laporan rinitis

52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya. Rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 minggu Rinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk 1

description

lapkas

Transcript of laporan rinitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi pada hidung dapat mengenai hidung luar yaitu bagian kulit hidung, dan rongga dalam hidung, yaitu bagian mukosanya. Rinitis adalah terjadinya proses inflamasi mukosa hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi, alergi atau iritasi. Berdasarkan perjalanan penyakitnya, infeksi dapat berlangsung akut maupun kronis, dengan batasan waktu kurang atau lebih dari 12 mingguRinitis tersebar di seluruh dunia, baik bersifat endemis maupun muncul sebagai KLB. Di daerah beriklim sedang, insidensi penyakit ini meningkat di musim gugur, musim dingin, dan musim semi. Di daerah tropis, insidensi penyakit tinggi pada musim hujan. Sebagian besar orang, kecuali mereka yang tinggal di daerah dengan jumlah penduduk sedikit dan terisolasi, bisa terserang satu hingga 6 kali setiap tahunnya. Insidensi penyakit tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dan akan menurun secara bertahap sesuai dengan bertambahnya umur. Rinitis merupakan salah satu penyakit paling umum yang terdapat di amerika Serikat, mempengaruhi lebih dari 50 juta orang. Keadaan ini sering berhubungan dengan kelainan pernapasan lainnya, seperti asma. Rhinitis memberikan pengaruh yang signifikan pada kualitas hidup. Pada beberapa kasus, dapat menyebabkan kondisi lainnya seperti masalah pada sinus, masalah pada telinga, gangguan tidur, dan gangguan untuk belajar. Pada pasien dengan asma, rinitis yg tidak terkontrol dapat memperburuk kondisi asmanya.8

B. Tujuan PenulisanTujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk menambah keilmuan di bidang Telinga Hidung dan Tenggorokan (THT) mengenai Rinitis kronis, dan untuk memenuhi kewajiban tugas ilmiah kepaniteraan THT di RSUD Cianjur.BAB II

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

No.RM

: 68-98-85

Nama Pasien

: Ny. MM

Umur

: 52 tahun

Tanggal Masuk RS

: 27-04-15

Alamat

: Cimacan

ANAMNESA

Keluhan Utama: Hidung kanan dan kiri terasa mampet / tersumbat sejak 6 bulan yang laluRiwayat Penyakit Sekarang: Os mengeluh hidung kanan dan kiri mampet / tersumbat sejak 6 bulan yang lalu, keluhan ini disertai rasa gatal di hidung dan keluar cairan berwarna putih bening, keluhan ini rutin dirasakan setiap pagi hari. Os juga mengeluhkan sering bersin-bersin setiap kali keluhan muncul, dan saat ini os mengaku sesak tanpa disertai bunyi ngik-ngik, pusing (+), batuk (+) tanpa disertai lendir. Demam dan rasa nyeri di sekitar muka disankal.Riwayat Penyakit Dahulu: Os belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.Riwayat diabetes mellitus disangkal.Riwayat hipertensi disangkal.Riwayat asma disangkal.

Riwayat keluar cairan dari telinga disangkal.

Riwayat operasi amandel disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini.Riwayat diabetes mellitus disangkal.Riwayat hipertensi disangkal.Riwayat asma disangkal.Riwayat Pengobatan: Os meminum obat warung (ultra flu dan bodrex) setiap kali keluhan datang, namun keluhan muncul kembali.Riwayat Allergi: Alergi cuaca disangkal, alergi obat disangkal, dan os memiliki alergi terhadap makanan udang.Riwayat Psikososial: Os baru saja pindah rumah dari Cimacan ke Cianjur sekitar 7 bulan lalu, dan os tinggal dirumah (sekitar pasar) dengan kamar yang tidak memiliki ventilasi, kasur menggunakan kapuk dan jarang dijemur dan dibersihkan. Merokok disangkal.PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran

: Composmentis Kesadaran Umum: Tampak sakit ringan Berat Badan (BB): 72 kg

TANDA VITAL

Tekanan darah

: 120/80 mmHg Pernapasan

: 22x/menit Nadi

: 86x/menit, teratur, kuat angkat Suhu

: 36,80CSTATUS GENERALIS

1) Kepala

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Reflek pupil (+/+) Telinga:

Hidung: Lihat di status lokalis Mulut

:

2) Thoraks

Pulmo

: I : tampak simetris kedua lapang paru

P : tidak dilakukan

P : tidak dilakukan

A : Vesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Whezing (-/-) COR

: I : Ictus kordis tidak terlihat

P : tidak dilakukan

P : tidak dilakukan

A : Bunyi jantung I dan II murni regular, murmur (-), gallop (-)3) Abdomen

Inspeksi: Perut tampak cembung, bekas luka (-) Palpasi

: Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), Splenomegali (-) Perkusi: Timpani diseluruh kuadran abdomen Auskultasi: Bising usus (+) 10 x/menit4) Ekstemitas

Atas

: Hangat/hangatEdema (-/-)RCT (5 sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukil kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET), SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi. Keuntungan SET selain allergen penyebab, juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini banyak digunakan ialah Intracutaneus Provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Meskipun tes kulit dapat dilakukan pada semua anak tetapi tes kulit kurang bermakna pada anak berusia di bawah 3 tahun. Alergen penyebab yang sering adalah inhalan seperti tungau debu rumah, jamur, debu rumah, dan serpihan binatang piaraan, walaupun alergen makanan juga dapat sebagai penyebab terutama pada bayi. Susu sapi sering menjadi penyebab walaupun uji kulit sering hasilnya negatif. Alergen ingestan secara tuntas lenyap dalam tubuh dalam waktu 5 hari. Selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan jenis makanan.9. Penatalaksanaana. Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan allergen penyebabnya dan eliminasi.

b. Medikamentosa : Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral.

Antihistamin dibagi dalam 2 golongan: 1. Golongan antihistamin generasi 1 (klasik) dan generasi 2 (non-sedatif). Antihisamin gen-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan plasenta serta mempunyai efek kolinergik, contohnya :difendramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin sedangkan yang dapat diberikan secara topical adalah azelastin. Sedangkan antihistamin gen-2 bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus sawar darah otak. Bersifat selektif mengikat reseptor H-1 perifer dan tidak mempunyai efek antikolinergik dan efek pada SSP minimal. Antihisamin di absorbs secara oral dengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala pada respons fase cepat. Antihistamin non sedative di bagi menjadi 2 : pertama adalah astemisol dan terfenadin yang mempunyai efek kardiotoksik. Kedua adalah loratadin, setrisin, fexofenadine, desloratadin dan levosetrisin.Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topical. Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala utama sumbatan hidung akibat respon fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang penting diapakai ialah kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat, dan triamsinolon). Kortikosteroid topikal bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah bocornya plasma.Preparat antikolinergik topikal aalah ipratropium bromide, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena aktifitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektorc. Operatif : tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memkai AgNO3 25% atau triklor asetatd. Imunoterapi: cara pengobatain ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama, serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukan IgE. Ada 2 metode imunoterapi yang umum dilakukan yaitu intradermal dan sub-lingual.

10. Kompilaksi

Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah :

a. Polip hidung : beberapa peneliti mendapatkan bahwa alergi hidung merupakan salah satu factor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung.

b. Otitis media efusi yang sering residitif, terutama pada anak-anak.c. Rinosinusitis

Gambar 4. Algoritma penatalaksanaan Rinitis alergi menurut WHO8

G. Rinitis Vasomotor

1. Definisi Rinitis vasomotor ialah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipotiroid), dan pajanan obat (kortikosteroid oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topical hidung dekongestan).

Rinitis ini digolongkan menjadi non alergi bila adanya alergi/alergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukil kulit, kaar antibody IgE spesifik serum).

Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non-alergic perennial rhinitis.

2. Penyebab dan Patofisiologi Etiologi masih belum diketahui pasti. Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi rhinitis vasomotor:

a. Neurogenik

Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmitter noradrenalin dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus simpati ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan ini disebut sebagai siklus nasi. Dengan adanya siklus ini, seseorang akan mampu ntuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung yang berubah-ubah luasnya.

Serabut saraf parasimpatis berasal dari nucleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n. Vidianus, kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan kana terjadi pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptide yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. Rinitis vasomotor diduga sebagai akibat dari ketidak seimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung yang berupa bertambahnya aktivitas system saraf parasimpatis.2b. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung. Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dnegan peningkatan pelepasan neuropeptida seperti substance P dan calcitonin gene-related protein yang mneyebabkan peningkatan permeabilitas vascular dna sekresi kelenjar. Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-reaktivitas hidung.c. Nitrik Oksida Kadar nitrik oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel. Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung.

d. Trauma

Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida.

3. Tanda dan Gejala Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik, seperti asap rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin atau pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Pada keadaan normal, faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan oleh individu tersebut. Kelainan ini merupakan gejala yang mirip dengan rinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata.

Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya.

Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu:

a. Golongan bersin, gejala biasanya member respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikosteroid topikal.

b. Golongan rinore, gejala dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik topikal.

c. Golongan tersumbat, terapi umumya memberi respon yang baik dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor topikal. 4. Diagnosis

Diagnosis umumnya ditegakkan dengan cara ekslusi yaitu menyingkirkan adanya rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas beupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis alergi. Permukaan konka dapat licin berbenjol-benjol (hipertropi). Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore sekret yang ditemukan ialah serosa dan banyak jumlahnya. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan rinitis alergi, kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret hdung, akan tetapi dalam jumlah sedikit. Tes cukit kulit bisanya negatif. Kadar IgE spesifik tidak meningkat.

5 . Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada rinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada faktor penyebab dan gejala yang menonjol, secara garis besar dibagi dalam:

a. Menghindari stimulus/faktor pencetus

b. Pengobatan simptomatis dengan obat-obatan dekongestan oral, cuci hiung dengan garam fisiologis, kauterisasi konka hipertropi dengan larutan AgNO3 25% atau triklor asetat pekat. Dapat juga diberikan kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram. Dosis dapat ditingkatkan sampat 400 mikrogram sehari. Hasilnya akan terlihat setelah pemakaian paling sedikit selama 2 minggu. Saat ini terdapat kortikosteroid topikal baru dalam larutan aqua seperti flutikason propionate dan mometason furoat dengan pemakaian cukup satu kali sehari dengan dosis 200 mcg. Pada kasus dengan rinore yang berat dapat ditambahkan antikolinergik topical (ipatropium bromide). Saat ini sedang dalam penelitian adalah terapi desentisisasi dengan obat capsaicin topical yang mengandung lada.

c. Operasi dengan cara bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka inferior.

d. Neurektomi n.vidianus yaitu dengan melakukan pemotongan pada n.vidianus bila dengan cara diatas tidak memberikan hasil optimal. Operesi ini tidaklah mudah, dapat menimbulkan komplikasi seperti sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi, neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. Dapat juga dilakukan tindakan blocking ganglion sfenopalatina.

H.Rinitis medikamentosaRinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Dapat dikatakan bahwa hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang berlebihan (drug abuse).1.Patofisiologi

Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan atau iritan, sehingga harus berhati-hati memakai topikal vasokonstriktor. Obat topikal vasokonstriktor dari golongan simpatomimetik akan menyebabkan siklus nasi terganggu dan akan berfungsi normal kembali apabila pemakaian obat itu dihentikan.

Pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dalam waktu lama akan menyebabkan terjadinya fase dilatasi berulang setelah vasokonstriksi, sehingga timbul gejala obstruksi. Adanya gejala obstruksi ini menyebabkan pasien lebih sering dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut. Pada keadaaan ini ditemukan kadar agonis alfa-adrenergik yang tinggi di mukosa hidung. Hal ini akan diikuti dengan penurunan sensitivitas reseptor alfa-adrenergik di pembuluh sehingga terjadi suatu toleransi. Aktivitas dari tonus simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi menghilang. Akan terjadi dilatasi dan kongesti jaringan mukosa hidung, keadaan ini disebut juga sebagai rebound congestion.Kerusakan yang terjadi pada mukosa hidung pada pemakaian obat tetes hidung dalam waktu lama ialah : silia rusak, sel goblet berubah ukurannya, membran basal menebal, pembuluh darah melebar, stroma tampak edema, hipersekresi kelenjar mucus dan perubahan pH sekret hidung, lapisan submukosa menebal dan lapisan periostium menebal.

Oleh karena itu pemakaian obat topikal vasokonstriktor sebaiknya tidak lebih dari satu minggu, dan sebaiknya yang bersifat isotonik dengan sekret hidung normal (pH antara 6,3 dan 6,5) .

2. Gejala dan tanda

Pasien mengeluh hidungnya tersumbat terus menerus dan berair. Pada pemeriksaan tampak edema / hipertrofi konka dan sekret hidung yang berlebihan. Apabila diberi tampon adrenain, edema konka tidak berkurang.

3. Penatalaksanaan

a. hentikan pemakaian obat tetes atau semprot vasokonstriktor hidung.

b. untuk mengatasi sumbatan berulang, dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara bertahap dengan menrunkan dosis sebanyak 5 mg setiap hari.

c. obat dekongestan oral (biasanya mengandung pseudoefedrin)

Apabila dengan cara ini tidak ada perbaikkan setelah 3 minggu, pasien dirujuk ke dokter THT. BAB V

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Rinitis adalah reaksi proses inflamasi pada mata, hidung, dan tenggorokan akibat iritan dari infeksi, udara bebas (alergen) yang memicu pengeluaran histamin ataupun iritasi. Rinitis dibagi atas 2 kategori, yaitu rinitis alergi dan rinitis non alergi.

Rinitis alergi merupakan penyakit saluran nafas yang sering dijumpai pada anak disamping asma dan sinusitis. Sekitar 40 % anak pernah mengalami rinitis alergi sampai usianya 6 tahun. Rinitis alergi merupakan penyakit yang didasari oleh proses inflamasi. Terdapat hubungan yang erat antara saluran napas atas dan bawah. Rinitis non alergi sering pada orang dewasa dan menyebabkan gejala bertahun-tahun seperti pilek dan hidung tersumbat. Beberapa orang yang menderita rinitis non alergi mengalami inflamasi pada daerah hidung dan sinusnya. Rinitis merupakan peradangan pada mukosa hidung. Untuk mendiagnosis suatu rinitis diperlukan informasi perjalanan penyakit maupun pemeriksaan fisik. Tes diagnosis yang umumnya dilakukan adalah tes untuk rinitis alergi yaitu percutaneous skin test dan tes alergen spesifik antibodi imunoglobulin E (Ig E). Pemeriksaan yang jarang dilakukan seperti tes provokasi hidung, sitologi hidung, nasolaringoskopi, dan intradermal skin test. B. Saran

Saran saya terhadap kasus rinitis kronis adalah harus segera dilakukan tatalaksana yang cepat, tepat dan teratur agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut. Selain itu edukasi kepada pasien tentang penyakit rinitis kronis ini sangat penting agar pasien mengerti bahwa penyakit ini dapat dilakukan pengendalian dengan baik dari alergen penyebab.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad dkk.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 6.Jakarta: FKUI. 2012.2. Adam, Boies, Higler.Boies Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6. Jakarta: EGC.3. Global primary care education. WHO ARIA. 2007.5