Rheumatic Heart Fever

download Rheumatic Heart Fever

of 38

Transcript of Rheumatic Heart Fever

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    1/38

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II. A. Anatomi Katup Jantung

    Katup jantung merupakan membrane atau selaput yang berperan dalam pengaturan aliran darah

    dalam jantung. Kerja jantung bersifat otomatis yaitu hanya akan terbuka searah aliran darah dan

    tertutup dalam arah lainnya. Katup jantung berjumlah 4 lembar :

    2 Katup Atrioventrikuler : Terletak diantara ruang atrium dan ventrikel jantung

    a) Mitral

    Terdiri dari dua daun katup

    Antara atrium kiri dan ventrikel kiri

    Katup mitral terdiri dari 4 komponen utama yaitu : annulus mitralis, daun

    katup, chorda tendinae, M.papilaris

    Katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel

    b) Trikuspid

    Terdiri dari tiga daun katup

    Antara atrium kanan dan ventrikel kanan

    Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan ke

    ventrikel kanan

    Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium

    kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel

    1

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    2/38

    2 Katup Semilunar : Terdapat diantara ventrikel dan arteri

    a) Katup pulmonal

    Antara ventrikel kanan dan a.pulmonalis

    Setelah katup tricuspid tertutup, darah akan mengalir melalui ventrikel kanan

    menuju trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri

    pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru

    kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis

    yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi

    dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah

    mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.

    b) Katup aorta

    Terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta

    Antara ventrikel kiri dan aorta

    Katup ini akan terbuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi, sehingga darah

    akan mengalir ke seluruh tubuh

    Katup ini akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga

    mencegah darah masuk kembali ke ventrikel kiri

    2

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    3/38

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    4/38

    negara maju, insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan sudah

    tidak ditemukan lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan di

    beberapa negara maju. Tidak semua penderita infeksi saluran napas yang disebabkan

    infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A menderita DR, sekitar 3 persen dari

    penderita infeksi saluran napas atas terhadap Streptococcus B hemoliticus grup A di

    barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 persen didapati

    pada anak yang tidak diobati setelah epidemic infeksi Streptococcus B hemoliticus

    grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan WHO Expert consultation

    Geneva, 29 Oktober 1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka

    mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per

    100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan

    7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 - 322.000 yang meninggal diseluruh dunia

    karena penyakit tersebut.

    Demam rematik terjadi akibat reaksi autoimun yang disebabkan Infeksi

    Streptococcus B hemoliticus grup A (Streptococcus pyogenes), terutama serotype M-

    protein tipe 1,3,5,6,14,18,19,24, pada tenggorokan, yang bila tidak di obati akan

    berlanjut menjadi PJR. Streptococcus B hemoliticus grup A merupakan bakteri gram

    (+) yang bersifat non motile dan sering menyebabkan tonsilofaringitis dan demam

    rematik.

    II. B. 3. Faktor Risiko

    1. Usia

    Terbanyak pada usia 5-15 tahun, kurangnya immunitas dan sering kontak

    dengan anak anak lain memudahkan penularan infeksi streptococcus (Thomas

    K Chin, 2006).

    2. Serangan ulang

    Penderita yang sudah mendapat serangan cenderung rekuren.

    3. Genetik

    Berdasarkan penelitian Pedigree, menyatakan bahwa respon kekebalan

    dikendalikan secara genetik, dengan responsivisitas tinggi terhadap antigen

    4

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    5/38

    dinding sel Streptococcus yang diwariskan melalui gen resesif tunggal, dan

    respon yang rendah melalui gen dominan tunggal. Data lebih lanjut

    menunjukkan bahwa gen pengendali respon level rendah terhadap antigen

    streptococcus terkait erat dengan antigen leukosit manusia kelas II, HLA.

    4. Keluarga

    Akibat lingkungan yang sama

    5. Lingkungan

    Keadaan lingkungan seperti kondisi ekonomi social yang buruk, kepadatan

    penduduk, dan akses ke perawatan kesehatan sangat menentukan

    perkembangan dan komplikasi demam rematik. Penularan penyakit sangat

    dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kontak antar individu. Variasi musiman

    kejadian demam rematik sangat menyerupai variasi infeksi Streptococcus.

    Variasi ini sangat signifikan di daerah beriklim sedang, tetapi tidak signifikan

    dalam daerah beriklim tropis (WHO, 2001).

    II. B. 4. Patogenesis

    Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen Streptococcus B

    hemoliticus grup A, diperkirakan terdapat kemiripan antara antigen bakteri dengan

    sel jantung manusia. Menurut penelitian ditemukan 2 hal yaitu :

    Ada persamaan antara KH Streptococcus B hemoliticus grup A dengan

    glycoprotein katup jantung

    Ada persamaan molekuler Streptococcal M-protein dengan sarcolema sel

    miocard jantung

    Pada faringitis disebabkan oleh Streptococcus B hemoliticus grup A, organisme

    yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan menempel ke sel epitel lokal,

    membebaskan berbagai enzim berbahaya yang merusak jaringan. Setelah masa

    inkubasi 2-4 hari, endapan respon dari sistem kekebalan tubuh, yang terdiri dari

    tenggorokan bengkak, demam tinggi, sakit kepala dan ketidaknyamanan tubuh. Pada

    5

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    6/38

    sekitar 3 persen dari kasus, infeksi ini berubah menjadi demam rematik. Ini adalah

    penyakit yang sangat menular, dan pasien tetap terinfeksi selama beberapa minggu

    setelah gejala mereda.

    Bakteri yang disebut Streptococcus pyogenes mengintai dalam tubuh danmenyerang sel-sel kulit yang melapisi hidung, dan menyebabkan sakit tenggorokan,

    sakit kepala, demam dan kelelahan. Tanpa perawatan yang tepat dari demam

    rematik, penyakit ini berkembang menjadi penyakit jantung rematik dan

    menyebabkan serangan autoimun pada katup jantung. Ini berarti bahwa tubuh mulai

    untuk menyerang struktur penyempitan di jantung, menimbulkan kerusakan pada

    organ.

    Salah satu temuan terbesar mengenai patofisiologi demam rematik adalah bahwa

    penyebab utama efek mematikan sebagian besar streptokokus, protein M di dinding

    selular. Protein ini mampu menempelkan dirinya ke jaringan ikat tubuh dan

    menurunkan strukturnya.

    M-protein adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan virulensi bakteri. M-

    protein terdapat pada permukaan sel kuman sebagai alpha-helical coiled coil dimer,

    dan memiliki struktur yang homolog dengan myosin jantung dan molekul alpha-

    helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin, dan laminin. Disimpulkan bahwa

    homologi ini bertanggung jawab pada proses patologis PJR. Laminin adalah protein

    matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel endothelial yang melapisi katup jantung

    dan merupakan struktur katup. Laminin juga merupakan target untuk antibodi

    polireaktif yang mengenali M-protein, miosin.

    Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapat

    menjembatani kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai b

    nonpolimorfik V pada reseptor sel T, menstimulasi pengikatan antigen, sehingga

    terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi sel sitotoksik. Pada kasusPJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen protein M.

    aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik Streptococcus

    juga berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan produksi antibodi

    6

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    7/38

    autoreaktif. Aktivitas dari GRAB (alpha-2 macroglobulin-binding protein) yang

    dihasilkan oleh Streptococcus pyogenes, streptococcal fibronectin-binding protein 1

    (sfb 1), yang memediasi perlekatan dan invasi kuman ke sel epitel manusia,

    streptococcal C5a peptidase (SCPA), yang mengaktivasi komplemen C5a dan

    membantu perlekatan kuman pada jaringan, semuanya itu berperan dalam

    pathogenesis PJR.

    Infeksi oleh streptococcus dimulai dengan pengikatan permukaan bakteri reseptor

    dengan permukaan sel host merupakan yang paling penting dalam kolonisasi, dan

    peristiwa ini diperantarai oleh fibronektin dan oleh protein pengikat fibronektin

    kuman. Asam lipoteichoic dan protein M juga memainkan peran penting dalam

    perlekatan bakteri. Respon host terhadap infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A

    meliputi produksi antibody tipe spesifik, opsonisasi dan fagositosis.

    Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat berupa

    penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi). Kedua kelainan ini

    akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung. Pada keadaan stenosis,

    darah yang dipompa akan sulit melalui katup jantung yang menyempit. Sementara

    pada keadaan insufisiensi terjadi semacam kebocoran. Meskipun kuman penyakit ini

    bisa menyerang semua katup jantung, yang paling sering terjadi adalah kerusakan

    pada katup mitral. Jika pada stenosis katup mitral, darah tidak dapat dipompa ke luar

    secara leluasa dari ventrikel kiri, pada insufisiensi katup mitral terjadi sebaliknya.

    Ketika ventrikel kiri berkontraksi, katup yang terdapat antara atrium kiri dan ventrikel

    kiri tidak dapat menutup rapat. Akibatnya, darah yang dipompa oleh ventrike kiri

    sebagian menuju pembuluh aorta, dan sebagian lagi kembali ke atrium kiri melalui

    katup yang tak menutup rapat. Stenosis maupun insufisiensi katup mitral yang ringan

    mungkin tidak menimbulkan gejala. Karena penyumbatan atau kebocoran pada katup

    jantung, maka ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang

    cukup ke seluruh tubuh (sirkulasi). Akibatnya terjadi pembesaran bilik jantung kiri

    hingga menyebabkan gagal jantung.

    7

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    8/38

    8

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    9/38

    II. B. 5. Gambaran klinis

    Diagnosis penyakit jantung rematik dapat ditegakkan setelah diagnosis demam

    rematik ditegakkan. Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ

    yang terlibat dan manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan

    gabungan sistem organ yang terlibat. Berbagai komponen DR seperti arthritis,

    eritema marginatum, korea, karditis, nodul subkutan, dan lainnya telah dijelaskan

    secara terpisah atau kolektif pada awal abad ke-17. de Baillou dari Perancis adalah

    epidemiologis pertama yang menjelaskan rheumatism artikular akut dan

    membedakannya dengan gout, dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan

    9

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    10/38

    korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan gejala tersebut dengan penyakit

    jantung. Pada tahun 1761, Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya

    kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR didapatkan

    setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan

    1889, Walter Butletcheadle mengemukakan rheumatic fever syndrome yang

    merupakan kombinasi arthritis akut, penyakit jantung, korea, dan belakangan

    termasuk manifestasi yang jarang yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan

    sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn, mengusulkan

    hubungan infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A dengan demam rematik dan

    secara perlahan-lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya.

    Pada tahun 1965, telah dilakukan revisi terhadap criteria Jones modifikasi oleh

    AdHoc Committee to revise the Modified Jones Criteria of the Council on Rheumatic

    Fever and Congenital Heart Disease of the American Heart Association (AHA) yang

    diketuai oleh Dr. Gene H Stollerman, revisi ini menekankan perlu ada bukti infeksi

    Streptococcus sebelumnya sebagai syarat mutlak untuk menegakkan diagnosis DR

    dan PJR. AHA Committee juga memperbaiki beberapa penjelasan berbagai

    manifestasi klinis DR akut tetapi tidak ada membuat perubahan.

    Pada tahun 1992, American Heart Association (AHA) melakukan update criteria

    Jones yang telah dimodifikasi, direvisi, dan diedit selama beberapa tahun dan disebut

    sebagai Kriteria Jones Update dan digunakan untuk menegakkan diagnosis Demam

    Rematik sampai saat ini. Kriteria ini juga mempertahankan 2 gejala mayor dan 1

    gejala mayor ditambah 2 gejala minor, dan ditambah adanya bukti infeksi

    Streptococcus sebelumnya, untuk menegakkan diagnosis.

    Kriteria Jones (Updated 1992) AHA

    Manifestasi Mayor Manifestasi MinorKarditis

    Poliartritis

    Corea Sydenham

    Klinis

    -Artralgia

    -Demam

    10

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    11/38

    Eritema Marginatum

    Nodulus Subkutan

    Laboratorium

    -Peninggian reaksi fase akut (LED

    meningkat dan atau C Reactive Protein)

    -Interval PR memanjang

    DitambahDisokong adanya bukti infeksi streptococcus sebelumnya berupa kultur apus

    tenggorok yang positif atau tes antigen streptococcus yang cepat atau titer ASTO

    yang meningkat

    Jika disokong adanya bukti infeksi Strptococcus sebelumnya, adanya 2

    manifestasi mayor atau adanya 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor,

    menunjukkan kemungkinan besar adanya demam rematik.

    Pada 2002-2003, WHO mengajukan criteria untuk diagnosis DR dan PJR

    (berdasarkan criteria Jones yang telah direvisi).

    II. B. 5. 2. Gambaran klinik Demam Rematik yang tidak berhubungan dengan jantung

    Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan nodul

    subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat didapatkan.

    11

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    12/38

    1. Polyarthritis

    Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada 70-75%

    pasien). Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas

    bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya

    di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada sendi yang terkena,

    bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak

    pada sendi yang terkena. Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap

    selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang dengan

    pemberian aspirin.

    2. Sydenham chorea terjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik. Keluhan pasien

    adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa tujuan, kelemahan

    yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended

    joints, hipotonia, fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi

    dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.

    3. Erythema marginatum, ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung

    berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi eritematous dengan warna pucat

    pada bagian tengah dan disekelilingnya, dengan tepi yang bergelombang.

    Erythema marginatum

    (Binotto, 2002)

    12

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    13/38

    4. Subcutaneous nodules terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik. Jika terdapat

    nodul, maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan,

    prosesus spinosus dari vertebra. Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan

    sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan. Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami

    resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien

    tidak didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan

    lain.

    Subcutaneous nodules

    (Binotto, 2002)

    II. B. 5. 1. Gambaran klinik Penyakit Jantung Rematik

    Kelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering didapatkan.

    1. Mitral stenosis

    2. Mitral regurgitasi

    3. Aorta stenosis

    4. Aorta regurgitasi

    5. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang disebabkan karena pelebaran

    dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi, S1

    terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah. P2 akan meningkat,

    dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya terdengar menurun jika terjadi pulmonary

    hypertension.

    13

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    14/38

    6. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis. Terjadi karena

    atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi. Kejadian

    thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.

    Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan katup mitral).

    Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.

    1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur

    Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup.

    Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :

    a. Apical pansystolic murmur, dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur

    yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau

    posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.

    b. Apical diastolic murmur, juga dikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari

    murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar

    saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat

    terdengar lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan

    posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.

    c. Basal diastolic murmur, adalah murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan

    karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan

    midsternal pada ekspirasi dalam.

    2. Gagal jantung kongestif

    Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau myocarditis.

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea,

    peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.

    3. Pericarditis

    Terdengarnyapericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.

    14

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    15/38

    Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan terdengarnya

    bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan

    darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.

    II. B. 6. Pemeriksaan penunjang

    1. Kultur tenggorok

    Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kulturStreptococcus Grup A negatif pada

    fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan

    akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang

    lain.

    2. Rapid antigen test

    Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka spesifitas

    lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok

    sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

    3. Antistreptococcal antibodi

    Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan

    adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini sangat dipengaruhi

    oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320

    Todd pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.

    Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan

    positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).

    Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut demam

    rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan.

    4. Protein fase akut

    Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif;

    yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.

    15

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    16/38

    5. Pemeriksaan Imaging

    a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang

    merupakan gejala gagal jantung.

    b. Doppler-echocardiogram

    Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada

    keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan

    mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai

    berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.

    Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat progresivitas

    dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan intervensi pembedahan.

    Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae.

    Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.

    6. Kateterisasi jantung

    Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik,

    pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan

    balloon pada mitral stenosis.

    7. EKG

    Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.

    Sinus Takikardia

    (www.cardionetics.com)

    16

    http://www.cardionetics.com/http://www.cardionetics.com/
  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    17/38

    AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval

    memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk mendiagnosis

    penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan dengan adanya penyakit

    jantung rematik yang kronis.

    AV Block derajat I

    (www.medicalnotes.com)

    AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini

    biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.

    AV Block derajat II Type I

    17

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    18/38

    (www.medicalnotes.com)

    AV Block derajat II Type II

    (www.medicalnotes.com)

    AV Block derajat III

    (www.medicalnotes.com)

    Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutteratau atrial fibrilasi yang

    disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.

    18

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    19/38

    Atrial Flutter

    (http://library.med.utah.edu)

    Atrial Fibrilasi

    (http://library.med.utah.edu)

    8. Pemeriksaan histologi

    Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag) dapat

    ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.

    19

    http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/
  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    20/38

    Aschoff bodies

    (Binotto, 2002)

    II. B. 7. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan demam rematik akut ataupun yang reaktifasi adalah sebagai berikut: (Parillo,

    2010; Meador 2009; Ganesja harimurti, 1996):

    1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.

    2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of choice

    (DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.

    3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti inflamasi

    nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.

    Tirah baring

    Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien dengan

    karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila sendi yang mengalami

    inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan menyebabkan kerusakan sendi

    permanen (Meador, 2009).

    Terapi farmakologis

    Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi ( baik golongan OAINS

    ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan inotropik.

    Antibiotik

    Penicillin G benzathine

    Merupakan drug of choice untuk demam rematik.

    Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian

    Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U IM satu kali

    pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu kali pemberian.

    Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U procaine penicillin dapat digunakan

    pada anak yang lebih kecil (Parillo, 2010; Meador 2009).

    Penicillin G procaine

    Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian

    20

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    21/38

    Bayi dan anak dengan berat badan

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    22/38

    >2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari (Parillo, 2010; Meador 2009).

    Kortikosteroid (Prednison)

    Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan kardiomegali ataupun

    gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah menghilangkan ataupun mengurangi

    inflamasi miokardium. Dosis prednison:

    Dewasa: 60-80 mg/hari PO

    Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).

    Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian (Poestika

    Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama 2-3 minggu (Meador,

    2009).

    Neuroleptic agents (Haloperidol)

    Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol merupakan

    dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari

    otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan

    istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol:

    Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari

    Anak-anak: 12 tahun: sama seperti dosis dewasa (Parillo, 2010; Meador 2009).

    Inotropic agents (Digoxin)

    Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi efek

    terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang terjadi

    umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator (D. Manurung,

    1998; Meador, 2009). Dosis pemberian digoxin:

    Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian

    Anak-anak

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    23/38

    2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO

    5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO

    >10 tahun: 10-15 mcg/kg PO (Parillo, 2010; Meador 2009).

    Tabel Tatalaksana Demam Rematik Akut (Ganesja Harimurti, 1996)

    Gejala klinis Tirah baring

    (minggu)

    Mobilisasi bertahap

    (minggu)

    Obat anti

    inlamasi

    Karditis (-)

    Arthritis (+)

    2 2 Aspirin

    Karditis (+)

    Kardiomegali -)

    4 4 Aspirin

    Karditis (+)

    Kardiomegali (+)

    6 6 Prednison

    Karditis (+)

    Gagal jantung (-)

    >6 >12 Prednison

    II. B. 7. Pencegahan

    Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah

    terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk

    mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.

    Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan

    benzathine penicilinesingle dose IM.

    Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine peniciline

    setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung

    atau berisiko mengalami infeksi ulangan).

    Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak

    sebaik benzathine penisilin.

    23

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    24/38

    AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian

    pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun

    terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi

    dengan Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup

    ( Meador, 2009; Abdulah Siregar, 2008 ).

    II. B. 8. Komplikasi

    Komplikasi yang dapat terjadi berupa:

    Mitral stenosis

    Mitralregurgitasi

    Stenosis aorta dan regurgitasi aorta

    Congestive heart failure (CHF)

    Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh (Parillo, 2010;

    Meador 2009).

    II. B. 8. Kelainan katup pada Penyakit Jantung Rematik

    Kelainan katup yang terjadi pada penyakit jantung rematik meliputi: mitral stenosis, mitral

    regurgitasi, aorta stenosis, dan aorta regurgitasi.

    II. B. 8. 1. Mitral stenosis

    Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium kiri, curah jantung dan resistensi

    vaskular paru. Peningkatan tekanan atrium kiri dan penurunan compliance paru menyebabkan

    24

    http://emedicine.medscape.com/article/758899-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758816-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757200-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757999-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758899-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758816-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757200-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757999-overview
  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    25/38

    sesak napas, awalnya sesak hanya terjadi bila denyut jantung meningkat, tetapi jika derajat

    keparahan lesi meningkat pasien menjadi ortopnoe. Sebelum onset dispnoe paroksismal, batuk

    nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium kiri. Tekanan arteri

    pulmonalis meningkat paralel dengan peningkatan tekanan atrium kiri, pada pasien dengan stenosis

    mitral berat peningkatan tekanan arteri pulmonalis tidak proporsional disebut sebagai hipertensi

    paru reaktif.

    Gejala stenosis mitral (Gray H, 2005) :

    Rasa lelah

    Sesak napas

    Ortopnoe

    Dispnoe nocturnal

    Palpitasi (fibrilasi atrium)

    Pemeriksaan fisik

    Pada pemeriksaan fisik stenosis mitral didapatkan bunyi S1 yang mengeras. Tegangan

    mendadak pada katup mitral karena apparatus subvalvar daun katup mitral dan penghentian

    mendadak pergerakan ke bawah katup mitral menyebabkan opening snap nada tinggi pada awal

    diastole. Murmur rumbling diastolic nada rendah sering terlokalisasi di apeks atau aksila;

    durasinya pendek bila lesi katup ringan. Durasi murmur berkaitan dengan keparahan lesi.

    Gambaran fisik lain termasuk tanda edema paru (ronchi paru basal), retensi cairan, kongesti hepar,

    dan regurgitasi tricuspid.

    Pemeriksaan penunjang

    Pemeriksaan penunjang pada pasien stenosis mitral dapat dinilai secara noninvasive namun

    kadang diperlukan kateterisasi jantung. Gambaran stenosis mitral pada EKG tidak spesifik. Pada

    stenosis mitral murni, ukuran jantung pada foto thorax normal, kecuali terjadi hipertensi paru yang

    lama sehingga terjadi dilatasi pada ruang sisi kanan jantung. Pada mitral stenosis dan irama sinus,gelombang P dapat menunjukkan adanya pembesaran dari atrium kiri. Gelombang P ini dapat

    menjadi tinggi pada lead II, tegak pada V1 pada saat hipertensi pulmonal atau tricuspid stenosis

    terjadi sebagai komplikasinya dan atrium kanan membesar. Kompleks QRS normal, pada kasus

    25

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    26/38

    hipertensi pulmonal, dapat terjadi deviasi ke kanan dan hipertofi ventrikel kanan dapat terjadi

    (Fauci, 2008).

    Ekokardiografi dikombinasikan dengan pemeriksaan Doppler merupakan pemeriksaan yang

    paling berguna. Ekokardiografi dapat dengan baik menentukan apakah prosedur konservatif

    (valvotomi atau perbaikan katup dapat dilakukan). Pemeriksaan dengan kateterisasi jantung

    terbatas pada pasien tertentu, misalnya untuk menggambarkan anatomi koroner dan tidak sebagai

    keharusan sebelum pembedahan katup mitral (Gray H, 2005).

    Gambar Stenosis Mitral Gambar Stenosis Mitral

    (Binotto, 2002)

    (Keterangan gambar 2.14 stenosis mitral : menunjukkan penebalan dari katup, commisura yang

    saling melekat dengan kalsifikasi dan deposisi thrombus, penyatuan dan pemendekan dari chordate

    tendinae)

    Pada pasien yang bergejala, restriksi dari natrium dilakukan, juga diberikan diuretik oral.

    Pemberian digitalis sebenarnya tidak ada keuntungan pada pasien dengan mitral stenosis, tetapi

    pemberian obat ini dapat menurunkan ventricular rate pada pasien dengan atrial fibrilasi.

    Pemberian beta blocker dan CCB nondihydropyridine (verapamil atau diltiazem) dilakukan,

    dilakukan pemberian warfarin pada pasien dengan atrial fibrilasi dan riwayat tromboembolisme

    (Fauci, 2008). Pasien dengan stenosis mitral bermakna, terutama jika terdapat pembesaran atrium

    kiri yang terlihat dengan ekokardiografi membutuhkan antikoagulasi dengan warfarin, sebab pada

    26

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    27/38

    pasien dengan fibrilasi atrium karena penyakit jantung rematik terdapat peningkatan risiko stroke

    akibat tromboemboli sistemik sebesar 15-20 kali (Gray H, 2005).

    Tabel Terapi pada kelainan katup jantung (Fauci, 2008)

    Mitral valve repair

    Perbaikan katup ini biasanya dilakukan pada defek kongenital katup, perbaikan katup mitral ini

    dapat dilakukan dengan cara :

    a. Commissurotomy

    b. Valvuloplasty

    c. Reshaping

    Mitral Valvotomy

    GambarInoue balloon technique for mitral balloon valvotomy

    (Fauci, 2008)

    Mitral valve replacement(MVR)

    27

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    28/38

    Penggantian katup mitral mekanik

    (Fauci, 2008)

    Bagan Terapi stenosis mitral

    28

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    29/38

    (Fauci, 2008)

    Keterangan :

    PMBV :percutaneous mitral balloon valvotomy

    MVA : mitral valve area

    MVG : mean mitral valve pressure gradient

    PASP :pulmonary artery systolic pressure

    PAWP :pulmonary artery wedge pressure

    II. B. 8. 2. Mitral Regurgitasi

    Gejala klinik mitral regurgitasi

    Pasien dengan mitral regurgitasi kronik derajat ringan-sedang biasanya asimtomatik, hal ini

    dikarenakan adanya overloaddarah di ventrikel kiri ditoleransi dengan baik.

    Fatigue, dyspnoe deffort, orthopnea, dan palpitasi merupakan gejala yang sering

    ditemukan pada pasien dengan mitral regurgitasi kronik yang berat. Palpitasi dapat merupakan

    gejala awal dari atrial fibrilasi.Pemeriksaan Fisik

    Tekanan arteri biasanya normal.

    Pada apex jantung dapat dirasakan adanyasystolic thrill.

    Iktus kordis mengalami lateralisasi.

    Auskultasi

    S1 secara general tidak terdengar, lembut, ataupun tertutup suara murmurholosystolic.

    Katup aorta dapat menutup secara prematur yang menyebabkan splittingyang lebar padaS2.

    S3 nada rendah terdengar sekitar 0.12-0.17 detik setelah suara katup aorta menutup.

    Dapat ditemukan adanya middiastolic murmur.

    29

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    30/38

    Murmur holosistolik sedikitnya pada derajat III/VI adalah karakteristik utama pada

    auskutasi mitral regurgitasi kronik yang berat. biasanya paling terdengar pada bagian axilla yang

    menjalar ke arah axilla

    Penatalaksanaan

    Medikamentosa

    Warfarin dapat diberikan bila terdapat atrial fibrilasi dengan target INR 2-3. Kardioversi dapat

    dilakukan dengan defibrilator ataupun obat-obatan anti aritmia. Bila terdapat tanda-tanda

    kegagalan jantung dapat digunakan diuretik, -blockers, ACE inhibitors ataupun digitalis.

    Terapi pembedahan

    Pembedahan pada pasien dengan regurgitasi katup mitral kronik yang berat dapat

    dibedakan antara rekontruksi perbaikan (repair) katup dan penggantian (replacement)

    katup. Rekonstruksi katup menggunakan teknik valvuloplasti untuk memperbaiki katup

    yang bermasalah dengan menginsersikan cincin annuloplasty, rekontruksi katup

    memberikan efek samping jangka panjang seperti tromboemboli dan perdarahan yang lebih

    kecil jika dibandingkan dengan penggantian katup.

    Indikasi dilakukannya pembedahan katup mitral adalah adanya NYHA kelas III dan IV,

    atrial fibrilasi yang sering berulang, hipertensi pulmonal (tekanan arteri pulmonaris 50

    mmHg saat istirahat atau 60 mmHg saat beraktivitas). Juga pada pasien dengan disfungsi

    ventrikel kiri yang progresif dangan LVEF kurang dari 60% dan atau end-systolic cavity

    dimension pada echocardiography meningkat sekitar 40mm. Umumnya valvuloplasty pada

    pasien berusia kurang dari 75 tahun tanpa penyakit penyerta berhasil baik, dengan angka

    kematian saat operasi kurang dari 1% (Fauci, 2008).

    30

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    31/38

    Mitral Regurgitation

    (www.heart-valve-surgery.com)

    31

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    32/38

    Bagan Terapi regurgitasi mitral

    (Fauci, 2008)

    Keterangan:

    MV : mitral valve HT : hypertension

    MVR : mitral valve replacement LV : left ventricular

    EF : ejection fraction ESD : end-systolic dimension

    II. B. 8. 3. Aorta Stenosis

    Gejala klinis pada stenosis aorta biasanya asimtomatik, gejala baru muncul bila ukuran orifisium

    sudah mengecil secara signifikan yaitu < 1 cm2.

    Anamnesis

    Riwayat kelelahan dan sesak napas yang progresif menyebabkan keterbatasan aktivitas

    Trias gejala klasik : nyeri dada, sinkop eksersional, sesak napas

    Pada stadium lanjut timbul sianosis perifer, cachexia, kelemahan

    Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri : ortopnu, sesak napas nokturnal paroksismal, edema

    pulmonal

    Pemeriksaan fisik

    Tekanan denyut kecil dengan peningkatan perlahan akibat ejeksi yang memanjang

    dinilai dengan palpasi A.karotis atau A.brakialis.

    Intensitas bunyi jantung kedua aorta menurunakibat rigiditas katup aorta (A2)

    Bunyi jantung ke empat (S4) akibat peningkatan tekanan atrium kiri

    32

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    33/38

    Murmur ejeksi dimulai sesudah bunyi jantung satu (S1) dan berakhir sebelum bunyi

    jantung kedua (S2). Baik intensitas maupun panjang murmur tidak terkait dengan keparahan lesi

    katup.

    Thrillsistolik dapat teraba di basis, incisura suprasternal dan A.karotis

    Pemeriksaan Penunjang

    EKG

    Bila terdapat stenosis aorta berat terdapat hipertrofi ventrikrl kiri. Terdapat depresi segmen ST

    dan gelombang T inversi di sadapan 1 dan aVL dan sadapan prekordial kiri.

    Ekokardiogram

    Kunci penemuannya adalah hipertrofi ventrikel kiri, dan pada pasien dengan kalsifikasi katup

    multipel, tebal, ekoik dibandingkan katup. Stenosis aorta berat dapat diperkirakan dengan doppler

    dengan aliran transaorta dengan luas orifisium < 1 cm2. Stenosis sedang ditentukan dengan luas

    orifisium 1-1,5 cm2, dan stenosis ringan luas orifosium 1,5-2 cm2. Dilatasi ventrikel kiri dan

    penurunan sistolik mencerminkan penurunan fungsi ventrikel kiri.

    Foto rontgen toraks

    Akibat stenosis aorta terjadi hipertrofi konsentrik tanpa dilatasi, sehingga radiologi

    menunjukan gambaran dalam batas normal. Akibat adanya stenosis aorta jangka panjang terjadi

    dilatasi post stenosis pada aorta ascenden. Kalsifikasi katup aorta tidak dapat diidentifikasi dengan

    foto polos dan biasanya diidentifikasi dengan fluoroskopi. Kalsifikasi hanya dapat dilihat dengan

    posisi lateral atau obliq

    Kateterisasi

    Kateterisasi jarang dilakukan tetapi sangat berguna bila ada ketidakcocokan antara penemuan

    klinis dan ekokardiografi.

    Indikasi :

    1. Pasien dengan penyakit multivalvular, untuk menentukan deformitas katup untuk

    perencanaan operasi definitif2. Pasien muda dan asimtomatik dengan stenosis aorta kongenital non kalsifikasi untuk

    menentukan derajat obstruksi aliran dari ventrikel kiri, dimana operasi diindikasikan bila terdapat

    stenosis berat, walaupun tidak ada gejala.

    33

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    34/38

    3. Pasien yang dicurigai ada obstruksi bukan pada katup aorta tapi pada regio sub atau

    supravalvular.

    Angiografi koroner diindikasikan untuk mendeteksi atau menyingkirkan CAD pada pasien

    > 45 tahun dengan stenosis berat yang dipertimbangkan untuk dilakukan operasi.

    Terapi medikamentosa

    Pada pasien dengan stenosis berat, harus dilakukan pembatasan aktivitas berat, pencegahan

    dehidrasi dan hipovolemia untuk mencegah penurunan cardiac output(CO). Terapi farmakologis

    yang digunakan sama seperti untuk pengobatan hipertensi atau CAD, yaitu beta bloker, ACE

    inhibitor, aman untuk pasien asimtomatis dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik.

    Nitrogliserin membantu meredakan angina pektoris.

    Terapi pembedahan

    Pasien asimtomatis dengan stenosis dan obstruksi berat harus dimonitor perkembangan

    gejalanya dengan elektrokardiogram serial untuk memonitor fungsi ventrikel kiri. Operasi

    diindikasikan pada :

    pasien dengan stenosis berat (< 1 cm2) yang simtomatis, yang mengalami disfungsi

    ventrikel kiri (ejeksi fraksi , 50%)

    aneurisma atau dilatasi aorta walaupun asimtomatis

    pasien dengan gagal jantung, angina, dan sinkop eksersional dengan stenosis yang

    signifikan (Fauci, 2008).

    Penggantian katup aorta diindikasikan pada :

    perempuan usia reproduksi / manula (>70 tahun) dimana penggunaan antikoagulan tidak

    diinginkan.

    Valvuloplasti aorta balon :

    pasien simtomatik dengan kondisi mengancam nyawa lain seperti karsinoma.

    34

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    35/38

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    36/38

    Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

    Tekanan nadi yang lebar

    Denyut apeks aktif, hiperdinamik, sering bergeser ke lateral

    Khas : murmur awal diastolik, dimulai segera sesudah A2 terdengar pada batas sternal kiri

    dan basis. Derajat keparahan lebih digambarkan oleh panjang murmur daripada keras murmur.

    Murmur mid-diastolik (murmur austin-flint) regurgitasi aorta berat

    Pemeriksaan penunjang

    EKG

    Pada regurgitasi aorta akut : normal

    Pada regurgutasi aorta kronis : gambaran hipertrofi ventrikel kiri, yaitu depresi segmen ST dan

    gelombang T terbalik di sadapan I, aVL, V5 dan V6. Left axis deviation, pelebaran kompleks QRS,

    biasanya berhubungan dengan fibrosis, berhubungan dengan prognosis yang buruk.

    Foto rontgen toraks : dilatasi ventrikel kiri

    Potongan frontal : apeks terdorong ke bawah dan ke kiri

    LLDdan lateral : ventrikel kiri terdorong ke belakang dan menempel ke vertebra.

    Ekokardiografi

    Pergerakan dinding jantung bisa normal sampai terjadi penurunan kontraktilitas miokardium.

    Getaran kuspid mitral anterior yang cepat dan berfrekuensi tinggi diakibatkan oleh benturan aliran

    darah balik. Ekokardiogram juga dapat menentukan penebalan dan kegagalan penutupan katup.

    Ekokardiografi doppler sangat sensitif untuk deteksi regurgitasi aorta, termasuk membantu

    menentukan derajat keparahan. Pada regurgutasi aorta berat, terjadi aliran balik saat diatol di

    aorta thoracica descendent bagian proksimal.

    Cardiac Catheterization and Angiography

    Bila diperlukan kateterisasi jantung kiri dan jantung kanan dengan aortografi kontras dapat

    menyediakan konfirmasi akurat dari regurgitasi dan fungsi ventrikel kiri. Angiografi koroner

    dilakukan secara rutin pada pasien yang memiliki kecenderungan untuk pembedahan.

    Penatalaksanaan

    36

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    37/38

    Pasien asimtomatik dengan regurgutasi aorta ringan : diperiksa ulang setiap 6 atau 12 bulan

    dengan ekokardiografi serial.

    Pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa penurunan fungsi ventrikel perlu pembedahan.

    Pengobatan pada regurgitasi aorta akut dapat dilakukan dengan pemberian diuretic intravena dan

    vasodilator (seperti sodium nitropruside), tetapi stabilisasi dengan pengobatan seperti ini hanya

    sebentar saja, pembedahan diindikasikan. Tekanan darah perlu dijaga (target tekanan darah 55 mL/m2. Pasien dengan

    aorta regurgitasi berat tetapi tanpa indikasi operasi harus dilakukan follow up secara klinis dan

    echocardiographic setiap 3-12 bulan. Penggantian katup aorta mekanik secara umum diperlukanpada aorta regurgitasi akibat rematik. Pada keadaan kelainan katup, tindakan risiko dari tindakan

    operasi ini tergantung pada staging penyakitnya dan fungsi miokardium saat dilakukan operasi.

    Dari keseluruhan operasi, angka kematian saa AVR sekitar 3%. Pasien dengan pembesaran jantung

    dan disfungsi ventrikel kiri angka kematiannya mencapai 10%, sedangkan angka kematian lambat

    terjadi sekitar 5% per tahun akibat kegagalan ventrikel kiri walaupun operasi telah sukses

    dilakukan. Karena prognosis yang buruk, maka pemilihan terapi pembedahan sebenarnya hanya

    merupakan lifesaving (Fauci, 2008).

    37

  • 7/31/2019 Rheumatic Heart Fever

    38/38

    Bagan Terapi aorta regurgitasi

    (Fauci, 2008)

    Keterangan:

    RVG : radionuclide ventriculography

    MRI : magnetic resonance imaging

    AVR : aortic valve replacement DD : end-diastolic dimension;

    EF : ejection fraction SD : end-systolic dimension