chf juan.docx
Transcript of chf juan.docx
CONGESTIVE HEART FAILURE NYHA III e.c CAD
I. PENDAHULUAN
Gagal jantung kongestif didefinisikan sebagai suatu keadaan patofisiologis yang ditandai
dengan adanya kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolic secara abnormal. 2
Etiologi
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
congenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung mencakup
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas
miokardium. Selain dari ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, ada
faktor-faktor fisiologis lain yang dapat mengakibatkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Di
bawah ini merupakan penyebab gagal jantung:
1. PJK
Infark miokard
Iskemia miokard
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
Dilatasi (bendungan)
Hipertrofik
Restriktif: amiloidosis, sarkoidosis, hemokromatosis
Obliteratif
4. Penyakit jantung katup dan bawaan
Penyakit katup mitral
Penyakit katup aorta
Defek septum atrial, defek septum ventrikel
5. Aritma jantung
Takikardia
Bradikardia (blok jantung komplit , ”sick sinus syndrome”)
Fibrilasi atrium
1
6. Alkohol dan obat-obatan
Alkohol
Penyekat beta, antagonis kalsium
7. Gagal jantung ”high output”
Anemia, tirotoksikosis, penyakit Paget, fistel arteriovenosa
8. Penyakit perikard
Perikarditis konstriktiva
Efusi Perikard
9. Gagal jantung kanan primer
Hipertensi pulmonal (emboli paru, kor pulmonale)
Inkompensasi trikuspidalis3,5
Faktor-faktor resiko
1. Ischaemic Heart Disease 62%
2. Merokok 16%
3. Hipertensi 10%
4. Kegemukan 8%
5. Diabetes Mellitus 3%
6. Penyakit Jantung Katup 2%
(National Health and Nutrition Examination Survey) 7
Klasifikasi
Klasifikasi fungsional dari The New York Heart Association (NYHA) umum dipakai
untuk menyatakan hubungan antara awitan gejala dan derajat latihan fisik.
Klasifikasi NYHA
Kelas I Penderita penyakit jantung tanpa limitasi aktivitas fisik. Aktivitas fisik
sehari-hari tidak menimbulkan sesak nafas atau kelelahan
Kelas II Penderita penyakit jantung disertai sedikit limitasi dari aktivitas fisik, saat
istirahat tidak ada keluhan. Aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan sesak
nafas atau keluhan.
Kelas III Penderita penyakit jantung disertai limitasi aktivitas fisik yang nyata saat
2
istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah beratnya keluhan.
Kelas IV Penderita penyakit jantung yang tak mampu melakukan setiap aktivitas
fisik tanpa menimbulkan keluhan. Gejala-gejala gagal jantung bahkan
mungkin Nampak saat istirahat. Setiap aktivitas fisik akan menambah
beratnya keluhan.
Patogenesis
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat
penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif.
Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah sekuncup dan meningkatkan
volume residu ventrikel.
Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis
tekanan vena paru. Hipertensi pulmonar meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan.
Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan,
dimana akhirnya akan terjdi kongesti sistemik dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat dieksaserbasi oleh
regurgitasi fungsional dan katub-katub trikuspidalis atau mitralis bergantian. Regurgitasi
fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari annulus katub atrioventrikularis atau perubahan-
perubahan pada orientasi otot papilaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi
ruang.
Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat;
(1) meningkatnya aktifitas adrenergik simpatik, menurunnya curah jantung akan
membangkitkan respon simpatik kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik
simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan
medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah
curah jantung. Juga terjadi vasokonstriksi arteria perifer untuk menstabilkan tekanan arteria
dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang rendah
metabolismenya agar perfusi di ke jantung dan otak dapat dipertahankan.
(2) meningkatnya beban awal akibat aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Aktivasi
sistem renin-angiotensin-aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal,
meningktakn volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan
menambah kontraktilitas miokardium sesuai dengan hukum Starling. Mekanisme pasti
3
yang mengakibatkan aktivasi sisten renin-angiotensin-aldosteron pada gagal jantung masih
belum jelas. Tetapi, sejumlah faktor telah diperkirakan, antara lain perangsangan simpatik
adrenergik pada reseptor beta di dalam aparatus jukstaglomerulus, respon reseptor makula
densa terhadap perubahan pelepasan natrium pada tubulus distal, dan respon baroreseptor
terhadap perubahan volume dan tekanan darah yang bersirkulasi.
(3) hipertrofi ventrikel. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium;
tergantung dari jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung, sarkomer
dapat bertambah secara paralel atau serial.
Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.
Mekanisme-mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada
tingkat normal atau hampir normal pada gagal jantung dini, pada keadaan istirahat. Tetapi
kelainan pada kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak pada keadaan
beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung maka kompensasi akan menjadi semakin
efektif. Defek utama pada gagal jantung adalah penurunan kontraktilitas jantung, yaitu
kemampuan intrinsik jantung untuk menghasilkan tekanan dan menyemprotkan volume
sekuncup berkurang.4,5
Gejala klinis
a. Gejala klinis gagal jantung kiri
1. Orthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring,
biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu d’effort.
2. Dyspneu d’effort, didefinisikan sebagai sesak napas saat beraktivitas
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND), istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak
napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan
pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi
sebagai batuk-batuk atau wheezing.
4. Denyut jantung yang cepat atau takikardia, mencerminkan respon terhadap perangsangan
saraf simpatik.
b. Gejala klinis gagal jantung kanan
4
1. Edema perifer terjadi sekunder terhadap penimbunan cairan pada ruang-ruang
interstisial.
2. Kulit yang pucat dan dingin diakibatkan oleh vasokonstriksi perifer.
3. Kelemahan dan keletihan diakibatkan oleh perfusi yang kurang pada otot-otot rangka.
4. Asites
5. Hepatomegali dan splenomegali
6. DVS meningkat
Diagnosis
Diagnosis gagal jantung kongestif menurut kriteria Framingham
Kriteria Mayor:
1. Paroksismal nokturnal dispnea
2. Distensi vena leher
3. Ronkhi paru
4. Kardiomegali
5. edema paru akut
6. Gallop S3
7. Peninggian tekanan vena jugularis
8. Refleks hepatojugular
Kriteria Minor:
1. Edema ekstremitas
2. Batuk malam hari
3. Dyspneu d’ effort
4. hepatomegali
5. Efusi Pleura
6. penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
7. Takikardia (>120 kali per menit)1
Penatalaksanaan
Tindakan dan pengobatan gagal jantung ditujukan pada 1) mengurangi beban kerja 2)
memperkuat kontraktilitas miokard, 3) mengurangi kelebihan cairan dan garam, 4) melakukan
5
tindakan dan pengobatan khusus terhadap penyebab, faktor-faktor pencetus dan kelainan yang
mendasari.
Obat yang digunakan untuk mengatasi retensi dan kelebihan cairan adalah diuretik.
Diuretik yang biasa digunakan adalah dari golongan tiazid dan loop diuretik. Obat-obat lain
yang dapat mengurangi beban awal adalah vasodilator, dalam hal ini yang paling banyak
dipakai adalah nitrat (nitrogliserin).
Penurunan kontraktilitas atau disfungsi sistolik sering disebabkan oleh penyakit jantung
iskemik atau koroner terutama pada penderita infark miokard yang luas. Obat-obat yang
memperkuat kontraktilitas adalah digitalis,aminsimpatomimetik.
Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang sederhana namun
sangat tepat dalam penanganan gagal jantung. Tetapi harus diperhatikan jangan sampai
memaksakan larangan yang tak perlu untuk menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah
dikethui bahwa kelemahan otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik.
Tirah baring dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulansia mungkin diperlukan pada pembatasan aktifitas yang ketat untuk mengendalikan
gejala.6
6
II. LAPORAN KASUS
Identitas penderita
Nama : Tn.L
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : laki - laki
Alamat : Kompleks Gerhana Alauddin
Tanggal masuk : 24 April 2015
Ruangan : CVCU
Anamnesis
KU: Sesak napas
AT: - Dialami sejak + 1 minggu sebelum masuk Rumah Sakit, sesak pada saat melakukan
aktivitas dan merasakan sesak pada waktu malam hari serta susah tidur. Jantung
berdebar-debar ada sejak 2 mingggu terakhir, batuk ada sejak 2 minggu yang lalu,
lendir ada, warna putih, darah tidak ada. Riwayat batuk darah ada 2 minggu yang
lalu.
- Tidak demam, riwayat demam tidak ada.
- Sakit kepala tidak ada.
- mual ( + ), muntah ( + ),sejak 2 hari sebelum masuk RS , nyeri ulu hati ( + ).
BAK: Lancar
BAB: Biasa
RPS: - Riwayat dirawat di RS Akademis 1 tahun yang lalu karena serangan jantung dan
diberi obat fargoksin, farsorbid, tetapi tidak dikonsumsi 1 bulan terakhir.
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat Hipertensi ada
- Riwayat Kolesterol ada
-
7
Pemeriksaan fisik
Status Present: Sakit sedang/ gizi cukup/ composmentis
BB: 72 kg IMT: 24,4,0 kg/m2 ( lebih )
TB: 160cm
Status vitalis:TD : 80/50 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 28 x/menit, tipe: abdominal
Suhu : 36,5oC
Kepala : anemis (-), sianosis (-) dan ikterus (+).
Leher : MT (-) NT (-) DVS R+3 cmH2O.
Thorax :
I : simetris kiri=kanan
P : MT(-) NT(-),
P : Sonor, kiri= kanan
A : BP: bronchovesikuler
BT: - - Wh -/- Rh - -
+ +
Jantung:
I : Ictus cordis tampak di linea axillaris anterior
P : Ictus cordis teraba di linea axillaris anterior
P : pekak, batas jantung kesan melebar
A : BJ I/II tidak murni, irreguler, bising sistolik (+)
Abdomen:
I : datar, ikut gerak napas
P : MT (-), NT(-),
P : tympani, ascites (+)
A : peristaltik (+)
Ekstremitas: edema (+)
8
Pemeriksaan penunjang:
Lab : (22/4) WBC : 7.5x 103
RBC : 4.83 x 106
HGB : 13.5 g/dl
HCT : 43.5 %
PLT : 157 x 103
GDS : 105 mg/dl
SGOT : 45 U/l
SGPT : 17 U/l
Ureum : 37 mg/dl
Kreatinin: 0.6 mg/dl
EKG : sinus takikardi, HR 100 kali/menit
Normo axis
ST depresi V5 V6
LVH
Diagnosis sementara:
Congestive Heart Failure NYHA class II e.c. suspect DCM dd/CAD
AKI pre renal
Hiperurisemia
Penatalaksanaan awal:
- O2 4 liter/menit
- IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
- Dobutamin 3 mcg/ kgbb/menit/syringe pump
- Furosemid 40 mg/12 jam /iv
Usul:
- Maxiliv/ 12 jam / oral
- Allupurinol 100 mg/ 48 jam / oral
- Foto Thorax
- Echocardiography
9
Hasil Pengamatan Lanjut
Tanggal Follow up Terapi / anjuran
24 April 2015
T:100/60
mmHg
N:90x/menit
irreguler
P : 24x/menit
S : 36,8oC
Perawatan hari ke-1
KU: sakit sedang/gizi baik/compos
mentis
Keluhan: sesak berkurang, batuk
(+),
lendir (+) warna putih
nyeri dada (-)
lemas (+)
PF: kepala : anemis (-), ikterus (+),
sianosis (-)
Leher : DVS R +2 cmH20
Thorax : - - Wh -/- Rh - - + +
Jantung : BJ I/II irreguler,
murmur (+)
Abd: Peristaltik kesan normal
Ext: edema -/-
EKG : AF rapid respon
HR:140x/menit
D/:
- Congestive Heart Failure
NYHA class II e.c. suspect
DCM dd/CAD
- AKI pre renal
- Hiperurisemia
Terapi:
- IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
- Dobutamin 3 mcg/
kgbb/menit/syringe pump
- Furosemid 20 mg/12 jam
/iv
- Spironolakton 25 mg/24
jam/oral
- Digoksin 0,25 mg / 24 jam /
oral
- Ubi Q 100 mg / 24 jam /
oral
- Allupurinol 300 mg/24
jam / oral
10
25 April 2015
T: 100/60
N: 80x/menit,
P : 22 x/menit
S : 36,5oC
I=1500
O=2250
B= -750
P :
- Echocardhiografi
- Periksa HbA1c,GDP,Profil lipid
Perawatan hari ke-2
KU: sakit sedang/gizi baik/compos
mentis
Keluhan: sesak berkurang, batuk
(+),
lendir (+) warna putih
nyeri dada (-)
lemas (+)
PF: kepala : anemis (-), ikterus (+),
sianosis (-)
Leher : DVS R +2 cmH20
Thorax : - - Wh -/- Rh - - + +
Jantung : BJ I/II irreguler,
murmur (+)
Abd: Peristaltik kesan normal
Ext: edema -/-
EKG : AF rapid respon
HR:140x/menit
D/:
- Congestive Heart Failure
NYHA class II e.c. suspect
DCM dd/CAD
- AKI pre renal
Terapi:
- IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
- Dobutamin 3 mcg/
kgbb/menit/syringe pump
- Furosemid 20 mg/12 jam
/iv
- Spironolakton 25 mg/24
jam/oral
- Digoksin 0,25 mg / 24 jam /
oral
- Ubi Q 100 mg / 24 jam /
oral
- Allupurinol 300 mg/24
jam / oral
11
26 April 2015
T: 120/70
N: 80x/menit,
P : 22 x/menit
S : 36,5oC
- Hiperurisemia
Perawatan hari ke- 3
KU: sakit sedang/gizi baik/compos
mentis
Keluhan: sesak berkurang, batuk
(+),
lendir (+) warna putih
nyeri dada (-)
lemas (+)
PF: kepala : anemis (-), ikterus (+),
sianosis (-)
Leher : DVS R +2 cmH20
Thorax : - - Wh -/- Rh - - + +
Jantung : BJ I/II irreguler,
murmur (+)
Abd: Peristaltik kesan normal
Ext: edema -/-
EKG : AF rapid respon
HR:140x/menit
D/:
- Congestive Heart Failure
NYHA class II e.c. suspect
DCM dd/CAD
- AKI pre renal
- Hiperurisemia
Terapi
- IVFD NaCl 0,9% 12 tpm
- Dobutamin 3 mcg/
kgbb/menit/syringe pump
- Furosemid 20 mg/12 jam
/iv
- Spironolakton 25 mg/24
jam/oral
- Digoksin 0,25 mg / 24 jam /
oral
- Ubi Q 100 mg / 24 jam /
oral
- Allupurinol 300 mg/24
jam / oral
12
III. RESUME
Seorang laki – laki 46 tahun, masuk RS dengan keluhan sesak nafas yang dialami sejak + 1
minggu sebelum masuk Rumah Sakit, sesak pada saat melakukan aktivitas dan merasakan sesak
pada waktu malam hari serta susah tidur. Riwayat palpitasi ada sejak 2 mingggu terakhir, batuk
ada sejak 2 minggu yang lalu, lendir ada, warna putih, darah tidak ada. Riwayat batuk darah ada
2 minggu yang lalu.
RPS:
- Riwayat dirawat di RS Akademis 1 tahun yang lalu karena serangan jantung dan
diberi obat fargoksin, farsorbid, tetapi tidak dikonsumsi 1 bulan terakhir.
- Riwayat Kolesterol ada
Pada Pemeriksaan fisik didapatkan Status Present: Sakit sedang/ gizi cukup/ composmentis
Tanda vital: TD : 80/50 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernapasan : 28 x/menit, tipe: abdominal
Suhu : 36,5oC
Ada peniingkatan tekanan vena jugularis DVS R+3 cmH2O, bunyi pernapasan
bronchovesikuler dan ronchi pada kedua basal paru.Pada auskultasi jantung terdengar bising
sistolik serta edema (+) pada ekstremitas.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto thorax, hasil EKG, dan hasil
echocardiography didiagnosis dengan congestive heart failure NYHA II e.c susp DCM dd/ CAD
.
13
IV. DIAGNOSA KERJA
Diagnosa kerja adalah Congestive Heart Failure NHYA III e.c CAD
V. DISKUSI
Dari anamnesa dan pemeriksaan fisis, yaitu dispnea dialami sejak + 1 bulan yang lalu,
memberat sejak + 5 hari yang lalu disertai palpitasi. Terdapat dyspneu d’ effort, paroxismal
nocturnal dyspneu, batuk. Nyeri dada sebelah kiri sejak + 5 hari yang lalu, dan fatig. DVS R+4
cmH2O, didapatkan bronchovesiculer, bunyi tambahan pada pernapasan berupa ronkhi pada
basal paru, bunyi jantung I/II tidak murni, irreguler, bising sistolik, dan hepatomegali sehingga
pasien ini didiagnosa dengan gagal jantung kongestif NYHA IV e.c CAD
Kriteria Framingham yang didapatkan pada pasien ini adalah:
Mayor → 1. paroxismal nocturnal dyspneu (PND)
2. Ronkhi paru
3. Kardiomegali
4. Peninggian tekanan vena jugularis
Minor→ 1. dyspneu d’ effort
2. Hepatomegali
Pada anamnesis, didapatkan dispnea atau perasaan sulit bernapas yang disebabkan oleh
peningkatan kerja pernapasan akibat kongesti vaskular paru-paru yang mengurangi kelenturan
paru-paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga menimbulkan dispnea. Dispnea nokturnal
paroksismal (PND) atau mendadak terbangun karena sesak pada pasien ini dipicu oleh
perkembangan edema paru-paru interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari
gagal jantung kiri daripada dispnea atau ortopnea. Batuk juga dapat ditemukan pada penderita
gagal jantung yang disebabkan oleh bendungan paru.
Ronkhi yang terdengar merupakan akibat adanya penimbunan cairan di jaringan
interstisium dan alveolar paru akibat dari adanya peningkatan atrium kiri yang umumnya
disebabkan oleh edema paru akut. Hipertensi pulmonal yang didapatkan pada pasien ini terjadi
akibat adanya tekanan yang tinggi pada atrium kiri sehingga tekanan di paru meningkat.
Hepatomegali terjadi karena gagal jantung kanan yang mengakibatkan adanya bendungan vena
kava sehingga mengakibatkan bendungan hati.
14
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif pada pasien ini yaitu pemberian oksigen dan
pembatasan gerak pasien. Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang
sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung.
Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban kerja jantung
dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi miokardium, baik secara
sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal, kontraktilitas dan beban akhir.
Pasien ini ditangani dengan pemberian diuretik untuk mengurangi pre-load sehingga
dapat mengurangi sesak akibat adanya edema paru, diuretik yang diberikan adalah Lasix
ampul/12 jam/iv. Pemberian digitalis sebagai inotropik untuk memperbaiki kontraktilitas dan
ritme dari atrium yang mengalami fibrilasi. Digitalis yang diberikan adalah Digoxin 3x0,25 mg.
Pada pasien ini diberikan penghambat enzim konversi angiotensin , yaitu captopril 1,25
mg 1-0-1 yang menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Efek ini mencegah
vasokonstriksi yang diinduksi angiotensin, menghambat produksi aldosteron dan retensi cairan
sehingga berfungsi sebagai vasodilator yang dapat menurunkan afterload dan kerja jantung,
meningkatkan perfusi jaringan dengan meningkatkan volume sekuncup, dan mencegah
remodelling ventrikel.
Pada pasien ini juga diberikan antiagregasi trombosit yaitu asam asetilsalisilat yang
menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) sehingga mencegah terjadinya trombus yang bisa
disebabkan oleh adanya atrial fibrilasi. Asam asetilsalisilat yang diberikan adalah aspilet 1x 80
mg dan untuk menurunkan kerja jantung dan perbaikan sirkulasi koroner diberikan isosorbid
dinitrate berupa farsorbid 3 x 10 mg. Pada pasien ini terdapat hipertensi pulmonal sehingga dapat
diberikan natrium beraprost 2x1 tablet.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Panggabean, M. Gagal Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI . Jakarta. 2006 :1513-14.
2. Suryadipraja, M. Gagal Jantung. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Balai Penerbit FKUI . Jakarta. 1996 :975.
3. Aspar, A. Gagal Jantung (Dekompensasi Kordis). Gambaran Umum Sistem Kardiovaskular: 30-31.
4. Sherwood, L. Fisiologi Jantung. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. EGC. Jakarta. 2001: 286-287.
5. Price, S. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku 1. EGC. 1995. 584-587.
6. Heart Failure. [cited on 11 Mei 2009] available at : URL www.wikipedia.org
7. Jha, S. Mitral Regurgitation Last Updated: 26th January 2005. Available at : URL
www.emedicine.com
DAFTAR PUSTAKA
16
Bennet, I. Pathogenesis of Fever. (akses tanggal 2 Juni 2009). www.pubmed.com
British Medical Journal. Pathogenesis of Fever. (akses tanggal 2 Juni 2009).
www.pubmed.com
Anonym. Fever . (akses tanggal 2 Juni 2009). www.wikipedia.com
Anonym. Patogenesis Demam. (akses tanggal 2 Juni 2009). www.kalbe.co.id
Atkins, E. Pathogenesis of Fever. (akses tanggal 2 Juni 2009). www.google.com
Guler, A. Fever. (akses tanggal 2 Juni 2009). www.google.com
17