RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...

12
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086 Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 311 RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN ABSTRAK RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang izin baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi sampai dekomisioning instalasi nuklir termasuk PLTN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada setiap tahapan perizinan instalasi nuklir. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan sebagai dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan pada setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN baik pada kondisi normal maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu BAPETEN sebagai Badan Pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup yang memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia penting untuk memperhatikan data rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan studi kasus Muntok, Kab. Bangka barat yang berguna untuk menggambarkan status dan kondisi lingkungan pada calon tapak PLTN dimasa mendatang. ABSTACT THE ENVIROMENTAL BASELINE OF FUTURE NUCLEAR POWER PLAT SITING ON CASE STUDIES OF MUNTOK, WEST BANGKA. Based on Government Regulation Number 43 Year 2006 on Nuclear Reactor Licensing stated that the technical requirements to be met by either licences at the stage of siting, construction, commissioning, operation to decommissioning of nuclear installations including Nuclear Power Plants (NPP) are the results of the site studies and environmental monitoring programs at each stage of the installation nuclear permiting. One of the environmental components that are used as environmental monitoring program is the environment baseline data. Environmental baseline data on the siting stage can be used as a basis to control and verify all the activities that may impact on the environment resulting from activities at each stage of development and operation of Nuclear Power Plants (NPP) either under normal conditions and accident conditions. Therefore BAPETEN as Regulatory Body which has the aim to guarantee the safety of workers, communities and the protection of the environment that has several monitoring tools in order to anticipate the development of nuclear power plant (NPP) in Indonesia is important to pay attention to the environment baseline data at potensially site of nuclear plants. In this paper described some of environment baseline data study case on Muntok, Bangka west that is useful to describe the environmental status and conditions on the prospective future nuclear power plant (NPP) siting. LATAR BELAKANG Undang-undang nomor 30 tahun 2007 tentang energi memasukkan nuklir sebagai sumber energi nasional dalam kelompok energi baru dan terbarukan. Undang- undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia. Terkait dengan rencana tersebut di atas, BAPETEN sebagai badan pengawas yang memiliki tujuan untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia salah satunya adalah pemantauan rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah 43 tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin dari BAPETEN adalah hasil studi tapak dan program pemantauan lingkungan pada tapak dan pada instalasi PLTN baik pada tahap tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan dekomisioning. Salah satu komponen lingkungan yang digunakan dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam mengendalikan dan memverifikasi seluruh

Transcript of RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File...

Page 1: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

311

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN

STUDI KASUS MUNTOK, KAB. BANGKA BARAT

Lilin Indrayani Direktorat Inspeksi Instalasi dan Bahan Nuklir -BAPETEN

ABSTRAK

RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI KASUS MUNTOK, KAB.

BANGKA BARAT. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor

Nuklir menyatakan bahwa persyaratan teknis yang harus dipenuhi oleh pemegang izin baik pada tahap tapak,

konstruksi, komisioning, operasi sampai dekomisioning instalasi nuklir termasuk PLTN adalah hasil studi

tapak dan program pemantauan lingkungan pada setiap tahapan perizinan instalasi nuklir. Salah satu

komponen lingkungan yang digunakan sebagai dasar dalam program pemantauan lingkungan adalah data

rona awal lingkungan. Data rona awal lingkungan pada tahap tapak dapat dipergunakan sebagai dasar dalam

mengendalikan dan memverifikasi seluruh aktivitas yang kemungkinan berdampak terhadap lingkungan

akibat adanya kegiatan pada setiap tahapan pembangunan dan pengoperasian PLTN baik pada kondisi normal

maupun kondisi kecelakaan. Oleh karena itu BAPETEN sebagai Badan Pengawas yang memiliki tujuan

untuk menjamin keselamatan pekerja, masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup yang

memiliki beberapa perangkat pengawasan dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN di Indonesia penting

untuk memperhatikan data rona awal lingkungan pada calon tapak PLTN. Dalam makalah ini dijelaskan

beberapa data rona awal lingkungan studi kasus Muntok, Kab. Bangka barat yang berguna untuk

menggambarkan status dan kondisi lingkungan pada calon tapak PLTN dimasa mendatang.

ABSTACT

THE ENVIROMENTAL BASELINE OF FUTURE NUCLEAR POWER PLAT SITING ON

CASE STUDIES OF MUNTOK, WEST BANGKA. Based on Government Regulation Number 43 Year 2006

on Nuclear Reactor Licensing stated that the technical requirements to be met by either licences at the stage

of siting, construction, commissioning, operation to decommissioning of nuclear installations including

Nuclear Power Plants (NPP) are the results of the site studies and environmental monitoring programs at

each stage of the installation nuclear permiting. One of the environmental components that are used as

environmental monitoring program is the environment baseline data. Environmental baseline data on the

siting stage can be used as a basis to control and verify all the activities that may impact on the environment

resulting from activities at each stage of development and operation of Nuclear Power Plants (NPP) either

under normal conditions and accident conditions. Therefore BAPETEN as Regulatory Body which has the

aim to guarantee the safety of workers, communities and the protection of the environment that has several

monitoring tools in order to anticipate the development of nuclear power plant (NPP) in Indonesia is

important to pay attention to the environment baseline data at potensially site of nuclear plants. In this paper

described some of environment baseline data study case on Muntok, Bangka west that is useful to describe

the environmental status and conditions on the prospective future nuclear power plant (NPP) siting.

LATAR BELAKANG

Undang-undang nomor 30 tahun 2007

tentang energi memasukkan nuklir sebagai

sumber energi nasional dalam kelompok

energi baru dan terbarukan. Undang-

undang nomor 17 tahun 2007 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Nasional (RPJPN) mengamanatkan bahwa

rencana pemanfaatan PLTN di Indonesia.

Terkait dengan rencana tersebut di atas,

BAPETEN sebagai badan pengawas yang

memiliki tujuan untuk menjamin

keselamatan pekerja, masyarakat serta

perlindungan terhadap lingkungan hidup

memiliki beberapa perangkat pengawasan

dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN

di Indonesia salah satunya adalah

pemantauan rona awal lingkungan pada

calon tapak PLTN.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah 43

tahun 2006 tentang Perizinan Reaktor Nuklir

menyatakan bahwa persyaratan teknis yang

harus dipenuhi untuk mendapatkan izin dari

BAPETEN adalah hasil studi tapak dan

program pemantauan lingkungan pada tapak

dan pada instalasi PLTN baik pada tahap

tapak, konstruksi, komisioning, operasi dan

dekomisioning. Salah satu komponen

lingkungan yang digunakan dasar dalam

program pemantauan lingkungan adalah data

rona awal lingkungan. Data rona awal

lingkungan pada tahap tapak dapat

dipergunakan sebagai dasar dalam

mengendalikan dan memverifikasi seluruh

Page 2: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

312

aktivitas yang kemungkinan berdampak

terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan

pada tahapan pembangunan, pengoperasian

sampai dekomisioning instalasi PLTN baik

pada kondisi normal maupun kondisi

kecelakaan.

Rona awal lingkungan adalah data yang

dikumpulkan yang merupakan komponen

lingkungan yang menggambarkan kondisi

dan kualitas lingkungan pada calon tapak.

Kegiatan pengumpulan data rona awal

lingkungan bertujuan untuk:

a. Menentukan Status Kualitas

Lingkungan.

• Merupakan tugas dan tanggung

jawab Badan Pengawas untuk

menentukan status kualitas

lingkungan pada daerah tertentu dan

waktu tertentu khususnya pada

calon tapak PLTN.

• Memberi informasi kepada pihak

yang berkepentingan misalnya

publik tentang kualitas lingkungan

pada daerah dan waktu tertentu.

• Mengevaluasi kecenderungan

kualitas atau perubahan lingkungan

pada tahapan kegiatan

pembangunan dan pengoperasian

pada calon tapak PLTN.

• Sebagai panduan atau acuan dalam

pemulihan kondisi lingkungan pada

tahap dekomisioning.

• Sebagai panduan atau acuan dalam

pemulihan lingkungan akibat

terjadinya kecelakaan yang

berpotensi mengakibatkan

kontaminasi lingkungan.

b. Menentukan kebijakan pengelolaan

lingkungan

Data yang diperoleh dapat

digunakan dasar pertimbangan,

penyusunan dan evaluasi kebijakan

terhadap kegiatan pengelolaan

lingkungan yang akan dilakukan,

misalnya penetapan tingkat radiasi,

pengendalian teknologi yang akan

dipakai, pengendalian limbah

radioaktif,dll.

c. Menegakkan Hukum Lingkungan

Dalam mengawasi penerapan

peraturan perundang-undangan atau

untuk membuktikan indikasi terjadinya

dampak lingkungan akibat

pembangunan dan pengoperasian

instalasi nuklir di kemudian hari. Salah

satu alat bukti indikasi kontaminasi

lingkungan adalah perlu dilakukan

pengambilan sampel lingkungan yang

akan dibandingkan dengan data rona

awal lingkungan.

II. RONA AWAL LINGKUNGAN KAB.

BANGKA BARAT

Perhatian masyarakat nuklir baik

pihak pemerintah, LSM maupun masyarakat

umum pemerhati nuklir akhir-akhir ini

perhatiannya tertuju pada Kabupaten Bangka

barat yang selalu disebut-sebut sebagai calon

tapak PLTN. Kabupaten Bangka barat secara

geografis terletak diantara 105°.00’-

106°.00’BT dan 01°.00’- 02°.10’ LS.

Adapun secara administrasi mempunyai

batas-batas wilayah sebagai berikut :

• Sebelah Utara : Laut Natuna

• Sebelah Timur : Kabupaten Bangka

• Sebelah Selatan : Selat Bangka dan

kabupaten Bangka

• Sebelah Barat : Selat Bangka

Menurut data BPS Kab. Bangka

Barat terakhir (November 2008), luas

wilayah total Kab. Bangka Barat adalah.

yang 2.820,61 km2 terdiri dari 5 (lima)

kecamatan yaitu Muntok, Simpang Teritip,

Kelapa, Jebus dan Tempilang. Luas daratan

kurang lebih 2.820,61 km2. Sedangkan untuk

luas wilayah laut kewenangan yaitu selebar

4 (empat) mil laut ditarik dari garis pantai/

batas terluar pantai sekitar 202.758 Ha.

TOPOGRAFI DAN MORFOLOGI

WILAYAH

Ketinggian daerah yang paling

dominan di kabupaten bangka barat 0 – 25

meter dpl (diatas permukaan laut) sehingga

menunjukkan seolah ada lahan rendah yang

memisahkan antara wilayah Kecamatan

Jebus dengan wilayah lainnya di Bangka

Barat. Bagian lahan rendah tersebut adalah

persambungan antara komplek sungai

Kampak dan Komplek sungai Antam.

Puncak tertinggi di bangka barat adalah

Gunung Menumbing dikecamatan Muntok

dengan ketinggian sekitar 445 meter diatas

permukaan laut. Adapun bukit yang

termasuk dataran rendah tersebut adalah

bukit Kelumpang, Bukit Kukus, Bukit

Mayang, Bukit Penyambung, Bukit Kebon

Kapit, Bukit Pasukan, Bukit Penyambung,

Page 3: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

313

Bukit Telimpung yang ketinngiannya

bervariasi antara 150 m sampai 200 m.

SIFAT TANAH

A. Jenis tanah

Jenis tanah kabupaten bangka barat

yang terletak di ujung barat pulau Bangka

didominasi oleh jenis tanah asosiasi podsolik

coklat ke kuning-kuningan dengan bentuk

wilayah berombak dan bergelombang.

Kondisi tanah di Kab. Bangka Barat

mempunyai PH rata-rata dibawah 5, yang

didalamnya mengandung mineral biji timah

dan bahan galian lainnya seperti pasir

kwarsa, kaolin, batu gunung dan lain-lain.

Bentuk dan Keadaan tanah di Kab. Bangka

Barat adalah sebagai berikut (Sumber BPS

Kab. Bangka barat Tahun 2007) :

• 4 % berbukit seperti bukit Menumbing,

dengan jenis tanahnya adalah kompleks

podsolik coklat kekuning-kuningan dan

litosol dari batu plutonik masam.

• 51% berombak dan bergelombang

dengan jenis tanah asosiasi podsolik

coklat kekuning-kuningan dengan

bahan induk komplek batu pasir kwarsit

dan batuan plutonik masam

• 20% lembah/ datar dengan jenis tanah

asosiasi podsolik , berasal dari komplek

batu pasir dan kwarsit.

• 25 % rawa dan bencah datar engan jenis

tanah asosiasi alluvial hidromotif

dengan Glei humus serta Regosol

kelabu muda berasal dari endapan pasir

dan tanah liat.

B. Tekstur Tanah

Tektur tanah merupakan alat ukur

yang dapat menunjukkan perbandingan

relatif antara partikel-partikel tanah pasir,

tanah liat dan debu. Tingkat kehalusan

partikel tanah adalah tekstur halus, sedang

dan kasar. Berdasarkan klasifikasi tersebut,

Tekstur tanah di Kab. Bangka Barat

didominasi tekstur sedang.

IKLIM

Kabupaten Bangka Barat memiliki

iklim tropis type A. Berdasarkan data dari

stasiun Meteorologi Pangkal Pinang Tahun

2007, suhu udara maksimal Kab. Bangka

Barat adalah 28,3 Celsius dan minimal 26,2

derajat Celcius. Sedangkan kelembaban

udara bervariasi antara 71- 88%.

Berdasarkan catatan tahun 2007 curah hujan

total 1,760,64 mm,atau rara-rata sebesar

146,72 mm/bulan dan banyaknya hari hujan

rata-rata sebesar 9,75 hari. Musim

penghujan rata-rata terjadi pada bulan

Oktober sampai Mei. Intensitas penyinaran

matahari rata-rata bervariasi antara 30,0-

70,41 % dan tekanan udara antara 1.008,1

MB – 1.010,8 MB.

Gambar 1. sifat tanah coklat kekuning-kuningan terdiri dari pasir, kerikil dan bebatuan

dengan kontur yang bergelombang

Page 4: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

314

HIDROLOGI

Pola Hidrologi diidentifikasi

menurut daerah aliran Sungai (DAS) di

wilayah Kab, Bangka barat yang mempunyai

arah aliran masing-masing ke laut Natuna,

Selat Bangka dan Teluk Kelabat.

Keberadaan sungai di kab. Bangka Barat

sering berubah-ubah seriring banyaknya

penambangan liar disekitar DAS. Beberapa

sungai yang relatif besar jika dibandingkan

sungai lainnya yaitu :

• Sungai kampak yang mengalir ke arah

barat yaitu ke Teluk Kampak (Laut

Natuna) yang terletak di kecamatan

Jebus.

• Sungai Mancong/Sungai Jering yang

mengalir kearah selatan yaitu ke selat

Bangka yang terletak di Kecamatan

Kelapa

• Sungai Antan yang mengalir kearah

timur yaitu keteluk Kelabat yang

terletak di Kecamatan Jebus.

Selain Sungai, badan air yang

merupakan air pemukaan yang banyak

terdapat di kabupaten Bangka barat adalah

Kolong yaitu air yang tertampung dalam

lubang bekas galian tambang timah.

Sejumlah kolong yang terdapat kab. Bangka

barat yaitu Kolong Terabek , Kolong

Berang, Kolong sekar Biru, Kolong Ketap,

Kolong Hijau dan Kolong Panca. Selain itu

terdapat juga rawa-rawa yang merupakan

tampungan air permukaan.

Sistem penyediaan air minum

PDAM kecamatan Muntok ( Sumber :

Kajian Potensi Air untuk kabupaten Bangka

Barat, Bappeda Kabupaten Bagka Barat

Tahun 2007) berasal dari sumber air bersih

perpipaan yang dikelola oleh PDAM

Muntok diambil dari tiga buah sumber air

yaitu Kolong Menjelang, Sungai Daeng

(sungai Babi) dan Mata air Gunung

Menumbing. Saat ini PDAM kecamatan

Muntok hanya mengandalkan sumber air

dari Kolong Menjelang yang mempuyai luas

3 ha dengan debit 15 l/dt, mengingat debit

air yang dihasilkan mata air Gunung

Menumbing relatif kecil sekitar 5 l/dt.

DRAINASE

Dengan karakter topografi wilayah

dengan pola aliran sungai, ada permasalahan

dalam drainase wilayah ini terutama kota

Muntok, berupa adanya banjir periodik pada

musim penghujan dan pada saat air laut

pasang. Banjir periodik tersebut terjadi

sebagai limpasan/luasan air sungai, terutama

yang perbedaan tinggi dengan muara

(permukaan laut) tidak terlalu besar, seperti

pada sungai Muntok asin

GEOLOGI

Sebaran karakter geologi di

Kabupaten Bangka Barat didasarkan pada

batuan penyusunnya. Jenis batuan terdiri

dari batuan Aluvial, batuan Bintan, batuan

Filit, Formasi Bintan, dan Granit.

1. Batuan Granit merupakan batuan beku

atau malihan (igneous atau

metamorphic rocks) batuan ini

mempunyai potensi dan prospek ait

tanah sangat rendah.

2. Batuan aluvial terdapat sebagian besar

disebelah selatan kecamatan Muntok,

bagian selatan kecamatan dan bagian

timur kecamatan Jebus. Batuan aluvial

ini merupakan sedimen lepas atau

setengah padu seperti kerikil, pasir,

lanau, lempung. Sebaran jenis batuan

aluvial ini terdapat pada catchment area

Sungai Kampak, Sungai Jering/

Mancung, Sungai Menduyung, dan

Sungai Sukai. Batuan ini mempunyai

potensi dan prospek air tanah sedang.

3. Batuan Bintan, tersebar dibagian timur

Kab. Bangka barat yaitu bagian timur

kecamatan Jebus, Bagian Timur

kecamatan Kelapa, dan Bagian Timur

kecamatan tempilang.

4. Batuan Filit, terdapat di bagian selatan

kecamatan Jebus, bagian timur

kecamatan Kelapa.

STATUS DAN FUNGSI HUTAN.

Dominan Wilayah Kab. Bangka

Barat adalah hutan. Kajian penetapan pola

ruang yang terkait dengan fungsi hutan

yang ada terutama ditetapkan untuk kawasan

lindung yang berupa hutan maupun

budidaya yang berupa hutan, maka terlebih

perlu dilakukan kajian terhadap penetapan

fungsi hutan yang ada di kabupaten bangka

barat. Dari data Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten Bangka barat

diperoleh data kawasan hutan di Kab.

Bangka Barat yang terdiri dari Hutan

Konservasi (HK), Hutan Lindung/ Hutan

Lindung Pantai, dan Hutan Produksi yang

Page 5: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

315

2.8 PENGGUNAAN LAHAN

Status Penggunaan Lahan di

kawasan kab. Bangka barat Tahun 2007

(data Badan Perencanaan Daerah Kab.

Bangka Barat) adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tata guna Lahan Kab. Bangka

Barat

No JENIS

PENGGUNAAN LUAS (ha)

1 Hutan 17.351,65

2 Hutan Rawa 26.859,26

3 Rawa 10.255,76

4 Semak Belukar 59.669,33

5 Bekas Galian

Tambang

878,49

6 Tambang 11.070,07

7 Tegalan-Ladang 93.747,40

8 Perkebunan 61.355,50

9 Sawah 134,73

10 Pemukiman 3.185,71

11 Pasir Darat 247,56

12 Tanah Kosong 640,63

13 Sungai 1.909,55

JUMLAH DAN DISTRIBUSI

PENDUDUK

Jumlah Penduduk Kabupaten

Bangka Barat Tahun 2007 adalah sebesar

142.574 jiwa (Sumber Dinas Kependudukan

dan Catatan Sipil Kab. Bangka Barat Tahun

2008) yang terdiri dari jumlah penduduk

laki-laki 73.292 jiwa dan jumlah penduduk

perempuan 69.282 jiwa . Kalau dilihat dari

tabel diatas Untuk selang waktu tahun 2001

– 2007 Kabupaten Bangka Barat

Mempunyai angka laju pertumbuhan

penduduk (LPP) sebesar 2,38 %. Sementara

bila dilihat dinamikanya pertumbuhan

penduduk tiap tahun pada selang waktu

antara 2001 sampai 2007 ada beberapa

kecamatan yang mengalami pertumbuhan

sangat tinggi dan ada juga yang malahan

negatif pertumbuhannya atau berkurang

jumlah penduduknya

PRASARANA TRANSPORTASI

a. Prasarana Transportasi Darat

Jaringan jalan yang ada di kab.

Bangka barat terdiri dari Jalan Negara, Jalan

Provinsi dan jalan Kabupaten. Berdasarkan

Tahun 2007 Jalan Negara sepanjang 81,00

km, Jalan Propinsi sepanjang 46, 80 km dan

Jalan Kabupaten sepanjang 421, 42 km.

Jalan Negara merupakan jaringan jalan yang

membentuk sumbu utama di wilayah

Kabupaten bangka barat yang

menghubungkan tanjung kalian –Muntok-

Simpang Teritip –Kelapa- batas Kabupaten

Ke Pangkal Pinang. Jalan Kabupaten dan

Jalan Propinsi serta jalan lokal dominan

merupakan cabang dari jalan negara. Oleh

karena itu pola jaringan jalan yang ada pada

dasarnya merupakan pola “tulang ikan” .

Beberapa titik pertemuan atau persimpangan

antara jalan negara dengan jalan-jalan

lainnya muntok, air limau, mayang,

pelangas, simpang teritip, ibul, kacung,

dendang, simpang bulin, kelapa, dan

simpang tempilang. Sebagai kelengkapan

dari pergerakan transportasi jalan raya,

dewasa ini ada 3 terminal dikab. Bangka

barat, yaitu:

• Terminal Muntok yang merupakan

terminal utama di kab.bangka barat

yang melayani trayek antar propinsi ke

palempang antar kabupaten di pulau

bangka antar kecamatan di bangka barat

dan lokal sekitar kota dan kecamatan

muntok.

• Terminal Parit Tiga Jebus yang lebih

merupakan sub-terminal yang melayani

trayek antar kabupaten (ke sungailiat)

antar kecamatan (ke muntok,

tempilang)dan lokal di kecamatan jebus

• Terminal Kelapa yang lebih merupakan

terminal perlintasan ataupun sub

terminal yaitu melayani perlintasan

Muntok- Kelapa- Pangkal pinang.

b. Prasarana Pelabuhan Laut dan

Penyebrangan

Pada saat ini Kab. Bangka Barat memiliki 5

pelabuhan penyebrangan yaitu:

• Pelabuhan Muntok yang terletak di

Simpul perkotaan Muntok (Kel.

Tanjung Kec.Muntok) yang melayani

pergerakan barang dan penumpang

• Pelabuhan Tanjung Kelian diujung

barat Pulau Bangka yang terletak di

desa Air Putih Kecamatan Muntok,

yang melayani angkutan penyeberangan

Muntok- Palembang.

• Pelabuhan Tanjung Ru, di Desa Bukit

Kecamatan Jebus yang melayani

penyebrangan ke Belinyu dengan

menggunakan perahu rakyat dan

bahkan perahu nelayan, untuk

menyebrangkan orang dan barang.

Page 6: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

316

• Pelabuhan Kayu arang terletak di desa

kayu arang Kecamatan Kelapa yang

dahulu merupakan pelabuhan

penyebrangan Palembang-Katu arang

yang dewasa ini tidak dimanfaatkan

lagi untuk itu, sehingga pada lokasi

pelabuhan ini lebih banyak dipakai

sebagai tambatan perahu nelayan.

SEKTOR EKONOMI

Masyarakat Muntok dari zaman

belanda hingga kini terkenal dengan timah

dan perkebunan lada. Timah Muntok

merupakan sumber tambang timah terbesar

di Indonesia. Penambangan timah oleh kapal

hisap diperairan laut merupakan bentuk

ekspansi pertambangan timah yang

dilakukan di darat, akhir-akhir ini disoroti

sebagai bentuk kegiatan perusakan

lingkungan. Usaha industri yang banyak di

kab.bangka barat adalah industri yang

mendukung pertambangan timah misalnya

industri pengolahan biji timah (smelter).

Sesuai dengan kondisi geografisnya yang

terletak diperairan dekat laut yang kaya akan

keanekaragaman hayati laut, penduduk

sekitar pesisir pada umumnya memiliki mata

pencaharian sebagai nelayan. Daerah

Teresterial yang didominasi dengan hutan

sekarang ini banyak berubah menjadi lahan

tanaman hutan industri seperti karet, kelapa

sawit, dan lahan hutan yang diubah menjadi

perkebunan antara lain perkebunan lada.

Selain bekerja pada pemerintahan, hanya

sebagian kecil masyarakat bergerak dibidang

jasa misalnya jasa untuk mendukung

pariwisata yang terkenal dengan pantainya

yang indah.

KESIMPULAN

BAPETEN sebagai badan pengawas

yang memiliki tujuan untuk menjamin

keselamatan pekerja, masyarakat serta

perlindungan terhadap lingkungan hidup

memiliki beberapa perangkat pengawasan

dalam rangka antisipasi pembangunan PLTN

di Indonesia salah satunya adalah

pemantauan rona awal lingkungan pada

calon tapak PLTN. Rona awal merupakan

pedoman/acuan untuk menentukan kualitas

lingkungan calon tapak PLTN khususnya

tapak Muntok, Kab. Bangka Barat pada

tahap pembangunan dan pengoperasian

sampai dekomisioning PLTN dimasa

mendatang.

DAFTAR PUSTAKA

1 Data Kependudukan, Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil Kab.

Bangka Barat, Tahun 2008 .

2 Data Dinas Pertanian dan Kehutanan

Kabupaten Bangka barat tentang

penggunaan lahan Kab. Bangka Barat.

3 Data Meteorologi dari stasiun

Meteorologi Pangkal Pinang Tahun

2007

4 Data dari BPS Kab. Bangka barat

Tahun 2007.

5 Kajian Potensi Air untuk kabupaten

Bangka Barat, Bappeda Kabupaten

Bagka Barat Tahun 2007.

Page 7: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

317

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

Subiarto, Cahyo Hari Utomo Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN

ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT. Telah dilakukan pengkajian pengolahan limbah boron-10

dari operasi PLTN tipe PWR. Pada sistem air pendingin primer untuk PLTN tipe reaktor air ringan

bertekanan (pressurized water reactor, PWR), penanganan jumlah neutron yang terbentuk dari reaksi fisi di

dalam reaktor selain dengan menggunakan batang kendali saat siklus awal juga dilakukan dengan

penambahan boron dalam bentuk asam borat. Asam borat ini ditambahkan kedalam air pendingin primer pada

kadar 4000 ppm untuk menyerap neutron. Asam borat dalam limbah cair (air pendingin bekas) akan

memberikan kesulitan dalam proses sementasi untuk isolasi dan pengungkungan unsur radioaktif, karena

beton hasil pemadatan akan menjadi sulit untuk mengeras. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan

pengurangan kadar boron dengan teknik pengenceran tapi ini akan menambah volume limbah solidifikasi

yang dihasilkan. Sebagai jalan keluar limbah asam borat dikelola dengan teknik solidifikasi (hyper-cement)

yang menggunakan material semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.

Kata kunci : Limbah boron-10, PWR, Tehnik solidifikasi

ABSTRACT

THE TREATMENT OF BORON -10 WASTE GENERATED FROM PWR'S TYPE OF

NUCLEAR POWER PLANT OPERATION USING HYPERCEMENT SOLIDIFICATION . The

assesment of treatment of boron – 10 waste generated from PWR's type of Nuclear Power Plant have been

carried out. On the primary coolant water system for PWR's type of NPP, the handling of amount of neutron

formed from fission reaction within reactor besides using control rod at the starting up of the reactor, it was

also done by adding boron in boric acid form. Boric acid was added into primary coolant water at the

content cementation product of 4000 ppm to absorb neutron. Boric acid in liquid waste (spent coolant water)

would give difficulties in solidification process for radioactive elements isolation since it would hinder the

hardening process of the concrete of solidification product materials. To overcome this problem , it is

necessary to reduce the amount of boric by dilution technique, but this will increase the waste volume of the

solidification products of waste solidification. Therefore there is a need to develop a solidification technique

using cement materials that increases the borate content in products.

Keywords : Boron-10 waste, PWR, solidification

PENDAHULUAN

Penggunaan boron-10 dalam bentuk

asam borat diperlukan untuk menyerap

neutron yang dihasilkan selama reaksi fisi di

dalam reaktor tipe pwr , karena penggunaan

batang kendali saja tidak memadai. Boron

dalam bentuk asam borat ditambahkan ke

dalam sistem air pendingin primer pada

kandungan 4000 ppm [1,2]. Penambahan

boron ini di dalam reaktor menjalankan

fungsi :

Mengendalikan reaktivitas teras.

Meratakan fluks neutron agar bahan

bakar mengalami pembakaran yang

sama.

Reaksi penyerapan neutron oleh boron

adalah [2] :

5

B

10

+

0

n

1

3

Li

7

+

2

α

4

Selain harganya mahal, keberadaan elemen

boron di dalam limbah tidak dikehendaki

karena akan mencemari lingkungan,

karenanya diupayakan pengambilan kembali

boron ini di dalam sistem air pendingin

primer reaktor tipe PWR. Pengambilan

kembali ini bisa dilakukan baik dengan

menggunakan metoda evaporasi ataupun

dengan menggunakan resin penukar ion.

Berdasarkan pertimbangan

ekonomi dan keselamatan, asam borat yang

terdapat dalam air pendingin bekas diambil

kembali melalui proses evaporasi sehingga

diperoleh asam borat sebagai pekatan yang

digunakan kembali dan kondensat yang

dipakai sebagai air make-up. Jika air

berkadar boron cukup tinggi mengalami

pendinginan, maka akan ada resiko

penyumbatan saluran pipa karena

terbentuknya kristal. Telah diketahui pula

kondisi proses yang optimal agar pada

proses evaporasi belum terdapat resiko

Page 8: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

318

penyumbatan oleh terjadinya kristal asam

borat, yaitu pada kadar asam borat

maksimum 6 % [1]

Asam borat dapat pula diambil

kembali dengan metode penukar ion. Resin

yang dipergunakan adalah resin penukar

anion basa lemah. Larutan asam borat

dialirkan melalui kolom penukar ion berisi

resin penukar anion berukuran 20 – 50 mesh,

sehingga ion-ion borat terkonsentrasi pada

resin. Kemudian resin dielusi dengan air dan

dalam fraksi efluen , kandungan isotop B10

akan meningkat pada akhir tahap elusi.

Faktor pemisahan terbaik yang diperoleh

adalah sebesar 1,03 pada temperatur operasi

25°C, kecepatan umpan boron dalam bentuk

larutan asam borat 0,101 M adalah 50

ml/jam/cm2 dan kecepatan elusi sebesar 38

ml/jam/cm2 dalam kolom uji berukuran 0,8

cm x 48 cm Dapat pula diketahui bahwa

temperatur operasi yang lebih tinggi dan laju

alir umpan boron yang lebih besar akan

mengakibatkan kecenderungan pengurangan

faktor pemisahan. Larutan yang

mengandung banyak isotop B10

akan

terkumpul terpisah di bagian belakang dari

proses elusi. Ada metoda lain, juga secara

catu, untuk meningkatkan kandungan isotop

B10

dalam larutan asam borat dari 19,78 %

menjadi 91 % dengan mengalirkan larutan

umpan melewati resin penukar anion basa

lemah berukuran 80 – 100 mesh di dalam

kolom penukar ion sepanjang 256 cm

dengan menggunakan air sebagai eluen.

Konsentrasi umpan asam borat adalah 0,1

mol/dm3dan kecepatan elusi sebesar 20

cm3/jam/cm

2 pada temperatur operasi 40°C.

Faktor pemisahan yang diperoleh konstan

sepanjang kolom, yakni sebesar 1,0100 ±

0,0005 per 100 cm.[1,2]

Setelah unsur boronnya diambil

kembali, baik dengan cara evaporasi maupun

dengan penukar ion, maka limbah radioaktif

yang tersisa dapat diproses lebih lanjut agar

tidak mengancam keselamatan manusia dan

mengganggu keseimbangan lingkungan.

Dalam makalh ini akan dilakukan

pengkajian teknik solidifikasi untuk

digunakan dalam menangani limbah boron

dari operasi PLTN tipe PWR. Teknik

solidifikasi yang dipilih adalah solidifikasi

hyper – cement yang dapat mengurangi

volume limbah cair boron-10 dari PLTN

tipe PWR dengan cara solidifikasi semen

stabil.

KARAKTERISTIK LIMBAH BORON

DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

Dari operasi PLTN tipe PWR akan

ditimbulkan limbah radioaktif cair

terkonsentrasi boron dengan karakteristik

sebagai berikut : [3]

1. Tipe limbah : limbah aktivitas rendah

2. Kerapatan jenis : 1,2 g/cm3

3. Karakteristik fisik : gambaran umum

berupa lumpur dimana mayoritas air limbah

telah diolah baik dengan cara evaporasi

maupun dengan resin penukar ion.

4. Komponen fisik : konsentrat boron 90 %

dan air 10 %.

Konsentrat boron didisposal jika

tidak bisa digunakan kembali, karena

terkontaminasi secara kimia sehingga

menghalangi penggunaannya kembali.

Bentuknya secara fisik berupa lumpur yang

densitasnya lebih besar daripada air. Setelah

diolah maka limbah disolidifikasi ke dalam

drum 200 l dan kemudian ditempatkan di

dalam kontainer yang memenuhi standar

ISO. Radioaktivitas dari limbah terdiri dari

pemancar alfa, beta dan gamma.

SOLIDIFIKASI LIMBAH

KONSENTRAT BORON

Limbah radioaktif cair yang

mengandung boron setelah diambil

boronnya baik dengan cara evaporasi

maupun penukar ion, maka limbah

konsentratnya kemudian disolidifikasi agar

dapat dengan aman disimpan di fasilitas

penyimpanan. Dalam makalah ini akan

ditampilkan satu teknik solidifikasi yang

menghasilkan tidak begitu banyak limbah

untuk dibuang di fasilitas penyimpanan

lestari, jauh lebih sedikit dibandingkan cara

solidifikasi konvensional, yang dinamakan

teknik solidifikasi hyper-cement. Dengan

menggunakan teknik ini, rasio reduksi

volume limbah yang dihasilkan lebih besar

dibandingkan dengan cara teknik bitumen,

yang secara konvensional digunakan dalam

solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari

PLTN tipe PWR.

Material semen diketahui sangat

bagus untuk solidifikasi limbah radioaktif

karena sifat tak tembus airnya setelah

pengerasan dan sifat penyerapannya yang

tinggi terhadap elemen radioaktif ke dalam

material yang mengeras. Sejalan dengan

kesederhanaan proses solidifikasi

Page 9: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

319

menggunakan bahan- bahan ini, sistem

solidifikasi semen telah beroperasi di banyak

fasilitas nuklir. Tetapi proses pengerasan

kadang-kadang terhambat oleh kehadiran

komponen-komponen tertentu seperti asam

borat dan asam fosfat sebab unsur-unsur

tersebut mengganggu reaksi hidrasi semen.

Gangguan ini menjadi titik perhatian khusus

dalam hal solidifikasi limbah cair

terkonsentrasi dari reaktor tipe air

bertekanan (PWR) karena komponen

utamanya adalah asam borat. Untuk

menghindari gangguan ini, adalah perlu

untuk mengurangi kandungan komponen ini

pada solidifikasi semen, tetapi ini

mengakibatkan bertambahnya volume

produk solidifikasi limbah. Untuk alasan ini

diperkenalkanlah teknik bitumen dimana

garam- garam dari campuran borat dan

elemen-elemen radioaktif dicampurkan

kedalam aspal molten. Teknik ini dapat

mengurangi timbulnya produk solidifikasi

limbah di PLTN tipe PWR. Tapi proses

solidifikasi ini rumit dan kadang-kadang

diperlukan perbaikan peralatan akibat

aktivasi aspal molten pada temperatur tinggi

yang berujung pada korosi logam. Jadi perlu

dikembangkan teknik solidifikasi

menggunakan bahan semen yang menambah

kandungan borat dalam produknya.

DATA DAN PEMBAHASAN

a, Proses Solidifikasi Hyper - Cement

Telah dikembangkan teknik

solidifikasi semen yang baru, yang dikenal

dengan nama teknik solidifikasi hyper-

cement yang menghasilkan reduksi volume

limbah yang tinggi. Teknik ini terdiri dari 2

proses : proses pengeringan untuk

mengurangi volume limbah radioaktif dan

proses sementasi untuk solidifikasi sejumlah

besar produk pengeringan dengan semen.

Menggunakan teknik ini, rasio reduksi

volume limbah lebih besar daripada jika kita

menggunakan teknik bitumen.

Gambar 1 menunjukkan proses

solidifikasi (pemadatan) yang dikembangkan

untuk limbah radioaktif terkonsentrasi dari

PLTN tipe PWR .

Mula-mula teknik pra-pengolahan

diterapkan untuk mengubah borat yang larut

menjadi borat yang tak larut dengan

menambahkan bahan kimia Ca (OH)2 ke

dalam larutan sebelum pengeringan. Dengan

menambahkan Ca (OH)2 ke dalam limbah

cair, kristal kalsium dan campuran boron

akan mengendap dalam limbah cair. Ca dan

boron (B) ini tidak akan berpengaruh

terhadap reaksi hidrasi semen karena

keduanya tidak larut dalam air [4].

Dalam proses kedua, dengan tujuan untuk

mengurangi volume limbah cair dari PLTN

tipe PWR , limbah cair pra pengolahan

direduksi menjadi bentuk bubukan padat

dengan metode pengeringan. Telah

dikembangkan peralatan evaporasi untuk

lmbah cair dan resin bekas. yang dinamakan

“wiped film evaporator”. Kondisi optimum

untuk proses pengeringan limbah cair

terkonsentrasi dari PWR adalah pada rasio

mol Ca/B antara 0,4 – 0,6. Faktor

dekontaminasi (DF) dari “wiped film

evaporator” pada kondisi ini adalah 300 –

400, dan nilai ini sudah cukup tinggi

dibandingkan dengan yang diharapkan.[4]

Dalam proses selanjutnya, limbah

bubuk ini disolidikasi dengan semen. Semen

ini mengandung campuran khusus yang

mendispersi partikel-partikel semen dan

limbah bubuk dalam air pencampur, dan

hasil campuran ini viskositasnya rendah.

Konsekwensinya, sejumlah besar limbah

bubuk dapat dicampurkan secara homogen

dan rasio reduksi volumenya 6 – 7 kali lebih

besar dibandingkan dengan proses

solidifikasi semen konvensional.[4]

b. Kandungan Asam Borat dalam

Solidifikasi Semen

Rasio mol Ca/B dari limbah bubuk

dipilih sebesar 0,5 – 0,6 dan bahan semen

yang digunakan untuk solidifikasi bubuk ini

adalah campuran dari semen portland biasa

dan kerak sisa pembakaran. Dalam rangka

menambah jumlah limbah bubuk yang

disolidifikasi dalam drum 200 l (untuk

dibandingkan dengan solidifikasi dengan

bitumen), akan dipelajari hubungan antara

jumlah asam borat yang disolidifikasi

dengan dua sifat, yakni viskositas campuran

dan kuat tekan setelah proses pengerasan.

Dipilih pula kondisi optimum untuk proses

solidifikasi semen, yakni viskositas

campuran yang rendah ( < 50 dPa.s ) dengan

tujuan untuk memperoleh kuat tekan yang

tinggi ( > 5 MPa ).

Page 10: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

320

Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen

Gambar 2. Hubungan antara kadar asam borat dalam pemadatan dengan semen dan viskositas

campuran.

Gambar 2 menunjukkan hubungan

antara kandungan asam borat dalam

solidifikasi semen untuk drum berukuran

200 l dengan viskositas campuran. Diperoleh

bahwa viskositas campuran itu terjaga tetap

rendah meskipun campuran berisi sekitar

delapan kali lipat lebih banyak asam borat

(sebanyak 110 kg dalam drum 200 liter )

dibanding dengan proses sementasi

konvensional. Karena campuran menambah

potensial zeta dari bubukan dalam air, maka

partikel-partikel saling tolak-menolak satu

sama lain sehingga mengurangi viskositas

campuran.

Tabel 1 memperlihatkan kuat tekan

dari produk solidifikasi setelah 28 hari.

Diperoleh bahwa kuat tekan campuran

terjaga tetap tinggi, di atas lebih dari 5 Mpa

sekalipun mengandung sekitar 8 kali lebih

banyak asam borat (sekitar 110 kg dalam

drum 200 liter) daripada semen

konvensional.

Hasil ini menguatkan kemungkinan

untuk menambah kandungan asam borat

dalam produk solidifikasi. Dibandingkan

dengan teknik solidifikasi semen

konvensional, teknik solidifikasi hyper

cement yang baru ini memberikan sekitar 8

Vis

cosi

tas

(dP

a’s)

Page 11: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

321

kali lipat penambahan jumlah kandungan

asam borat dalam produk solidifikasi.

Tabel 1. Kuat Tekan Produk Solidifikasi

setelah 28 Hari [4]

Jumlah Asam

Borat

Kuat Tekan ( MPa )

Semen

Solidifikasi

Baru

Kondisi

Optimum

100 kg 10,0 > 5

110 kg 6,7 > 5

c. Pelindian Produk Solidifikasi

Studi pelindian radionuklida-

radionuklida dari produk solidifikasi

penting dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui kemampuan pengungkungan

kandungan radionuklida dari produk

solidifikasi . Pelindian limbah radioaktif

aktivitas rendah tersolidifikasi diukur

dengan sebuah prosedur uji jangka pendek

(metoda American National Laboratory).

Radionuklida yang digunakan adalah Cs-137

dan Co-60. Spesimen sampel untuk uji

pelindian adalah sebuah silinder sirkuler

dengan diameter 1,8 cm dan panjang 1,4 cm.

Indeks pelindian dihitung berdasarkan

difusivitasnya.

Gambar 3 menunjukkan hubungan

antara waktu pelindian dengan difusivitas

Cs-137 dan Co-60, sedangkan tabel II

menunjukkan indeks pelindian yang

diperoleh.

Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137

dan Co-60 [4]

Jumlah

Asam Borat

Indeks Pelindihan

Cs-137 Co-60

100 kg

9,2 12,6

9,3 12,7

110 kg

9,6 12,6

9,3 12,5

Indeks pelindihan nuklida-nuklida

penting yang dioeroleh dengan metoda ANL

adalah sekitar 9 untuk Cs-137 dan sekitar 12

untuk Co-60. Hasil ini menunjukkan bahwa

produk yang dihasilkan dengan teknik ini

telah memenuhi regulasi disposal limbah

aktivitas rendah Amerika Serikat.

Limbah cair simulasi yang

mengandung campuran natrium dan boron

(21.000 ppm boron) dan bubuk Ca (OH)2

(ratio mol Ca/B adalah 0,5) dicampurkan

pada suhu 80 °C , dan campuran lalu

dikeringkan dengan “wiped film

evaporator”.

Campuran mengandung asam borat

sebanyak 100 kg dalam drum 200 l. Volume

limbah tersolidifikasi direduksi hingga

seperdelapan volume limbah menggunakan

teknik solidifikasi semen konvensional.

Gambar 4 (a) menunjukkan peralatan skala

penuh.dan Gambar 4 (b) menunjukkan hasil

solidifikasi dalam drum 200 liter dengan

teknik baru sementasi.

Gambar 3. Hubungan antara waktu lindi dengan difusifitas Cs-137 dn C0-60

Dif

usi

fita

s (c

m2/s

)

Page 12: RONA AWAL LINGKUNGAN CALON TAPAK PLTN STUDI …digilib.batan.go.id/e-prosiding/File Prosiding/Lingkungan/Pros... · Dalam makalah ini dijelaskan beberapa data rona awal lingkungan

Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah IX

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN ISSN 1410-6086

Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

322

Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan

Perubahan konsumsi daya motor

diukur selama operasi proses solidifikasi.

Nilai rata-rata konsumsi daya motor selama

operasi adalah 2 kWh, nilai puncak adalah

sekitar 2,5 kWh. Fluktuasi konsumsi daya

motor yang relatif kecil selama operasi

disebabkan oleh gerakan ke bawah yang

halus dari film tipis yang terbentuk pada

permukaan dalam dari dinding yang dipanasi

ke dasar “wiped film evaporator”. Bubukan

diketahui mempunyai kurang daripada 10 %

berat campuran. Hasil ini memenuhi nilai

yang ditargetkan (50 dPa.s), juga

dikonfirmasikan bahwa tidak ada benda-

benda padat di peralatan solidifikasi semen.

Temperatur puncak di inti produk adalah

sekitar 60 °C setelah 6 jam pencampuran.

Gambar 4 (b) menunjukkan foto dari produk

drum berukuran 200 liter yang diproduksi

menggunakan peralatan solidifikasi semen

skala penuh. Pada hasil solidifikasi tidak

ditemukan adanya cacat, retakan, rongga

ataupun kandungan sedimentasi. Hasil ini

mengkonfirmasi bahwa limbah cair boron-

10 terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR

telah dapat disolidifikasi dengan baik

memakai teknik solidifikasi hyper cement

ini. Volume limbah yang dihasilkan dari

teknik solidifikasi hyper cement ini adalah

seperdelapan dibandingkan dengan jika

menggunakan solidifikasi konvensional.

KESIMPULAN

Telah dikembangkan sebuah teknik

solidifikasi semen yang baru ( teknik

solidifikasi hyper cement ) untuk limbah cair

boron-10 terkonsentrasi yang ditimbulkan

oleh PLTN tipe PWR. Volume limbah

berkurang hingga seperdelapan

dibandingkan jika menggunakan teknik

solidifikasi konvensional. Produk

solidifikasi mempunyai sifat yang bagus dan

memenuhi standar regulasi disposal limbah

aktivitas rendah di Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

1. ZAINUS SALIMIN, Pengambilan

Kembali Asam Borat dari Limbah Cair

Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir

Jenis Reaktor Air Ringan Bertekanan,

PTPLR – BATAN, Serpong, 2003.

2. MULYONO DARYOKO,

Prarancangan Alat Pengambilan Asam

Borat dari Sistem Air Pendingin Primer

PLTN – Reaktor Air Ringan

Bertekanan, 1000 MW, Pusat

Teknologi Limbah Radioaktif,

BATAN, Serpong, 2006.

3. Devenport Management Limited,

Waste Stream 7D 38 Low Level Waste

– PWR 1&2 Boron Concentrate, USA,

2007.

4. M. KANEKO, M. TOYOHARA, T.

SATOH, Development of High

Volume Reduction and Cement

Solidification Technique for PWR

Concentrated Waste, WM '01

Conference, Tucson, AZ, 2001.