Dengue haemoragic Fever
-
Upload
galih-setiyo-adi -
Category
Documents
-
view
25 -
download
0
description
Transcript of Dengue haemoragic Fever
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang
bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan
kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
B. Etiologi/ Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue yang dapat
dibedakan menjadi 4 strain yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4.
Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviridae.
Virus dengue dapat ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 420).
Virus dengue merupakan virus RNA rantai tunggal. Virus ini hidup
(survive) di alam lewat dua mekanisme yaitu:
1. Melalui transmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat
ditularkan oleh nyamuk betina dan telurnya yang nantinya akan
menjadi nyamuk. Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan
kepada nyamuk betina melalui kontak seksual.
2. Melalui transmisi virus yang berasal dari nyamuk masuk ke dalam
tubuh vertebrata seperti manusia dan kelompok kera tertentu atau
sebaliknya.
Nyamuk mendapatkan virus pada saat menggigit manusia yang
terinfeksi virus dengue. Virus yang berada di lambung nyamuk akan
mengalami replikasi, kemudian akan bermigrasi dan akhirnya sampai
ke kelenjar ludah. Virus masuk tubuh manusia lewat gigitan nyamuk
yang menembus kulit, kemudian masuk sirkulasi darah dengan cepat.
Reaksi tubuh terhadap virus dengue dapat berbeda. Sehingga
manifestasi gejala klinis dan perjalanan penyakitpun akan berbeda.
Bentuk reaksi tubuh terhadap adanya virus dengue itu adalah seperti:
1. Mengendapnya bentuk netralisasi komplek Ig serum pada
pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
2. Gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan
jumlah dan kualitas faktor koagulasi yang menimbulkan manifestasi
perdarahan.
3. Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan
keluarnya komponen plasma menuju ke ruang ekstravaskuler
dengan manifestasi asites dan efusi pleura.
Jika tubuh manusia hanya memberi reaksi pertama dan kedua,
orang itu akan menderita demam dengue. Sementara, jika ketiga
reaksi terjadi, orang itu akan mengalami DBD. Pada tahun 1944 Sabin
berhasil mengisolasi 2 jenis virus yang berkaitan namun secara
imunologis menimbulkan reaksi yang berbeda yakni yang dikenal
sekarang sebagai DEN-1 dan DEN-2 dari pasien yang secara klinis
terdiagnosis DBD. Kemudian pada tahun 1956 Hammon dkk, telah
mengisolasi dua serotipe baru virus dengue yang dinamakan sebagai
DEN-3 dan DEN-4 selama epidemi DBD di Philipina.
Survei virologi penderita DBD yang telah dilakukan di beberapa
rumah sakit Indonesia sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995
melaporkan keempat serotipe virus dengue yang berhasil diisolasi baik
dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun,
serotipe yang mendominasi ialah DEN 2 atau 3 namun virus dengue
tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat.
C. Patofisiologi
Infeksi Virus Dengue Perbanyak diri di hepar
Terbentuk komplek antigen-antibodi Hepatomegali
Mengaktivasi sistem komplemen Mual-Muntah
PGE2 Hipotalamus Dilepaskan C3a dan C5a (peptida) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuhMelepaskan histamin
Peningkatan suhu Permeabilitas membran meningkat
tubuh Kebocoran plasma
Hipovolemia
Renjatan hipovolemi dan hipotensi Kerusakan endotel
pembuluh darah
Kekurangan volume cairan
Agregasi Trombosit
Ke ekstravaskuler Trombositopenia Merangsang dan Mengaktivasi faktor pembekuan
Efusi pleura dan asites Dalam jangka waktu
lama menurun dan terjadi DIC
Gangguan pertukaran gas Perdarahan
Intoleransi activity Gangguan perfusi jaringan
Hipoksia jaringan Asidosis Metabolik Kematian
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan
complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi – virus
pengaktifan tersebut akan membetuk dan melepaskan zat (3a, C5a,
bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2
di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga
terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran
palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus juga menimbulkan
Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit,
trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock
tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis
metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran
plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga
perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing
dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.sebagai
reaksi terhadap infeksi terjadi aktivasi sistem komplemen sehingga
dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang
intravaskular ke ekstravaskular, agregasi trombosit menurun, apabila
kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit
sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari
sumsum tulang dan kerusakan sel endotel pembuluh darah akan
merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan
permiabilitas kapiler, kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati, trombositopenia dan kuagulopati (Arief Mansjoer
&Suprohaita; 2000; 419)
D. Manifestasi Klinis
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari
kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan
dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak
spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan
persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam
dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang
positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia
dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada
saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis.
(Nelson, 1993 ; 296). Perdarahan gastrointestinal biasanya di
dahului dengan nyeri perut yang hebat. (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba,
meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi
peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di
perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita .
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya
penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu
kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta
sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka
biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
E. Klasifikasi
WHO 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya
menjadi 4 golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji
tourniquet positif.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan
spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena,
perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah
dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 20 mmHg ),
tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110 90/70
80/70 80/0 0/0 )
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
F. Diagnosis
Pedoman yang dipakai dalam menegakkan diagnosis DBD ialah
kriteria yang disusun oleh WHO (1999) . Kriteria tersebut terdiri atas
kriteria klinis dan laboratories.
Kriteria klinis terdiri atas:
1. Demam tinggi mendadak 2-7 hari, terus menerus.
2. Manifestasi perdarahan seperti uji torniquet positip, perdarahan
spontan (bintik-bintik merah dikulit, epitaksis/mimisan, perdarahan
gusi dan perdarahan saluran cerna).
3. Pembesaran hati.
4. Manifestasi kebocoran plasma (hemokonsentrasi), mulai yang
ringan seperti kenaikan nilai hematokrit > 20% dibandingkan
sebelumnya, sampai yang berat yaitu syok (nadi cepat, lemah,
kaki/tangan dingin, lembab, anak gelisah, sianosis/kebiruan dan
kencing berkurang).
Kriteria laboratoris terdiri atas:
1. Trombositopenia ( jumlah trombosit < 100.000/ul ).
2. Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20%).
Menurut pedoman tersebut diagnosis klinis demam berdarah
dengue sudah dapat ditegakkan bila ditemukan dua gejala klinis
disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit. Bila ditemukan anemia atau perdarahan hebat, efusi pleura
dan atau adanya hipoalbuminemi, menandakan adanya kebocoran
plasma.
Syok dengan hematokrit yang tinggi (kecuali pada penderita
dengan perdarahan berat) dan trombositopenia yang nyata menunjang
diagnosis demam berdarah dengue/ sindrom renjatan dengue.
G. Pentalaksanaan
Tata laksana DBD sebaiknya berdasarkan pada berat ringannya
penyakit yang ditemukan antara lain :
1. kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan
Penderita diperkenankan berobat jalan jika hanya menfeluh
panas, tetapi keinginan makan dan minum masih baik. Untuk
mengatasi panas tinggi yang mendadak diperkenankan
memberikan obat panas paracetamol 10-15 mg/Kg BB setiap 3-4
jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. Obat
panas salisilat tidak boleh dianjurkan karena mempunyai resiko
terjadinya peradrahan dan asidosis. Sebagian besar kasus DBD
yang berobat jalan ini ini adalah kasus DBD yang
menunjukkanmanifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa
menunjukkan penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini
menunjukkan manifestasi penyulit dan konvulsi sebaiknya
dianjurkan untuk rawat inap.
2. Kasus DBD derajat I dan II
Pada hari ke-3,4 dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena
penderita ini mempunyai resiko terjadinya apabila syok. Untuk
mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita disarankan diinfus
kristaloid. Pada saat fase panas, penderita dianjurkan banyak
minum air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi
diare. Hematokrit yang meningkat lebih dari 20% dari harga normal
merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan sebaiknya
penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama
kurun waktu 12-24 jam.
3. Jenis cairan
Kristaloid:
a. Ringer laktat
b. 5% Dekstrose di dalam larutan ringer laktat
c. 5% Dekstrose di dalam larutan ringer asetat
d. 5% Dekstrose di dalam larutan setengah normal garam
fisiologis
e. 5% Dekstrose di dalam larutan normal garam fisiologis
Koloidal: Plasma ekspander dengan berta molekul rendah
(dekstran 40)
4. Kebutuhan cairan
Tabel 1
Berat waktu masuk (Kg)Jumlah cairan ml/Kg BB
perhari
<7
7-11
12-18
220
165
132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung
pada umur dan berat badan pasien. Sedangkan derajat kehilangan
plasma sesuai dengan derajat hemokonsentrasi yang terjadi. Pada
anak yang gemuk, kebutuhan cairan disesuiakna dengan berat
badan ideal anak yang berumur sama. Kebutuhan cairan rumatan
dapat diperhitungkan dari tabel 2 berikut:
Tabel 2
Berat badan (Kg)Jumlah cairan ml/Kg BB per
hari
10
10-20
>20
100 per Kg BB
1000+50 x Kg (diatas 10 Kg)
1500+20 x (diatas 20)
5. Penatalaksanaan DBD derajat III dan IV
Dengue syok syndrome termasuk kasus kegawatan yang
membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu memperoleh
cairan pengganti secara cepat. Biasanya dijumpai kelainan asam
basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan
kemungkinan dapat terjadinya DIC.
Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan
larutan garam isotonik (ringer lakatat, 5% dekstrose dalam larutan
ringer laktat atau 5% dekstrose dalam larutan ringer asetat dan
larutan normal garam faali) dengan jumlah 10-20 ml/kg/1 jam.
Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus
10 ml/kg (1 atau 2x). Jika syok berlangsung terus dengan
hematokrit yang tinggi, larutan koloidal (dekstran dengan berat
molekul 40.000 di dalam larutan normal garam fal atau plasma)
dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.
6. Koreksi elektrolit dan kelaianan metabolik
Pada kasus yang berat hiponatremia dan asidosis metabolik
sering dijumpai, oleh karena itu kadar elektrolit dan gas dalam
darah sebaiknya ditemtukan secara teratur terutama pada kasus
dengan renjatan yang berulang. Kadar kalium dalam serum kasus
yang berat biasanya rendah terutama kasus yang memperoleh
plasma dan darah yang cukup banyak. Kadang-kadang terjadi
hipoglikemia.
7. Obat penenang
Pada beberapa kasus, obat penenang memang dibutuhkan
terutama pada kasus yang sangat gelisah. Obat yang hepatoksik
sebaikbnya dihindarkan, chloral hidrat oral atau rektal dianjurkan
dengan dosis 12,5 – 50 mg/kg (tetapi jangan lebih 1 jam)
digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.
8. Terapi oksigen
Semua penderita dengan renjatan sebaiknya diberikan oksigen
9. Transfusi darah
Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti
hematemesis danmelena diindikasikan untuk memperoleh transfusi
darah. Darah segar sangat berguna untuk mengganti volume masa
sel darah merah agar menjadi normal.
10.Kelainan Ginjal
Dalam keadaan syok, harus yakin benar bahwa penggantian
volume intravaskuler telah benar-benar terpenuhi dengan baik.
Apabila diuresis belum mencukupi 2 ml/Kg BB/ jam sedangakn
cairan yang diberikan sudah sesuai kebutuhan, maka selanjutnya
furasemid 1 mg/ kg BB daapt diberikan. Pemantaun tetap dilakukan
untuk jumlah diuresis, kaadr ureum dan kreatinin. Tetapi bila
diuresis tetap belum mencukupi pda umumnya syok juga belum
dapat dikoreksi dengan baik maka pemasangan central venous
pressure (CVP) perlu dilakukan untuk pedoman pemberian cairan
selanjutnya.
11.Monitoring
Tanda vital dan hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur.
12.Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
b. Nafsu makan membaik
c. Tampak perbaikan secara klinis
d. Hematokrit stabil
e. Tiga hari setelah syok teratasi
f. Jumlah trombosit > 50.000/ mm3
g. Tidak dijumpai distress pernapasan ( disebabkan oleh efusi
pleura atau asidosis).
H. Pencegahan
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh
alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat
sedikit terdapatnya kasus DHF.
2. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan
vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan
penderita viremia sembuh secara spontan.
3. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran
yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga
sekitarnya.
4. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi
penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
1. Menggunakan insektisida.
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam
berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk
dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau
pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan
pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana
tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm
atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
2. Tanpa insektisida
Caranya adalah :
a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air
minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7
– 10 hari).
b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah
dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
I. Pengkajian Keperawatan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan
dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian
yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode
atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian :
wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi,
konsultasi.
1. Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau
keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan
menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu:
a. Lemah.
b. Panas atau demam.
c. Sakit kepala.
d. Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
e. Nyeri ulu hati.
f. Nyeri pada otot dan sendi.
g. Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
h. Konstipasi (sembelit).
2. Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas
kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita
DHF antara lain:
a. Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
b. Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
c. Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+),
epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena.
d. Hiperemia pada tenggorokan.
e. Nyeri tekan pada epigastrik.
f. Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
g. Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi,
ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
a. Ig G dengue positif.
b. Trombositopenia.
c. Hemoglobin meningkat > 20 %.
d. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia,
hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia,
aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
a. SGOT/SGPT mungkin meningkat.
b. Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
c. Waktu perdarahan memanjang.
d. Asidosis metabolik.
e. Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
J. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF
menurut Christiante Effendy, 1995 yaitu :
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
6. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan
infus).
8. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
9. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk
dan perdarahan yang dialami pasien.
K. Perencanaan
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit
(viremia).
Tujuan :
Suhu tubuh normal (36 – 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
a. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
b. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3
jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui
keadaan umum pasien.
c. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.7)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan
tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan
cairan yang banyak.
d. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan
yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
e. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan
tubuh.
f. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program
dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan
suhu tinggi.
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan :
Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
a. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami
pasien.
b. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang
tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
c. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat
melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
d. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri
pasien.
3. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan
makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
a. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami
pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
b. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi
nafsu makan pasien.
c. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkan asupan makanan .
d. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
e. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien
setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
f. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual
dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
g. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
Tujuan :
Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
a. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta
tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan normalnya.
b. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk
menangani syok.
c. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh
karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
d. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah
volume cairan tubuh.
e. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
5. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh
yang lemah.
Tujuan :
Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
b. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh
pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien
dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-
hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien
pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung
jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa
mengalami ketergantungan pada perawat.
d. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh
pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
6. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
Tujuan :
Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan
terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera
diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
b. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
c. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi
sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
d. Cek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah
yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
e. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen
darah yang hilang.
f. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut
sesegera mungkin.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan
infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
a. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan
infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif
terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
b. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan
dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
c. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
d. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau
plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau
penyulit lebih lanjut.
8. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan
trombositopenia.
Tujuan :
Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
a. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran
pembuluh darah.
b. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan perdarahan.
c. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda
perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini
mungkin.
d. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai
dosis yang diberikan.
9. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk
dan perdarahan yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
a. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
b. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
c. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa
diperhatikan dengan baik.
d. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan
perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
e. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan
pada pasien memberikan hasil yang efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius. Jakarta
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta
NANDA, 2006, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
Rohim, Abdul, dkk. (2002). Ilmu Penyakit Anak, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Penerbit Salemba Medika. Jakarta
World Health Organization. Dengue haemorrhagic fever: diagnosis, treatment, prevention and control. 2nd ed. Geneva: WHO,1997
WHO Regional Office for South Asia. Dengue. South East Asia Region 2006;(online),http://www.searo.who.int/EN/Section10/Section332_1103.htm,diakses 26 Pebruari 2007)