Hplc kompre

25
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran. KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain- lain (Meyer,2004). Kelebihan KCKT antara lain: Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran Resolusinya baik Mudah melaksanakannya

Transcript of Hplc kompre

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan

dan efisiensi yang tinggi. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif

maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran.

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan

pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi,

lingkungan dan industri-industri makanan.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,

maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa

yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan

kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan

proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-

lain (Meyer,2004).

Kelebihan KCKT antara lain:

Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

Resolusinya baik

Mudah melaksanakannya

Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

Dapat digunakan bermacam-macam detektor

Kolom dapat digunakan kembali

Mudah melakukan rekoveri cuplikan

Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

Waktu analisis umumnya singkat

Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar

Ideal untuk molekul besar dan ion

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali

jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika

sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Meyer,2004).

Cara Kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh

perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.

Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan

kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi

operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase

gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

1. Wadah Fase Gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu

laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung

fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang

secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan

oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.

Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat

dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar

daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-

partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya

gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan

mengacaukan analisis.

Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi)

atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog

dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk

meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran

polaritas yang luas.

Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah

campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan

dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut

hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol.

Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik (Gandjar, 2012).

2. Pompa

Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu

menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu

pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert

terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon.

Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada

detektor.

Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin

proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari

gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa

dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh

ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar, 2012).

3. Injektor

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang

mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari

tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)

internal atau eksternal (Gandjar, 2012)..

4. Kolom

Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom

merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan

solut/analit.

Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional,

yakni:

Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan

kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat

(10 -100 μl/menit).

Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika

digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom

ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.

Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom

konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.Kebanyakan fase diam pada HPLC

berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-

polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya

residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan

reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan

menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.

Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan

karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun

tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-

silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak

dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi

disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Gandjar, 2012).

 5. Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang

keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan

(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua

tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat

diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah

detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang

gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi

senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan,

terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor

spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala,

detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.

Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang

mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti

detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang

hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor

fluoresensi, dan elektrokimia (Gandjar, 2012).

Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.

2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang

sangat kecil.

3. Stabil dalam pengopersiannya.

4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.

5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas

(kisaran dinamis linier).

6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.

7. Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan karakteristik

detektor seperti berikut (Rohman, 2007) :

Detektor Sensitifitas 

(g/ml)

Kisaran 

linier

Karakteristik

Absorbansi Uv-

vis

Fotometer filter

Spektrofotomete

r

spektrometer 

photo-diode

array

5 x 10-10

5 x 10-10

> 2 x 10-10

104

105

105

Sensitivitas   bagus,   paling 

sering  digunakan,   selektif 

terhadap   gugus-gugus 

dan struktur-struktur yang 

tidak jenuh.

Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas   sangat   bagus, 

selektif,   Tidak   peka 

terhadap perubahan suhu 

dan   kecepatan   alir   fase 

gerak.

Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir   bersifat   universal 

akan tetapi sensitivitasnya 

sedang.   Sangat   sensitif 

terhadap suhu,  dan tidak 

dapat   digunakan   pada 

elusi bergradien

Elektrokimia

Konduktimetri

Amperometri

10-8

10-12

104

105

Peka terhadap perubahan 

suhu   dan   kecepatan   alir 

fase   gerak,   tidak   dapat 

digunakan   pada   elusi 

bergradien.   Hanya 

mendeteksi   solut-solut 

ionik.   Sensitifitas   sangat 

bagus,   selektif   tetapi 

timbul   masalah   dengan 

adanya   kontaminasi 

elektroda.

6. Pengolahan Data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara

keseluruhan disebut sebagai kromatogram.

Guna kromatogram:

1. Kualitatif

Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan

untuk identifikasi.

2. Kuantitatif

Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan

untuk menghitung konsentrasi.

3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom

(kapasitas ‘k’, selektifitas ‘’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak setara dengan pelat teoritis

‘HETP’ dan resolusi ‘R’).

Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

1. Analisa Kualitatif

Ada 3 pendekatan analisa kualitatif yakni :

A. Perbandingan antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku

yang sesuai pada kondisi yang sama. Untuk kromatografi yang menggunakan kolom,

waktu retensi (tR) atau volume retensi (VR) senyawa baku dan senyawa yang tidak

diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat

yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.

B. Dengan cara spiking

Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan

menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan

senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Jika hasil tinggi puncak atau luas

puncak sebelum dan sesudah bertambah maka dapat diidentifikasi bahwa sampel

mengandung senyawa yang diselidiki.

C. Menggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa

Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan

memberikan informasi data spectra masa solute dengan waktu retensi tertentu. Spektra

solute yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spectra yang ada di database

computer atau diinterpretasikan sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solute yang

belum ada baku murninya.

2. Analisis Kuantitatif

Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif:

Analit harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain

dalam kromatogram.

Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia

Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan

1. Metode tinggi puncak

Metode paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi

puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak

maksimum. Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi

puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode

ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau

jika kolom mengalami kelebihan muatan.

2. Metode luas puncak

Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik

untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas sebagai hasil kali

tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya

digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk

serupa (Gandjar, 2012).

Metode Kuantifikasi

1. Metode baku eksternal

Metode ini paling umum digunakan untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang

tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan plot

kalibrasi menggunakan baku eksternal. Larutan-larutan baku ini dirujuk sebagai baku

eksternal karena larutan-larutan baku ini disiapkan dan dianalisis secara terpisah dari

kromatogram senyawa tertentu yang akan ditetapkan konsentrasinya dan telah disiapkan,

selanjutkan diinjeksikan dan dianalisis dengan cara yang sama. Konsentasi tersebut

ditentukan dengan metode grafik dari plot kalibrasi atau secara numeric.

Gambar 1.10. Kurva baku untuk menghitung sampel dengan menggunakan baku

eksternal. 51,52, dan S3 adalah standar eksternal untuk kalibrasi; dan U adalah sampel

yang tidak diketahui konsentrasinya.

Larutan baku (kadang-kadang disebut dengan kalibrator) disiapkan dengan konsentrasi

tertentu yang sudah diketahui (misal 0,1; 0,2; dan 0,3 mg/mL). Sejumlah tertentu volume

larutan ini diinjeksikan dan dianalisis lalu respon detektor (luas puncak atau tinggi

puncak) diplotkan terhadap konsentrasi sebagaimana dalam Gambar 1.10 (Gandjar,

2012).

2. Metode baku internal

Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun

demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selam proses pemisahan. Baku internal

dapat menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel

atau konsentrasi karena variasi instrume. Salah satu alasan utama digunakannya baku

internal adalah jika suatu sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat signifikan.

Seringkali perlakuan memerlukan tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi, ekstraksi,

filtrasi dsb yang dapat mengakibatkan berkurangnya sampel. Jika baku internal

ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan preparasi sampel, maka baku internal

dapat mengoreksi hilangnya sampel-sampel ini.

Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal adalah:

Terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak-puncak lain

Mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit

Tidak terdapat dalam sampel

Mempunyai kemiripan sifat-sifat denga analit

Tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit

Tersedia dalam perdagangan dengan kemurniaan tinggi

Stabil dan tidak reaktif dengan sampel

Mempunyai respon detector yang hampir sama dengan analit pada konsentrasi

yang digunakan.

Dengan metode baku internal, kurva baku dihasilkan dengan mempersiapkan

beberapa larutan baku yang mengandung konsentrasi yang berbeda dari senyawa

yang dituju dengan ditambah sejum-lah konsentrasi tertentu yang tetap dari

larutan baku internal. Sebagai contoh penggunaan baku internal adalah penetapan

kadar metomil dengan menggunakan baku internal benzanilid (Gambar 1.11).

Kromatogram yang diberikan pada Gambar 1.11 menggam-barkan metodologi

standar internal. Di sini, metomil dikuantifikasi dengan menggunakan benzanilid

sebagai standar internal. Dengan menggunakan kurva kalibrasi, kandungan

metomil yang tidak di-ketahui dapat dicari dari rasio antara luas kromatogram

metomil dibagi dengan luas kromatogram benzanilid02'.

Gambar 1.11. Analisis metomil dengan metode standar internal:

(a) kromatogram; (b) kurva kalibrasi. 1 = benzanilid (standar internal); 2 = metil-

N-hidroksitioasetimidat; 3 =- metomil"3'.

Metode standar internal kurang sering digunakan dalam kro-matografi cair

dibanding dalam kromatografi gas, karena pada kro-E matografi cair, injeksi

secara berulang dapat dilakukan dengan sis-tem injeksi yang teliti dan reliable

(Gandjar, 2012).

3. Untuk tujuan analisis tertentu,hanya jumlah relative analit dalam suatu multikomponen

yang dibutuhkan. Hal ini dinormalisasi ke 100 atau 1 dengan mengekspresikan jumlah

relatif masing-masing analit dalam suatu multikomponen sebagai persentase total (jika

digunakan normalisasi 100) atau fraksi (jika digunakan normali-sasi 1). Normalisasi

internal merupakan nilai tertentu dalam kromatografi untuktujuan kuantitatifyang mana

beberapa sampel dapat ditentukan secara bersama-sama dan konsentrasi absolut tidak di-

butuhkan. Untuk analisis kuantitatif diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak

sebanding dengan konsentrasi atau konsentrasi zat yang menghasilkan puncak. Dalam

metode yang paling sederhana, diukur lebar atau tinggi puncak, yang kemudian

dinormalisasi (ini berarti bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai

suatu persentase dari total). Hasil normalisasi dari lebar atau tinggi puncak memberikan

komposisi dari campuran yang dianalisis.

Komposisi relatif dihitung dari respon alat, dan untuk kasus kromatografi digunakan luas

puncak masing-masing komponen dalam suatu campuran menggunakan rumus berikut:

%X1 = Ax / ∑ x 100% 

Yang mana:

x, = salah satu komponen dari sebanyak n komponen 

A = luas puncak atau respon lain yang terukur.

Ada dua hal yang harus diperhatikan jika menggunakan pen-dekatan ini untuk tujuan

analisis, yaitu: (i) kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang

tiap-tiap komponen muncul sebagai suatu puncakyang terpisah pada kromatogram. Hal

ini disebabkan komponen-komponen dalam suatu campuran dapat, berkoelusi. ditahan di

dalam kolom, atau terpisah secara sempuna tanpa terdeteksi, dan (ii) kita harus

mengasumsikan bahwa kita memperoleh respons detektor yang sama untuk setiap

komponen. Untuk mengatasi kesulitan ini, maka diperlukan kalibrasi detector (Gandjar,

2012).

Jenis Kromatografi

1. Kromatografi Adsorbsi

Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan

menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini

memakai silika gel sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang

akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda,

karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor

(tailling).

Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut non polar

yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan

kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekor puncak, misalnya n-heksan ditambah

dengan methanol (Rohman, 2007).

2. Kromatografi Partisi

Tenik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur,

salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya sebagai fase gerak

(Rohman, 2007).

3. Kromatografi Penukar Ion

KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion

dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar dipasaran, meskipun demikian

yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi

ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal

digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi

penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau

kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan

retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion

fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin (Rohman, 2007).

4. Kromatografi Ekslusi

Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga

solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul

solut yang mempunyai berat molekul yang jauh lebih besar, akan terelusi lebih dahulu, kemudian

molekul-molekul yang ukuran medium dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini

disebabkan solut dengan berat molekul yang besar tidak melewati poros, akan tetapi lewat

diantara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan ekslusi ukuran ini terjadi

interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti kromatografi yang lain (Rohman, 2007).

DERIVATISASI PADA HPLC

Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen untuk

mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi pada HPLC

adalah untuk:

1. Meningkatkan deteksi

2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak

kromatografi yang lebih baik

3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik

4. Menstabilkan analit yang sensitif.

Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga

banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus kromofor yang

akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga dikembangkan

suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mamapu berfluoresensi) sehingga

dapat dideteksi dengan fluorometri.

Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni: produk yang

dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat

membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofluorometri; proses

derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100 %); produk hasil

derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk

derivatisasi harus tidakmenganggu pemisahan kromatografi (Rohman, 2007).

Berbagai macam bahan penderivat telah tersedia antara lain :

Gugus 

fungsional

Reagen   untuk   dapat 

dideteksi dengan UV-Vis

Reagen   untuk   dapat 

dideteksi   dengan 

Fluoresen

Asam-asam 

kaboksilat; 

asam-asam 

lemak;asam-

asam fosfat

p-nitrobenzil-N,N’-

diisopropilisourea (PNBDI); 

3,5-dinitrobenzil-N,N’-

diisopropilisourea (DNBDI); 

p-bromofenasil   bromida 

(PBPB)

4-bromometil-7-

asetoksikumarin;

4-bromometil-7-

metoksikumarin;

Alkohol 3,5-dinitrobenzil   klorida 

(DNBC);   4-

dimetilaminiazobenzen-4-

sulfinil   (Dabsyl-Cl);   1-

naftilisosianat (NIC-1).

Aldehid; keton p-nitrobenziloksiamin 

hidroklorida   (PNBA);   3,5-

dinitrobenziloksiamin 

hidroklorida (DNBA);

Dansil hidrazin

Amin primer Fluoresamin

o-ftalaldehid (OPA)

Amin   primer 

(1o)   dan 

sekunder (2o)

3,5-dinitrobenzil   klorida 

(DNBC);  N-suksinimidil-p-

nitrofenilasetat (SNPA);  N-

suksinimidil-3,5-

dinitrofenilasetat (SDNPA); 

4-dimetilaminiazobenzen-

4-sulfinil   (Dabsyl-Cl);   1-

naftilisosianat (NIC-1).

7-kloro-4-nitrobenzo-

2-oksa-1,3-diazol 

(NBD-Cl);   7-fluoro-4-

nitrobenzo-2-oksa-

1,3-diazol   (NBD-F); 

Dansil klorida

Asam-asam 

amino (peptida)

4-dimetilaminiazobenzen-

4-sulfinil (Dabsil-Cl)

Fluoresamin

o-ftalaldehid (OPA)

7-kloro-4-nitrobenzo-

2-oksa-1,3-diazol 

(NBD-Cl);   7-fluoro-4-

nitrobenzo-2-oksa-

1,3-diazol (NBD-F);

Derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum analit memasuki kolom (pre-column derivatization)

atau setelah analit keluar dari kolom (post-column derivatization) (Rohman, 2009).

DAFTAR PUSTAKA

Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Ed., John Wiley & Sons, New York.

Gandjar,I.G & Rohman, A.2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta. Graha Ilmu.