S pek 023999_chapter2

28
14 BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Teori Produksi 2.1.1 Fungsi Produksi Produksi berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan) dipergunakan untuk menghasilkan produk-produk perusahaan (keluaran), namun konsep produksi dalam industri yang modern, kegiatan produksi lebih ditekankan kepada menciptakan nilai tambah terhadap suatu barang atau jasa. J. Sudarsono (1992:9). Begitu pula menurut James L.Pappas (1995:304) bahwa istilah produksi merujuk pada lebih sekedar transformasi fisik dari sumber daya, tetapi lebih melibatkan semua kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa, termasuk struktur organisasi yang dipergunakan untuk memaksimumkan produktivitas, serta pemerolehan sumber daya modal dan pengggunaan sumber daya yang efisien. Dengan demikian produksi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan dalam penciptaan nilai tambah dari input atau masukan untuk menghasilkan output berupa barang atau jasa, dengan sasaran menetapkan cara yang optimal dalam menggabungkan masukan untuk meminimumkan biaya, sehingga perusahaan tersebut mampu menciptakan kualitas produk yang lebih baik dan efisien yang lebih tinggi dalam proses produksinya. Secara skematis kegiatan produksi dapat disajikan pada gambar berikut ini:

Transcript of S pek 023999_chapter2

Page 1: S pek 023999_chapter2

14

BAB II

LANDASAN TEORITIS

2.1 Teori Produksi

2.1.1 Fungsi Produksi

Produksi berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya (masukan)

dipergunakan untuk menghasilkan produk-produk perusahaan (keluaran), namun

konsep produksi dalam industri yang modern, kegiatan produksi lebih ditekankan

kepada menciptakan nilai tambah terhadap suatu barang atau jasa. J. Sudarsono

(1992:9). Begitu pula menurut James L.Pappas (1995:304) bahwa istilah produksi

merujuk pada lebih sekedar transformasi fisik dari sumber daya, tetapi lebih

melibatkan semua kegiatan yang berkaitan dengan penyediaan barang dan jasa,

termasuk struktur organisasi yang dipergunakan untuk memaksimumkan

produktivitas, serta pemerolehan sumber daya modal dan pengggunaan sumber

daya yang efisien.

Dengan demikian produksi dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan dalam

penciptaan nilai tambah dari input atau masukan untuk menghasilkan output

berupa barang atau jasa, dengan sasaran menetapkan cara yang optimal dalam

menggabungkan masukan untuk meminimumkan biaya, sehingga perusahaan

tersebut mampu menciptakan kualitas produk yang lebih baik dan efisien yang

lebih tinggi dalam proses produksinya. Secara skematis kegiatan produksi dapat

disajikan pada gambar berikut ini:

Page 2: S pek 023999_chapter2

15

Gambar 2.1. Kegiatan Produksi

Sumber: J. Sudarsono,1992:9

Hubungan antara input dengan output yang dihasilkan dapat dicirikan

melalui fungsi produksi, secara sederhana fungsi produksi menyatakan keluaran

maksimum yang dapat dihasilkan dan sejumlah masukan tertentu dengan

teknologi. Hal ini sesuai dengan pendapat beberapa ahli ekonomi mengenai

fungsi produksi.

Richard A. Bilas (1990:114) menjelaskan bahwa “Fungsi produksi adalah

hubungan fisik antara input-input sumberdaya perusahaan dan outputnya yang

berupa barang dan jasa perunit waktu. Fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai:

A=f(a,b,c,…).”

James L.Pappas (1995:305) menyatakan bahwa :

“Fungsi produksi adalah sebuah pernyataan deskriptif yang mengkaitkan masukan dengan keluaran. Fungsi ini menyatakan keluaran maksimum yang dapat diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu atau alternatif lain, jumlah minimum masukan yang diperlukan untuk memproduksi satu tingkat keluaran tertentu, fungsi produksi ditetapkan oleh teknologi yang tersedia”. Sedangkan menurut Iskandar Putong (2005:203) menjelaskan bahwa : “Fungsi produksi adalah hubungan teknis yang antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output). Secara matematis hubungan teknis itu dapat ditulis Output = f (TK, M, T, S). Hubungan teknis yang dimaksud adalah bahwa produksi hanya bisa dilakukan dengan faktor produksi yang dimaksud. Bila faktor produksi tidak ada maka tidak ada juga produksi. Produksi yang dihasilkan tanpa penggunaan teknologi, modal, manusia disebut produksi alami, yaitu produksi yang dilakukan oleh proses alam, sedangkan produksi yang dilakukan dengan menggunakan modal, teknologi dan manusia disebut produksi rekayasa”.

Proses Pengubahan Pengolahan

Output Barang atau Jasa

Input Faktor-Faktor

Produksi

Page 3: S pek 023999_chapter2

16

Menurut William A.McEarchern (2001: 88) menjelaskan bahwa : “Fungsi Produksi menunjukkan jumlah maksimum barang atau jasa tertentu yang dapat diproduksi per periode waktu pada berbagai kombinasi sumber daya, atas dasar tingkat teknologi tertentu. Fungsi produksi dapat diungkapkan sebagai suatu persamaan, grafik atau tabel”. Pendapat tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Tati Suhartati

Joesron (2003 : 77) bahwa: “Fungsi produksi adalah hubungan teknis antara input dengan output. Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan dalam proses produksi (X1,X2,X3, …Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai berikut: Q = f (X1,X2,X3, …Xn).” Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa fungsi

produksi merupakan suatu hubungan antara penggunaan sejumlah input tertentu

untuk memaksimumkan jumlah output yang diharapkan dengan penggunaan

tingkat teknologi tertentu, yang dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan

matematis, grafik, tabel atau skedul.

Secara sederhana persamaan fungsi produksi dapat ditulis seperti

demikian Q = f(K,L), dimana input yang beraneka ragam diwakili oleh modal

sebagai (K) dan tenaga kerja (L), sedangkan Q adalah jumlah output yang

dihasilkan dari fungsi produksi.

Hubungan antar input yang mungkin dapat diungkapkan oleh fungsi

produksi antara lain:

a. Intensitas faktor produksi

Intensitas faktor produksi adalah kata lain dari input mana yang lebih dominan

daripada input lainnya dalam proses produksi, ini berkaitan dengan informasi

Page 4: S pek 023999_chapter2

17

mengenai proses produksi yang sedang berlangsung dan berkenaan untuk

kebijakan perusahaan atau kebijakan pemerintah.

b. Distribusi pendapatan antar input

Dengan intensitas faktor produksi mengisyaratkan distribusi pendapatannya

juga. Apabila proses produksi lebih bersifat padat modal maka sebagian besar

pendapatan dari perkembangan produksi akan dinikmati oleh pemilik modal

dan sebaliknya bila proses produksi bersifat padat tenaga kerja maka tenaga

kerja akan lebih banyak menikmati perkembangan pendapatan daripada

modal.

c. Subtitusi antar faktor produksi

Subtitusi antar faktor produksi merupakan kesediaan satu produksi untuk

digantikan dengan faktor produksi lainnya.

d. Elastisitas subtitusi

Elastisitas subtitusi menggambarkan seberapa mudah subtitusi antar faktor

produksi dapat dilakukan. Parameter ini sangat penting untuk diketahui karena

belum ada aturan yang jelas, apakah proses produksi yang cenderung padat

modal dapat dilakukan subtitusi antar faktor produksi dengan mudah, atau

sebaliknya justru proses produksi yang bersifat padat tenaga kerja yang lebih

mudah untuk dilakukan subtitusi antar faktor produksi.

Adapun analisis yang dapat dibangun dari hubungan antar input dengan output

antara lain sebagai berikut:

� Analisis Marginal Phisical Product (MPP)

Page 5: S pek 023999_chapter2

18

Marginal phisical product menunjukkan tambahan output sebagai akibat

bertambahnya satu satuan input. Dalam analisis ini akan dijabarkan

berlakunya hukum penambahan hasil yang semakin berkurang (Law of

deminishing return), yakni dengan bertambahnya input yang digunakan maka

marginal physical product suatu input semakin berkurang.. Dengan analisis

marginal physical product dapat menjelaskan tahapan yang ekonomis untuk

berproduksi dan tahapan yang seharusnya dihindari oleh produsen.

� Elastisitas Produksi

Elastisitas produksi menggambarkan persentase perubahan output sebagai

akibat persentase perubahan input. Perbandingan elastisitas produksi antar

input akan menjelaskan input mana yang lebih elastis dibandingkan dengan

input lainnya.

� Skala Hasil (Return to Scale)

Dalam jangka panjang , semua input menjadi variabel sehingga apabila input

berubah maka output akan ikut berubah pula. Sejauh mana output merespon

perubahan input dijelaskan dalam hasil atas skala (return to scale). Hasil atas

skala ini berhubungan dengan economic of scale, yakni pada increasing return

to scale maka economic to scale positif, sedangkan pada constant rerturn to

scale maka economic of scale sama dengan nol dan pada decreasing return to

scale, perusahaan tidak akan memperoleh economic of scale, bahkan economic

of scale akan negatif karena pertambahan output justru akan meningkatkan

biaya rata-rata dalam jangka panjang.

Page 6: S pek 023999_chapter2

19

� Kombinasi input yang menghasilkan output optimal

Kombinasi input yang harus digunakan dalam proses produksi agar dihasilkan

output optimal biasanya telah tertentu, sehingga kombinasi yang menyimpang

dari kombinasi ideal akan menyebabkan biaya lebih tinggi. Pada kombinasi

input yang menghasilkan output optimal berarti biaya variabel menunjukkan

angka terendah. Analisis ini penting untuk diketahui agar perusahaan

senantiasa dapat mempertahankan proses produksi pada posisi efisien.

2.1.2 Fungsi Produksi Cobb Douglas

Fungsi produksi Cobb Douglas banyak dipakai dalam penelitian, ini

disebabkan karena fungsi produksi ini memiliki kelebihan diantaranya:

penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan

fungsi yang lain yaitu lebih mudah diransfer dalam bentuk linear, hasil pendugaan

garis melalui fungsi produksi cobb douglas akan menghasilkan koefisien regresi

yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas, selanjutnya besarang elastisitas

tersebut dapat menunjukkan besaran return to scale.

Konsep fungsi produksi Cobb Douglas adalah suatu persamaan yang

melibatkan dua atau lebih variabel, yang satu disebut variabel dependent dan yang

lain disebut variabel independent. Hal ini sesuai dengan pendapat Soekartawi

(1990:159) yang menyatakan bahwa:

“Fungsi Cobb Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel yang satu disebut variabel dependent, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel independent yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi dari X”.

Page 7: S pek 023999_chapter2

20

Dengan menggunakan fungsi produksi Cobb Duglas dapat diketahui

besaran elastisitas skala produksi atau fase produksi dan dapat menganalisa

efisiensinya baik efisiensi fisik, harga maupun efisiensi ekonomis. Secara singkat

dapat dikatakan bahwa fungsi produksi Cobb Douglas dapat digunakan untuk

mengetahui skala produksi dalam proses produksi. Apakah produksi dalam

keadaan Constan Return to Scale (CRTS), Increasing Return To Scale (IRTS)

atau Decreasing Return To Scale (DRTS).

Increasing return to scale (IRTS), merupakan laju kenaikan hasil yang

semakin naik dari sebelumnya disebut efisiensi produksi skala menaik. Constant

return to scale (CRTS), yaitu kenaikan hasil yang sebanding atau tetap sama

dengan hasil yang sebelumnya, maka ini berarti efisiensi skala produksi tetap.

Decreasing Return to Scale (DRTS) merupakan kenaikan hasil produksi yang

menurun atau disebut skala produksi menurun.

Model matematis umum fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis

sebagai berikut:

Q = βα KAL

Keterangan :

Q = output produksi

A = intersep atau parameter efisiensi

K = input modal

L = input tenaga kerja

α = elastisitas input produksi tenaga kerja

β = elastisitas input produksi modal

Page 8: S pek 023999_chapter2

21

Cara memperoleh fungsi produksi Cobb douglas dapat diperoleh dengan

membuat linear persamaan, sehingga menjadi : Ln Q = Ln A + αLnK + βLnL + ε,

dengan meregres persamaan fungsi produksi Cobb Douglas tersebut maka secara

mudah akan diperoleh parameter efisiensi (A) dan elastisitas inputnya.

Fungsi Cobb Douglas dapat dinyatakan dalam hubungan Y dan X

persamaannya sebagai berikut:

Y = f(X1,X2,X3,…Xn)

Keterangan :

Y = jumlah produksi yang dihasilkan

Xi= faktor produksi yang digunakan (i = 1,2,3,…n)

Dari fungsi produksi Cobb Douglas dapat dilihat hasil berdasarkan skala,

jika perusahaan menambah input dua kali lebih banyak maka output yang

dihasilkan lebih dari dua kali sehingga berlaku increasing return to scale (IRTS),

yang artinya setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama akan

memberikan tambahan kepada produksi. Apabila keadaaan output meningkat

dengan proporsi lebih kecil maka berlaku decreasing return to scale (DRTS),

yang artinya setiap penambahan faktor produksi secara bersama-sama justru akan

menurunkan produksi, sedangkan jika output meningkat dengan proporsi yang

sama dengan input maka berlaku constant return to scale (CRTS), yang artinya

tambahan ke atas faktor-faktor produksi tidak memberikan dampak naik atau

turun terhadap produksi melainkan tetap.

Page 9: S pek 023999_chapter2

22

2.1.3 Fungsi Produksi Menggunakan Satu Input Variabel

Dalam produksi jangka pendek mengacu pada periode waktu produksi

dimana terdapat satu atau lebih input yang bersifat tetap, apabila input modal (K)

dianggap konstan dalam jangka pendek maka fungsi produksinya menjadi:

Q = f (L)

Dimana

Q = output (fungsi dari perubahan L dan pemakaian K tetap)

L = tenaga kerja (input variabel)

Dari fungsi produksi dengan satu input variabel di atas, maka kita dapat

melakukan analisis produk total (TP) atau output (Q), Average Physical Product

of Labor (APL) dan Marginal Physical Product of Labor (MPL) .

Adapun Average Physical Product of labor (APL) atau produk rata-rata

dari tenaga kerja dimana secara matematis bersarnya APL ini merupakan hasil

dari produk total (output) dibagi dengan banyaknya penggunaan tenaga kerja

(APL = Q/L) sedangkan Marginal Physical Product of Labor (MPL) atau produk

marjinal dari tenaga kerja ditentukan oleh perubahan total produk (TP) per unit

perubahan jumlah tenaga kerja yang digunakan. (MPL = dQ/dL), Tati Suhartati

(2003 : 78). Perubahan output karena perubahan input L umumnya menunjukkan

produk marjinal dengan pola menaik lalu menurun atau dikenal sebagai hukum

hasil marginal yang menurun (law of deminishing marginal return). William

A.McEarchern (2001:69) menyatakan bahwa law of deminishing marginal return

terjadi bila tambahan jumlah sumber daya variabel digabungkan dengan sejumlah

tertentu sumber daya tetap, maka akan tercapai titik yang menunjukkan bahwa

Page 10: S pek 023999_chapter2

23

tambahan unit sumber daya variabel menghasilkan produk marjinal yang semakin

kecil.

Hubungan antara produk total (Q), produk rata–rata dari tenaga kerja

(APL) dan produk marjinal dari tenaga kerja (MPL) dapat dilihat dari gambar

fungsi produksi.

Gambar 2.2. Fungsi Produksi Satu Input Variabel

Sumber : Salvatore dalam buku (Tati Suhartati Joesron, 2003:80)

Melalui gambar di atas kita dapat membuat kesimpulan berkaitan dengan

produksi jangka pendek antara lain:

a. Tahapan pertama dimulai dari tenaga kerja (L) = 0 sampai MPL = APL, atau

dari L = 0 sampai APL maksimum. Keadaan ini menunjukkan nilai elastisitas

produksi > 1 (elastis). Pada tahap I ini produksi total mengalami pertambahan

yang semakin cepat, dan juga mempunyai ciri APL menaik pula, sehingga

produk total harus menaik (output per unit semakin naik).

Ep=1 MPL

APL

Ep >1 Ep < 1

TP

L

Q

I III II

Page 11: S pek 023999_chapter2

24

b. Tahapan kedua dimulai dari MPL = APL atau APL maksimum sampai dengan

MPL = 0, keadaan ini menunjukkan nilai elastisitas produksi <1 (inelastis),

Namun pada saat MPL = APL maka elastisitas produksi = 1, dimana pada

tahapan MPL = APL inilah yang merupakan tahapan yang ideal bagi

perusahaan untuk berproduksi. Sedangkan pada saat APL maksimum sampai

pada saat MPL = 0, pada kondisi ini merupakan tahapan yang rasional untuk

berproduksi.

c. Tahapan ketiga dimulai dari MPL = 0 atau MPL negatif. Keadaan ini

menunjukkan elastisitas produksi negatif, pada tahap ini tidak menguntungkan

lagi bagi produsen karena dengan bertambahnya penggunaan jumlah tenaga

kerja (L) dalam proses produksi justru akan menurunkan output dapat dilihat

kurva produksi total (TP) yang semakin menurun, dalam tahap ini akan terjadi

kecenderungan pengangguran tersembunyi.

d. Adapun terjadinya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang (the law

of deminishing return) dimulai dari MPL maksimum. Pada kondisi ini,

bertambahnya tenaga kerja tidak menaikkan produktivitas marjinal karena

tenaga kerja yang dipakai “terlalu banyak’ sehingga mereka akan bekerja

“berebut” dan produksi marjinal justru akan turun, kemudian menjadi nol dan

akhirnya negatif. Salvatore (dalam Tati Suhartati Joesron ,2003:81)

2.1.4 Produksi Menggunakan Dua Input Variabel

Sebuah perusahaan yang akan melakukan proses produksi dapat mengubah

output yang dihasilkan dengan mengubah-ubah input produksi yang

dipergunakannya dalam jangka waktu tertentu. Output dapat diubah juga dengan

Page 12: S pek 023999_chapter2

25

mengubah-ubah kuantitas dari salah satu sumberdaya yang dipergunakan dan

mempertahankan sumberdaya lainnya (tetap). Jika suatu proses produksi

menggunakan lebih dari satu input variabel, maka diperlukan suatu alat untuk

menemukan kombinasi yang secara ekonomis paling efisien dalam penggunaan

input untuk tingkat output tertentu. Dalam hal ini dapat digunakan kurva isoquant

(kurva produksi sama) dan garis isocost (garis biaya sama)

A. Kurva Isoquant

Dalam menunjukkan antara gabungan berbagai input untuk menghasilkan

output dengan jumlah yang sama dapat dilihat pada kurva isoquant, hal ini

sejalan dengan berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli:

Menurut William A. McEachern (2001:89), bahwa isoquant diartikan

sebagai “kurva yang menunjukkan kombinasi efisien secara teknologi dari dua

sumber daya, seperti tenaga kerja dan kapital, yang menghasilkan tingkat output

tertentu”.

Kurva isoquant menurut Richard A. Billas (1990:115) adalah “kurva yang

menunjukkan kombinasi yang berbeda-beda dari sumberdaya yang dapat

dipergunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk yang sama

jumlahnya”.

Definisi di atas sejalan dengan definisi Kurva isoquant menurut Tati

Suhartati Joesron (2003:83) adalah “kurva yang menunjukkan kombinasi input

yang dipakai dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam

jumlah yang sama “.

Page 13: S pek 023999_chapter2

26

Untuk lebih jelasnya kurva isoquant dapat dilihat melalui gambar berikut

ini:

Gambar 2.3.

Kurva Isoquant Sumber : Tati Suhartati Joesron, 2003:83

Dari gambar di atas menjelaskan bahwa kurva isoquant memiliki ciri-ciri

yaitu, turun dari kiri atas ke kanan bawah, sehingga mempunyai slope negatif,

cembung ke arah titik origin, isoquant tidak saling berpotongan, isoquant yang

semakin jauh dari titik origin mencerminkan tingkat output yang semakin tinggi,

artinya perubahan produksi digambarkan dengan pergeseran isoquant. Adapun

titik T menggambarkan penggunaan input yang demikian banyak sehingga

menciptakan output yang tak terhingga.

Slope isoquant dikenal sebagai Marginal Rate Technical Subtitution

(MRTS) yang menunjukkan cara teknis berapa K (modal) dan L (tenaga kerja)

dapat saling diubah untuk menghasilkan output yang sama. Dengan demikian

MRTS dapat dituliskan sebagai berikut:

1;. K

K

QL

Q

L

KMRTS ∆

∆∆∆∆

∆∆= > 32 KK ∆>∆

MRTS =MPK

MPL

L1 L2

K2

K1

L (tenaga kerja)

K (modal) T

Page 14: S pek 023999_chapter2

27

Dimana:

K = modal

L = tenaga kerja

MP = produk marjinal

MRTS = tingkat subtitusi teknik marjinal

B. Kurva Isocost

Jika perusahaan berencana untuk menghemat dan memaksimumkan

keuntungan, perusahaan harus meminimumkan ongkos produksi. Untuk membuat

analisa mengenai peminimuman ongkos produksi perlulah dibuat garis ongkos

sama (Isocost Line). Menurut Sadono Sukirno (2003:199) garis isocost adalah

“Garis yang menggambarkan gabungan faktor-faktor produksi yang dapat

diperoleh dengan menggunakan sejumlah pengeluaran tertentu”. Sedangkan

pendapat dari Paul A McEachern (2003.92) menjelaskan definisi garis isocost

menunjukkan semua kombinasi kapital dan tenaga kerja (sebagai input) yang

dapat digunakan perusahaan pada tingkat biaya total tertentu.

Adapun pendapat mengenai Isocost dikemukakan juga oleh Tati Suhartati

Joesron (2003:87) sebagai kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara

dua input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang

sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar 2.4 tentang kurva isocost di

bawah ini:

Page 15: S pek 023999_chapter2

28

Gambar 2.4. Kurva Isocost

Sumber : Tati Suhartati Joesron (2003:87) C. Hubungan antara Kurva Isoquant dan Isocost

Dengan menggunakan pendekatan kurva isoquant (kurva yang

menggambarkan produksi yang sama) dan garis isocost (garis yang

menggambarkan anggaran yang sama), dapat diketahui suatu kondisi yang

merupakan pilihan produsen, yaitu suatu kondisi optimum dari produksi atau

dinamakan juga dengan keseimbangan produsen. Menurut William Mc. Earchern

(2001:93), “kurva keseimbangan produsen merupakan kurva yang menunjukkan

titik persinggungan antara garis isocost dan isoquant, menunjukkan biaya

minimum yang diperlukan perusahaan untuk berproduksi pada tingkat output

yang telah ditetapkan”. Sedangkan menurut Iskandar Putong (2005:214) kurva

keseimbangan produsen diartikan sebagai persinggungan antar slope dari Isoquant

dan Isocost, itulah tempat di mana produksi dan biaya yang paling optimum.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan kalau keseimbangan produsen

yaitu pada saat produsen berada pada keseimbangan bila memaksimumkan

outputnya dengan pengeluaran total tertentu atau dengan mengeluarkan biaya

L! L2

K2

K1

Isocost

L

K

Page 16: S pek 023999_chapter2

29

yang minimum untuk menghasilkan output tertentu. Dalam hal ini, perusahaan

dapat meminimumkan biaya produksi untuk menghasilkan sejumlah output

tertentu dengan memilih kombinasi input dimana slope dari isoquant sama dengan

slope isocost.

Gambar 2.5. Keseimbangan Produsen

Sumber : Iskandar Putong (2005:213)

Kondisi keseimbangan produsen pada kombinasi dua faktor produksi yaitu

modal (M) dan tenaga kerja (TK) pada gambar di atas terjadi pada titik x, dimana

slope isoquant adalah MPM

MPL=MRTS, bersinggungan dengan slope isocost

adalah PM

PL. Pada titik X ini merupakan kondisi di mana total biaya yang ada pas

untuk mendanai faktor produksi untuk menghasilkan barang sebanyak Q, yang

merupakan titik optimum dari produksi. disebut juga sebagai Least Combinasi

Production (LCC).

Persamaan keseimbangan produsen adalah sebagai berikut:

PM

PL

MPM

MPL = ↔ MRTS = PM

PL ↔

PM

MPM

PL

MPL =

TK

M

x

z y

Least Cost Combination

Isoquant

Isocost

Page 17: S pek 023999_chapter2

30

Sedangkan pada titik y, total biaya yang disediakan lebih kecil dari

kebutuhan untuk mendanai faktor produksi. Adapun di titik z, membutuhkan dana

yang lebih besar untuk menggunakan faktor produksi tersebut, padahal jumlah

produksi yang dihasilkan di titik X maupun Z sama saja. Jadi selain di titik X

slope kedua fungsi tersebut tidak sama sehingga total biaya yang digunakan untuk

mendanai produksi dengan menggunakan dua faktor produksi sesuai dengan

peruntukan, tidak mencapai kondisi optimum.

Titik keseimbangan merupakan titik yang terbaik bagi produsen atau titik

pada tingkat produksi yang memberikan keuntungan yang paling besar dengan

biaya yang paling kecil. Maksudnya keuntungan dalam penggunaan kombinasi

dari kedua faktor produksi tersebut. Dalam keadaan ini produsen tidak ada

dorongan untuk merubah posisi produksinya maupun penggunaan kombinasi

faktor-faktor produksi tersebut. Maka titik “X” ini disebut titik keseimbangan

produksen atau “Equilibrium Producen” atau “Least Cost Combination” (LCC).

Pada konsep keseimbangan produsen dapat dikembangkan suatu konsep

yang berlaku umum. Jika suatu fungsi produksi menggunakan n input misal X1,

X2, …Xn serta harga dari masing-masing input misal PX1, PX2, …PXn, maka

keseimbangan produsen yang meminimumkan biaya produksi total produksi

tercapai jika memenuhi kondisi sebagai berikut:

1. Kombinasi penggunaan input optimum:

MPX1 / PX1 = MPX2 / PX2 =….= MPXn /PXn

2. Biaya total produksi minimum:

C = Px1X1 + Px2X2 +… PxnXn

Page 18: S pek 023999_chapter2

31

Apabila kondisi keseimbangan produsen yang menggunakan n jenis input

tidak tercapai maka perusahaan harus memperhatikan jenis input mana yang harus

dikurangi agar meningkatkan nilai produk marjinal dari input, serta jenis input apa

yang harus ditambah agar menurunkan nilai produk marjinal dari input tersebut.

2.2 Efisiensi Usaha

Dalam setiap kegiatan produksi, untuk memperoleh produksi yang

maksimal perlu upaya-upaya penggunaan faktor produksi yang efisien. Semakin

efisien penggunaan faktor produksi, maka akan semakin banyak hasil produksi

sampai mencapai tingkat maksimal. Namun masalah pokok dalam ekonomi

adalah adanya kelangkaan (scarcity), karena sumberdaya yang tersedia bagi

masyarakat terbatas, sedangkan keinginan masyarakat relatif tidak terbatas.

Begitupun permasalahan dalam masyarakat, sumber daya secara keseluruhan

(tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam) terbatas jumlahnya jika dibandingkan

dengan keinginan masyarakat pada umumnya.

Mengingat faktor produksi atau sumberdaya yang lebih sedikit bila

dibandingkan dengan keinginan masyarakat, maka berbagai usaha dilakukan

untuk dapat mengoptimalkan penggunaan faktor-faktor produksi yang langka

tersebut. Usaha yang dilakukan yaitu melalui penggunaan sumberdaya yang

langka secara optimal, dengan penggunaan sumberdaya yang efisien. Untuk itu

produsen (pengusaha industri pakaian jadi) berusaha menghindari adanya

pemborosan atau inefisiensi. Maka untuk menghasilkan produksi atau output tentu

saja diperlukan pemasukan atau input.

Page 19: S pek 023999_chapter2

32

Besar kecilnya input yang diperlukan untuk menghasilkan produk tertentu

akan menentukan keadaan efisiensi proses produksi. Tentunya ini mengandung

maksud dengan pendayagunaan faktor-faktor produksi dengan biaya minimal

untuk dapat menghasilkan produksi pakaian jadi yang baik kualitas dan

kuantitasnya. Maka efisiensi mengandung pengertian penghematan terhadap biaya

sumber-sumber daya yang digunakan dalam suatu aktivitas. Jadi efisiensi usaha

terkait dengan adanya biaya produksi dengan nilai keuntungan yang dicapai dari

penggunaan faktor produksi atau input tertentu.

Didalam teori Ekonomi Mikro, pengertian efisiensi ini digolongkan

menjadi tiga macam, yaitu efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi.

Soekartawi (1990:49) menjelaskan bahwa:

“Suatu penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara teknik (efisiensi teknik) kalau faktor produksi yang dipakai menghasilkan produk maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif kalau nilai dari produk marjinal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan dikatakan efisien ekonomis kalau usaha tersebut mencapai efisiensi teknik sekaligus juga efisiensi harga”. Dalam proses produksi, efisiensi dapat diketahui dengan elastisitas

produksinya. Menurut Mubyarto (1989:68) elastisitas produksi adalah persentase

hasil produksi total dibagi dengan persentase perubahan faktor produksinya,

sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

Y

Xx

dX

dYatau

XdX

YdYEp

/

/= atau AP

MP

Dimana :

Ep adalah elastisitas produksi

Y adalah hasil produksi (output)

Page 20: S pek 023999_chapter2

33

X adalah faktor produksi

dX

dY= MP (produk marjinal) dan

Y

X= AP (produk rata-rata)

Tingkat efisiensi teknis dalam penggunaan faktor produksi terpenuhi pada

saat Ep = 1 atau MP = AP, karena produksi dianggap sudah mapan, karena bila

dengan tambahan 1 faktor input hanya akan memberikan tambahan 1 produk

dalam produksi. Selanjutnya apabila Ep > 1 atau pada saat MP > AP, pengusaha

memiliki kesempatan untuk mengatur kembali kombinasi penggunaan faktor-

faktor produksi agar dapat menghasilkan produk total yang lebih besar, karena

untuk setiap penambahan 1 faktor input akan memberikan tambahan lebih dari 1

jumlah produksi. Sedangkan pada saat Ep < 1 atau MP < AP maka untuk

penambahan 1 faktor input justru akan menambah produksi kurang dari 1. Artinya

pada kondisi Ep < 1 input yang digunakan lebih banyak daripada yang dibutuhkan

untuk menjalankan usaha.

Elastisitas produksi (Ep) dalam fungsi produksi Cobb Douglas ditunjukkan

oleh besaran koefisien pangkat (bi) dan dapat menggambarkan fase kenaikan

hasil produksi return to scale dari suatu usaha apakah increasing return to scale,

constant return to scale atau decreasing return to scale. Tiga kemungkinan return

to scale dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Decreasing return to scale, bila Σ bi < 1, pada kondisi ini proporsi

penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

2. Constant return to scale, bila Σ bi = 1, pada kondisi ini penambahan input

produksi akan proporsional dengan penambahan produksi.

Page 21: S pek 023999_chapter2

34

3. Increasing return to scale, bila Σ bi > 1, pada kondisi ini proposrsi

penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang

proporsinya lebih besar.

Jika dalam efisiensi teknis dimasukkan unsur harga maka model

analisinya akan berubah menjadi efisiensi harga atau efisiensi alokatif. Menurut

Soekartawi (1990:48), nilai efisiensi harga dapat diketahui jika nilai dari produk

marjinal (NPM) sama dengan harga faktor produksi (Px) yang bersangkutan

(NPM = Px = 1) dengan syarat:

• Jika NPM/Px = 1, berarti penggunaan input mencapai titik optimum.

• Jika NPM/Px > 1, berarti penggunaan input belum mencapai titik optimum

sehingga penggunaan input perlu ditambah.

• Jika NPM/Px < 1, berarti penggunaan input telah melewati titik optimum

sehingga penggunaan input harus dikurangi.

Melalui penggabungan antara efisiensi teknis dan efisiensi harga maka

dapat diketahui efisiensi ekonominya. Soekartawi (1990:48) menyatakan bahwa “

efisiensi ekonomi merupakan perkalian antara efisiensi harga dan efisiensi

teknis”.

Efiensi teknis merupakan besaran yang menunjukkan perbandingan antara

produksi yang sebenarnya dengan produksi maksimal dan efisiensi harga adalah

besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya

dengan keuntungan maksimal.

Page 22: S pek 023999_chapter2

35

Berikut ini persamaan efisiensi ekonomi:

Hrxn

HryHsPPxn

Hrx

HryHsPPx

Hrx

HryHsPPx

Hrx

HryHsPPx==== ...

3

3

2

2

1

1

dimana:

Hry = harga output produksi

1HsPPx… HsPPxn = tambahan hasil fisik dari X1…Xn

1Hrx … Hrxn = harga faktor produksi dari X1…Xn

Rumus tersebut dapat disederhanakan menjadi:

1....2

2

1

1 ====n

n

Px

MVPx

Px

MVPx

Px

MVPx

keterangan:

MVP = nilai produk marjinal

P = harga faktor produksi

X1…Xn = faktor produksi

Tingkat efisiensi ekonomis pengunaan faktor produksi dicapai pada saat

1MVPx = 1Px , yaitu pada saat Marjinal Value Product dari X (MVPx) sama

dengan harga dari faktor X (Px) atau dapat pula dirumuskan MVPXi/Pxi=1.

2.3 Skala Hasil Produksi

Skala hasil produksi dapat dilihat melalui :

2.3.1 Elastisitas Produksi

Skala hasil melakui elastisitas produksi ditunjukan melalui besaran (Ep),

adapun kondisi skala hasilnya adalah :

Page 23: S pek 023999_chapter2

36

• Ep < 1, jika elastisitas produksi kurang dari satu maka terjadi kondisi

decreasing return to scale artinya input yang digunakan lebih banyak daripada

yang dibutuhkan.

• Ep = 1, jika elastisitas produksi sama dengan satu maka terjadi kondisi

constant return to scale artinya produksi dianggap sudah mapan karena

penambahan input proporsional dengan penambahan produksi.

• Ep > 1, jika elastisitas produksi kurang dari satu maka terjadi kondisi

increasing return to scale artinya pada keadaan ini pengusaha memiliki

kesempatan untuk mengatur kembali penggunaan faktor-faktor produksi agar

menghasilkan produk total yang lebih besar.

2.3.2 Koefisien pangkat (bi) dalam fungsi produksi Cobb Douglas

Skala Hasil dalam fungsi produksi Cobb Douglas ditunjukkan oleh

besaran koefisien pangkat (bi) dan dapat menggambarkan fase kenaikan hasil

produksi return to scale dari suatu usaha apakah increasing return to scale,

constant return to scale atau decreasing return to scale. Tiga kemungkinan return

to scale dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Decreasing return to scale, bila Σ bi < 1, pada kondisi ini proporsi

penambahan masukan produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

2. Constant return to scale, bila Σ bi = 1, pada kondisi ini penambahan input

produksi akan proporsional dengan penambahan produksi.

3. Increasing return to scale, bila Σ bi > 1, pada kondisi ini proporsi

penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang

proporsinya lebih besar.

Page 24: S pek 023999_chapter2

37

2.4 Fungsi Produksi Industri Pakaian Jadi

Dalam usaha industri pakaian jadi, terjadi proses aktifitas langsung dari

sumber daya atau faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan output

(hasil produksi). Hasil yang akan diterima oleh perusahaan dinamakan pendapatan

dan biaya yang dikeluarkannya disebut biaya produksi. Oleh karena itu dalam

kegiatan produksi usaha industri pakaian jadi terdapat hubungan antara input dan

output yang dihasilkan, maka secara matematis ditunjukkan dengan sebuah fungsi

produksi sebagai berikut:

Q = ubbbb eXXXXA ..... 44

33

22

11

Dimana

Q = Output Pakaian Jadi

A = Parameter efisiensi/koefisien teknologi

bi = Elastisitas faktor produksi

X1 = Bahan baku

X2 = Bahan Bakar Solar

X3 = Listrik

X4 = Tenaga Kerja

u = error/kesalahan

Fungsi produksi Cobb Douglas dapat diperoleh dengan membuat linear

persamaan menjadi:

Ln Q = ueXbXbXbXLnbA +++++ 4321 ln4ln3ln2.1ln

Page 25: S pek 023999_chapter2

38

2.4.1 Faktor–Faktor Produksi Industri Pakaian Jadi

Di dalam kegiatan usaha industri pakaian jadi, produsen selalu berusaha

untuk memadukan faktor produksi (input) agar mencapai kondisi yang optimum.

Hal ini berkaitan dengan tindakan dalam pengambilan keputusan untuk

menentukan berapa besar produksi yang diharapkan serta dalam kondisi yang

bagaimana faktor-faktor produksi yang digunakan. Berikut ini faktor produksi

yang digunakan pada industri pakaian jadi meliputi bahan baku, bahan bakar

solar, listrik, tenaga kerja. Jadi model fungsi produksi industri pakaian jadi adalah

sebagai berikut:

Y = f (bahan baku, bahan bakar solar, listrik, tenaga kerja)

Untuk memperjelas faktor-faktor produksi industri pakaian jadi (bahan

baku, bahan bakar solar, listrik dan tenaga kerja) akan diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor Produksi Bahan Baku

Bahan baku dalam suatu industri merupakan bahan dasar yang digunakan

dalam proses produksi, keberadaan bahan baku ini sangat mempengaruhi

kelangsungan produksi. Karena bahan baku merupakan salah satu unsur yang

paling aktif dalam aktifitas produksi yang merupakan mata rantai dalam proses

produksi. Bahan baku adalah bahan utama atau bahan dasar dalam rangka

membuat suatu produk. Biasanya sumber bahan baku diperoleh dari alam secara

langsung. Tetapi pengertian bahan baku disini ditekankan pada bahan yang secara

fisik langsung berhubungan dengan produksi.

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Kwik Kian Gie (1995:24)

menyatakan bahwa : “tidak tersedianya bahan baku bagi industri, akan

Page 26: S pek 023999_chapter2

39

menyebabkan terhentinya proses produksi dari industri tersebut. Dengan kata lain

bahan baku merupakan suatu keharusan dalam setiap proses produksi yang

menentukan kelangsungan hidup industri tersebut”.

2. Faktor Produksi Bahan Bakar Solar

Kwik Kian Gie (1995:25) menyatakan : “bahwa bahan bakar merupakan

sarana bahan pelengkap yang tidak bisa ditinggalkan”. Pemakaian Bahan bakar

solar pada sebuah industri pakaian jadi dapat digunakan untuk membangkitkan

mesin diesel generator listrik buatan. Ini berfungsi sebagai cadangan apabila lisrik

dari pusat mati atau terdapat gangguan. Namun dapat pula digunakan secara

bersamaan dalam membantu kelancaran produksi agar lebih efisien.

Bahan bakar solar menjadi alternatif yang banyak dipilih dan digunakan

untuk industri karena notabene harganya yang relatif lebih murah dibandingkan

dengan harga BBM yang lain (harian Kompas, 22 November 2001).

3. Faktor Produksi Listrik

Listrik merupakan salah satu bentuk energi yang sangat diperlukan untuk

menunjang kelancaran dalam kegiatan proses produksi dalam sebuah dunia usaha.

Namun keberadaan energi listrik ini sangat terbatas, karena hampir semua sektor

menggunakan listrik sehingga mempengaruhi penyediaan produksi listrik bagi

industri. Seperti yang diungkapkan oleh Musselman dan Jackson (1993: 259)

bahwa :

“Produksi sumber daya energi adalah sangat penting baik untuk pertanian maupun pabrikase, tidak dapat diselenggarakan tanpa energi. Seperti komoditi lainnya energi harus diproduksi, didistribusikan dan dikelola. Dan seperti komoditi lainnya energi biasanya tidak tersedia dalam jumlah yang tepat, pada waktu dan dimana energi itu dibutuhkan”.

Page 27: S pek 023999_chapter2

40

Jadi jelas bahwa peranan listrik sangat penting bagi kelangsungan

produksi dalam sebuah industri, penggunaan listrik pada industri pakaian jadi

digunakan untuk membangkitkan mesin-mesin produksi. Dengan adanya

keterhambatan dalam penyediaan listrik bagi industri, akan berakibat buruk bagi

keberlangsungan kegiatan proses produksi bagi industri.

4. Faktor Produksi Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja merupakan unsur yang penting dalam

kegiatan memproduksi, karena salah satu kunci keberhasilan usaha bergantung

pada faktor sumber daya manusia disamping faktor sumber daya alam. Dengan

adanya sumber daya manusia yang handal sebagai tenaga kerja dapat

memperbaiki produktivitas total faktor produksi dalam suatu kegiatan produksi

sehingga tujuan usaha bisa tercapai.

Dalam ilmu ekonomi, tenaga kerja sering diartikan sebagai upaya manusia

untuk melakukan usaha atau kegiatan. Di dalam usaha industri pakaian jadi tenaga

kerja diperlukan untuk menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi dalam

rangka menghasilkan barang-barang yang berasal dari bahan mentah.

Tenaga kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja langsung atau disebut

tenaga kerja produksi merupakan tenaga kerja yang langsung ditempatkan dan

didayagunakan dalam menangani kegiatan-kegiatan proses produksi dan tenaga

kerja tidak langsung meliputi tenaga kerja yang tidak langsung diterjunkan dalam

kegiatan produksi. Adapun pembayaran kepada tenaga kerja dapat berupa gaji

maupun upah.

Page 28: S pek 023999_chapter2

41

Tenaga kerja dalam bidang industri pakaian jadi merupakan faktor

produksi yang meliputi teknik produksi atau teknologi yang didalamnya termasuk

organisasi manajemen. Faktor produksi tenaga kerja ini yang memegang jalannya

proses produksi, jadi sangat jelas sekali bahwa tenaga kerja merupakan unsur

yang penting dalam kegiatan produksi, Sebagaimana pendapat Mubyarto

(1989:33) bahwa ‘ Tenaga kerja mempunyai peranan dalam melakukan proses

produksi”.

Atas dasar pendapat tersebut, dapat diartikan bahwa maju mundurnya

suatu proses produksi (usaha industri pakaian jadi) banyak tergantung pada tenaga

kerja. Dengan kata lain jumlah output yang dihasilkan dari proses produksi

ditentukan oleh tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja terdiri dari dua unsur

yaitu kualitas dan kuantitas. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan dapat dipenuhi

oleh tenaga kerja keluarga yang tersedia maupun dari luar keluarga. Sedangkan

kualitas yang mencerminkan produktivitas tenaga kerja tergantung dari

keterampilan, kondisi fisik, pengalaman dan latihan.

Didalam setiap usaha industri pakaian jadi yang akan dilaksanakan pasti

memerlukan tenaga kerja. Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor

produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi. Skala

usaha akan mempengaruhi besar kecinya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan

dan menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan dengan catatan bahwa

usaha industri pakaian jadi tersebut tidak mengunakan teknologi yang lebih maju.