revisi 1 proposal.doc
-
Upload
agus-rudi-kurniawan -
Category
Documents
-
view
321 -
download
0
Transcript of revisi 1 proposal.doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi nosokomial atau yang sekarang disebut sebagai infeksi yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan atau Healt-care Associated Infection
(HAIs) merupakan masalah penting di seluruh dunia yang meningkat
(Alvarado 2000). Sebagai perbandingan, bahwa tingkat HAIs yang terjadi di
beberapa negara Eropa dan Amerika adalah rendah yaitu sekitar 1%
dibandingkan dengan kejadian di negera-negara Asia, Amerika Latin dan Sub-
Sahara Afrika yang tinggi hingga mencapai lebih dari 40% (Lynch dkk., 1997)
dan menurut data WHO, angka kejadian infeksi di RS sekitar 3 – 21% (rata-
rata 9%). Infeksi nosokomial (HAIs) merupakan persoalan serius yang dapat
menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien (Ditjen
BUK, 2011).
HAIs adalah infeksi yang muncul setelah 72 jam seseorang dirawat di
rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat
atau setelah selesai dirawat (WHO dalam Jamaluddin, 2012). Angka kejadian
HAIs di dunia pada umumnya masih tinggi. Survei prevalensi yang dilakukan
dengan bantuan WHO pada 55 RS di 14 negara yang mewakili 4 wilayah
WHO (Eropa, Mediteranian Timur, Asia Tenggara, dan Pasifik Barat)
menunjukkan rata-rata 8,7% pasien rumah sakit (RS) mengalami HAIs.
Frekuensi HAIs yang tinggi dilaporkan dari RS di wilayah Asia Tenggara yaitu
2
10,0% (WHO, 2002 dalam Zuhriyah, 2004). Angka ini tidak jauh berbeda
dengan yang ditemukan di Indonesia. Survei sederhana (Point Prevalens) yang
dilakukan oleh Subdit Surveilans Ditjen PPM & PLP di 10 rumah sakit umum
pendidikan tahun 1987 menemukan bahwa angka HAIs cukup tinggi yaitu rata-
rata 9,8% dengan rentang 6%-16% (Depkes RI, 1990 dalam Zuhriyah, 2004).
Data yang paling komprehensif tentang prevalensi HAIs di Inggris dari
tahun 2005/2006 (Reilly et al 2008, Smyth et al., 2008, O'Grady et al., 2011).
Selama periode ini, tingkat prevalensi HAIs diperkirakan menjadi 8,19% di
Inggris (Smyth et al 2008), 6,35% di Wales (Smyth et al., 2008) dan 5,43% di
Irlandia Utara (Fitzpatrick et al 2008, Smyth et al 2008). Di Skotlandia, 9,5%
dari pasien dalam perawatan akut dan 7,3% dari pasien dalam perawatan non-
akut terpengaruh oleh HAIs (Reilly et al., 2008).
Kejadian infeksi ini menyebabkan lama perawatan (LOS), mortalitas
dan biaya pelayanan kesehatan meningkat (Mirza, 2007 dalam Jamaluddin,
2012). Sebuah penelitian menganalisis tentang keefektifan biaya dari program
pendidikan hand hygiene (kebersihan tangan), menemukan bahwa total biaya
penyediaan alkohol dan promosinya adalah kurang dari 1 % dari biaya HAIs
(Pittet et al., 2004 dan Blot et al., 2005 dalam Jamaluddin, 2012).
Transmisi HAIs melalui 3 cara, yaitu: flora transien dan residen dari
kulit pasien itu sendiri, flora dari petugas kesehatan ke pasien, dan flora dari
lingkungan rumah sakit (WHO, 2002 dalam Suryoputri, 2011). Transmisi
melalui petugas bisa berasal dari kontaminasi tangan petugas; kontaminasi
benda oleh darah, ekskreta, cairan tubuh lainnya; udara: dengan bersin dan
3
batuk. Transmisi melalui lingkungan bisa berasal dari tikus, gigitan nyamuk,
kontak dengan ekskreta, sirkulasi udara di RS, makanan dan obat-obatan di RS,
air untuk minum dan kebersihan diri di RS. Beberapa penyakit dapat
disebarkan oleh lebih dari satu rute. Hanya sedikit penyakit yang mungkin
ditularkan dalam lingkungan rumah sakit (Zuhriyah, 2004). Kontak langsung
merupakan jalan utama masuknya mikroba, sementara bukti peranan signifikan
transmisi melalui udara sedikit (Bauer TM, et.al., 1990). Studi lain juga
menyatakan bahwa kebanyakan infeksi silang yang didapat di rumah sakit
diyakini ditransmisikan oleh petugas kesehatan yang gagal mencuci tangannya.
Sedangkan bukti peranan transmisi lewat udara dan benda-benda mati di
lingkungan adalah kecil (Talon D, et.al., 1998).
Petugas kesehatan mempunyai peran besar dalam rantai transmisi
infeksi ini (WHO, 2006 dalam Suryoputri, 2011). Kebersihan tangan dan
tindakan pencegahan serta pengendalian infeksi standar lainnya harus dipatuhi
ketika memasukkan dan mengelola kateter. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) (2009) menekankan pentingnya menjaga kebersihan tangan sebelum
melakukan prosedur aseptik untuk mencegah HAIs (Kilpatrick C. et al., 2012).
Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan
rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi HAIs dapat berkurang (John M.
Boyce and Didier Pittet, 2002 dalam Suryoputri, 2011). Cuci tangan menjadi
salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi,
sehingga insidensi HAIs dapat berkurang (WHO, 2011 dalam Jamaluddin,
2012). Pencegahan dan pengendalian infeksi mutlak harus dilakukan oleh
4
perawat, dokter dan seluruh orang yang terlibat dalam perawatan pasien. Salah
satu komponen standar kewaspadaan dan usaha menurunkan HAIs adalah
menggunakan panduan kebersihan tangan yang benar dan
mengimplementasikan secara efektif (WHO, 2009 dalam Jamaluddin, 2012).
Kebersihan tangan perawat menjadi hal yang penting karena tangan
petugas kesehatan merupakan vehicle paling sering untuk HAIs. Kebersihan
tangan meliputi cuci tangan dan disinfeksi tangan adalah ukuran pencegahan
yang utama (Zuhriyah, 2004). Cuci tangan juga merupakan prosedur satu-
satunya paling penting untuk mencegah HAIs (Garner JS, & Favero MS.,
1985). Centers for Disease Control (CDC) juga menganjurkan cuci tangan
sebagai salah satu upaya pencegahan HAIs pneumoni (George, David L.,
1996).
Akan tetapi kepatuhan mencuci tangan seringkali kurang optimal.
Dalam penanganan pasien, sebagian besar paramedic perawatan (85,0%)
mengaku selalu mencuci tangan sebelum menangani pasien dan 96,9%
mencuci tangan sesudah menangani pasien. Sementara itu di kalangan dokter
ternyata hanya 41,8% yang mengakui selalu mencuci tangan sebelum
menangani pasien dan 69,9% mencuci tangan sesudah menangani pasien
(Musadad DA, 1993).
Penelitian lain juga dilakukan pada 40 rumah sakit yang melaporkan
bahwa kepatuhan tenaga kesehatan yang melakukan hand hygiene sebelum dan
setelah ke pasien bervariasi antara 24% sampai 89% (rata-rata 56,6%).
Penelitian ini dilakukan setelah dipromosikannya program WHO dalam
5
pengendalian infeksi seperti tersebut di atas (Larson EL, 2007). Menurut data
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional
berperilaku benar dalam cuci tangan adalah 23,2% (RISKESDAS, 2007).
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa hand hygiene petugas sangat
berpengaruh pada penyebaran HAIs. Masih rendahnya tingkat hand hygiene di
kalangan petugas rumah sakit dapat menyebabkan tingginya penyebaran HAIs.
Oleh karena itu perlu dilakukan penyuluhan mengenai pentingnya hand
hygiene petugas terhadap kesehatan pasien. Dari penelitian yang pernah
dilakukan, kepatuhan cuci tangan pada perawat yang bekerja di unit perawatan
intensif dengan fasilitas cuci tangan lengkap, dan sebelum penelitian para
perawat diberikan edukasi tentang prosedur cuci tangan yang benar. Angka
kepatuhan petugas kesehatan meningkat dari 46% sebelum diberi edukasi
menjadi 77% (Jamaluddin, 2012).
Salah satu penyuluhan hand hygiene kepada petugas adalah melalui
media cetak poster. Poster merupakan salah satu media cetak yang dapat
menyampaikan pesan penyuluhan dalam menyampaikan informasi mengenai
hand hygiene. Menurut Notoatmodjo (2007), kelebihan poster ini antara lain
tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-
mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan
gairah belajar.
Dengan penyuluhan hand hygiene dan pengaruhnya bagi kesehatan
pasien melalui poster, diharapkan kepatuhan petugas dalam menjaga hand
hygiene. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan difokuskan pada “Analisis
6
perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan dan pemasangan poster di rumah sakit”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan dan pemasangan poster di rumah sakit?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis perbedaan kepatuhan hand hygiene petugas
sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan dan pemasangan poster di
rumah sakit.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui kepatuhan hand hygiene petugas sebelum penyuluhan
dengan menggunakan poster di rumah sakit.
b. Untuk mengetahui kepatuhan hand hygiene petugas sesudah penyuluhan
dengan menggunakan poster di rumah sakit.
c. Untuk membandingkan kepatuhan hand hygiene petugas sebelum dan
sesudah penyuluhan dengan menggunakan poster di rumah sakit.
7
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek teoritis
Dapat menambah pengetahuan mengenai kepatuhan hand hygiene
petugas serta meningkatkan kepatuhan dengan cara penyuluhan
menggunakan poster di rumah sakit.
2. Aspek praktis
a. Menjadi bahan masukan bagi rumah sakit tentang penerapan hand
hygiene pada petugas rumah sakit.
b. Dapat menurunkan angka kejadian HAIs.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Kepatuhan
a. Definisi Kepatuhan
Menurut Hartono (2006) kepatuhan adalah perubahan sikap dan
tingkah laku seseorang untuk mengikuti permintaan atau perintah orang
lain. Seseorang dikatakan patuh terhadap orang lain apabila orang
tersebut dapat: (1) mempercayai (belief), (2) menerima (accept), dan (3)
melakukan (act) sesuatu atas permintaan atau perintah orang lain.
“Belief” dan “accept” merupakan dimensi kepatuhan yang terkait aspek
tingkah-laku patuh seseorang.
McKendry (2009) menjelaskan bahwa kepatuhan merupakan
kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk memenuhi dan menerima
permintaan, baik yang berasal dari seorang pemimpin atau yang bersifat
mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah. Ada dua macam istilah
kepatuhan yaitu kepatuhan baik yang biasa disebut kepatuhan bermanfaat
dan kepatuhan yang kurang baik atau merusak.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan yaitu faktor
intrinsik dan ekstrinsik (Notoatmodjo, 2003).
9
1) Faktor Intrinsik
Berikut ini yang termasuk faktor intrinsik yaitu:
(1) Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan mahasiwa diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkaitan dengan
proses pembelajaran (Poerwadarminta, 2002).
Sedangkan menurut Soekamto (1990), yang dimaksud
pengetahuan adalah kesan didalam fikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan
kepercayaan, takhayul dan penerangan-penerangan yang keliru
yang bertujuan untuk mendapatkan kepastian serta menghilangkan
prasangka sebagai sebab ketidak pastian. Adapun tingkat
pengetahuan didalam domain kognitif menurut Notoatmodjo
(2003) meliputi:
(1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat selalu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang
10
spesifik. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan sebagainya.
(2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
(3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi
sebenarnya. Aplikasi dapat juga diartikan sebagai penggunaan
hukum-hukum, metode-metode, prinsip-prinsip dan sebagainya
dalam konteks situasi yang lain.
(4) Analisis (analysis)
Kemampuan menjabarkan materi didalam komponen-
komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut
dan ada kaitannya satu sama lain. Seseorang mampu
menganalisis dengan menggunakan kerangka kerja seperti;
11
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
(5) Sintesa (synthesis)
Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-
bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi
yang ada.
(6) Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi/objek. Justifikasi atau penelitian tersebut
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri maupun
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran
pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).
(2) Pendidikan
Pendidikan secara umum ialah setiap sesuatu yang
mempunyai pengaruh dalam pembentukan jasmani seseorang,
akalnya dan akhlaknya sejak dilahirkan hingga dia mati.
Pendidikan dengan pengertian ini meliputi semua sarana, baik
disengaja seperti pendidikan di lingkungan keluarga (rumah), dan
pendidikan sekolah, atau yang tidak disengaja seperti pendidikan
yang datang kebetulan dari pengaruh lingkungan sosial
12
kemasyarakatan dalam pergaulan kesehatan atau yang bersifat
alamiah dan lain-lain. Pendidikan dalam pengertian ini, sama
dengan pengertian bahwa kehidupan itu sendiri atau dalam artian
sesungguhnya bahwa segala bentuk hubungan manusia baik di
lingkungan keluarga, lingkungan alam dalam kehidupan ini
dianggap sebagai sebuah proses pembelajaran dengan anggapan
bahwa dimulai dari buaian atau sejak terlahir sampai ke liang lahat.
Pengertian pendidikan secara khusus ialah semua media
yang dijadikan dan dipergunakan untuk mengembangkan jasmani
anak, akalnya dan untuk pembinaan akhlaknya (akhlakul
kharimah), dan hanya meliputi sarana khusus yang mungkin
disusun suatu sistem bagiannya; ini terbatas pada pendidikan rumah
tangga dan sekolah.
Notoatmodjo (2003), menjelaskan bahwa pendidikan secara
umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok atau masyarakat
sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan pelaku
pendidikan.
2) Faktor Ekstrinsik
Termasuk faktor ekstrinsik yaitu:
(1) Beban kerja
Definisi beban kerja secara tata bahasa mempunyai arti
sebagai tanggungan kewajiban yang harus dilaksanakan karena
13
pekerjaan tertentu dan juga sebagai tanggung jawab. Beban kerja
berpengaruh terhadap kinerja seseorang dalam melakukan
pekerjaaannya. Pekerja yang mempunyai beban kerja berlebih akan
menurunkan kualitas hasil kerja dan memungkinkan adanya
inefisiensi waktu. Para manajer harus memperhatikan tingkat
optimal beban kerja karyawan. Beban kerja tidak hanya dipandang
sebagai beban kerja fisik akan tetapi sebagai beban kerja mental.
Beban kerja dipandang sebagai konsekuensi dari keterbatasan yang
dimiliki individu secara fisik dalam melaksanakan tugas yang harus
dilakukan dalam waktu tertentu (Surani, 2008).
Reid dan Nygren mendefinisikan beban kerja melalui tiga
faktor yaitu penuhnya waktu, tingginya beban mental yang
dilakukan dan stres psikologi yang menyertai pada saat individu
melakukan pekerjaan (Reid & Nygren, 1992 dalam Suraini, 2008)
(2) Pelatihan
Pelatihan bagi karyawan merupakan sebuah proses
mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar
karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja.
Biasanya pelatihan merujuk pada pengembangan ketrampilan
bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera. Manfaat
finansial bagi perusahaan biasanya terjadi dengan cepat. Sementara
itu, pendidikan memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu,
14
tetapi sifatnya lebih umum dan lebih terstruktur untuk jangka
waktu yang jauh lebih panjang. Di sisi lain, pengembangan sumber
daya manusia memiliki ruang lingkup lebih luas, yaitu berupa
upaya meningkatkan pengetahuan yang mungkin digunakan dengan
segera atau kepentingan di masa depan. Pengembangan sering
dikategorikan secara eksplisit dalam pengembangan manajemen,
organisasi, dan pengembangan individu karyawan. Penekanan lebih
pokok adalah pada pengembangan manajemen,dengan kata lain
fokusnya tidak pada pekerjaan kini dan mendatang, tetapi lebih
pada penemuan kebutuhan jangka panjang perusahaan (Surani,
2008).
2. Hand Hygiene (Kebersihan Tangan)
Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan
menggunakan antiseptik pencuci tangan (Tietjen, 2004). Cuci tangan juga
merupakan prosedur satu-satunya paling penting untuk mencegah HAIs
(Garner JS, & Favero MS., 1985). Centers for Disease Control (CDC) juga
menganjurkan cuci tangan sebagai salah satu upaya pencegahan HAIs
pneumoni (George, David L., 1996).
Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge
dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi
penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan dengan My five moments
for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan
dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/steril, setelah
15
bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi, setelah bersentuhan
dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
a. Definisi cuci tangan
Menurut Tim Depkes (1987) mencuci tangan adalah
membersihkan tangan dari segala kotoran, dimulai dari ujung jari sampai
siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Sementara itu menurut Perry & Potter (2005), mencuci tangan
merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengontrolan infeksi.
Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara
mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan memakai sabun dan air
(Tietjen, et al., 2004). Sedangkan menurut Purohito (1995) mencuci
tangan merupakan syarat utama yang harus dipenuhi sebelum melakukan
tindakan keperawatan misalnya: memasang infus, mengambil spesimen.
Infeksi yang diakibatkan dari pemberian pelayanan kesehatan atau terjadi
pada fasilitas pelayanan kesehatan. Infeksi ini berhubungan dengan
prosedur diagnostik atau terapeutik dan sering termasuk memanjangnya
waktu tinggal di rumah sakit (Perry & Potter, 2000).
Mencuci tangan adalah membasahi tangan dengan air mengalir
untuk menghindari penyakit, agar kuman yang menempel pada tangan
benar-benar hilang. Mencuci tangan juga mengurangi pemindahan
mikroba ke pasien dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang
berada pada kuku, tangan dan lengan (Schaffer, et al., 2000). Cuci tangan
16
harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan
tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat
pelindung lain. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat
dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci
sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat
digantikan oleh pemakaian sarung tangan.
b. Tujuan cuci tangan
Menurut Susiati (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu
untuk:
1) Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan
2) Mencegah infeksi silang (cross infection)
3) Menjaga kondisi steril
4) Melindungi diri dan pasien dari infeksi
5) Memberikan perasaan segar dan bersih.
c. Indikasi cuci tangan
Indikasi untuk mencuci tangan menurut Depkes RI. (1993)
adalah:
1) Sebelum melakukan prosedur invasif misalnya : menyuntik,
pemasangan kateter dan pemasangan alat bantu pernafasan
2) Sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung
3) Sebelum dan sesudah merawat setiap jenis luka
17
4) Setelah tindakan tertentu, tangan diduga tercemar dengan
mikroorganisme khususnya pada tindakan yang memungkinkan
kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau ekresi
5) Setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan
mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan
mikroorganisme penting. Benda ini termasuk pengukur urin atau alat
penampung sekresi
6) Setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang
terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang
bermakna secara klinis atau epidemiologis
7) Setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko tinggi
8) Setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infeksius.
d. Keuntungan mencuci tangan
Menurut Puruhito (1995), cuci tangan akan memberikan
keuntungan sebagai berikut:
1) Dapat mengurangi HAIs
2) Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak sehingga tangan lebih
bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan
3) Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan
sehingga tidak dapat menyebabkan HAIs.
18
e. Macam-macam cuci tangan & cara cuci tangan
Cuci tangan dalam bidang medis dibedakan menjadi beberapa
tipe, yaitu cuci tangan medical (medical hand washing), cuci tangan
surgical (surgical hand washing) dan cuci tangan operasi (operating
theatre hand washing). Adapun cara untuk melakukan cuci tangan
tersebut dapat dibedakan dalam beberapa teknik antara lain sebagai
berikut ini:
1) Teknik mencuci tangan biasa
Teknik mencuci tangan biasa adalah membersihkan tangan
dengan sabun dan air bersih yang mengalir atau yang disiramkan,
biasanya digunakan sebelum dan sesudah melakukan tindakan yang
tidak mempunyai resiko penularan penyakit. Peralatan yang
dibutuhkan untuk mencuci tangan biasa adalah setiap wastafel
dilengkapi dengan peralatan cuci tangan sesuai standar rumah sakit
(misalnya kran air bertangkai panjang untuk mengalirkan air bersih,
tempat sampah injak tertutup yang dilapisi kantung sampah medis
atau kantung plastik berwarna kuning untuk sampah yang
terkontaminasi atau terinfeksi), alat pengering seperti tisu, lap tangan
(hand towel), sarung tangan (gloves), sabun cair atau cairan pembersih
tangan yang berfungsi sebagai antiseptik, lotion tangan, serta di bawah
wastefel terdapat alas kaki dari bahan handuk.
Prosedur kerja cara mencuci tangan biasa adalah sebagai
berikut:
19
(1)Melepaskan semua benda yang melekat pada daerah tangan, seperti
cincin atau jam tangan
(2)Mengatur posisi berdiri terhadap kran air agar memperoleh posisi
yang nyaman
(3)Membuka kran air dengan mengatur temperatur airnya
(4)Menuangkan sabun cair ke telapak tangan
(5)Melakukan gerakan tangan, dimulai dari meratakan sabun dengan
kedua telapak tangan, kemudian kedua punggung telapak tangan
saling menumpuk, bergantian, untuk membersihkan sela-sela jari
(6)Membersihkan ujung-ujung kuku bergantian pada telapak tangan
(7)Membersihkan kuku dan daerah sekitarnya dengan ibu jari secara
bergantian kemudian membersihkan ibu jari dan lengan secara
bergantian
(8)Membersihkan (membilas) tangan dengan air yang mengalir
sampai bersih sehingga tidak ada cairan sabun dengan ujung tangan
menghadap ke bawah
(9)Menutup kran air menggunakan siku, bukan dengan jari karena jari
yang telah selesai kita cuci pada prinsipnya bersih
(10) Pada saat meninggalkan tempat cuci tangan, tempat
tersebut dalam keadaan rapi dan bersih. Hal yang perlu diingat
setelah melakukan cuci tangan yaitu mengeringkan tangan dengan
hand towel.
20
2) Teknik mencuci tangan aseptik
Mencuci tangan aseptik yaitu cuci tangan yang dilakukan
sebelum tindakan aseptik pada pasien dengan menggunakan
antiseptik. Mencuci tangan dengan larutan disinfektan, khususnya
bagi petugas yang berhubungan dengan pasien yang mempunyai
penyakit menular atau sebelum melakukan tindakan bedah aseptik
dengan antiseptik dan sikat steril.
Prosedur mencuci tangan aseptik sama dengan persiapan dan
prosedur pada cuci tangan higienis atau cuci tangan biasa, hanya saja
bahan deterjen atau sabun diganti dengan antiseptik dan setelah
mencuci tangan tidak boleh menyentuh bahan yang tidak steril.
3) Teknik mencuci tangan steril
Teknik mencuci tangan steril adalah mencuci tangan secara
steril (suci hama), khususnya bila akan membantu tindakan
pembedahan atau operasi. Peralatan yang dibutuhkan untuk mencuci
tangan steril adalah menyediakan bak cuci tangan dengan pedal kaki
atau pengontrol lutut, sabun antimikrobial (non-iritasi, spektrum luas,
kerja cepat), sikat scrub bedah dengan pembersih kuku dari plastik,
masker kertas dan topi atau penutup kepala, handuk steril, pakaian di
ruang scrub dan pelindung mata, penutup sepatu.
Prosedur kerja cara mencuci tangan steril adalah sebagai
berikut:
21
a) Terlebih dahulu memeriksa adanya luka terpotong atau abrasi pada
tangan dan jari, kemudian melepaskan semua perhiasan misalnya
cincin atau jam tangan
b) Menggunakan pakaian bedah sebagai proteksi perawat yaitu:
penutup sepatu, penutup kepala atau topi, masker wajah pastikan
masker menutup hidung dan mulut anda dengan kencang. Selain itu
juga memakai pelindung mata
c) Menyalakan air dengan menggunakan lutut atau control dengan
kaki dan sesuaikan air untuk suhu yang nyaman
d) Membasahi tangan dan lengan bawah secara bebas,
mempertahankankan tangan atas berada setinggi siku selama
seluruh prosedur
e) Menuangkan sejumlah sabun (2 sampai 5 ml) ke tangan dan
menggosok tangan serta lengan sampai dengan 5 cm di atas siku
f) Membersihkan kuku di bawah air mengalir dengan tongkat oranye
atau pengikir. Membuang pengikir setelah selesai digunakan
g) Membasahi sikat dan menggunakan sabun antimikrobial. Menyikat
ujung jari, tangan, dan lengan
(1) Menyikat kuku tangan sebanyak 15 kali gerakan
(2) Dengan gerakan sirkular, menyikat telapak tangan dan
permukaan anterior jari 10 kali gerakan
(3) Menyikat sisi ibu jari 10 kali gerakan dan bagian posterior ibu
jari 10 gerakan
22
(4) Menyikat samping dan belakang tiap jari 10 kali gerakan tiap
area, kemudian sikat punggung tangan sebanyak 10 kali
gerakan
(5) Seluruh penyikatan harus selesai sedikitnya 2 sampai 3 menit
(AORN, 1999 sebagaimana dikutip oleh Perry & Potter, 2000),
kemudian bilas sikat secara seksama
h) Dengan tepat mengingat, bagi lengan dalam tiga bagian. Kemudian
mulai menyikat setiap permukaan lengan bawah lebih bawah
dengan gerakan sirkular selama 10 kali gerakan; menyikat bagian
tengah dan atas lengan bawah dengan cara yang sama setelah
selesai menyikat buang sikat yang telah dipakai
i) Dengan tangan fleksi, mencuci keseluruhan dari ujung jari sampai
siku satu kali gerakan, biarkan air mengalir pada siku
j) Mengulangi langkah 8 sampai 10 untuk lengan yang lain.
k) Mempertahankan lengan tetap fleksi, buang sikat kedua dan
mematikan air dengan pedal kaki
l) Kemudian mengeringkan dengan handuk steril untuk satu tangan
secara seksama, menggerakan dari jari ke siku dan mengeringkan
dengan gerakan melingkar
m)Mengulangi metode pengeringan untuk tangan yang lain dengan
menggunakan area handuk yang lain atau handuk steril baru
n) Mempertahankan tangan lebih tinggi dari siku dan jauh dari tubuh
anda
23
o) Perawat memasuki ruang operasi dan melindungi tangan dari
kontak dengan objek apa pun
f.Faktor-Faktor dalam Kepatuhan Cuci Tangan
Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson (2003)
menyatakan bahwa faktor yang berpengaruh pada tindakan cuci tangan
adalah tidak tersedianya tempat cuci tangan, waktu yang digunakan
untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap kulit
dan kurangnya pengetahuan terhadap standar. Sementara itu Tohamik
(2003) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran
perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci
tangan. Kepatuhan cuci tangan juga dipengaruhi oleh tempat tugas.
Menurut Saefudin, et.al. (2006), tingkat kepatuhan untuk
melakukan KU (Kewaspadaan Universal), khususnya berkaitan dengan
HIV / AIDS, dipengaruhi oleh faktor individu (jenis kelamin, jenis
pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan), faktor psikososial
(sikap terhadap HIV dan virus hepatitis B, ketegangan dalam suasana
kerja, rasa takut dan persepsi terhadap resiko), dan faktor organisasi
manajemen (adanya kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan
kerja yang aman, adanya dukungan dari rekan kerja dan adanya
pelatihan).
Beberapa ahli sebagaimana dikemukakkan oleh Smet (1994),
mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa
24
tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik
perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang
memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta, et.al.
1999 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Karakteristik perawat meliputi variabel demografi (umur, jenis
kelamin, ras, suku bangsa dan tingkat pendidikan), kemampuan, persepsi
dan motivasi. Menurut Smet (1994), variabel demografi berpengaruh
terhadap kepatuhan. Sebagai contoh secara geografi penduduk Amerika
lebih cenderung taat mengikuti anjuran atau peraturan di bidang
kesehatan. Data demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis
kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti
memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga
akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan
aturan kerja akan semakin baik.
Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas dalam pekerjaan yang pada hakekatnya
terdiri dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Dimensi
kecerdasan telah dijumpai sebagai peramal dari kinerja, kemampuan
intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit,
kemampuan fisik mempunyai makna yang penting untuk melakukan
tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan
keterampilan (Muchlas, 1997).
25
Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahannya masing-
masing dalam soal kemampuan kerja, maka wajar-wajar saja kalau ada
perawat yang merasa mampu atau tidak mampu dalam melaksanakan
tindakan sesuai dengan protap. Demikian juga dalam pelaksanaan protap
mencuci tangan, perawat yang memiliki kemampuan melaksanakan, akan
cenderung patuh untuk melaksanakan sesuai dengan yang telah
digariskan dalam protap tersebut (Arumi, 2002).
Persepsi tentang protap akan diterima oleh penginderaan secara
selektif, kemudian diberi makna secara selektif dan terakhir diingat
secara selektif oleh masing-masing perawat. Dengan demikian muncul
persepsi yang berbeda tentang protap tersebut, sehingga kepatuhan
perawat didalam pelaksanaan protap tersebut juga akan berbeda (Arumi,
2002).
Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit
tenaga yang dimilki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau
berbuat dan bekerjasama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Azwar,
1996).
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri
atas pola komunikasi, keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat, dan
dukungan sosial. Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan
oleh perawat akan mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam
melaksanakan tindakan. Beberapa aspek dalam komunikasi ini yang
26
berpengaruh pada kepatuhan perawat adalah ketidakpuasaan terhadap
hubungan emosional, ketidakpuasan terhadap pendelegasian maupun
kolaborasi yang diberikan serta dukungan dalam pelaksanaan program
pengobatan (Arumi, 2002).
Smet (1994) mengatakan bahwa keyakinan-keyakinan tentang
kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan
mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan
fungsinya. Sedangkan dukungan sosial menurut Smet (1994)
berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial
mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran
terutama yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan
lain, pasien maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan
kesehatan serta keperawatan.
3. Penyuluhan
a. Pengertian
Penyuluhan dalam arti umum merupakan suatu ilmu sosial yang
mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat
agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang
diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Penyuluhan dengan
demikian merupakan suatu sistem pendidikan yang bersifat non formal
atau suatu sistem pendidikan diluar sistem persekolahan yang biasa,
dimana orang ditunjukkan cara-cara mencapai sesuatu dengan
27
memuaskan sambil orang itu tetap mengerjakannya sendiri, jadi belajar
dengan mengerjakan sendiri (Kartasapoetra, 1991)
b. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan
dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa
melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan.
Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan
kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai
suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat
secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu bagaimana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara
kelompok dan meminta pertolongan (Effendy, 1998). Pendidikan
kesehatan adalah suatu proses perubahan pada diri seseorang yang
dihubungkan dengan pencapaian tujuan kesehatan individu, dan
masyarakat. Pendidikan kesehatan tidak dapat diberikan kepada
seseorang oleh orang lain, bukan seperangkat prosedur yang harus
dilaksanakan atau suatu produk yang harus dicapai, tetapi sesungguhnya
merupakan suatu proses perkembangan yang berubah secara dinamis,
yang didalamnya seseorang menerima atau menolak informasi, sikap,
maupun praktek baru, yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat
(Suliha, dkk., 2002).
28
c. Tujuan Penyuluhan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan adalah (Effendy, 1998):
1) Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat
dalam membina dan memelihara perilaku hidup sehat dan lingkungan
sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal.
2) Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat yang sesuai dengan konsep hidup sehat baik fisik, mental
dan sosial sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian.
3) Menurut WHO tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk merubah
perilaku perseorangan dan atau masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Sasaran Penyuluhan Kesehatan
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakup individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat
dilakukan di rumah sakit, klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan
dan masyarakat binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan
pada keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit
menular, keluarga dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan
keadaan gizi yang buruk, keluarga dengan sanitasi lingkungan yang
buruk dan sebagainya.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran kelompok dapat dilakukan
pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai anak balita,
kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan seperti
29
kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi pelayanan
kesehatan seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain.
Penyuluhan kesehatan pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada
masyarakat binaan puskesmas, masyarakat nelayan, masyarakat
pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain (Effendy, 2003).
e. Materi/pesan
Materi atau pesan yang disampaikan kepada sasaran hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat, sehingga materi yang disampaikan dapat
dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang disampaikan sebaiknya
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, tidak terlalu sulit untuk
dimengerti oleh sasaran, dalam penyampaian materi sebaiknya
menggunakan metode dan media untuk mempermudah pemahaman dan
untuk menarik perhatian sasaran (Effendy, 2003).
f. Metode Penyuluhan
Metode yang dapat dipergunakan dalam memberikan penyuluhan
kesehatan adalah (Notoatmodjo, 2002):
1) Metode Ceramah
Adalah suatu cara dalam menerangkan dan menjelaskan suatu
ide, pengertian atau pesan secara lisan kepada sekelompok sasaran
sehingga memperoleh informasi tentang kesehatan.
30
2) Metode Diskusi Kelompok
Adalah pembicaraan yang direncanakan dan telah dipersiapkan
tentang suatu topik pembicaraan diantara 5-20 peserta (sasaran)
dengan seorang pemimpin diskusi yang telah ditunjuk.
3) Metode Curah Pendapat
Adalah suatu bentuk pemecahan masalah di mana setiap
anggota mengusulkan semua kemungkinan pemecahan masalah yang
terpikirkan oleh masing-masing peserta, dan evaluasi atas pendapat-
pendapat tadi dilakukan kemudian.
4) Metode Panel
Adalah pembicaraan yang telah direncanakan didepan
pengunjung atau peserta tentang sebuah topik, diperlukan 3 orang atau
lebih panelis dengan seorang pemimpin.
5) Metode Bermain peran
Adalah memerankan sebuah situasi dalam kehidupan manusia
dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atu lebih
untuk dipakai sebagai bahan pemikiran oleh kelompok.
6) Metode Demonstrasi
Adalah suatu cara untuk menunjukkan pengertian, ide dan
prosedur tentang sesuatu hal yang telah dipersiapkan dengan teliti
untuk memperlihatkan bagaimana cara melaksanakan suatu tindakan,
adegan dengan menggunakan alat peraga. Metode ini digunakan
terhadap kelompok yang tidak terlalu besar jumlahnya.
31
7) Metode Simposium
Adalah serangkaian ceramah yang diberikan oleh 2 sampai 5
orang dengan topik yang berlebihan tetapi saling berhubungan erat.
8) Metode Seminar
Adalah suatu cara di mana sekelompok orang berkumpul untuk
membahas suatu masalah dibawah bimbingan seorang ahli yang
menguasai bidangnya.
g. Faktor-faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam Penyuluhan
Menurut Effendy, faktor-faktor yang perlu diperhatikan terhadap
sasaran dalam keberhasilan penyuluhan kesehatan adalah:
1) Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang seseorang
terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah
seseorang menerima informasi yang didapatnya.
2) Tingkat Sosial Ekonomi
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin
mudah pula dalam menerima informasi baru.
3) Adat Istiadat
Pengaruh dari adat istiadat dalam menerima informasi baru
merupakan hal yang tidak dapat diabaikan, karena masyarakat kita
masih sangat menghargai dan menganggap sesuatu yang tidak boleh
diabaikan.
32
4) Kepercayaan Masyarakat
Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang disampaikan
oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah timbul
kepercayaan masyarakat dengan penyampaian informasi.
5) Ketersediaan Waktu di Masyarakat
Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat
aktifitas masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat
dalam penyuluhan.
h. Langkah-langkah Penyuluhan
Dalam melakukan penyuluhan kesehatan, maka penyuluh yang
baik harus melakukan penyuluhan sesuai dengan langkah-langkah dalam
penyuluhan kesehatan masyarakat sebagai berikut (Effendy, 1998) :
1) Mengkaji kebutuhan kesehatan masyarakat.
2) Menetapkan masalah kesehatan masyarakat.
3) Memprioritaskan masalah yang terlebih dahulu ditangani melalui
penyuluhan kesehatan masyarakat.
4) Menyusun perencanaan penyuluhan.
5) Menetapkan tujuan.
6) Penentuan sasaran.
7) Menyusun materi / isi penyuluhan.
8) Memilih metode yang tepat.
9) Menentukan jenis alat peraga yang akan digunakan.
10) Penentuan kriteria evaluasi.
33
11) Pelaksanaan penyuluhan.
12) Penilaian hasil penyuluhan.
13) Tindak lanjut dari penyuluhan.
i. Alat Bantu Penyuluhan (Peraga)
Alat bantu penyuluhan adalah alat-alat yang digunakan oleh
penyuluh dalam menyampaikan informasi. Alat bantu ini sering disebut
alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan meragakan sesuatu
dalam proses penyuluhan (Notoatmodjo, 2007).
Alat peraga ini disusun berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan
yang ada pada setiap manusia itu diterima atau ditangkap melalui panca
indera. Semakin banyak indera yang digunakan untuk menerima sesuatu
maka semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan
yang diperoleh. Dengan kata lain, alat peraga ini dimaksudkan untuk
mengerahkan indera sebanyak mungkin kepada suatu objek sehingga
mempermudah persepsi.
Secara terperinci, fungsi alat peraga adalah untuk menimbulkan
minat sasaran, mencapai sasaran yang lebih banyak, membantu
mengatasi hambatan bahasa, merangsang sasaran untuk melaksanakan
pesan kesehatan, membantu sasaran untuk belajar lebih banyak dan tepat,
merangsang sasaran untuk meneruskan pesan yang diterima kepada
orang lain, mempermudah memperoleh informasi oleh sasaran,
mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih
34
mendalami dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik, dan
membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
Pada garis besarnya ada 3 macam alat bantu penyuluhan yaitu :
1) Alat bantu lihat
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasikan indera
mata pada waktu terjadinya penyuluhan. Alat ini ada 2 bentuk yaitu
alat yang diproyeksikan misalnya slide, film dan alat yang tidak
diproyeksikan misalnya dua dimensi, tiga dimensi, gambar peta,
bagan, bola dunia, boneka dan lain-lain.
2) Alat bantu dengar
Alat ini berguna dalam membantu menstimulasi indera
pendengar, pada waktu proses penyampaian bahan penyuluhan
misalnya piringan hitam, radio, pita suara dan lain-lain.
3) Alat bantu lihat-dengar
Alat ini berguna dalam menstimulasi indera penglihatan dan
pendengaran pada waktu proses penyuluhan, misalnya televisi, video
cassette dan lain-lain. Sebelum membuat alat-alat peraga kita harus
merencanakan dan memilih alat peraga yang paling tepat untuk
digunakan dalam penyuluhan.
j. Media Penyuluhan
Media penyuluhan adalah semua sarana atau upaya untuk
menampilkan pesan informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator
sehingga sasaran dapat meningkat pengetahuannya yang akhirnya
35
diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan
(Notoatmodjo, 2007).
Penyuluhan kesehatan tak dapat lepas dari media karena melalui
media, pesan yang disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,
sehingga sasaran dapat mempelajari pesan tersebut sehingga sampai
memutuskan untuk mengadopsinya ke perilaku yang positif. Tujuan atau
alasan mengapa media sangat diperlukan di dalam pelaksanaan
penyuluhan kesehatan antara lain adalah (Notoatmodjo, 2007):
1) Media dapat mempermudah penyampaian informasi.
2) Media dapat menghindari kesalahan persepsi.
3) Media dapat memperjelas informasi.
4) Media dapat mempermudah pengertian.
5) Media dapat mengurangi komunikasi verbalistik.
6) Media dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap dengan
mata.
7) Media dapat memperlancar komunikasi.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan,
media ini dibagi menjadi 3 yakni (Notoatmodjo, 2007):
1) Media cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri
dari gambaran sejumlah kata, gambar atau foto dalam tata warna.
Yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer
(selebaran), flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat
36
kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi
kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan
lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-
mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat
meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu
tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat.
2) Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat
dilihat dan didengar dan penyampaiannya melalui alat bantu
elektronika. Yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio,
video film, cassette, CD, VCD. Seperti halnya media cetak, media
elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan
diulang-ulang serta jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media
ini adalah biayanya lebih tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat
canggih untuk produksinya, perlu persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya.
3) Media luar ruang
Media menyampaikan pesannya di luar ruang, bisa melalui
media cetak maupun elektronik misalnya papan reklame, spanduk,
pameran, banner dan televisi layar lebar. Kelebihan dari media ini
37
adalah lebih mudah dipahami, lebih menarik, sebagai informasi umum
dan hiburan, bertatap muka, mengikut sertakan seluruh panca indera,
penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya relatif besar.
Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,
perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan
selalu berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan
penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya. Media
penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu
memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai
dengan tingkat penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu
untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan.
4. Poster
a. Definisi
Poster termasuk jenis karya Desain Komunikasi Visual (Soehoet,
2003; Riyanto, 2011) memiliki pengertian bahwa “poster merupakan
suatu gambar atau medium komunikasi, yang menekankan suatu
pemaknaan yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat dimengerti
walau hanya sepintas melihatnya”. Menurut Lori Siebert dan Lisa Ballard
dalam yang berjudul Making a Good Layout (Graphic Design Basics,
1992) menegaskan bahwa, tugas poster adalah menangkap audiens yang
tengah bergerak dengan pesan yang ingin disampaikan.
Poster adalah lembar pengumuman/plakat untuk menyampaikan
informasi yang dipasang di tempat umum atau tempat yang dapat dibaca
38
oleh umum. Bahasa yang dipergunakan untuk membuat poster harus
singkat, padat, menarik, dan persuasif (bersifat mengajak).
Poster adalah semua bentuk media cetak berukuran besar yang di
pasang tembok atau permukaan sejenis. Umumnya poster terdiri dari teks
dan elemen visual, selain itu ada juga poster yang berisi seluruhnya teks
atau seluruhnya visual. Poster dirancang untuk menarik perhatian
sekaligus menyampaikan informasi.
Dikatakan, poster harus mampu menyampaikan informasi atau
pesan pada audiens yang sedang sibuk, hanya dalam waktu beberapa
detik. Karena waktu baca begitu singkat dan dalam situasi sibuk, maka
harus memilih salah satu informasi untuk dijadikan elemen kunci, yaitu
elemen yang paling dominan dan memiliki daya pikat (eye-catching)
paling kuat. Kemudian elemen-elemen yang lain mendukung elemen
kunci tersebut sehingga secara keseluruhan tampak menyatu, seimbang
dan harmonis.
Tugas utama poster adalah mengundang perhatian dan memberi
informasi secepat mungkin karena hanya dibaca sekilas. Tidaklah tepat
untuk menyampaikan informasi secara detail dan panjang lebar lewat
poster. Jika terdapat banyak informasi yang harus disampaikan lewat
poster, dalam poster harus tersisa ruang kosong (white-space) yang tidak
diisi gambar maupun teks. Secara visual, bidang kosong dapat memberi
kelegaan pada mata untuk istirahat dan sekaligus menonjolkan pesan
39
utamanya. Informasi yang berlebihan dan disusun berdesakan tentu
kurang efektif, cenderung tidak menarik dan membingungkan pembaca.
Poster berfungsi sebagai penyampai pesan melalui gambar serta
tulisan yang saling mendukung, maka dengan itu maksud yang ingin
disampaikan dapat diterima oleh pembaca.
b. Syarat Poster
Dalam pembuatan poster memiliki 6 syarat yang harus dipenuhi,
yakni :
1) Sederhana
2) Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok
3) Berwarna
4) Slogannya ringkas dan jitu
5) Tulisan jelas
6) Motif dan desain bervariasi
Langkah-langkah dalam pembuatan poster dapat diuraikan
sebagai berikut :
1) Perhatikan dan pelajari tema/materi
2) Pelajari draf rancangan/naskahnya
3) Siapkan alat dan bahannya ( manual/digital)
4) Buat sketsa
5) Buat desainnya
6) Perhatikan segi estetika (prinsip dan unsur media grafis)
40
Secara ringkas, Siebert dan Ballard memberi petunjuk tentang
desain poster sebagai berikut, yakni:
1) Ukuran huruf dibuat besar sehingga terbaca dari jarak yang
diperkirakan (sekitar 10-15 kali lebar poster).
2) Layout hendaknya simpel. Pilih satu elemen kunci (huruf dan
ilustrasi) sehingga pembaca dapat dengan cepat menangkap pesan.
3) Terdapat semua informasi penting: tanggal, jam, tempat, dan
sebagainya.
4) Memuat satu elemen paling dominan – judul, ilustrasi atau tipografi –
yang sekilas dapat menarik perhatian.
5) Memuat satu informasi paling penting dan ditonjolkan dengan ukuran,
warna, atau value (kontras).
6) Memuat unsur seni yang sesuai dengan pesan atau informasi.
7) Huruf dan elemen visual disusun dalam urutan yang logis. (Dibaca
dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah).
8) Ilustrasi foto hendaknya dipilih yang unusual dan di-cropping agar
lebih bisa terlihat.
9) Huruf untuk poster sebaiknya tebal (bold), warna-warna mencolok
sehingga dapat terlihat dari kejauhan.
c. Poster yang Baik
Sebuah poster dikatakan baik apabila memenuhi hal-hal dibawah
ini yaitu :
1) Segera dapat menarik perhatian orang
41
2) Dapat menanamkan pesan yang terkandung didalamnya
3) Tidak boleh ramai oleh detail/berlebihan
4) Gambar menarik, jelas, sesuai dengan pesan yag tertulis
5) Bentuk huruf sederhana, dapat dibaca dengan mudah
6) Maknanya segera dapat dipahami (pesan singkat dalam kalimat yang
jelas)
d. Jenis-jenis Poster
Berikut beberapa jenis poster (Kusrianto, 2009:338) yang
dibedakan dari desain dan penggunaannya, diantaranya:
1) Poster teks
Sebagaimana namanya, poster ini mengutamakan teks dalam
penyampaian informasi, tetapi ada pula gambar-gambar yang tertera
di dalamnya, biasa berupa simbol, gambar atau ornament-ornamen
tertentu. Pada awalnya poster digunakan untuk menyampaikan
pengumuman pemerintah kepada rakyatnya di abad-15.
2) Poster bergambar
Dengan perkembangan zaman yaitu semakin majunya
teknologi percetakan dan terjadinya Revolusi Industri di Prancis pada
akhir abad ke-17 yang disebut sebagai awal abad modern, poster
kemudian dicetak dalam jumlah besar. Para seniman-seniman poster
Prancis diantaranya Henri de Toulouse Lautrec, Piere Bonnard, dan
Jules Cheret merubah poster menjadi ekspresi seni yang inoatif, yaitu
berupa poster bergambar yang dibuat secara manual.
42
3) Poster propaganda
Pada Perang Dunia I dan II, poster semakin popular dan
banyak digunakan bahkan beberapa poster itu dijadikan barang
bersejarah yang mempunyai nilai tinggi. Poster ini dibuat sebagai
penghimbau atau ajakan kepada rakyat untuk menjadi tentara. Tahun
1917 di Amerika Serikat muncul poster Uncle Sam: I Want You!
Karya James Montgomery Flag yang dinobatkan menjadi karya desain
grafis yang bersejarah selama bertahun-tahun, hingga kini poster itu
masih ada yang memakai dalam bentuk plesetan untuk berbagai
kampanye.
4) Poster kampanye
Poster ini dipergunakan untuk menarik simpati masyarakat
pada pemilihan umum. Sampai saat ini poster kampanye selalu
dipakai dalam pemilihan kepala daerah maupun kepala negara.
Penggunaan poster ini sudah digunakan sejak tahun 1848 saat
pemilihan Presiden Amerika Serikat.
5) Poster Wanted
Poster ini digunakan untuk menemukan penjahat yang sedang
dicari oleh negara.dalam poster wanted ditampilkan paling utama
adalah foto orang yang dicari dengan berbagai sudut pandang,
umumnya dari depan dan samping, kemudian tertera keterangan-
keterangan lain.
43
6) Poster Riset dan Kegiatan Ilmiah
Poster ini biasa digunakan para kalangan akademisi untuk
mempromosikan kegiatan karya ilmiah yang akan dilakukan. Selain
untuk mempublikasikan karya ilmiah seseorang atau sekelompok
ilmuwan, poster riset dan kegiatan ilmiah ini juga harus berkaitan
dengan keterangan hak cipta dari hasil penemuannya.
7) Poster buku komik
Poster komik digunakan sebagai iklan sebuah komik, atau
lebih sering diguakan sebagai hiasan. Contoh poster komik terkenal
adalah poster Sailor Moon dan Dragon Ball.
8) Poster karya seni
Di era komputer grafis, dimana kebebasan berekspresi dalam
berkarya seni sudah sekian banyak dan kreatif, poster-poster karya
seniman terdahulu banyak dibuat oleh desainer grafis dalam bentuk
plesetan-plesetan. Selain itu karya seni poster merupakan ekspresi dari
desainer grafis yang biasanya dijadikan ajang berkreasi bagi
mahasiswa yang mempelajari bidang seni grafis.
9) Poster pelayanan masyarakat
Poster ini tidak bersifat komersial atau diperdagangkan, karena
poster ini biasanya dilombakan oleh lembaga-lembaga pemerintahan.
Kesadaran masyarakat dan memiliki apresiasi terhadap topik yang
akan dikampanyekan perlu dirasakan oleh seniman poster ini. Poster
44
pelayanan masyarakat juga kadang-kadang dimanfaatkan sebagai
media kritik sosial terhadap perilaku masyarakat dan pemerintah.
10) Poster Affirmation
Poster affirmation bertujuan untuk memotivasi seseorang
dengan kata-kata yang tertulis dalam poster. Ciri poster ini didesain
dengan warna hitam atau gambar alam sebagai latar belakangnya
dengan kata-kata motivasi.
11) Poster Komersial
Poster ini digunakan sebagai iklan suatu produk yang dikemas
secara kreatif dan artistik sehingga mampu mencuri perhatian
pembacanya. Desain poster ini dibuat khusus untuk mempromosikan
produk yang diiklankan, diproduksi dengan budget tertentu sesuai
anggaran sales promotion.
12) Poster film
Poster film ini digunakan untuk memperkenalkan sebuah film
agar menarik untuk ditonton orang sebanyak-banyaknya. Poster film
harus mampu merangsang imajinasi penonton dan
mengkomunikasikannya apa yang ada di film kepada penonton.
Secara sederhana poster terbagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Poster Niaga
Poster niaga yaitu poster yang berfungsi untuk menawarkan
barang atau jasa tertentu.
45
2) Poster Kegiatan
Poster kegiatan yaitu poster yang berisi kegiatan atau kejadian
penting yang akan dilaksanakan. Misalnya, poster konser musik,
pameran lukisan, perlombaan, pertandingan, atau pementasan drama.
3) Poster Layanan Masyarakat
Poster layanan masyarakat yaitu poster yang berisi pesan,
informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk menyadarkan
masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan bersama.
Misalnya, poster lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
c. Unsur dalam Poster
Poster memiliki elemen-elemen yang perlu diperhatikan terkait
segala unsur yng ada didalamnya. Berikut ini unsur-unsur dalam poster:
1) Titik
Titik merupakan suatu unsur visual yang relative kecil. Titik
cenderung ditampilkan dalam variasi jumlah, susunan serta kepadatan
tertentu, dan tampilan dalam bentuk kelompok.
2) Garis
Garis merupakan kumpulan titik-titik yang tersusun yang
ditapilkan dalam bentuk goresan atau coretan. Unsur ini sangat
berpengaruh terhadap terciptanya suatu obyek, dan juga batas suatu
bidang atau warna. Garis memiliki arah serta dimensi memanjang dan
46
bentuk yang beragam. Bentuk garis diantaranya lurus, melengkung,
zigzag, bergelombang, dan lainnya.
3) Bidang
Bidang adalah suatu unsur yang memiliki dimensi panjang dna
lebar. Dalam perwujudannya, bidang terbagi menjadi dua macam
yaitu bidang geometri dan non-geometri. Bidang geometri adalah
bidang yang dapat diukur keluasannya, sedangkan bidang non-
geometri sukar diukur keluasannya.
4) Ruang
Adanya ruang dikarenakan adanya bidang. Ruang lebih
mengarah pada perwujudan tiga dimensi yang melibatkan pembagian
bidang atau jarak antar objek yang berunsur, titik, garis, bidang, dan
warna. Ruang terbagi dua yaitu ruang nyata dan semu.
5) Warna
Warna adalah sebuah gejala visual yang terkadang tidak begitu
diperhatikan oleh manusia, namun kehadirannya menambah nilai
tersendiri dalam kehidupan manusia. Teori warna sangat diperhatikan
oleh beberapa ilmuwan antara lain Sir Issac Newton. Newton
berpendapat bahwa semua warna tergabung pada cahaya putih.
Menurut Marian L. David dalam buku Desain in Dress
(Sulasmi, 2002:37) warna-warna mempunyai asosiasi dengan pribadi
seseorang. Warna memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi
47
citra orang yang melihatnya, dan setiap warna juga mampu
memberikan respons secara psikologis
B. Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian-penelitian yang pernah dilakukan oleh para
peneliti sebelumnya mengenai kepatuhan hand hygiene:
Tabel 1. Penelitian terdahulu
No Nama Judul
Penelitian
Metode yang
Digunakan
Hasil Penelitian
1. Atrika
Desi
Suryoputri
– 2011
Perbedaan
Angka
Kepatuhan
Cuci Tangan
Petugas di
RSUP
DR.Kariadi
Desain studi ini
adalah cross
sectional, dengan
kelompok residen,
perawat, dan coass
sebagai sampel
enelitian. Seratus
petugas kesehatan
memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi
di bangsal Bedah,
Anak, Interna, dan
Intensive Care
RSDK selama April
sampai Juni 2011,
dilakukan observasi
selama 1 jam untuk
tiap subjek yang
diamati. Kemudian,
Angka kepatuhan
berdasarkan bangsal
adalah 24,16%
(Bedah), 26,09%
(Anak), 25,13%
(Interna), 25,9%
(HCU), 26,11%
(PICU), dan 25,72%
(ICU), dengan uji
Kruskal Wallis
didapatkan nilai
P=0,766 (tidak
signifikan).
Berdasarkan
pengelompokkan
profesi, angka
kepatuhan residen
21,22% (n=33),
perawat 31,31%
48
kuesioner dibagikan
setelah pengamatan
selesai dilakukan.
Data dideskripsikan
dalam bentuk tabel,
dilakukan uji
Kruskal Wallis dan
Mann – Whitney U
(n=35), dan coass
21,69% (n=32),
dilakukan uji Kruskal
Wallis didapatkan
nilai P=0,000
(signifikan),
dilanjutkan uji Mann–
Whitney U dengan
hasil kelompok
residen–perawat
P=0,000 (signifikan),
residen-coass
P=0,517 (tidak
signifikan), dan
perawat-coass
P=0,000 (signifikan).
2. Joko
Jamaluddi
n, Sriyono
Sugeng,
Ika
Wahyu,
Merry
Sondang -
2012
Kepatuhan
Cuci Tangan
5 Momen di
Unit
Perawatan
Intensif
Studi observasional
dengan pretest dan
desain post test
sebagai satu
kelompok. Populasi
dalam penelitian ini
adalah seluruh
perawat Intensive
Care Unit, Rumah
Sakit Pantai Indah
Kapuk. Sebelum
penelitian ini, ada
ceramah dan diskusi
tentang mencuci
Kepatuhan kebersihan
tangan dari staf
perawat selama
dibandingkan setelah
program sosialisasi
adalah 48,14 vs
60,74%. Program
Sosialisasi seperti
ceramah dan diskusi
telah meningkatkan
pengetahuan mereka
tentang kebersihan
tangan dalam 5
momen (80% vs
49
tangan pengetahuan
sebagai sosialisasi
kebersihan tangan
dalam momen 5.
Untuk menilai
pengetahuan mereka,
ada pre dan post test
dengan
menggunakan
kuesioner yang telah
memiliki validasi
dan uji realibilitas.
Kepatuhan
kebersihan tangan
pada 5 momen
dinilai jika subjek
penelitian
melakukan
kebersihan tangan
dalam 5 momen
secara keseluruhan
dengan benar.
100%)
3. Sri Melfa
Damanik,
F. Sri
Susilaning
sih, Afif
Amir
Amrullah -
2012
Kepatuhan
Hand
Hygiene di
Rumah Sakit
Immanuel
Bandung
Metode deskriptif
korelasi. Variabel
dependen adalah
kepatuhan perawat
melakukan hand
hygiene sedangkan
variabel independen
ada 8 faktor yaitu
usia, pengetahuan,
Hasil penelitian ini
diperoleh kepatuhan
perawat melakukan
hand hygiene sebesar
48,3% dan ada
hubungan yang
bermakna antara
masa kerja
(p=0,026),
50
masa kerja, tingkat
pendidikan,
ketersediaan tenaga
kerja, fasilitas,
pengawasan, dan
kebijakan rumah
Sakit. Jumlah
sampel sebanyak 58
perawat. Teknik
pengumpulan data
menggunakan
lembar kuesioner
dan observasi.
Metode observasi
dengan check list
untuk melihat
praktik hand
hygiene yang
dilakukan oleh
responden.
Observasi dilakukan
berupa format yang
berisi item-item
yang perlu diamati
dengan
menggunakan
checklist dengan 2
alternatif jawaban
yaitu “ya” dan
“tidak”
pengetahuan
(p=0,000), dan
ketersedian tenaga
kerja (p=0,000)
dengan kepatuhan
melakukan hand
hygiene.
Ketersediaan tenaga
kerja merupakan
faktor paling
dominan. Dari
temuan tersebut
rumah sakit perlu
menyeimbangkan
ketenagakerjaan
mengingat perawat
melakukan hand
hygiene melalui
upaya pendidikan
kesehatan.
51
Sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan ini merupakan penelitian
mengenai kepatuhan hand hygiene petugas petugas sebelum dan sesudah
dilakukan penyuluhan dengan pemasangan poster di rumah sakit.
Dari penelusuran literatur dan jurnal-jurnal, penelitian yang akan
dilaksanakan ini belum pernah dilakukan.
C. Landasan Teori
Kepatuhan merupakan kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk
memenuhi dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seorang pemimpin
atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau perintah. Kepatuhan
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intrinsic yang terdiri dari pengetahuan
dan pendidikan serta faktor ekstrinsik yang terdiri dari beban kerja dan
pelatihan.
Salah satu hal yang penting diperhatikan di rumah sakit yang berkaitan
dengan kepatuhan adalah kepatuhan mengenai hand hygiene petugas di rumah
sakit. Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan
menggunakan antiseptik pencuci tangan. Pada tahun 2009, WHO mencetuskan
global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu
merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas kesehatan
dengan My five moments for hand hygiene adalah melakukan cuci tangan
sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih/steril,
setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi, setelah
52
bersentuhan dengan pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar
pasien.
Mencuci tangan adalah membersihkan tangan dari segala kotoran,
dimulai dari ujung jari sampai siku dan lengan dengan cara tertentu sesuai
dengan kebutuhan dengan air mengalir untuk menghindari penyakit. Cuci
tangan dilakukan dalam beberapa kondisi antara lain sebelum melakukan
prosedur invasif misalnya menyuntik, pemasangan kateter dan pemasangan alat
bantu pernafasan; sebelum melakukan asuhan keperawatan langsung; sebelum
dan sesudah merawat setiap jenis luka; setelah tindakan tertentu, tangan diduga
tercemar dengan mikroorganisme khususnya pada tindakan yang
memungkinkan kontak dengan darah, selaput lendir, cairan tubuh, sekresi atau
ekresi; setelah menyentuh benda yang kemungkinan terkontaminasi dengan
mikroorganisme virulen atau secara epidemiologis merupakan mikroorganisme
penting; setelah melakukan asuhan keperawatan langsung pada pasien yang
terinfeksi atau kemungkinan kolonisasi mikroorganisme yang bermakna secara
klinis atau epidemiologis; setiap kontak dengan pasien-pasien di unit resiko
tinggi dan setelah melakukan asuhan langsung maupun tidak langsung pada
pasien yang tidak infeksius.
Tingkat kepatuhan dalam cuci tangan dipengaruhi beberapa faktor
antara lain ada atau tidak tersedianya tempat cuci tangan (fasilitas), waktu yang
digunakan untuk cuci tangan, kondisi pasien, efek bahan cuci tangan terhadap
kulit, tingkat pengetahuan terhadap standar, kesadaran petugas/perawat, jenis
kelamin, jenis pekerjaan, profesi, lama kerja, tingkat pendidikan, adanya
53
kesepakatan untuk membuat suasana lingkungan kerja yang aman, adanya
dukungan dari rekan kerja, dan adanya pelatihan.
Untuk meningkatkan nilai kepatuhan terhadap hand hygiene petugas
dapat dilakukan melalui penyuluhan. Penyuluhan merupakan suatu ilmu sosial
yang mempelajari sistem dan proses perubahan pada individu dan masyarakat
agar dengan terwujudnya perubahan tersebut dapat tercapai apa yang
diharapkan sesuai dengan pola atau rencananya. Dalam melakukan penyuluhan
perlu diperhatikan media yang digunakan karena melalui media pesan yang
disampaikan dapat diterima oleh sasaran/khalayak. Tujuan atau alasan media
yang digunakan harus memenuhi syarat antara lain dapat mempermudah
penyampaian informasi, dapat menghindari kesalahan persepsi, dapat
memperjelas informasi, dapat mempermudah pengertian, dapat mengurangi
komunikasi verbalistik, dapat menampilkan objek yang tidak dapat ditangkap
dengan mata, dan dapat memperlancar komunikasi.
Ada berbagai media yang digunakan untuk penyuluhan antara lain
media cetak, media elektronik, dan media luar ruang. Media cetak memiliki
kelebihan antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya rendah, dapat
dibawa kemana-mana, tidak perlu listrik, mempermudah pemahaman dan dapat
meningkatkan gairah belajar. Media cetak memiliki kelemahan yaitu tidak
dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan mudah terlipat. Beberapa
contoh yang termasuk dalam media ini adalah booklet, leaflet, flyer (selebaran),
flip chart (lembar balik), rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah,
poster, foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
54
Media elektronik memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikut sertakan
seluruh panca indera, penyajiannya dapat dikendalikan dan diulang-ulang serta
jangkauannya lebih besar. Kelemahan dari media ini adalah biayanya lebih
tinggi, sedikit rumit, perlu listrik dan alat canggih untuk produksinya, perlu
persiapan matang, peralatan selalu berkembang dan berubah, perlu
keterampilan penyimpanan dan keterampilan untuk mengoperasikannya.
Beberapa contoh yang termasuk dalam media ini adalah televisi, radio, video
film, cassette, CD, VCD.
Media luar ruang memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami,
lebih menarik, sebagai informasi umum dan hiburan, bertatap muka, mengikut
sertakan seluruh panca indera, penyajian dapat dikendalikan dan jangkauannya
relatif besar. Kelemahan dari media ini adalah biaya lebih tinggi, sedikit rumit,
perlu alat canggih untuk produksinya, persiapan matang, peralatan selalu
berkembang dan berubah, memerlukan keterampilan penyimpanan dan
keterampilan untuk mengoperasikannya. Yang termasuk dalam media luar
ruang misalnya papan reklame, spanduk, pameran, banner dan televisi layar
lebar.
Media penyuluhan kesehatan yang baik adalah media yang mampu
memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
penerimaan sasaran, sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah
perilaku sesuai dengan pesan yang disampaikan. Mengingat keterbatasan
waktu yang dimiliki petugas maka media penyuluhan yang digunakan juga
55
yang mampu menyampaikan informasi dengan singkat. Salah satunya adalah
poster. Poster merupakan suatu gambar atau medium komunikasi, yang
menekankan suatu pemaknaan yang terkandung di dalamnya, sehingga dapat
dimengerti walau hanya sepintas melihatnya. Poster mampu menyampaikan
informasi atau pesan pada audiens yang sedang sibuk, hanya dalam waktu
beberapa detik. Poster dapat menjangkau khalayak sasaran heterogen,
mempunyai frekuensi tinggi sehingga dapat dilihat berkali-kali, cepat
memperoleh perhatian, adanya kesatuan yang harmonis antara unsur-unsur
penyusunan poster seperti unsur teks verbal headline, bodycopy, caption
(keterangan gambar), unsur rupa / visualnya (ilustrasi / elemen disain), dan
memberikan kejutan sehingga menarik perhatian, bisa dicapai dengan kontras
warna, ilustrasi, bentuk huruf dan komposisi.
Untuk mencapai tujuan dalam meningkatkan kepatuhan hand hygiene
petugas di rumah sakit maka poster perlu didesain agar memenuhi syarat poster
yang baik yaitu segera dapat menarik perhatian orang, dapat menanamkan
pesan yang terkandung didalamnya, tidak boleh ramai oleh detail/berlebihan,
gambar menarik, jelas, sesuai dengan pesan yang tertulis, bentuk huruf
sederhana, dapat dibaca dengan mudah, dan maknanya segera dapat dipahami
(pesan singkat dalam kalimat yang jelas).
Poster mengenai hand hygiene merupakan poster pelayanan masyarakat
yaitu poster yang berisi pesan, informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk
menyadarkan masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan
bersama yaitu menjaga kebersihan untuk mencegah penularan infeksi.
56
D. Kerangka Konsep
Penyuluhan Hand hygiene
Hand hygiene petugas Poster
Rumah sakit
Patuh
Tidak Patuh
1
2
Faktor:1. Fasilitas cuci tangan2. Waktu yang digunakan untuk cuci
tangan3. kondisi pasien4. efek bahan cuci tangan terhadap
kulit5. tingkat pengetahuan terhadap
standar6. kesadaran petugas/perawat7. jenis kelamin8. jenis pekerjaan9. profesi10. lama kerja11. tingkat pendidikan12. adanya kesepakatan untuk
membuat suasana lingkungan kerja yang aman
13. adanya dukungan dari rekan kerja
14. adanya pelatihan
1. cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien
2. cuci tangan sebelum melakukan prosedur bersih/steril
3. cuci tangan setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien risiko tinggi
4. cuci tangan setelah bersentuhan dengan pasien
5. cuci tangan setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien.
Kepatuhan Hand hygiene
petugas
Ketidakpatuhan Hand hygiene
petugas
3
4
57
E. Hipotesis
Dari uraian di atas dapat ditarik hipotesis bahwa penyuluhan hand
hygiene dengan menggunakan poster yang dipasang di rumah sakit dapat
meningkatkan kepatuhan hand hygiene petugas.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental yaitu teknik
penelitian dimana penelitinya memiliki otoritas untuk melakukan intervensi
kepada subjek penelitian. Dalam penelitian ini, bentuk intervensi yang
diterapkan adalah dengan memberikan penyuluhan.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan longitudinal dengan
rancangan O1 x O2. Pendekatan longitudinal yaitu pendekatan yang
dipergunakan untuk memahami perkembangan perilaku dan pribadi seseorang
atau sejumlah kasus tertentu (mengenai satu atau sejumlah aspek perilaku atau
pribadi tertentu) dengan mengikuti proses perkembangan dari satu titik waktu
atau fase tertentu ke titik waktu atau fase yang berikutnya. Rancangan O1 x O2
yang dimaksud adalah dengan membandingkan kondisi sebelum mendapatkan
intervensi penyuluhan dan sesudah mendapatkan intervensi penyuluhan.
B. Subyek dan Obyek penelitian
Ruang lingkup penelitian merupakan tempat dimana peneliti
mendapatkan atau memperoleh data yang berasal dari para responden dalam
hubungannya dengan variabel yang akan diteliti yaitu kepatuhan hand hygiene
59
petugas di rumah sakit. Obyek dalam penelitian ini adalah rumah sakit yang
akan memberikan penyuluhan hand hygiene dengan menggunakan poster.
Adapun penelitian ini dilakukan di rumah sakit. Subyek penelitian ini
adalah semua petugas rumah sakit yang berhubungan dengan pasien sebagai
responden yaitu dokter dan perawat. Waktu penelitian adalah pada bulan Juli-
Oktober 2013.
C. Populasi dan Sampel
Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai
generelasi hasil penelitian. Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian
(Arikunto, 2006). Azwar (2009) mengungkapkan populasi juga dibatasi
sebagai himpunan individu atau benda atau objek yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang sama dan diamati serta dibedakan dari kelompok subjek lain.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas di rumah sakit yang
berhubungan dengan pasien.
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi yang harus memiliki ciri-
ciri yang dimiliki dalam populasi (Azwar, 2004). Jumlah sampel dalam
penelitian ini ditentukan dengan rumus:
Z2 1- /2 p (1-p) N
n = ------------------------------
d2(N-1) + Z2 1- /2 p (1-p) (Lemeshowb dkk, 1997)
Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
60
= derajat kepercayaan
p = proporsi petugas dengan kepatuhan hand hygien baik
q = 1-p (proporsi petugas dengan kepatuhan hand hygien tidak baik)
d = limit dari error atau presisi absolut (0,05)
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling.
Purposive sampling menurut Sugiyono (2010 : 46) adalah mengambil
responden dengan pertimbangan khusus. Pertimbangan yang dipakai oleh
peneliti yaitu petugas kesehatan merupakan pihak yang berhubungan langsung
dengan pasien dan penyebar infeksi paling memungkinkan.
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdiri dari 2 (dua) variabel yaitu 1 (satu) variabel
bebas yaitu penyuluhan dengan poster dan 1 (satu) variabel terikat yaitu
kepatuhan hand hygiene petugas.
E. Definisi Operasional
Variabel penelitian adalah simbol-simbol yang digunakan untuk
memaknakan fenomena atau simbol-simbol yang di isi dengan makna tertentu
(Muh Nasir, 1996:19). Definisi operasional merupakan penjabaran dari tiap
variabel dalam indikator-indikator yang terperinci. Definisi operasional dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Penyuluhan, yaitu kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat
61
tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan
suatu anjuran yang ada hubungannya dengan perilaku cuci tangan yang
benar untuk mencegah penyebaran infeksi nosokomial. Variabel ini
diukur dengan menggunakan skala nominal yang dikategorikan menjadi
2 yaitu :
1. Sebelum penyuluhan
2. Sesudah penyuluhan
2. Kepatuhan merupakan kecenderungan dan kerelaan seseorang untuk
memenuhi dan menerima permintaan, baik yang berasal dari seorang
pemimpin atau yang bersifat mutlak sebagai sebuah tata tertib atau
perintah, dimana hal ini diketahui dari jawaban yang mereka berikan
pada kuesioner yang disebarkan oleh peneliti. Hasil dari kuesioner ini
diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dikategorikan menjadi
3 yaitu :
a. Baik : jika jawaban benar ≥ 76% - 100%
b. Sedang : jika jawaban benar ≥ 56% - 75%
c. Kurang : jika jawaban benar < 55% (Arikunto, 2007).
Untuk analisis data, digunakan skala data interval.
F. Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan
kuesioner, yaitu instrumen pengumpulan data atau informasi yang
dioperasionalisasikan ke dalam bentuk item atau pertanyaan. Penyusunan
62
kuesioner dilakukan oleh peneliti sendiri dengan harapan dapat mengetahui
variabel-variabel apa saja yang menurut responden merupakan hal yang
penting. Tujuan penyusunan kuesioner adalah untuk memperbaiki bagian-
bagian yang dianggap kurang tepat untuk diterapkan dalam pengambilan data
terhadap responden (Arikunto, 2007).
Bersama dengan kuesioner dilampirkan juga surat pengantar kepada
responden mengenai keperluan penyebaran kuesioner tersebut dan informed
consent sebagai pernyataan tertulis bahwa responden dengan suka rela tanpa
ada unsur paksaan bersedia mengisi kuesioner tersebut.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat
Sebelum dilakukan analisis, peneliti terlebih dulu melakukan uji
validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner. Validitas dan reliabilitas (tingkat
kesahihan dan kepercayaan) sangat diperlukan dalam suatu penelitian.
Maksudnya alat ukur yaitu kuesioner dan daftar nilai yang digunakan untuk
mengukur dan mengambil data adalah valid dan reliabel. Jadi uji validitas dan
reliabilitas terhadap alat ukur dilakukan sebelum dilakukan pengambilan data
penelitian yang sesungguhnya. Maksud uji validitas dan reliabilitas alat ukur
adalah agar nantinya didapat data yang representatif dalam penelitian.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam uji validitas dan
reliabilitas adalah sebagai berikut:
63
1. Memilih lokasi untuk uji validitas dan reliabilitas yang memiliki
karakteristik mirip dengan lokasi penelitian yang sesungguhnya. Untuk itu
dipilih rumah sakit X karena sama-sama memiliki petugas kesehatan
2. Menyebarkan kuesioner yang telah disusun di salah satu bagian ruang
penanganan pasien.
3. Menganalisis data hasil penyebaran kuesioner untuk dianalisis validitas
dan reliabilitasnya.
a. Uji Validitas
Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Sugiyono, 2010). Menurut
Sugiyono (2010) uji validitas dapat dilakukan dengan rumus “product
moment”, yaitu :
r =
Keterangan:
r = koefisien korelasi x dan y / product moment
x = skor pertanyaan
y = skor total pertanyaan
xy = skor pertanyaan dikalikan skor total
N = jumlah populasi
Pengolahan data uji validitas dalam penelitian ini
menggunakan program SPSS for windows release 12. Selanjutnya hasil
dikorelasi dan dihitung kemudian dilihat pada tabel product moment
64
untuk mengetahui nilai korelasinya signifikan, yaitu jumlah dan
tingkat kesalahan 5%, taraf kepercayaan 95%. Suatu kuesioner
dikatakan valid apabila memenuhi kriteria nilai signifikansi (p) < 0,05.
Butir soal dinyatakan gugur apabila tidak sesuai dengan kaidah
uji yang digunakan. Syarat soal valid yaitu apabila butir soal tersebut :
1) Korelasi antara butir dengan faktor harus positif.
2) Peluang galat (p) dari korelasi maksimal 5%.
Nilai kesahihan (validitas) setiap butir (koefisien korelasi
Product Moment) sebenarnya masih perlu dikoreksi karena kelebihan
bobot. Kelebihan bobot ini terjadi karena skor butir yang dikorelasikan
dengan skor total ikut sebagai komponen skor total dan hal ini
menyebabkan koefisien korelasi menjadi lebih besar (Hadi, 2000).
Formula untuk membersihkan kelebihan bobot ini dipakai formula part
whole. Adapun formula part whole adalah sebagai berikut:
rtp.t - SDp
rpq =
SDpt2 + SDp
2 – 2rtp.SDp
Keterangan:
Rpq = Koefisien korelasi antara X dan Y setelah koreksi.
rtp = Koefisien korelasi product moment.
SDt = Standart Deviasi.
SDp = Standart deviasi bagian (dalam Azwar, 2000).
65
Nilai kesahihan (validitas) r product moment kemudian
dikoreksi dengan formula part whole. Item dikatakan valid/sahih jika
nilai rhitung > rtabel.
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya. Cara mengukur reliabilitas adalah dengan cronbach alpha
(Sugiyono, 2010) yang rumusnya sebagai berikut :
Keterangan:
R11 = Reliabilitas instrumen
K = Banyaknya butir pertanyaan
∑ = Jumlah varian butir
δ = Varians total
Dimana suatu instrumen dapat dikatakan reliable bila memiliki
koefisien keandalan atau alpha sebesar:
1) < 0,6 maka pernyataan tidak reliable
2) 0,6 – 0,7 maka pernyataan acceptable
3) 0,7 – 0,8 maka pernyataan baik (reliable)
4) 0,8 maka pernyataan sangat baik (reliable)
4. Membuang pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid/sahih, dan memakai
pertanyaan-pertanyaan yang valid/sahih saja untuk disebarkan pada
penelitian yang sesungguhnya.
66
H. Tahap Analisis Data
Pengolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan
langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:
1. Editing
Meneliti kembali setiap daftar pertanyaan yang telah diisi dari hasil
pengisian kuesioner. Dalam hal ini editing meliputi kelengkapan dan
kesalahan dalam pengisian kuesioner.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)
terhadap data yang memiliki beberapa kategori: pemberian kode pada setiap
nomor pertanyaan sesuai jawaban yang diberikan responden dengan
ketentuan skor 1 jika jawaban yang “benar” dan skor 0 jika “salah”.
3. Tabulating
Dari data mentah (raw table) dilakukan penataan data (aray data)
kemudian menyusun dalam bentuk tabel distribusi atau tabel silang (dummy
table). Kegiatan pengolahan data dilakukan setelah semua data selesai
dikumpulkan, analisa data dilakukan secara deskriptif dengan bentuk
distribusi frekuensi yaitu dengan menjalankan setiap kategori (dalam %)
untuk mendapatkan persentase dari setiap jawaban.
Dua jenis analisis dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat yaitu analisis yang dilakukan hanya pada satu
variabel (Sugiyono, 2010). Analisis variabel dalam penelitian ini
67
dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dan persentase
kepatuhan hand hygienis petugas
2. Analisis Bivariat
Analisa data selanjutnya adalah membandingkan kondisi pre test
dan post test penyuluhan. Berikut ini adalah gambar yang menunjukkan
jalannya penelitian:
Pre test Post test
1 2
Untuk mencari perbedaan kepatuhan hand hygiene sebelum dan
sesudah penyuluhan dengan menggunakan poster, maka digunakan uji
beda t (independent sample t test) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
xa = Rerata pre test
xb = Rerata post test
68
Sp = Standard deviasi gabungan
na = Banyaknya sample pre test
nb = Banyaknya sample post test
69
DAFTAR PUSTAKA
Bauer TM, et.al. An epidemiological study assessing the relative importance of airborne and direct contact transmission of microorganisms in a medical intensive care unit. J Hosp Infect; May 1990; 15(4): 301-309.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 8. Departemen Kesehatan. Riset kesehatan dasar (RISKESDAS). 2007. Jakarta: Departemen Ke sehatan RI
Garner JS, & Favero MS. Guideline For Handwashing And Hospital Environmental Control. Hospital Infections Program Center For Intectious Diseases, Centers For Disease Control And Prevention; 1985.
George, David L. Nosocomial Pneumonia. Dalam: Mayhall C, Glen. Hospital Epidemiology and Infection Control. Williams & Wilkins, Baltimore; 1996.
Jamaluddin, Joko; Sugeng, Sriyono; Wahyu, Ika, dan Merry Sondang. 2012. Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Intensive Care Unit Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk. Volume 2 Nomor 3 Juli 2012
Larson EL, Quiros D, Lin SX. Dissemination of 7. the CDC’s hand hygiene guideline and impact on Infection Rates. Am J Infect Control 2007;35(10): 666–75
Musadad DA, Agustin L, Kasnodihardjo. Kebiasaan Cuci Tangan Petugas Rumah Sakit dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial. Cermin Dunia Kedokteran; 1993; 82: 28-31.
Suryoputri, Atrika Desi. 2011. Perbedaan Angka Kepatuhan Cuci Tangan Petugas Kesehatan di RSUP Dr.Karyadi. Studi di Bangsal Bedah, Anak, Interna, dan ICU. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro
Talon D, et.al. Risks and Routes for Ventilator-Associated Pneumonia with Pseudomonas aeruginosa. Am. J. Respir; Crit. Care Med; March 1998; 157(3): 978-984
Tietjen, Linda. 2004. Panduan pencegahan infeksi untuk pelayanan kesehatan dengan Sumber daya terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroraharjo.
Zuhriyah, Lili. 2004. Gambaran Bakteriologis Tangan Perawat. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XX, No.1, April 2004.
70
http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=123:surveilans-infeksi-di-rumah-sakit
http://adingpintar.files.wordpress.com/2012/03/poster-2012.pdf