Resus Dispepsia
description
Transcript of Resus Dispepsia
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
ANAMNESISNama : Tn. R Ruang : Kemuning
Umur : 36 tahun Kelas : III
Nama : Tn. R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Mudal RT 03/02 Kab. Purworejo
Masuk RS Tanggal : 24 Maret 2014 Jam : 21.50 WIB
Diagnosis Masuk : Obs. Abdominal pain
Dokter yang merawat : dr. DANANG Sp.PD Dokter Muda: Muhammad Rizki Imannudin
Tanggal : 16 Maret 2014
Keluhan Utama : Nyeri Perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien baru datang dengan keluhan nyeri perut dibagian uluhati
sejak 4 hari yang lalu di malam hari, nyerinya bersifat tajam, merasa lebih sakit ketika badan di
miringkan ke kanan. Perut terasa kembung dan pasien mengeluh tidak bisa BAB sejak 2 hari
yang lalu
Riwayat Penyakit Dahulu:
Seminggu yang lalu pasien dirawat dirumah sakit selama 3 hari dengan keluhan yang sama,
dan keluhannya tersebut kambuhan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan nyeri perut yang dialami
pasien akan timbul jika terlambat makan, makan makanan berlemak.
RM.01.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
PEMERIKSAAN
JASMANI
Nama : Tn. R Ruang : Kemuning
Umur : 36 tahun Kelas : III
PEMERIKSAAN UMUM (sampai di bangsal Kemuning RSSH)
Status Generalisata
o Kesan umum : baik
o Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
o Nadi : 88 x/menit
o TD : 130/80 mmHg
o Suhu badan : 36 0C (pengukuran axilla)
o Pernafasan : 20 x/menit
PEMERIKSAAN KHUSUS :
Pemeriksaan Thorax
Bentuk dada : datar, simetris
Suara nafas : Vesikuler +/+
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tampak datar
Auskultasi : BU meningkat
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan abdomen pada bagian epigastrium
Pemeriksaan Ekstremitas
Superior : edema ekstremitas (-), pitting (-)
Inferior : edema ekstremitas (-), pitting (-),
RM.02.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
DIAGNOSIS &
RENCANA TERAPI
Nama : Tn. R Ruang : Kemuning
Umur : 36 tahun Kelas : III
DIAGNOSIS KERJA
Ulkus-like dyspepsia
RENCANA PEMERIKSAAN
Darah Rutin Otomatik, Urin lengkap, elektrolit kimia, profil lipid, Ureum, Kreatinin,SGOT,
SGPT
DIAGNOSIS BANDING
GERD
Irritable colon syndrome
RENCANA TATALAKSANA
Infus RL 20 tpm
Inj. Cefotaxim 1g/12 jam
Inj. Ranitidin 1A/12jam
Uisicral H 3x C 1
Lanzoprazol 1x1
RM.03.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 25 Maret 2014
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 15.6 g/dL 13.2 – 17.3
Leukosit 11.5 103/µL 3.6 – 10.6
Hematokrit 47 % 40 – 52
Eritrosit 5.4 106/µL 4.40 – 5.90
Trombosit 279 103/µL 150 – 400
Diff Count
Netrofil 63.4 % 50 – 70
Limfosit 24.7 % 25 – 40
Monosit 8.9 % 2 – 8
Eusinofil 2.7 % 2.00 – 4.00
Basofil
Kimia Klinik
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Kolesterol Tot
Trigliserida
0.30
70.0
3.67
32
20
186
94
%
Mg/dl
Mg/dl
U/L
U/L
Mg/dl
Mg/dl
0 – 1
10-50
0.60-1.10
0-50
0-50
< 220
70-140
TINJAUAN PUSTAKA
RM.04.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
DISPEPSIA
Definisi Dispepsia
Menurut Konsensus Roma II tahun 2000, dispepsia didefinisikan sebagai rasa
sakit atau ketidaknyamanan yang berpusatpada perut bagian atas
Seperti dikemukakan bahwa kasus dyspepsia setelah eksplorasi penunjang dianostik, akan
terbukti apakah disebabkan gangguan patologis organik. atau bersifat fungsional. Dalam konsensus
Roma II yang khusus membicarakan tentang kelainan gastrointestinal fungsional,
dispepsia fungsional didefinisikan sebagai dispepsia yang berlangsung:
Setidaknya 12 minggu, tidak perlu berurutan, dalam 12 bulan sebelumnya:
1. Dyspepsia persisten atau berulang (nyeri atau ketidaknyamanan berpusat pada perut bagian
atas)
2. Tidak ada bukti penyakit organik (termasuki endoskopi bagian atas yang mungkin untuk
menjelaskan gejala-gejala).
3. Tidak ada bukti bahwa dispepsia secara eksklusif sembuh dengan buang air besar atau
berhubungan dengan timbulnya perubahan dalam frekuensi tinja atau bentuk tinja.
Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati oleh para pakar dibidang gastroenterologi
adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan di
daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan panas di dada dan
perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia, mual, muntah
dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia ini biasanya diderita selama
beberapa minggu/bulan yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus
RM.05.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
Etiologi
Beberapa hal yang dianggap menyebabkan dispepsia fungsional antara lain :
a. Sekresi Asam Lambung
Kasus dengan dispepsia fungsional, umumnya mempunyai tingkat sekresi asam lambung baik
sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin dapat dijumpai kadarnya meninggi, normal
atau hiposekresi.
b. Dismotilitas Gastrointestinal
Yaitu perlambatan dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada
berbagai studi dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan
lambung dan hipomotilitas antrum hingga 50% kasus.
c. Diet dan Faktor Lingkungan
Intoleransi makanan dilaporkan lebih sering terjadi pada kasus dispepsia fungsional.
Dengan melihat, mencium bau atau membayangkan sesuatu makanan saja sudah
terbentuk asam lambung yang banyak mengandung HCL dan pepsin. Hal ini terjadi karena
faktor nervus vagus, dimana ada hubungannya dengan faal saluran cerna pada proses
pencernaan. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung tetapi efek dari
antral gastrin dan rangsangan lain sel parietal.
Mengkonsumsi makanan atau minuman yang bisa memicu terjadinya dispepsia seperti
minuman beralkohol, bersoda (softdrink), kopi karena bisa mengiritasi dan mengikis
permukaan lambung. Makanan yang perlu dihindari seperti makanan berlemak, gorengan,
makanan yang terlalu asam, sayur dan buah yang mengandung gas seperti kol, sawi, nangka
dan kedondong. Jenis makanan tersebut tidak mutlak sama reaksinya untuk setiap individu.
Karena itu setiap penderita diharapkan untuk membuat daftar makanan pemicu dispepsia untuk
diri sendiri. Lalu sedapat mugkin menghindari makanan tersebut.
d. Psikologik
Stress akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetuskan keluhan pada
orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului keluhan
mual setelah stimulus stress sentral.
e. Obat penghilang nyeri
RM.06.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
Terlalu sering menggunakan obat penghilang rasa nyeri seperti Nonsteroidal Anti
Inflamatory Drugs (NSAIDs) misalnya aspirin, ibuprofen, juga naproxen.
f. Pola makan
Jarang sarapan dipgi hari juga berisiko terserang dyspepsia. Di pagi hari kebutuhan kalori
seseorang cukup banyak. Sehingga apabila tidak sarapan, maka lambung akan lebih banyak
memproduksi asam.
Patofisiologi
Proses patofisisologi dyspepsia fungsional yang sering dibicarakan orang adalah
berkaitan dengan sekresi asam lambung, infeksi Helicobacter pylori, dismotilitas GI, dan
hipersensitivitas visceral. Penjelasannya antara lain:
a. Sekresi asam lambung
Kasus dyspepsia fungsional umumnya mempunyai tingkatan sekresi asam lambung, baik sekresi
basal maupun dengan stimulasi gastrin yang rata-rata normal. Diduga adanya sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
b. Helicobacter pylori (Hp)
Peran infeksi Hp pada dyspepsia fungsional belum sepenuhnya dimengarti dan diterima. Dari
berbagai laporan, kekerapan Hp pada dyspepsia fungsional sekitar 50% dan tidak berbeda bermakna
dengan angka kekerapan Hp pada kelompok orang sehat. Mulai ada kecenderungan utuk melakukan
eradikasi Hp pada dyspepsia fungsional dengan Hp positif yang gagal dengan pengobatan
konservatif.
c. Dismotilitas GI
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispesia fungsional terjadi perlambatan
pengosongan lambung dan adanya hipomotilitas antrum, tetap harus dimengerti bahwa
proses motilitas GI merupakan proses yang sangat kompleks, sehingga
gangguan pengosongan lambung tidak dapat mutlak mewakili hal tersebut.
e. Disfungsi Autonom
RM.07.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas GI pada
kasus dyspepsia fungsional. Adanya neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan
relaksasi bagian proksimal lambung waktu menerima makanan, sehingga
menimbulkan gangguan akomodasi lamung dan rasa cepat kenyang.
Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan membagi
dispepsia menjadi tiga tipe : (Harahap, 2010)
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) dengan gejala:
- nyeri ulu hati yang dominan
- nyeri pada malam hari.
- nyeri hilang setelah makan atau pamberian antsid
- nyeri saat lapar
- nyeri episodik
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) dengan gejala:
- mudah kenyang
- kembung
- mual
- muntah
- rasa tidak nyaman bertambah saat makan.
3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).
Medikamentosa
RM.08.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung.
Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg
triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben
sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2.
2. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu pirenzepin
bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam
lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain bersifat
sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi
meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,
serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA).
RM.09.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan
mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2001).
Prognosis
Dyspepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang
akurat, mempunyai prognosis yang baik.
RM.010.
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
REFLEKSI KASUS STASE ILMU PENYAKIT DALAM
NO.RM : 28-75-89
Nama dan tangan Ko-As : Muhammad Rizki Imannudin (20090310194)
RM.011.
Diperiksa oleh
Dokter Pembimbing
Tanggal …………………jam ……. : ……….
Tanda tangan
(dr. Danang Sp.PD)