Rinitis Akut Adit

28
REFERAT RINITIS AKUT DISUSUN OLEH : Pratama Adityabiantoro 1102010217 KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA JAKARTA

description

referat rinitis akut

Transcript of Rinitis Akut Adit

REFERAT

RINITIS AKUT

DISUSUN OLEH :

Pratama Adityabiantoro1102010217KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT-KL

RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA

JAKARTA

2015

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan referat dengan tema Rinitis Akut.

Referat ini disusun untuk melengkapi tugas di kepanitraan klinik ilmu penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher (THT-KL) di Rumah Sakit Moh.Ridwan Meuraksa, Jakarta. Dalam menyelesaikan tugas referat ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada, Kolonel (Purn) dr. Tri Damijatno, Sp.THT, Kolonel CKM dr. Rakhmat Haryanto, M.Kes, Sp.THT-KL dan Mayor CKM dr. M. Andi Fathurakhman, Sp. THT-KL sebagai pembimbing referat penulis di Kepaniteraan Klinik THT-KL Rumah Sakit Moh.Ridwan Meuraksa, Jakarta.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan referat yang penulis buat ini.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan khususnya bagi mahasiswa kedokteran.

Terima kasih.

Wassalamualaikum wr. wb

Jakarta, Juni 2015

Penyusun,

BAB I

PENDAHULUAN

Rinitis diartikan sebagai proses inflamasi yang terjadi pada membran mukosa hidung, yang ditandai dengan gejala hidung seperti panas di rongga hidung, rinore, dan hidung tersumbat. Secara garis besar, rinitis dibagi ke[ada 2 bagian yaitu rinitis non alergik dan alergi. Gejala- gejala hidung yang berlangsung kronis tanpa penyebab alergi disebut rinitis non alergik. Sedangkan bila didapati adanya penyebab alergi (alergen) dikenal dengan rinitis alergik. Karakteristik gejala pada rinitis non alergik sering susah dibedakan dengan rinitis alergik. Oleh karena itu, hasil negatif dari tes sensitivitas yang diperantarai IgE terhadap aeroallergen yang relevan, penting untuk menkonfirmasi diagnosis. Dan perlu diketahui bahwa tes kulit positif pada aerallergen yang tidak relevan dapat terjadi pada rinitis nonalergik.

Rinitis non alergik sungguh mudah dikenali. Tetapi, walaupun demikian, insidensi dan terainya belum diketahui dengan pasti. Penelitian epidemiologi dan percobaan terapi baru-baru ini meningkatkan pengetahuan kita dalam mencermati frekuensi terjadinya penyakit ini dan modalitas terapi yang efektif.

Rinitis non alergi yang dapat juga disebabkan oleh infeksi dibagi atas dua bagian besar, yaitu rinitis akut dan rinitis kronis. Rinitis akut terdiri dari rinitis virus, rinitis bakteri, dan rinitis iritan. Sedangkan yang termasuk rinitis kronis adalah rinitis simplek kronis, rinitis hipertrofi, rinitis atrofi, rinitis sika, dan rinitis kaseosa. Hampir setengah dari pasien yang datang dengan gejala-gejala hidung tersebut diatas menderita rinitis akut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.Anatomi dan Fisiologi Hidung

1.1.Hidung Luar

Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas; struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian : yang paling atas : kubah tulang yang tak dapat digerakkan; di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan ; dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : 1) pangkal hidung (bridge), 2) batang hidung (dorsum nasi), 3) puncak hidung (hip), 4) ala nasi, 5) kolumela, dan 6) lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1) tulang hidung (os nasal), 2) prosesus frontalis os maksila, dan 3) prosesus nasalis os frontal; sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu 1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior, 2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan 3) tepi anterior kartilago septum.1

1.2.Hidung Dalam

Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior.2,3,4a. Septum nasi

Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid.2,3b. Kavum nasi

Kavum nasi terdiri dari:

1) Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum.22) Atap hidung

Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian prosesus frontalis besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.23) Dinding Lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial.24) Konka

Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum.2c. Meatus superior

Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.2d. Meatus media

Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum.2,3e. Meatus Inferior

Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm dibelakang batas posterior nostril.2,3f. Nares

Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus.2Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla.2,3,4

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet.51.3.Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.1,6Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media.61.4.Perdarahan Hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan da ri a. etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah ujung a. palatina mayor dan a .sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang cabang a.fasialis.1Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina,a.etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis(pendarahan hidung) terutama pada anak.1 Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan arterinya . Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v.oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakanfaktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.11.5. Persarafan hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lannya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut simpatis dari n.petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.1 Nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.1,31.6.Fisiologi hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah:1a. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal .

b. Fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius (penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.

c. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

d. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas.

e. Refleks nasal. Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.2. Rinitis Akut

2.1.Definisi Rinitis Akut

Rinitis akut adalah radang pada mukosa hidung yang berlangsung akut, kurang dari 12 minggu, dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri, ataupun iritan, yang sering ditemukan karena menifestasi dari rinitis simplek (commen cold), influenza, penyakit eksantem (seperti morbili, variola, varicela, pertusis), penyakit spesifik, serta sekunder dari iritasi lokal atau trauma.3,82.2.Epidemiologi

Rinitis akut merupakan penyebab morbiditas yang signifikan walaupun sering dianggap sepele oleh para prektisi. Gejala-gejala rinitis secara signifikan mempengaruhi kualitas hidup pasien karena gejala-gejala sistemik yang menyertainya seperti fatigue, sakit kepala, dan gangguan kognitif.

Ada tiga hal yang dipandang dapat mempengaruhi keadaan klinis dari pasien-pasien dengan rinitis akut. Hal tersebut termasuk usia, jenis kelamin, dan variasi musim terjadinya penyakit tersebut. Togias telah meneliti bahwa 70% pasien yang didiagnosa dengan penyakit hidung nonalergik terdapat pada usia dewasa > 20 tahun. Tetapi belum diketahui penyebab pasti dari hubungan antara usia dengan rinitis alergik.7Jenis kelamin dapat menjadi faktor risiko dari rinitis nonalergik. Settipane dan Klein mengatakan bahwa 58% dari pasien rinitis nonalergik adalah wanita. Enberg menemukan 74% pasien rinitis nonalergik adalah wanita. National rinitis Classification Task Force (NRCTF) menemukan 71% pasien dengan rinitis nonalergik adalah wanita.72.3.Klasifikasi dan EtiologiRinitis akut terdiri atas 3 tipe, yaitu:3,81. Rinitis Virus

Rinitis virus terbagi 3, yaitu:

a. Rinitis Simplek (Pilek, Selesema, Comman Cold, Coryza)

Rinitis simplek disebabkan oleh virus. Infeksi biasanya terjadi melalui droplet di udara. Beberapa jenis virus yang berperan antara lain, adenovirus, picovirus, dan subgrupnya seperti rhinovirus, coxsakievirus, dan ECHO. Masa inkubasinya 1-4 hari dan berakhir dalam 2-3 minggu.

Pada awalnya terasa panas di daerah belakang hidung, lalu segera diikuti dengan hidung tersumbat, rinore, dan bersin yang berulang-ulang. Pasien merasa dingin, dan terdapat demam ringan. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Awalnya, secret hidung (ingus) encer dan sangat banyak. Tetapi bisa jadi mukopurulen bila terdapat invasi sekunder bakteri, seperti Streptococcus Haemolyticus, pneumococcus, staphylococcus, Haemophillus Influenzae, Klebsiella Pneumoniae, dan Mycoplasma Catarrhalis.

Komplikasi. Rinitis akut biasanya dapat sembuh sendiri (self-limiting) dan membaik secara spontan setelah 2-3 minggu, tetapi kadang-kadang, komplikasi seperti sinusitis, faringitis, tonsiitis, bronchitis, pneumonia dan otitis media dapat terjadi.

b. Rinitis Influenza

Virus influenza A,B atau C berperan dalam penyakit ini. Tanda dan gejalanya mirip dengan common cold. Komplikasi sehubungan dengan infeksi bakteri sering terjadi.

c. Rinitis Eksantematous

Morbili, varisela, variola, dan pertusis, sering berhubungan dengan rinitis, dimana didahului dengan eksantemanya sekita 2-3 hari. Infeksi sekunder dan komplikasi lebih sering dijumpai dan lebih berat.

2. Rinitis Bakteri

Rinitis bakteri dibagi 2, yaitu:

a. Infeksi Non-spesifik

Infeksi non-spesifik dapat terjadi secara primer ataupun sekunder.

1) Rinitis Bakteri Primer

Tampak pada anak dan biasanya akibat dari infeksi pneumococcus, streptococcus atau staphylococcus. Membrane putih keabu-abuan yang lengket dapat terbentuk di rongga hidung, yang apabila diangkat dapat menyebabkan pendarahan.

2) Rinitis Bakteri Sekunder

Merupakan akibat dari infeksi bakteri pada rinitis viral akut

b. Rinitis Difteri

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Rinitis difteri dapat bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan dan dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis. Dugaan adanya rinitis difteri harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap. Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena cakupan program imunisasi yang semakin meningkat.

Gejala rinitis akut ialah demam, toksemia, terdapat limfadenitis, dan mungkin ada paralisis otot pernafasan. Pada hidung ada ingus yang bercampur darah. Membrane keabu-abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian bawah, membrannya lengket dan bila diangkat dapat terjadi perdarahan. Ekskoriasi berupa krusta coklat pada nares anterior dan bibir bagian atas dapat terlihat. Terapinya meliputi isolasi pasien, penisilin sistemik, dan antitoksin difteri.

3. Rinitis Iritan

Tipe rinitis akut ini disebabkan oleh paparan debu, asap atau gas yang bersifat iritatifseperti ammonia, formalin, gas asam dan lain-lain. Atau bisa juga disebabkan oleh trauma yang mengenai mukosa hidung selama masa manipulasi intranasal,contohnya pada pengangkatan corpus alienum. Pada rinitis iritan terdapat reaksi yang terjadi segera yang disebut dengan immediate catarrhal reaction bersamaan dengan bersin, rinore, dan hidung tersumbat. Gejalanya dapat sembuh cepat dengan menghilangkan faktor penyebab atau dapat menetap selama beberapa hari jika epitel hidung telah rusak. Pemulihan akan bergantung pada kerusakan epitel dan infeksi yang terjadi karenanya.

2.4.Stadium

a. Stadium prodromal, pada hari pertama:1) rasa panas dan kering pada cavum nasi.2) bersin-bersin.3) hidung tersumbat.4) sekret encer jernih seperti air.

Pemeriksaan (rhinoskopi anterior/RA) ( cavum nasi sempit, terdapat sekret serous dan mukosa udem dan hiperemis.b. Stadium akut, hari kedua sampai keempat:1) bersin-bersin berkurang.2) obstruksi nasi bertambah, akibat obstruksi nasi akut terjadi hiposmia, gangguan gustateris, rasa makanan tidak enak.3) sekret kental kuning.4) badan tak enak.Pemeriksaan ( cavum nasi lebih sempit, sekret mukopurulen. Mukosa lebih udem dan hiperemis.c. Stadium Penyembuhan (resolusi) hari kelima sampai ketujuh:Gejala-gejala di atas berkurang (udem dan hiperemis berkurang, obstruksi berkurang, sekret berkurang). Kadang-kadang rinitis akut didahului gejala nasofaringitis sehingga timbul gejala panas, batuk, dan pilek. Tetapi adanya faringitis atau laringitis akut tidak selalu didahului oleh rinitis akut. 2.5.Manifestasi Klinis

Rinitis akut pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang sulit dibedakan antara tipe yang satu dengan tipe yang lainnya. Rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung, bersin, hidung tersumbat, dan terdapatnya ingus yang encer hingga mukopurulen. Mukosa hidung dan konka berubah warna menjadi hiperemis dan edema. Biasanya diikuti juga dengan gejala sistemik seperti demam, malaise dan sakit kepala.8Pada rinitis influenza, gejala sistemik umumnya lebih berat disertai sakit pada otot. Pada rinitis eksantematous, gejala terjadi sebelum tanda karekteristik atau ruam muncul. Ingus yang sangat banyak dan bersin dapat dijumpai pada rinitis iritan.

2.6.Patofisiologi

Pada stadium permulaan terjadi vasokonstriksi yang akan diikuti vasodilatasi, udem, dan meningkatnya aktifitas kelenjar seromucinous dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan deskuamasi epitel. Sekret mula-mula encer dan jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna kuning mengandung nanah dan bakteri (mukopurulen). Toksin yang berbentuk terbentuk terserap dalam darah dan limfe, menimbulkan gejala-gejala umum. Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epitel yang telah rusak dan mukosa menjadi normal kembali.

2.7.Diagnosis

Rinitis akut umumnya didiagnosis dari gambaran klinisnya. Walaupun pada dasarnya memiliki tanda dan gejala yang hampir sama, tetapi terdapat juga beberapa karekteristik yang khas membedakannya. Pada rinitis bakteri difteri, diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan kuman dari sekret hidung.82.8.Penatalaksanaan

Rinitis akut merupakan penyakit yang bisa sembuh sendiri secara spontan setelah kurang lebih 12 minggu. Karena itu umumnya terapi yang diberikan lebih bersifat simptomatik, seperti analgetik, antipiretik, nasal dekongestan dan antihistamin disertai dengan istirahat yang cukup. Terapi khusus tidak diperlukan kecuali bila terdapat komplikasi seperti infeksi sekunder bakteri, maka antibiotik perlu diberikan.3,4,8Dekongestan oral mengurangi sekret hidung yang banyak, membuat pasien merasa lebih nyaman, namun tidak menyembuhkan.4 Tetes hidung efedrin 1 % sangat menolong, bila hidung tersumbat. Oleh karena lisozim dinonaktifkan dalam suasana basa, maka setiap obat hidung harus mempunyai pH asam untuk mencegah terjadinya aktivitas silia dan lisozim. Pemberian obat simtomatik oral sangat efektif dengan diberikan 4 jam sekali, suatu kapsul yang terdiri dari :2Efedrin sulfat 0,015 g

Pentobarbital 0,015 g

Asam asetil salisilat* 0,300 g

*dapat digantikan dengan 300 mg Asetaminofen.

Preparat analgetik-antipiretik dapat meringankan gejala, dimana antipiretik terpilih adalah asetaminofen.

2.9.Pencegahan

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadnya rinitis akut adalah dengan menjaga tubuh selalu dalam keadaan sehat. Dengan begitu dapat terbentuknya system imuitas yang optimal yang dapat melindungi tubuh dari serangan za-zat asing. Istirahat yang cukup, mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dan olahraga yang teraturjuga baik untuk menjaga kebugaran tubuh. Selain itu, mengikuti program imunisasi lengkap juga dianjurkan, seperti vaksinasi MMR untuk mencegah terjadinya rinitis eksantematous.8Pencegahan tergantung kepada :9a. Lebih sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh wajah.

b. Memperkecil kontak dengan orang-orang yang telah terinfeksi.

c. Tidak berbagi sapu tangan, alat makan, atau gelas minum.

d. Menutup mulut ketika batuk dan bersin.

2.10.Komplikasi

a. Otitis media akut.

b. Sinusitis paranasalis.

c. Infeksi traktus respiratorius bagian bawah seperti laring, tracho bronchitis, pneumonia.

d. Akibat tidak langsung pada penyakit-penyakti lain yaitu jangung dan asma bronkhial.2.11.Prognosis

Rinitis akut merupakan self limiting disease umumnya sembuh dalam 7 -10 hari. Tapi dapat lebih lama 3 minggu bila ada faringitis, laringitis atau komplikasi lainDAFTAR PUSTAKA

1. Soetjipto D., Wardani RS.2007. Hidung. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Jakarta : FK UI, hal : 118-122.

2. Ballenger JJ. 1994. Aplikasi Klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasal. Dalam : Penyakit Telinga Hidung Telinga Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke-13.Jakarta : Binarupa Aksara, hal :1-25.

3. Dhingra PL. 2007. Disease of Ear Nose and Throat. 4thEd.New Delhi, India : Elsevier. pp : 129-135; 145-148.

4. Heilger PA, 1997.Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal : 173-189; 206-208.5. Sobol SE. 2007. Sinusitis Acute Medical Treatment.. [Diakses tanggal 20 April 2012, http://www.emedicine.com/ent/topic337.htm]6. Nizar NW. 2000. Anatomik Endoskopik Hidung Sinus Paranasal dan Patofiologi Sinusitis. Dalam : Kumpulan Naskah Lengkap Kursus, Pelatihan dan Demo BSEF, Makassar, 1-11.

7. Settipane R.A, Lieberman P. Update on Non-Allergic Rhinitis. Brown University School of Medicine. [Diakses tanggal 20 April 2012, http://nypollencount.com/Articles/Non-Allergic%20Rhinitis.pdf]

8. Soepardi E.A. Iskandar N.I. Bashiruddin J. dkk. Infeksi hidung. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal: 140-2.9. The Free Dictionary.Rhinitis.Gale Encyclopedia of Medicine. Last update : 2008 [Diakses tanggal 20 April 2012, http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/rhinitis]