Review Buku

23
REVIEW BUKU Self Government (Studi Perbandingan Tentang Desain Administrasi Negara) Buku karangan Yusra Habib Abdul Gani ini terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama memuat tentang segala hal mengenai self government itu sendiri. Mulai dari awal mula lahirnya self government, pengertian, pengaturan, persinggungannya dengan legalitas hukum, dan tantangan untuk merumuskan dan implementasinya. Bagian kedua menjelaskan tentang penyelenggaraan self government di berbagai negara. Diantaranya, Faero, Hong Kong, Puerto Rico, Skotlandia, Tibet, Amerika Serikat, Aceh, Greenland, Sabah & Serawak, Monaco, Palestina, dan terakhir Bouganville. Sementara bagian ketiga berisi kesimpulan dan komentar politisi dari berbagai negara perihal self government. Dalam buku ini terdapat lima desain self government yang dapat dikategorikan sebagai berikut, pertama, politisi daerah atau negara bagian menuntut, memberikan ide/inisiatif supaya pemerintah pusat memberikan 1

Transcript of Review Buku

Page 1: Review Buku

REVIEW BUKU

Self Government

(Studi Perbandingan Tentang Desain Administrasi Negara)

Buku karangan Yusra Habib Abdul Gani ini terbagi menjadi tiga bagian.

Bagian pertama memuat tentang segala hal mengenai self government itu sendiri.

Mulai dari awal mula lahirnya self government, pengertian, pengaturan,

persinggungannya dengan legalitas hukum, dan tantangan untuk merumuskan dan

implementasinya.

Bagian kedua menjelaskan tentang penyelenggaraan self government di

berbagai negara. Diantaranya, Faero, Hong Kong, Puerto Rico, Skotlandia, Tibet,

Amerika Serikat, Aceh, Greenland, Sabah & Serawak, Monaco, Palestina, dan

terakhir Bouganville. Sementara bagian ketiga berisi kesimpulan dan komentar

politisi dari berbagai negara perihal self government.

Dalam buku ini terdapat lima desain self government yang dapat dikategorikan

sebagai berikut, pertama, politisi daerah atau negara bagian menuntut, memberikan

ide/inisiatif supaya pemerintah pusat memberikan kekuasaan dan kewenangan penuh

kepada pemerintah daerah untuk menjalankan administrasi khas daerah di pelbagai

bidang. Kedua, self government merupakan hasil rundingan politik atau solusi terakhir

untuk mengakhiri konflik vertikal antara penjajah dengan penduduk asli suatu

wilayah. Ketiga, self government diselenggarakan atas dasar perjanjian antara dua

penjajah yang sepakat memberi hak khusus untuk mengurus negeri di wilayah bekas

jajahan masing-masing. Keempat, self government yang merupakan hasil usaha dari

kemampuan politisi dalam melobi pemerintah pusat tanpa menimbulkan konflik

politik dan militer. Kelima, self government diselenggarakan di suatu wilayah politik,

1

Page 2: Review Buku

karena penduduk setempat yang mengalah dan bersedia untuk bergabung dengan

negara induk.

Munculnya self government yang merupakan pemberian kewenangan dan

kebebasan pemimpin lokal dalam mengurus administrasi di wilayahnya tidak terlepas

dari sejarah Inggris terhadap Kanada, Amerika, Australia, dan New Zealand. Di

Amerika, tuntutan self government yang muncul pada tahun 1600-an berasal dari

beberapa state. Penguasa state menyadari bahwa loyalitas para gubernur yang

dipersembahkan kepada penguasa pusat, bukan cara terbaik untuk mengubah nasib

rakyat yanhg menginginkan kedamaian dan kesejahteraan. Penguasa pusat harus

melihat potensi negara-negara bagian untuk mengatur wilayahnya sendiri tanpa ada

prasangka buruk perihal nasionalisme. Perjuangan self government ini melewati

proses yang panjang dan rumit bahkan memaksa terjadinya perang seperti yang terjadi

di Amerika pada 1861-1865 (civil war).

Definisikan self government secara konkrit ialah, “government of agroup by

the action of its own members, as in electing representatives to make its laws” yang

dihubungkan dengan self-control dan mempertegas pengendalian diri, perilaku,

karakter, stabilitas, konsep otonomi, hak menentukan nasib sendiri, dan merdeka.

Self government di suatu wilayah/state terlaksana setelah adanya kompromi

politik antara penguasa wilayah dan pemerintah pusat mengenai bidang-bidang yang

akan dilaksanakan telah disepakati. Pemerintah pusat pun seharusnya tidak

memberikan sekat, menghambat, mengintimidasi, dan meneror dengan cara memberi

cap separatis.

Dari kajian sejarah, dokumentasi dan berbagai pengalaman berbagai negara

dalam pelaksanaan otonomi dan self government serta perangkat hukumnya, terdapat

indikasi bahwa terjadi pertentangan kepentingan antara pemerintah pusat dengan

2

Page 3: Review Buku

penguasa daerah. Hal ini dapat memicu terjadinya ledakan pemikiran politik terutama

dalam konteks demokrasi dengan mengalirnya tuntutan pelaksanaan self government

baik itu kepada penjajah atau PBB di wilayah konflik pasca Perang Dunia II. Tuntutan

ini bermaksud untuk menyelesaikan konflik perbatasan wilayah negara induk dan

sejarah bangsa yang memiliki karakteristik, batas wilayah, dan administrasi yang

berbeda dengan negara induk.

Upaya perjuangan dan pelaksanaan self government menghadapi tantangan

dari reaksi pemerintah pusat dalam menyahut aspirasi politik atau suara rakyat di

daerah. Kita dapat melihat pada perkembangan politik di Kurdi (Turki bagian timur).

Etnik Kurdi yang minoritas berjuang lewat partai politik lokal, tidak diperlakukan

secara adil oleh pemerintah pusat (Turki). Harapan kelompok Kurdi yang berjuang

melalui Parlemen gagal dan dilarang. Bahkan pemerintah pusat menggunakan operasi

militer untuk meredam mereka.

Penerapan self government harus melewati beberapa tahap seperti pemahaman

historis, filosofis, ideologis, politis, yuridis, dan kesadaran politik bernegara dalam

pengambilan keputusan atau pengorganisasian self government.

Pemahaman historis, menyadarkan semua orang akan nilai kesejarahan masa

lalu. Idiom the king can do no wrong mulai terusik setelah adanya ide self government

pada 1600-an sebagai bentuk protes ketidakpuasan pemerintah negeri terhadap

pemerintah pusat. Otoritas raja mendapatkan perlawanan dari rakyat yang menuntut

adanya pemisahan kekuasaan antara raja, parlemen, dan eksekutif.

Pemahaman filosofis, sebagai landasan untuk berpikir guna membangun

partisipasi warga negara untuk mengetahui nilai filosofis praktek bernegara. Baik itu

kebebasan berkelompok, self government, dan partisipasi rakyat dalam keputusan

politik melalui parlemen.

3

Page 4: Review Buku

Pemahaman ideologis, memberikan kesadaran akan nasionalisme yang

direpresentasikan lewat simbol-simbol. Penguasa harus mampu memotivasi rakyat

dalam membangun kebangsaan. Ideologi dapat digunakan sebagai alat untuk

memenuhi harapan rakyat.

Self Government Berbagai Negara

1. Faero

Kepulauan Faero ini terletak di sebelah Utara Lautan Atlantik dan Eropa,

bersebelahan dengan Norwegia-Islandia. Self government dimulai saat usainya perang

dunia II, tepatnya tahun 1948 politisi Faero berpikir tentang adanya “Home Rule

National Society in the Danish Kingdom” yang memerlukan lembaga eksekutif dan

legislatif lokal. Di bawah home rule ini nantinya dapat menjalankan pemerintahan

sendiri secara ekstensif.

Faero pun meminta PBB agar dapat menjalankan pemerintahan sendiri.

Namun, dalam prosesnya mengalami beberapa hambatan. Pertama, mengenai batas

wilayah yang tidak jelas. Kedua terbentur dengan reslusi PBB 1946, Bab 73 og 74

hanya mengatur batas wilayah tidak mengatur soal siapa yang berhak memerintah.

Dan Faero merupakan salah satu wilayah kedaulatan hukum Denmark dan tidak

berhak untuk mengatur diri sendiri.

Faero memang memiliki sumber daya alam yang kaya namun, yang berlaku

adalah hukum positif nasional Denmark. Faktanya, Faero dan Denmark memiliki

perbedaan yang jauh dalam pelbagai hal. Pada 1946 diadakan referendum yang

hasilnya memutuskan Faero merdeka. Ratu Denmark yang mengetahui kemudian

melakukan kompromi politik. Dan tercapailah self government di Faro pada 1948 dan

diberlakukan Konstitusi Denmark 5 Juni 1953.

4

Page 5: Review Buku

2. Hong Kong

Ketika perang dunia II, Hong Kong diduduki oleh Jepang. Lebih dari 700.000

penduduk Hong Kong menyelamatkan diri ke daratan Cina untuk menghindari

intimidasi dan teror dari serdadu Jepang. Setelah kekalahan Jepang, Hong Kong

menjadi “Mac Arthur’s Children” dan Inggris pun menghentikan perdagangan opium.

Dalam perkembangannya, pemimpin Cina Mao Tze Dung menyatukan Cina

dalam “People’s Repubic of China” tahun 1949. Banyak penduduk Hong Kong yang

ikut dalam panyatuan Cina tersebut. Hanya Chiang Kai Shek (tokoh anti Mao Tze

Dung) yang menolak dan melarikan diri bersama pengikutnya ke Macau, Taiwan, dan

Hong Kong. Kemudian mempelopori pulau kecil Taiwan menjadi “The new earth of

China” yang memiliki self government yang lebih luas dan bebas dari Hong Kong.

Akhirnya pada tahun 1956, Inggris memberi hak self administration untuk

menjalankan pemerintahan dan perekonomian Hong Kong. Namun, kuasa

administrasi jabatan gubernur tetap diangkat oleh Inggris.

Pada 1974 bahasa Mandarin diakui sebagai bahasa resmi Hong Kong. Untuk

menertibkan status kewarganegaraan, tahun 1983 dikeluarkan “The English

Nationality Act”. Melalui “Hong Kong agreement”, Hong Kong menerapkan “Special

Administrative Region (SAR)” yang memakai konsep “One Country, Two System”.

Konsep ini merupakan wujud kompromi politik dua penjajah (Cina dan Inggris).

Perpaduan kedua sistem ekonomi Timur-Barat ternyata mampu memicu laju

perekonomian Hong Kong dan dapat beradaptasi dalam globalisasi ekonomi

internasional. Pun juga dalam bidang sosial-politik, penduduk Hong Kong bebas

mengeluarkan aspirasi politik dalam demokrasi.

5

Page 6: Review Buku

3. Puerto Rico

Pada tahun 1809 Puerto Rico diakui sebagai salah satu provinsi Spanyol yang

berhak mengirim perwakilan dalam parlemen pusat dan memakai mata uang Spanyol.

Tahun 1868 Segundo Ruiz Belvis memperjuangkan kemerdekaan Puerto Rico.

Akhirnya tahun 1898 pemerintah Spanyol memberlakukan otonomi di Puerto Rico

secara efektif.

Ketika Amerika Serikat berhasil menduduki Puerto Rico (1898), Spanyol

terpaksa melepas jajahannya itu. Sejak itulah Puerto Rico menerapkan self

government berada dalam wilayah teritorial dan perlindungan AS. Menjalin hubungan

dengan AS dalam bidang pertahanan dan keamanan yang dikontrol langsung.

Pada tahun 1915 delegasi Puerto Rico menandatangani tentang pelaksanaan

self government. Tahun 1922 Mahkamah Agung AS mengeluarkan pernyataan resmi

bawa Puerto Rico merupakan satu kesatuan wilayah federal.

Tahun 1947 pemrintah AS memberikan jaminan kepada Puerto Rico untuk

memilih parlemen sendiri secara demokratis. Tahun 1951 Puerto Rico meratifikasi

konstitusi lewat “Constitutional Convention”. Kemudian pada 1953 Puerto Rico

disetujui menjadi “commonwealth constitution”.

Puerto Rico mengadakan plebicite yang menghasilkan status Commonwealth.

Berbentuk republik yang dipimpin oleh gubernur dalam wilayah kedaulatan

Konstitusi Amerika Serikat. Administrasi pemerintahannya tetap tunduk pada

Presiden AS. Puerto Rico memiliki perwakilan dalam Kongres AS, walaupun

delegasinya tidak dipilih (Resident Commissioner). Pemilu diselenggarakan oleh

sebuah badan pemilihan federal.

Sejak tahun 1952 sampai sekarang, pemerintahannya dijalankan secara

demokratis. Rakyat dapat menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai politik lokal

6

Page 7: Review Buku

yang diakui oleh pemerintah federal. Pemerintah federal pun tidak menganggap

politisi yang aktif dalam salah satu parpol sebagai musuh negara yang mesti ditumpas.

Pemerintah federal membiarkan aspirasi politik rakyat mengalir sembari mengajar

rakyat Puerto Rico untuk berpikir kritis dan objektif dalam upaya menyejahterakan

rakyatnya dalam bidang ekonomi sosial politik di bawah sistem pemerintah federal

AS. Dengan dilaksanakannya self government, faktanya, Pueto Rico telah berhasil

membangun politik, stabilitas kemanan dalam negeri dan perekonomian.

4. Skotlandia

Bangsa ini terkenal dengan kegigihannya dalam memperjuangkan

kemerdekaannya. Mulai dari perang Dunbar 1296, Stirling Bridge (1297), Falkirk

(1298), hingga Halidon Hill (1333), Skotlandia masih ingin mempertahankan hak

dasarnya yang dirampas oleh Inggris. Baru pada tahun 1600 dimulailah era rebuild of

England. Pada tahun 1649-1660, Inggris memberi 10 kuasa kepada Skotlandia yang

dirangkum dalam commonwealth period. Nmun realitasnya masih saja tersandung

dengan trik-trik politik pemerintah pusat.

Menjelang abad 18-19 bidang administrasi self government diperluas,

sementara kuasa legislatif dan eksekutif tetap menjadi otoritas pemerintah pusat.

Ketidakpuasan ini dijawab dengan kesepakatan Skotlandia Act 1998 berisi pemisahan

kekuasaan antara Great Britain dan Skotlandia. Kesepakatan ini mengatur lima sektor

utama, yakni: UUD, Hubungan Internasional dan Kebijakan Luar Negeri, Hankam

Nasional, Kebijakan Fiskal dan Keuangan, Hukum Perusahaan dan Hak Cipta, Energi,

UU Ketenagakerjaan, Tunjangan Jaminan Sosial, Imigrasi, dan Kewarganegaraan,

Penyiaran, dan Telekomunikasi, tetap dipegang oleh pemerintah pusat Inggris.

Sementara masalah Kesehatan, Pendidikan, Perumahan, Pekerjaan Sosial,

7

Page 8: Review Buku

Perencanaan, Pengangkutan, Hukum Perdata, Hukum Pidana, Sistem Hukum, Polisi,

Pemerinytah Daerah, Pengembangan Ekonomi, Peneneman Modal, Pariwisata,

Lingkungan, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Budaya, dan Olahraga menjadi

kewenangan Skotlandia.

Pemerintah Skotlandia mendesak reformasi dalam kebijakan politik, ekonomi,

dan lain-lain, namun pada saat pemerintahan Inggris dibawah PM Margareth Thacher

dan John Meyer berdalih masalah otonomi bisa mengancam keutuhan negara.

Kebijakan politik berubah saat pemerintahan PM Tony Blair yang mendukung

otonomi Skotlandia termasuk membentuk Parlemen Skotlandia dan mengesahkan UU

Skotlandia 1998. Parlemen Skotlandia dapat memilih Menteri Utama yang status dan

kedudukannya tetap bertanggung jawab kepada pemerintah pusat.

Dalam realitasnya, Skotlandia sampai sekarang masih tetap menjadi bagian

Great Britain. Pengalamannya menjadi pelajaran berharga bagi gerakan kemerdekaan

yang telah memilih kompromi politik (self government) tetap saja dijajah.

Terapan di Indonesia

Di Indonesia desain self government belum dikenal walaupun banyak negara

sudah menerapkannya beratus tahun lalu. Self government belum diartikan dan

dipahami sebagai demokrasi. Ini bisa dimaklumi karena desain self government

mempunyai ciri khas, dimana pemerintah pusat memberi hak dan wewenang yang

luas kepada penguasa daerah untuk mengatur wilayahnya, termasuk berhak

mendirikan parpol lokal yang bertujuan memperjuangkan kemerdekaan.

Hal ini, secara filosofi dan ideologis, berbenturan dengan sila “Persatuan

Indonesia” Pancasila yang dipahami sebagai doktrin menunggalkan ke-bhineka-an

yang ada di Indonesia dalam NKRI. Karena itu pemerintah pusat tidak mungkin

8

Page 9: Review Buku

memberi izin kepada daerah untuk mendirikan parpol lokal yang bertujuan

memperjuangkan kemerdekaan. Ini dianggap tindakan inkonstitusional, sebab pasal

(1) UUD 1945 menyebut: “Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk

Republik” dan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Keamanan dan UU No. 34/2004

tentang TNI yang dalam pasal 7 menyebut bahwa “Tugas pokok TNI adalah

menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan Negara Kesatuan Republik

Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah

Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”

Pemahaman politis dan yuridis dalam kaitannya dengan administrasi self

government berarti semua kebijakan dalam jajaran eksekutif dan legislatif, mesti

dirumuskan secara tegas dalam perundang-undangan. Hal ini perlu untuk menghindari

terjadinya konflik kepentingan antara sesama politisi. Kodifikasi keputusan ini

merupakan dokumen yang bisa dipakai sebagai pembanding dalam perjalanan

administrasi self government dari masa ke masa.

Sisi lain dari self govenrment ialah terbukti bahwa tingkat kesadaran politik,

partisipasi warganegara dalam kancah politik dan tingkat kesejahteraan penduduk di

daerah yang menyelenggarakan self govenrment, diakui lebih maju berbanding model

administrasi negara klasik yang mendominasi kuasa pemerintah pusat.

9

Page 10: Review Buku

ANALISIS KASUS RUU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA

Mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta memasuki ranah yang lebih serius mengenai keinginan masyarakat untuk

referendum terhadap permasalahan tersebut. Jika dibiarkan berlarut-larut ke depannya

akan mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Perdebatan ini

berawal dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan sidang

kabinet. Soal monarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi

pada 26 November 2011.

Dalam perkembangan kasus ini pemerintah tetap bersikeras agar kepala daerah

dipilih melalui pemilihan yang demokratis. Dengan alasan menghargai dan

menghormati UUD 1945, berdasarkan Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi, "Gubernur,

Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,

kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis", sehingga draf Rancangan Undang

Undang (RUU) Keistimewaan, tetap dipertahankan.

Mekanisme pemilihan merupakan sikap resmi yang disampaikan pemerintah.

Sikap ini juga ditunjukkan oleh Fraksi Partai Demokrat di DPR. Sedangkan, fraksi-

fraksi lain, seperti Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, dan PDI Perjuangan,

setuju dengan penetapan. Perdebatan ini masih akan terus bergulir. Karena pemerintah

mengulur waktu menyampaikan draf RUU ini sehingga tugas parlemen untuk mulai

memperdebatkannya, menyempurnakan draf itu, termasuk juga menolaknya dan

membuat versi lain, terhambat oleh sikap pemerintah yang menunda tersebut.

Terhadap sikap pemerintah ini yang merujuk kepada Pasal 18 ayat (4)

tersebut, masih dapat diperdebatkan. Memang tak bisa dipungkiri pemilihan kepala

daerah telah diselenggarakan atas adanya klausul pasal 18 ayat (4) tersebut melalui

amandemen UUD 1945 pada tahun 2000 lalu.

10

Page 11: Review Buku

Namun, untuk Pemilihan Gubernur di Yogyakarta, semestinya pemerintah

membaca kembali rujukan UU No 32 Tahun 2004 yang telah mengatur secara

limitatif dalam Pasal 226 ayat (2) yang berbunyi, "Keistimewaan untuk Provinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana dimaksud dalam UU No  22 Tahun 1999,

adalah, tetap dengan ketentuan bahwa penyelenggaraan Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta didasarkan pada UU ini". Jadi penyelenggaraan pemerintahan tetap

merujuk UU ini.

Rujukan UU No 32 Tahun 2004 itu tepat dengan semangat UUD 1945 dalam

Pasal 18B ayat (1) yang menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati satuan-

satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa dengan

undang-undang".

Jika pemerintah tetap memaksakan untuk menggunakan Pasal 18 ayat (4)

tersebut, dengan argumentasi bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis,

sepertinya pemerintah melupakan. Bahwa, rujukan tersebut sekarang ini masih tetap

diperdebatkan oleh banyak kalangan. Terutama yang menolak untuk Pemilihan

Gubernur di seluruh Indonesia dipilih langsung.

Bagi mereka rujukan Pasal 18 ayat (4) itu hanya mencantumkan kata-kata

dipilih secara demokratis, yang menimbulkan asumsi bahwa DPRD tempo lalu dalam

memilih Gubernur juga demokratis. Tidak ada perintah konstitusi bahwa pilkada

harus dipilih oleh rakyat secara langsung. Aturan itu beda dengan Pasal 6A ayat (1)

UUD 1945, yang menyatakan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh

rakyat.

Pasal 18 ayat (4) juga menyatakan, kepala daerah dan wakilnya tidak dipilih

dalam satu paket (pasangan). Dengan kata lain konstitusi memang tidak

mengamanatkan dilakukannya pilkada langsung.

11

Page 12: Review Buku

Dari perdebatan ini mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta semestinya tetap dipertahankan. Selain untuk

penghormatan pemerintah terhadap satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat

khusus juga pelestarian kebudayaan kita.

Bukan Monarki Politik

Pemerintahan di Yogyakarta menerapkan semua prinsip demokrasi dan

administrasinya seperti halnya provinsi lain. Karena itu, tidak tepat jika Presiden tidak

segera mengesahkan keistimewaan Yogyakarta. Mayoritas fraksi di DPR pun

menyepakati penetapan Sultan HB dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil

Gubernur Provinsi DIY. Selain diinginkan rakyat, konstitusi juga telah menjamin

keistimewaan sebuah daerah sehingga penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai

kepala daerah bukanlah bentuk monarki politik.

Jika mekanisme penentuan gubernur dan wakil gubernur Daerah Istimewa

Yogyakarta (DIY) melalui penetapan selalu "dibenturkan" dengan makna demokrasi

harus melalui pemilihan, maka sampai kapan pun konsep pemerintah pusat itu selalu

berhadap-hadapan dengan rakyat yang menginginkan penetapan.

Pemerintah pusat yang mengajukan konsep bahwa gubernur dan wakil

gubernur DIY harus ditentukan melalui pemilihan, bukan melalui penetapan karena

dinilai mekanisme ini tidak demokratis, akan selalu "berbenturan" dengan keinginan

rakyat di daerah ini yang menghendaki penetapan.

Oleh karena itu, wacana gubernur utama dan wakil gubernur utama yang

diusung pemerintah pusat sebagai solusi atau jalan tengah untuk meredam penolakan

rakyat DIY atas mekanisme pemilihan, tampaknya akan membentur kokohnya

12

Page 13: Review Buku

keinginan rakyat di daerah ini bahwa gubernur dan wakil gubernurnya harus

ditetapkan, bukan dipilih.

Sebab, menurut Sultan, wacana gubernur utama tidak sesuai dengan aspirasi

rakyat DIY. Ketika ada dualisme kepemimpinan, rakyat akan bingung karena ada

sultan dan gubernur. Ketika ada masalah yang menyangkut rakyat, mengadu ke

sultan, padahal kapasitasnya terbatas. Terkait dengan hal itu, menurut dia berdasarkan

filosofi kultural, gelar Hamengku Buwono merupakan amanah yang perlu dijalankan

dengan penuh tanggung jawab.

RUUK DIY dari pemerintah pusat yang konsepnya mencantumkan

"pararadya" atau gubernur utama, tidak sesuai dengan filosofi dan kultural masyarakat

setempat, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sunyoto

Usman. Menurut dia, keistimewaan DIY tidak hanya terletak pada posisi gubernur

dan wakil gubernur, melainkan juga keistimewaan bidang pertanahan, keuangan, dan

kebudayaan. Penyusunan dan penyerapan aspirasi RUUK DIY sebaiknya dilakukan

secara `bottom up`, bukan `top down`. Jangan sampai apirasi rakyat DIY dipolitisisasi.

Draf dari pemerintah pusat tentang RUUK DIY saat ini perlu ditinjau dan

diperbaiki, karena ditemukan banyak terminologi yang tidak jelas, di antaranya istilah

gubernur utama. Di banyak negara, kata dia, konsep tersebut tidak ditemukan, dan

tampaknya itu hanya akal-akalan untuk mengganti istilah pararadya menjadi gubernur

utama.

13

Page 14: Review Buku

DAFTAR PUSTAKA

http://nasional.kompas.com/read/2010/11/30/08293141/

Jangan.Pertanyakan.Keistimewaan.Yogyakarta diakses tanggal 5 April 2011,

pukul 18.00 WIB

http://www.antaranews.com/news/249596/keistimewaan-yogyakarta-untuk-rakyat

diakses tanggal 5 April 2011, pukul 19.00 WIB

http://politik.vivanews.com/news/read/206998-sultan-temui-dpr--bahas-ruu-

keistimewaan-diy diakses tanggal 5 April 2011, pukul 19.00 WIB

14