revisi chf
-
Upload
rahayu-prasetyo -
Category
Documents
-
view
33 -
download
5
Transcript of revisi chf
A. Istilah-Istilah penting dalam Kardiovaskuler
a. CHF NYHA IV
CHF (Congestive Heart Failure) atau gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah secara adekuat ke
seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrisinya. Istilah gagal jantung kongestif sering dipergunakan jika terjadi
gagal jantung di sebelah kiri dan kanan. Tingkat berat penyakit ditentukan
oleh klasifikasi dari New York Heart Association (NYHA).
Klasifikasi menurut NYHA :
Kelas NYHA Sesak Napas
I Tidak Ada
II Pada Aktivitas Berat
III Pada Aktivitas Sedang
IV Saat Istirahat
b. PND
Paroxysmal noctural dyspnea (PND) adalah sesak napas yang terjadi
tiba-tiba pada saat tengah malam setelah penderita tidur selama beberapa
jam, biasanya terjadi pada penderita penyakit jantung. PND terjadi pada
malam hari atau bila pasien terlentang. Posisi ini meningkatkan volume
darah intratorakal, dan jantung yang lemah mungkin tidak dapat
mengatasi peningkatan beban ini, sebagai akibatnya dapat timbul gagal
jantung kongestif. Pasien terbangun kira-kira 2 jam setelah tertidur, sangat
sesak dan sering kali batuk. Episode PND relatif spesifik untuk gagal
jantung kongestif. Gejala PND sering berkaitan dengan gejala ortopnea.
c. Ortophnea
Ortopnea adalah kesulitan bernapas apabila berbaring telentang.
Sesak napas akan berkurang bila penderita berada dalam posisi tegak.
Pasien ini tidur dengan tiga bantal atau setengah duduk.
Page 1 of 41
d. Edema
Edema adalah akumulasi cairan yang berlebih dalam jaringan tubuh.
Edema berdasarkan tempat terakumulasinya cairan dibagi menjadi 2,
yaitu:
1) Edema intraselular (nonpitting edema)
Keadaan yang memungkinkan terjadinya edema adalah gangguan
proses metabolik jaringan dan tidak adanya nutrisi sel yang adekuat.
Kegagalan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi sel akibat aliran darah
yang berkurang akan mengakibatkan gangguan kerja pompa ion,
kelebihan elektrolit dalam sel akan meningkatkan tekanan osmotik di
dalam sel sehingga menyebabkan terjadinya pergerakan cairan dari
luar ke dalam sel.
2) Edema ekstraselular (pitting edema)
Pada dasarnya ada 2 jenis penyebab edema yang paling sering
dijumpai, yaitu kebocoran abnormal cairan dari plasma ke ruang
interstisial dengan melintasi kapiler dan kegagalan limfatik untuk
mengembalikan cairan dari interstisial ke dalam darah. Berdasarkan
proses patofisiologi, edema dibagi berdasarkan penyebabnya:
1) Penurunan konsentrasi protein plasma, sebagai contoh terjadi
pada pasien gagal ginjal, penyakit hati, luka bakar dan malnutrisi.
2) Peningkatan permeabilitas dinding kapiler, sebagai contoh
kerusakan jaringan dan reaksi alergi.Peningkatan tekanan atrium
kiri meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan menyebabkan
kongesti paru dan akhirnya edema alveolar, mengakibatkan sesak
napas, batuk, dan kadang hemoptisis.
3) Penyumbatan saluran limfe, sebagai contoh filiariasis.
Pada dasarnya, tubuh memiliki mekanisme kompensasi untuk
mengatasi edema. Ada 3 cara tubuh mengompensasi edema:
1) Komplians interstisial yang rendah ketika tekanan cairan
interstisial berada dalam batas tekanan negatif (3 mmHg).
Page 2 of 41
2) Kemampuan aliran limfe untuk meningkatkan 10-50 kali lipat
(7mmHg)
3) Penurunan konsentrasi protein cairan interstisial yang akan
menurunkan tekanan osmotik (7 mmHg)
Rongga potensial yang dimiliki tubuh pada saat tidak mengalami
edema biasanya bertekanan negatif. Apabila keseimbangan terganggu
dapat terjadi akumulasi cairan yang disebut efusi. Sebagai contoh,
hidrostatik interstisial (-7 sampai -8 mmHg), rongga pleura (-3 sampai
-5 mmHg), rongga sendi (-3 sampai -5 mmHg) , rongga perikardium
(-5 sampai -6 mmHg).
Dalam keadaan gagal jantung kongestif terjadi peningkatan
tekanan vena sehingga adanya pelambatan atau stasis yang cukup
lama di sepanjang vena. Statis cairan dibantu gaya gravitasi akan
menyebabkan tingginya tekanan hidrostatik sehingga akan
menyebabkan perpindahan cairan ke darah intestitial. Perpindahan
cairan ke ruang interstitial yang tidak memiliki membran sel yang
fleksibel akan menyebabkan terjadinya pitting edema.
e. JVP
Tekanan vena jugularis atau denyut vena jugularis. Kedua vena jugularis
interna terdapat jauh disalam otot strenokleidomastoid. Pembuluh darah
vena jugularis sebelah kanan mengalirkan darah menuju SVC sedangkan
sebelah kiri pertama masuk menuju ke venainominata, selanjutnya ke
SVC untuk dialirkan langsung keatrium kanan. Jvp normal adalah ,4 cm
Page 3 of 41
H2O diatas sendi manubriosternal, saat pasien berabring tidur terlentang
(30-40 derajat) dimana ujung atas kolom vena sistemik berada dibawah
angulus sternalis.
Page 4 of 41
f. Bunyi Gallop
Dalam keadaan normal, tidak terdengar bunyi pada fase sistolik dan
diastolik. Namun pada keadaan patologis ventrikel, dapat timbul bunyi
pada fase sistolik dan diastolik yang dinamakan gallop.
Bila pengisian darah ke ventrikel terhambat selama fase diastolik,
seperti terjadi pada berbagai keadaan penyakit, maka akan terjadi getaran
sementara pada saat diastolik yang sama dengan bunyi jantung pertama
dan kedua meskipun lebih halus. Maka bunyi jantung menjadi triplet dan
menimbulkan efek akustik seperti irama derap kaki kuda, dan disebut
Page 5 of 41
gallop. Bunyi ini dapat terjadi pada awal diastolik, selama fase pengisisan
cepat siklus jantung, atau pada akhir kontraksi atrium.
Bunyi gallop yang terjadi selama pengisisan cepat ventrikel
dinamakan suara ketiga (S3) dan merupakan temuan normal pada anak
dan dewasa muda. Suara ini terdengar pada klien yang mengalami
penyakit pada dinding jantung atau menderita gagal jantung kongestif dan
yang ventrikelnya gagal menyemburkan semua darah selama sistolik.
Gallop S3 paling jelas terdengar saat klien berbaring pada sisi kiri.
Bunyi gallop yang terdengar pada saat kontraksi atrium dinamakan
suara jantung keempat (S4). S4 sering terdengar bila ventrikel membesar
atau hipertrofi sehingga ada tahanan pengisian. Keadaan tersebut terjadi
pada arteri koroner, hipertensi, atau stenosis katup aorta. Meskipun
jarang, keempat suara jantung dapat terdengar dalam satu siklus jantung,
sehingga dinamakan irama kuadrupel.
Bunti gallop mempunyai frekuensi rendah dan hanya dapat didengar
melalui bagian bell stetoskop yang diletakkan pada dinding dada. Tanpa
menekan bell stetoskop, bunyi tersebut terdengar paling baik di apeks,
meskipun kadang-kadang dapat juga terdengar di sisi kiri sternum.
g. Hepatomegali
Hepatomegali dapat didefinisikan sebagai hepar dengan rentang
lebih dari 12 cm pada garis mid-klavikularis. Konfirmasi ukuran hepar
dapat dilakukan dengan ultrasonografi atau sidik isotop. Penyebab yang
paling umum dari hepatomegali adalah sirosis, gagal jantung dan kanker.
Tepi hepar yang dapat dipalpasi tidak selalu berarti pembesaran dan
dapat diakibatkan oleh pergeseran dalam pasien dengan hiperinflasi
pulmoner. Oleh karena itu penting untuk mengetahui batas atas hepar
dengan perkusi, yang biasanya kosta ke-5 atau rongga interkostal ke-5.
Page 6 of 41
h. EKG.Elektrokardiogram (EKG) adalah grafik yang dibuat oleh sebuah
elektrokardiograf, yang merekam aktivitas kelistrikan jantung dalam
waktu tertentu
Page 7 of 41
i. OMI
Old Miokard Infark adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi
oleh karena adanya ateroksklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga
menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung.Aterosklerotik adalah
suatu penyakit pada arteri-arteri besar dan sedang dimana lesi lemak yang
disebut Plak Ateromatosa timbul pada permukaan dalam dinding
arteri. Sehingga mempersempit bahkan menyumbat suplai aliran darah ke
arteri bagiuan distal (Hudak & Gallo; 1997). Old miokard infark
disebabkan oleh karena atherosclerosis atau penyumbatan total atau
sebagian oleh emboli dan atau thrombus.
j. Rontgen toraks
Foto rontgen toraks posterior-anterior dapat menunjukan adanya
hipertensi vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti yang menunjukan
adanya peningkatan tekanan vena paru adalah adanya diversi aliran darah
ke daerah atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.
k. Cardiomegali
Kardiomegali adalah suatu kondisi yang ditandai oleh pembesaran
jantung, baik karena otot jantung menebal atau ruang jantung membesar,
biasanya akibat jantung harus terus-menerus bekerja lebih keras dari
Page 8 of 41
normal, seperti yang terjadi dengan tekanan darah tinggi.Kardiomegali
adalah sebuah keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya
jantung lebih besar dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari
55% besar rongga dada. Pada kardiomegali salah satu atau lebih dari 4
ruangan jantung membesar. Namun umumnya kardiomegali diakibatkan
oleh pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kardia sinistra).
l. CKMB
Karena enzim yang berbeda dilepaskan ke dalam darah pada periode
yang berbeda setelah infark miokardium, maka sangat penting
mengevaluasi kadar enzim yang dihubungkan dengan waktu awitan nyeri
dada atau gejala lainnya. Kreatinin kinase (creatinine kinase-CK) dan
isoenzimnya (CKMB) adalah enzim yang dianalisis untuk mendiagnosis
infark miokardium akut, dan merupakan enzim pertama yang meningkat
saat terjadi infark miokardium. Nilai normal CKMB adalah 10.
Gangguan pada jantung selain infark miokardium akut juga dihubungkan
dengan nilai kadar CK dan CKMB total yang abnormal. Gangguan
tersebut termasuk perikarditis, miokarditis dan trauma.
m. Mitra stenosis
1) Patofisiologi
Mitra stenosis adalah penebalan progesif dan pengerutan bilah-
bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan
sumbatan progresif aliran darah.
Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga jari.
Pada kasus stenosis berat terjadi penyempitan lumen sampai selebar
pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun atrium kiri mengalami
kesulitan dalam mengosongkan darah melalui lumen yang sempit ke
ventrikel kiri. Akibatnya atrium akan melebar dan mengalami
hipertrofi. Karena tidak ada katup yang melindungi vena pulmonal
terhadap aliran balik dari atrium, maka sirkulasi pulmonal mengalami
kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus menanggung beban
Page 9 of 41
tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan
berlebihan, yang berakhir dengan gagal jantung.
2) Manifestasi klinis
Pasien dengan mitra stenosis biasanya mengalami kelelahan
sebagai akibat curah jantung yang rendah, batuk darah, kesulitan
bernapas saat latihan akibat hipertensi vena pulmonal, batuk dan
infeksi saluran napas berulang.
Denyut nadi lemah dan sering tidak teratur, karena fibrilasi atrial
yang terjadi sebagai akibat dari dilatasi dan hipertrofi atrium. Akibat
perubahan tersebut atrium menjadi tidak stabil secara elektris,
akibatnya terjadi distrima atrium permanen.
3) Penatalaksanaan
Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah berulangnya infeksi.
Penatalaksanaan gagal jantung kongesti adalah dengan memberikan
kardiotonikum dan diuretik. Intervensi bedah meliputi komisurotomi
untuk membuka atau menyobek komisura katup mitral yang lengket
atau mengganti katup mitral dengan katup protesa. Pada beberapa
kasus dimana pembedahan merupakan kontraindikasi dan terapi medis
tidak mampu menghasilkan hasil yang diharapkan, maka dapat
dilakukan valvuloplasti transluminal perkutan untuk mengurangi
beberapa gejala.
n. Apex paru
Ujung atas kedua paru yang berbentuk melingkar.
B. EKG
1. Tujuan pemasangan EKG :
a. Untuk membantu mengidentifikasi denyut jantung, kerusakan jantung,
dan letak serta luas terjadinya serangan jantung.
b. Untuk memeriksa penyembuhan setelah terjadi serangan jantung.
c. Untuk mengevaluasi efektivitas obat pada masalah-masalah jantung.
Page 10 of 41
d. Untuk memeriksa keadaan alat pacu jantung.
2. Prinsip kerja EKG
Elektrokardiograph bekerja dengan prinsip mengukur perbedaan potensial
listrik. Seperti yang sudah disebutkan di atas, tubuh manusia menghasilkan
listrik walaupun dengan jumlah yang sangat kecil. Apabila ada listrik, maka
pasti ada perbedaan potensial atau tegangan listrik. Tegangan listrik ini dapat
menggamabarkan atau mengilustrasikan keadaan denyut jantung manusia.
3. Jenis EKG
EKG dibagi menjadi dua jenis yaitu EKG elektrokardiografi dan EKG
pemantau kontinu. Peralatan dan prosedur EKG.
a. Elektrokardiografi 12-lead
a) Peralatan:
Page 11 of 41
Mesin EKG yang bekerja baik dan telah dikalibrasi
Jeli
Kapas alkohol
Kertas penyerap basah atau kasa basah
Manset 4 buah
Kabel arde
b) Prosedur:
Mencuci tangan
Menjelaskan tujuan pemeriksaan EKG lengkap kepada klien
Menjaga situasi untuk tetap menghargai klien (ruang tertutup;
bagian klien yang tidak diperiksa tertutup)
Membersihkan area yang akan dipasang elektroda
Menyambungkan mesin EKG ke stop kontak
Memasang sebuah manset pada setiap ekstremitas
Menyambungkan kabel elektroda ke manset sesuai warna
yang akan ditentukan atau tanda khusus yang ada
Meletakkan pompa elektroda pada posisi yang
Membuat kalibrasi setinggi 1 cm dan rekam irama jantung
dari lead I sampai V6 (seluruhnya 12 lead), lalu buat kalibrasi
kembali
Merapikan alat-alat dan klien
Mengkaji kembali kondisi klien
Mendokumentasi prosedur dan respons klien pada catatan
klien
Page 12 of 41
b. Elektrokardiografi Pemantau-Kontinu
Pemantau (monitor) jantung merupakan suatu alat pemantauan irama
jantung yang dapat digunakan secara terus menerus selama klien dirawat atau
selama diperlukan pemantauan. Tujuan tindakan ini untuk mengidentifikasi
disritmia agar dapat menentukan intervensi dini. Ada empat langkah yang
diperlukan untuk pemantauan EKG, yaitu melekatkan elektroda pada kulit
klien, menyambungkan elektroda pada monitor dengan kabel, menyesuaikan
monitor untuk mendapatkan EKG yang dapat dibaca, dan mengeset alarm
untuk tinggi dan rendahnya frekuensi yang diinginkan. Jelaskan pada pasien
bahwa EKG tidak menyebabkan syok listrik dan tidak menimbulkan sakit.
Sistem pemantauan irama jantung ini merekam irama dari 1-lead, 3-lead atau
6-lead bergantung pada banyaknya elektroda yang dipasang.
a) Peralatan:
Kapas alkhohol
Alat cukur
Kertas elektroda basah atau jeli
Plaster/mikrophore
Monitor yang bekerja baik
Kabel elektroda lengkap dengan konektor
Page 13 of 41
b) Prosedur:
Mencuci tangan
Menjelaskan tujuan pemasangan monitor jantung kepada
klien dan keluarganya
Membersihkan/cukur area lokasi elektroda di dada yang
berambut (segitiga Einthoven)
Memasang elektroda pada posisi gelombang R tertinggi
setelah elektroda diberi jeli
Mengeset alarm, suara monitor
Merapikan kembali alat-alat
Menilai kembali kondisi klien
Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada catatan
klien
4. Interpretasi EKG
Aktivitas listrik jantung dapat dilihat dengan alat elektrokardiogram.
Setiap fase siklus jantung dicerminkan oleh gelombang tertentu yang
direkam dan dicatat pada lembaran kertas EKG. Perjalanan aktivitas
listrik jantung juga dapat diamati pada layar oskiloskop. Aktivitas listrik
disadap oleh seperangkat lead atau elektroda yang diletakan pada titik-
titik tertentu pada tubuh.
Page 14 of 41
a. Prosedur menjalankan EKG
EKG standar terdiri dari 12 lead. Informasi yang berhubungan
dengan aktivitas listrik jantung diperoleh dengan menempatkan
elektroda pada permukaan kulit pada posisi anatomis standar.
Berbagai posisi elektroda yang dipantau disebut lead. Misalnya, lead 1
mengukur aktivitas listrik antara lengan kiri dan lengan kanan. Untuk
12 lead EKG lengkap, jantung diamati dari kedua belas posisi anatomi
yang berbeda.
Agar perletakan antara kulit dan elektroda sempurna, maka
elektroda ekstremitas diletakan pada permukaan kulit yang datar tepat
di atas pergelangan tangan atau tumit. Elektroda dapat dihubungkan
ke mesin EKG melalui berbagai cara, biasanya melalui klip yang
dilekatkan pada elektroda yang berperekat.
Apabila keempat elektroda ekstremitas telah terpasang, maka
keenam lead yang pertama dapat dapat dicatat: lead I, II, II, dan AVR,
AVL, dan AVF. Keenam lead prekordial atau lead V diletakkan
dengan cara yang sama. Kebanyakan mesin EKG merekam ke-12 lead
secra bersamaan dengan memasang seluruh elektroda.
Pada sat melakukan pencatatan EKG, maka perlu ditambah
pencatatan satu lead lagi untuk mendapatkan informasi yang lebih
lengkap. Perubahan elektrokardiografi secara konsisten akibat iskemia
atau infark, akan tampak pada lead tertentu, yang mencerminkan area
yang rusak di miokardium. Lead prekordial kiri adalah standar, namun
pada pasien yang dicurigai mengalami kerusakan jantung kanan, maka
diperlukan lead prekordial sisi kanan untuk mengevaluasi ventrikel
kanan yang lebih baik.
b. Analisis EKG
EKG dapat memberikan informasi penting mengenai aktivitas
listrik miokardium, jika dianalisa secara akurat. Gelombang EKG
dicetak di atas kertas grafik. Waktu atau frekuensi diukur pada sumbu
horisontal grafik, dan amplitudo atau voltase diukur pada sumbu
Page 15 of 41
vertikal. Gelombang EKG menggambarkan fungsi sistem hantaran
jantung, yang normalnya memulai dan menghantarkan aktivitas listrik
1) Gelombang, kompleks dan interval
EKG tersusun oleh berbagai gelombang meliputi gelombang
P, kompleks QRS, gelombang T, segmen ST, interval PR, dan
mungkin gelombang U.
Gelombang P menggambarkan depolarisasi otot atrium,
normalnya setinggi 2,5 atau kurang dan durasinya 0,11 detik atau
kurang. Defleksi negatif pertama setelah gelombang P adalah
gelombang Q, yang normalnya berdurasi kurang dari 0,03 detik
dan amplitudonya kurang dari 25% gelombng R, sedangkan
gelombang S adalah defleksi negatif pertama setelah gelombang R.
Kompleks QRS (dimulai oleh gelombang Q, atau gelombang
R bila tidak ada gelombang Q diakhiri oleh gelombang S)
menggambarkan depolarisasi otot ventrikel. Kompleks QRS
normalnya berdurasi 0,04 sampai 0,10 detik. Jika gelombangngya
secara vertikal kurang dari 5 mm, maka ditulis dengan huruf kecil
(q,r,s), jika gelombangnya secara vertikal lebih dari 5 mm maka
ditulis dengan huruf besar (Q,R,S). Tidak semua kompleks QRS
mempunya 3 gelombang tersebut.
Gelombang T menggambarkan repolarisasi otot ventrikel.
Gelombang ini mengikuti kompleks QRS dan biasanya mempunyai
defleksi yang sama dengan kompleks QRS.
Komplek U diperkirakan menggambarkan repolarisasi serat
Purkinje tetapi kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan
hipokalemia (kadar kalium rendah). Gelombang U terjadi setelah
gelombangg T dan kurang lebih ukurannya sama dengan
gelombang P. Gelombang ini sering disalah artikan sebagai
gelombang P ekstra.
Segmen ST yang menggambarkan repolarisasi ventrikel
awal, berlangsung dari akhir gelombang S sampai permulaan
Page 16 of 41
gelombang T. Normalnya isoelektrik (tanpa variasi potensial
listrik), dan dianalisa untuk mencari tanda penurunan suplai
oksigen ke jantung (iskemia).
Interval PR diukur mulai dari awal gelombang P sampai
permulaan gelombang Q tau Rdan menggambarkan waktu yang
diperlukan untuk depolarisasi atrium dan perlambatan impuls di
nodus AV sebeleum depolarisasi ventrikel. Pada orang dewasa,
interval PR normalnya berdurasi antara 0,12 sampai 0,20 detik.
Intervensi QT yang menandakan waktu total repolarisasi dan
depolarisasi ventrikel, diukur dari awal gelombang Q atau R jika
tidak ada gelombang Q, diakhiri dengan gelombang T. Interval QT
bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung, biasanya kurang dari
setengah interval RR (diukur dari permulaan satu gelombang R
sampai awal gelombang R berikutnya), dan biasanya durasinya
0,32 sampai 0,40 detik apabila frekuensi jantungnya 65 sampai 95
denyut per menit.
2) Menentukan frekuensi jantung dengan EKG
Frekuensi jantung dapat diperoleh dari lembar EKG dengan
beberapa metode. Kertas grafik EKG dibagi menjadi beberpa garis
tebal dan tipis, ventrikal dan horisontal dengan interval standar.
Terdapat 300 kotak dalam satu lembar tiap menit. Dengan
demikian, metode yang akurat dan mudah untuk menentukan
frekuensi jantung dengan iram reguler adalah dengan menghitung
jumlah kotak besar antara gelombang R dan hasilnya dijadikan
bilangan pembagi untuk 300. Apabila terdapat 2 kotak besar
diantara dua gelombang R, maka frekuensinya adalah 150 (300/2),
apabila terdapat lima kotak besar maka frekuensi jantungnya
adalah 60 (300/5)
Metode lain yang kurang akurat untuk memperkirakan
frekuensi jantung apabila iramanya tidak teratur, adalah dengan
menghitung jumlah interval R-R selama 6 detik dan
Page 17 of 41
mengalikannya dengan 10. Kertas EKG biasanya ditandai dengan
interval 3 detik (15 kotak besar horisontal) oleh garis vertikal pada
puncak kertas. Biasanya interval R-R yang dihitung dan bukan
kompleks QRS karena jika dilakukan dengan cara menghitung
kompleks QRS hasilnya akan sangat tidak akurat.
3) Temuan Abnormal
Iskemia dan cedera miokard. Iskemia miokard merupakan
suatu kondisi dimana jantung tidak mendapat oksigen secara
adekuat, menyebabkan gelombang T memperbesar (puncaknya
semakin tinggi, intervalnya semakin lebar) dan terbalik akibat
gangguan repolarisasi lambat. Area yang mengalami iskemi
kemungkinan tetap mengalami depolarisasi, sebaliknya area yang
berdekatan dengannya telah kembali ke tahap istirahat. Perubahan
ini dapat dilihat pada lead yang diletakkan dekat dengan
permukaan jantung yang mengalami iskemia. Iskemia juga
menyebabkan segmen jantung ST berubah. Apabila terdapat cedera
miokard epikardium, sel-sel yang mengalami cedera terdepolarisasi
normal, tetapi juga terpolarisasi lebih cepat daripada sel-sel
normal, dengan demikian segmen ST meninggi. Jika cedera
miokard terjadi pada permukaan endokardium, maka permukaan
ST akan menurun (1 mm atau lebih) pada lead yang elektroda
positifnya diletakkan pada area yang mengalami cedera. Seiring
dengan cedera segmen ST akan menurun secara horisontal atau
melandai ke bawah dan berdurasi 0,08 detik.
Infark miokard (IM) atau serangan jantung diklasifikasikan
sebagai gelombang Q atau non gelombang Q. Pada infark
gelombang Q, gelombang Q abnormal terjadu dalam 1 sampai 3
hari, karena tak ada arus depolarisasi yang dihantarkan oleh
jaringan nekrotik dan karena arus balik mengalir dari bagian jatung
yang lain. Gelombang Q abnormal berdurasi 0,04 detik atau lebih
dan kedalamannya 25% gelombang R (dimana gelombang R itu
Page 18 of 41
sendiri memilik kedalaman lebih dari 5 mm). Perubahan ini juga
terjadi pada injuri dan iskemia. Pada MI non gelombang Q,
perubahan segman ST dan gelombang T tidak diikiuti oleh
gelombang Q, namun gejala serta analisis enzim jantung
memperkuat diagnosa penyakit ini.
Selama penyembuhan MI, biasanya segmen ST adalah yang
pertama kali kembali ke normal ( 1-6 minggu). Gelombang T
menjadi besar dan simetris dalam 24 jam, dan mengalami inversi
dalam 1-3 hari selama 1-2 minggu. Perubahan gelombang Q
biasanya permanen. MI gelombang Q lama biasanya ditunjukan
oleh gelombang Q yang bermakna tanpa perubahan segmen ST dan
gelombang T.
C. CHF (Congestive Heart Failure)
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa
darah secara adekuat ke seluruh jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan nutrisinya. Istilah gagal jantung kongestif sering dipergunakan
jika terjadi gagal jantung di sebelah kiri dan kanan.
1. Etiologi
a. Kelainan Otot Jantung
Kelainan otot jantung menyebabkan menurunnya kontraktilitas
jantung. Kondisi yang mendasari kelainan fungsi oto jantung ini
adalah aterosklerosis, hipertensi arterial, dan penyakit otot
degeneratif atau inflamasi.
b. Aterosklerosis Koroner
Hal ini mengakibatkan disfungsi miokardium akibat terganggunya
aliran darah ke otot jantung. Akibat penumpukan asam laktat
sehingga terjadi hipoksia dan asidosis. Infark miokardium (kematian
sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi Sistemik/Pulmonal (peningkatan afterload)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek hipertrofi miokard dapat
Page 19 of 41
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi pada kondisi tertentu hipertrofi otot
jantung tersebut tidak berfungsi secara normal sehingga pada
akhirnya terjadi gagal jantung.
d. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung sehingga
menyebabkan kontraktilitas menurun.
e. Penyakit Jantung Lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang sering terjadi adalah gangguan aliran darah yang melalui
jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah, atau
pengososngan jantung abnormal. Peningkatan mendadak afterload
akibat meningkatnya tekanan darah sistemik dapat menyebabkan
gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor Sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam, tirotoksikosis),
hipoksia, dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga
dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik
dan metabolik dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan
kontraktilitas jantung. Disritma jantung yang dapat terjadi dengan
sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan
efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
g. Alkohol; bersifat kardiotoksik terutama jika dokonsumsi dalam jumlah
besar
h. Obat-obatan :
Seperti penyekat β dan antagonis kalsium dpat menekan kontraktilitas
miokard dan obat kemoteraupetik seperti doksorubisin dapat menyebabkan
Page 20 of 41
kerusakan mikard, menurangi efeisiensi jantung. Takikardia (ventrikel atau
atrium) menurunkan waktu pengisisan ventrikel, meningkatkan beban kerja
miokard dan kebutuhan oksigen menyebabkan iskemia dan bial terjadi dalam
waktu lama dapat menyebabkan dilatasi ventrikel, dan perburukan fungsi
ventrikel.
2. Faktor risiko
a. Factor risiko yang tidak dapat diubah
Hereditas
Terjadinya penyakit jantung , saudara sedarah sebelum usia 55 tahun
akan meningkatkan resiko klien terhadap penyakiy jantung
Jenis kelamin pria yang mederita penyakit jantung lebih banyak
dibandingkan dengan wanitaterutama pada usia muda, wanita hanya
mempunyai rata-rata penyakit jantung seperenam daripada pria pada
kelompok usia yang sama, tetapi pada saat wanita usia 75 wanita
kemungkinan besar akan sama sepeti pria untuk menderita penyakit
jantung
Ras
Rata-rata kematian penyakit jantung bertambah sejalan dengan usia.
Klien dengan usia 60 mempunyai rata-rata bpenyakit tiga kali lebih
besar dibandingkan dengan klien usia 45 tahun
b. Factor risiko yang dapat diubah
Hipertensi, tekanan darah tinggi yang konsisten melebihi 149/90mmHg
merupakan risiko utama penyakit jantung. Hal ini lebih umum pada
oran- orang kulit hitam, lansia dank lien yang memeilki riwayat
obesitas serta individu yang menggunakan kontrasepsi oral. Hipertensi
ini biasanya dapat dikendalikan dengan latihan, diit rendah garam,
tehnik pengurangan stress dan obat antihipertensi.
Merokok, pria yang merokok sebungkus setiap harinya berisiko dua
kali lebih besar terkana penyakit jantung dibandingkan pria yang tidak
Page 21 of 41
merokok.wanita perokok juga meningkatkan risiko untuk terkena
penyakit jantung.namun apabila seseorang berhenti dari merokok maka
tingkat risiko sebanding dengan orang tidak merokok.
Hiperlipidia , peningkatan konsentrasi lemak didalam plasma. Rentang
normalnya kadar kolesterol total adalah 160 sampai 180 mg/dl, kadar
diatas 180mg/dl akan menggandakan risiko terhadap penyakit jantung.
Pria lebih banyak mempunyai kadar kolesterol yang abnormal tinggi
dibandingkan wanita. Kolesterolserum berperan dalam pemecahan
lipoprotein, termasuk high density lipoprotein (HDL) yang membantu
dalam pembuangan kolesterol dalam dari tubuh, dan low density
lipoprotein (LDL), yang meningkatkan penyimpanan kolesterol didalam
tubuh. Hiperlipidemia biasanya bisa dikendalikan dengan diit rendah
lemak, latihan dan obat antipilemik.
Diabetes mellitus, pada usia sekitar 45 tahun pria penderita diabetes
mellitus mempunyai dua kali risiko dibandingkan dengan pria non DM,
wanita penderita DM pra menopause mempunya risiko penyakit enam
kali wanita premenapause yang tidak DM. DM bisa dikendalikan
dengan diit, insulin dan latihan.
c. Factor penunjang
Obesitas , obesitasmenggandakan risiko gagal jantung kongestif dan
stroke. Obesitas meningkatkan risiko penyakit arteri koroner, yang
mungkin disebabkan oleh banyaknya individu-individu obesitas yang
juga mempunyai kadar kolesterol serum dan glukosa yang tinggi dan
juga tekanan darah yang meningkat.
Ketidakefektifan , kurangnya latihan akan menurunkan kadar HDL dan
meningkatkan ateroskleoris. Latihan yang teratur dapat meningkatkan
kadar HDL, menruunkan frekuensi jantung, dan dapat meningkatkan
oksigenasi miokardial.
Stress, klien dengan kepribadian tipe ini memiliki risiko openyakit
jantung dua kali dibandingkan dengan seorang yang rileks. Stress
berperan dalam penyakit jantung dengan meningkatkan kadar
Page 22 of 41
katekolamin, yang meningkatkan tekanan darah dan konsumsi oksigen
miokardial. Hal tersebut dapat menyebabkan makan yang berlebihan
dan kurangnya latihan.
Diet , diet tinggi kolesterol dan lemak tersaturasi dapat menyebabkan
hipertensi dan hiperlipidemia. Asupan kafein yang tinggi lebih dari
enam cangkir kopi sehari dapat menyebabkan hipertensi dan disritmia.
Hipertrofi ventrikel kiri (HVK), klien dengan HVK sangat berisiko
terhadap penyakit jantung. Hamper setengah dari semua klien yang
meninggal karena penyakit kardiovaskular terlebih dahulu menderita
tanda-tanda HVK.
Penggunaan kontrasepsi oral,pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral , risiko jipertensi menjadi dua atau tiga kali beresiko
dibandingkan wanita yang tidak menggunakan. Wanita tersebut juga
mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan miokard, yang
meningkat sejalan dengan usia durasi penggunaan kontrasepsi oral, dan
merokok.
Factor lingkungan, daerah dingin dan bersalju mempunyai kematian
akibat penyakit jantung yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah
dengan air minum yang sulit.
2. Manisfestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskuler. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena
yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan
mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang
dimanifestasikan dengan batuk dan napas pendek. Meningkatnya tekanan
vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan
penambahan berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara
luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi
rendah) untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek
Page 23 of 41
akibat perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran
terhadap latihan dan panas, ekstremitas dingin, dan haluaran urin
berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun, mengakibatkan
pelepasan renin dari ginjal, yang pada gilirannya akan menyebabkan
sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler.
a. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru.
Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan
terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinisnya sebagai berikut:
a) Dispnu, terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispnu bahkan dapat terjadi
ketika istirahat atau bahkan ketika melakukan aktivitas minimal
atau sedang. Dapat terjadi ortopnu, kesulitan bernapas saat
berbaring. Pasien yang mengalami gangguan ortopnu akan
menggunakan bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk
dikursi, bahkan saat tidur. Beberapa pasien hanya mengalami
ortopnu pada malam hari yang sering disebut dengan
paroxismal noktural dispnea (PND). Hal ini terjadi bila pasien
yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di
bawah, kemudian berbaring ke tempat tidur. Setelah beberapa
jam cairan yang tertimbun di ekstremitas yang sebelumnya
berada di bawah mulai diabsorbsi, dan ventrikel kiri yang sudah
terganggu, tidak mampu mengosongkan peningkatan volume
dengan adekuat. Akibatnya, tekanan dalam sirkulasi paru
meningkat dan lebih lanjut, cairan berpindah ke alveoli.
b) Batuk, berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering dan
tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah yaitu
batuk yang disertai dengan sputum berbusa biasanya terdapat
bercak darah.
Page 24 of 41
c) Mudah lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Selain itu
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernapasan
dan batuk.
d) Kegelisahan dan kecemasan, terjadi akibat gangguan oksigen
dan jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi
kecemasan, terjadi juga dispnu yang pada gilirannya
memperberat kecemasan.
b. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti
visera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat
sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah yang secara
normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinisnya meliputi edema ekstremitas bawah
(edema dependen), yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar),
distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam rongga
peritonium), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.
a) Edema, dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan
secara bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan
akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh bagian bawah. Pitting
edema, adalah edema yang akan tetap cekung bahkan dengan
penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah
terjadi retensi cairan paling tidak sebnyak 4,5 kg.
b) Hepatomegali, biasanya disertai dengan nyeri tekan pada
kuadaran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan pada
Page 25 of 41
pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen, dinamakan asites. Pengumpulan cairan pada
rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada
diafragma dan distres pernapasan.
c) Anoreksia, atau hilangnya selera makan dan mual sering terjadi
akibat pembesaran vena dan stasis vena di dalam rongga
abdomen.
d) Nokturia, atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi
karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat
berbaring. Diuresis paling sering terjadi pada malam hari
karena curah jantung akan membaik dengan istirahat.
e) Lemah, yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan
karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan
pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat
dari jaringan.
3. Patofisiologi
1. CHF terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang
memengaruhi kontraktilitas, after load, preload. Atau fungsi lusitropik
(fungsi relaksasi) jantung, dan resp on neutrohormonal dan hemodinamik
yang diperlukan untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun
konsekuensi hemodinamik gagal jantung berespons terhadap intervensi
farmokologis standar, terdapat interaksi neurohoemonal kritis yang efek
gabungannya memperberat dan memperluas sindrom yang ada, inetraksi
neuhormonal itu anatara lain adalah:
Sistem renin/angiostensin/aldosteron (RAA): angiostesin dan aldosteron
berimplikasi pada perubahan struktural miokardium yang terlihat pada
cedera iskemik dan kardiomiopati hipertropik hipertensif selain itu juga
meningkatkan tahanan perifer dan volume darah sirkulasi. Perubahan
pada struktural miokard dapat meliputi remodeling miokard dan
kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis
intertisial. Terjadinya suatu miosit dan sarkomer yang tidak dapat
Page 26 of 41
mentrasmisikan kekuatannya, dilatasi jantung dan pembentukan
jaringan parut dengan kehilangan komplians miokard normal turut
memberikan gambaran hemodinamik dan sistomik pada CHF.
Sistem saraf simpatis (SNS): epinefrin dan nonepinefrin dapat
menyebabkan suatu peningkatan tahanan perifer dengan meningkatkan
kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi oksigen oleh
miokardium dan peningkatan resiko aritmia. Katakolamin juga dapat
menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksitisitas langsung
terhadap miosit, induksi apoptosis miosit dan peningkatan rtespon
autoimun.
Vasolidator endogen, peran dalam Ve itu sendiri masih diselidiki dan
intervensinya sedang diuji.
Sitokin imun dan inflamasi: faktor dari sebuah tumor alfa (Tnfa) dan
interleukin 6 (IL-6) menyebabkan suatu pembentukan ulang ventrikel
dengan apoptosis miosit, dilatasi ventrikel, dan penurunan berat badan
dan kelemahan yang terlihat pada CHF berat (kakhehsia jantung).
Kejadian etiologi awal dapat mempengaruhi suatu respon awal
miokardium, tetapi dengan perkembangan sindrom, mekanisme
umumpun mulai muncul sehingga pada pasien yang menderita CHF
lanjut memperlihatkan suatu gejala dan bentuk respon yang sama
terhadap intervesi farmakologisyang sama apapun penyebabnya awal
CHF.
Meskipun banyak ditemui pasien dengan gangguan disfungsi ventrikel
kiri sistolik dan diastolik, kategori ini sebaiknya dianggap sebagai hal
yang berbeda untuk dapat memahami efek terhadap homeostasi
sirkulasi dan responnya terhadap bebargai bentuk dari intervensi.
2. Disfungsi ventrikel kiri sistolik
Penurunan curah jantung, akibat dari penurunan kontraktilitas,
peningkatan afterload atau peningkatan preload yang menakibatkan
penurunan fraksi ejeksi dan peningkatan volume akhir diastolik
ventrikel kiri (LVEDV). Hal in meningkatkan suatu tekanan akhir
Page 27 of 41
diastolik pada ventrikel kiri (LVEDP) dan menyebabkan kongesti vena
pulmonal dan edema paru.
Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat dari fungsi miokard
yang sudah tidak adekuat atau tidak terkoordinasi sehingga ventrikel
kiri tidak dapat melakukan ejeksi lebih dari 60% dari volume akhir
diastolik, hal ini juuga dapat meningkatkan secara bertahap nilai
LEVDP dan kongesti vena pulmonalis
Peningkatan afterload, merupakan adanya peningkatan tahapan
terhadap ejeksi LV. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu peningkatan
tahapan vaskuler perifer yang boiasanya terlihat pada hipertensi. Bisa
juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri berespon
terhadap suatu peningkatan beban kerja dengan hipetrofi miokard, yaitu
suatu respon yang meningkatkann massa otot ventrikel kiri tetapi pada
saat yang sama juga meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada
ventrikel kiri. Suatu keadaan dimana kekurangan energi sehingga dapat
mengakibatkan perpaduan ANGII dan respon neuro- yang.endokrinlain,
menyebabkan perubahan yang kurang baik dalam miosit misalnya
sedikitnya mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen
dengan produksi protein kontraktil yang abnorma (aktin, miosin, dan
tropomiosin).
Peningkatan preload berarti peningkatan nilai LVEDV yang dapat
disebabkan secara langsung oleh kelebihan nilai intravaskular sama
pada infus caioran intravena atau gagal ginjal
Jadi pasien dapat memasuki nilai penurunan kontraktilitas , peningkatan
afterload, dan peningkatan preload akibat berbagai macam alasan
misalnya yaitu infark miokard, hipertensi, dan kelebihan volume
cairan.kemudian mengalami semua keadaan hemodinamik dan neuro-
hormonal CHF sebagai sebuah mekanisme yang menuju mekanisme
lainnya. Lihat pada gambar
Page 28 of 41
3. Disfungsi ventrikel kiri diastolik
Penyebab dari 40% kasus CHF
Diartikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif
dengan fungsi diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal,
disfungsi diastolik murni akan dicirikan dengan tahanan terhadap
pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP tanpa peningkatan
LVEDV atauy penurunan curah jantung.
1) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat
relaksasi abnormal (lusitropik) ventrikel kiri dan dapat
disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat kaku miokard
ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan
jaringan parut, hipetensi yang mengakibatkan kardiomiopati
hipertrofi, kardiomiopati retriktif. Penyakit katup atau penyakit
perikardium.
2) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisisan
diastolik menjadi berkurang dan memperberat gejala disfungsi
diastolik. Oleh sebab itu intoleransi terhadap olahraga sudah
menjadi umum.
3) Penanganan yang memerlukan perubahan komplians miokard
yang sesungguuhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih
sangat terbatas.
Page 29 of 41
4. Klasifikasi NYHA
Kelas I Tidak terdapat batasan dalam melakukan aktivitas fisik. Aktifitas
fisik sehari-hari tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau
sesak
Kelas II Terdapat batas aktivitas ringan. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat, namun aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,
palpitasi, atau sesak nafas
Kelas III Terdapat batasan aktivitas bermakna. Tidak terdapat keluhan saat
istirahat tetapi aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
paplpitasi atau sesak.
Kelas IV Tidak terdapat batasan aktifitas fisik tanpa keluhan, terdapat
gejala saat istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktivitas
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Rontgen thorax :
Seringkali menunjukkan kardiomegali (rasio kardiotorasik (CTR) >
50%), terutama bila gagal jantung sudah kronis, kardiomegali dapat
disebabkan oleh dilatasi ventrikel kiri atau kanan, LVH, atau kadang oleh
efusi perikard. Derajad tidak berhubungan dengan fungsi ventrikel kiri.
Gambaran kongesti vena pulmonalis terutama di zona atas
pada tahap awal, bila tekanan vena pulmonal lebih dari 20 mmHg
dapat timbul gambaran cairan pada fisura horizontal dan garis Kerley
B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari 25 mmHg
didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan
adanya udema paru bermakna. Dapat pula tampak gambaran efusi
Page 30 of 41
pleura bilateral, tetapi bila unilateral, yang lebih banyak terkena adalah
bagian kanan
b. EKG :
Gambaran yang sering didapatkan antara lain gelombang Q,
abnormalitas ST – T, hipertrofi ventrikel kiri, bundle branch block
dan fibrilasi atrium, gangguan konduksi dan aritmia. Bila gambaran
EKG dan foto dada keduanya menunjukkan gambaran yang normal,
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab dispneu pada pasien
sangat kecil kemungkinannya
c. Ekokardiografi :
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat
berguna pada gagal jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan
gambaran obyektif mengenai struktur dan fungsi jantung. Penderita
yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah : semua pasien dengan
tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan
murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta
penderita dengan risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior,
hipertensi tak terkontrol, atau aritmia). Ekokardiografi dapat
mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi diastolik, mengetahui
adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.
d. Tes darah :
Pemeriksaan darah perlu dikerjakan untuk menyingkirkan
anemia sebagai penyebab susah bernafas, dan untuk mengetahui
adanya penyakit dasar serta komplikasi. Pada gagal jantung yang berat
akibat berkurangnya kemampuan mengeluarkan air sehingga dapat
timbul hiponatremia dilusional, karena itu adanya hiponatremia
menunjukkan adanya gagal jantung yang berat. Pemeriksaan serum
kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui adanya gangguan
Page 31 of 41
ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis apabila terjadi
peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin converting
enzyme inhibitor dan diuretik dosis tinggi. Pada gagal jantung berat
dapat terjadi proteinuria. Disfungi tiroid (baik hiper- maupun
hipotiroidisme) dapat menyebabkan gagal jantung, sehingga pemeriksaan
fungsi tiroid harus dilakukan. Pada gagal jantung kongestif tes fungsi
hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya abnormal karena kongesti
hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum fungsi tiroid dianjurkan
sesuai kebutuhan.11,17
e. Pemeriksaan radionuklide atau multigated ventrikulografi
Dapat mengetahui ejection fraction, laju pengisian sistolik, laju
pengosongan diastolik, dan abnormalitas dari pergerakan dinding.
Pemeriksaan ini merupakan metode lain untuk menilai fungsi ventrikel
(ventrikolugraf) dan sangat berguna ketika citra yang memadai dari
ekokardiografi sulit diperoleh.
f. Kateterisasi jantung :
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga
mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam
ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.
g. Tes latihan fisik, seringkali dilakukan untuk menilai adanya iskemia
miokard dan pada beberapa kasus untuk megukur konsumsi oksigen
maksimum (VO2 maks). Ini merupakan kadar dimana konsumsi oksigen
lebih lanjut tidak akan meningkat meskipun terdapat peningkatan latihan
lebih lanjut. VO2 maks mereppresentasikan batas toleransi latihan aerobic
dan sering menurun pada gagal jantung.
Page 32 of 41
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tanggal Masuk : 14 Mei 2009 Jam : 08.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 14 Mei 2009 Jam : 09.00 WIB
a. Identitas Klien
1) Nama : Ny. F
2) Usia : 58 thn
3) Jenis Kelamin : Perempuan
4) Pekerjaan : PNS
5) Status :Sudah Menikah
6) Agama : Islam
7) Suku : Jawa
8) Alamat : Tembalang, Semarang
9) Tanggal Masuk : 14 Mei 2009
10) No. Register : 6602557
11) Diagnosa Medis : CHF NYHA IV
b. Penanggung Jawab
1) Nama : Tn. M
2) Pekerjaan : PNS
3) Alamat : Tembalang, Semarang
4) Hubungan dengan klien : Suami
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Sesak napas dan mudah lelah saat beraktivitas
b. Penyakit sekarang
Mitra stenosis sejak 3 bulan yang lalu
c. Penyakit terdahulu
OMI
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak Ada
Page 33 of 41
e. Riwayat Psikososial
Tidak Ada
f. Riwayat Lingkungan
Tidak ada
g. Kesehatan Spiritual
Tidak Ada
3. Pengkajian Fungsional Menurut Gordon
a. Manajemen Kesehatan
Tidak ada
b. Pola Nutrisi
Klien susah makan karena sesak napas
c. Pola Eliminasi
Klien mengalami konstipasi. Penurunan berkemih, urine berwarna
gelap dan berkemih malam hari (nokturia) akibat penurunan perfusi
jaringan didukung dengan posisi berbaring.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Klien sering terbangun malam hari dan sesak nafas
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan
Mandi
Berpakaian
Toileting
Tingkat mobilitas di tempattidur
Berpindah
Kemampuan ROM
Berjalan
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan :
0 : Mandiri
Page 34 of 41
1 : Menggunkanalat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang danperawat
4 : Ketergantungan / tidakmampu
f. Pola Kognitif-Perceptual
Klien mampu berkomunikasi dan mengerti apa yang sedang
dibicarakan, berespon dan berorientasi baik terhadap orang lain.
g. Pola Persepsi Diri / Konsep Diri
Klien merasa cemas dengan penyakitnya , takut akan mengganggu
aktivitasnya.
h. Pola Peran-Hubungan
Hubungan klien dengan keluarga baik, hubungan dengan perawat
kooperatif.
i. Pola Seksual dan reproduksi
Pola seksual menurun karena klien sudah dalam keadaan lemas dan
sesak napas , pasien juga dalam keadaan tirah baring karena NYHA IV,
j. Pola koping – toleransi stres
Ekspresi wajah klien terlihat cemas.
k. Pola Nilai dan Keyakinan
Klien tetap menjalankan ibadah/sholat semampunya karena dalam
keadaan lemah dan sakit dibantu oleh pihak keluarga.
4. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
a. Kepala
Bentuk kepela mesosepal, bersih, tidakan dan benjolan/massa, rambut
terdistribusi baik, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, bentuk rambut
lurus, warna rambut hitam.
b. Leher
Ada peningkatan JVP 12 cm H2O, perdarahan (-),lesi(-)
c. Mata
Simetris, cekung (+), konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, refleks
pupil +/+, lesi (-).
Page 35 of 41
d. Hidunng
Bersih, simetris, nafas cupinghidung (+), sekret (-), nafas cepat (+),
dangkal (+), RR : 26x/menit.
e. Telinga
Simetris, fungsi pendengaran baik, serumen (-), perdarahan (-), lesi (-).
f. Mulut
Bersih, mukosa mulut kering, pucat (+),stomatitis (-), caries gigi (-),gigi
palsu(-).
g. Dada dan paru
Inspeksi : sesak nafas, PND, Orthopnea
Palpasi : Stemfermitus antara kanan dan kiri tidak sama
Perkusi : bunyi dada redup
Auskultasi :Bunyi gallop, Ronki +/+ di paru kanan dan kiri lateral
h. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi, tidak ada eritema
Auskultasi : Terdengar bising usus
Palpasi : ada nyeri tekan pada bagian abdomen, hepar mengalami
pembesaran (hepatomegali)
Perkusi : Pekak
i. Pemeriksaan jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Icus cordis teraba tetapi mengalami pelabaran karena
kardiomegali
Perkusi :Bunyinya peka karena adanya pembesaran jantung
(kardiomegali)
Auskultrasi : Terdapat bunyi gallop (S3)
j. Ekstremitas
Pitting edema pada ekstremitas bawah
k. Kulit
Turgor baik, warna kulit coklat sawo matang, tidak ada lesi , tidak ada
kemerahan
Page 36 of 41
5. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
a. TD : 170/110 mmHg
b. HR : 115x/menit
c. RR : 26x/menit
d. Suhu : 37oC
6. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG : OMI
b. Rontgen Toraks : Cardiomegali
c. Hasil Lab CKMB : 36
7. Analisa Data
No Analisa Data Masalah Etiologi Diagnosa
1. DO:
HR=115x/menit
EKG= OMI
Bunyi gallop
Ortopnea
Hepatomegali
Edema
DS: Klien
mengeluh mudah
lelah saat
beraktivitas ringan
Penurunan
curah jantung
Perubahan
kontraltilitas
miokardial,
perubahan
frekuensi,
irama dan
konduksi
listrik
Penurunan curah
jantung b.d
Perubahan
kontraltilitas
miokardial,
perubahan
frekuensi, irama
dan konduksi
listrik
2. DO: RR=26x/menit
DS: klien
mengatakan mudah
lelah
Intoleransi
aktivitas
Ketidakseim
bangan
suplai
oksigen
Intoleransi
aktivitas b.d
ketidakseimbang
an suplai
oksigen
3. DO: ortopnea,
bunyi gallop.
Edema
Kelebihan
volume cairan
Menurunnya
laju filtrasi
glomelurus
Kelebihan
volume cairan
b.d menurunnya
Page 37 of 41
DS: - (menurunnya
curah
jantung)
laju filtrasi
glomelurus
(menurunnya
curah jantung)
8. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Penurunan curah
jantung b.d Perubahan
kontraltilitas
miokardial, perubahan
frekuensi, irama dan
konduksi listrik
Klien akan:
menunjukan tanda vital
dalam batas yang dapat
diterima (distrimia
terkontol atau hilang),
melaporkan penurunan
episode dispnea, ikut
serta dalam aktivitas
yang mengurangi
beban kerja jantung
Auskultrasi nadi
apical; kaji
frekuensi, irama
jantung.
Catat bunyi jantung
Palpasi nadi perifer
Pantau TD
Kaji kulit terhadap
pusat dan sianosis
Berikan oksigen
tambahan dengan
kanula nasal/masker
dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi)
Intoleransi aktivitas b.d
ketidakseimbangan
suplai oksigen
Klien akan:
berpartisipasi pada
aktivitas yang
diinginkan, memenuhi
perawatan diri sendiri,
mencapai peningkatan
toleransi aktivitas yang
dapat diukur,
dibuktikan oleh
Periksa tanda vital
sebelum dan segera
setelah aktivitas,
khususnya bila klien
menggunakan
vasodilator, diuretic
dan penyekat beta.
Catat respons
kardiopulmonal
Page 38 of 41
menurunnya
kelemahan dan
kelelahan.
terhadap aktivitas,
catat takikardi,
diritma, dispnea,
berkeringat dan
pucat
Evaluasi
peningkatan
intoleran aktivitas
Implementasi
program rehabilitasi
jantung/ aktivitas
(kolaborasi)
Kelebihan volume
cairan b.d menurunnya
laju filtrasi glomelurus
(menurunnya curah
jantung)
Klien akan:
mendemonstrasikan
volume cairan stabil
dengan keseimbangan
masukan dan
pengeluaran, bunyi
nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam
rentang yang dapat
diterima, berat badan
stabil dan tidak edema.
Pantau pengeluaran
urine, catat jumlah
dan warna saat
dimana diuresis
terjadi
Pantau
keseimbangan
pemasukan dan
pengeluaran selama
24 jam
Pertahankan duduk
atau tirah baring
dengan posisi
semifowler selama
fase akut
Pantau TD
Kaji bising usus,
catat keluhan
anoreksia, mual,
Page 39 of 41
distensi abdomen
dan konstipasi
Pemberian obat
sesuai indikasi dan
konsul dengan ahli
diet (kolaborasi).
DAFTAR PUSTAKA
Page 40 of 41
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed 8.
Jakarta: EGC
Brashers, Valentina. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan
Manajemen. Ed 2. Jakarta: EGC
Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta:
Salemba Medika
Gleadle, Jonathan. 2005. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga
Ronny, dkk. 2009. Fisiologi Kardiovaskuler: Berbasis Masalah Keperawatan.
Jakarta: EGC
Hayes, Peter C. 1997. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta: EGC
Sumber : Dharma, surya.1996.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi
EKG.jakarta : EGC
Goodner, brenda dan Linda Skidmore Roth.1995.Panduan Tindakan Keperawatan
Klinik Praktis.Jakarta :EGC
Page 41 of 41