7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
1/38
BAB II
PEMBAHASAN
II. A. Anatomi Katup Jantung
Katup jantung merupakan membrane atau selaput yang berperan dalam pengaturan aliran darah
dalam jantung. Kerja jantung bersifat otomatis yaitu hanya akan terbuka searah aliran darah dan
tertutup dalam arah lainnya. Katup jantung berjumlah 4 lembar :
2 Katup Atrioventrikuler : Terletak diantara ruang atrium dan ventrikel jantung
a) Mitral
Terdiri dari dua daun katup
Antara atrium kiri dan ventrikel kiri
Katup mitral terdiri dari 4 komponen utama yaitu : annulus mitralis, daun
katup, chorda tendinae, M.papilaris
Katup bikuspid menutup pada saat kontraksi ventrikel
b) Trikuspid
Terdiri dari tiga daun katup
Antara atrium kanan dan ventrikel kanan
Bila katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan ke
ventrikel kanan
Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium
kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi ventrikel
1
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
2/38
2 Katup Semilunar : Terdapat diantara ventrikel dan arteri
a) Katup pulmonal
Antara ventrikel kanan dan a.pulmonalis
Setelah katup tricuspid tertutup, darah akan mengalir melalui ventrikel kanan
menuju trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri
pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru
kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis
yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi
dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah
mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri pulmonalis.
b) Katup aorta
Terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta
Antara ventrikel kiri dan aorta
Katup ini akan terbuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi, sehingga darah
akan mengalir ke seluruh tubuh
Katup ini akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga
mencegah darah masuk kembali ke ventrikel kiri
2
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
3/38
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
4/38
negara maju, insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan bahkan sudah
tidak ditemukan lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan peningkatan di
beberapa negara maju. Tidak semua penderita infeksi saluran napas yang disebabkan
infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A menderita DR, sekitar 3 persen dari
penderita infeksi saluran napas atas terhadap Streptococcus B hemoliticus grup A di
barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 persen didapati
pada anak yang tidak diobati setelah epidemic infeksi Streptococcus B hemoliticus
grup A pada populasi masyarakat sipil. Dalam laporan WHO Expert consultation
Geneva, 29 Oktober 1 November 2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka
mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara maju hingga 8,2 per
100.000 penduduk di negara berkembang dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan
7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 - 322.000 yang meninggal diseluruh dunia
karena penyakit tersebut.
Demam rematik terjadi akibat reaksi autoimun yang disebabkan Infeksi
Streptococcus B hemoliticus grup A (Streptococcus pyogenes), terutama serotype M-
protein tipe 1,3,5,6,14,18,19,24, pada tenggorokan, yang bila tidak di obati akan
berlanjut menjadi PJR. Streptococcus B hemoliticus grup A merupakan bakteri gram
(+) yang bersifat non motile dan sering menyebabkan tonsilofaringitis dan demam
rematik.
II. B. 3. Faktor Risiko
1. Usia
Terbanyak pada usia 5-15 tahun, kurangnya immunitas dan sering kontak
dengan anak anak lain memudahkan penularan infeksi streptococcus (Thomas
K Chin, 2006).
2. Serangan ulang
Penderita yang sudah mendapat serangan cenderung rekuren.
3. Genetik
Berdasarkan penelitian Pedigree, menyatakan bahwa respon kekebalan
dikendalikan secara genetik, dengan responsivisitas tinggi terhadap antigen
4
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
5/38
dinding sel Streptococcus yang diwariskan melalui gen resesif tunggal, dan
respon yang rendah melalui gen dominan tunggal. Data lebih lanjut
menunjukkan bahwa gen pengendali respon level rendah terhadap antigen
streptococcus terkait erat dengan antigen leukosit manusia kelas II, HLA.
4. Keluarga
Akibat lingkungan yang sama
5. Lingkungan
Keadaan lingkungan seperti kondisi ekonomi social yang buruk, kepadatan
penduduk, dan akses ke perawatan kesehatan sangat menentukan
perkembangan dan komplikasi demam rematik. Penularan penyakit sangat
dipengaruhi oleh kepadatan penduduk, kontak antar individu. Variasi musiman
kejadian demam rematik sangat menyerupai variasi infeksi Streptococcus.
Variasi ini sangat signifikan di daerah beriklim sedang, tetapi tidak signifikan
dalam daerah beriklim tropis (WHO, 2001).
II. B. 4. Patogenesis
Terjadi reaksi imun yang abnormal oleh tubuh terhadap antigen Streptococcus B
hemoliticus grup A, diperkirakan terdapat kemiripan antara antigen bakteri dengan
sel jantung manusia. Menurut penelitian ditemukan 2 hal yaitu :
Ada persamaan antara KH Streptococcus B hemoliticus grup A dengan
glycoprotein katup jantung
Ada persamaan molekuler Streptococcal M-protein dengan sarcolema sel
miocard jantung
Pada faringitis disebabkan oleh Streptococcus B hemoliticus grup A, organisme
yang menyerang saluran pernapasan bagian atas dan menempel ke sel epitel lokal,
membebaskan berbagai enzim berbahaya yang merusak jaringan. Setelah masa
inkubasi 2-4 hari, endapan respon dari sistem kekebalan tubuh, yang terdiri dari
tenggorokan bengkak, demam tinggi, sakit kepala dan ketidaknyamanan tubuh. Pada
5
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
6/38
sekitar 3 persen dari kasus, infeksi ini berubah menjadi demam rematik. Ini adalah
penyakit yang sangat menular, dan pasien tetap terinfeksi selama beberapa minggu
setelah gejala mereda.
Bakteri yang disebut Streptococcus pyogenes mengintai dalam tubuh danmenyerang sel-sel kulit yang melapisi hidung, dan menyebabkan sakit tenggorokan,
sakit kepala, demam dan kelelahan. Tanpa perawatan yang tepat dari demam
rematik, penyakit ini berkembang menjadi penyakit jantung rematik dan
menyebabkan serangan autoimun pada katup jantung. Ini berarti bahwa tubuh mulai
untuk menyerang struktur penyempitan di jantung, menimbulkan kerusakan pada
organ.
Salah satu temuan terbesar mengenai patofisiologi demam rematik adalah bahwa
penyebab utama efek mematikan sebagian besar streptokokus, protein M di dinding
selular. Protein ini mampu menempelkan dirinya ke jaringan ikat tubuh dan
menurunkan strukturnya.
M-protein adalah salah satu cara terbaik untuk menentukan virulensi bakteri. M-
protein terdapat pada permukaan sel kuman sebagai alpha-helical coiled coil dimer,
dan memiliki struktur yang homolog dengan myosin jantung dan molekul alpha-
helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin, dan laminin. Disimpulkan bahwa
homologi ini bertanggung jawab pada proses patologis PJR. Laminin adalah protein
matriks ekstraselular yang disekresi oleh sel endothelial yang melapisi katup jantung
dan merupakan struktur katup. Laminin juga merupakan target untuk antibodi
polireaktif yang mengenali M-protein, miosin.
Superantigen adalah glikoprotein yang disintesis oleh bakteri dan virus yang dapat
menjembatani kompleks molekul histokompatibiliti mayor kelas II dan rantai b
nonpolimorfik V pada reseptor sel T, menstimulasi pengikatan antigen, sehingga
terjadi pelepasan sitokin atau limfosit T teraktivasi menjadi sel sitotoksik. Pada kasusPJR, proses terjadi terutama pada aktivitas superantigen-like dari fragmen protein M.
aktivasi superantigen tidak terbatas pada sel T saja. Toksin eritrogenik Streptococcus
juga berperan sebagai superantigen terhadap sel B, menyebabkan produksi antibodi
6
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
7/38
autoreaktif. Aktivitas dari GRAB (alpha-2 macroglobulin-binding protein) yang
dihasilkan oleh Streptococcus pyogenes, streptococcal fibronectin-binding protein 1
(sfb 1), yang memediasi perlekatan dan invasi kuman ke sel epitel manusia,
streptococcal C5a peptidase (SCPA), yang mengaktivasi komplemen C5a dan
membantu perlekatan kuman pada jaringan, semuanya itu berperan dalam
pathogenesis PJR.
Infeksi oleh streptococcus dimulai dengan pengikatan permukaan bakteri reseptor
dengan permukaan sel host merupakan yang paling penting dalam kolonisasi, dan
peristiwa ini diperantarai oleh fibronektin dan oleh protein pengikat fibronektin
kuman. Asam lipoteichoic dan protein M juga memainkan peran penting dalam
perlekatan bakteri. Respon host terhadap infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A
meliputi produksi antibody tipe spesifik, opsonisasi dan fagositosis.
Gangguan yang disebabkan demam rematik pada katup jantung dapat berupa
penyempitan katup (stenosis) atau kebocoran katup (insufisiensi). Kedua kelainan ini
akan menyebabkan gangguan aliran darah pada jantung. Pada keadaan stenosis,
darah yang dipompa akan sulit melalui katup jantung yang menyempit. Sementara
pada keadaan insufisiensi terjadi semacam kebocoran. Meskipun kuman penyakit ini
bisa menyerang semua katup jantung, yang paling sering terjadi adalah kerusakan
pada katup mitral. Jika pada stenosis katup mitral, darah tidak dapat dipompa ke luar
secara leluasa dari ventrikel kiri, pada insufisiensi katup mitral terjadi sebaliknya.
Ketika ventrikel kiri berkontraksi, katup yang terdapat antara atrium kiri dan ventrikel
kiri tidak dapat menutup rapat. Akibatnya, darah yang dipompa oleh ventrike kiri
sebagian menuju pembuluh aorta, dan sebagian lagi kembali ke atrium kiri melalui
katup yang tak menutup rapat. Stenosis maupun insufisiensi katup mitral yang ringan
mungkin tidak menimbulkan gejala. Karena penyumbatan atau kebocoran pada katup
jantung, maka ventrikel kiri harus bekerja lebih keras untuk memompa darah yang
cukup ke seluruh tubuh (sirkulasi). Akibatnya terjadi pembesaran bilik jantung kiri
hingga menyebabkan gagal jantung.
7
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
8/38
8
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
9/38
II. B. 5. Gambaran klinis
Diagnosis penyakit jantung rematik dapat ditegakkan setelah diagnosis demam
rematik ditegakkan. Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ
yang terlibat dan manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan
gabungan sistem organ yang terlibat. Berbagai komponen DR seperti arthritis,
eritema marginatum, korea, karditis, nodul subkutan, dan lainnya telah dijelaskan
secara terpisah atau kolektif pada awal abad ke-17. de Baillou dari Perancis adalah
epidemiologis pertama yang menjelaskan rheumatism artikular akut dan
membedakannya dengan gout, dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan
9
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
10/38
korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan gejala tersebut dengan penyakit
jantung. Pada tahun 1761, Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya
kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR didapatkan
setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan
1889, Walter Butletcheadle mengemukakan rheumatic fever syndrome yang
merupakan kombinasi arthritis akut, penyakit jantung, korea, dan belakangan
termasuk manifestasi yang jarang yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan
sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn, mengusulkan
hubungan infeksi Streptococcus B hemoliticus grup A dengan demam rematik dan
secara perlahan-lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya.
Pada tahun 1965, telah dilakukan revisi terhadap criteria Jones modifikasi oleh
AdHoc Committee to revise the Modified Jones Criteria of the Council on Rheumatic
Fever and Congenital Heart Disease of the American Heart Association (AHA) yang
diketuai oleh Dr. Gene H Stollerman, revisi ini menekankan perlu ada bukti infeksi
Streptococcus sebelumnya sebagai syarat mutlak untuk menegakkan diagnosis DR
dan PJR. AHA Committee juga memperbaiki beberapa penjelasan berbagai
manifestasi klinis DR akut tetapi tidak ada membuat perubahan.
Pada tahun 1992, American Heart Association (AHA) melakukan update criteria
Jones yang telah dimodifikasi, direvisi, dan diedit selama beberapa tahun dan disebut
sebagai Kriteria Jones Update dan digunakan untuk menegakkan diagnosis Demam
Rematik sampai saat ini. Kriteria ini juga mempertahankan 2 gejala mayor dan 1
gejala mayor ditambah 2 gejala minor, dan ditambah adanya bukti infeksi
Streptococcus sebelumnya, untuk menegakkan diagnosis.
Kriteria Jones (Updated 1992) AHA
Manifestasi Mayor Manifestasi MinorKarditis
Poliartritis
Corea Sydenham
Klinis
-Artralgia
-Demam
10
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
11/38
Eritema Marginatum
Nodulus Subkutan
Laboratorium
-Peninggian reaksi fase akut (LED
meningkat dan atau C Reactive Protein)
-Interval PR memanjang
DitambahDisokong adanya bukti infeksi streptococcus sebelumnya berupa kultur apus
tenggorok yang positif atau tes antigen streptococcus yang cepat atau titer ASTO
yang meningkat
Jika disokong adanya bukti infeksi Strptococcus sebelumnya, adanya 2
manifestasi mayor atau adanya 1 manifestasi mayor ditambah 2 manifestasi minor,
menunjukkan kemungkinan besar adanya demam rematik.
Pada 2002-2003, WHO mengajukan criteria untuk diagnosis DR dan PJR
(berdasarkan criteria Jones yang telah direvisi).
II. B. 5. 2. Gambaran klinik Demam Rematik yang tidak berhubungan dengan jantung
Gejala noncardiac termasuk polyarthritis, chorea, erythema marginatum, dan nodul
subkutan, selain itu nyeri abdomen, arthralgia, epistaksis, demam juga dapat didapatkan.
11
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
12/38
1. Polyarthritis
Gejala yang sering dan gejala awal yang didapatkan pada demam rematik akut (pada 70-75%
pasien). Karakteristik dari arthritis adalah biasanya dimulai dari sendi-sendi besar di ekstremitas
bagian bawah (lutut dan pergelangan kaki), yang kemudian menjalar ke sendi-sendi besar lainnya
di ekstremitas atas (siku dan pergelangan tangan). Terdapat nyeri pada sendi yang terkena,
bengkak, hangat, kemerahan pada kulit karena proses inflamasi dan didapatkan keterbatasan gerak
pada sendi yang terkena. Arthritis ini mencapai nyeri maksimal pada 12-24 jam, yang menetap
selama 2-6 hari (sangat jarang nyeri bertahan lebih dari 3 minggu), nyeri akan berkurang dengan
pemberian aspirin.
2. Sydenham chorea terjadi pada 10-30% pasien dengan demam rematik. Keluhan pasien
adalah kesulitan dalam menulis, gerakan-gerakan wajah, tangan dan kaki tanpa tujuan, kelemahan
yang menyeluruh, dan emosional yang labil. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hyperextended
joints, hipotonia, fasikulasi lidah, dan gerakan tidak bertujuan. Gejala ini akan mengalami resolusi
dalam 1-2 minggu dan akan sembuh sempurna dalam 2-3 bulan.
3. Erythema marginatum, ditemukan pada kira-kira 5% pasien demam rematik, berlangsung
berminggu-minggu dan berbulan, tidak nyeri dan tidak gatal. Lesi eritematous dengan warna pucat
pada bagian tengah dan disekelilingnya, dengan tepi yang bergelombang.
Erythema marginatum
(Binotto, 2002)
12
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
13/38
4. Subcutaneous nodules terjadi pada 0-8% pasien dengan demam rematik. Jika terdapat
nodul, maka nodul didapatkan pada daerah siku, lutut, pergelangan kaki dan pergelangan tangan,
prosesus spinosus dari vertebra. Nodul ini teraba keras, ukuran 1-2 cm, tidak melekat pada jaringan
sekitarnya, dan tidak ada nyeri tekan. Nodul subkutan terjadi beberapa minggu dan mengalami
resolusi dalam satu bulan. Nodul ini sangat berhubungan dengan rematik carditis, jika pada pasien
tidak didapatkan gejala carditis, maka terdapatnya nodul subkutan harus dipikirkan kemungkinan
lain.
Subcutaneous nodules
(Binotto, 2002)
II. B. 5. 1. Gambaran klinik Penyakit Jantung Rematik
Kelainan katup, tromboembolisme, dan atrial aritmia adalah gejala yang sering didapatkan.
1. Mitral stenosis
2. Mitral regurgitasi
3. Aorta stenosis
4. Aorta regurgitasi
5. Fibrosis (penebalan dan kalsifikasi katup) dapat terjadi yang disebabkan karena pelebaran
dari atrium kiri dan terdapatnya thrombus pada ruangan jantung tersebut. Pada auskultasi, S1
terdengar meningkat tetapi akan meredup jika penebalan katup semakin parah. P2 akan meningkat,
dan didapatkan splitting dari S2 dan bunyinya terdengar menurun jika terjadi pulmonary
hypertension.
13
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
14/38
6. Thromboembolism terjadi sebagai akibat komplikasi dari mitral stenosis. Terjadi karena
atrium kiri berdilatasi, cardiac output menurun, dan pasien dengan atrial fibrilasi. Kejadian
thromboembolism dapat menurun dengan pemberian antikoagulan.
Aritmia atrial berhubungan dengan pelebaran dari atrium kiri (karena kelainan katup mitral).
Gejala yang berasal dari jantung meliputi gejala gagal jantung dan pericarditis.
1. Murmur baru atau berubahnya bunyi murmur
Terdengarnya murmur pada demam rematik akut berhubungan dengan insufisiensi katup.
Murmur yang dapat terdengar pada demam rematik akut adalah :
a. Apical pansystolic murmur, dengan karakteristik bernada tinggi, blowing-quality murmur
yang disebabkan oleh regurgitasi mitral. Bunyi murmur ini tidak dipengaruhi oleh respirasi atau
posisi pasien. Intensitas murmur biasanya 2/6 atau lebih besar.
b. Apical diastolic murmur, juga dikenal dengan Carey-Coombs murmur. Mekanisme dari
murmur ini adalah terjadinya mitral stenosis, yang disebabkan karena volume yang sangat besar
saat pengisian ventrikel dikarenakan aliran regurgitasi dari katup mitral. Murmur ini dapat
terdengar lebih jelas dengan menggunakan sisi bel dari stetoskop dan pada saat pasien dengan
posisi miring ke kiri dan pasien menahan napas saat ekspirasi.
c. Basal diastolic murmur, adalah murmur awal diastolic dari regurgitasi aorta, dengan
karakteristik murmur bernada tinggi, decrescendo, terdengar lebih jelas pada bagian kanan atas dan
midsternal pada ekspirasi dalam.
2. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung dapat terjadi sekunder karena insufisiensi katup yang berat atau myocarditis.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda gagal jantung seperti takipnoe, orthopnea,
peningkatan JVP, ronchi basah karena edema paru, gallop, edema pada ekstremitas.
3. Pericarditis
Terdengarnyapericardial friction rub menandakan terdapatnya pericarditis.
14
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
15/38
Meningkatnya bunyi dull pada perkusi jantung, ictus cordis yang tidak terlihat, dan terdengarnya
bunyi jantung yang lebih teredam dapat menunjukkan terdapatnya pericarditis. Pada keadaan
darurat, jika terdapat efusi pericardial dilakukan pericardiocentesis.
II. B. 6. Pemeriksaan penunjang
1. Kultur tenggorok
Dengan hapusan tenggorok pada saat akut. Biasanya kulturStreptococcus Grup A negatif pada
fase akut. Bila positif belum pasti membantu dalam menegakkan diagnosis sebab kemungkinan
akibat kekambuhan kuman Streptococcus Grup A atau infeksi Streptococcus dengan strain yang
lain.
2. Rapid antigen test
Pemeriksaan antigen dari Streptococcal Grup A. Pemeriksaan ini memiliki angka spesifitas
lebih besar dari 95%, tetapi sensitivitas hanya 60-90%, sehingga pemeriksaan kultur tenggorok
sebaiknya dilakukan untuk menegakkan diagnosis.
3. Antistreptococcal antibodi
Antibodi Streptococcus lebih dapat menjelaskan adanya infeksi oleh kuman tersebut, dengan
adanya kenaikan titer ASTO dan anti-DNA se B. Terbentuknya antibodi ini sangat dipengaruhi
oleh umur dan lingkungan. Titer ASTO positif bila besarnya 210 Todd pada orang dewasa dan 320
Todd pada anak-anak. Pemeriksaan titer ASTO memiliki sensitivitas 80-85%.
Titer pada DNA-se 120 Todd untuk orang dewasa dan 240 Todd pada anak-anak dikatakan
positif. Pemeriksaan anti DNAse B lebih sensitive (90%).
Antobodi ini dapat dideteksi pada minggu kedua sampai ketiga setelah fase akut demam
rematik atau 4-5 minggu setelah infeksi kuman Streptococcus Grup A di tenggorokan.
4. Protein fase akut
Pada fase akut dapat ditemukan lekositosis, LED yang meningkat, C reactive protein positif;
yang selalu positif pada saat fase akut dan tidak dipengaruhi oleh obat antirematik.
15
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
16/38
5. Pemeriksaan Imaging
a. Pada foto rontgen thorax dapat ditemukan adanya cardiomegali dan edema paru yang
merupakan gejala gagal jantung.
b. Doppler-echocardiogram
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi kelainan katup dan ada tidaknya disfungsi ventrikel. Pada
keadaan carditis ringan, mitral regurgitasi dapat ditemukan saat fase akut, yang kemudian akan
mengalami resolusi dalam beberpa minggu sampai bulan. Pasien dengan carditis sedang sampai
berat mengalami mitral dan atau aorta regurgitasi yang menetap.
Pada penyakit jantung rematik kronik, pemeriksaan ini digunakan untuk melihat progresivitas
dari stenosis katup, dan dapat juga untuk menentukan kapan dilakukan intervensi pembedahan.
Didapatkan gambaran katup yang menebal, fusi dari commisurae dan chordae tendineae.
Peningkatan echodensitas dari katup mitral dapat menunjukkan adanya kalsifikasi.
6. Kateterisasi jantung
Pada penyakit jantung rematik akut, pemeriksaan ini tidak diindikasikan. Pada kasus kronik,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi katup mitral dan aorta dan untuk melakukan
balloon pada mitral stenosis.
7. EKG
Pada panyakit jantung rematik akut, sinus takikardia dapat diperoleh.
Sinus Takikardia
(www.cardionetics.com)
16
http://www.cardionetics.com/http://www.cardionetics.com/7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
17/38
AV block derajat I dapat diperoleh pada beberapa pasien, didapatkan gambaran PR interval
memanjang. AV block derajat I tidak spesifik sehingga tidak digunakan untuk mendiagnosis
penyakit jantung rematik. Jika didapatkan AV block tidak berhubungan dengan adanya penyakit
jantung rematik yang kronis.
AV Block derajat I
(www.medicalnotes.com)
AV block derajat II dan III juga dapat didapatkan pada penyakit jantung rematik, block ini
biasanya mengalami resolusi saat proses rematik berhenti.
AV Block derajat II Type I
17
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
18/38
(www.medicalnotes.com)
AV Block derajat II Type II
(www.medicalnotes.com)
AV Block derajat III
(www.medicalnotes.com)
Pasien dengan penyakit jantung rematik juga dapat terjadi atrial flutteratau atrial fibrilasi yang
disebabkan kelainan katup mitral yang kronis dan dilatasi atrium.
18
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
19/38
Atrial Flutter
(http://library.med.utah.edu)
Atrial Fibrilasi
(http://library.med.utah.edu)
8. Pemeriksaan histologi
Aschoff bodies (focus eosinofil yang dikelilingi oleh limfosit, sel plasma, dan makrofag) dapat
ditemukan di pericardium, myocardium, dan endocardium.
19
http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/http://library.med.utah.edu/7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
20/38
Aschoff bodies
(Binotto, 2002)
II. B. 7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan demam rematik akut ataupun yang reaktifasi adalah sebagai berikut: (Parillo,
2010; Meador 2009; Ganesja harimurti, 1996):
1. Tirah baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi jantung.
2. Eradikasi terhadap Streptococcus dengan pemberian antibiotik dengan drug of choice
(DOC) adalah antibiotik golongan penisilin.
3. Untuk peradangan dan rasa nyeri yang terjadi dapat diberikan salisilat, obat anti inflamasi
nonsteroid (OAINS) ataupun kortikosteroid.
Tirah baring
Tirah baring harus dilakukan pada pasien dengan demam rematik terutama pasien dengan
karditis. Demikian halnya pada pasien yang mengalami arthritis, karena bila sendi yang mengalami
inflamasi dipergunakan untuk melakukan aktivitas berat akan menyebabkan kerusakan sendi
permanen (Meador, 2009).
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis meliputi pemberian antibiotik, obat anti inflamasi ( baik golongan OAINS
ataupun kortikosteroid), obat-obatan neuroleptik, dan obat-obatan inotropik.
Antibiotik
Penicillin G benzathine
Merupakan drug of choice untuk demam rematik.
Dosis dewasa: 2.4 juta U IM satu kali pemberian
Anak-anak: Bayi dan anak dengan berat badan kurang dari 27 kg: 600,000 U IM satu kali
pemberian. Anak dengan berat badan lebih dari 27 kg: 1.2 juta U IM satu kali pemberian.
Kombinasi 900,000 U benzathine penicillin dan 300,000 U procaine penicillin dapat digunakan
pada anak yang lebih kecil (Parillo, 2010; Meador 2009).
Penicillin G procaine
Dosis dewasa 2.4 juta U IM satu kali pemberian
20
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
21/38
Bayi dan anak dengan berat badan
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
22/38
>2 tahun: 2.5 mg/kg/dosis PO; tidak melebihi 10 mg/kg/hari (Parillo, 2010; Meador 2009).
Kortikosteroid (Prednison)
Prednison diberikan pada pasien dengan karditis yang disertai dengan kardiomegali ataupun
gagal jantung kongestif. Tujuan pemberian prednison adalah menghilangkan ataupun mengurangi
inflamasi miokardium. Dosis prednison:
Dewasa: 60-80 mg/hari PO
Anak-anak: 2 mg/kg/hari PO (Parillo, 2010; Meador 2009).
Dosis di tapering off 5 mg setiap 2-3 hari setelah 2-3 minggu pemberian (Poestika
Sastroamidjojo, 1998), atau 25% setiap minggu setelah pemakaian selama 2-3 minggu (Meador,
2009).
Neuroleptic agents (Haloperidol)
Neuroleptic agents diberikan untuk mengatasi korea yang terjadi. Haloperidol merupakan
dopamine receptor blocker yang dapat digunakan untuk mengatasi gerakan spasmodik iregular dari
otot wajah. Pemberian obat ini tidak selalu harus diberikan karena korea dapat sembuh dengan
istirahat dan tidur tanpa pengobatan. Dosis pemberian haloperidol:
Dewasa: 0.5-2 mg PO 2 atau 3 kali per hari
Anak-anak: 12 tahun: sama seperti dosis dewasa (Parillo, 2010; Meador 2009).
Inotropic agents (Digoxin)
Digoxin dapat diberikan untuk mengatasi kelemahan jantung yang terjadi tetapi efek
terapetiknya masih rendah untuk penyakit jantung rematik. Kelemahan jantung yang terjadi
umumnya dapat diatasi dengan istirahat ataupun pemberian diuretik dan vasodilator (D. Manurung,
1998; Meador, 2009). Dosis pemberian digoxin:
Dewasa: 0.125-0.375 mg PO 4 kali pemberian
Anak-anak
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
23/38
2-5 tahun: 30-40 mcg/kg PO
5-10 tahun: 20-35 mcg/kg PO
>10 tahun: 10-15 mcg/kg PO (Parillo, 2010; Meador 2009).
Tabel Tatalaksana Demam Rematik Akut (Ganesja Harimurti, 1996)
Gejala klinis Tirah baring
(minggu)
Mobilisasi bertahap
(minggu)
Obat anti
inlamasi
Karditis (-)
Arthritis (+)
2 2 Aspirin
Karditis (+)
Kardiomegali -)
4 4 Aspirin
Karditis (+)
Kardiomegali (+)
6 6 Prednison
Karditis (+)
Gagal jantung (-)
>6 >12 Prednison
II. B. 7. Pencegahan
Pencegahan demam rematik meliputi pencegahan primer (primary prevention) untuk mencegah
terjadinya serangan awal demam rematik dan pencegahan sekunder (secondary prevention) nuntuk
mencegah terjadinya serangan ulang demam rematik.
Primary prevention: eradikasi Streptococcus dari pharynx dengan menggunakan
benzathine penicilinesingle dose IM.
Secondary prevention: AHA menyarankan pemberian 1,2 juta unit benzathine peniciline
setiap 4 minggu, atau setiap 3 minggu untuk pasien berisiko tinggi (pasien dengan penyakit jantung
atau berisiko mengalami infeksi ulangan).
Pemberian profilaksis secara oral dapat berupa penisilin V, namun efek terapinya tidak
sebaik benzathine penisilin.
23
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
24/38
AHA merekomendasikan pengobatan profilaksis selama minimal 10 tahun. Penghentian
pemberian obat profilaksis bila penderita berusia di sekitar dekade ke 3 dan melewati 5 tahun
terakhir tanpa serangan demam rematik akut.Namun pada penderita dengan risiko kontak tinggi
dengan Sterptococcus maka pemberian antibiotik dapat dipertimbangkan untuk seumur hidup
( Meador, 2009; Abdulah Siregar, 2008 ).
II. B. 8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi berupa:
Mitral stenosis
Mitralregurgitasi
Stenosis aorta dan regurgitasi aorta
Congestive heart failure (CHF)
Rekurensi paling sering terjadi pada tahun 1-5 setelah serangan akut sembuh (Parillo, 2010;
Meador 2009).
II. B. 8. Kelainan katup pada Penyakit Jantung Rematik
Kelainan katup yang terjadi pada penyakit jantung rematik meliputi: mitral stenosis, mitral
regurgitasi, aorta stenosis, dan aorta regurgitasi.
II. B. 8. 1. Mitral stenosis
Gambaran klinis stenosis mitral ditentukan oleh tekanan atrium kiri, curah jantung dan resistensi
vaskular paru. Peningkatan tekanan atrium kiri dan penurunan compliance paru menyebabkan
24
http://emedicine.medscape.com/article/758899-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758816-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757200-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757999-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758899-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/758816-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757200-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/757999-overview7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
25/38
sesak napas, awalnya sesak hanya terjadi bila denyut jantung meningkat, tetapi jika derajat
keparahan lesi meningkat pasien menjadi ortopnoe. Sebelum onset dispnoe paroksismal, batuk
nocturnal mungkin merupakan satu-satunya gejala peningkatan tekanan atrium kiri. Tekanan arteri
pulmonalis meningkat paralel dengan peningkatan tekanan atrium kiri, pada pasien dengan stenosis
mitral berat peningkatan tekanan arteri pulmonalis tidak proporsional disebut sebagai hipertensi
paru reaktif.
Gejala stenosis mitral (Gray H, 2005) :
Rasa lelah
Sesak napas
Ortopnoe
Dispnoe nocturnal
Palpitasi (fibrilasi atrium)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik stenosis mitral didapatkan bunyi S1 yang mengeras. Tegangan
mendadak pada katup mitral karena apparatus subvalvar daun katup mitral dan penghentian
mendadak pergerakan ke bawah katup mitral menyebabkan opening snap nada tinggi pada awal
diastole. Murmur rumbling diastolic nada rendah sering terlokalisasi di apeks atau aksila;
durasinya pendek bila lesi katup ringan. Durasi murmur berkaitan dengan keparahan lesi.
Gambaran fisik lain termasuk tanda edema paru (ronchi paru basal), retensi cairan, kongesti hepar,
dan regurgitasi tricuspid.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien stenosis mitral dapat dinilai secara noninvasive namun
kadang diperlukan kateterisasi jantung. Gambaran stenosis mitral pada EKG tidak spesifik. Pada
stenosis mitral murni, ukuran jantung pada foto thorax normal, kecuali terjadi hipertensi paru yang
lama sehingga terjadi dilatasi pada ruang sisi kanan jantung. Pada mitral stenosis dan irama sinus,gelombang P dapat menunjukkan adanya pembesaran dari atrium kiri. Gelombang P ini dapat
menjadi tinggi pada lead II, tegak pada V1 pada saat hipertensi pulmonal atau tricuspid stenosis
terjadi sebagai komplikasinya dan atrium kanan membesar. Kompleks QRS normal, pada kasus
25
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
26/38
hipertensi pulmonal, dapat terjadi deviasi ke kanan dan hipertofi ventrikel kanan dapat terjadi
(Fauci, 2008).
Ekokardiografi dikombinasikan dengan pemeriksaan Doppler merupakan pemeriksaan yang
paling berguna. Ekokardiografi dapat dengan baik menentukan apakah prosedur konservatif
(valvotomi atau perbaikan katup dapat dilakukan). Pemeriksaan dengan kateterisasi jantung
terbatas pada pasien tertentu, misalnya untuk menggambarkan anatomi koroner dan tidak sebagai
keharusan sebelum pembedahan katup mitral (Gray H, 2005).
Gambar Stenosis Mitral Gambar Stenosis Mitral
(Binotto, 2002)
(Keterangan gambar 2.14 stenosis mitral : menunjukkan penebalan dari katup, commisura yang
saling melekat dengan kalsifikasi dan deposisi thrombus, penyatuan dan pemendekan dari chordate
tendinae)
Pada pasien yang bergejala, restriksi dari natrium dilakukan, juga diberikan diuretik oral.
Pemberian digitalis sebenarnya tidak ada keuntungan pada pasien dengan mitral stenosis, tetapi
pemberian obat ini dapat menurunkan ventricular rate pada pasien dengan atrial fibrilasi.
Pemberian beta blocker dan CCB nondihydropyridine (verapamil atau diltiazem) dilakukan,
dilakukan pemberian warfarin pada pasien dengan atrial fibrilasi dan riwayat tromboembolisme
(Fauci, 2008). Pasien dengan stenosis mitral bermakna, terutama jika terdapat pembesaran atrium
kiri yang terlihat dengan ekokardiografi membutuhkan antikoagulasi dengan warfarin, sebab pada
26
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
27/38
pasien dengan fibrilasi atrium karena penyakit jantung rematik terdapat peningkatan risiko stroke
akibat tromboemboli sistemik sebesar 15-20 kali (Gray H, 2005).
Tabel Terapi pada kelainan katup jantung (Fauci, 2008)
Mitral valve repair
Perbaikan katup ini biasanya dilakukan pada defek kongenital katup, perbaikan katup mitral ini
dapat dilakukan dengan cara :
a. Commissurotomy
b. Valvuloplasty
c. Reshaping
Mitral Valvotomy
GambarInoue balloon technique for mitral balloon valvotomy
(Fauci, 2008)
Mitral valve replacement(MVR)
27
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
28/38
Penggantian katup mitral mekanik
(Fauci, 2008)
Bagan Terapi stenosis mitral
28
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
29/38
(Fauci, 2008)
Keterangan :
PMBV :percutaneous mitral balloon valvotomy
MVA : mitral valve area
MVG : mean mitral valve pressure gradient
PASP :pulmonary artery systolic pressure
PAWP :pulmonary artery wedge pressure
II. B. 8. 2. Mitral Regurgitasi
Gejala klinik mitral regurgitasi
Pasien dengan mitral regurgitasi kronik derajat ringan-sedang biasanya asimtomatik, hal ini
dikarenakan adanya overloaddarah di ventrikel kiri ditoleransi dengan baik.
Fatigue, dyspnoe deffort, orthopnea, dan palpitasi merupakan gejala yang sering
ditemukan pada pasien dengan mitral regurgitasi kronik yang berat. Palpitasi dapat merupakan
gejala awal dari atrial fibrilasi.Pemeriksaan Fisik
Tekanan arteri biasanya normal.
Pada apex jantung dapat dirasakan adanyasystolic thrill.
Iktus kordis mengalami lateralisasi.
Auskultasi
S1 secara general tidak terdengar, lembut, ataupun tertutup suara murmurholosystolic.
Katup aorta dapat menutup secara prematur yang menyebabkan splittingyang lebar padaS2.
S3 nada rendah terdengar sekitar 0.12-0.17 detik setelah suara katup aorta menutup.
Dapat ditemukan adanya middiastolic murmur.
29
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
30/38
Murmur holosistolik sedikitnya pada derajat III/VI adalah karakteristik utama pada
auskutasi mitral regurgitasi kronik yang berat. biasanya paling terdengar pada bagian axilla yang
menjalar ke arah axilla
Penatalaksanaan
Medikamentosa
Warfarin dapat diberikan bila terdapat atrial fibrilasi dengan target INR 2-3. Kardioversi dapat
dilakukan dengan defibrilator ataupun obat-obatan anti aritmia. Bila terdapat tanda-tanda
kegagalan jantung dapat digunakan diuretik, -blockers, ACE inhibitors ataupun digitalis.
Terapi pembedahan
Pembedahan pada pasien dengan regurgitasi katup mitral kronik yang berat dapat
dibedakan antara rekontruksi perbaikan (repair) katup dan penggantian (replacement)
katup. Rekonstruksi katup menggunakan teknik valvuloplasti untuk memperbaiki katup
yang bermasalah dengan menginsersikan cincin annuloplasty, rekontruksi katup
memberikan efek samping jangka panjang seperti tromboemboli dan perdarahan yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan penggantian katup.
Indikasi dilakukannya pembedahan katup mitral adalah adanya NYHA kelas III dan IV,
atrial fibrilasi yang sering berulang, hipertensi pulmonal (tekanan arteri pulmonaris 50
mmHg saat istirahat atau 60 mmHg saat beraktivitas). Juga pada pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri yang progresif dangan LVEF kurang dari 60% dan atau end-systolic cavity
dimension pada echocardiography meningkat sekitar 40mm. Umumnya valvuloplasty pada
pasien berusia kurang dari 75 tahun tanpa penyakit penyerta berhasil baik, dengan angka
kematian saat operasi kurang dari 1% (Fauci, 2008).
30
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
31/38
Mitral Regurgitation
(www.heart-valve-surgery.com)
31
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
32/38
Bagan Terapi regurgitasi mitral
(Fauci, 2008)
Keterangan:
MV : mitral valve HT : hypertension
MVR : mitral valve replacement LV : left ventricular
EF : ejection fraction ESD : end-systolic dimension
II. B. 8. 3. Aorta Stenosis
Gejala klinis pada stenosis aorta biasanya asimtomatik, gejala baru muncul bila ukuran orifisium
sudah mengecil secara signifikan yaitu < 1 cm2.
Anamnesis
Riwayat kelelahan dan sesak napas yang progresif menyebabkan keterbatasan aktivitas
Trias gejala klasik : nyeri dada, sinkop eksersional, sesak napas
Pada stadium lanjut timbul sianosis perifer, cachexia, kelemahan
Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri : ortopnu, sesak napas nokturnal paroksismal, edema
pulmonal
Pemeriksaan fisik
Tekanan denyut kecil dengan peningkatan perlahan akibat ejeksi yang memanjang
dinilai dengan palpasi A.karotis atau A.brakialis.
Intensitas bunyi jantung kedua aorta menurunakibat rigiditas katup aorta (A2)
Bunyi jantung ke empat (S4) akibat peningkatan tekanan atrium kiri
32
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
33/38
Murmur ejeksi dimulai sesudah bunyi jantung satu (S1) dan berakhir sebelum bunyi
jantung kedua (S2). Baik intensitas maupun panjang murmur tidak terkait dengan keparahan lesi
katup.
Thrillsistolik dapat teraba di basis, incisura suprasternal dan A.karotis
Pemeriksaan Penunjang
EKG
Bila terdapat stenosis aorta berat terdapat hipertrofi ventrikrl kiri. Terdapat depresi segmen ST
dan gelombang T inversi di sadapan 1 dan aVL dan sadapan prekordial kiri.
Ekokardiogram
Kunci penemuannya adalah hipertrofi ventrikel kiri, dan pada pasien dengan kalsifikasi katup
multipel, tebal, ekoik dibandingkan katup. Stenosis aorta berat dapat diperkirakan dengan doppler
dengan aliran transaorta dengan luas orifisium < 1 cm2. Stenosis sedang ditentukan dengan luas
orifisium 1-1,5 cm2, dan stenosis ringan luas orifosium 1,5-2 cm2. Dilatasi ventrikel kiri dan
penurunan sistolik mencerminkan penurunan fungsi ventrikel kiri.
Foto rontgen toraks
Akibat stenosis aorta terjadi hipertrofi konsentrik tanpa dilatasi, sehingga radiologi
menunjukan gambaran dalam batas normal. Akibat adanya stenosis aorta jangka panjang terjadi
dilatasi post stenosis pada aorta ascenden. Kalsifikasi katup aorta tidak dapat diidentifikasi dengan
foto polos dan biasanya diidentifikasi dengan fluoroskopi. Kalsifikasi hanya dapat dilihat dengan
posisi lateral atau obliq
Kateterisasi
Kateterisasi jarang dilakukan tetapi sangat berguna bila ada ketidakcocokan antara penemuan
klinis dan ekokardiografi.
Indikasi :
1. Pasien dengan penyakit multivalvular, untuk menentukan deformitas katup untuk
perencanaan operasi definitif2. Pasien muda dan asimtomatik dengan stenosis aorta kongenital non kalsifikasi untuk
menentukan derajat obstruksi aliran dari ventrikel kiri, dimana operasi diindikasikan bila terdapat
stenosis berat, walaupun tidak ada gejala.
33
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
34/38
3. Pasien yang dicurigai ada obstruksi bukan pada katup aorta tapi pada regio sub atau
supravalvular.
Angiografi koroner diindikasikan untuk mendeteksi atau menyingkirkan CAD pada pasien
> 45 tahun dengan stenosis berat yang dipertimbangkan untuk dilakukan operasi.
Terapi medikamentosa
Pada pasien dengan stenosis berat, harus dilakukan pembatasan aktivitas berat, pencegahan
dehidrasi dan hipovolemia untuk mencegah penurunan cardiac output(CO). Terapi farmakologis
yang digunakan sama seperti untuk pengobatan hipertensi atau CAD, yaitu beta bloker, ACE
inhibitor, aman untuk pasien asimtomatis dengan fungsi ventrikel kiri yang masih baik.
Nitrogliserin membantu meredakan angina pektoris.
Terapi pembedahan
Pasien asimtomatis dengan stenosis dan obstruksi berat harus dimonitor perkembangan
gejalanya dengan elektrokardiogram serial untuk memonitor fungsi ventrikel kiri. Operasi
diindikasikan pada :
pasien dengan stenosis berat (< 1 cm2) yang simtomatis, yang mengalami disfungsi
ventrikel kiri (ejeksi fraksi , 50%)
aneurisma atau dilatasi aorta walaupun asimtomatis
pasien dengan gagal jantung, angina, dan sinkop eksersional dengan stenosis yang
signifikan (Fauci, 2008).
Penggantian katup aorta diindikasikan pada :
perempuan usia reproduksi / manula (>70 tahun) dimana penggunaan antikoagulan tidak
diinginkan.
Valvuloplasti aorta balon :
pasien simtomatik dengan kondisi mengancam nyawa lain seperti karsinoma.
34
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
35/38
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
36/38
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Tekanan nadi yang lebar
Denyut apeks aktif, hiperdinamik, sering bergeser ke lateral
Khas : murmur awal diastolik, dimulai segera sesudah A2 terdengar pada batas sternal kiri
dan basis. Derajat keparahan lebih digambarkan oleh panjang murmur daripada keras murmur.
Murmur mid-diastolik (murmur austin-flint) regurgitasi aorta berat
Pemeriksaan penunjang
EKG
Pada regurgitasi aorta akut : normal
Pada regurgutasi aorta kronis : gambaran hipertrofi ventrikel kiri, yaitu depresi segmen ST dan
gelombang T terbalik di sadapan I, aVL, V5 dan V6. Left axis deviation, pelebaran kompleks QRS,
biasanya berhubungan dengan fibrosis, berhubungan dengan prognosis yang buruk.
Foto rontgen toraks : dilatasi ventrikel kiri
Potongan frontal : apeks terdorong ke bawah dan ke kiri
LLDdan lateral : ventrikel kiri terdorong ke belakang dan menempel ke vertebra.
Ekokardiografi
Pergerakan dinding jantung bisa normal sampai terjadi penurunan kontraktilitas miokardium.
Getaran kuspid mitral anterior yang cepat dan berfrekuensi tinggi diakibatkan oleh benturan aliran
darah balik. Ekokardiogram juga dapat menentukan penebalan dan kegagalan penutupan katup.
Ekokardiografi doppler sangat sensitif untuk deteksi regurgitasi aorta, termasuk membantu
menentukan derajat keparahan. Pada regurgutasi aorta berat, terjadi aliran balik saat diatol di
aorta thoracica descendent bagian proksimal.
Cardiac Catheterization and Angiography
Bila diperlukan kateterisasi jantung kiri dan jantung kanan dengan aortografi kontras dapat
menyediakan konfirmasi akurat dari regurgitasi dan fungsi ventrikel kiri. Angiografi koroner
dilakukan secara rutin pada pasien yang memiliki kecenderungan untuk pembedahan.
Penatalaksanaan
36
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
37/38
Pasien asimtomatik dengan regurgutasi aorta ringan : diperiksa ulang setiap 6 atau 12 bulan
dengan ekokardiografi serial.
Pembesaran ventrikel kiri dengan atau tanpa penurunan fungsi ventrikel perlu pembedahan.
Pengobatan pada regurgitasi aorta akut dapat dilakukan dengan pemberian diuretic intravena dan
vasodilator (seperti sodium nitropruside), tetapi stabilisasi dengan pengobatan seperti ini hanya
sebentar saja, pembedahan diindikasikan. Tekanan darah perlu dijaga (target tekanan darah 55 mL/m2. Pasien dengan
aorta regurgitasi berat tetapi tanpa indikasi operasi harus dilakukan follow up secara klinis dan
echocardiographic setiap 3-12 bulan. Penggantian katup aorta mekanik secara umum diperlukanpada aorta regurgitasi akibat rematik. Pada keadaan kelainan katup, tindakan risiko dari tindakan
operasi ini tergantung pada staging penyakitnya dan fungsi miokardium saat dilakukan operasi.
Dari keseluruhan operasi, angka kematian saa AVR sekitar 3%. Pasien dengan pembesaran jantung
dan disfungsi ventrikel kiri angka kematiannya mencapai 10%, sedangkan angka kematian lambat
terjadi sekitar 5% per tahun akibat kegagalan ventrikel kiri walaupun operasi telah sukses
dilakukan. Karena prognosis yang buruk, maka pemilihan terapi pembedahan sebenarnya hanya
merupakan lifesaving (Fauci, 2008).
37
7/31/2019 Rheumatic Heart Fever
38/38
Bagan Terapi aorta regurgitasi
(Fauci, 2008)
Keterangan:
RVG : radionuclide ventriculography
MRI : magnetic resonance imaging
AVR : aortic valve replacement DD : end-diastolic dimension;
EF : ejection fraction SD : end-systolic dimension
Top Related