Hplc kompre
-
Upload
cha-ambun-suri -
Category
Health & Medicine
-
view
177 -
download
5
Embed Size (px)
Transcript of Hplc kompre

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan
dan efisiensi yang tinggi. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif
maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran.
KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan
pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain; farmasi,
lingkungan dan industri-industri makanan.
Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik,
maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian (impurities) dan analisis senyawa-senyawa
yang tidak mudah menguap (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan
kadar senyawasenyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan
proteinprotein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-
lain (Meyer,2004).
Kelebihan KCKT antara lain:
Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
Resolusinya baik
Mudah melaksanakannya
Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi
Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis
Dapat digunakan bermacam-macam detektor
Kolom dapat digunakan kembali
Mudah melakukan rekoveri cuplikan
Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

Waktu analisis umumnya singkat
Kromatografi cair preparatif memungkinkan dalam skala besar
Ideal untuk molekul besar dan ion
Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali
jika KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah jika
sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh (Meyer,2004).
Cara Kerja KCKT
Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh
perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi.
Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan
kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi
operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase
gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).
Komponen Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
1. Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert). Wadah pelarut kosong ataupun labu
laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung
fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.
Fase gerak atau eluen biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang
secara keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi ini ditentukan
oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat komponen-komponen sampel.
Untuk fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat
dengan meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam kurang polar
daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.
Fase gerak sebelum digunakan harus disaring terlebih dahulu untuk menghindari partikel-
partikel kecil ini. Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan, sebab adanya

gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama di pompa dan detektor sehingga akan
mengacaukan analisis.
Elusi dapat dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap selama elusi)
atau dengan cara bergradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi) yang analog
dengan pemrograman suhu pada kromatografi gas. Elusi bergradien digunakan untuk
meningkatkan resolusi campuran yang kompleks terutama jika sampel mempunyai kisaran
polaritas yang luas.
Fase gerak yang paling sering digunakan untuk pemisahan dengan fase terbalik adalah
campuran larutan bufer dengan metanol atau campuran air dengan asetonitril. Untuk pemisahan
dengan fase normal, fase gerak yang paling sering digunakan adalah campuran pelarut-pelarut
hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol.
Pemisahan dengan fase normal ini kurang umum dibanding dengan fase terbalik (Gandjar, 2012).
2. Pompa
Untuk mengerakkan fase gerak melalui kolom diperlukan pompa. Pompa harus mampu
menghasilkan tekanan 6000 psi pada kecepatan alir 0,1–10 ml/menit. Pompa ada 2 jenis yaitu
pompa volume konstan dan pompa tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert
terhadap semua pelarut. Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon.
Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut untuk menghindari hasil yang menyimpang pada
detektor.
Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin
proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari
gangguan. Ada 2 jenis pompa dalam HPLC yaitu: pompa dengan tekanan konstan, dan pompa
dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh
ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar, 2012).

3. Injektor
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang
mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari
tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop)
internal atau eksternal (Gandjar, 2012)..
4. Kolom
Ada 2 jenis kolom pada HPLC yaitu kolom konvensional dan kolom mikrobor. Kolom
merupakan bagian HPLC yang mana terdapat fase diam untuk berlangsungnya proses pemisahan
solut/analit.
Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama dibanding dengan kolom konvensional,
yakni:
Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil dibanding dengan
kolom konvensional karena pada kolom mikrobor kecepatan alir fase gerak lebih lambat
(10 -100 μl/menit).
Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor lebih ideal jika
digabung dengan spektrometer massa.

Sensitivitas kolom mikrobor ditingkatkan karena solut lebih pekat, karenanya jenis kolom
ini sangat bermanfaat jika jumlah sampel terbatas misal sampel klinis.
Meskipun demikian, dalam prakteknya, kolom mikrobor ini tidak setahan kolom
konvensional dan kurang bermanfaat untuk analisis rutin.Kebanyakan fase diam pada HPLC
berupa silika yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau polimer-
polimer stiren dan divinil benzen. Permukaan silika adalah polar dan sedikit asam karena adanya
residu gugus silanol (Si-OH). Silika dapat dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan
reagen-reagen seperti klorosilan. Reagen-reagen ini akan bereaksi dengan gugus silanol dan
menggantinya dengan gugus-gugus fungsional yang lain.
Oktadesil silika (ODS atau C18) merupakan fase diam yang paling banyak digunakan
karena mampu memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang, maupun
tinggi. Oktil atau rantai alkil yang lebih pendek lagi lebih sesuai untuk solut yang polar. Silika-
silika aminopropil dan sianopropil (nitril) lebih cocok sebagai pengganti silika yang tidak
dimodifikasi. Silika yang tidak dimodifikasi akan memberikan waktu retensi yang bervariasi
disebabkan karena adanya kandungan air yang digunakan (Gandjar, 2012).
5. Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang
keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan
(noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua
tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat
diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah
detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang
gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi
senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan,
terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor
spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala,
detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.

Detektor pada HPLC dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu: detektor universal (yang
mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif) seperti
detektor indeks bias dan detektor spektrometri massa; dan golongan detektor yang spesifik yang
hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor
fluoresensi, dan elektrokimia (Gandjar, 2012).
Idealnya, suatu detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel.
2. Mempunyai sensitifitas yang tinggi, yakni mampu mendeteksi solut pada kadar yang
sangat kecil.
3. Stabil dalam pengopersiannya.
4. Mempunyai sel volume yang kecil sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita.
5. Signal yang dihasilkan berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas
(kisaran dinamis linier).
6. Tidak peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak.
7. Beberapa detektor yang paling sering digunakan pada HPLC dengan karakteristik
detektor seperti berikut (Rohman, 2007) :
Detektor Sensitifitas
(g/ml)
Kisaran
linier
Karakteristik
Absorbansi Uv-
vis
Fotometer filter
Spektrofotomete
r
spektrometer
photo-diode
array
5 x 10-10
5 x 10-10
> 2 x 10-10
104
105
105
Sensitivitas bagus, paling
sering digunakan, selektif
terhadap gugus-gugus
dan struktur-struktur yang
tidak jenuh.
Fluoresensi 10-12 104 Sensitifitas sangat bagus,
selektif, Tidak peka

terhadap perubahan suhu
dan kecepatan alir fase
gerak.
Indeks bias 5 x 10-7 104 Hampir bersifat universal
akan tetapi sensitivitasnya
sedang. Sangat sensitif
terhadap suhu, dan tidak
dapat digunakan pada
elusi bergradien
Elektrokimia
Konduktimetri
Amperometri
10-8
10-12
104
105
Peka terhadap perubahan
suhu dan kecepatan alir
fase gerak, tidak dapat
digunakan pada elusi
bergradien. Hanya
mendeteksi solut-solut
ionik. Sensitifitas sangat
bagus, selektif tetapi
timbul masalah dengan
adanya kontaminasi
elektroda.
6. Pengolahan Data
Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara
keseluruhan disebut sebagai kromatogram.

Guna kromatogram:
1. Kualitatif
Waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan
untuk identifikasi.
2. Kuantitatif
Luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan
untuk menghitung konsentrasi.
3. Kromatogram dapat digunakan untuk mengevaluasi efisiensi pemisahan dan kinerja kolom
(kapasitas ‘k’, selektifitas ‘’, jumlah pelat teoritis ‘N’, jarak setara dengan pelat teoritis
‘HETP’ dan resolusi ‘R’).
Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
1. Analisa Kualitatif
Ada 3 pendekatan analisa kualitatif yakni :
A. Perbandingan antara data retensi solute yang tidak diketahui dengan data retensi baku
yang sesuai pada kondisi yang sama. Untuk kromatografi yang menggunakan kolom,
waktu retensi (tR) atau volume retensi (VR) senyawa baku dan senyawa yang tidak
diketahui dibandingkan dengan cara kromatografi secara berurutan dalam kondisi alat
yang stabil dengan perbedaan waktu pengoperasian antar keduanya sekecil mungkin.
B. Dengan cara spiking
Untuk kromatografi yang melibatkan kolom, spiking dilakukan dengan
menambah sampel yang mengandung senyawa tertentu yang akan diselidiki dengan
senyawa baku pada kondisi kromatografi yang sama. Jika hasil tinggi puncak atau luas

puncak sebelum dan sesudah bertambah maka dapat diidentifikasi bahwa sampel
mengandung senyawa yang diselidiki.
C. Menggabungkan alat kromatografi dengan spectrometer massa
Pada pemisahan dengan menggunakan kolom kromatografi, cara ini akan
memberikan informasi data spectra masa solute dengan waktu retensi tertentu. Spektra
solute yang tidak diketahui dapat dibandingkan dengan spectra yang ada di database
computer atau diinterpretasikan sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk solute yang
belum ada baku murninya.
2. Analisis Kuantitatif
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam analisis kuantitatif:
Analit harus telah diketahui dan terpisah sempurna dari komponen-komponen lain
dalam kromatogram.
Baku dengan kemurnian yang tinggi dan telah diketahui harus tersedia
Prosedur kalibrasi yang sudah diketahui harus digunakan
1. Metode tinggi puncak
Metode paling sederhana untuk pengukuran kuantitatif adalah dengan tinggi
puncak. Tinggi puncak diukur sebagai jarak dari garis dasar ke puncak
maksimum. Metode tinggi puncak hanya digunakan jika perubahan tinggi
puncak linier dengan konsentrasi analit. Kesalahan akan terjadi jika metode
ini digunakan pada puncak yang mengalami penyimpangan (asimetris) atau
jika kolom mengalami kelebihan muatan.
2. Metode luas puncak
Prosedur penentuan luas puncak serupa dengan tinggi puncak. Suatu teknik
untuk mengukur luas puncak adalah dengan mengukur luas sebagai hasil kali
tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi (W1/2). Teknik ini hanya
digunakan untuk kromatografi yang simetris atau yang mempunyai bentuk
serupa (Gandjar, 2012).

Metode Kuantifikasi
1. Metode baku eksternal
Metode ini paling umum digunakan untuk menetapkan konsentrasi senyawa yang
tidak diketahui konsentrasinya dalam suatu sampel adalah dengan menggunakan plot
kalibrasi menggunakan baku eksternal. Larutan-larutan baku ini dirujuk sebagai baku
eksternal karena larutan-larutan baku ini disiapkan dan dianalisis secara terpisah dari
kromatogram senyawa tertentu yang akan ditetapkan konsentrasinya dan telah disiapkan,
selanjutkan diinjeksikan dan dianalisis dengan cara yang sama. Konsentasi tersebut
ditentukan dengan metode grafik dari plot kalibrasi atau secara numeric.
Gambar 1.10. Kurva baku untuk menghitung sampel dengan menggunakan baku
eksternal. 51,52, dan S3 adalah standar eksternal untuk kalibrasi; dan U adalah sampel
yang tidak diketahui konsentrasinya.
Larutan baku (kadang-kadang disebut dengan kalibrator) disiapkan dengan konsentrasi
tertentu yang sudah diketahui (misal 0,1; 0,2; dan 0,3 mg/mL). Sejumlah tertentu volume
larutan ini diinjeksikan dan dianalisis lalu respon detektor (luas puncak atau tinggi
puncak) diplotkan terhadap konsentrasi sebagaimana dalam Gambar 1.10 (Gandjar,
2012).

2. Metode baku internal
Baku internal merupakan senyawa yang berbeda dengan analit, meskipun
demikian senyawa ini harus terpisah dengan baik selam proses pemisahan. Baku internal
dapat menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan-perubahan pada ukuran sampel
atau konsentrasi karena variasi instrume. Salah satu alasan utama digunakannya baku
internal adalah jika suatu sampel memerlukan perlakuan sampel yang sangat signifikan.
Seringkali perlakuan memerlukan tahapan-tahapan yang meliputi derivatisasi, ekstraksi,
filtrasi dsb yang dapat mengakibatkan berkurangnya sampel. Jika baku internal
ditambahkan pada sampel sebelum dilakukan preparasi sampel, maka baku internal
dapat mengoreksi hilangnya sampel-sampel ini.
Syarat-syarat suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku internal adalah:
Terpisah dengan baik dari senyawa yang dituju atau puncak-puncak lain
Mempunyai waktu retensi yang hampir sama dengan analit
Tidak terdapat dalam sampel
Mempunyai kemiripan sifat-sifat denga analit
Tidak mempunyai kemiripan secara kimiawi dengan analit
Tersedia dalam perdagangan dengan kemurniaan tinggi
Stabil dan tidak reaktif dengan sampel
Mempunyai respon detector yang hampir sama dengan analit pada konsentrasi
yang digunakan.
Dengan metode baku internal, kurva baku dihasilkan dengan mempersiapkan
beberapa larutan baku yang mengandung konsentrasi yang berbeda dari senyawa
yang dituju dengan ditambah sejum-lah konsentrasi tertentu yang tetap dari
larutan baku internal. Sebagai contoh penggunaan baku internal adalah penetapan
kadar metomil dengan menggunakan baku internal benzanilid (Gambar 1.11).
Kromatogram yang diberikan pada Gambar 1.11 menggam-barkan metodologi
standar internal. Di sini, metomil dikuantifikasi dengan menggunakan benzanilid
sebagai standar internal. Dengan menggunakan kurva kalibrasi, kandungan
metomil yang tidak di-ketahui dapat dicari dari rasio antara luas kromatogram
metomil dibagi dengan luas kromatogram benzanilid02'.

Gambar 1.11. Analisis metomil dengan metode standar internal:
(a) kromatogram; (b) kurva kalibrasi. 1 = benzanilid (standar internal); 2 = metil-
N-hidroksitioasetimidat; 3 =- metomil"3'.
Metode standar internal kurang sering digunakan dalam kro-matografi cair
dibanding dalam kromatografi gas, karena pada kro-E matografi cair, injeksi
secara berulang dapat dilakukan dengan sis-tem injeksi yang teliti dan reliable
(Gandjar, 2012).
3. Untuk tujuan analisis tertentu,hanya jumlah relative analit dalam suatu multikomponen
yang dibutuhkan. Hal ini dinormalisasi ke 100 atau 1 dengan mengekspresikan jumlah
relatif masing-masing analit dalam suatu multikomponen sebagai persentase total (jika
digunakan normalisasi 100) atau fraksi (jika digunakan normali-sasi 1). Normalisasi
internal merupakan nilai tertentu dalam kromatografi untuktujuan kuantitatifyang mana
beberapa sampel dapat ditentukan secara bersama-sama dan konsentrasi absolut tidak di-
butuhkan. Untuk analisis kuantitatif diasumsikan bahwa lebar atau tinggi puncak
sebanding dengan konsentrasi atau konsentrasi zat yang menghasilkan puncak. Dalam
metode yang paling sederhana, diukur lebar atau tinggi puncak, yang kemudian
dinormalisasi (ini berarti bahwa setiap lebar atau tinggi puncak diekspresikan sebagai
suatu persentase dari total). Hasil normalisasi dari lebar atau tinggi puncak memberikan
komposisi dari campuran yang dianalisis.

Komposisi relatif dihitung dari respon alat, dan untuk kasus kromatografi digunakan luas
puncak masing-masing komponen dalam suatu campuran menggunakan rumus berikut:
%X1 = Ax / ∑ x 100%
Yang mana:
x, = salah satu komponen dari sebanyak n komponen
A = luas puncak atau respon lain yang terukur.
Ada dua hal yang harus diperhatikan jika menggunakan pen-dekatan ini untuk tujuan
analisis, yaitu: (i) kita harus yakin bahwa kita telah menghitung semua komponen, yang
tiap-tiap komponen muncul sebagai suatu puncakyang terpisah pada kromatogram. Hal
ini disebabkan komponen-komponen dalam suatu campuran dapat, berkoelusi. ditahan di
dalam kolom, atau terpisah secara sempuna tanpa terdeteksi, dan (ii) kita harus
mengasumsikan bahwa kita memperoleh respons detektor yang sama untuk setiap
komponen. Untuk mengatasi kesulitan ini, maka diperlukan kalibrasi detector (Gandjar,
2012).
Jenis Kromatografi
1. Kromatografi Adsorbsi
Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan
menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini
memakai silika gel sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang
akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda,
karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor
(tailling).
Fase gerak yang digunakan untuk fase diam silika atau alumina berupa pelarut non polar
yang ditambah dengan pelarut polar seperti air atau alkohol rantai pendek untuk meningkatkan
kemampuan elusinya sehingga tidak timbul pengekor puncak, misalnya n-heksan ditambah
dengan methanol (Rohman, 2007).

2. Kromatografi Partisi
Tenik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur,
salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya sebagai fase gerak
(Rohman, 2007).
3. Kromatografi Penukar Ion
KCKT penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion
dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar dipasaran, meskipun demikian
yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi
ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal
digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi
penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau
kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan
retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion
fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin (Rohman, 2007).
4. Kromatografi Ekslusi
Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga
solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul
solut yang mempunyai berat molekul yang jauh lebih besar, akan terelusi lebih dahulu, kemudian
molekul-molekul yang ukuran medium dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini
disebabkan solut dengan berat molekul yang besar tidak melewati poros, akan tetapi lewat
diantara partikel fase diam. Dengan demikian dalam pemisahan dengan ekslusi ukuran ini terjadi
interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti kromatografi yang lain (Rohman, 2007).
DERIVATISASI PADA HPLC
Derivatisasi melibatkan suatu reaksi kimia antara suatu analit dengan suatu reagen untuk
mengubah sifat fisika-kimia suatu analit. Tujuan utama penggunaan derivatisasi pada HPLC
adalah untuk:

1. Meningkatkan deteksi
2. Merubah struktur molekul atau polaritas analit sehingga akan menghasilkan puncak
kromatografi yang lebih baik
3. Merubah matriks sehingga diperoleh pemisahan yang lebih baik
4. Menstabilkan analit yang sensitif.
Detektor yang paling banyak digunakan dalam HPLC adalah detektor UV-Vis sehingga
banyak metode yang dikembangkan untuk memasang atau menambahkan gugus kromofor yang
akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu. Di samping itu, juga dikembangkan
suatu metode untuk menghasilkan fluorofor (senyawa yang mamapu berfluoresensi) sehingga
dapat dideteksi dengan fluorometri.
Suatu reaksi derivatisasi harus mempunyai syarat-syarat sebagai berikut, yakni: produk yang
dihasilkan harus mampu menyerap baik sinar ultraviolet atau sinar tampak atau dapat
membentuk senyawa berfluoresen sehingga dapat dideteksi dengan spektrofluorometri; proses
derivatisasi harus cepat dan menghasilkan produk yang sebesar mungkin (100 %); produk hasil
derivatisasi harus stabil selama proses derivatisasi dan deteksi; serta sisa pereaksi untuk
derivatisasi harus tidakmenganggu pemisahan kromatografi (Rohman, 2007).
Berbagai macam bahan penderivat telah tersedia antara lain :
Gugus
fungsional
Reagen untuk dapat
dideteksi dengan UV-Vis
Reagen untuk dapat
dideteksi dengan
Fluoresen
Asam-asam
kaboksilat;
asam-asam
lemak;asam-
asam fosfat
p-nitrobenzil-N,N’-
diisopropilisourea (PNBDI);
3,5-dinitrobenzil-N,N’-
diisopropilisourea (DNBDI);
p-bromofenasil bromida
(PBPB)
4-bromometil-7-
asetoksikumarin;
4-bromometil-7-
metoksikumarin;
Alkohol 3,5-dinitrobenzil klorida

(DNBC); 4-
dimetilaminiazobenzen-4-
sulfinil (Dabsyl-Cl); 1-
naftilisosianat (NIC-1).
Aldehid; keton p-nitrobenziloksiamin
hidroklorida (PNBA); 3,5-
dinitrobenziloksiamin
hidroklorida (DNBA);
Dansil hidrazin
Amin primer Fluoresamin
o-ftalaldehid (OPA)
Amin primer
(1o) dan
sekunder (2o)
3,5-dinitrobenzil klorida
(DNBC); N-suksinimidil-p-
nitrofenilasetat (SNPA); N-
suksinimidil-3,5-
dinitrofenilasetat (SDNPA);
4-dimetilaminiazobenzen-
4-sulfinil (Dabsyl-Cl); 1-
naftilisosianat (NIC-1).
7-kloro-4-nitrobenzo-
2-oksa-1,3-diazol
(NBD-Cl); 7-fluoro-4-
nitrobenzo-2-oksa-
1,3-diazol (NBD-F);
Dansil klorida
Asam-asam
amino (peptida)
4-dimetilaminiazobenzen-
4-sulfinil (Dabsil-Cl)
Fluoresamin
o-ftalaldehid (OPA)
7-kloro-4-nitrobenzo-
2-oksa-1,3-diazol
(NBD-Cl); 7-fluoro-4-
nitrobenzo-2-oksa-
1,3-diazol (NBD-F);
Derivatisasi ini dapat dilakukan sebelum analit memasuki kolom (pre-column derivatization)
atau setelah analit keluar dari kolom (post-column derivatization) (Rohman, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Meyer, F.R., 2004, Practical High-Performance Liquid Chromatography, 4th Ed., John Wiley & Sons, New York.
Gandjar,I.G & Rohman, A.2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Rohman, A. 2009. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Yogyakarta. Graha Ilmu.