1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sejalan
dengan laju pertumbuhan penduduk dan munculnya jenis – jenis penyakit di
masyarakat mengakibatkan kebutuhan obat menjadi suatu hal yang sangat
penting. Tetapi di Indonesia kondisi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan
bahan baku yang umumnya masih diimpor. Sebagai solusi atas kurangnya bahan
baku obat tersebut, maka diperlukan upaya alternatif, seperti pencarian bahan
baku obat alami yang tersedia di Indonesia (Maryani, 2001).
Pengobatan tradisional dengan ramuan tumbuhan obat telah lama
dipergunakan oleh nenek moyang. Dampak kesembuhannya memang lebih lambat
dibandingkan pengobatan secara medis. Namun, efek sampingnya dapat dianggap
tidak ada (Hariana 2005).
Pemanfaatan obat tradisional sekarang ini semakin meningkat dikarenakan
semakin tingginya harga obat modern yang tidak diimbangi dengan kemampuan
daya beli masyarakat, namun di balik kenyataan tersebut ada kecenderungan
bahwa masyarakat modern sekarang ini mulai tertarik pada obat-obatan
tradisional ( back to nature ), selain aman digunakan dan khasiatnya juga tidak
kalah di bandingkan dengan obat-obatan modern (Hariana 2007 ).
Salah satu tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak
dahulu. yaitu tanaman rimbang (Solanum torvum Swartz), bermanfaat untuk
mengobati sakit lambung, sakit gigi, katarak, tidak datang haid, wasir atau
ambeien, radang payudara, influenza, panas dalam, pembengkakan, bisul, koreng,
sakit pinggang, asam urat tinggi, tulang keropos, jantung berdebar, menetralkan
racun dalam tubuh, melancarkan sirkulasi darah. Sebagai antioksidan, tanaman ini
juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk salah satu tanaman
obat yang selain buahnya, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan. Adapun
kandungan kimia pada daun, bunga dan buahnya antara lain, Saponin, Tanin,
Flavonoid, Alkaloid, Protein Lemak, Kalsium, Fosfor, Zat Besi serta Vitamin A,
B dan C. Daun rimbang dapat dimanfaatkan sebagai obat jantung berdebar,
sedangkan daun dan buahnya dapat mengobati tekanan darah tinggi, kepala
pusing dan kurang nafsu makan.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:
Apakah ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) mempunyai efek
antimikroba di dalam fraksi polar, semi polar dan non polar terhadap pertumbuhan
bakteri gram positif, bakteri gram negatif dan jamur ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan adanya aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang
(Solanum torvum Swartz) dalam fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi air terhadap
pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli
ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Mengetahui adanya daya hambat ekstrak buah rimbang (Solanum
torvum Swartz) terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur.
2
2. Mendorong peneliti lain untuk meneliti lebih jauh efek ekstrak buah
rimbang (Solanum torvum Swartz) terhadap bakteri dan jamur lain.
3. Menambah pengetahuan dalam bidang mikrobiologi dan farmasi.
4. Dapat digunakan oleh industri farmasi maupun pemerintah dalam
pengembangan obat dari bahan alam untuk kemajuan IPTEK di
Indonesia.
3
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Rimbang
2.1.1 Taksonomi Tumbuhan
Menurut Lasmadiawati, Hemiati dan Indriati ( 2004 ) klasifikasi tumbuhan
buah Rimbang (Solanum torvum Swartz) adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Solanales
Famili : Solanaceae
Genus : Solanum
Spesies : Solanum torvum Swartz
Tanaman sejenis perdu yang dapat tumbuh hingga mencapai ketinggian 2
meter ini, sangat mudah ditemui di sekitar halaman rumah, kebun ataupun hutan
di Indonesia pada ketinggian 800 hingga 1200 meter diatas permukaan laut.
Tanaman ini juga mengandung banyak khasiat bagi kesehatan dan termasuk
tanaman yang selain buah, daun dan bunganya juga dapat dimanfaatkan sebagai
obat.
4
2.1.2 Deskripsi Tumbuhan Buah Rimbang
Tumbuhan ini diduga berasal dari Amerika Serikat tropis dan Hindia Barat
namun sudah dikenal lama oleh masyarakat Indian mulai dari Meksiko sampai
Brasil. Tumbuhan ini sekarang sudah menyebar di seluruh daerah tropis di dunia.
Untuk tumbuh, ia memerlukan curah hujan minimal 1000 mm per tahun dan
mampu bertahan hidup hingga ketinggian 2000 m.
Pohon kecil tahunan dan dapat mencapai tiga meter tingginya atau kadang-
kadang lebih. Batangnya berambut dan berduri. Daunnya bercangap dan
permukaannya ditutupi rambut tipis yang agak rapat. Mahkota bunganya berwarna
putih, berjumlah lima. Kepala sari besar dan tegak, menutupi putiknya. Buah
mudanya berwarna hijau, yang setelah masak menjadi kuning, dengan diameter
rata-rata satu cm.
2.1.3 Kandungan Kimia Tumbuhan Buah Rimbang
Adapun kandungan kimia tanaman rimbang dalam penampisan fitokimia
menunjukan serbuk simplisia buah rimbang mengandung flavonoid, saponin,
steroid/triterpenoid dan alkaloid (Stevanie, 2007).
2.2 Ekstraksi Zat Aktif Tanaman
Ekstraksi (penyarian) adalah kegiatan penarikan zat yang larut dari bahan
yang tidak larut dengan pelarut cair atau cairan penyairan (Haborne, 1989).
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan cara menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya
matahari langsung. Dari proses ekstraksi menghasilkan ekstrak yang merupakan
5
sediaan pekat yang diperoleh dengan menghasilkan zat aktif dari simplisia nabati
atau hewani, menggunakan pelarut yang sesuai kemudiaan semua atau hampir
semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk diperlakukan sedemikian rupa
sehingga memenuhi baku yang telah di tetapkan (Depkes, 1995).
2.2.1 Maserasi
Maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. 10 bagian simplisia atau
campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok kedalam sebuah bejana,
kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama
5 hari di tempat yang terlindung dari cahaya sambil sering diaduk.
Setelah 5 hari diserkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyaring secukupnya
hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan
ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endap tuangkan atau saring
(Depkes, 1979).
2.2.2. Perkolasi
Perkolasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan
cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia
ditempatkan dalam suatu bejana silinder, bagian bawahnya diberi sekat berpori,
cairan penyari dialirkan dari atas kebawah melalui serbuk tersebut. Cairan penyari
akan melarutkan zat aktif dalam sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.
6
2.2.3. Destilasi
Destilasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan pemanasan,
suatu cairan akan mendidih, uap yang terbentuk akan terkondensasi didalam
pendingin sebagai destilasi, hanya satu fase yang bergerak. Destilasi digunakan
untuk memisahkan substansi yang titik didihnya berkisar antara 40-150 ºC
(Depkes, 1995)
2.3. Mikroba
Mikroba adalah mahluk hidup berukuran kecil, bersel satu dengan bentuk
dan struktur yang sederhana yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan
mikroskop. Contoh : bakteri dan jamur (Seputro, 1998)
Pertumbuhan mikroba merupakan perubahan ukuran sel mikroba yang
pada mulanya berukuran kecil menjadi berukuran besar sebesar sel induknya.
Pertumbuhan ini berlangsung cepat dengan adanya faktor-faktor luar yang
menguntungkan, seperti:
a. Nutrisi
Kebutuhan nutrisi mikroba meliputi bahan makanan umum seperti air,
karbohidrat sebagai sumber karbon, protein sebagai sumber nitrogen dan
ion-ion organik (Seputro, 1998 ; Volk, 1990).
b. Suhu
Berdasarkan aktivitas suhu, mikroba dibagi atas 3 golongan, yaitu :
mikroba psikofilik, adalah mikroba yang dapat tumbuh pada suhu 10°C -
20°C yang optimum pada 15°C ; mikroba mesofilik, adalah mikroba yang
7
dapat tumbuh pada suhu 20°C - 40°C yang optimum pada 37°C ; mikroba
termofilik, adalah mikroba yang tumbuh pada suhu 45°C - 75°C, yang
optimum pada 55°C, serta mikroba yang dapat tumbuh pada suhu ekstrim
yaitu mikroba stenotermal yang dapat tumbuh pada suhu 80°C - 110°C
(Seputro, 1998 ; Volk, 1990).
c. pH medium
Sebagian besar spesies bakteri tumbuh pada pH 6,8 – 7,2, sedangkan
jamur pada pH 5 – 6. Berdasarkan pH yang dibutuhkan oleh mikroba
untuk pertumbuhannya, maka dapat dibagi atas : mikroba asidofilik, yaitu
mikroba yang dapat tumbuh pada pH 1,0 – 5,5 ; mikroba neutrofilik, yaitu
mikroba yang tumbuh pada pH antara 5,5 – 8,0; dan mikroba alkafilik,
yaitu mikroba yang tumbuh pada pH antara 8,5 – 8,0 (Seputro, 1998 ;
Volk, 1990).
d. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroba dibedakan atas mikroba aerob
yang tumbuh dengan adanya oksigen dan mikroba anaerob yang dapat
tumbuh tanpa oksigen. Ada juga mikroba anaerob fakultatif yaitu mikroba
yang dapat tumbuh pada kondisi ada atau tanpa oksigen (Seputro, 1998 ;
Volk, 1990)
e. Zat kimia
Zat kimia dapat juga menghambat pertumbuhan mikroba tanpa
membunuhnya (bakteriostatik), dan juga dapat membunuh mikroba
(bakterisid) (Seputro, 1998 ; Volk, 1990).
8
2.3.1. Bakteri
Bakteri adalah makhluk hidup yang berukuran kecil, terdiri dari satu sel,
hanya dapat dilihat dengan mikroskop dan berkembang biak dengan membelah
diri atau secara seksual (Jarets, Alex, 1980).
2.3.1.1. Fase Pertumbuhan Bakteri
Fase pertumbuhan bakteri dapat diproyeksikan sebagai logaritma jumlah
sel terhadap waktu pertumbuhan. Dengan cara ini, pertumbuhan bakteri dibagi 4
fase (Lay, 1994) :
1. Fase lag
Merupakan fase penyesuaian pada lingkungan (adaptasi) dan lamanya
tergantung pada macam bakteri, umur biakan dan nutrien yang terdapat
dalam medium.dalam fase ini, bakteri belum membelah.
2. Fase log (eksponensial)
Pada fase ini pembiakan bakteri berlangsung cepat, sel-sel mulai
membelah dan jumlahnya meningkat secara logaritma sesuai dengan
perubahan waktu.
3. Fase stasioner
Pada fase ini terjadi suatu keadaan seimbang antara jumlah bakteri yang
hidup dengan jumlah bakteri yang mati adalah tetap.
9
4. Fase kematian
Pada fase ini, jumlah bakteri yang mati semakin banyak. Ini disebabkan
semakin berkurangnya jumlah makanan dalam medium dan pembiakan
berhenti.
Gambar.1 : Kurva Pertumbuhan Bakteri
2.3.1.2. Pembagian Bakteri Berdasarkan Teknik Pewarnaan
Bakteri dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Gram positif dan
Gram negatif. Kedua kelompok ini berbeda terutama dinding selnya (Seputro,
1998).
A. Bakteri Gram Positif
Bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kompleks ungu kristal) pada
pewarnaan gram dan dapat menahan zat warna tersebut dengan kuat setelah
proses pencucian, sehingga tidak dapat diwarnai lagi dengan zat warna
berikutnya. Hal ini karena dinding sel bakteri gram positif cukup tebal ,yang
terdiri dari 30 lapis peptidoglikan yang merupakan polimer kompleks, terdiri dari
10
asam N-asetilmuramat dan N-asetilglukosamin, susunan ini sangat kompleks
sehingga permeabilitas kurang, akibat nya zat warna utama tidak dapat keluar
B. Bakteri Gram Negatif
Bakteri yang tidak dapat mengikat zat warna utama pada pewarnaan gram
sehingga pada proses pencucian selanjutnya akan luntur dan mudah diwarnai oleh
zat warna berikutnya. Hal ini disebabkan karena dinding sel gram negatif
mengandung lebih sedikit peptidoglikan, hanya 1-2 lapisan, susunan dinding sel
ini tidak tampak, permeabilitas dinding sel besarkarena adanya struktur membran
kedua yang tersusun oleh proton, fosfolipida dan lipopolisakarida yang sering
disebut antigen D, sehingga masih memungkinkan terlepasnya zat warna utama.
Gambar.2 : Dinding Sel Bakteri Gram Positif dan Dinding Sel Bakteri Gram
Negatif
2.3.1.3. Koloni Bakteri
Koloni adalah sekelompok masa sel yang dapat dilihat dengan mata
langsung. Semua sel dalam koloni itu adalah sama, dianggap kesemuanya itu
11
merupakan keturunan (pirogenik) satu mikroorganisme dan karena itu melewati
apa yang disebut mikrobiologiwan biakan murni (Pleczar dan Chan, 1988).
2.3.1.4. Bentuk-Bentuk Bakteri
Bakteri dapat digolongkan dalam 3 kelompok besar berdasarkan
bentuknya, yaitu : (Adam, 1992)
1. Basil
Basil adalah bakteri yang berbentuk menyerupai batang atau silinder
dengan ukuran yang bervariasi, beberapa diantaranya berbentuk seperti rokok
sigaret, ada berbentuk seperti gelondong dengan ujung-ujung yang menyerupai
cerutu. Ada beberapa bakteri yang mempunyai bentuk basil yang panjang dan
lebar. Basil yang bergandeng-gandengan panjang disebut streptobasil, yang
bergandeng dua-dua disebut diplobasil. Ujung-ujung basil yang terlepas satu sama
lain tumpul, sedangkan ujung-ujung yang masih bergandengan tajam.
Gambar.3: Bentuk–bentuk bakteri basil yang menyerupai batang atau silinder
12
2. Kokus
Kokus adalah bakteri yang berbentuk bola-bola kecil, ada yang hidup
secara sendiri-sendiri dan ada juga yang hidup berpasangan, kubus dan rantai
panjang. Bentuk kokus tersusun berkelompok dalam bentuk :
‐ Diplokokus, terdiri dari 2 kokus
‐ Tetrakokus, terdiri dari 4 kokus
‐ Sarcina, terdiri dari beberapa kokus yang berbentuk kubus
‐ Streptokokus, terdiri dari beberapa kokus yang tersusun seperti rantai
‐ Staphylokokus, beberapa kokus yang berkelompok seperti untaian buah
anggur.
Gambar. 4 : Bentuk-bentuk bakteri kokus yang berbentuk bola–bola kecil.
3. Spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok seperti
spiral. Bakteri yang berbentuk seperti ini banyak. Golongan ini merupakan
golongan dengan jumlah terkecil jika dibandingkan dengan golongan basil
maupun golongan kokus. Bakteri spiral dapat dibedakan atas :
13
‐ Vibrio, adalah batang melengkung yang menyerupai koma, kadang-
kadang vibrio tumbuh sebagai benang-benang berbelit atau membentuk
huruf S
‐ Spiril adalah spiral atau lilitan yang sebenarnya dengan tubuh sel yang
kokoh.
‐ Spirochaeta juga bakteri berbentuk spiral tapi perbedaannya dengan spiral
adalah kemampuan dalam melentirkan dan melekuk-melekukkan tubuhnya
sambil bergererak.
Gambar 5 : Bentuk-bentuk bakteri spirilia yang bakterinya berbengkok-
bengkok.
2.3.2. Jamur
Jamur merupakan organisme eukariotik yang tidak mengandung klorofil
dan bersifat heterotrof, memperoleh energi dengan mengoksidasi bahan organik
pada kondisi aerob. Jamur mempunyai ukuran lebar yang beragam antara 1-5
mikron dan panjang 5-30 mikron. Ada yang berbetuk telur, memanjang atau
14
berbetuk bulat bola. Dinding sel terdiri dari kitin atau sellulosa (Volk & Wheeler,
1990).
Tubuh jamur mempunyai filamen panjang dan bercabang. Tiap filamen
dinamakan hifa. Hifa terus tumbuh dan bercabang membentuk miselium.
Miselium di bagi atas 2 bagian yaitu miselium vegetatif dan miselium reproduktif.
Miselium vegetatif yaitu miselium yang tumbuh ke bawah menerobos medium
serta berfungsi mengambil makanan, sedangkan miselium reproduktif yaitu
miselium yang menghasilkan spora dan tumbuh meluas ke udara (Seputro, 1998).
2.3.2.1. Pembiakan Jamur
Jamur berkembang biak secara vegetatif dan generatif dengan berbagai
macam spora. Macam-macam spora yang terjadi dengan tidak melalui
perkawinan, antara lain :
a. Spora biasa yang terjadi karena protoplasma dalam suatu sel tetentu
berkelompokkelompok kecil, masing-masing mempunyai membran serta inti
sendiri. Sel tempat terjadinya spora ini di sebut sporangium dan sporanya
sendiri di sebut sporangiospora.
b. Konidiospora, yaitu spora yang terjadi karena ujung suatu hifa berbelah-belah
seperti tasbih. Dalam hal ini tidak ada sporangium tiap spora di sebut
kanidiospora atau konidia saja, sedangkan tangkai pembawa konidia di sebut
konidiofor.
15
c. Pada beberapa spesies, bagian-bagian miselium dapat membesar serta
berdindingtebal, bagian itu merupakan alat pembiakan yang di sebut
klamidospora (chlamydospora = spora yang berkulit tebal).
d. Jika bagian-bagian miselium itu tidak berubah menjadi besar dari aslinya,
makabagian-bagian itu di sebut artospora (serupa batu bata), oidiospora atau
oidia (serupa telur) (Seputro, 1998).
2.3.2.2. Pembagian Jamur Berdasarkan Infeksinya Terhadap Manusia
a. Jamur-jamur sistemik
Mikosis sistemik biasanya disebabkan oleh jamur tanah. Jamur ini
menyebabkan penyakit pada organ-organ tertentu, contoh : Hisoplasma
capsulanum
b. Jamur-jamur pada permukaan
Jamur ini biasanya menyerang jaringan keratin, tetapi tidak menyerang
jaringan yang lebih dalam. Jamur pada golongan ini adalah dermatofita, yaitu
jamur yang hidup pada jaringan yang mengandung zat tanduk seperti kuku,
rambut dan kulit, contoh : Tricophyton mentaagrophytes (Volk & Wheeler,
1990).
2.4. Mikroba Uji
Mikroba uji adalah mikroba standar yang sudah diketahui genus dan
spesiesnya secara pasti. Mikroba uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
16
A. Bakteri Gram Positif
1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau kokus.
Bakteri ini bisa tunggal, berpasangan atau bergerombol dalam susunan yang tidak
teratur. Bakteri ini tidak berspora, bersifat patogen pada manusia dan hewan.
Bakteri yang berukuran 0,8 – 1,0 µm ini merupakan bakteri heterotrof dan
termasuk bakteri anaerob fakultatif. Bakteri ini banyak terdapat di tanah, air,
udara, kulit manusia dan selaput lendir hewan yang berdarah panas.
Kedudukan Staphylococcus aureus dalam taksonomi :
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Microcoaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1998).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang paling kuat daya tahan
nya dan patogen. Pada agar miring ini dapat tetap hidup sampai berbulan-bulan,
baik dalam lemari es maupun pada suhu kamar. Bakteri ini juga relative resisten
pada pengeringan dan pemanasan pada suhu 50 ºC selama 30 menit (Anonim,
1994).
Staphylococcus aureus ini dapat tumbuh optimum pada suhu 37°C.
Koloni yang dihasilkan setelah inkubasi dalam media selama 24 jam pada suhu
17
optimumnya akan terlihat berwarna kuning keemasan kemudian akan berubah
menjadi buram.
B. Bakteri Gram Negatif
1. Escherichia coli
Menurut Dwidjoseputro, 1998 kedudukan Escherichia coli dalam
taksonomi adalah :
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
Escherichia coli adalah anggota flora usus normal. Kadang-kadang
Escherichia coli juga ditemukan dalam air susu dimana ia mengadakan fermentasi
terhadap laktosa bersama Aerobacter aerogenes. dan menghasilkan
karbondioksida (CO2), hidrogen dan asam organic yang dapat mengganggu mutu
air susu (Cruickshark et al, 1973).
Escherichia coli adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif.
Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat
ditemukan dalam usus besar manusia. Kebanyakan Escherichia coli tidak
berbahaya, tetapi beberapa, seperti Escherichia coli tipe O157:H7, dapat
mengakibatkan keracunan makanan yang serius pada manusia. Escherichia coli
18
yang tidak berbahaya dapat menguntungkan manusia dengan memproduksi
vitamin K2, atau dengan mencegah bakteri lain di dalam usus.
Escherichia coli banyak digunakan dalam teknologi rekayasa genetika.
Biasa digunakan sebagai vektor untuk menyisipkan gen-gen tertentu yang
diinginkan untuk dikembangkan. Escherichia coli dipilih karena pertumbuhannya
sangat cepat dan mudah dalam penanganannya (Volt dan wheeler, 1990).
C. Jamur Candida albicans
Kedudukan Candida albicans dalam taksonomi adalah:
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Subphylum : Saccharomycotina
Class : Saccharomycetes
Ordo : Saccharomycetales
Family : Saccharomycetaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses,
kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk
blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di
dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan sifat jamur, yaitu sebagai
saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang
menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan
bahwa sifat patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida
19
albicans dalam bentuk blastospora atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua
bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada
suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang menghambat pembentukan
tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh, maka
dibentuk hifa (Suryawira, 1995).
2.5. Sterilisasi
Alat-alat dan bahan yang akan digunakan terlebih dahulu harus disterilisasi
menurut cara yang sesuai, ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
pertumbuhan dan pencemaran dari mikroorganisme lain yang tidak diharapkan.
Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) untuk membunuh semua bentuk
kehidupan terutama mikroorganisme (Syahrurachman, 1994).
2.5.1. Macam-Macam Sterilisasi
1. Sterilisasi secara fisik
Cara sterilisasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan panas untuk
menggumpalkan bakteri protein.
a. Sterilisasi panas basah
Sterilisasi ini dapat membunuh kuman karena mendenaturasi protein,
terutama enzim-enzim dan membran sel. Daya bunuh panas basah ini juga
meliputi perubahan kondisi fisik dari lemak sel. Sterilisasi panas basah ini
dapat dilakukan dengan memakai uap air panas bertekanan tinggi dalam
autoklaf suhu 121°C dengan tekanan 1 Atm, dengan merebus (boiling)
ataupun dengan pasteurisasi.
20
b. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi ini memiliki daya bunuh yang tidak sebaik panas basah.
Sterilisasi ini dapat dilakukan dengan pembakaran (incineration), dengan
udara panas (hot air sterilization), misalnya dengan menggunakan oven
dengan temperatur 170°C - 180°C.
2. Sterilisasi secara kimia
Sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia seperti larutan
alkohol 70 %, formalin 4 %, sublimat 0,1 %, NaCl 9 %, KCl 11 % dan
sebagainya. Sterilisasi ini dapat juga menggunakan radiasi, seperti radiasi sinar
ungu ultra (ultra violet).
3. Sterilisasi secara mekanik
Sterilisasi ini dilakukan secara mekanik, misalnya dengan penyaringan
(filtration). Penyaringan dilakukan dengan mengalirkan cairan atau gas melalui
suatu bahan penyaring yang memiliki pori cukup kecil untuk menahan
mikroorganisme dengan ukuran tertentu. Saringan akan tercemar, sedangkan
cairan atau gas yang melaluinya akan steril. Alat saring tertentu juga
mempergunakan bahan yang mengadsorpsi mikroorganisme. Saringan yang
umum dipakai tidak dapat menahan virus. Penyaringan dilakukan untuk
mensterilkan substansi yang peka terhadap panas seperti serum, solusi enzim,
toksin kuman, ekstrak sel dan sebagainya (Syahrurachman, 1994).
21
2.6. Metoda Pengujian Aktivitas Antimikroba
2.6.1. Metoda Difusi
Metoda difusi merupakan metoda yang sederhana dalam pengujian
aktivitas antimikroba. Pada teknik difusi ini, pencadang (reservoir) mengandung
sampel uji (ekstrak tumbuhan) yang ditempatkan pada permukaan medium yang
telah diinokulasi dengan mikroba uji. Setelah inkubasi, diameter daerah bening
sekitar pencadang (diameter hambatan) diukur. Pencadang yang digunakan dapat
berupa cakram kertas, silinder porselen atau baja tahan karat yang ditempatkan
pada permukaan medium serta catak lubang pada medium yang telah diinokulasi
mikroba uji (Hadioetomo, 1990).
2.6.2. Metoda Dilusi
Pada metoda ini digunakan medium cair. Kekeruhan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan instrument yang cocok,
seperti spektrofotometer. Sesuai dengan desain percobaan yang akan dilakukan,
beberapa tabung disisipkan, lalu diisi dengan larutan pembanding dan sediaan uji
dengan susunan dosis tetentu, kemudian ditambahkan medium yang telah
diinokulasikan dengan mikroba, diinkubasi selama 24 jam pada penangas air suhu
37°C (bertermostat dan diaduk). Setelah masa inkubasi selesai, pertumbuhan
mikroba dihentikan dengan penambahan 0,5 ml formaldehid atau tabung
dipanaskan pada suhu 80°C. kekeruhan yang di timbulkan menggantikan rata-rata
diameter daerah hambat (Hadioetomo, 1990).
22
Metoda dilusi ini cocok untuk pengujian senyawa larut air, senyawa
lipofilik murni, untuk penentuan harga Konsentrasi Hambat minimum (KHM)
serta untuk mengamati kurva pertumbuhan normal mikroorganisme.
2.6.3. Metoda Bioautografi
Metoda bioautografi adalah sebuah metoda untuk melokalisasi aktivitas
antibakteri pada kromatogram. Prosedur umumnya berdasarkan teknik difusi
dimana zat antimikroba berdifusi dari kromatogram lapis tipis atau kromatogram
kertas ke plat agar. Daerah hambatan kemudian dinamakan dengan penampak
noda yang cocok.
Permasalahan yang disebabkan oleh perbedaan difusi senyawa dari
kromatogram ke lapisan agar dapat diatasi dengan teknik bioautografi langsung
yaitu dengan mendeteksi atau mengamati pada kromatogram. Plat Kromatografi
Lapis Tipis (KLT) disemprot dengan suspensi mikroba, kemudian diinkubasi
selama beberapa hari. Daerah hambatan divisualisasikan dengan penampak noda,
contohnya : garam tetrazolium.
2.7. Medium Pembenihan
Medium adalah bahan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri.
Untuk tumbuh, bakteri membutuhkan kebutuhan dasar seperti : air, karbon,
nitrogen, energi, mineral, vitamin dan faktor pertumbuhan. Di samping itu,
medium juga harus mempunyai suasana yang sesuai dengan persyaratan
kehidupan yang dibutuhkan bakteri, seperti : pH, suhu, tekanan osmosa,
kelembapan dan kadar air yang sesuai (Syahrurachman, 1994).
23
Air merupakan komponen yang penting dalam kehidupan bakteri karena
70 % sampai 80 % dari protoplasma terdiri dari air. Air bertindak sebagai media
transportasi zat makanan dan hasil metabolit dan keluar sel, juga diperlukan pada
proses enzimatis. Di alam, bahan makanan ini telah tersedia, baik dalam bentuk
senyawa ataupun dalam bentuk unsur pembentuk makanan.
Pembiakan mikroorganisme dalam laboratorium perlu bahan makanan
yang biasanya disesuaikan dengan tujuan percobaan sehingga diperoleh hasil yang
di inginkan. Bahan makanan yang digunakan untuk menumbuhkan dan
mengembangbiakkan mikroorganisme yang sesuai dengan lingkungannya, daging
dan wortel ataupun bahan buatan (berbentuk senyawa kimia organik atau
anorganik) di sebut dengan medium pembenihan (Anonim, 1994).
Agar mikroorganisme dapat tumbuh dan berkembang baik dalam medium
pembenihan, di perlukan persyaratan tertentu, antara lain :
‐ Medium harus mengandung semua unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme.
‐ Medium harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH
yang sesuai dengan kebutuhan mikroorganisme.
‐ Medium harus dalam keadaan steril, artinya belum ditanam
mikroorganisme yang di inginkan, medium tidak ditumbuhi oleh
mikroorganisme lain.
Berdasarkan konsistensinya, medium dapat dibedakan atas medium padat,
setengan padat dan cair. Pada medium padat dapat ditambahkan zat pengental,
seperti gelatin, agar dan silika gel. Medium cair tidak membutuhkan zat
24
pengental, sedangkan pada medium setengah padat hanya membutuhkan zat
pengental 50 % dari yang seharusnya. Jika ditinjau komposisi kimiawinya,
medium dapat dibedakan atas medium sintetik dan medium non sintetik.
Komposisi medium sintetik diketahui dengan pasti dan biasanya dibuat dari bahan
kimia yang telah diketahui kemurniannya dan dapat ditentukan jumlahnya dengan
tepat. Medium semacam ini dibuat kapan saja dengan hasil yang sama. Komposisi
kimiawi medium non sintetik tidak diketahui dengan pasti. Contohnya bahan-
bahan yang terdapat dalam kaldu nutrien yang terdiri dari ekstrak daging dan
pepton dengan komposisi kimiawi yang belum diketahui dengan pasti. Untuk
pertumbuhan mikroba, di perlukan sumber karbohidrat dan nitrogen organik.
2.7.1. Pengelompokkan Media
2.7.1.1. Berdasarkan Persyaratan Susunan Media
1. Media Alami
Yaitu media yang disusun oleh bahan-bahan alami seperti kentang, daging,
telur, umbi-umbian dan lain sebagainya. Saat ini, media alami yang paling
banyak digunakan adalah dalam bentuk kultur jaringan tanaman ataupun
hewan.
2. Media Sintetik
Yaitu media yang disusun oleh senyawa kimia seperti media siap jadi yang
dijual di pasar. Media ini tinggal melarutkan dalam air dan mensterilkannya.
25
3. Media Semi Sintetik
Yaitu media yang disusun oleh campuran bahan-bahan alami dan bahan-bahan
sintetik (Aldi yufri, 2004).
2.7.1.2. Berdasarkan Sifat-Sifatnya
1. Media Umum
Media ini digunakan untuk pertumbuhan dan perkembanganbiakan satu atau
lebih kelompok mikroba secara umum. Contoh : agar kaldu nutrisi untuk
bakteri, agar kentang dekstrosa untuk jamur.
2. Media Diperkaya
Media ini digunakan dengan maksud memberikan kesempatan terhadap satu
jenis atau kelompok mikroba untuk tumbuh dan berkembang lebih cepat dari
jenis atau kelompok mikroba lainnya yang sama-sama berada dalam satu
bahan. Media ini tidak selektif, media tersebut hanya diperkaya dengan
berbagai bahan seperti darah, serum, hemoglobin, faktor pertumbuhan dan lain-
lain.
3. Media Selektif
Adalah media yang hanya dapat ditumbuhi oleh satu atau lebih jenis mikroba
tertentu tapi akan menghambat atau mematikan untuk jenis mikroba yang lain.
Perubahan media itu dapat dibuat dengan jalan mengubah pH dengan
mengambil beberapa keuntungan dari kemampuan beberapa kuman untuk
tumbuh pada satu pH dan tidak pada pH yang lain.
26
4. Media Persemaian
Media ini dapat menekan pertumbuhan mikroba yang tidak di inginkan, sambil
merangsang pertumbuhan kuman yang di inginkan. Contoh dari media ini
adalah Kaldu Cystin Selenit.
5. Media Differensial
Media ini digunakan untuk pertumbuhan mikroba tertentu serta penentuan
sifat-sifatnya. Media differnsial yang mengandung bahan kebutuhan nutrisional
tertentu dapat memperlihatkan pertumbuhan kuman yang menguntungkan bagi
kepentingan diagnostik laboratorium suatu penyakit.
6. Media Indikator
Adalah suatu media yang mengandung suatu indikator yang akan berubah
warnanya jika ditumbuhi oleh bakteri. Misalnya Salmonella typhi yang dapat
mereduksi bismuth sulfide pada Media Wilson Blair (koloni Salmonella akan
berwarna hitam).
7. Media Penguji
Adalah media yang digunakan untuk pengujian senyawa atau benda tertentu
dengan bantuan mikroba. Misalnya media penguji vitamin, asam amino,
antibiotik, residu pestisida, residu detergen dan lain-lain. Media ini disamping
tersususun dari senyawa dasar untuk kepentingan pertumbuhan dan
perkembangbiakan mikroba, juga ditambah sejumlah senyawa tertentu yang
akan diuji.
27
8. Media Perhitungan
Adalah media yang dipergunakan untuk menghitung jumlah mikroba pada
suatu bahan. Media ini dapat berupa media umum, media selektif ataupun
media differensial dan media penguji.
9. Media Transpor
Organisme yang mudah mati, misalnya Gonococcus yang mungkin tidak dapat
hidup jika dibawa ke laboratorium atau akan tertutup oleh pertumbuhan kuman
lainnya yang tidak patogen, maka dibutuhkan media khusus untuk pengiriman
bahan pemeriksaan. Contohnya media Stuar untuk Gonococcus dan garam
gliserol untuk tinja (Aldi Yufri, 2004).
28
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan September
2011 di Laboratorium Penelitian Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia Bahan
Alam Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, pipet
mikro, tabung reaksi, pipet tetes, erlemeyer, timbangan, penjepit kayu, kain kasa,
oven, autoklaf, pinset, jarum ose, lampu spiritus, gelas ukur, botol gelap,
inkubator, beker glass, vial, cakram steril, lemari pendingin, laminar air flow, alat
destilasi, seperangkat alat rotary evaporator, dll.
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan adalah ekstrak buah Rimbang (Solanum torvum
Swartz), media Nutrient Agar (NA), media Potato Dextrose Agar (PDA), NaCl
fisiologis 0,9%, aquadest, etanol, n-heksan hasil destilasi, dan etil asetat hasil
destilasi, klorampenikol dan nistatin. Mikroba uji yaitu Staphylococcus aureus
ATCC 25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC
01231.
29
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel berupa tumbuhan buah rimbang (Solanum torvum Swartz) yang
diperoleh dari daerah Pakjo Palembang Sumatera Selatan.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum)
3.3.2.1 Ekstraksi
Timbang sebanyak 1 kg buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipotong
kecil-kecil (rajang). Lalu dimaserasi dengan cara dimasukan ke dalam botol
berwarna gelap ditambah pelarut etanol yang sudah di destilasi sampai semua
bahan terendam semua setelah itu tutup rapat dan simpan di tempat yang
terlindungi dari cahaya matahari sesekali diaduk-aduk. Maserasi dilakukan 3 kali
perendaman selama 5 hari 24 jam kemudian disaring sehingga didapat filtratnya.
Filtrat yang didapat dari hasil penyaringan tersebut kemudian dikentalkan dengan
cara destilasi vakum sampai didapat ekstrak buah rimbang, kemudian dipekatkan
dengan rotari didapat ekstrak kental buah rimbang.
3.3.2.2 Fraksinasi
Ekstrak kental etanol dimasukan ke dalam corong pisah 500 ml kemudian
ditambah air suling 100 ml, selanjutnya di fraksinasi dengan n-heksan di dalam
corong pisah sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi yaitu fraksi air dan fraksi n-heksan.
Fraksi n-heksan diuapkan dengan destilasi vakum sehingga didapat fraksi n-
heksan yang kental. Fraksi air selanjutnya di fraksinasi lagi dengan menggunakan
etil asetat, sehingga diperoleh 2 (dua) fraksi lagi yaitu fraksi air dan fraksi etil
30
asetat. Fraksi etil asetat dan fraksi air kemudian diuapkan lagi dengan cara
destilasi vakum sehingga didapat fraksi etil asetat yang kental.
3.3.3 Uji Pendahuluan Kandungan Kimia Buah Rimbang (Solanum torvum)
3.3.3.1. Pemeriksaan Alkaloid ( Culvenor & Fitzgerald, 1963)
Pemeriksaan alkaloid menggunakan metode Culvenor-Fritzgerald yaitu 4
(empat) gram sampel segar dipotong-potong halus digerus dalam lumpang dengan
bantuan sedikit pasir yang bersih dan tambahkan 10 ml Kloroform dan 10 ml
Kloroform amoniak 0,05 N, kemudian disaring dengan menggunakan kapas terus
diambil dengan pipet tetes dan dimasukan dalam tabung reaksi, tambahkan 10
tetes Asam Sulfat-2N dan dikocok perlahan selama 1 (satu) menit sampai terjadi
pemisahan. Selanjutnya lapisan Asam Sulfat diambil kemudian dimasukan dalam
tabung reaksi lain lalu ditambahkan pereaksi mayer. Terbentuknya kabut putih,
gumpalan putih atau endapan putih menandakan adanya reaksi positif Alkaloid
dari sampel.
3.3.3.2 Pemeriksaan Flavonoid
Pemeriksaan Flavonoid dilakukan dengan menggunakan metoda Sianidin
Test yaitu 4 (empat) gram sampel segar dipotong-potong halus, kemudian
dimasukan dalam tabung reaksi ditambah 25 ml Etanol, lalu dipanaskan sampai
mendidih, setelah itu langsung disaring saat panas sehingga didapat filtrat. Filtrat
tersebut diuapkan hingga tinggal separuhnya, kemudian ditambahkan dengan
beberapa tetes (± 2-3 tetes) Asam Klorida pekat dan serbuk Magnesium.
Terbentuknya warna oranye sampai merah menunjukan adanya Flavonoid di
dalam sampel.
31
3.3.3.3 Pemeriksaan Steroid, Terpenoid, Saponin, dan Senyawa Fenol (Simes
et.al, 1959)
Pemeriksaan ini dengan menggunakan metoda Simes et al yaitu 4 (empat)
gram sampel dipotong halus dan dididihkan dengan 25 ml etanol selama 15 menit,
kemudian disaring selagi panas lalu filtrat diuapkan sampai kering. Ekstrak yang
didapat kemudian ditambah kloroform dan Aqua Destilata berbanding 1:1
sebanyak 5 ml masing-masing, lalu dikocok, kemudian dibiarkan sebentar
sehingga terbentuk lapisan air dan lapisan Kloroform.
Untuk pemeriksaan Saponin yaitu dilakukan dengan cara sebagian lapisan
air dikocok kuat-kuat dalam tabung reaksi. Setelah itu, bila positif ada Saponin
akan terbentuk busa yang stabil selama 15 menit.
Untuk pemeriksaan Senyawa Fenol yaitu sebagian lapisan air dimasukan
dalam plat tetes kemudian ditambahkan 2 (dua) tetes Besi (III) Klorida. Untuk
melihat adanya senyawa Fenol didalam sampel ditandai dengan adanya perubahan
warna menjadi warna biru atau warna hitam.
Untuk pemeriksaan Terpenoid dan Steroid yaitu pada sebagian lapisan
Kloroform diambil dengan pipet berisi Norit, tampung di plat tetes kemudian
biarkan sampai kering. Tambahkan pereaksi Liebermann-Burchard, jika berwarna
merah menunjukan bahwa sampel ada kandungan Terpenoid, sedangkan warna
biru atau hijau menunjukan sampel ada kandungan Steroid.
32
3.3.4 Pembuatan larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi
Untuk masing-masing ekstrak n-heksan, etil asetat dan air dibuat masing-
masing konsentrasi dari 50% , 40%, 30%, 20%, dan 10% kemudian diuji aktifitas
antimikroba.
3.3.5 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang akan disterilkan dicuci terlebih dahulu kemudian
dikeringkan. Untuk alat-alat gelas seperti tabung reaksi, gelas ukur, erlemeyer,
pipet tetes ditutup mulutnya dengan sumbatan kapas dan dibungkus dengan kertas
perkamen, begitu juga dengan cawan petri dan corong. Kemudian semuanya
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs selama 15
menit. Sedangkan pinset, jarum ose, dan kaca objek dipijarkan dengan
melewatkan pada nyala api selama 20 detik (Seputro, 1998).
3.3.6 Pembuatan Medium Pembenihan
3.3.6.2 Medium Nutrien Agar
Timbang sebanyak 23 gram serbuk Nutrien Agar (siap pakai) dilarutkan
dalam 1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut
seluruhnya, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan
15 lbs selama 15 menit. Media Nutrien Agar dituangkan sebanyak 15 ml ke dalam
cawan petri dan 5 (lima) ml ke dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan
memadat dan disimpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980).
33
3.3.6.3 Medium Potato Dextrose Agar
Timbang sebanyak 39 gram serbuk Potato Dextrose Agar dilarutkan dalam
1 (satu) liter air suling dan dipanaskan sampai mendidih dan larut seluruhnya.
Kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lbs
selama 15 menit. Media Potato Dextrose Agar dituangkan sebanyak 15 ml dalam
cawan petri dan 5 (lima) ml dalam tabung reaksi untuk Agar miring, biarkan
memadat dan simpan dalam lemari pendingin (Alex dkk, 1980).
3.3.6.4 Pemilihan Mikroba Uji
Pemilihan mikroba uji dilakukan di Laboratorium Kesehatan Daerah
Palembang dan di isolasi dan di identifikasi sebagai Staphylococcus aureus ATCC
25923, Eschericchia coli ATCC 25922, dan Candida albicans ATCC 01231.
3.3.7 Peremajaan Mikroba Uji
Peremajaan mikroba uji dilakukan dengan cara menginokulasikan 1 (satu)
ose biakan murni dari stok Agar miring ke medium Agar miring Nutrien Agar
(NA) yang baru, kemudian diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37ºC selama 24
jam untuk bakteri dan pada suhu 25-27 ºC selama 3 sampai 5 hari untuk jamur
hingga diperoleh pertumbuhan yang normal (Jawets dkk, 1989).
3.3.8 Pembuatan Suspensi Mikroba
Diambil koloni bakteri dari Agar miring Nutrien Agar (NA) dan koloni
jamur dari agar miring Potato Dextro Agar (PDA) menggunakan jarum ose,
kemudian disuspensikan ke dalam pelarut NaCl 0,9% fisiologis dalam tabung
reaksi dan dikocok homogen. Kekeruhan suspensi mikroba uji diukur dengan alat
34
spektronik yaitu pada panjang gelombang (λ) 530 nm dengan transmitan 25%
untuk bakteri dan panjang gelombang (λ) 580 nm dengan transmitan 90% untuk
jamur (Depkes, 1995).
3.3.9 Uji Penghambat Pertumbuhan Mikroba
Pada permukaan cawan petri yang berisi 10 ml media Nutiren Agar atau
Potato Dextrose Agar yang telah memadat, dituangkan Agar inokulum 1% yaitu
10 ml media Nutrien Agar dan Potato Dextrose Agar pada suhu 45-50ºC ditambah
0,1 ml suspensi mikroba uji (T 25%). Kemudian dibiarkan pada suhu kamar
selama 15 menit. Pengujian dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali sehingga total cawan
petri yang disiapkan adalah 3 cawan petri untuk satu mikroba uji.
Cakram kertas yang telah disterilkan dicelupkan ke dalam masing-masing
konsentrasi zat uji yang telah disiapkan kemudian di kering anginkan kemudian
diletakan pada permukaan media Agar yang telah diinokulasi dengan mikroba.
Cawan petri Nutrient Agar diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37ºC
selama 24 jam dan Potato Dextrose Agar pada suhu 25ºC selama 5 hari.
Kemudian diukur diameter zona bening (clear zone) yang terbentuk dengan
menggunakan jangka sorong atau penggaris milimeter.
3.3.10 Analisa Data
Data hambatan pertumbuhan ditabulasi untuk setiap mikroba uji yang
digunakan pada berbagai konsetrasi zat uji.
35
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
1. Rendemen yang didapat dari ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)
adalah 4,58%
2. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum
torvum Swartz) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) pada
konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturut-
turut sebesar 12,7 mm, 11,8 mm, 10,8 mm, 10,1 mm, 8,8 mm untuk fraksi air
dan fraksi etil asetat 16,7 mm, 13,5 mm, 11,9 mm, 10,9 mm, 9,1 mm
sedangkan fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.
3. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah Rimbang (Solanum
torvum Swartz) terhadap bakteri Escherichia coli (ATCC 2922) pada
konsentrasi 50%, 40%, 30%,20%, 10% diameter zona hambatnya berturut-
turut sebesar 9,1 mm, 8,5 mm, 8,2 mm, 8,1 mm, 7,6 mm untuk fraksi air dan
fraksi etil asetat 15,6 mm, 15 mm, 13,9 mm, 12,7 mm, 11,6 mm sedangkan
fraksi n-heksan tidak memiliki zona hambat.
4. Hasil pengamatan uji antimikroba dari ekstrak buah rimbang (Solanum torvum
Swartz ) terhadap Candida albicans (ATCC 01231) pada fraksi etil asetat
pada konsentrasi 50%,40%,30%,20%,10% diameter zona hambatnya berturut-
turut sebesar 19,8 mm, 18,1 mm, 16,5 mm, 15,1 mm 12,2 mm. Sedangkan
pada fraksi air dan fraksi n-heksan tidak memiliki diameter zona hambat.
36
5. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan dari ketiga fraksi yang digunakan
dalam penelitian ini daya anti mikroba yang terbesar terdapat pada fraksi
semipolar (etil asetat) terhadap jamur Candida albicans.
4.2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya aktivitas antimikroba
dari fraksi air (polar), etil asetat (semi polar), n-heksan (non polar) dari buah
rimbang (Solanum torvum Swartz).
Buah rimbang (Solanum torvum Swartz) diperoleh dari daerah Pakjo
Palembang Sumatera Selatan, kemudian sampel segar dipotong kecil-kecil dan
ditimbang sebanyak 1 kg. Lalu sampel dimasukkan kedalam botol gelap untuk
dimaserasi menggunakan pelarut etanol yang sudah didestilasi sebanyak 5 liter
untuk 1 kg sampel. Penggunaan etanol sebagai pelarut dikarenakan etanol
merupakan pelarut universal yang dapat menarik zat yang polar maupun non
polar, disamping itu etanol juga tidak beracun dan titik didihnya lebih kecil
dibanding air sehingga zat aktif dari tumbuhan tidak rusak selama proses
penguapan pelarut.
Untuk mendapat ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz) dipilih
metode maserasi. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang pengerjaannya
sederhana dan dapat digunakan untuk penarikan zat yang tahan panas maupun
yang tidak tahan panas, dengan cara ini kemungkinan hilangnya kandungan kimia
didalam tanaman yang rusak akibat pemanasan dapat dihindari. Kekurangan
metode maserasi adalah prosesnya memakan waktu yang lama, biasanya 3-5 hari
dan pelarut yang digunakan banyak. Pada penelitian ini dilakukan tiga fraksi yaitu
37
fraksi polar, semi polar dan non polar (air, etil asetat, n-heksan). Maserasi
dilakukan selama 15 hari dengan 3 kali pengulangan hingga diperoleh maserat.
Maserat yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan destilasi vacum dan
dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak
kental difraksinasi dengan menggunakan tiga pelarut yaitu air, etil asetat, dan n-
heksan, setelah dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan fraksi kentalnya masing-
masing fraksi di rotary evaporator sehingga diperoleh fraksi kental dari faksi air.
Fraksi etil asetat dan fraksi n-heksan. Dari ketiga fraksi dilakukan uji aktivitas
antimikroba terhadap mikroba uji.
Pada masing-masing fraksi kental buah rimbang (Solanum torvum Swartz)
diujikan aktivitas antimikroba dengan metode difusi agar karena metode ini cukup
sederhana sebagai mikroba uji digunakan mikroba Staphylococcus aureus (ATCC
25923) yang mewakili bakteri gram positif, Escherichia coli (ATCC 25922)
mewakili bakteri gram negatif dan Candida albicans (ATCC 01231) yang
mewakili jamur. Mikroba uji yang digunakan mikroba patogen yang cukup aman
bagi peneliti dan dapat mewakili mikroba patogen lainnya yang menyebabkan
infeksi pada manusia.
Didalam pengerjaan uji aktivitas antimikroba, peralatan yang digunakan
sebelumnya harus dibersihkan dan disterilkan terlebih dahulu sesuai dengan
prosedur masing-masing. Ini di lakukan secara aseptis, untuk mencegah masuknya
mikroba lain dari udara luar, sehingga hasil yang di peroleh tidak terkontaminasi.
Pada penelitian ini dilakukan pengenceran pada konsentrasi 50%, 40%, 30%,
20%, 10%, sebagai kontrol negatif digunakan etanol. Mikroba uji pada penelitian
38
ini disuspensikan dalam NaCl fisiologis karena NaCl fisiologis memberikan
tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa tubuh. Suspensi mikroba uji
dibuat sampai dicapai tingkat kekeruhan tertentu, yaitu panjang gelombang (λ)
530 nm dengan transmitan 25% untuk bakteri dan panjang gelombang (λ) 580 nm
dengan transmitan 90% untuk jamur yang diukur dengan alat spektrofotometri.
Dengan kekeruhan tersebut maka pertumbuhan mikroba uji pada media relatif
baik, yang jumlah populasi menurut penelitian sebelumnya lebih kurang 1 juta
koloni / ml (Djamaan, 1993). Penggunaan NaCl membuat lingkungan sekitar sel
menjadi isotonik sehingga air didalam sel tidak akan keluar melalui dinding sel.
Jika air dalam dinding sel keluar melalui dinding sel dan membran plasma akan
terlepas dari dinding sel, akibatnya tegangan antara isi sel dan dinding sel
(tekanan turgor) menurut (Volk & Wheeler, 1990). Masing-masing fraksi dari
ekstrak buah rimbang dibuat dalam konsentrasi yang telah ditetapkan. Uji
aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi agar karena metode ini
cukup sederhana dan dapat memperlihatkan hubungan peningkatan konsentrasi
dengan peningkatan aktivitas. Sebagai pencadang digunakan kertas cakram
dengan diameter 6 mm, zat uji akan berdifusi dari pencadang kemedia agar
inokulum. Untuk mikroba uji bakteri Staphylococcus aureus (ATCC 25923) dan
Escheriachia coli (ATCC 25922) di inkubasi selama 24 jam untuk menegaskan
diameter zona beningnya dibiarkan selama 24 jam lagi sedangkan untuk jamur
Candida albicans (ATCC 01231) di inkubasi selama 3-5 hari. Data hambatan
pertumbuhan mikroba ditabulasi dengan berbagai konsentrasi zat uji dan masing-
masing diameter hambat diukur menggunakan jangka sorong.
39
Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri
Stapylococcus aureus (ATCC 25923) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 12,7
mm pada fraksi air, 16,7 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi n-
heksan terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas.
Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap bakteri
Escherichia coli (ATCC 25922) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 9,1 mm pada
fraksi air, 15,6 mm pada fraksi etil asetat, sedangkan untuk fraksi n-heksan
terhadap bakteri ini tidak menunjukkan adanya aktivitas.
Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang terhadap jamur Candida
albicans (ATCC 01231) terbesar pada konsentrasi 50% yaitu 19,8 mm pada fraksi
etil asetat, sedangkan untuk fraksi air dan n-heksan tidak menunjukkan adanya
aktivitas.
Hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum
torvum Swartz) menunjukkan bahwa ekstrak buah rimbang (Solanum torvum
Swartz) didalam fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki aktivitas antimikroba
terhadap Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Escherichia coli (ATCC 25922),
dan Candida albicans (ATCC 01231), ini disebabkan karena ekstrak buah
rimbang (Solanum torvum Swartz) didalam fraksi etil asetat mengandung
flavonoid. Flavonoid dapat menyebabkan penghambatan terhadap sintesis dinding
sel (Mojab et a ., 2008). Flavonoid yang merupakan senyawa fenol dapat bersifat
koagulator protein (Dwijoseputro, 1994). Protein yang menggumpal tidak akan
dapat berfungsi lagi sehingga akan menggangu pembentukan dinding sel bakteri.
Didalam fraksi polar (air) ekstrak buah rimbang (Solanum torvum Swartz)
40
mengandung saponin dan tanin. Saponin merupakan zat hemolitik yang kuat serta
memiliki sifat seperti sabun. Saponin juga bersifat spermisida, antimikroba,
antiperadangan, dan memiliki aktivitas sitotoksik (Tjay dan Rahardja, 2002).
Tanin mempunyai sifat sebagai pengelat yang dapat mengerutkan membran sel
sehingga menggangu permeabilitas sel. Akibat terganggunya permeabilitas sel ,
sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
atau bahkan mati. Efek antimikroba tanin lain melalui reaksi dengan membran sel,
inaktivasi enzim dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik (Ajizah, 2004)
41
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak buah rimbang (Solanum
torvum Swartz) dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang
(Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi etil asetat terlihat
adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC
25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
2. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah
rimbang (Solanum torvum Swartz) pada fraksi n-heksan tidak terlihat
adanya aktifitas antimikroba terhadap bakteri Escherichia coli ATCC
25922 dan Staphylococcus aureus ATCC 25923.
3. Dari hasil pengamatan uji aktifitas antimikroba dari ekstrak buah rimbang
(Solanum torvum Swartz) pada fraksi etil asetat terlihat adanya aktifitas
antimikroba terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231.
4. Dari hasil pengamatan uji aktifitas anti mikroba dari ekstrak buah
rimbang (Solanum torvum Swartz) pada fraksi air dan fraksi n-heksan
terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231 tidak ditemukan sama
sekali antimikrobanya.
42
5. Dari ketiga fraksi dalam penelitian ini, daya anti mikroba yang terbesar
dihasilkan pada fraksi semi polar (etil asetat) terhadap jamur Candida
albicans.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa
ekstrak buah rimbang mempunyai aktifitas anti mikroba yang lebih besar pada
fraksi etil asetat (semi polar) sehingga disarankan untuk dilakukan penelitian
lanjutan tentang zat aktif yang terdapat pada fraksi semi polar dan menguji
aktifitas anti mikrobanya sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai obat
fitofarmaka yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan
oleh mikroba patogen.
43
DAFTAR PUSTAKA
Adam S. J., 1992, Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitologi untuk Perawat. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta
Alex, C.S, W&L, Jarets, 1980. Grod whol’s Clinical Laboratory Methods anddiagnosis. ( Volume 2 ) CV. Mosby Company ST, Louis Toronto London, 1391-1470.
Aldi. Yufri, 2004. Pengetahuan Media Reagensia. Akademik Analis Kesehatan yayasan Perintis Padang.
Ajizah, A. 2004. Sensitivitas salmonella typhimurium terhadap Ekstrak Daun Psidium Guajava L. Bioscientiae 1 (1):31-38.
Anonim , 1994, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran (Edisi Revisi). Binarupa Aksara, Jakarta, Indonesia
Cruickshank, R.J.P. Duguid, B.P. Marmion, and R.H.A. Swain. 1973. Escherichia coli: Klebsiella : Proteus : Providencia. The English Languange Book Society and Churchill Livingstone, Singapore.
Culvenor, CCJ., & JS., Fitzgerald, 1963 A Field Method for Alkaloid Screening of Plant, J., Pharm Sci., P., 52 : 303-4
Depkes, 1979. Farmakope Indonesia, Edisi III, Dirjen ,POM, RI, Jakarta, 1112-1116
Depkes, 1995. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Dirjen, POM, RI, Jakarta. 1112-1456
Djamaan, A., 1993, Penapisan dan Skrining Mikroorganisme tanah yang dapat menghasilkan senyawa antibiotik dari Sampel Tanah di Kawasan Hutan Raya Bung Hatta, Seminar Hasil-Hasil Penelitian SPP / DPP, Universitas Andalas, Padang.
Dwijoseputro, D. 1994. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta; Djambatan.
Hadioetomo, R.S., 1990, Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Laboratorium Mikrobiologi institute Pertanian Bogor, Jakarta
Harbone, J.B.,1989 Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan, terbitan Kedua , diterjemahkan oleh K. Padmawinata dan I. Soediro, Penerbit ITB, Bandung.
44
Hariana, A., 2005. 812 Resep Pengobatan Tradisional., Penebar Swadaya Jakarta
Hariana, A., 2007. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya., Penebar Swadaya Jakarta
Jawets. E, Melnick. J. L dan E. Adelberg., 1989. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan (edisi 14 ) diterjemahkan: G. Borang. ECG Buku Kedokteran, Jakarta, 256-428
Lay, BW., 1994, Analisa Mikroorganisme di Laboratorium. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.
Lasmadiawati, Hemiati. dan Indriati., 2004. Klasifikasi Tanaman Rimbang (Solanum torvum Swartz)., Swadaya Jakarta.
Maryani, H., 2001. Tanaman Obat untuk Mengatasi Penyakit pada Manusia Lanjut, Penerbit Argomedia Jakarta.
Mojab, F., M. Poursaeed, H. Mehrgan and S. Pakdaman. 2008. Antibacterial activity of Thymus daenensis methanolic Extract. Pak. J. Pharm. Sci., 21 (3):210-213.
Seputro, DD., 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi, Djamata, Jakarta
Simes, JJH., JG., Tracey, LJ., Webb & WJ., Dunstan, 1959, An Australian Phytochemical Survey Saponins and Eastern Australian Flowering Plant, Common Wealth Scientivic and Industial Research Organization, Australia.
Stevanie, Fidrianny., Elfahmi, 2007. “ Telaah Kandungan Kimia Ekstrak n-heksan Buah tekokak solanum torvum Swartz” Skripsi Sekolah farmasi
Suriawira, U., Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa, Bandung, 1995. 65-78.
Syahrurachman, A., 1994, Mikrobiologi Kedokteran, FK Universitas Indonesia, Jakarta, 10-24
Tjay, T.H., dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: PT Gramedia.
Volk., W.A., dan M.F. Wheeler, 1990, Mikrobiologi Dasar, Edisi V, Jilidditerjemahkan oleh : Adisumartono, S., Erlangga, Jakarta, 6-67
45
Lampiran 1. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum
Swartz)
-1 kg sampel , di keringkan anginkan
-Dimaserasi dengan etanol 3x5 hari
-Didestilasi Vakum
- Dipekatkan dengan Rotary Evaporator
difraksinasi
+ air 100ml
+ n-heksan
difraksinasi Didestilasi Vakum –
etil asetat + Dipekatkan dengan Rotary Evaporator
Didestilasi Vakum –
Dipekatkan dengan Rotary Evaporator-
Gambar 6. Skema Kerja Uji Antimikroba Buah Rimbang (Solanum torvum
Swartz)
46
Buah rimbang
Solanum torvum Swartz
Maserat
Ekstrak kental etanol
Fraksi n-heksanFraksi air
Fraksi kental n-heksan
Fraksi air Fraksi etil asetat
Fraksi kental etil asetat
Fraksi kental Air
Uji aktivitas antimikroba
Lampiran 2. Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar
- Sterilisasi- Masukan ke dalam cawan petri
10 ml NA ( Bakteri) 10 ml PDA (Jamur)
( untuk lapisan dasar)
Masukkan 0,1 ml suspensi mikroba ke dalam media NA dan PDA 10 ml pada suhu (45-50ºc)
Gambar 7: Skema Kerja Uji Aktivitas Antimikroba dengan Metode Difusi Agar
47
Media NA dan PDA
Suspensi mikroba uji (λ )530 (T 25%) untuk bakteri dan (λ) 580 (T 90%)
untuk jamur
Agar inokulum Escherichia coli
Agar inokulum Staphylococus aureus
Agar inokulum Candida albican
Inkubasi 3-5 hari pada suhu 25ºC
Inkubasi selam 24 jam
Pada suhu 37ºC
Amati dan ukur zona bening
50%, 40%, 30%,20%, 10%, K1, K250%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2
50%, 40%, 30%, 20%, 10%, K1, K2
Ket:
K1 (+) : - Klorampenikol Nistatin
K2 (-) : - Etanol
Fraksi heksan
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Fraksi heksanFraksi heksan
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Fraksi etil asetat
Fraksi air
Lampiran 3. Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)
Gambar 8: Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz)
Lampiran. 4 Uji Fitokimia Sampel
48
Tabel I. Hasil pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia metabolit sekunder dari buah rimbang (Solanum torvum Swartz).
No Kandungan Kimia Pereaksi Hasil
1 Alkaloid Mayer +
2 Flavonoid HCl dan logam Mg +
3 Terpenoid CHCl3/ Liberman Buschard +
4 Steroid CHCl3/ Liberman Buschard +
5 Saponin Air / busa +
6 Fenolik FeCl3 +
Keterangan : + : Bereaksi
Lampiran 5. Data Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus
49
(ATCC 25923) Pada Sampel Ekstra Buah Rimbang (Solanum t orvum Swartz)
Tabel 2. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Staphylococus aureus ATCC 25923) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang (Solanum torvum Swartz).
FraksiKonsentr
asi(%)
Diameter Daya Hambatan Rata-rata
Diameter Hambatan
(mm)I
(mm)II
(mm)III
(mm)
Air
50 % 12,6 12,6 13 12,740 % 12,4 12 11,2 11,830 % 11,6 11 10 10,820 % 10,2 10,2 9,8 10,110 % 9,8 8,6 8 8,8
Kontrol +
18,6 17,8 18,8 18,4
Kontrol - - - - -
Etil Asetat
50% 18,2 16,4 15,6 16,740% 13,5 13 14,2 13,530% 11,3 12,5 12 11,920% 10,5 11,6 10.8 10,910% 8,6 10 8,6 9,1
Kontrol +
21,6 20,5 21,9 21,3
Kontrol - - - - -
n-Heksan
50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -
Kontrol +
20,5 23,4 22,6 22,1
Kontrol - - - - -
50
Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Escherachia coli (ATCC 25922) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang
(Solanum torvum Swartz).
FraksiKonsentr
asi(%)
Diameter Daya Hambatan Rata-rata
Diameter Hambatan
(mm)I
(mm)II
(mm)III
(mm)
Air
50 % 9 9,4 8,8 9,140 % 8,6 8,8 8,2 8,530 % 8,4 8,6 7,6 8,220 % 8 8.2 8 8,110 % 7,8 7,6 7,5 7,6
Kontrol + 22,6 22,4 20 21,6Kontrol - - - - -
Etil Asetat
50% 16,8 15,4 14,6 15,640% 16,4 15,2 13,4 1530% 15,8 13.8 12,3 13,920% 14.8 12,2 11,2 12,710% 12.4 12 10,6 11,6
Kontrol + 22,6 23,8 21,4 22,6Kontrol - - - - -
n-Heksan
50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -
Kontrol + 19,8 20 20,4 20,1Kontrol - - - - -
51
Tabel 3. Hasil Pengukuran Daya Hambat Mikroba Candida albicans (ATCC 01231) Pada Sampel Ekstrak Buah Rimbang
(Solanum Torvum Swartz).
FraksiKonsentr
asi(%)
Diameter Daya Hambatan Rata-rata
Diameter Hambatan
(mm)I
(mm)II
(mm)III
(mm)
Air
50 % - - - -40 % - - - -30 % - - - -20 % - - - -10 % - - - -
Kontrol +
18 19 17,5 18,1
Kontrol - - - - -
Etil Asetat
50% 17,6 20,2 21,8 19,840% 16,8 17,7 19,6 18,130% 15,4 16,4 17,8 16,520% 14,2 14,5 16,8 15,110% 13,8 10,9 12 12,2
Kontrol +
17,8 18,6 18,8 18,4
Kontrol - - - - -
n-Heksan
50% - - - -40% - - - -30% - - - -20% - - - -10% - - - -
Kontrol +
18,7 19 17,8 18,5
Kontrol - - - - -
52
Lampiran 6. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Escherichia Coli ATCC 25922
Gambar 9. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 25922
53
Fraksi Heksan Escherichia coli
Fraksi Air Escherichia coli
Fraksi Etil Escherichia coli
Lampiran 7. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada bakteri Staphyococcus aureus ATCC 25923
Gambar 10. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923
54
Fraksi Air Staphylococcus aureus
Fraksi Etil Asetat Staphylococcus aureus
Fraksi Heksan Staphylococcus aureus
Lampiran 8. Gambar Hasil uji aktivitas antimikroba pada jamur Candida albicans ATCC 01231
Gambar 11. Gambar Uji Aktivitas Antimikroba Beberapa Fraksi Buah Rimbang terhadap jamur Candida albicans ATCC 01231
55
Fraksi etil Asetat Candida albicans
lampiran 9. Hasil Identifikasi Tanaman Rimbang (solanum torvum Swartz)
56