revisi skripsi kompre

81
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk dan munculnya jenis – jenis penyakit di masyarakat mengakibatkan kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Tetapi di Indonesia kondisi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku yang umumnya masih diimpor. Sebagai solusi atas kurangnya bahan baku obat tersebut, maka diperlukan upaya alternatif, seperti pencarian bahan baku obat alami yang tersedia di Indonesia (Maryani, 2001). Pengobatan tradisional dengan ramuan tumbuhan obat telah lama dipergunakan oleh nenek moyang. Dampak kesembuhannya memang lebih lambat dibandingkan pengobatan secara medis. Namun, efek sampingnya dapat dianggap tidak ada (Hariana 2005).

Transcript of revisi skripsi kompre

Page 1: revisi skripsi kompre

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Obat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sejalan

dengan laju pertumbuhan penduduk dan munculnya jenis – jenis penyakit di

masyarakat mengakibatkan kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat

penting. Tetapi di Indonesia kondisi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan

bahan baku yang umumnya masih diimpor. Sebagai solusi atas kurangnya bahan

baku obat tersebut, maka diperlukan upaya alternatif, seperti pencarian bahan

baku obat alami yang tersedia di Indonesia (Maryani, 2001).

Pengobatan tradisional dengan ramuan tumbuhan obat telah lama

dipergunakan oleh nenek moyang. Dampak kesembuhannya memang lebih lambat

dibandingkan pengobatan secara medis. Namun, efek sampingnya dapat dianggap

tidak ada (Hariana 2005).

Pemanfaatan obat tradisional sekarang ini semakin meningkat dikarenakan

semakin tingginya harga obat modern yang tidak diimbangi dengan kemampuan

daya beli masyarakat, namun di balik kenyataan tersebut ada kecenderungan

bahwa masyarakat modern sekarang ini mulai tertarik pada obat-obatan

tradisional ( back to nature ), selain aman digunakan dan khasiatnya juga tidak

kalah di bandingkan dengan obat-obatan modern (Hariana 2007 ).

Salah satu tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak

dahulu. yaitu tanaman rimbang (Solanum torvum Swartz), bermanfaat untuk

mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir atau

Page 2: revisi skripsi kompre

ambeien, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng,

sakit pinggang, asam urat tinggi, tulang keropos, jantung berdebar, menetralkan

racun dalam tubuh, melancarkan sirkulasi darah. Sebagai antioksidan, tanaman ini

juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk salah satu tanaman

obat yang selain buahnya, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan. Adapun

kandungan kimia pada daun, bunga dan buahnya antara lain, Saponin, Tanin,

Flavonoid, Alkaloid, Protein Lemak, Kalsium, Fosfor, Zat Besi serta Vitamin A,

B dan C. Daun rimbang dapat dimanfaatkan sebagai obat jantung berdebar,

sedangkan daun dan buahnya dapat mengobati tekanan darah tinggi, kepala

pusing dan kurang nafsu makan.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:

Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) mempunyai efek

antimikroba di dalam fraksi polar, semi polar dan non polar terhadap pertumbuhan

bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan jamur ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk membuktikan adanya aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) dalam fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi air terhadap

pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli

ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mengetahui adanya daya hambat ekstrak buah rimbang (Solanum

torvum Swartz) terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.

2

Page 3: revisi skripsi kompre

2. Mendorong peneliti lain untuk meneliti lebih jauh efek ekstrak buah

rimbang (Solanum torvum Swartz) terhadap bakteri dan jamur lain.

3. Menambah pengetahuan dalam bidang mikrobiologi dan farmasi.

4. Dapat digunakan oleh industri farmasi maupun pemerintah dalam

pengembangan obat dari bahan alam untuk kemajuan IPTEK di

Indonesia.

3

Page 4: revisi skripsi kompre

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Rimbang

2.1.1 Taksonomi Tumbuhan

Menurut Lasmadiawati, Hemiati dan Indriati ( 2004 ) klasifikasi tumbuhan

buah Rimbang (Solanum torvum Swartz) adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermathophyta

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum

Spesies : Solanum torvum Swartz

Tanaman sejenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 2

meter ini, sangat mudah ditemui di sekitar halaman rumah, kebun ataupun hutan

di Indonesia pada ketinggian 800 hingga 1200 meter diatas permukaan laut.

Tanaman ini juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk

tanaman yang selain buah, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan sebagai

obat.

4

Page 5: revisi skripsi kompre

2.1.2 Deskripsi Tumbuhan Buah Rimbang

Tumbuhan ini diduga berasal dari Amerika Serikat tropis dan Hindia Barat

namun sudah dikenal lama oleh masyarakat Indian mulai dari Meksiko sampai

Brasil. Tumbuhan ini sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropis di dunia.

Untuk tumbuh, ia memerlukan curah hujan minimal 1000 mm per tahun dan

mampu bertahan hidup hingga ketinggian 2000 m.

Pohon kecil tahunan dan dapat mencapai tiga meter tingginya atau kadang-

kadang lebih. Batangnya berambut dan berduri. Daunnya bercangap dan

permukaannya ditutupi rambut tipis yang agak rapat. Mahkota bunganya berwarna

putih, berjumlah lima. Kepala sari besar dan tegak, menutupi putiknya. Buah

mudanya berwarna hijau, yang setelah masak menjadi kuning, dengan diameter

rata-rata satu cm.

2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Buah Rimbang

Adapun kandungan kimia tanaman rimbang dalam penampisan fitokimia

menunjukan serbuk simplisia buah rimbang mengandung flavonoid, saponin,

steroid/triterpenoid dan alkaloid (Stevanie, 2007).

2.2 Ekstraksi Zat Aktif Tanaman

Ekstraksi (penyarian) adalah kegiatan penarikan zat yang larut dari bahan

yang tidak larut dengan pelarut cair atau cairan penyairan (Haborne, 1989).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan cara menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya

matahari langsung. Dari proses ekstraksi menghasilkan ekstrak yang merupakan

5

Page 6: revisi skripsi kompre

sediaan pekat yang diperoleh dengan menghasilkan zat aktif dari simplisia nabati

atau hewani, menggunakan pelarut yang sesuai kemudiaan semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk diperlakukan sedemikian rupa

sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Depkes, 1995).

2.2.1 Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. 10 bagian simplisia atau

campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana,

kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama

5 hari di tempat yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk.

Setelah 5 hari diserkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyaring secukupnya

hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan

ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endap tuangkan atau saring

(Depkes, 1979).

2.2.2. Perkolasi

Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan

cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia

ditempatkan dalam suatu bejana silinder, bagian bawahnya diberi sekat berpori,

cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari

akan melarutkan zat aktif dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

6

Page 7: revisi skripsi kompre

2.2.3. Destilasi

Destilasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan pemanasan,

suatu cairan akan mendidih, uap yang terbentuk akan terkondensasi didalam

pendingin sebagai destilasi, hanya satu fase yang bergerak. Destilasi digunakan

untuk memisahkan substansi yang titik didihnya berkisar antara 40-150 ºC

(Depkes, 1995)

2.3. Mikroba

Mikroba adalah mahluk hidup berukuran kecil, bersel satu dengan bentuk

dan struktur yang sederhana yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan

mikroskop. Contoh : bakteri dan jamur (Seputro, 1998)

Pertumbuhan mikroba merupakan perubahan ukuran sel mikroba yang

pada mulanya berukuran kecil menjadi berukuran besar sebesar sel induknya.

Pertumbuhan ini berlangsung cepat dengan adanya faktor-faktor luar yang

menguntungkan, seperti:

a. Nutrisi

Kebutuhan nutrisi mikroba meliputi bahan makanan umum seperti air,

karbohidrat sebagai sumber karbon, protein sebagai sumber nitrogen dan

ion-ion organik (Seputro, 1998 ; Volk, 1990).

b. Suhu

Berdasarkan aktivitas suhu, mikroba dibagi atas 3 golongan, yaitu :

mikroba psikofilik, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 10°C -

20°C yang optimum pada 15°C ; mikroba mesofilik, adalah mikroba yang

7

Page 8: revisi skripsi kompre

dapat tumbuh pada suhu 20°C - 40°C yang optimum pada 37°C ; mikroba

termofilik, adalah mikroba yang tumbuh pada suhu 45°C - 75°C, yang

optimum pada 55°C, serta mikroba yang dapat tumbuh pada suhu ekstrim

yaitu mikroba stenotermal yang dapat tumbuh pada suhu 80°C - 110°C

(Seputro, 1998 ; Volk, 1990).

c. pH medium

Sebagian besar spesies bakteri tumbuh pada pH 6,8 – 7,2, sedangkan

jamur pada pH 5 – 6. Berdasarkan pH yang dibutuhkan oleh mikroba

untuk pertumbuhannya, maka dapat dibagi atas : mikroba asidofilik, yaitu

mikroba yang dapat tumbuh pada pH 1,0 – 5,5 ; mikroba neutrofilik, yaitu

mikroba yang tumbuh pada pH antara 5,5 – 8,0; dan mikroba alkafilik,

yaitu mikroba yang tumbuh pada pH antara 8,5 – 8,0 (Seputro, 1998 ;

Volk, 1990).

d. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroba dibedakan atas mikroba aerob

yang tumbuh dengan adanya oksigen dan mikroba anaerob yang dapat

tumbuh tanpa oksigen. Ada juga mikroba anaerob fakultatif yaitu mikroba

yang dapat tumbuh pada kondisi ada atau tanpa oksigen (Seputro, 1998 ;

Volk, 1990)

e. Zat kimia

Zat kimia dapat juga menghambat pertumbuhan mikroba tanpa

membunuhnya (bakteriostatik), dan juga dapat membunuh mikroba

(bakterisid) (Seputro, 1998 ; Volk, 1990).

8

Page 9: revisi skripsi kompre

2.3.1. Bakteri

Bakteri adalah makhluk hidup yang berukuran kecil, terdiri dari satu sel,

hanya dapat dilihat dengan mikroskop dan berkembang biak dengan membelah

diri atau secara seksual (Jarets, Alex, 1980).

2.3.1.1. Fase Pertumbuhan Bakteri

Fase pertumbuhan bakteri dapat diproyeksikan sebagai logaritma jumlah

sel terhadap waktu pertumbuhan. Dengan cara ini, pertumbuhan bakteri dibagi 4

fase (Lay, 1994) :

1. Fase lag

Merupakan fase penyesuaian pada lingkungan (adaptasi) dan lamanya

tergantung pada macam bakteri, umur biakan dan nutrien yang terdapat

dalam medium.dalam fase ini, bakteri belum membelah.

2. Fase log (eksponensial)

Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung cepat, sel-sel mulai

membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai dengan

perubahan waktu.

3. Fase stasioner

Pada fase ini terjadi suatu keadaan seimbang antara jumlah bakteri yang

hidup dengan jumlah bakteri yang mati adalah tetap.

9

Page 10: revisi skripsi kompre

4. Fase kematian

Pada fase ini, jumlah bakteri yang mati semakin banyak. Ini disebabkan

semakin berkurangnya jumlah makanan dalam medium dan pembiakan

berhenti.

Gambar.1 : Kurva Pertumbuhan Bakteri

2.3.1.2. Pembagian Bakteri Berdasarkan Teknik Pewarnaan

Bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Gram positif dan

Gram negatif. Kedua kelompok ini berbeda terutama dinding selnya (Seputro,

1998).

A. Bakteri Gram Positif

Bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kompleks ungu kristal) pada

pewarnaan gram dan dapat menahan zat warna tersebut dengan kuat setelah

proses pencucian, sehingga tidak dapat diwarnai lagi dengan zat warna

berikutnya. Hal ini karena dinding sel bakteri gram positif cukup tebal ,yang

terdiri dari 30 lapis peptidoglikan yang merupakan polimer kompleks, terdiri dari

10

Page 11: revisi skripsi kompre

asam N-asetilmuramat dan N-asetilglukosamin, susunan ini sangat kompleks

sehingga permeabilitas kurang, akibat nya zat warna utama tidak dapat keluar

B. Bakteri Gram Negatif

Bakteri yang tidak dapat mengikat zat warna utama pada pewarnaan gram

sehingga pada proses pencucian selanjutnya akan luntur dan mudah diwarnai oleh

zat warna berikutnya. Hal ini disebabkan karena dinding sel gram negatif

mengandung lebih sedikit peptidoglikan, hanya 1-2 lapisan, susunan dinding sel

ini tidak tampak, permeabilitas dinding sel besarkarena adanya struktur membran

kedua yang tersusun oleh proton, fosfolipida dan lipopolisakarida yang sering

disebut antigen D, sehingga masih memungkinkan terlepasnya zat warna utama.

Gambar.2 : Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Dinding Sel Bakteri Gram

Negatif

2.3.1.3. Koloni Bakteri

Koloni adalah sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata

langsung. Semua sel dalam koloni itu adalah sama, dianggap kesemuanya itu

11

Page 12: revisi skripsi kompre

merupakan keturunan (pirogenik) satu mikroorganisme dan karena itu melewati

apa yang disebut mikrobiologiwan biakan murni (Pleczar dan Chan, 1988).

2.3.1.4. Bentuk-Bentuk Bakteri

Bakteri dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar berdasarkan

bentuknya, yaitu : (Adam, 1992)

1. Basil

Basil adalah bakteri yang berbentuk menyerupai batang atau silinder

dengan ukuran yang bervariasi, beberapa diantaranya berbentuk seperti rokok

sigaret, ada berbentuk seperti gelondong dengan ujung-ujung yang menyerupai

cerutu. Ada beberapa bakteri yang mempunyai bentuk basil yang panjang dan

lebar. Basil yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang

bergandeng dua-dua disebut diplobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama

lain tumpul, sedangkan ujung-ujung yang masih bergandengan tajam.

Gambar.3: Bentuk–bentuk bakteri basil yang menyerupai batang atau silinder

12

Page 13: revisi skripsi kompre

2. Kokus

Kokus adalah bakteri yang berbentuk bola-bola kecil, ada yang hidup

secara sendiri-sendiri dan ada juga yang hidup berpasangan, kubus dan rantai

panjang. Bentuk kokus tersusun berkelompok dalam bentuk :

‐ Diplokokus, terdiri dari 2 kokus

‐ Tetrakokus, terdiri dari 4 kokus

‐ Sarcina, terdiri dari beberapa kokus yang berbentuk kubus

‐ Streptokokus, terdiri dari beberapa kokus yang tersusun seperti rantai

‐ Staphylokokus, beberapa kokus yang berkelompok seperti untaian buah

anggur.

Gambar. 4 : Bentuk-bentuk bakteri kokus yang berbentuk bola–bola kecil.

3. Spiral

Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok seperti

spiral. Bakteri yang berbentuk seperti ini banyak. Golongan ini merupakan

golongan dengan jumlah terkecil jika dibandingkan dengan golongan basil

maupun golongan kokus. Bakteri spiral dapat dibedakan atas :

13

Page 14: revisi skripsi kompre

‐ Vibrio, adalah batang melengkung yang menyerupai koma, kadang-

kadang vibrio tumbuh sebagai benang-benang berbelit atau membentuk

huruf S

‐ Spiril adalah spiral atau lilitan yang sebenarnya dengan tubuh sel yang

kokoh.

‐ Spirochaeta juga bakteri berbentuk spiral tapi perbedaannya dengan spiral

adalah kemampuan dalam melentirkan dan melekuk-melekukkan tubuhnya

sambil bergererak.

Gambar 5 : Bentuk-bentuk bakteri spirilia yang bakterinya berbengkok-

bengkok.

2.3.2. Jamur

Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak mengandung klorofil

dan bersifat heterotrof, memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik

pada kondisi aerob. Jamur mempunyai ukuran lebar yang beragam antara 1-5

mikron dan panjang 5-30 mikron. Ada yang berbetuk telur, memanjang atau

14

Page 15: revisi skripsi kompre

berbetuk bulat bola. Dinding sel terdiri dari kitin atau sellulosa (Volk & Wheeler,

1990).

Tubuh jamur mempunyai filamen panjang dan bercabang. Tiap filamen

dinamakan hifa. Hifa terus tumbuh dan bercabang membentuk miselium.

Miselium di bagi atas 2 bagian yaitu miselium vegetatif dan miselium reproduktif.

Miselium vegetatif yaitu miselium yang tumbuh ke bawah menerobos medium

serta berfungsi mengambil makanan, sedangkan miselium reproduktif yaitu

miselium yang menghasilkan spora dan tumbuh meluas ke udara (Seputro, 1998).

2.3.2.1. Pembiakan Jamur

Jamur berkembang biak secara vegetatif dan generatif dengan berbagai

macam spora. Macam-macam spora yang terjadi dengan tidak melalui

perkawinan, antara lain :

a. Spora biasa yang terjadi karena protoplasma dalam suatu sel tetentu

berkelompokkelompok kecil, masing-masing mempunyai membran serta inti

sendiri. Sel tempat terjadinya spora ini di sebut sporangium dan sporanya

sendiri di sebut sporangiospora.

b. Konidiospora, yaitu spora yang terjadi karena ujung suatu hifa berbelah-belah

seperti tasbih. Dalam hal ini tidak ada sporangium tiap spora di sebut

kanidiospora atau konidia saja, sedangkan tangkai pembawa konidia di sebut

konidiofor.

15

Page 16: revisi skripsi kompre

c. Pada beberapa spesies, bagian-bagian miselium dapat membesar serta

berdindingtebal, bagian itu merupakan alat pembiakan yang di sebut

klamidospora (chlamydospora = spora yang berkulit tebal).

d. Jika bagian-bagian miselium itu tidak berubah menjadi besar dari aslinya,

makabagian-bagian itu di sebut artospora (serupa batu bata), oidiospora atau

oidia (serupa telur) (Seputro, 1998).

2.3.2.2. Pembagian Jamur Berdasarkan Infeksinya Terhadap Manusia

a. Jamur-jamur sistemik

Mikosis sistemik biasanya disebabkan oleh jamur tanah. Jamur ini

menyebabkan penyakit pada organ-organ tertentu, contoh : Hisoplasma

capsulanum

b. Jamur-jamur pada permukaan

Jamur ini biasanya menyerang jaringan keratin, tetapi tidak menyerang

jaringan yang lebih dalam. Jamur pada golongan ini adalah dermatofita, yaitu

jamur yang hidup pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti kuku,

rambut dan kulit, contoh : Tricophyton mentaagrophytes (Volk & Wheeler,

1990).

2.4. Mikroba Uji

Mikroba uji adalah mikroba standar yang sudah diketahui genus dan

spesiesnya secara pasti. Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

16

Page 17: revisi skripsi kompre

A. Bakteri Gram Positif

1. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau kokus.

Bakteri ini bisa tunggal, berpasangan atau bergerombol dalam susunan yang tidak

teratur. Bakteri ini tidak berspora, bersifat patogen pada manusia dan hewan.

Bakteri yang berukuran 0,8 – 1,0 µm ini merupakan bakteri heterotrof dan

termasuk bakteri anaerob fakultatif. Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air,

udara, kulit manusia dan selaput lendir hewan yang berdarah panas.

Kedudukan Staphylococcus aureus dalam taksonomi :

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Microcoaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1998).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling kuat daya tahan

nya dan patogen. Pada agar miring ini dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan,

baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Bakteri ini juga relative resisten

pada pengeringan dan pemanasan pada suhu 50 ºC selama 30 menit (Anonim,

1994).

Staphylococcus aureus ini dapat tumbuh optimum pada suhu 37°C.

Koloni yang dihasilkan setelah inkubasi dalam media selama 24 jam pada suhu

17

Page 18: revisi skripsi kompre

optimumnya akan terlihat berwarna kuning keemasan kemudian akan berubah

menjadi buram.

B. Bakteri Gram Negatif

1. Escherichia coli

Menurut Dwidjoseputro, 1998 kedudukan Escherichia coli dalam

taksonomi adalah :

Divisio : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

Escherichia coli adalah anggota flora usus normal. Kadang-kadang

Escherichia coli juga ditemukan dalam air susu dimana ia mengadakan fermentasi

terhadap laktosa bersama Aerobacter aerogenes. dan menghasilkan

karbondioksida (CO2), hidrogen dan asam organic yang dapat mengganggu mutu

air susu (Cruickshark et al, 1973).

Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif.

Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat

ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan Escherichia coli tidak

berbahaya, tetapi beberapa, seperti Escherichia coli tipe O157:H7, dapat

mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia. Escherichia coli

18

Page 19: revisi skripsi kompre

yang tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi

vitamin K2, atau dengan mencegah bakteri lain di dalam usus.

Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.

Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang

diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya

sangat cepat dan mudah dalam penanganannya (Volt dan wheeler, 1990).

C. Jamur Candida albicans

Kedudukan Candida albicans dalam taksonomi adalah:

Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Saccharomycotina

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : Saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses,

kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk

blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di

dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai

saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang

menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan

bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida

19

Page 20: revisi skripsi kompre

albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua

bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada

suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan

tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka

dibentuk hifa (Suryawira, 1995).

2.5. Sterilisasi

Alat-alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu harus disterilisasi

menurut cara yang sesuai, ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

pertumbuhan dan pencemaran dari mikroorganisme lain yang tidak diharapkan.

Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) untuk membunuh semua bentuk

kehidupan terutama mikroorganisme (Syahrurachman, 1994).

2.5.1. Macam-Macam Sterilisasi

1. Sterilisasi secara fisik

Cara sterilisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan panas untuk

menggumpalkan bakteri protein.

a. Sterilisasi panas basah

Sterilisasi ini dapat membunuh kuman karena mendenaturasi protein,

terutama enzim-enzim dan membran sel. Daya bunuh panas basah ini juga

meliputi perubahan kondisi fisik dari lemak sel. Sterilisasi panas basah ini

dapat dilakukan dengan memakai uap air panas bertekanan tinggi dalam

autoklaf suhu 121°C dengan tekanan 1 Atm, dengan merebus (boiling)

ataupun dengan pasteurisasi.

20

Page 21: revisi skripsi kompre

b. Sterilisasi panas kering

Sterilisasi ini memiliki daya bunuh yang tidak sebaik panas basah.

Sterilisasi ini dapat dilakukan dengan pembakaran (incineration), dengan

udara panas (hot air sterilization), misalnya dengan menggunakan oven

dengan temperatur 170°C - 180°C.

2. Sterilisasi secara kimia

Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan

alkohol 70 %, formalin 4 %, sublimat 0,1 %, NaCl 9 %, KCl 11 % dan

sebagainya. Sterilisasi ini dapat juga menggunakan radiasi, seperti radiasi sinar

ungu ultra (ultra violet).

3. Sterilisasi secara mekanik

Sterilisasi ini dilakukan secara mekanik, misalnya dengan penyaringan

(filtration). Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan cairan atau gas melalui

suatu bahan penyaring yang memiliki pori cukup kecil untuk menahan

mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar, sedangkan

cairan atau gas yang melaluinya akan steril. Alat saring tertentu juga

mempergunakan bahan yang mengadsorpsi mikroorganisme. Saringan yang

umum dipakai tidak dapat menahan virus. Penyaringan dilakukan untuk

mensterilkan substansi yang peka terhadap panas seperti serum, solusi enzim,

toksin kuman, ekstrak sel dan sebagainya (Syahrurachman, 1994).

21

Page 22: revisi skripsi kompre

2.6. Metoda Pengujian Aktivitas Antimikroba

2.6.1. Metoda Difusi

Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian

aktivitas antimikroba. Pada teknik difusi ini, pencadang (reservoir) mengandung

sampel uji (ekstrak tumbuhan) yang ditempatkan pada permukaan medium yang

telah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening

sekitar pencadang (diameter hambatan) diukur. Pencadang yang digunakan dapat

berupa cakram kertas, silinder porselen atau baja tahan karat yang ditempatkan

pada permukaan medium serta catak lubang pada medium yang telah diinokulasi

mikroba uji (Hadioetomo, 1990).

2.6.2. Metoda Dilusi

Pada metoda ini digunakan medium cair. Kekeruhan yang disebabkan oleh

pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan instrument yang cocok,

seperti spektrofotometer. Sesuai dengan desain percobaan yang akan dilakukan,

beberapa tabung disisipkan, lalu diisi dengan larutan pembanding dan sediaan uji

dengan susunan dosis tetentu, kemudian ditambahkan medium yang telah

diinokulasikan dengan mikroba, diinkubasi selama 24 jam pada penangas air suhu

37°C (bertermostat dan diaduk). Setelah masa inkubasi selesai, pertumbuhan

mikroba dihentikan dengan penambahan 0,5 ml formaldehid atau tabung

dipanaskan pada suhu 80°C. kekeruhan yang di timbulkan menggantikan rata-rata

diameter daerah hambat (Hadioetomo, 1990).

22

Page 23: revisi skripsi kompre

Metoda dilusi ini cocok untuk pengujian senyawa larut air, senyawa

lipofilik murni, untuk penentuan harga Konsentrasi Hambat minimum (KHM)

serta untuk mengamati kurva pertumbuhan normal mikroorganisme.

2.6.3. Metoda Bioautografi

Metoda bioautografi adalah sebuah metoda untuk melokalisasi aktivitas

antibakteri pada kromatogram. Prosedur umumnya berdasarkan teknik difusi

dimana zat antimikroba berdifusi dari kromatogram lapis tipis atau kromatogram

kertas ke plat agar. Daerah hambatan kemudian dinamakan dengan penampak

noda yang cocok.

Permasalahan yang disebabkan oleh perbedaan difusi senyawa dari

kromatogram ke lapisan agar dapat diatasi dengan teknik bioautografi langsung

yaitu dengan mendeteksi atau mengamati pada kromatogram. Plat Kromatografi

Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspensi mikroba, kemudian diinkubasi

selama beberapa hari. Daerah hambatan divisualisasikan dengan penampak noda,

contohnya : garam tetrazolium.

2.7. Medium Pembenihan

Medium adalah bahan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.

Untuk tumbuh, bakteri membutuhkan kebutuhan dasar seperti : air, karbon,

nitrogen, energi, mineral, vitamin dan faktor pertumbuhan. Di samping itu,

medium juga harus mempunyai suasana yang sesuai dengan persyaratan

kehidupan yang dibutuhkan bakteri, seperti : pH, suhu, tekanan osmosa,

kelembapan dan kadar air yang sesuai (Syahrurachman, 1994).

23

Page 24: revisi skripsi kompre

Air merupakan komponen yang penting dalam kehidupan bakteri karena

70 % sampai 80 % dari protoplasma terdiri dari air. Air bertindak sebagai media

transportasi zat makanan dan hasil metabolit dan keluar sel, juga diperlukan pada

proses enzimatis. Di alam, bahan makanan ini telah tersedia, baik dalam bentuk

senyawa ataupun dalam bentuk unsur pembentuk makanan.

Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium perlu bahan makanan

yang biasanya disesuaikan dengan tujuan percobaan sehingga diperoleh hasil yang

di inginkan. Bahan makanan yang digunakan untuk menumbuhkan dan

mengembangbiakkan mikroorganisme yang sesuai dengan lingkungannya, daging

dan wortel ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia organik atau

anorganik) di sebut dengan medium pembenihan (Anonim, 1994).

Agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang baik dalam medium

pembenihan, di perlukan persyaratan tertentu, antara lain :

‐ Medium harus mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme.

‐ Medium harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH

yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme.

‐ Medium harus dalam keadaan steril, artinya belum ditanam

mikroorganisme yang di inginkan, medium tidak ditumbuhi oleh

mikroorganisme lain.

Berdasarkan konsistensinya, medium dapat dibedakan atas medium padat,

setengan padat dan cair. Pada medium padat dapat ditambahkan zat pengental,

seperti gelatin, agar dan silika gel. Medium cair tidak membutuhkan zat

24

Page 25: revisi skripsi kompre

pengental, sedangkan pada medium setengah padat hanya membutuhkan zat

pengental 50 % dari yang seharusnya. Jika ditinjau komposisi kimiawinya,

medium dapat dibedakan atas medium sintetik dan medium non sintetik.

Komposisi medium sintetik diketahui dengan pasti dan biasanya dibuat dari bahan

kimia yang telah diketahui kemurniannya dan dapat ditentukan jumlahnya dengan

tepat. Medium semacam ini dibuat kapan saja dengan hasil yang sama. Komposisi

kimiawi medium non sintetik tidak diketahui dengan pasti. Contohnya bahan-

bahan yang terdapat dalam kaldu nutrien yang terdiri dari ekstrak daging dan

pepton dengan komposisi kimiawi yang belum diketahui dengan pasti. Untuk

pertumbuhan mikroba, di perlukan sumber karbohidrat dan nitrogen organik.

2.7.1. Pengelompokkan Media

2.7.1.1. Berdasarkan Persyaratan Susunan Media

1. Media Alami

Yaitu media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti kentang, daging,

telur, umbi-umbian dan lain sebagainya. Saat ini, media alami yang paling

banyak digunakan adalah dalam bentuk kultur jaringan tanaman ataupun

hewan.

2. Media Sintetik

Yaitu media yang disusun oleh senyawa kimia seperti media siap jadi yang

dijual di pasar. Media ini tinggal melarutkan dalam air dan mensterilkannya.

25

Page 26: revisi skripsi kompre

3. Media Semi Sintetik

Yaitu media yang disusun oleh campuran bahan-bahan alami dan bahan-bahan

sintetik (Aldi yufri, 2004).

2.7.1.2. Berdasarkan Sifat-Sifatnya

1. Media Umum

Media ini digunakan untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan satu atau

lebih kelompok mikroba secara umum. Contoh : agar kaldu nutrisi untuk

bakteri, agar kentang dekstrosa untuk jamur.

2. Media Diperkaya

Media ini digunakan dengan maksud memberikan kesempatan terhadap satu

jenis atau kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari

jenis atau kelompok mikroba lainnya yang sama-sama berada dalam satu

bahan. Media ini tidak selektif, media tersebut hanya diperkaya dengan

berbagai bahan seperti darah, serum, hemoglobin, faktor pertumbuhan dan lain-

lain.

3. Media Selektif

Adalah media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba

tertentu tapi akan menghambat atau mematikan untuk jenis mikroba yang lain.

Perubahan media itu dapat dibuat dengan jalan mengubah pH dengan

mengambil beberapa keuntungan dari kemampuan beberapa kuman untuk

tumbuh pada satu pH dan tidak pada pH yang lain.

26

Page 27: revisi skripsi kompre

4. Media Persemaian

Media ini dapat menekan pertumbuhan mikroba yang tidak di inginkan, sambil

merangsang pertumbuhan kuman yang di inginkan. Contoh dari media ini

adalah Kaldu Cystin Selenit.

5. Media Differensial

Media ini digunakan untuk pertumbuhan mikroba tertentu serta penentuan

sifat-sifatnya. Media differnsial yang mengandung bahan kebutuhan nutrisional

tertentu dapat memperlihatkan pertumbuhan kuman yang menguntungkan bagi

kepentingan diagnostik laboratorium suatu penyakit.

6. Media Indikator

Adalah suatu media yang mengandung suatu indikator yang akan berubah

warnanya jika ditumbuhi oleh bakteri. Misalnya Salmonella typhi yang dapat

mereduksi bismuth sulfide pada Media Wilson Blair (koloni Salmonella akan

berwarna hitam).

7. Media Penguji

Adalah media yang digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu

dengan bantuan mikroba. Misalnya media penguji vitamin, asam amino,

antibiotik, residu pestisida, residu detergen dan lain-lain. Media ini disamping

tersususun dari senyawa dasar untuk kepentingan pertumbuhan dan

perkembangbiakan mikroba, juga ditambah sejumlah senyawa tertentu yang

akan diuji.

27

Page 28: revisi skripsi kompre

8. Media Perhitungan

Adalah media yang dipergunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada

suatu bahan. Media ini dapat berupa media umum, media selektif ataupun

media differensial dan media penguji.

9. Media Transpor

Organisme yang mudah mati, misalnya Gonococcus yang mungkin tidak dapat

hidup jika dibawa ke laboratorium atau akan tertutup oleh pertumbuhan kuman

lainnya yang tidak patogen, maka dibutuhkan media khusus untuk pengiriman

bahan pemeriksaan. Contohnya media Stuar untuk Gonococcus dan garam

gliserol untuk tinja (Aldi Yufri, 2004).

28

Page 29: revisi skripsi kompre

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September

2011 di Laboratorium Penelitian Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Bahan

Alam Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet

mikro, tabung reaksi, pipet tetes, erlemeyer, timbangan, penjepit kayu, kain kasa,

oven, autoklaf, pinset, jarum ose, lampu spiritus, gelas ukur, botol gelap,

inkubator, beker glass, vial, cakram steril, lemari pendingin, laminar air flow, alat

destilasi, seperangkat alat rotary evaporator, dll.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak buah Rimbang (Solanum torvum

Swartz), media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar (PDA), NaCl

fisiologis 0,9%, aquadest, etanol, n-heksan hasil destilasi, dan etil asetat hasil

destilasi, klorampenikol dan nistatin. Mikroba uji yaitu Staphylococcus aureus

ATCC 25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC

01231.

29

Page 30: revisi skripsi kompre

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Pengambilan Sampel

Sampel berupa tumbuhan buah rimbang (Solanum torvum Swartz) yang

diperoleh dari daerah Pakjo Palembang Sumatera Selatan.

3.3.2 Pembuatan Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum)

3.3.2.1 Ekstraksi

Timbang sebanyak 1 kg buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipotong

kecil-kecil (rajang). Lalu dimaserasi dengan cara dimasukan ke dalam botol

berwarna gelap ditambah pelarut etanol yang sudah di destilasi sampai semua

bahan terendam semua setelah itu tutup rapat dan simpan di tempat yang

terlindungi dari cahaya matahari sesekali diaduk-aduk. Maserasi dilakukan 3 kali

perendaman selama 5 hari 24 jam kemudian disaring sehingga didapat filtratnya.

Filtrat yang didapat dari hasil penyaringan tersebut kemudian dikentalkan dengan

cara destilasi vakum sampai didapat ekstrak buah rimbang, kemudian dipekatkan

dengan rotari didapat ekstrak kental buah rimbang.

3.3.2.2 Fraksinasi

Ekstrak kental etanol dimasukan ke dalam corong pisah 500 ml kemudian

ditambah air suling 100 ml, selanjutnya di fraksinasi dengan n-heksan di dalam

corong pisah sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi yaitu fraksi air dan fraksi n-heksan.

Fraksi n-heksan diuapkan dengan destilasi vakum sehingga didapat fraksi n-

heksan yang kental. Fraksi air selanjutnya di fraksinasi lagi dengan menggunakan

etil asetat, sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi lagi yaitu fraksi air dan fraksi etil

30

Page 31: revisi skripsi kompre

asetat. Fraksi etil asetat dan fraksi air kemudian diuapkan lagi dengan cara

destilasi vakum sehingga didapat fraksi etil asetat yang kental.

3.3.3 Uji Pendahuluan Kandungan Kimia Buah Rimbang (Solanum torvum)

3.3.3.1. Pemeriksaan Alkaloid ( Culvenor & Fitzgerald, 1963)

Pemeriksaan alkaloid menggunakan metode Culvenor-Fritzgerald yaitu 4

(empat) gram sampel segar dipotong-potong halus digerus dalam lumpang dengan

bantuan sedikit pasir yang bersih dan tambahkan 10 ml Kloroform dan 10 ml

Kloroform amoniak 0,05 N, kemudian disaring dengan menggunakan kapas terus

diambil dengan pipet tetes dan dimasukan dalam tabung reaksi, tambahkan 10

tetes Asam Sulfat-2N dan dikocok perlahan selama 1 (satu) menit sampai terjadi

pemisahan. Selanjutnya lapisan Asam Sulfat diambil kemudian dimasukan dalam

tabung reaksi lain lalu ditambahkan pereaksi mayer. Terbentuknya kabut putih,

gumpalan putih atau endapan putih menandakan adanya reaksi positif Alkaloid

dari sampel.

3.3.3.2 Pemeriksaan Flavonoid

Pemeriksaan Flavonoid dilakukan dengan menggunakan metoda Sianidin

Test yaitu 4 (empat) gram sampel segar dipotong-potong halus, kemudian

dimasukan dalam tabung reaksi ditambah 25 ml Etanol, lalu dipanaskan sampai

mendidih, setelah itu langsung disaring saat panas sehingga didapat filtrat. Filtrat

tersebut diuapkan hingga tinggal separuhnya, kemudian ditambahkan dengan

beberapa tetes (± 2-3 tetes) Asam Klorida pekat dan serbuk Magnesium.

Terbentuknya warna oranye sampai merah menunjukan adanya Flavonoid di

dalam sampel.

31

Page 32: revisi skripsi kompre

3.3.3.3 Pemeriksaan Steroid, Terpenoid, Saponin, dan Senyawa Fenol (Simes

et.al, 1959)

Pemeriksaan ini dengan menggunakan metoda Simes et al yaitu 4 (empat)

gram sampel dipotong halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama 15 menit,

kemudian disaring selagi panas lalu filtrat diuapkan sampai kering. Ekstrak yang

didapat kemudian ditambah kloroform dan Aqua Destilata berbanding 1:1

sebanyak 5 ml masing-masing, lalu dikocok, kemudian dibiarkan sebentar

sehingga terbentuk lapisan air dan lapisan Kloroform.

Untuk pemeriksaan Saponin yaitu dilakukan dengan cara sebagian lapisan

air dikocok kuat-kuat dalam tabung reaksi. Setelah itu, bila positif ada Saponin

akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.

Untuk pemeriksaan Senyawa Fenol yaitu sebagian lapisan air dimasukan

dalam plat tetes kemudian ditambahkan 2 (dua) tetes Besi (III) Klorida. Untuk

melihat adanya senyawa Fenol didalam sampel ditandai dengan adanya perubahan

warna menjadi warna biru atau warna hitam.

Untuk pemeriksaan Terpenoid dan Steroid yaitu pada sebagian lapisan

Kloroform diambil dengan pipet berisi Norit, tampung di plat tetes kemudian

biarkan sampai kering. Tambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, jika berwarna

merah menunjukan bahwa sampel ada kandungan Terpenoid, sedangkan warna

biru atau hijau menunjukan sampel ada kandungan Steroid.

32

Page 33: revisi skripsi kompre

3.3.4 Pembuatan larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi

Untuk masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan air dibuat masing-

masing konsentrasi dari 50% , 40%, 30%, 20%, dan 10% kemudian diuji aktifitas

antimikroba.

3.3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan disterilkan dicuci terlebih dahulu kemudian

dikeringkan. Untuk alat-alat gelas seperti tabung reaksi, gelas ukur, erlemeyer,

pipet tetes ditutup mulutnya dengan sumbatan kapas dan dibungkus dengan kertas

perkamen, begitu juga dengan cawan petri dan corong. Kemudian semuanya

disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs selama 15

menit. Sedangkan pinset, jarum ose, dan kaca objek dipijarkan dengan

melewatkan pada nyala api selama 20 detik (Seputro, 1998).

3.3.6 Pembuatan Medium Pembenihan

3.3.6.2 Medium Nutrien Agar

Timbang sebanyak 23 gram serbuk Nutrien Agar (siap pakai) dilarutkan

dalam 1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut

seluruhnya, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan

15 lbs selama 15 menit. Media Nutrien Agar dituangkan sebanyak 15 ml ke dalam

cawan petri dan 5 (lima) ml ke dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan

memadat dan disimpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980).

33

Page 34: revisi skripsi kompre

3.3.6.3 Medium Potato Dextrose Agar

Timbang sebanyak 39 gram serbuk Potato Dextrose Agar dilarutkan dalam

1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut seluruhnya.

Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs

selama 15 menit. Media Potato Dextrose Agar dituangkan sebanyak 15 ml dalam

cawan petri dan 5 (lima) ml dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan

memadat dan simpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980).

3.3.6.4 Pemilihan Mikroba Uji

Pemilihan mikroba uji dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah

Palembang dan di isolasi dan di identifikasi sebagai Staphylococcus aureus ATCC

25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.

3.3.7 Peremajaan Mikroba Uji

Peremajaan mikroba uji dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 (satu)

ose biakan murni dari stok Agar miring ke medium Agar miring Nutrien Agar

(NA) yang baru, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 24

jam untuk bakteri dan pada suhu 25-27 ºC selama 3 sampai 5 hari untuk jamur

hingga diperoleh pertumbuhan yang normal (Jawets dkk, 1989).

3.3.8 Pembuatan Suspensi Mikroba

Diambil koloni bakteri dari Agar miring Nutrien Agar (NA) dan koloni

jamur dari agar miring Potato Dextro Agar (PDA) menggunakan jarum ose,

kemudian disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9% fisiologis dalam tabung

reaksi dan dikocok homogen. Kekeruhan suspensi mikroba uji diukur dengan alat

34

Page 35: revisi skripsi kompre

spektronik yaitu pada panjang gelombang (λ) 530 nm dengan transmitan 25%

untuk bakteri dan panjang gelombang (λ) 580 nm dengan transmitan 90% untuk

jamur (Depkes, 1995).

3.3.9 Uji Penghambat Pertumbuhan Mikroba

Pada permukaan cawan petri yang berisi 10 ml media Nutiren Agar atau

Potato Dextrose Agar yang telah memadat, dituangkan Agar inokulum 1% yaitu

10 ml media Nutrien Agar dan Potato Dextrose Agar pada suhu 45-50ºC ditambah

0,1 ml suspensi mikroba uji (T 25%). Kemudian dibiarkan pada suhu kamar

selama 15 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sehingga total cawan

petri yang disiapkan adalah 3 cawan petri untuk satu mikroba uji.

Cakram kertas yang telah disterilkan dicelupkan ke dalam masing-masing

konsentrasi zat uji yang telah disiapkan kemudian di kering anginkan kemudian

diletakan pada permukaan media Agar yang telah diinokulasi dengan mikroba.

Cawan petri Nutrient Agar diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37ºC

selama 24 jam dan Potato Dextrose Agar pada suhu 25ºC selama 5 hari.

Kemudian diukur diameter zona bening (clear zone) yang terbentuk dengan

menggunakan jangka sorong atau penggaris milimeter.

3.3.10 Analisa Data

Data hambatan pertumbuhan ditabulasi untuk setiap mikroba uji yang

digunakan pada berbagai konsetrasi zat uji.

35

Page 36: revisi skripsi kompre

36

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil

1. Rendemen yang didapat dari ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)

adalah 4,58%

2. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum

torvum Swartz) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) pada

konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturut-

turut sebesar 12,7 mm, 11,8 mm, 10,8 mm, 10,1 mm, 8,8 mm untuk fraksi air

dan fraksi etil asetat 16,7 mm, 13,5 mm, 11,9 mm, 10,9 mm, 9,1 mm

sedangkan fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.

3. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum

torvum Swartz) terhadap bakteri Escherichia coli (ATCC 2922) pada

konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturut-

turut sebesar 9,1 mm, 8,5 mm, 8,2 mm, 8,1 mm, 7,6 mm untuk fraksi air dan

fraksi etil asetat 15,6 mm, 15 mm, 13,9 mm, 12,7 mm, 11,6 mm sedangkan

fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.

4. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah rimbang (Solanum torvum

Swartz ) terhadap Candida albicans (ATCC 01231) pada fraksi etil asetat

pada konsentrasi 50%,40%,30%,20%,10% diameter zona hambatnya berturut-

turut sebesar 19,8 mm, 18,1 mm, 16,5 mm, 15,1 mm 12,2 mm. Sedangkan

pada fraksi air dan fraksi n-heksan tidak memiliki diameter zona hambat.

36

Page 37: revisi skripsi kompre

5. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan dari ketiga fraksi yang digunakan

dalam penelitian ini daya anti mikroba yang terbesar terdapat pada fraksi

semipolar (etil asetat) terhadap jamur Candida albicans.

4.2. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya aktivitas antimikroba

dari fraksi air (polar), etil asetat (semi polar), n-heksan (non polar) dari buah

rimbang (Solanum torvum Swartz).

Buah rimbang (Solanum torvum Swartz) diperoleh dari daerah Pakjo

Palembang Sumatera Selatan, kemudian sampel segar dipotong kecil-kecil dan

ditimbang sebanyak 1 kg. Lalu sampel dimasukkan kedalam botol gelap untuk

dimaserasi menggunakan pelarut etanol yang sudah didestilasi sebanyak 5 liter

untuk 1 kg sampel. Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol

merupakan pelarut universal yang dapat menarik zat yang polar maupun non

polar, disamping itu etanol juga tidak beracun dan titik didihnya lebih kecil

dibanding air sehingga zat aktif dari tumbuhan tidak rusak selama proses

penguapan pelarut.

Untuk mendapat ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipilih

metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang pengerjaannya

sederhana dan dapat digunakan untuk penarikan zat yang tahan panas maupun

yang tidak tahan panas, dengan cara ini kemungkinan hilangnya kandungan kimia

didalam tanaman yang rusak akibat pemanasan dapat dihindari. Kekurangan

metode maserasi adalah prosesnya memakan waktu yang lama, biasanya 3-5 hari

dan pelarut yang digunakan banyak. Pada penelitian ini dilakukan tiga fraksi yaitu

37

Page 38: revisi skripsi kompre

fraksi polar, semi polar dan non polar (air, etil asetat, n-heksan). Maserasi

dilakukan selama 15 hari dengan 3 kali pengulangan hingga diperoleh maserat.

Maserat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan destilasi vacum dan

dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak

kental difraksinasi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu air, etil asetat, dan n-

heksan, setelah dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan fraksi kentalnya masing-

masing fraksi di rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi kental dari faksi air.

Fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan. Dari ketiga fraksi dilakukan uji aktivitas

antimikroba terhadap mikroba uji.

Pada masing-masing fraksi kental buah rimbang (Solanum torvum Swartz)

diujikan aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar karena metode ini cukup

sederhana sebagai mikroba uji digunakan mikroba Staphylococcus aureus (ATCC

25923) yang mewakili bakteri gram positif, Escherichia coli (ATCC 25922)

mewakili bakteri gram negatif dan Candida albicans (ATCC 01231) yang

mewakili jamur. Mikroba uji yang digunakan mikroba patogen yang cukup aman

bagi peneliti dan dapat mewakili mikroba patogen lainnya yang menyebabkan

infeksi pada manusia.

Didalam pengerjaan uji aktivitas antimikroba, peralatan yang digunakan

sebelumnya harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu sesuai dengan

prosedur masing-masing. Ini di lakukan secara aseptis, untuk mencegah masuknya

mikroba lain dari udara luar, sehingga hasil yang di peroleh tidak terkontaminasi.

Pada penelitian ini dilakukan pengenceran pada konsentrasi 50%, 40%, 30%,

20%, 10%, sebagai kontrol negatif digunakan etanol. Mikroba uji pada penelitian

38

Page 39: revisi skripsi kompre

ini disuspensikan dalam NaCl fisiologis karena NaCl fisiologis memberikan

tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa tubuh. Suspensi mikroba uji

dibuat sampai dicapai tingkat kekeruhan tertentu, yaitu panjang gelombang (λ)

530 nm dengan transmitan 25% untuk bakteri dan panjang gelombang (λ) 580 nm

dengan transmitan 90% untuk jamur yang diukur dengan alat spektrofotometri.

Dengan kekeruhan tersebut maka pertumbuhan mikroba uji pada media relatif

baik, yang jumlah populasi menurut penelitian sebelumnya lebih kurang 1 juta

koloni / ml (Djamaan, 1993). Penggunaan NaCl membuat lingkungan sekitar sel

menjadi isotonik sehingga air didalam sel tidak akan keluar melalui dinding sel.

Jika air dalam dinding sel keluar melalui dinding sel dan membran plasma akan

terlepas dari dinding sel, akibatnya tegangan antara isi sel dan dinding sel

(tekanan turgor) menurut (Volk & Wheeler, 1990). Masing-masing fraksi dari

ekstrak buah rimbang dibuat dalam konsentrasi yang telah ditetapkan. Uji

aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar karena metode ini

cukup sederhana dan dapat memperlihatkan hubungan peningkatan konsentrasi

dengan peningkatan aktivitas. Sebagai pencadang digunakan kertas cakram

dengan diameter 6 mm, zat uji akan berdifusi dari pencadang kemedia agar

inokulum. Untuk mikroba uji bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan

Escheriachia coli (ATCC 25922) di inkubasi selama 24 jam untuk menegaskan

diameter zona beningnya dibiarkan selama 24 jam lagi sedangkan untuk jamur

Candida albicans (ATCC 01231) di inkubasi selama 3-5 hari. Data hambatan

pertumbuhan mikroba ditabulasi dengan berbagai konsentrasi zat uji dan masing-

masing diameter hambat diukur menggunakan jangka sorong.

39

Page 40: revisi skripsi kompre

Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri

Stapylococcus aureus (ATCC 25923) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 12,7

mm pada fraksi air, 16,7 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi n-

heksan terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas.

Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri

Escherichia coli (ATCC 25922) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 9,1 mm pada

fraksi air, 15,6 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi n-heksan

terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas.

Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap jamur Candida

albicans (ATCC 01231) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 19,8 mm pada fraksi

etil asetat, sedangkan untuk fraksi air dan n-heksan tidak menunjukkan adanya

aktivitas.

Hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum

torvum Swartz) menunjukkan bahwa ekstrak buah rimbang (Solanum torvum

Swartz) didalam fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki aktivitas antimikroba

terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922),

dan Candida albicans (ATCC 01231), ini disebabkan karena ekstrak buah

rimbang (Solanum torvum Swartz) didalam fraksi etil asetat mengandung

flavonoid. Flavonoid dapat menyebabkan penghambatan terhadap sintesis dinding

sel (Mojab et a ., 2008). Flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat bersifat

koagulator protein (Dwijoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak akan

dapat berfungsi lagi sehingga akan menggangu pembentukan dinding sel bakteri.

Didalam fraksi polar (air) ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)

40

Page 41: revisi skripsi kompre

mengandung saponin dan tanin. Saponin merupakan zat hemolitik yang kuat serta

memiliki sifat seperti sabun. Saponin juga bersifat spermisida, antimikroba,

antiperadangan, dan memiliki aktivitas sitotoksik (Tjay dan Rahardja, 2002).

Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat yang dapat mengerutkan membran sel

sehingga menggangu permeabilitas sel. Akibat terganggunya permeabilitas sel ,

sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat

atau bahkan mati. Efek antimikroba tanin lain melalui reaksi dengan membran sel,

inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah, 2004)

41

Page 42: revisi skripsi kompre

42

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum

torvum Swartz) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi etil asetat terlihat

adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC

25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.

2. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah

rimbang (Solanum torvum Swartz) pada fraksi n-heksan tidak terlihat

adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC

25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.

3. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang

(Solanum torvum Swartz) pada fraksi etil asetat terlihat adanya aktifitas

antimikroba terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231.

4. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah

rimbang (Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi n-heksan

terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231 tidak ditemukan sama

sekali antimikrobanya.

42

Page 43: revisi skripsi kompre

5. Dari ketiga fraksi dalam penelitian ini, daya anti mikroba yang terbesar

dihasilkan pada fraksi semi polar (etil asetat) terhadap jamur Candida

albicans.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa

ekstrak buah rimbang mempunyai aktifitas anti mikroba yang lebih besar pada

fraksi etil asetat (semi polar) sehingga disarankan untuk dilakukan penelitian

lanjutan tentang zat aktif yang terdapat pada fraksi semi polar dan menguji

aktifitas anti mikrobanya sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai obat

fitofarmaka yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan

oleh mikroba patogen.

43

Page 44: revisi skripsi kompre

DAFTAR PUSTAKA

Adam S. J., 1992, Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta

Alex, C.S, W&L, Jarets, 1980. Grod whol’s Clinical Laboratory Methods anddiagnosis. ( Volume 2 ) CV. Mosby Company ST, Louis Toronto London, 1391-1470.

Aldi. Yufri, 2004. Pengetahuan Media Reagensia. Akademik Analis Kesehatan yayasan Perintis Padang.

Ajizah, A. 2004. Sensitivitas salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae 1 (1):31-38.

Anonim , 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran (Edisi Revisi). Binarupa Aksara, Jakarta, Indonesia

Cruickshank, R.J.P. Duguid, B.P. Marmion, and R.H.A. Swain. 1973. Escherichia coli: Klebsiella : Proteus : Providencia. The English Languange Book Society and Churchill Livingstone, Singapore.

Culvenor, CCJ., & JS., Fitzgerald, 1963 A Field Method for Alkaloid Screening of Plant, J., Pharm Sci., P., 52 : 303-4

Depkes, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Dirjen ,POM, RI, Jakarta, 1112-1116

Depkes, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Dirjen, POM, RI, Jakarta. 1112-1456

Djamaan, A., 1993, Penapisan dan Skrining Mikroorganisme tanah yang dapat menghasilkan senyawa antibiotik dari Sampel Tanah di Kawasan Hutan Raya Bung Hatta, Seminar Hasil-Hasil Penelitian SPP / DPP, Universitas Andalas, Padang.

Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan.

Hadioetomo, R.S., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Laboratorium Mikrobiologi institute Pertanian Bogor, Jakarta

Harbone, J.B.,1989 Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, terbitan Kedua , diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro, Penerbit ITB, Bandung.

44

Page 45: revisi skripsi kompre

Hariana, A., 2005. 812 Resep Pengobatan Tradisional., Penebar Swadaya Jakarta

Hariana, A., 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya., Penebar Swadaya Jakarta

Jawets. E, Melnick. J. L dan E. Adelberg., 1989. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (edisi 14 ) diterjemahkan: G. Borang. ECG Buku Kedokteran, Jakarta, 256-428

Lay, BW., 1994, Analisa Mikroorganisme di Laboratorium. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Lasmadiawati, Hemiati. dan Indriati., 2004. Klasifikasi Tanaman Rimbang (Solanum torvum Swartz)., Swadaya Jakarta.

Maryani, H., 2001. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Manusia Lanjut, Penerbit Argomedia Jakarta.

Mojab, F., M. Poursaeed, H. Mehrgan and S. Pakdaman. 2008. Antibacterial activity of Thymus daenensis methanolic Extract. Pak. J. Pharm. Sci., 21 (3):210-213.

Seputro, DD., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djamata, Jakarta

Simes, JJH., JG., Tracey, LJ., Webb & WJ., Dunstan, 1959, An Australian Phytochemical Survey Saponins and Eastern Australian Flowering Plant, Common Wealth Scientivic and Industial Research Organization, Australia.

Stevanie, Fidrianny., Elfahmi, 2007. “ Telaah Kandungan Kimia Ekstrak n-heksan Buah tekokak solanum torvum Swartz” Skripsi Sekolah farmasi

Suriawira, U., Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung, 1995. 65-78.

Syahrurachman, A., 1994, Mikrobiologi Kedokteran, FK Universitas Indonesia, Jakarta, 10-24

Tjay, T.H., dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: PT Gramedia.

Volk., W.A., dan M.F. Wheeler, 1990, Mikrobiologi Dasar, Edisi V, Jilidditerjemahkan oleh : Adisumartono, S., Erlangga, Jakarta, 6-67

45

Page 46: revisi skripsi kompre

Lampiran 1. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum

Swartz)

-1 kg sampel , di keringkan anginkan

-Dimaserasi dengan etanol 3x5 hari

-Didestilasi Vakum

- Dipekatkan dengan Rotary Evaporator

difraksinasi

+ air 100ml

+ n-heksan

difraksinasi Didestilasi Vakum –

etil asetat + Dipekatkan dengan Rotary Evaporator

Didestilasi Vakum –

Dipekatkan dengan Rotary Evaporator-

Gambar 6. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum

Swartz)

46

Buah rimbang

Solanum torvum Swartz

Maserat

Ekstrak kental etanol

Fraksi n-heksanFraksi air

Fraksi kental n-heksan

Fraksi air Fraksi etil asetat

Fraksi kental etil asetat

Fraksi kental Air

Uji aktivitas antimikroba

Page 47: revisi skripsi kompre

Lampiran 2. Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar

- Sterilisasi- Masukan ke dalam cawan petri

10 ml NA ( Bakteri) 10 ml PDA (Jamur)

( untuk lapisan dasar)

Masukkan 0,1 ml suspensi mikroba ke dalam media NA dan PDA 10 ml pada suhu (45-50ºc)

Gambar 7: Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar

47

Media NA dan PDA

Suspensi mikroba uji (λ )530 (T 25%) untuk bakteri dan (λ) 580 (T 90%)

untuk jamur

Agar inokulum Escherichia coli

Agar inokulum Staphylococus aureus

Agar inokulum Candida albican

Inkubasi 3-5 hari pada suhu 25ºC

Inkubasi selam 24 jam

Pada suhu 37ºC

Amati dan ukur zona bening

50%, 40%, 30%,20%, 10%, K1, K250%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2

50%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2

Ket:

K1 (+) : - Klorampenikol Nistatin

K2 (-) : - Etanol

Fraksi heksan

Fraksi etil asetat

Fraksi air

Fraksi heksanFraksi heksan

Fraksi etil asetat

Fraksi air

Fraksi etil asetat

Fraksi air

Page 48: revisi skripsi kompre

Lampiran 3. Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)

Gambar 8: Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)

Lampiran. 4 Uji Fitokimia Sampel

48

Page 49: revisi skripsi kompre

Tabel I. Hasil pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia metabolit sekunder dari buah rimbang (Solanum torvum Swartz).

No Kandungan Kimia Pereaksi Hasil

1 Alkaloid Mayer +

2 Flavonoid HCl dan logam Mg +

3 Terpenoid CHCl3/ Liberman Buschard +

4 Steroid CHCl3/ Liberman Buschard +

5 Saponin Air / busa +

6 Fenolik FeCl3 +

Keterangan : + : Bereaksi

Lampiran 5. Data Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus

49

Page 50: revisi skripsi kompre

(ATCC 25923) Pada Sampel Ekstra Buah Rimbang (Solanum t orvum Swartz)

Tabel 2. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus ATCC 25923) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz).

FraksiKonsentr

asi(%)

Diameter Daya Hambatan Rata-rata

Diameter Hambatan

(mm)I

(mm)II

(mm)III

(mm)

Air

50 % 12,6 12,6 13 12,740 % 12,4 12 11,2 11,830 % 11,6 11 10 10,820 % 10,2 10,2 9,8 10,110 % 9,8 8,6 8 8,8

Kontrol +

18,6 17,8 18,8 18,4

Kontrol - - - - -

Etil Asetat

50% 18,2 16,4 15,6 16,740% 13,5 13 14,2 13,530% 11,3 12,5 12 11,920% 10,5 11,6 10.8 10,910% 8,6 10 8,6 9,1

Kontrol +

21,6 20,5 21,9 21,3

Kontrol - - - - -

n-Heksan

50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -

Kontrol +

20,5 23,4 22,6 22,1

Kontrol - - - - -

50

Page 51: revisi skripsi kompre

Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Escherachia coli (ATCC 25922) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang

(Solanum torvum Swartz).

FraksiKonsentr

asi(%)

Diameter Daya Hambatan Rata-rata

Diameter Hambatan

(mm)I

(mm)II

(mm)III

(mm)

Air

50 % 9 9,4 8,8 9,140 % 8,6 8,8 8,2 8,530 % 8,4 8,6 7,6 8,220 % 8 8.2 8 8,110 % 7,8 7,6 7,5 7,6

Kontrol + 22,6 22,4 20 21,6Kontrol - - - - -

Etil Asetat

50% 16,8 15,4 14,6 15,640% 16,4 15,2 13,4 1530% 15,8 13.8 12,3 13,920% 14.8 12,2 11,2 12,710% 12.4 12 10,6 11,6

Kontrol + 22,6 23,8 21,4 22,6Kontrol - - - - -

n-Heksan

50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -

Kontrol + 19,8 20 20,4 20,1Kontrol - - - - -

51

Page 52: revisi skripsi kompre

Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Candida albicans (ATCC 01231) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang

(Solanum Torvum Swartz).

FraksiKonsentr

asi(%)

Diameter Daya Hambatan Rata-rata

Diameter Hambatan

(mm)I

(mm)II

(mm)III

(mm)

Air

50 % - - - -40 % - - - -30 % - - - -20 % - - - -10 % - - - -

Kontrol +

18 19 17,5 18,1

Kontrol - - - - -

Etil Asetat

50% 17,6 20,2 21,8 19,840% 16,8 17,7 19,6 18,130% 15,4 16,4 17,8 16,520% 14,2 14,5 16,8 15,110% 13,8 10,9 12 12,2

Kontrol +

17,8 18,6 18,8 18,4

Kontrol - - - - -

n-Heksan

50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -

Kontrol +

18,7 19 17,8 18,5

Kontrol - - - - -

52

Page 53: revisi skripsi kompre

Lampiran 6. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Escherichia Coli ATCC 25922

Gambar 9. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922

53

Fraksi Heksan Escherichia coli

Fraksi Air Escherichia coli

Fraksi Etil Escherichia coli

Page 54: revisi skripsi kompre

Lampiran 7. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Staphyococcus aureus ATCC 25923

Gambar 10. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923

54

Fraksi Air Staphylococcus aureus

Fraksi Etil Asetat Staphylococcus aureus

Fraksi Heksan Staphylococcus aureus

Page 55: revisi skripsi kompre

Lampiran 8. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada jamur Candida albicans ATCC 01231

Gambar 11. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231

55

Fraksi etil Asetat Candida albicans

Page 56: revisi skripsi kompre

lampiran 9. Hasil Identifikasi Tanaman Rimbang (solanum torvum Swartz)

56