memberikan informasi dalam mengidentifikasi

masalah-masalah atau perubahan-perubahan yang terjadi, sehingga tindakan

korektif dapat diambil.

f) Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi

informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan dari

perusahaan itu.

g) Pengukuran produktivitas perusahaan akan menjadi informasi yang

bermanfaat dalam membandingkan tingkat produktivitas diantara organisasi

perusahaan dalam industri sejenis serta bermanfaat pula untuk informasi

produktivitas industri pada skala nasional maupun global.

h) Pengukuran produktivitas akan menjadi tindakan-tindakan kompetitif berupa

upaya-upaya peningkatan produktivitas terus menerus (countinuos

productivity improvement).

55

i) Pengukuran produktivitas akan memberikan motivasi pada orang-orang untuk

secara terus menerus melakukan perbaikan dan juga akan meningkatkan

kepuasan kerja.

j) Pengukuran produktivitas terus menerus akan memberikan informasi yang

bermanfaat untuk menentukan dan mengevaluasi kecenderungan

perkembangan produktivitas perusahaan dari waktu ke waktu.

k) Pengukuran produktivitas akan memberikan informasi yang bermanfaat dalam

mengevaluasi perkembangan efektivitas dari perbaikan terus menerus yang

dilakukan dalam perusahaan.

l) Aktivitas perundingan bisnis (kegiatan tawar menawar) secara kolektif dapat

diselesaikan secara rasional, apabila telah tersedia ukuran-ukuran

produktivitas.

Pengukuran produktivitas sangat perlu untuk dilakukan karena

produktivitas menunjukan kegunaannya dalam membantu mengevaluasi

penampilan, perencanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui

identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan,

membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas

kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan tingkat pertumbuhan suatu

sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap

perkembangan ekonomi dan seterusnya.

56

2.4.3 Metode Pengukuran Produktivitas

Pengukuran produktivita paling sederhana adalah pendekatan rasio

input/output. Secara umum pengukuran produktivitas dapat dilakukan dengan

beberapa metode. Muchdarsyah Sinungan (2003:23) menyatakan bahwa: “paling

sedikit ada dua jenis tingkatan perbandingan yang berbeda yakni produktivitas

total dan produktivitas parsial”

1. Pendekatan Produktivitas Total

Produktivitas total sering disebut juga produktivitas multi faktor (multi

faktor productivity) yang merupakan ukuran produktivitas yang dihitung dengan

membagi output dengan dua atau lebih faktor input seperti tenaga kerja, capital,

sumber daya alam dan sebagainya. Produktivitas total juga merupakan rasio dari

output bersih terhadap banyaknya input modal atau tenaga kerja yang digunakan.

Output bersih (net output) adalah output total dikurangi dengan barang-barang dan

jasa antara (input antara) yang digunakan dalam proses produksi.. berdasarkan

definisi diatas, jenis input yang digunakan dalam pengukuran produktivitas faktor

total hanya faktor produksi tenaga kerja dan modal.

Formula pengukuran yang dapat digunakan untuk pendekatan ini adalah

sebagai berikut :

alMasukanTot

HasilTotalsTotaloduktivita =Pr

(Sumber : Muchdarsyah Sinungan (2003:23)

57

2. Pendekatan produktivitas parsial

Produktivitas parsial sering disebut juga sebagai produktivitas faktor

tunggal (single-faktor productivity) yang merupakan ukuran produktivitas yang

dihitung dengan membagi output dengan hanya satu jenis input, jika input yang

digunakan adalah tenaga kerja maka disebut produktivitas tenaga kerja, sedangkan

bila input yang digunakan adalah modal (capital) maka disebut produktivitas

modal (capital).

Formula pengukuran yang dapat digunakan untuk pendekatan ini adalah sebagai

berikut :

Produktivitas Parsial =sialMasukanPar

alHasilParsi

Untuk pengukuran produktivitas dengan menggunakan pendekatan parsial

ini dapat didesain sesuai dengan kebutuhan yang dihadapi disesuaikan dengan

keadaan di lapangan terutama ketersediaan datanya.

Dalam pengukuran output, atas dasar satuan ukuran yang dipergunakan

produktivitas dibedakan menjadi produktivitas secara fisik (Physical Productifity)

dan produktivitas nilai (Value Produktivity). Produktivitas fisik mengukur

keluaran secara kuantitatif seperti ukuran, panjang, banyaknya unit, berat, waktu

dan banyaknya tenaga kerja. Sedangkan produktivitas nilai mengukur keluaran

dengan menggunakan nilai uang yang dinyatakan dengan rupiah, dollar dan

sebagainya. Produktivitas nilai ini paling banyak digunakan sebab baik produk

barang maupun jasa akhirnya akan dinilai dengan uang atau diestimasi nilainya

secara ekonomi.

58

2.5 Hubungan Pengalaman dengan Upah Tenaga Kerja

Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa, peningkatan kualitas

tenaga kerja dapat dicapai dengan adanya pengalaman dari seorang tenaga kerja.

Dengan mempunyai pengalaman, seseorang dapat mengetahui seluk beluk teknik

pekerjaan yang digelutinya. Dan hal ini tidak diperoleh dari bangku sekolah

sehingga kualitas pekerjaan akan lebih dipercaya. Pengalaman tidak hanya

menambah pengetahuan dan keterampilan seorang tenaga kerja, tetapi dengan

pengalaman juda dapat membentuk sikap dan nilai tambah sesuatu sehingga akan

lebih mapan dalam bertindak, sabar akan kekurangan disertai sikap siap untuk

merubahnya.

Sedarmayanti mengemukakan bahwa, “Pada aspek tertentu apabila

pegawai semakin terampil, maka akan lebih mampu bekerjasama serta

menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Pegawai akan menjadi lebih terampil

apabila mempunyai kecakapan (ability) dan pengalaman (experience) yang cukup.

(Sedarmayanti, 2001:73)

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pengalaman sangat menentukan

terhadap peningkatan kualitas tenaga kerja. Oleh karena itu seseorang akan dapat

meningkatkan keterampilan salah satunya dengan cara mengikuti pendidikan dan

pelatihan. Namun, seseorang yang mempunyai pengalaman yang lebih lama juga

akan mempunyai keterampilan yang sama tingginya, sehingga produktivitas kerja

yang dimiliki juga akan meningkat.

Pengalaman dari sebuah kegagalan maupun kesuksesan dalam melakukan

suatu pekerjaan akan mendidik seseorang untuk memilih cara kerja yang baik.

59

Semakin lama pengalaman seseorang melakukan suatu pekerjaan maka semakin

tinggi keterampilan melaksanakan pekerjaan tersebut. Hal ini sangat jelas, karena

dengan pengalaman yang cukup lama berarti seseorang mengulang-ulang

pekerjaan yang sama, selama dia belum berhenti melakukannya, maka akan

menyebabkan yang bersangkutan terbiasa dan terlatih .

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa semakin lama

pengalaman bekerja maka tingkat produktivitas juga akan semakin tinggi dan

pada akhirnya hal ini akan meningkatkan besarnya upah yang akan diterima oleh

seorang pekerja. Karena pihak perusahaan akan mempunyai kepercayaan yang

besar terhadap pekerja yang sudah mempunyai pengalaman kerja yang lebih,

sehingga pihak perusahaan tidak segan memberikan upah lebih besar dari pekerja

yang pengalamannya lebih sedikit. Dengan kata lain hubungan antara pengalaman

dengan besarnya upah tenaga kerja menunjukkan hubungan yang positif. Jadi

semakin lama seseorang mempunyai pengalaman dalam menggeluti suatu

pekerjaan maka ini dapat dijadikan sebagai nilai tambah dalam perolehan upah

yang lebih besar.

2.6 Hubungan Keterampilan dengan Upah Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan modal dasar bagi perkembangan dan

pertumbuhan ekonomi sebuah perusahaan, apabila tenaga kerja tersebut sebagai

sumber daya ekonomi dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Kemampuan

dan kecakapan kerja yang dimiliki para pekerja di dalam suatu pekerjaan adalah

berbeda-beda. Keterampilan tersebut ada yang diperoleh karena bakat atau

pengetahuan serta pengalaman.

60

Tingkat kemampuan tenaga kerja dalam suatu perusahaan, memberikan

peranan yang menentukan untuk merubah kondisi perusahaan tersebut menjadi

lebih baik dan maju. Kondisi seperti ini memberikan dampak positif bagi upaya

peningkatan kesejahteraan tenaga kerja melalui pemberian upah yang lebih tinggi,

serta jaminan-jaminan sosial lainnya. Tinggi rendahnya upah yang diberikan

tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan masing-masing dari tenaga kerja.

Di kalangan industri-industri tertentu biasanya terjadi perbedaan dalam

pemberian upah tenaga kerja. Salah satu penyebabnya yaitu adanya perbedaan

keterampilan dan kemampuan dari tenaga kerja. Keterampilan atau kemampuan

seorang pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dan tugasnya merupakan faktor

yang sangat penting agar dapat memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Oleh

karena itu, untuk memperoleh tenaga kerja yang terampil dan terlatih itu mahal

sekali. Sudah tentu upah atau gaji yang diberikan lebih besar daripada bidang-

bidang pekerjaan yang tidak memerlukan keterampilan khusus.

Menurut Slamet Saksono (1997:114-115) “Kemampuan dan kecakapan

pegawai atau pekerja yang dibawa sejak lahir akan berkembang dengan sempurna

apabila dilengkapi dengan pengetahuan melalui proses belajar dan latihan.”

Bahkan yang tidak berbakat pun dapat berkembang jika memperoleh kesempatan

yang sama untuk mengikuti latihan dan pendidikan yang diselenggarakan oleh

sebuah organisasi atau perusahaan.

Secara lahiriah, seseorang telah mempunyai kepandaian dan keterampilan

dalam melakukan sesuatu. Namun, kepandaian dan keterampilan yang dimiliki

oleh seorang pekerja harus selalu di latih dan dikembangkan demi mencapai

61

sebuah prestasi kerja yang ditunjukkan dengan produktivitas yang tinggi. Apabila

seorang pekerja mempunyai keterampilan yang tinggi (keterampilan yang khusus)

maka hal ini akan sangat berpengaruh terhadap besarnya produktivitas pekerja

tersebut. Dari tingginya produktivitas ini, akan berimbas pada perolehan upah

yang tinggi pula. Karena jumlah output yang telah dihasilkan oleh seorang pekerja

yang memiliki keterampilan yang tinggi dan cekatan jauh lebih banyak dari

pekerja yang memiliki keterampilan yang biasa saja.

Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa perusahaan akan berani

membayar mahal untuk seorang pekerja yang mempunyai keterampilan lebih dan

keterampilan khusus pada bidang-bidang tertentu. Hal ini terjadi karena semakin

sulit untuk mendapatkan seorang tenaga kerja yang terampil dan cekatan dalam

bekerja serta mengusai bidang pekerjaannya tersebut. Jadi semakin tinggi

keterampilan yang dimiliki oleh seorang tenaga kerja atau semakin terampil maka

upah yang akan diterima juga akan tinggi juga, dengan kata lain keterampilan

mempunyai hubungan yang positif terhadap besarnya tingkat upah yang diberikan

sebuah perusahaan sebagai penghargaan atas apa yang telah pekerja berikan

terhadap perusahaan.

2.7 Hubungan Produktivitas dengan Upah Tenaga Kerja

Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Sedarmayanti (2001:74)

bahwa “Apabila tingkat upah memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi

kerja dan kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan

produktivitas.”

62

Selanjutnya J. Ravianto (1985:127) mengatakan bahwa “faktor upah

merupakan faktor terpenting guna mempertahankan hidup, tingkat upah yang

masih rendah akan sangat mempengaruhi hubungan antara pelaku atau tenaga

kerja dan sekaligus akan mempengaruhi atau berpengaruh terhadap usaha

peningkatan produktivitas tenaga kerja.

Dari pernyataan diatas dapa diambil kesimpulan bahwa “apabila upah

yang diberikan memadai maka dapat menimbulkan konsentrasi kerja dan

kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas.

Maka dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.4

Alur Produktivitas Kenaikan dalam produktivitas tenaga kerja (kemajuan teknologi) akan

menaikkan pula tingkat upah pada umumnya. Akan tetapi, harus diakui bahwa

tingkat pertumbuhan produktivitas sangatlah berbeda dari satu industri dengan

industri lainnya.

Yang paling penting dalam program peningkatan produktivitas yang

berhasil itu ditandai dengan adanya pemberian upah yang sesuai dengan

kebutuhan dan hasil kerja para tenaga kerja. Melalui cara seperti ini maka tenaga

kerja dapat mengetahui berapa rupiah yang dia peroleh dari upaya nya.

Upah Memadai

Konsentrasi Kerja

meningkat

Produktivitas Meningkat

63

Berdasarkan teori harapan dari Vroom, upah atau gaji diterima oleh

pekerja akan mempengaruhi tingkat produktivitas. Harapan besarnya upah yang

akan diterima, bagi tenaga kerja buruh kasar yang tergolong serba kekurangan

akan memotivasi untuk bekerja lebih giat guna memenuhi kebutuhan riil hidupnya

seperti pemenuhan kebutuhan sandang, papan, pangan dan fasilitas lainnya.

Sehingga semakin besar upah yang diterima akan mendorong semangat kerja yang

pada akhirnya menyebabkan produktivitas kerja meningkat.

Dalam hubungannya dengan upah, produktivitas tenaga kerja yang tinggi

memungkinkan tenaga kerja memperoleh upah yang lebih tinggi pula. Hal ini

senada dengan pernyataan Sadono Sukirno (2005:352) yang menyatakan bahwa

“Upah riil yang diterima tenaga kerja tergantung pada produktivitas dari tenaga

kerja tersebut.“

Kesimpulannya yaitu semakin tinggi tingkat produktivitas seorang tenaga

kerja maka upah yang akan diterima juga akan tinggi. Karena pemberian upah

yang tinggi tersebut memotivasi tenaga kerja untuk lebih giat lagi bekerja dan

meningkatkan produktivitas kerjanya.

64

Tabel 2.1 Kajian Empirik Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Variabel Hasil

1 Yeni Raven Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Karyawan Bakery di Kota Bandung

� Pengalaman � Pendidikan � Keterampilan � Produktivitas

Pengalaman, pendidikan, keterampilan, dan produktivitas secara serempak berpengaruh positif dan signifikan terhadap upah karyawan bakery di kota Bandung

2 Miftahul Zaman Juniramsyah

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Upah Tenaga Kerja Industri Genteng di Kecamatan Jatiwangi

� Over Supply � Produktivitas � Keterampilan

Over supply, produktivitas, dan keterampilan tenaga kerja berpengaruh secara bersama-sama terhadap upah tenaga kerja industri genteng di Kecamatan Jatiwangi

3 Rini Marliani

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja (Studi Kasus Tenaga Kerja di Industri Kecil Dodol Garut di Kabupaten Garut)

� Pendidikan � Pengalaman � Sikap Kerja � Motivasi Kerja

Secara simultan pendidikan dan latihan, pengalaman kerja, sikap kerja, disiplin kerja, dan motivasi kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja

4 Rizky Fitrasari

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja Pada Industri Farmasi Di Kota Bandung

� Pendidikan � Insentif � Disiplin Kerja

Ada pengaruh positif dan signifikan antara pendidikan dan latihan (diklat), insentif dan disiplin kerja terhadap produktivitas tenaga kerja pada industri farmasi di Bandung