Resume Kasus 3 Sindrom Nefrotik
-
Upload
dini-fathania -
Category
Documents
-
view
315 -
download
1
description
Transcript of Resume Kasus 3 Sindrom Nefrotik
RESUME KASUS 3
SINDROM NEFROTIK
DINI FATHANIA
220110100094
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
Sistem Urinari II 2013
2013
Resume Kasus 1
Kasus
Seorang anak laki-laki, berusia4 th, dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam keadaan edema
anasarka. Menurut penuturan ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu klien mengalami bengkak
pada periorbita terutama pada saat bangun tidur, muka sembab, dan mengeluh pusing. Hasil
anamnesa riwayat kesehatan: sejak 1 tahun yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak di
seluruh tubuh sampai dengan kelopak mata. Karena keluhannya ini klien dibawa
ke RS Majalaya dan dikatakan bocor ginjal. Klien kontrol 3 bulan
terahir namun tidak ada perbaikan, kemudian klien dibawa ke RS
Al-Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna hijau yang diminum 3x2
selama 2 bulan. Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak
berubah, klien lalu dibawa ke RSHS. Pola BAK sebelum sakit 3-5x sehari, saat ini berkemih
mulai berkurang baik dari segi frekuensi dan jumlah
urin yang dikeluarkan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+), TD 130/90 mmHg, hr
112X/M, respirasi rate 30X/m, rasio insp : eksp 1 : 1, Antropometri: BB: 32, 5 kg, TB: 121,5
cm, lingkar perut: 68 cm, RR: 28x/ menit, TD: 130/ 90 mmHg, suhu: 36’C.
Hasil Laboratorium:
Hb 13 gr%
Ht 44%
Protein total 6,0
Albumin 2,1
Kolesterol total 345
Trigliserida 172
BUN
Serum kreatinin
30 mg%
0,9 mg%
Urin:
Albumin urin ++++
Warna urine Kuning
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 2Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Kejernihan Keruh
pH urine 6,5
BJ Urine 1,010
Glukosa urin Negative
Keton urin +
Nitrit urin -
Urobilinogen 0,1
Resume Kasus 1
Sindrom Nefrotik
Konsep
1. Anatomi dan Fisiologi Glomerulus
Sindrom nefritis akut terjadi akibat adanya gangguan pada ginjal, yaitu pada glomerulus.
Oleh sebab itu, sebaiknya dibahas terlebih dahulu secara singkat mengenai anatomi dan
fisiologi glomerulus.
Glomerulus merupakan gulungan pembuluh darah kapiler yang berada di dalam sebuah
kapsul sirkuler, yang disebut kapsula Bowman. Secara bersamaan, glomerulus dan kapsula
Bowman disebut dengan korpuskulum renalis. Ginjal manusia memiliki sekitar satu juta
glomerulus di dalamnya. Glomerulus terdiri atas tiga tipe sel intrinsik: sel endotel kapiler,
sel epitel yang dipisahkan dari sel endotel oleh membrana basalis glomerular, serta sel
mesangial. Struktur glomerulus dapat dilihat seperti pada Gambar.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 3Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Gambar Struktur Glomerulus
Dinding kapiler pada glomerulus berfungsi sebagai membran filtrasi dan terdiri atas tiga
lapisan: (1) endotelium kapiler, (2) membrana basalis, dan (3) epitel (podosit atau epitel
viseral). Setiap lapisan tersebut memiliki keunikan tersendiri sehingga dapat membiarkan
seluruh komponen darah lewat dengan perkecualian sel-sel darah serta protein plasma
dengan berat molekul di atas 70.000. Endotel glomerulus terdiri atas sel-sel yang kontak
dengan membrana basalis. Sel-sel ini memiliki banyak bukaan atau ‘jendela’ kecil yang
disebut fenestrae. Membrana basalis merupakan jaringan glikoprotein dan mukopolisakarida
yang bermuatan negatif dan bersifat selektif permeabel. Epitel glomerulus memiliki sel-sel
khusus yang dinamakan podosit. Podosit memiliki prosesus yang menyerupai kaki (footlike
processes) yang menempel ke membrana basalis. Prosesus yang satu akan berjalinan dengan
prosesus lainnya membentuk filtration slit, yang akan memodulasi proses filtrasi.
Membran filtrasi glomerulus memisahkan darah kapiler dengan cairan di ruang
Bowman. Filtrat glomerulus melewati ketiga lapisan membran filtrasi dan membentuk urin
primer. Sel-sel endotel dan membrana basalis memiliki glikoprotein bermuatan negatif
sehingga membentuk barrier filtrasi terhadap protein anionik.
Glomerulus menerima darah dari arteriol aferen dan mengalirkan darah ke arteriol
eferen. Sekelompok sel khusus yang dinamakan sel jukstaglomerular terdapat di sekitar
arteriol aferen, di dekat tempat masuknya ke korpuskulum renalis. Di antara arteriol aferen
dan eferen terdapat bagian dari tubulus kontortus distal yang memiliki sel khusus bernama
makula densa. Bersamaan, sel jukstaglomerular dan makula densa membentuk aparatus
jukstaglomerular, yang berfungsi untuk mengatur aliran darah ginjal, filtrasi glomerulus,
serta sekresi renin.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, glomerulus berperan sebagai penyaring darah
untuk membentuk urin, yang kemudian akan diekskresikan dari tubuh. Cairan yang disaring
oleh membran filtrasi glomerulus tidak mengandung protein namun mengandung elektrolit
seperti natrium, klorida, dan kalium, serta molekul organik seperti kreatinin, urea, dan
glukosa. Seperti membran kapiler lainnya, glomerulus permeabel terhadap air dan relatif
impermeabel terhadap koloid berukuran besar seperti protein plasma. Ukuran dan muatan
molekul sangat menentukan kemampuannya untuk melewati glomerulus. Hal ini diatur oleh
filtration slits serta muatan negatif yang terdapat pada membran filtrasi.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 4Dini Fathania / 220110100094
Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk endidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Sistem Urinari II 2013
2. Pengertian
Sindrom Nefrotik merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan proteinuria,
hipoalbuminemua, hiperlipidemia, dan edema. Sindrom ini dapat terjadi karena factor yang
menyebabkan permeabilitas glomerulus.
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas
membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinaris
yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria, hipoalbuminemia,
hiperlipidemia, dan edema (Suriadidan Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif
(lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/100 ml) yang
disertai atau tidak disertai dengan edema dan hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
3. Etiologi
a. Sebagian besar penyebabnya idiopatik. Penyakit nonspesifik, biasanya virus infeksi
saluran pernapasan bagian atas, sering kali mengawali manifestasi klinis pada 4 sampai 8
hari. Tetapi infeksi virus ini diduga hanya sebagai factor pencetus, bukan sebagai
etiologi.
b. Sindrom nefrotik sekunder biasanya terjadi setelah kerusakan glomerulus dengan
penyebab yang diketahui atau dapat diduga (misalnya lupus eritematosus sistemik,
diabetes mellitus, atau penyakt sel sabit).
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 5Dini Fathania / 220110100094
Mary E. Muscari. 2005. Panduan belajar ; keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Sistem Urinari II 2013
c. Sindrom nefrotik kongenital (tipe Finnish) disebabkan oleh gen resesif autosomal.
Gangguan yang jarang terjadi ini tidak berespons terhadap terapi umum dan bayi
biasanya meninggal pada tahun pertama atau tahun kedua kehidupannya.
4. Manifestasi Klinis
a. Periorbital (biasanya tanda pertama). Edema dapat menetap atau bertambah, baik lambat
atau cepat atau dapat menghilang dan timbul kembali. Selama periode ini edema
periorbital sering disebabkan oleh cuaca dingin atau alergi. Lambat laun edema menjadi
menyeluruh, yaitu ke pinggang, perut dan tungkai bawah.
Seorang gadis dengan sindrom nefrotik. Terlihat ada pembengkakan wajah (foto kiri), dibanding
kondisi normalnya (kanan).
b. Gangguan gastrointestinal. Gangguan ini sering ditemukan dalm perjalanan penyakit
sindrom nefrotik. Diare sering dialami pasien dalam keadaan edema yang massif dan
keadaan ini rupanya tidak berkaitan dengan infeksi namun diduga penyebabnya adalah
edema di mukosa usus. Hepatomegali dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik, mungkin
disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema, atau keduanya. Pada beberapa
pasien, nyeri di perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada keadaan SN yang
kambuh. Kemungkinan adanya abdomen akut atau peritonitis harus disingkirkan dengan
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 6Dini Fathania / 220110100094
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
Sistem Urinari II 2013
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan fisik lainnya. Bila komplikasi ini tidak ada,
kemungkinan penyebab nyeri tidak diketahui namun dapat disebabkan karena edema
dinding perut atau pembengkakan hati. Nafsu makan kurang berhubungan erat dengan
beratnya edema yang diduga sebagai akibatnya. Anoreksia dan hilangnya protein di
dalam urin mngakibatkan malnutrisi berat yang kadang ditemukan pada pasien SN non-
responsif dan persisten. Pada keadaan asites dapat terjadi hernia umbilicus dan prolaps
ani.
c. Gangguan pernapasan. Oleh karena adanya distensi abdomen dengan atau tanpa efusi
pleura maka pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat
Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian infuse albumin dan obat furosemid.
d. Gangguan fungsi psikososial. Keadaan ini sering ditemukan pada pasien SN, seperti
halnya pada penyakit berat umumnya ynag merupakan stress nonspesifik terhadap anak
yang sedang berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan
respons emosional, tidak saja pada orangtua pasien, namun juga dialami oleh anak
sendiri.
5. Klasifikasi
1) Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2) Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
Malaria kuartana atau parasit lainnya.
Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 7Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Glumerulonefritis akut atau kronik,
Trombosis vena renalis.
Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
3) Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. Klasifikasi
histopatologik sindrom nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut
rekomendasi ISKDC (International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta
Habib dan Kleinknecht (1971) :
Tabel 1. Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer Kelainan minimal (KM) Glomerulosklerosis (GS) Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) Glomerulosklerosis fokal global (GSFG) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD) Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif Glomerulonefritis kresentik (GNK) Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP) GNMP tipe I dengan deposit subendotelial GNMP tipe II dengan deposit intramembran GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial Glomerulopati membranosa (GM) Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)
Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
6. Komplikasi
a. Perubahan hormon dan mineral
Berbagai gangguan hormonal timbul karena protein pengikat hormone hilang dalam
urin. Hubungan antara hipokalsemia, hipokalsuria, dan menurunnya absorpsi kalsium
dalam gastrointestinal menunjukkan kemungkinan adanya kelainan metabolism vitamin
D.
b. Pertumbuhan abnormal dan nutrisi
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 8Dini Fathania / 220110100094
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FK UI
Sistem Urinari II 2013
Hal ini bisa disebabkan oleh kadar albumin yang menurun yang menyebabkan
terjadinya malnutrisi.
c. Infeksi bisa terjadi karena hilangnya imunoglobulin dalam urin
d. Gagal Jantung Kongestif
e. Gagal ginjal akut adalah akibat hipovolemia . Meskipun kelebihan cairan dalam
jaringan, ada cairan kurang dalam pembuluh darah tersebut. Berkurangnya aliran darah
ke ginjal menyebabkan mereka untuk shutdown. Jadi itu adalah tugas yang rumit untuk
menyingkirkan kelebihan cairan dalam tubuh tetap menjaga euvolemia peredaran darah.
f. Edema paru : lagi karena kebocoran cairan, kadang-kadang bocor ke paru-paru
menyebabkan hipoksia dan dispnea .
g. Pertumbuhan keterbelakangan : tidak terjadi di MCNS.It terjadi pada kasus kambuh
atau resistensi terhadap terapi. Penyebab retardasi pertumbuhan adalah protein
kekurangan dari hilangnya protein dalam urin, anoreksia (asupan protein berkurang),
dan terapi steroid (katabolisme).
7. Data Penunjang
1) Pemeriksaan fisik :
TTV :
TD : 130/90 mmHg -> N : sistolik → (2x umur) + 80 mmhg [107-113] (meningkat)
diastol → 50-80 mmhg [69-79]
HR : 112 x/menit → N : (3-8 tahun) = < 110x/menit (meningkat)
RR : 28 x/menit → N : (1-5 tahun) = < 40x/menit (normal)
BB : 32,5 Kg → N : (4-8 tahun) = 20 Kg (meningkat)
Inspeksi : Asites (+)
Ratio Inspirasi : ekspirasi = 1:1 (normalnya : ekspirasi lebih panjang)
Palpasi : Periorbital = Seharusnya lunak,bengkak
Abdomen = seharusnya lunak, bengkak
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 9Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Kemaluan = seharusnya lunak, bengkak
Ekstremitas = (tidak ada data)
2) Pemeriksaan Lab
Warna urin : tampak keruh N : Bening
Protein urin : (+++) N : (-)
Serum kolesterol : 345 mg % N : 177 - 199 mg/dl (Meningkat)
Serum Albumin :2,1 g % N : 6,1 - 7,9 g/dl (Menurun)
BUN : 30 mg % N : 5 - 18 mg/dl (Meningkat)
Serum kreatinin : 0,9 mg % N : 0,3 - 0,7 mg/dl (Meningkat)
Ht : 44 % N : 35 - 45 % (Normal)
Hb : 13 g % N : 11,5 - 15,5 g/dl (Normal)
Urinalisis
- Sedimen urin
- Proteinuria ( > 50 mg/kg/24jm )
- Hematuria
- Kadar kreatinin meningkat (bila ada penurunan fungsi ginjal)
Hematologi
- Hipoalbuminemia ( < 2,5 g/dl )
- Hiperkolesterolemia ( LDL dan VLDL meningkat )
- Laju endap darah meningkat
Biopsi ginjal
Dilakukan untuk pemeriksaan histology terhadap jaringan renal untuk memperkuat
diagnosis
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 10Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
1. Istirahat sampai edema berkurang
2. Pemberian diuretic
3. Kortikosteroid. International Cooperative Study of Kidney disease in Children (ISKDC)
mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :
a. Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/ hari/luas permukaan
badan dengan maksimum 80 mg/ hari.
b. Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan dosis 40 mg/ hari/
lpb, setiap 3 hari dalam 1 minggu dengan dosis maksimum 60 mg/ hari.
4. Antibiotik hanya diberikan bila ada infeksi
5. Lain-lain. Pungsi asites, pungsi hidrotoraks, dilakukan bila ada indikasi vital.
Penatalaksanaan Keperawatan
Edema yang berat. Pasien sindrom nefrotik dengan anasarka perlu istirahat di tempat tidur
karena keadaan edema yang berat menyebabkan pasien kehilangan kemampuannya untuk
bergerak. Selama edema masih berat semua keperluan harus ditolong di atas tempat tidur.
Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di dalan rongga toraks akan
menyebabkan sesak napas.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 11Dini Fathania / 220110100094
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sistem Urinari II 2013
Berikan alas bantal pada kesua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang;
karena jika bantal vertikal, bagian ujung kaki akan lebih rendah dan menyebabkan edema
lebih berat).
Bila pasien seorang laki=laki, berikan ganjal di bawah skrotum untuk mencegah
pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi keadaan skrotum begitu besar
sehingga skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian pasien).
Diet. Pasien SN semula diberikan diet tinggi protein ialah 3-4 g/ kg BB/ hari, tetapi sekarang
sudah dinyatakan tidak sesuai lagi karena menurut penelitian berikutnya pemberian protein tingi
per oral akan memperberat beban kerja hati yang biasanya sudah terjadi gangguan dan dapat
merusak hemodinamik ginjal. Diet yang dianjurkan ialah protein 1,2 – 2,0 g/ Kg BB/ hari dan
cukup kalori yaitu 35 kcal/ Kg BB/ hari serta rendah garam (1 g/ hari).
Risiko terjadi komplikasi. Karena daya tahan tubuh pasien sindrom nefrotik sangat rendah maka
akan mudah mendapatkan infeksi. Komplikasi pada kulit akibat infeksi Streptococcus atau
Staphylococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut kebersihan kulit perlu
diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus selalu bersih dan kering. Karena
adanya anasarka sehingga pasien sukar bergerak dan tidak dapat mirin-mirin sendiri maka
memungkinkan terjadi dekubitus. Oleh karena itu, posisi pasien perlu diubah secara teratur
misalnya setiap 3 jam dan bagian tubuh yang bekas tertekan di lap dengan air hangat setelah di
lap kering, dibedak.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 12Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Proses Keperawatan Secara Umum
Pengkajian Anamnesis
Keluhan utama yang sering dikeluhkan wajah atau kaki. Pada pengkajian riwayat
kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut :
1. Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urin output
2. Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan adanya keluhan
pusing atau cepat lelah
3. Kaji adanya anoreksia pada klien
4. Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah
menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat pemakaian obat-
obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan dokumentasikan.
Pada pengkajian psikososiokultural, adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang
bengkak akan memberikan dampak rasa cemas dan koping yang maladaptif pada klien.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya compos
mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 13Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
B1 ( Breathing ). Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau
secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap
edema pulmoner dan efusi pleura.
B2 ( Blood ). Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan
beban volume.
B3 ( Brain ). Didaatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.
B4 ( Bladder ). Perubahan warna urin output seperti warna urin berwarna kola.
B5 ( Bowel ). Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
B6 ( Bone ). Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema
tungkai dari keletihan fisik secara umum.
Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin. Keadaan ini
juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan risiko
komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut, meliputi hal-hal
berikut :
1. Tirah baring
2. Diuretik
3. Adenokortikosteroid, golongan prednison
4. Diet rendah natrium tinggi protein
5. Terapi cairan. Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secra cermat
dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan dan berat badan harian
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 14Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
1. Aktual/ risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan volume urin, retensi
cairan dan natrium
2. Risiko infeksi berhubungan dengan pengobatan immunosupressant
3. Gangguan Pola Napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya sirkulasi
5. Kecemasan pada anak atau keluarga berhubungan dengan hospitalisasi pada anak
Rencana Asuhan Keperawatan
No
.
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Aktual/ risiko kelebihan
volume cairan
berhubungan dengan
penurunan volume urin,
retensi cairan dan
natrium
Dalam waktu 1 x
24 jam tidak
terjadi kelebihan
volume cairan
sistemik
Kriteria Hasil :
- Penurunan
keluhan sesak
napas, edema
ekstremitas
berkurang
- Produksi urin >
600 ml
a. Kaji adanya edema
ekstremitas
b. Istirahatkan/ tirah
baring klien pada saat
edema masih terjadi
c. Kaji tekanan darah
a. Kecurigaan gagal
kongestif/ kelebihan
volume cairan
b. Menjaga klien dalam
keadaan tirah baring
selama beberapa hari
mungkin diperlukan
untuk meningkatkan
diuresis guna
mengurangi edema
c. Sebagai salah satu
cara untuk
mengetahui
peningkatan jumlah
cairan yang dapat
diketahui dengan
meningkatkan beban
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 15Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
d. Ukur intake dan output
e. Timbang berat badan
f. Berikan oksigen
tambahan dengan
kanula nasal/ masker
sesuai indikasi
Kolaborasi :
g. Berikan diet tanpa
garam
h. Berikan diet tinggi
protein tinggi kalori
kerja jantung yang
dapat diketahui dari
meningkatnya
tekanan darah
d. Penurunan curah
jantung,
mengakibatkan
gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium
/ air, dan penurunan
urin output
e. Perubahan tiba-tiba
dari berat badan
menunjukkan
gangguan
keseimbangan cairan
f. Meningkatkan
sediaan oksigen untuk
kebutuhan miokard
untuk melawan efek
hipoksia atau iskemia
g. Natrium
meningkatkan retensi
cairan dan
meningkatkan volume
plasma
h. Diet tinggi protein
untuk menurunkan
insufisiensi renal dan
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 16Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
i. Berikan diuretik,
contoh : Furosemide,
Sprinolakton,
Hidronolakton
j. Adenokortikosteroid,
golongan prednison
k. Pantau data
laboratorium elektrolit
kalium
retensi nitrogen yang
akan meningkatkan
BUN. Diet tinggi
kalori untuk cadangan
energi dan
mengurangi
katabolisme protein
i. Diuretik bertujuan
untuk menurunkan
volume plasma dan
menurunkan retensi
cairan di jaringan
sehingga menurunkan
risiko terjadinya
edema paru
j. Adenokortikosteroid,
golongan prednison
digunakan untuk
menurunkan
proteinuria
k. Pasien yang mendapat
terapi diuretik
mempunyai risiko
terjadi hipokalemia
sehingga perlu
dipantau
2. Risiko infeksi
berhubungan dengan
pengobatan
immunosupressant
Mencegah
terjadinya infeksi
a. Monitor tanda dan
gejala infeksi
a. Untuk mengetahui
sejauh mana infeksi
sudah terjadi dan
sejauh mana adanya
penyebaran infeksi
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 17Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
b. Monitor suhu tubuh dan
hasil laboratorium
c. Gunakan teknik aseptik
pada setiap prosedur
invasif dan saat
menyentuh pasien serta
semua kontak cuci
tangan; cegah kontak
pasien dengan orang
yang risiko menularkan
infeksi
sehingga dengan lebih
cepat bisa dilakukan
upaya penanganan
dan pencegahan
infeksi lanjut
b. Untuk mengetahui
adanya neutropenia
c. Untuk menghindari
penyebaran infeksi
secara cepat
3. Gangguan Pola Napas
berhubungan dengan
peningkatan ekspansi
paru
Tujuan jangka
pendek : RR
kembali dalam
rentang normal.
Tujuan jangka
panjang : Pola
nafas efektif,
bunyi nafas
normal atau
bersih, TTV
dalam batas
normal, sesak
berkurang,
ekspansi paru
a. Kaji frekuensi
kedalaman pernafasan
dan ekspansi dada.
Catat upaya
pernafasan termasuk
penggunaan otot
bantu pernafasan /
pelebaran nasal
b. Auskultasi bunyi
nafas dan catat adanya
bunyi nafas seperti
krekels, wheezing.
c. ubah posisi klien semi
a.kecepatan biasanya
mencapai kedalaman
pernafasan bervariasi
tergantung derajat
gagal nafas.
b.Expansi dada terbatas
yang berhubungan
dengan atelektasis dan
atau nyeri dada.
c.ronki dan wheezing
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 18Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
mengembang. fowler (15-30derajat)
Kolaborasi :
d. Berikan oksigen
tambahan.
e. Berikan humidifikasi
tambahan misalnya :
nebulizer
menyertai obstruksi
jalan nafas /
kegagalan pernafasan.
d. semifowler membuat
ekspansi paru lebih
mengembang.
e. memaksimalkan
bernafas dan
membantu kerja
nafas.
4. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan
edema dan menurunnya
sirkulasi
Meningkatkan
integritas kulit
a. Mengatur atau
merubah posisi setiap
2 jam atau sesuai
kondisi
b. Pertahankan
kebersihan tubuh anak
setiap hari dan
pengalas tempat tidur
c. Gunakan lotion bila
kering
d. Kaji area kulit;
kemerahan,
tenderness, dan lecet
e. Support daerah yang
edema dengan bantal
f. Lakukan aktivitas
fisik sesuai dengan
kondisi dari anak
5. Kecemasan pada anak
atau keluarga
Mengurangi
kecemasan pada
a. Anjurkan orangtua
dan anak untuk
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 19Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
berhubungan dengan
hospitalisasi pada anak
anak dan orangtua mengekspresikan rasa
takut dan cemas
b. Berikan penjelasan
tentang sindrom
nefrotik, perawatan
dan pengobatannya
c. Ajarkan pada
orangtua untuk
membantu perawatan
pada anaknya
d. Berikan aktivitas
bermain yang sesuai
dengan kondisi dari
anak
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 20Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Proses Keperawatan Berdasarkan Kasus
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Nama : -
Umur : 4 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Alamat : -
Pekerjaan : -
Status : -
b. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Klien dibawa ke Unit Kesehatan Anak dalam keadaan edema anasarka.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Menurut ibunya, sekitar 1 bulan yang lalu klien mengalami bengkak pada
periorbita terutama pada saat bangun tidur, muka sembab, dan mengeluh pusing. Hasil
anamnesa riwayat kesehatan: sejak 1 tahun yang lalu klien mengeluh bengkak-bengkak di
seluruh tubuh sampai dengan kelopak mata. Karena keluhannya ini klien dibawa
ke RS Majalaya dan dikatakan bocor ginjal. Klien kontrol 3 bulan
terahir namun tidak ada perbaikan, kemudian klien dibawa ke RS
Al-Ihsan sejak 2012 dan diberi tablet berwarna hijau yang diminum 3x2
selama 2 bulan. Selanjutnya 4 tablet/hari selang sehari, keluhan tidak
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 21Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
berubah, klien lalu dibawa ke RSHS.. Dari pemeriksaan fisik didapatkan ascites (+).
Antropometri: BB: 32, 5 kg, TB: 121,5 cm, lingkar perut: 68 cm, suhu: 36’C.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
-
e. Riwayat Psikososialspiritual
-
f. Keluhan Miksi
Pola BAK sebelum sakit 3-5 x sehari, saat ini berkemih mulai berkurang baik dari
segi frekuensi dan jumlah urin yang dikeluarkan.
g. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tidak diketahui
TTV
B 1 ( Breathing) : respirasi rate 28 x/ m, rasio insp : eksp 1 : 1
B 2 ( Blood) : TD 130/90 mmHg, hr 112X/M
B 3 ( Brain) : Sistem saraf dan wajah tidak diketahui
B 4 ( Bladder) : Sistem Perkemihan dan Genitalia.
Inspeksi : -
Palpasi : -
Auskultasi : -
Perkusi : -
h. Pemeriksaan Penunjang
Hb 13 gr%
Ht 44%
Protein total 6,0
Albumin 2,1
Kolesterol total 345
Trigliserida 172
BUN
Serum kreatinin
30 mg%
0,9 mg%
Urin:
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 22Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
Albumin urin ++++
Warna urine Kuning
Kejernihan Keruh
pH urine 6,5
BJ Urine 1,010
Glukosa urin Negative
Keton urin +
Nitrit urin -
Urobilinogen 0,1
2. Patofisiologi
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 23Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
3. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Menurut
penuturannya ibunya,
sekitar 1 bulan yang
lalu klien mengalami
bengkak pada
periorbita terutama
pada saat bangun
tidur, muka sembab
dan mengeluh
pusing.
DO:
Edema anasarka
Dari pemeriksaan
fisik, ascites (+)
Edema pada
anggota badan
tidak simetris
Protein urine (+)
(+) (+)
Serum albumin 2,1
Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
Tekanan onkotik plasma,
tekanan hidrostatik
Perpindahan cairan dari system vaskuler ke ruangan
extraseluler (transudasi air dan elektrolit ke ruang
intersisial)
Sirkulasi vol. darah
Mengaktifkan renin-angiotensin
Angiotensin angiotensin I
Angiotensin I→ II oleh enzim konversi di dalam
kapiler paru
Vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang
sekresi aldosteron
Gangguan
volume cairan
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 24Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
gr %
Aldosteron
Reabsorpsi natrium dan air
Retensi natrium
Edema
Gangguan volume cairan
2. DS : -
DO:
HR 112 x/mnt
RR 28 x/mnt
Asscites
Menekan diafragma
Ekspansi otot pernapasan tidak optimal
Napas tidak adekuat
RR
Gangguan pola napas
Gangguan pola
napas tak efektif
Diagnosa Keparawatan berdasarkan Kasus
1) Kelebihan volume cairan (total tubuh) berhubungan dengan menurunnya tekanan
osmotic plasma ditandai dengan dari pemeriksaan fisik, ascites (+), edema anasarka,
protein urine (+) (+) (+), serum albumin 2,1 gr %
2) Gangguan Pola Napas berhubungan dengan peningkatan ekspansi paru yang ditandai
dengan RR 28 x / menit, rasio inspirasi : ekspirasi 1 : 1, ascites (+)
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 25Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
4. Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Kelebihan volume
cairan (total tubuh)
berhubungan dengan
menurunnya tekanan
osmotic plasma ditandai
dengan
DS : -
DO:
Dari pemeriksaan
fisik, ascites (+)
Edema pada anggota
badan tidak simetris
Protein urine (+) (+)
(+)
Serum albumin 2,1 gr
%
Setelah mendapat
perawatan … x 24
jam Cairan tubuh
seimbang
Dengan criteria
hasil :
1. Pasien tidak
menunjukan
adanya bukti
akumulasi
cairan (edema
minimum)
2. Pasien
mendapat
volume cairan
yang tepat
1. Atur masukan cairan
sesuai BB ideal
(14kg)
Rumus :
1000 x (kelebihan kg
x 50) = 1200
ml/kal/24 jam
2. Timbang berat
badan setiap hari
(ataui lebih sering
jika diindikasikan).
3. Kaji masukan yang
relatif terhadap
keluaran, ukur
masukan dan
keluaran secara
akurat.
4. Kaji perubahan
edema : ukur lingkar
abdomen pada
umbilicus serta
pantau
1. agar tidak
mendapatkan lebih
dari jumlah yang
dibutuhkan
2. mengkaji retensi
cairan
3. perlu untuk
menentukan fungsi
ginjal, kebutuhan
penggantian cairan
dan penurunan resiko
kelebihan cairan.
4. untuk mengkaji
ascites dan karena
merupakan sisi umum
edema.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 26Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
edema sekitar
periorbita
Kolaborasi :
5. Berikan
kortikosteroid
(prednisolon) Dosis
inisial Prednison atau
Prednisolon 60
mg/m2/hari atau 2
mg/kgBB/hari sesuai
dengan
BB ideal (BB/TB)
dibagi 3 dosis
(maksimal 80
mg/hari) selama 4
minggu.
6. Berikan infus
albumin rendah
garam 20-25% 1
g/kgBB
atau plasma
sebanyak 15-20
ml/kgBB dalam 1-2
jam, 15-30 menit
setelah infus
albumin/plasma
selesai diberikan
furosemid 1-2
mg/kgBB IV.
5. untuk menurunkan
ekskresi dari protein
urine
6. untuk mengatasi
penurunan albumin
berlebihan
2. Gangguan Pola Napas
berhubungan dengan
Tujuan jangka
pendek : RR
a. Kaji frekuensi
kedalaman
a. kecepatan biasanya
mencapai kedalaman
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 27Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
peningkatan ekspansi
paru yang ditandai
dengan RR meningkat.
kembali dalam
rentang normal.
Tujuan jangka
panjang : Pola
nafas efektif,
bunyi nafas
normal atau
bersih, TTV
dalam batas
normal, sesak
berkurang,
ekspansi paru
mengembang.
pernafasan dan
ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan
termasuk penggunaan
otot bantu pernafasan
/ pelebaran nasal
b. Auskultasi bunyi
nafas dan catat
adanya bunyi nafas
seperti krekels,
wheezing.
c. ubah posisi klien
semi fowler (15-
30derajat)
Kolaborasi :
d. Berikan oksigen
tambahan.
e. Berikan humidifikasi
tambahan misalnya :
nebulizer
pernafasan bervariasi
tergantung derajat
gagal nafas.
b. Expansi dada terbatas
yang berhubungan
dengan atelektasis dan
atau nyeri dada.
c. ronki dan wheezing
menyertai obstruksi
jalan nafas / kegagalan
pernafasan.
d. semifowler membuat
ekspansi paru lebih
mengembang.
e. memaksimalkan
bernafas dan
membantu kerja nafas.
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 28Dini Fathania / 220110100094
Sistem Urinari II 2013
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk endidikan Kebidanan. Jakarta
: Salemba Medika
Mary E. Muscari. 2005. Panduan belajar ; keperawatan pediatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit
FK UI
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC
Suriadi dan Yuliani, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Perpustakaan
Nasional RI
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Nursalam. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta :
Salemba Medika
Resume Kasus 3, Sindrom Nefrotik 29Dini Fathania / 220110100094