Review Jurnal Geomorfologi Terapan

4
REVIEW JURNAL INTERNASIONAL DAN NASIONAL GEOMORFOLOGI TERAPAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geomorfologi Terapan Disusun Oleh : LEO WIBOWO SETA NUGRAHA 32114131012 Dosen Pengampu : 1. Drs. Sriyono, M.Si 2. Dr. Erni Suharini, M.Si 3. Fakhruddin Hanafi S.Si, M.Sc JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2015

description

Geomorfologi Terapan

Transcript of Review Jurnal Geomorfologi Terapan

Page 1: Review Jurnal Geomorfologi Terapan

REVIEW JURNAL INTERNASIONAL DAN NASIONAL GEOMORFOLOGI TERAPAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Geomorfologi Terapan

Disusun Oleh :

LEO WIBOWO SETA NUGRAHA

32114131012

Dosen Pengampu : 1. Drs. Sriyono, M.Si

2. Dr. Erni Suharini, M.Si

3. Fakhruddin Hanafi S.Si, M.Sc

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2015

Page 2: Review Jurnal Geomorfologi Terapan

IDENTIFICATION OF GROUNDWATER POTENTIAL ZONES WITHIN AN AREA WITH VARIOUS

GEOMORPHOLOGICAL UNITS BY USING SEVERAL FIELD PARAMETERS AND A GIS APPROACH

IN KULON PROGO REGENCY, JAVA, INDONESIA

A. Introduction

Groundwater is dynamic and affected by a number of natural factors. Geology and geomorphology strongly dictate

the prospect of groundwater in an area. Geological structures affect the direction of ground water movement , type,

and aquifer thickness. The stratigraphy of several layers of rock can impinge on the type, depth, and thickness of the

aquifer. Because there is a strong relations between geology-geomorphology and groundwater conditions, geological

and geomorphological conditions can be studied to determine the distribution of potential groundwater resources in a

region. In recent years, following the improvement of the more modern geographic information system (GIS), the

mapping of groundwater potential zonation has become easier and faster. In this study, groundwater potential is

approximated by mapping several influenced parameters that are easily measured in the field.

B. Methodology

The Indonesian Topographic Map (RBI ) sheet no. 1408-21 2 and 14 08-213 scale 1:25,0 00 was used for the

preparation of the base map, and the contour data inside were needed to identify the relief conditions. In addition,

regional geologic maps were used to determine the types of rocks in the study area. Digital Landsat ETM+ data (Path

65, Row 200, 21June 2009) , which was processed with ENVI soft ware to fill the ETM+gap ( Scaramuzza et al.

2004), were used to interpret the geomorphology unit boundaries.The geomorphology interpretation was conducted

using the landform approach (Rao 2002; Prashas ti et al. 2011 ),which considers the following aspects: (1) relief,

slope,aspect, and contour based on 12.5 m contour intervals derived from an RBI map; (2) hydrological features line

Drainage systems; (3) supported dat a, viz. geology, soil, and climate ; and (4) the manual delineation of landform

units, which was based on visual int rpretations of Digital Landsat ETM+ data using an image interpretation key,which

included tone, text ure, pattern, shape, and association. Finally, the result was verified with ground truth surveys to

confirm the interpretation results against actual conditions in the field. There were four groundwater parameters were

surveyed in the field:(a) Depth to the water table. (b) Water table fluctuation. (c) Fluid conductivity. (d) Aquifer

thickness.

C. Results

Parts of the study area were classified into the following categories based on groundwater potential: a good class (

>8.0), a moderate class(6.0 –8.0), and a poor class ( <6.0). The good class is derived from the combination of high

scores in t he field parameters (i.e.,a shallow water table, low water table fluctuation, low EC value,and thick aquifer),

and the opposite is true f or the poor class.There were no specific classification s on the scale of good,moderate, and

poor groundwater potential zones such as the ones presented by Saraf and Choudhury ( 1997 ) a nd Preeja e t a l.(2010

). This classification is more dependent on the expertise and knowledge of researchers on the areas investigated.Of

the total area, 5.83 km2, or approximately 45.86 % ofthe total area, was classified as moderate prospective zones. Good potential zones constituted 4.53 km2 (35.58 %), where-as poor potential zone accounted for only 2.36 km2

(18.56 % of the area).

D. REVIEW

Jurnal ini tentang pontsi air tanah ini sangat menarik untuk dibaca terutama mahasiswa jurusan geografi. Jurnal ini

dapat menggambarkan bagaimana untuk mengetahui tentang potensi air tanah baik dari segi ketebalan lapisan

aquifer,fluktuasi muka air tanah, distribusi muka air tanah,dan fluid conductivity distribution. Data yang ditampilkan

tiap parameters pun disajikan dengan sangat baik dan baik dalam bentuk table sehingga para pembaca dapat mengerti

dan memahami dengan mudah. Tidak hanya di tampilkan melalui table-tabel namun hasil dari penelitian juga di

visualisasikan dengan peta-peta yang di susun tiap parameter yang ada. Hasilnya juga di simpulkan dengan baik

memperhatikan luas wilayah tiap bentukkan lahan sesuai potensi air tanah yang ada.

Kekurangan dari jurnal ini adalah adalah klasifikasi parameter yang digunakan adalah hasil dari pengalaman penelitian

penulis yang mungkin juga di bandingkan dengan penelitian yang lainnya mungkin tidak sama

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK KAJIAN TINGKAT

BAHAYA EROSI

(Kasus di Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur)

A. Latar Belakang Masalah

Kegiatan pembukaan lahan banyak yang dilakukan secara intensif dan terus menerus akan mengakibatkan

pengaruh yang buruk terhadap tanah dan tutupan lahan diatasnya sehingga pada akhirnya akan terjadi suatu

Page 3: Review Jurnal Geomorfologi Terapan

degradasi lahan. Salah satu bentuk ancaman degradasi lahan yang dominan di Indonesia adalah terjadinya erosi

tanah yang berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis yang semakin meluas dan memberikan dampak

yang negatif bagi daerah sekitarnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai suatu daerah penting dengan batas

ekologis merupakan satu kesatuan kawasan hulu dan hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. Sub DAS

Karang Mumus dimana merupakan salah satu daerah aliran sungai yang hilirnya berada di Kota Samarinda

dengan semakin maraknya kegiatan pembukaan lahan dari hulu sampai hilir mengakibatkan ekosistem di Sub

DAS Karang Mumus mengalami persoalan terkait lingkungan.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian menggunakan citra multi temporal dari tahun 1997 sampai 2009 menggunakan citra satelit landsat

5 dan 7 sebagai sumber data. Beberapa parameter, diantaranya: Tranformasi NDVI (Normalized Difference

Vegetation Index), Klasifikasi Multispektral Supervised Maximum Likelihood, Deteksi Perubahan Penutup

Lahan(Post Classification Change Detection), dan Universal Soil Less Equation.

C. Hasil dan pembahasan

Pada citra Landsat TM tahun 1997 hasil NDVI berkisar -0.298201 – 0.781293, pada citra Landsat TM tahun

2006 didapatkan nilai indeks yang berkisar dari -0.380983 - 0.79596, sedangkan untuk tahun 2009 pengolahan

transformasi NDVI yang dilakukan, nilai indeks yang dihasilkan berkisar dari -0.415 - 0.837. Dari hasil penentuan

sampel objek untuk membangun kelas training dalam sistem klasifikasi terselia yang digunakan di Sub DAS

Karang Mumus untuk citra Landsat TM tahun 1997 dan tahun 2006 serta citra Landsat ETM+ tahun 2009

terdapat 7 kelas penutup lahan, yaitu Vegetasi Kerapatan Tinggi (VKT), Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS),

Lahan Pertanian Kering (LPK), Lahan Pertanian Basah (LPB), Tubuh Air, Lahan Terbuka, Permukiman yang

akan dilakukan uji akurasi di lapangan. Analisis yang digunakan adalah change detection statistics. Terlihat pada

analisis perubahan penutup lahan tentatif tahun 1997 sampai tahun 2006 yang mengalami perubahan terbesar

dari tutupan lahan lainnya adalah Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan nilai 102216 piksel sedangkan

perubahan penutup lahan tentatif tahun 2006 sampai tahun 2009 yang mengalami perubahan terbesar dari

tutupan lahan lainnya adalah Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan nilai 115577 piksel. Dari hasil perhitungan

nilai laju erosi pada tahun 1997 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi terbesar adalah permukiman dengan

58087.92 ton/ha/tahun. Pada tahun 2006 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi terbesar adalah kebun

campuran dengan 161764.62 ton/ha/tahun, sedangkan untuk tahun 2009 penggunaan lahan dengan nilai laju erosi

terbesar adalah 162 lahan terbuka dengan 190981.75 ton/ha/tahun. Dari hasil analisis yang dilakukan, pada tahun

1997 diperoleh tingkat bahaya erosi yang dominan masuk pada kelas sedang dengan luas 10056.72 Ha. Pada

tahun 2006 terjadi perubahan hampir merata pada tiap luasan klasifikasi tingkat bahaya erosi, untuk tingkat

bahaya erosi yang dominan masuk pada sedang dengan luas 8796.92 Ha. Untuk tahun 2009 terjadi perubahan

yang dirasa cukup signikan, terlihat untuk kelas sangat berat terjadi perubahan signifikan menjadi paling

dominan dengan luas 13093.42 Ha.

D. Review/Komentar Terhadap Jurnal

Jurnal ini sebenarnya sudah sangat baik akan dengan menggunakan analisis dari data citra satelit yang di olah dan

juga menggunakan pengolahan statistik. Penelitian dapat memberikan memberikan gambaran secara detail data yang

sifatnya multi temporal selama 12 tahun dari tahun 1997 sampai 2009. Setiap parameter yang di gunakan pun selalu

menggunakan data yang di turunkan langsung dari citra bukan dari data sekunder yang telah diolah oleh pihak lain.

Hasil dari pembahasan pun di kemas dalam bentuk table yang membuat tulisan hasil pembahasan yang bentuknya

deskriptif dapat pembacaannya di sederhanakan ke dalam bentuk kolom. Kekurangan dari penelitian ini terletak pada

penulis kurang memberikan informasi yang sedikit lebih jelas terkait lokasi penelitian yang diteliti, karena pembaca

tentunya berasal dari berbagai daerah yang juga belom paham lokasinya. Selain itu para pembaca yang belum

mengetahui secara jelas terkait hasil dari tiap parameter setiap NDVI yang memiliki nilai-nilai angka kesulitan

menyerap informasi. Yang terakhir penelitian ini menurut saya kurang memberikan grafik perkembangan dari tahun

1997 sampai 2009, dengan memeberikan grafik tersebut para pebaca akan jauh lebih paham terkait perkembangan

data secara multi temporal tersebut.

Deformasi Geomorfologi Alur Sungai Pada

Daerah Aliran Sungai Jeneberang Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan

A. Latar Belakang Masalah

Pembentukan bentangalam melalui proses endogen maupun eksogen akan menghasilkan topografi permukaan

bumi yang berbentuk cekungan, pedataran, perbukitan dan pegunungan, termasuk bentuk alur sungai. Morfotektonik merupakan karakter bentangalam yang berhubungan dengan tektonik (Doornkamp, 1986). Dalam

perkembangannya, karakteristik bentangalam secara kuantitatif turut memperkaya pemahaman tentang

morfotektonik. Pada skala lokal dan regional fenomena tektonik dapat dikenali dari bentangalam yang khas, seperti

Page 4: Review Jurnal Geomorfologi Terapan

gawir, bentuk lembah, kelurusan perbukitan, kelurusan sungai, pola pengairan dan lain-lain (Doornkamp, 1986).

Gerakan tanah (Longsor) atau mass movement adalah suatu proses perpindahan massa tanah atau batuan dari

tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah karena pengaruh gaya gravitasi (Falah, drr.,2003). Beberapa

faktor penyebab terjadinya gerakan tanah diantaranya : gaya gravitasi, kemiringan lereng, sifat fisik tanah/batuan,

gempa, dan aktivitas manusia. Gaya gravitasi menyebabkan perpindahan massa batuan, regolit dan tanah dari tempat

yang tinggi ke tempat yang rendah. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan

ke tempat yang lebih rendah. Sungai biasanya membawa material tersebut ke laut dan tempat yang rendah

lainnya untuk diendapkan, sehingga terbentuklah bentang alam bumi perlahan-lahan (van Zuidam, 1983).

Bentang alam hasil rombakan material longsoran yang mengendap pada Sungai Jeneberang mengakibatkan

perpindahan alur sungai. Hal ini terlihat dengan membandingkan citra landsat dengan citra landsat pada tahun yang

berbeda.

B. Metode Penelitian

Pengolahan data citra landsat memerlukan beberapa tahap, sebagai berikut: 1) Persiapan, Kegiatan utama dari tahap

persiapan adalah untuk menghimpun semua data dan informasi yang relevan dengan studi struktur geologi,

morfotektonik dan morfometri menggunakan metode penginderaan jauh. 2) Pengolahan Citra, Pada tahap ini,

dilakukan pengolahan citra untuk mengidentifikasi struktur geologi. 3) Interpretasi data citra, Pada tahap ini

dilakukan proses interpretasi hasil pengolahan data citra berdasarkan karakteristik lingkungan litosfer (struktur,

morfotektonik, morfometri) untuk mengidentifikasi kenampakan permukaan bumi. 4) Survai Lapangan, Pada

tahap ini dilakukan pengambilan data yang meliputi pengambilan data visualisasi (gambar), keadaan morfologi,

arah kelurusan dan posisi. 5) Verifikasi data, Hasil dari survei lapangan dilakukan verifikasi terhadap hasil dari

pengolahan citra. Hasil dari verifikasi ini akan memberikan informasi data morfotektonik Das Jeneberang.

C. Hasil dan Pembahasan

Penggunaan beberapa teknik pemrosesan data citra landsat 7 ETM pada tiap tahunnya diantaranya tahun 1999,

2002, 2007, 2009, dan 2010. Citra yang diperoleh dari tiap tahunnya akan dibandingkan, sehingga diperoleh

beberapa informasi diantaranya pergeseran kelurusan, kerapatan kelurusan, perubahan pola aliran sungai dan

gradien sungai sebagai indeks geomorfologi. Nilai rata-rata gradien sungai di sepanjang Sungai Jeneberang dari

subdas Malino, Lengkese dan Jeneberang Hilir, masing-masing: 357,799 , 393,460, 226,443. Hal ini

mengindikasikan subdas Malino dan dan Lengkese tektonik aktif. Subdas Malino dan Lengkese berdekatan

demgan zona sesar aktif Walenae. Nilai rasio percabangan sungai (Rb) pada DAS Jeneberang antara 2,441 – 2,721.

Nilai rasio kerapatan sungai (Dd) antara 0,990 – 3,564. Penentuan deformasi alur sungai menggunakan analisis

citra satelit diperoleh sekitar 9,770 meter di bagian hulu dan 3,391 di bagian hilir. Deformasi alur sungai

DAS Jeneberang Hulu dan Tengah menunjukkan dominan arah selatan, sementara bagian Hilir DAS Jeneberang

dominan arah utara. Nilai indeks sinusitas sungai menunjukkan nilai antara 1,261 - 1,858. Indeks sinusitas sungai ini

menunjukkan sungai tersebut bertipe berliku, sungai bertipe sinus.

D. Review

Jurnal ini sangat baik dalam mendeskripsikan kondisi fisik dari DAS Jeneberang, sangat detail sehingga pembaca

dapat memahami daerah DAS Jenebarang. Setiap metode penelitian juga dijelaskan dengan baik sehingga para

pembaca tahu dan mengerti. Kekurangan jurnal ini jumlah halaman terlalu banyak dan hasil pembahasan juga kurang

di tampilkan secara baik karena hanya di tampilkan secara deskriptif sehingga memuat banyak kata dan kalimat. Akan

jauh lebih baik ketika data tersebut di buat table sehingga data dapat ditampilkan lebih sederhana dan ringkas.