Pemikiran Karl Marx

22
TUGAS RESUMAN TEOLOGI ISLAM KRITIS-HUMANIS Oleh : M. Ulin Nuha ( 11640010 ) Kelas Fisika A

Transcript of Pemikiran Karl Marx

TUGAS RESUMAN

TEOLOGI ISLAM KRITIS-HUMANIS

Oleh : M. Ulin Nuha ( 11640010 ) Kelas Fisika A

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG2012

BAB I Mengenal Pemikiran Karl Marx A. Pemikiran karl marx Selama ini pemikiran karl marx yang dibakukannya menjadi Marxisme atau lebih di kenal dengan idiologi komunisme berada dalam hubungan diametral dengan islam. Banyak factor yang mendorong kepada anggapan seperti itu, secara politis pun dalam sejarah Marxisme telah terlibat dalam pertentangan yang tak kunjung padam dengan berbagai Negara dan bangsa serta kelom pok-kelompok muslim diseluruh dunia. Mayoritas masyarakat tampaknya mencemaskan kehadiran pemikiran Karl marx tersebut ibarat hantu komunisme. Selain itu mereka yakin bahwa yang dihadapi hanyalah suatu hantu tanpa tubuh, tanpa realitas, yang hadir tanpa aktualitas atau efektivitas. Derasnya arus pemikiran tentang marxisme baik dari aspek filsafatnya maupun politiknya, setidak-tidaknya mengindikasikan antusias masyarakat yang semakin tinggi untuk menelaah dan memahami bagaimana sebenarnya ajaran karl marx yang dianggap sebagai filosof social terbesar di zamannya.Hal itu disebabkan kritiknya terhadap filsafat dan ahli filsafat di kategorikan paling tajam di awal abad ke-19. Pada dasarnya pemikiran karl marx atau lebih popularnya disebut sebagai marxisme bagi mereka yang mengadopsi pemikirannya, tidaklah sama dengan komunisme, sebab komunisme adalah gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak revolusi oktober 1917 di bawah bendera Lenin menjadi keuatan politis dan ideologis internasional. Dan istilah Marxisme juga dipakai untuk ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme yang merupakan ajaran idiologi resmi komunisme.dapat dikatakan bahwa marxisme menjadi salah satu komponen penting dlam system idiologi komunisme.atas dasar itu kaum komunis selalu mengklaim monopoli atas interprestasi ajaran Karl marx dengan ujuan show of force (pamer kekuatan) atau sebagai pewaris sah ajaran Marx.

BAB II WACANA KRITIS SEPUTAR PEMIKIRAN KARL MAX A. Materialisme dan Perkembangannya Materialisme dam konteks pembahasan filsafat sering dilawankan dengan idealism, sebab kedua aliran ini memiliki wilayah yang bertitik pisah dan masing-masing mempunyai cirri serta penganut dalam sejarah kemanusiaan.Konsep materealisme secara umum adalah pandangan tentang kenyataan yang menganggap bahwa materi, apapun wujudnya (misalnya atom, masa, energy, electron), merupakan dasar dari segala yang ada. Entitas-entitas mental atau spiritual, seperti Allah atau jiwa, ditolak atau direduksi ke materi (Ahmad Norma permata dan P. Handono Hadi, 2000.hlm:228). Materialisme mengarah kepada anggapan bahwa kenyataan yang sesungguhnya adalah benda atau materi, dan kenyataan ini di arahkan untuk menjawab sejumlah soal yang berhubungan dengan sifat dan wujud dari keberadaan. Oleh karena itu, persoalan ruh atau jiwa dalam aliran ini dianggapa bukan sebagai substansi yang berdiri sendiri , tetapi dirumuskan sebagai akibat dari proses materi. Dengan kata lain aspek rohani manusia dipandang sebagai produk sampingan dari jasmani. Kemudian pada pengertian yang sifatnya universal, filsafat materialisme menyatakan bahwa dunia ini tiada lain terdiri dan tergantung kepada benda materi. Dengan demikian, bagi materialisme seluruh realitas, seluruh kejadian, dapat dijabarkan kepada materi dan proses material that everything is strictly caused by material. Pada dasarnya telah terdapat aliran materealisme di zaman kuno, yaitu pada masa Epikorus, bahkan ia dianggap sebgai materialis tulen. Namun pada abad pertengahan materealisme tidak ada, karena materealisme Demokratis serta Lucretius secara historis dapat disamakan dengan matrealisme di Prancis pada abad ke-18 di masa Pencerahan.

Begitu juga halnya dengan materealisme Jerman pada abad ke-19, sesungguhnya tidaklah berbeda dengan materealisme Prancis yang juga bersifat mekanistis-atomistis. Menurut materealisme mekanistis-atomistis, alam semesta terdiri dari suatu aglomerasi atom-atom yang dikuasai oleh hukum-hukum fisis-kimiawi. Kemungkinan tertinggi atom-atom tersebut yang dapat membentuk manusia. Bilamana dikatakan bahwa manusia mempunyai roh, jiwa atau kesadaran dan seorang materialispun tidak segan mengatakan demikian, maka hal itu tidak berarti bahwa mereka juga menerima suatu unsur non materil dalam dunia atau dalam diri manusia. Apa yang mereka sebut kesadaran, jiwa atau roh, pada akhirnya tidak lebih dari pada sejumlah fungsi serta kegiatan otak, dunia, dan manusia tetap materiil belaka.pandangan tersebut bias juga disebut materialism dualistis (pluralitas), seperti yang dianut oleh Demokritos dengan membedakan atom-atom jiwa dari pada atom-atom biasa. Menurut pandangan Comte, bahwa paham materialisme dalam arti khas, baru muncul bila struktur-struktur yang lebih tinggi dan yang lebih rumit dianggap berkembang dari struktur-struktur yang lebih rendah. Misalnya, bila pikiran manusia diasalkan dari pada gerak otak. Pemikiran tentang benda atau materi pada masa filosof yunani kuno pra-Sokrates mencapai puncaknya pada era konsepsi atomisme Demokritos. Nuansa-nuansa materealistis begitu konsekuen dalam alur pemikirannya,sampai jiwapun dirumuskan sebagai susunan atom-atom hingga didapatkan pemahaman bahwa ada garis yang membedakan keterhubungan jiwa dan badan. Munculnya faham materealisme abad ke-17 dan ke 18 pada dasarnya berakar dari era pertengahan yaitu ketika terjadi penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu alam, khususnya fisika dan astronomi. Nikolas Copernikus dan Johanes Kepler adalah dua orang eksponen yang membuka kesalahan teori Plotomeus. Puncaknya adalah dua orang tokoh utama Rene Descartes dan Issac Newton sebagai pembuka wawasan baru dalam penentuan kompleksitas materi dalam filsafat materealisme. Dari Descartes didapatkan uraian tentang penggolongan baru sifat-sifat benda, yaitu sifat primer, seperti keluasan Dallam ruang atau gerakan. Adapun sifat sekunder, seperti kerass, manis atau kasar. Dari sini kemudian di pertentangkan antara materi (substansi luas) dengan jiwa (substansi berpikir). Karena bagi Descartes sifat keras, berat, atau warna, bukan hakikat benda, tetapi panjang dan tiggi bendalah yang menentukan kemateriannya. Atau bias dikatakan

materi diterjemahkan Descartes sebagai ekstensi (keluasan), sedang jiwa kembali kepada hakikat pemikiran. Descartes berpendapat bahwa alam tidak lebih dari pada sebuah mesin yang tidak mempunyai arti spiritual. Makhluk yang termasuk di dalamnya manusia hanya berfungsi sebagai suatu benda dari reaksi kimia secara otomatis. Dari penggolongan benda tersebut tampak corak mekanistis dalam filsafatnya. Leibniz mengutarakan dugaannya bahwa materi dan kuantitas adalah sama saja. Leibniz menempatkan materi dan roh pada taraf yang sama. Berlainan dengan Descartes yang mempertentangkan materi (substansi luas) dengan Jiwa (substansi berpikir). Secara dinamis Leibniz menggambarkan kenyataan yang dipandang dari dalam, terdiri atas unsure-unsur daya rohani(monade). Kalau unsure-unsur itu di dekati dari luar , maka ia tampak sebagai materi dan keluasan. Dan, konsep kuantitas ini semakin menghamparkan konsep materi, bahkan pengertian tentang ruang bukan kosong lagi, melainkan dipersempit, disamakan dengan angka dan ukuran. Pandangan ini mendekati apa yang dalam filsafat modern disebut formalisasi.

BAB III ALI SYARIATI dan PERGOLAKAN PEMIKIRANNYA A. Ali Syariati: sebuah sketsa biografi intelektual Syariati dilahirkan pada tanggal 24 November 1933 di Mazinah, sebuah desa dekaat Mashhad di timur laut Khurasan, dalam keluarga yang taat beragama dan masih kental dengan tradisi. Ayahnya Taqi Syariati, seorang khatib terkenal, ahli tafsir alQuran dan tokoh terkemuka dalam membawa kembali pemuda Iran yang terpelajar kepada iman islam. Karakternya yang reformis dan controversial mejadikannya sebagai unconventional cleric. B. Karya-karya Ali Syariati

Beberapa karya Syariati dalam bentuk buku dan anskah diskusi diantaranya: AlHusain Warisu Ada. Lewat pendekatan analisis dan historis, ia menjelaskan bahwa islam bukanlah ideologi kemanusiaan yang terbatas pada masa-masa dan tempat tertentu saja, tetapi ia merupakan gelombang yang terus mengalir di sepanjang sejarah manusia yang muncul dari mata air yang sangat jauh. Les Merites de BalFadhail al Balkh) merupakan disertainya yang mengangkat sebuah kajian filolog tentang sejarah islam abad pertengahan. Darsha-ye Islamshenasi (Islamology), Syahadat (Martydom), Mazhab alayieh Mazhab (Religion Against Religion), Hajj, Jabr-e Tarikhi (Historical Determinism), Resalat-e Rawshanfekr Baraye Sakhtane Jam-eh (The Intelligentsias Task in the Recontruction of Socity). On the sociology of Islam, yang mengupas ide-ide keagamaan an kemanusian dalam perspektif filsafat sejarah, An Approach to the Understanding of Islam tentang ide-ide memahami islam. Humanity and Islam dan Man and Islam, serta Reflections of Humanity: Two Views of Civillzation and the Plight of Man, buku tersebut banyak mengungkap tentang humanisme. Culture and Ideology serta Marxism and Other Western Fallacies: An Islamic Critique merupakan karya yang kritis terhadap ideologi-ideologi barat dn Marxisme . Dalam Ummah dan Imamah, kemudian Red Shiism serta Fatima is Fatima,syariati menguraikan konsepnya yang kental dengan warna pemikiran Syiah. What is to be Done, Selection and/ or Election, One Followed by an Eternity of Zeroes, Histore et ddestinee, Religion us. Religion, Art Awaiting the Saviour merupakan karya-karyanya yang banyak diterbitkan di Houston, Texas. C. Struktur Pemikiran Ali Syariati1. Islam sebagai Basis Otentik Pandangan Dunia (welstanchauung)

Beberapa aspek penting di bawah ini yang menunjukkan perspektif struktur pemikiran Syariati tentang islam dianggap sebagai agama yang diturunkan untuk membebaskan ataaupun membela kaum tertindas atau mustadafin. a. Pandangan Syariati dalam Format Misi Pembebasan Islam Syariati memandang islam berbeda dengan islam yang secara umum dipahami ketika itu. Apalagi pemerintahan di bawah rezim syah ternyata telah menggiring mereka pada pandangan makna islam dengan sebatas aktivitas ritual dan fiqih yang

tidak menjangkau politik, terlebih lagi masalah social kemasyarakatan. Syariati menganalogikan bahwa islam yang dipahami masyaarakat pada saat itu di dominasi oleh Islam Gaya penguasa (Ustmn bin Affan) khalifah ketiga Islam yang justru mendukung status quo rezim Syah yang dikenal korup dan menindas. Namun, disisi lain islam yang diidealkan Syariati adalah sebaagaimana yang ditampilkan oleh sahabat Nabi Muhammad SAW, Abu Dzar Al Ghifari, pencetus misi pemikiran sosialistik islam pada masa nabi. Islam menurut Syariati bukanlah agama yang mementingkan dimensi spiritual dan moral atau hubungan individu dengan pencipanya, tetapi islam lebih merupakan sebuah ideology emansipasi dan pembebasan. Syariati berkeyakinan islam sebagai suatu mazhab sosiologi ilmiah harus di fungsikan sebagai kekuatan revolusioner untuk membebaskan rakyat tertindas, baik secra Kultural maupun politik. Secara spesifik, factor utama yang menentukan watak dasar ideology politikkeagamaan Syariati adalah keterikatannya yang luar biasa, baik secara intelektual maupun psikologis pada doktrin syiah revolusioner. Pada saat yang sama, watak tersebut didukung oleh realitas social-politik Iran yang diwarnai pertarungan ideologis. Variable itulah yang menyebabkan Syariati jatuh pada radikaalisasi islam. Dalam peta perlawanan intelektual muslim dunia ketiga terhadap Barat, Syariati termasuk kelompok pendukung radikal usaha Repolitisasi Islam. Islam dalam format murninya belum dikuasai oleh kekuatan konservatif yang merupakan ideology revolusioner ke arah pembebasan dunia ketiga dari penjajahan politik, ekonomi, ddan kultur Barat. Syariati melontarkan pernyataan-pernyataannya yang anti Barat dan mengajak seluruh rakyat Iran untuk kembali kepada tradisi murninya. Syariati dipandang sebagai pembela gigih (preserved depender) warisan asli kebudayaan dan identitas bangsa dunia ketiga, dimana islam merupakan akar-akar eksistensial yang turut menentukan watak kebudayaan masyarakat dunia tersebut. b. Ketiadaan Kelas dalam Islam Syariati mengungkapkan bahwa dalam islam sesungguhya tidak melakukan klasifikasi kelas (status social seseorang). Sebab bagi Syariati bila hal itu terjadi,

berarti seseorang itu telah ia tercabut haknya, sehingga tertindas, dan terdiskriminasi. Pesan islam adalah pesan kerakyatan sebagaimana amanat alQuran. Tuhan telah menjanjikan kepada orang-orang yang tertindas bahwa mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin umat manusia; Tuhan telah menjanjikan kepada orang-orang yang tertindas bahwa mereka akan mewarisi bumi dari orangorang yang berkuasa. Termasuk masyarakat yang adil dalah cita-cita islam, yaitu hakekat gerakan kebangkitan yang menentang penindasan, pemerasan dan diskriminasi, sehingga didapatkan masyarakat yang bebas kasta, masyarakat yang membebaskan dirinya dari tirani, ketidak adilan dan kebohongan. Karena itu, diskriminasi manusia atas ras, darah, kelas, kekayaan, kekuatan, dan lain-lain tidak bias di biarkan. Syariati mendasarkan islam dalam kerangka ideologis yang memahami islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani penindasandan ketidakadilan menuju persamaan taanpa kelas. Dalam sudut pandang ekonomi, syariati menampilkan bahwa islam menuntut pemenuhan kebutuan secara merata. Ia menunjuk pada pemerintahan Ali khalifah keempat islam , dimana gaji di berikan kepada pejabat-pejabat dan pekerja secara merata, gaji yang sama kepada semua golongan masyarakat, baik perwira, tokoh politik, persamaan harus sepenuhnya terwujud dalam aspek ekonomi. Disinilah Syariati meletakkan dasar-dasar nilai keadilan islam , bukan semata-mata suatu prinsip agama, tetapi merupakan semagat yang mengatur seluruh dimensi islam, dan dianggap sebagaai tujuan utama pengutusan Nabi. Dalam panangan Syariati system islam lebih dinamis dari pada dunia yang lain. Karena dalam terminology Islam menampakkan suatu tujuan yang progresif. Syariati secara kritis menunjukkan perbedaan yang fundamental sumber-sumber islam dengan Barat. Seperti terma politik di Barat berasal dari bahasa Yunani polis yang berarti kota, mengindikasikan suatu unit administrasi yang statis, tetapi padanan kata islamnya adalah siyasah yang secara harfiah berarti menjinakkan seekor kuda liar, menunjukkan suatu proses perjuangan yang kuat untuk memunculkan kesempurnaan yang inheren. Begitu pula istilah ummah dan imam, keduanya berasal dari kata amm yang berarti keputusan untuk pergi,

karena itu iman adalah model yang akan mengantar manusia ke suatu arah baru. Komunitas (ummah) bukan hanya sekumpulan individu, melainkan sasaran tujuan, yang siap melakukaan revolusi abadi. Seluruk aspek yang terkandung dalam islam mencakup dua dimensi materi-duniawi-kemanusiaan, dengan dimensi ruhaniakhirat- kesalehan atau ketundukan. c. Al-Quran sebagai Dasar Otentisitas Islam Sepanjang Zaman Dalam memahami al-Quran sebagai kitab suci umat islam, Syaiati menjelaskan bahwa di dalamnya, al-Quran telah menyebutkan dua karakteristik kelompok social (kelompok penindas dan tertindas). Dua kelompok social tersebut terpecah menjadi bagian yang saling bertentangan. Menurut Syariati hal tersebut merupakan suatu prosess dialektika yang akan terus terjadi selamanya. Syariati memetakan kedua kelompok tersebut yaitu, pertama sebagai kelompok penindas (dzalimun) sebagai representasi kelompok kuat dalam masyarakat (kelompok Qobil) yang terdiri dari mala yaitu golongan aristocrat dan para bangsawan yang berkuas, serta mutraf yaitu kelompok kaya. Dan, yang kedua kelompok tertindas (mustadafin) sebagai representasi kaum lemah dan teraniaya (kelompok Habil). Sayariati sangat yakin bahwa al-Quran diturunkan untuk membebaskan manusia dari penindasan, tekanan, aristokrasi, keterikatan pada kesamaan keturunan, ras, nasib, dan itikad buruk, penghisapan serta memerangi kebodohan dan keterbelakangan. Hal ini nampak dalam pernyataannya Kita yakin bahwa ajaran (Islam Mazhab) Syiah menjamin keselamatan manusia, namun demikian kenyataan yang ada berlawanan dengan kebenaran ini. Menurut Syariati al-Quran merupakan suatu konsep ketinggian gaya sastra

bahasa kiasan dan bahasa simboliknya. Al-Quran mengandung ibrah yang bersifat eternal dan senantiasa relevan dalam setiap kondisi suatu zaman. Melalui bahasa simbolnya al-Quran menyiratkan dua makna, makna batini (makna yang terkandung secara tersirat) dan makna zahir(makna literal). 2. Ideology Islam Sebuah Keniscayaan

Seorang ideolog adalah seorang pembela suatu ideology atau keyakinan tertentu. Dalam kaitan ini, ideologi terdiri dari berbagai keyakinan dan cita-cita yang dipeluk oleh suatu kelompok tertentu, suatu kelas sosial atau suatu bangsa atau suatu ras. Syariati berusaha untuk membedakan antara ideologi, ilmu, dan filsafat. Ilmu menurutnya merupakan pengetahuan manusia tentang alam yang konkret. Ia merupakan penemua manusia tentang beberapa hubungan, suatu prinsip, kualitas dan kareakteristik dalam kehidupan manusia, alam dan benda-benda lain. Demikian halnya dengan ilmu. Filsafat dapat didefinisikan sebagai pencarian kearah pemahaman suatu yang bersifat umum, belum diketahui dan belum terjangkau ilmu. Ia mempersoalkan kemungkinan-kemungkinan ideal, kebenaran atau substansi, fenomena dan konsep-konsep yang ada dalam pikiran manusia. Menurut syariati, baik ilmu maupun filsafat tidak pernah dapat melahirkan revolusi dalam sejarah walaupun keduanya selalu menunjukkan secara dikotomis dalam perjalanan waktu. Ideologi menuntut kaum intelektual bersiakap setia (commited). Ideologilah yang dapat merubah masyarakat sementara ilmu dan filsafat tidak, hal ini dikarenakan sifat dan keharusan ideologi meliputi keyakinan, tanggung jawab, dan keterlibatan untuk komitmen. Sejarah mengatakan revolusi, pemberontaka, dan pengorbanan, hanya dapat digerakkan oleh ideologi. Demikianlah gagasan Syariati terhadap pemahaman suatu ideologi. Menurut konsep Syariati bahwa perubahan hanya dapat digerakkan oleh masyarakat yang memiliki ideologi yang kokoh. Syariati menggagas bahwa islam harus mampu menjadi penggerak kesadaran masyarakat. Islam perlu dipahami sebagai sebuah rencana untuk merealisasikan potensi manusia sepenuhnya, baik secara perseorangan maupun kolektif. Atas dasar itulah Syariati menegaskan bahwa islam berfungsi sebagai ideologi pembebasan: Ia (islam) akan membantu dalam memutuskan bentuk perjuangan melawan kekuasaan tirani. Ia tidak akan pernah berbaiat (sepakat) dengan kekejaman. Ia akan merancang kontinuitas sejarah secara berkesinambungan. Ia akan menegaskan perjuangan yang tak kenal henti antara pewaris Adam dan pewaris setan. Asyuro mengingatkan kembali akan ajaran ihwal kenyataan bahwa islam dewasa ini adalah islam kriminal dalam

jubah tradisi dan bahwa Islam sejati adalah Islam yang tersembunyi dalam jubah merah kesyahidan.(Ali Syariati, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi, Nasrullah & Afif Muhammad, 1995: hal 47) Dalam bentuk yang tidak ideologis bagi Durkheim agama adalah suatu kumpulan keyakinan warisan nenek moyang dan perasaan-perasaan pribadi: suatu peniruan terhadap modus-modus, agama-agama, ritual-ritual, aturan-aturan, konvensikonvensi, dan praktik-praktik yang secara social telh mantap selama generasi demi generasi. Syariati berupaya menegaskan perbedaan Islam dengan pemahaman umum tentang agama yang dikonsepkan oleh Durkheim. Jika islam dirubah dari mazhab ideologi menjadi sekedar pengetahuan kultual dan sekumpulan pengetahuan agama sebagamana yang dikonsepkan oleh Durkheim, Ia (islam) akan kehilangan daya dan kekuatannya untuk melakukan gerakan, komitmen, dan tanggung jawab, serta kesadaran sosisal, sehingga islam tidak memberikan kontribusi apapun bagi masyarakat. Untuk mencapai menggerakkan masyarakat melalui ideologisasi islam, Syariati menempuh beberapa langkah strategis. Diantaranya yaitu:- Meletakkan pandangan dunia tauhid sebagai pandangan dasar. Yaitu bahwa

kehidupan merupakan bentuk tunggal, organism yang hidup dan sadar, meiliki kehendak, intelegen, perasaan, dan tujuan. Hal demikian berbeda dengan pandangan dunia yang membagi kehidupan dalam kategori yang bepasangan, seperti: dunia dan alam kekal; fisik dan alam ghaib; substansi dan arti; rohani dan jasmani.- Bagaimana memahami dan mengevaluasi pemikiran dan segala sesuatu yang membentuk

lingkungan sosial dan mental. Bagi Syariati islam adalah pandangan dunina yang bias dipahami dengan mempelajari al-Quran sebagai kumpulan ide-ide dan mempelajari sejarah Islam sebagai ringkasan kemajuan yang pernah dialami dari permulaan misi nabi sampai pada dunia kontemporer. Dengan berpijak pada al-Quran Syariati melihat keseluruhan sejarah sebagai sebuah konflik kekuatan-kekuatan, sementara itu manusia sendiri menjadi medan perang antara asal jasmaninya yang renda dan semangat ketuhanannya.

Pada akhirnya seluruh yang dibangun Syariati mengkristal menjadi satu tujan utama yaitu pembaharuan (protestanism): Untuk membebaskan dan membimbing rakyat, untuk menciptakan cinta dan keyakianan baru, kedinamisan dan member kesadaran baru dalam hati dan pikiran rakyat, serta mengingatkan merek akan berbagai bahaya yang mungkin muncul akaibat kebodohan, ketahayulan, kejahatan, dan kebrobrokan dalam masyarakat Islam masa kini, orang tercerahkan harus mulai dengan agama, atau protestanism Islam (pembaharuan) islam. Syariati menyatakan bahwa islam membutuhkan reformasi religius, sebagaimana yang terjadi di Eropa pada abad ke-14, setelah terjadinya stagnasi selama satu abad (di abad pertengahan), dengan semangat reformasi Protestan menghasilkan lompatan ke arah modernisasi. Islam membutuhkan suatu gerakan Protestanisme yang akan menggeser situasi dari fatalisme menuju sebuah perwujudan secra dinamis melalui ideologi revolusioner. Syariati menegaskan, Yang dibutuhkan sekarang adalah karya-karya manusia seperti Lhuter dan Calvin karena mreka berhasil melakukan transformasi etika Katholik ke dalam suatu gerakan dan kekuatan baru yang kreatif. 3. Rausayanfikr (Intelektual): Simbol Revolusi Massa Dalam pandangan Syariati seorang cendekiawan atau intelektual harus memiliki visi yang jelas terhadap makna ideologi, sehingga dapat membawanya pada pola pemikiran yang progresif. Rausyanfikr adalah model manusia yang diidealkan oleh Syariati untuk memimpin masyarakat menuju revolusi. Dan mengandung pengertian: orang yang sadar akan keadaan manusia (human condition) di masanya, serta setting kesejarahannya dan kemasyarakatannya, yang menerima rasa tanggung jawab sosial. Tidak harus dalam kalangan terpelajar maupun intelektual. Mereka adalah para pelopor dalam revolusi dan gerakan ilmiah. Gerakan mereka adalah gerakan yang revolusioner mendobrak, tetapi konstruktif. Manusia Rausyanfikr memiliki karakteristik diantaranya: Memahami situasi

Merasakan deakan untuk member tujuan yang tepat dalam menyebarkan gaya hidup moralitas dan monastic, anti status-quo

Konsumeristik Hedonistic Segala kebutuhan filosofis untuk merubahnya menjadi masyarakat yang mampu memaknai moralitas hidup(moral value minded), konteks dan ralitas masyarakat d manapun ia tinggal.

4. Masyarakat dan Sejarah dalam perspektif Ali Syariati a. Masyarakat dan Dialektika Sejarah Salah satu pokok pikiran Syariati yang menarik untuk dicermati adalah corak filsafat sejarahnya dalam menafsirkan cerita-cerita al-Quran, kemudian merefleksikan secara sosiologis dalam relevansi zaman. Menurut Syariati, pada prinsipnya sejarah dialektis kehidupan umat manusia dimulai dan beranjak dari dua dimensi kontradiktif esensi penciptaan adam. Roh Ilahian sebagai symbol spirit kesucian yang selalu menuju kearah kutub kebaiakan, dan unsure tanah liat sebagai symbol kekotoran yang selalu menuju kearah kutub kebburukan. b. Massa: Simbol People Power s Syariati mengkonsepkan Islam sebagai mazhab pemikiran sosial yang menguasai massa (an-nas) sebagai basis (faktor yang mendasar dan sadar dalam menentukan sejarah dan masyarakat), bukan orang pilihan seperti pendapat Nietszche, bukan aristocrat dan bangsawan seperti yang di klain Plato, bukan tokoh-tokoh besar, bukan orang-orang yang berdarah murni, bukan para pendeta atau intelektual, tetapi massa. Dalam sosiologi, massa terdiri dari orang-orang yang keseluruhannya merupakan entitas tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan kelas yang ada di antara mereka atau sifat yang memisah-misahkannya.

BAB IV TARIK MENARIK ANTARA MARXISME DAN ISLAM A. Serangan Ali Syariati kepada Marxisme Syariati adalah ilmuan muslim yang sangat keras dalam mengkritik marxisme. Ia meraakan kekhawatiran besar terhadap kecenderungan kaum intelektual dan para aktivis gerakan politik yang banyak tergiring kepada front-front gerakan sekuler kiri. Dalam konteks sosial plitik Iran sebelum revolusi, ideologi marxisme berkembang pesat dan banyak diminati oleh kalangan intelektual, Syariati menyadari hal itu sebagai ancaman besar terhadap masyarakat Iran yang memeliki akar Budaya Islam.Syariati melihat bahwa ideologi marxisme telah mendapatkan pengaruh yang cukup luas dalam masyarakat Iran dalam bentuk gerakan perlawanan dan fron-front revolusioner. Syariati mengidentifikasi Marxisme sebagai doktrin yang memiliki beberapa karakteristik, diantaranya: Penolakan terhadap fenomena spiritual manusia yang bersifat non materi. Pembatasan teradap kebutuhan dan cita-cita ideal manusia pada kekuasaan dan pengagungnya terhadap kebutuhan ekonomi di atas seluruh kebutuhan manusia. Marxisme berpijak pada mesin-mesin yang dipandang sebagai faktor pembentuk kekuasaan dan pangsa ekonomi, pendewaan terhadap prinsip produksi serta mendudukkan mesin-mesin sebagai berhala peradaban modern.

Berdasarkan dari ketiga karakteristik di atas Syariati melontarkan analisis kritiknya terhadap berbagai aspek pemikiran Marxisme. Sudut pandang kritik Syariati teradap marxisme akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Kritik Syariati terhdap Materialisme Dialektis Tesis Syariati berusaha membuktikan kebenaran dialektika Materialisme, sebab Karl Marx meletakkan konstruksi pemikirannya pada filsafat Heraclitus, seorang filosof Yunani klasik yang menyatakan suatu premis, segala sesuatu ini dalam keadaan berubah (penta rei), tanpa satupun yang bisa memasuki alirannya lebih dari satu kali. Saat Karl Marx berbicara mengenai sistem kapitalis dan psikologi borjuisme, Syariati menilai bahwa Karl Marx tela menganalogikan nilai-nilai eksentensi manusia dengan benda, lalu mendorong manusia yang berada disisi moral menuju ke sisi inderawi. Dengan sudut pandang yang semata-mata materialistic tersebut, Syariati mengklaim bahwa Marx telah membangun masyarakat yang rusak dan meruntuhkan nilai-nilai moral sebagai sandaran utama. Marx dengan bangga menyebut ulang analisis ilmiah yang digunakan disini demi memelihara kehormatan manusia, yaitu menganggap manusia sebagaimana anggapan kaum materialis naturalis lainnya, sebagai sesuatu yang fiskal dan tetap, serta berubah mengikutu dialektika historis. Dengan adanya paradigma tersebut Marx memindahkan manusia dari alam fisik menuju sejarah. Akan tetapi, manusia dalam usaha peningkatan posisi tersebut tetap tidak menemukan kemuliaan esensial apapun. Sebagai alasannya, sejarah mengikuti pendapat Marx yang merupakan lanjutan gerakan fisik dan materi. Dengan begitu, dalam posisi kesejarahannya pun manusia akan kembali pada naturalisme aplikatif milik kaum naturalis, yang dikembalikan dengan meminjam tangan materialisme dialektis. Marxisme secara drogmatis membagi masyaarakat menjadi dua bagian: Infrastruktur

Ia memandang sistem produksi sebagai landasan infrastruktur yang mengambil bentuknya sejalan dengan kualitas mesin-mesin produksi

Suprastruktur

Merupakan ungkapan dari agama, moral, sastra, seni, psikologi, filsafat, pemikiranpemikiran, keyakinan-keyakinan, politik sosial, ekonomi, humanisme, dan eksistensialisme, yang semuanya di pandang sebagai keyakinan,yaitu produk dari mesin-mesin produksi. Dengan adanya prinsip a pori dan metode persepsi seperti itu, Syariati meyakini bawaa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara marxisme dengan kapitalisme, yaitu unsur penting pencetak barang-barang produksi (material) yang berupa mesinmesin produksi. Pada kesempatan tertentu Syariati cukup memuji Marxisme, karena Marxisme menyerang kapitalisme yang nyata-nyata bersifat destruktif dan mereduksi nilainilai Humanisme. Namun bagi Syariati apa yang dilakukan Marxisme hanyalah usaha menghapuskan kediktatoran kaum kapitalis untuk digantikan dengan keditaktoran baru oleh para proletar. 2. Kritik Syariati atas Penolakan Marxisme terhadap AgamaDalam critique of Hegel Philosopy of Right: Marx menganggap agama sebagai agen yang lebih aktif. Agama menurutnya lebih merupakan protes melawan penderitaan dari pada alat untuk menentramkannya. Agama, kata Marx, merupakan keluh kesah makhluk yang tertindas, hati dunia yang tak berjiwa.

Syariati menganggap pernyataan Marx tersebut di atas tentang agama sangat di pengaruhi oleh filsafat atheistiknya Feurbach. Feurbach memperkokoh gagasannya tentang keterasigan terhadap agama (the alien thng effect of religion) melalui kritiknya yaitu melakukan pembalikan kepada Kristus dengan Tuhan. Ia menyatakan bahwa Bapa (Tuhan) dilahirkan oleh sang anak (Kristus). Tuhan tdak memanifestasikan Kristus, melainkan Kristus yang memanifestasikan Tuhan. Tesis inilah yang di klaim menunjukkan bahwa manusia yang melahirkan hal-hal yang bersifat imajiner. Kristus adalah humanitas riil. Sedangkan roh kudus tidak lain adalah jiwa manusia itu sendiri yang gagal mengenai eksistensi ketuhanan dalam

dirinya sendiri, kemudian mempersonifikasikannya dalam bentuk makhluk metafisik. Pandangan inilah yang kemudian dirujuk oleh Karl Marx dalam mengkonstruksi gagasan atheistiknya. Menurut Syariati kenyataan tersebut menunjukkan bahwa Feurbach telah menjungkirbalikkan doktrin trinitas Kristiani, dengan membalik logika asal mula Tuhan, Bapa, dan Yesus. Ia membuktikan bahwa manusialah yang melahirkan tuhan, tuhan ada karena manusia berfikir keberadaannya. Dengan demikian keterasingan agama dalam istilah Feurbach adalah bentuk kekeliruan yang harus di cabut. Dengan di cabutnya fenomena tersebut, maka manusia akan kembali pada dirinya sendiri secara utuh dan menyadari dengan kesadaran zatnya bahwa dia adalah Tuhan bagi dirinya sendiri (homo-homonidei). B. Ideologi Komprehensif: Sebuah Benang Merah antara Islam dan Marxisme Islam dan Marxisme adalah dua ideologi yang komprehensif, artinya keduanya mencakup setiap dimensi kehidupan dan pemikiran manusia. Keduanya mempunyai identitas yang khas baik dalam dimensi kosmologi, organisasi sosial, filsafat sejarah, dan pandangan masa depan. Marxisme tidak saja menyodorkan sistem ekonomi atau politik, tetapi menelusuri pula dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik perorangan maupun masyarakat , dalam aspek materiil maupun spiritual, dengan wawasan eksistensialisme. Namun dalam semua bidang tersebut, kedua ideologi ini secara diametris bertentangan. Demikian pula hal dengan islam. Diantara agama-agama yang ada membatasi pada hubungan dengan tuhan atau penyucian jiwa semata, akan tetapi Islam sekaligus menyatakan dirinya sebagai aliran komprenhensif mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, dimulai dari pandangan filosofisnya tentang alam, hingga pada pedoman kehidupan individual. C. Ambiguitas Ali Syariati terhadap Marxisme Potret pemikiran Syariati sangatlah berdimensi banyak (multi facetted), sehingga bisa diinterpretasikan bermacam-macam, tergantung dari sudut pandang individu atau kelompok yang melihatnya. Meskipun pemikirannya bersifat multi di mensi dan,

karenanya juga, multi-interpretable, pengamat dapat melihat semacam pandangan dunia (weltanschauung) yang cukup konsisten dalam tulisan-tulisannya . hal yang demikian berimplikasi terhadap pandngannya terhadap ajaran Karl Marx juga sangat kompleks. Sebagian pengamat berpendapat, bahwa Syariatai memiliki hubungan cinta benci (love-hate relationship) dengan Marxisme. Namum Dabashi beralasan, bahwa pembacaan lebih cermat terhadap tulisannya akan menghilangkan keraguan bahwa kerangka utamaya, konsep-konsepsinya tentang sejarah, masyarakat, kelas, aparatur Negara, ekonomi, kebudayaan, dan program aksi politi, strateginya tentang propaganda revolusioner, semuanya dalam tradisi Marxis Klasik. Paradoks yang terlihat semata-mata dalam soal menerjemahkan cita-cita ke dalam strategi. Meskipun Syariati sangat ekstrim dalam menelanjangi gagasan Karl Marx, pada sisi yang lain ternyata secara di sadari atau tidak banyak meminjam logika dan konsep pemikiran Karl Marx dalam mengkonstruksi ide-idenya. Ia sendiri dalam karyanya Jabr-e tarikh berusaha menyelesaikan kontradiksi yang terliat dalam pandangannya tentang Marxisme dengan membagi kehidupan Marx, dan konsekuensi perkembangan Marxisme, kedalam tiga fase yang terpisah satu sama lain, diantaranya: Marx muda seorang filososis atheistik yang mengembangkan Materealisme

dialektis, menolak eksistensi Tuhan, jiwa dan kehidupan tulisannya bersama Engels seputar manusia yag tampak sekali keduanya berbicara tentang manusia sebagai satu hakikat yang mempunyai karakteristik moral dan nilai-nilai luhur serta abadi dan bahwasannya ia adalah makhluk yang berpikir, memiliki kebebasan memilih. Marx sang filosof membentuk substansi manusia menjadi Tuhan. Marx menyebut manusia sebagai Tuhan yang menampakkan diri di muka bumi dan berjalan dengan dua kaki. Marx dewasa, yang terutama merupakan seorang ilmuan sosial. Marx Tua, yang terutama merupakan politisi. Marx menjelma menjadi partai revolusioner. Marx adalah seorang pengamat sosial yang telah melangkah maju dalam tahap praktis, sehingga menduduki posisi sebagai pemimpin politk golongan proletar pada masanya, dan pendiri salah satu partai.

D. Elektisitas antara pemikiran Ali Syariati dan Marxisme Tarik menarik antara pemikiran Syariati antara kritiknya terhadap Marxisme di satu sisi, dengan mengadopsi logika berpikir Marxis di sisi yang lain, merupakan bukti bahwa dirinya tidak dapat menghindari dari pengaruh tidak langsung terhadap apa yang sesungguhnya dikritiknya. Dari sini tampak jelas karakteristiknya elektis dan bercampurnya beragam pemikiran yang pernah singgah dalam ruang otaknya. Syariati berkeyakinan bahwa pemerintahan kaum intelektual merupakan satu-satunya pilihan yang bisa diterima dan diperlukan setelah revolusi. Dengan kata lain Syariati mendukung suatu pemerintahan atau lebih dari itu, kediktatoran kaum intelektual. Tampaknya Syariati sangat dipengaruhi Marxisme, khususnya neo Marxisme Gurvitch. Di mana Marx digambarkan sebagai ilmuan sosial yang humanis dengan memperlakukan sejarah sebagai proses dialektik. Agama dianggap sebaga unsur utama dari kultur kerakyatan yang menyediakan bagi kaum tertindas, yaitu suatu alat ideologisuntuk berjuang melawan kaum penindas.

Referensi

Firdausi, M. Anwar.2010.Teologi Islam Kritis-Humanis.Malang: UIN-Maliki Press