Responsi Final
-
Upload
radityo-galih-permadi -
Category
Documents
-
view
219 -
download
2
description
Transcript of Responsi Final
RESPONSI
ILMU KEDOKTERAN JIWA
UNIVERSITAS HANG TUAH – RSAL dr. RAMELAN SURABAYA
Nama : Radityo Galih Permadi, S. Ked
Irene Cindy Sunur, S. Ked
NIM : 2009.04.0.0013
2010.04.0.0013
Pembimbing : dr. Iman Santoso, Sp.KJ
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. Hadin Karsum
Umur : 51 tahun
TTL : Tasikmalaya, 3 Maret 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Anggota TNI AL, pangkat Pelda
Pendidikan : STM
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku Bangsa : Ayah : Jawa
Ibu : Jawa
Bangsa : Indonesia
Bahasa : Indonesia, Jawa
Alamat : Perumahan AL, Blok C-10, Sidoarjo
Tanggal MRS : 27 Desember 2014
Autoanamnesa
Autoanamnesa dilakukan pada hari Kamis, 8 Januari 2015
pukul 10.00 WIB di paviliun VI RSAL di Jalan Gadung No.1,
Surabaya.
1
Heteroanamnesa
Heteroanamnesa dilakukan pada hari Sabtu, 10 Januari
2015 pukul 16.00 WIB dengan Ibu Dewi Abdurahman dan
Tuan Fariz Hilman di rumah penderita di Perum AL Blok C-
10 Sidoarjo.
II. RIWAYAT PSIKIATRI
2.1 Keluhan Utama
Penderita merasa takut akan dibunuh setelah mencoba
membakar rumahnya sendiri pada tanggal 27 Desember 2015.
2.2 Keluhan Tambahan
Penderita cemas, merasa tidak tenang, dan mudah marah.
Kepalanya terasa berat dan pusing karena banyak pikiran.
Penderita merasa murung, sengsara, dan tidak ada semangat
untuk beraktivitas. Nafsu makannya menurun dan terkadang sulit
untuk tidur. Penderita juga mudah lupa dengan hal-hal sehari-hari.
2.3 Riwayat Penyakit Sekarang
Autoanamnesa dilakukan pada tanggal 8 Januari 2015
pukul 10.00 WIB di paviliun VI RSAL, Jalan Gadung No.1,
Surabaya
Pemeriksa mendatangi penderita yang saat itu sedang
duduk sendiri di dekat kamar rawat inapnya di paviliun VI RSAL.
Tiga hari sebelumnya pemeriksa telah berupaya mendekati dan
mengadakan perbincangan dengan penderita tetapi penderita
hanya bertanya apa yang diinginkan pemeriksa dari dirinya dan
tidak berkenan berkata banyak tentang dirinya. Baru pada tanggal
8 Januari 2015 akhirnya penderita berkenan merespon pertanyaan
pemeriksa dengan cukup baik.
2
Saat didatangi, penderita tampak tidak begitu rapi, penderita
mengenakan baju kaos dan celana training panjang yang sama
dengan hari sebelumnya, dan rambut penderita tampak agak acak-
acakan. Sambutan penderita terhadap pemeriksa awalnya dingin,
penderita bertanya apalagi yang diinginkan pemeriksa dari dirinya.
Pemeriksa lalu berkata bahwa pemeriksa hanya ingin berbincang-
bincang dan berbagi cerita dengan pasien. Pemeriksa menanyakan
bagaimana perasaan pasien hari itu dan pasien menjawab kenapa
pemeriksa bertanya jika pemeriksa sudah tahu apa yang akan
menjadi jawabannya. Pemeriksa berkata bahwa tentu pemeriksa
belum tahu dan oleh sebab itu pemeriksa bertanya. Pasien
menjawab yang pasti tidak bahagia. Lalu pasien bertanya, apa
lawan kata dari bahagia. Pemeriksa mengatakan sedih, namun
pasien tidak setuju. Sulit untuk mendapatkan jawaban dari
penderita, namun akhirnya penderita mengatakan bahwa ia bukan
lagi sedih tetapi sengsara. Sengsara karena disini ia merasa
disingkirkan oleh keluarganya sedangkan ia tidak merasa sakit.
Pemeriksa lalu menanyakan apakah anak istrinya sering
berkunjung, dan penderita berkata bahwa istrinya tidak berkunjung
dan hanya anaknya saja sekali-sekali. Pemeriksa menanyakan
apakah penderita punya masalah dengan istrinya di rumah, dan
penderita bergumam bahwa ia telah salah kaprah sebagai seorang
supir. Pemeriksa meminta penderita untuk menjelaskan maksudnya
namun penderita hanya diam dan tampak enggan untuk bercerita.
Pemeriksa mencoba mengajak penderita untuk berbagi cerita agar
hatinya bisa lebih tenang. Penderita hanya berkata bahwa
tugasnya supir adalah untuk membawa dan mengarahkan
penumpang dengan baik, tetapi ia gagal menjadi supir yang baik
untuk anggota keluarganya. Pemeriksa menanyakan kesalahan
apa yang penderita lakukan tetapi penderita menolak berbicara
lebih rinci tentang permasalahan keluarganya. Penderita
3
mengatakan bahwa hal itu panjang dan tidak perlu dibicarakan
karena pemeriksa tidak perlu tahu tentang rahasia hidupnya.
Ketika ditanyakan kenapa saat itu penderita bisa dibawa ke
paviliun tempatnya berada sekarang, penderita berkata bahwa ia
tidak ingat jelas mengapa dan bagaimana ia berada di sini.
Pemeriksa lalu mencoba menanyakan alamat rumah penderita,
usianya, nama anak penderita, nama ayah dan ibu penderita serta
nama saudaranya, tetapi penderita tampak kebingungan,
menyatakan bahwa dirinya tidak bisa mengingat dan ia memang
sering pelupa dengan banyak hal. Penderita juga lupa tentang detil
pekerjaannya dulu, dan hanya mengingat bahwa ia adalah seorang
anggota TNI AL. Penderita juga mengalami kesulitan untuk
menyelesaikan persoalan matematis sederhana.
Pemeriksa kemudian menanyakan tentang hubungan sosial
pasien dengan keluarganya dan teman-temannya, dan penderita
hanya tersenyum sendiri lalu terdiam untuk beberapa saat.
Penderita lalu bergumam bahwa yang namanya manusia itu selalu
saling bersaing, selalu berusaha menyingkirkan satu sama lain
demi dirinya sendiri. Pemeriksa lalu mengatakan bahwa jika
keluarga dan teman tentunya tidak demikian. Penderita menolak
tegas, mengatakan bahwa meskipun teman atau keluarga tetap
saja ada usaha untuk saling menyingkirkan. Penderita mengatakan
bahwa hal itu yang dialaminya, ia merasa diisolasi di sini oleh
keluarganya meskipun ia tidak gila. Penderita juga bertanya apakah
penderita terdengar seperti orang gila.
Ketika ditanyakan perihal istri keduanya, penderita langsung
menatap pemeriksa dengan tatapan seperti curiga dan bertanya
dari mana pemeriksa tahu. Penderita menolak untuk berbicara lebih
lanjut mengenai hal ini dan mengatakan bahwa ia sudah lupa.
4
Ketika ditanyakan tentang tidurnya, penderita berkata bahwa
ia merasa kepalanya penuh dan pusing jika dia berbaring, oleh
karena itu penderita merasa lebih enak dengan jalan-jalan.
Penderita juga mengaku tidak terlalu bernafsu makan. Ketika
ditanyakan apa yang penderita lakukan di komplek paviliun VI ini
penderita mengatakan bahwa ia hanya duduk-duduk atau mondar-
mandir, tidak terlalu ingin ikut bermain dengan penderita yang lain.
Penderita sering melamun, berkata bahwa ia sedang berpikir
tentang proses kehidupan. Ketika ditanyakan sejak kapan penderita
mulai merasa kepalanya sumpek dan penuh pikiran, penderita
mengatakan bahwa dirinya tidak ingat.
Pemeriksa lalu menanyakan apakah selama ini penderita
sering mendengarkan suara-suara yang tidak biasa. Penderita
mengatakan bahwa ada bisikan-bisikan yang memang didengarkan
oleh dirinya. Ketika ditanyakan apa yang dikatakan oleh bisikan
tersebut, penderita mengatakan bahwa bisikan menyuruh dirinya
untuk melakukan ini dan itu. Pemeriksa menanyakan suruhan apa
yang dibisikan suara tersebut tetapi penderita menolak menjawab
lebih lanjut dan mengatakan bahwa pemeriksa harus mengikuti
dirinya terus untuk bisa mendengarkan suara itu juga saat suara itu
berbicara kepadanya.
Penderita menyangkal adanya penglihatan-penglihatan yang
tidak biasa, namun penderita mengatakan bahwa dirinya merasa
ada yang ingin membunuhnya. Pemeriksa menanyakan siapakah
dan seperti apakah orang yang penderita rasa ingin membunuhnya
tersebut tetapi penderita tidak bisa menjelaskan dengan jelas.
Ketika ditanyakan apakah penderita masih merasa ada yang ingin
membunuhnya hingga sekarang, penderita mengatakan tidak ada.
Perbincangan bersama penderita kemudian disudahi dan
pemeriksa menyampaikan terimakasih kepada penderita. Secara
umum, penderita tampak agak tertutup, tidak banyak bicara, dan
5
cenderung memotong pembicaraan tentang keluarganya. Penderita
seringkali terdiam dan berpikir untuk waktu yang lama sebelum
menjawab pertanyaan. Penerimaan penderita terhadap pemeriksa
awalnya agak dingin, dan kadang menunjukan wajah curiga saat
dilontarkan pertanyaan. Penderita juga sering bingung karena ia
melupakan banyak sekali hal-hal yang berkaitan dengan dirinya
sendiri dan anggota keluarganya.
Heteroanamnesa dilakukan dengan Ibu Dewi Abdurahman (istri
sah penderita) dan Fariz Hilman (anak kedua penderita) di
rumah penderita di Perum AL Blok C-10, Sidoarjo
Ketika pemeriksa tiba di rumah penderita, istri penderita dan
putranya menyambut pemeriksa dengan ramah. Pemeriksa
kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan pemeriksa
melakukan kunjungan ini serta meminta izin untuk mengajukan
beberapa pertanyaan. Istri penderita dan putranya kemudian
menyatakan setuju. Istri penderita menjelaskan bahwa kini yang
ada di rumahnya hanya putra kedua, sedangkan putra pertama dan
ketiga sedang berada di luar kota. Istri penderita tampak ramah dan
rapi, mengenakan jilbab berwarna biru. Putra penderita pun tampak
ramah dengan kaos dan celana yang rapi.
Pemeriksa mulai menanyakan tentang penderita kepada istri
dan anaknya. Dimulai dari bagaimana sifat dan perilaku penderita
sebelum sakit. Istri dan anaknya mengatakan bahwa sejak muda
penderita mempunyai sifat temperamental, mudah marah, keras
kepala, dan kadang kasar. Penderita sering marah karena perkara
sepele, dan sering memukul istri dan anak-anaknya apabila
keinginan atau perintahnya tidak dituruti. Putra penderita mengaku
bahwa ia pernah ditampar dan diludahi hanya karena membelikan
makanan yang tidak sesuai permintaan penderita. Penderita juga
dikatakan sebagai tipe orang yang suka menyendiri, tidak terlalu
banyak bersosialisasi dengan siapapun meskipun keluarga sendiri,
6
diam, dan selalu menyimpan pikiran dan masalahnya sendiri.
Penderita suka menyimpan rahasia dan tidak senang ketika diajak
bercerita. Apabila ditanyakan terus menerus, penderita akan
marah.
Ketika ditanyakan tentang teman-teman penderita, istri dan
putranya mengaku bahwa penderita tidak punya banyak teman.
Hanya ada dua teman yang bersama-sama dengan penderita
sering pergi ke gunung atau gua, katanya untuk belajar “ilmu”.
Namun penderita tidak pernah mau menjelaskan ilmu itu untuk apa.
Salah satu dari teman penderita tersebut ada yang juga mengalami
gejala mirip dengan penderita, yaitu bingung, cemas, gelisah dan
sering bicara sembarangan. Teman tersebut sekarang telah
meninggal dunia dengan sebab yang kurang diketahui istri
penderita.
Ketika ditanyakan tentang orang tua dan saudara-saudara
penderita, istri penderita mengatakan bahwa semua orang tua dan
saudara-saudara penderita berperilaku normal, tidak ada yang
mudah marah atau bermain kasar. Istri dan anak penderita
mengatakan bahwa saudara-saudara penderita sering menuding
bahwa penderita memang kasar, mudah marah, dan mudah
tersinggung sejak kecil. Menurut sang istri, saudara-saudara
penderita ini sering menjelekkan satu sama lain dan tidak peduli
dengan keadaan satu sama lain. Penderita tidak dirawat oleh ayah
dan ibunya saat kecil karena kedua orang tuanya sibuk bekerja.
Penderita dirawat oleh salah satu kakak perempuannya. Ketika ibu
penderita sakit parah dan diopname sebelum meninggal, penderita
tidak berkenan memberikan uang untuk biaya ibunya.
Ketika ditanyakan tentang hubungan penderita dengan
ketiga anaknya, putranya mengatakan bahwa tidak ada yang dekat
dengan penderita karena sejak mereka kecil penderita sering
memukul dan memarahi mereka dan sang ibu. Penderita dikatakan
7
dingin dan tidak peduli dengan orang lain sama sekali, hanya
memikirkan kemauannya sendiri. Hukuman yang diberikan pada
anak-anaknya juga sering tidak masuk akal, seperti berdiri terbalik
dengan kepala dan tangan di lantai.
Ketika ditanyakan apa yang terjadi sebelum penderita
dibawa ke RSAL, sang istri mengatakan bahwa penderita stress
setelah permintaan istri kedua (selingkuhannya) untuk diakui
keluarga ditolak oleh sang istri pertama. Istri penderita mengatakan
bahwa mereka menikah pada tahun 1987 dan setelah tahun 2000,
penderita jarang berada di rumah, sering beralasan dinas keluar
kota. Ibu kemudian mulai curiga karena uang pendapatan dari
penderita yang diberikan ke keluarga semakin berkurang, hingga
ibu harus berhutang dimana-mana untuk membayar biaya sekolah
ketiga putranya. Selain itu ibu juga mulai mendengar pembicaraan
tetangga di sekitar perumahan bahwa penderita berselingkuh. Ibu
juga menemukan sebuah cincin di kamar penderita. Istri penderita
kemudian menanyakan pada penderita dan penderita tanpa
perasaan bersalah mengaku bahwa dirinya memiliki wanita lain dan
memiliki satu anak. Sejak saat itu kehidupan rumah tangga mereka
semakin dingin dan menjauh. Penderita jarang pulang, dan ketika
di rumah penderita hanya marah-marah dan mengamuk kepada
mereka.
Tiga bulan terakhir, yaitu sejak Oktober 2014, penderita tiba-
tiba mengatakan bahwa selingkuhan dan anaknya ingin diakui oleh
istri pertama dan anak-anaknya sebagai bagian dari keluarga resmi
mereka. Istri pertama dan putranya menolak tegas, dan sejak saat
inilah penderita mulai menunjukan perilaku yang semakin aneh.
Penderita akan mondar-mandir di ruang tamu sepanjang hari tanpa
henti, kadang penderita akan membentak-bentak dan berteriak
ketika duduk sendirian di suatu ruangan. Penderita juga sering lari
keluar rumah di tengah malam dan berjalan mengelilingi komplek
8
perumahannya hingga subuh. Penderita tidak bernafsu makan dan
menjadi sangat kurus.
Pada 27 Desember 2014, ketika istri penderita sedang
bepergian keluar kota dan rumah dalam keadaan kosong, penderita
membakar rumahnya di bagian dapur. Putra kedua kebetulan
kembali ke rumah dan menyaksikan penderita sedang membakar-
bakar. Ketika ditanyakan apa yang dilakukan, penderita hanya
tampak kaget dan ketakutan lalu berkata tidak tahu dan tidak
peduli, lalu meloncat dan melarikan dirinya lewat genteng rumah.
Putra penderita lalu berusaha memadamkan api. Penderita
melarikan dirinya di atas genteng rumah tetangga, lalu
membongkar salah satu genteng dan masuk ke dalam salah satu
rumah tetangganya dan bersembunyi di situ.
Setelah masyarakat sekitar datang bersama putra pertama
penderita, ketika ditemui oleh sang putra pertama, penderita
dikatakan sedang bersembunyi dan tampak sangat ketakutan.
Penderita mengatakan bahwa ada yang akan membunuhnya
sehingga ia menolak untuk keluar dari persembunyiannya. Putra
penderita pun kemudian terpaksa berbohong bahwa orang-orang di
luar telah dibunuh duluan. Barulah kemudian penderita keluar dan
dibawa ke rumah sakit.
Setelah berbincang-bincang dengan istri penderita dan
putranya dan hendak mengakhiri pembicaraan, sang putra
mengatakan bahwa penderita pernah tertangkap menggunakan
‘ganja’ sekali oleh dirinya. Tetapi sang putra tidak jelas sejak kapan
dan seberapa sering ayahnya menggunakan ganja. Karena
penderita sangat tertutup dan jarang berada di rumah.
Istri penderita juga mengatakan bahwa penderita memang
sering melupakan hal-hal yang mudah, dan tidak bisa berhitung
dengan baik.
9
Pembicaraan kemudian disudahi dan pemeriksa
berterimakasih kepada istri dan putra penderita atas waktu dan
kesempatan yang telah diluangkan untuk pemeriksa. Pemeriksa
kemudian bersalaman dan berpamitan dengan istri dan putra
penderita.
2.4 Riwayat Penyakit Sebelumnya
A. Riwayat Gangguan Psikiatri
Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya disangkal.
B. Riwayat Gangguan Medik
Hipertensi : disangkal
Trauma kepala, penyakit SSP, tumor : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Paru : TB Paru
Gastritis : disangkal
Alergi : disangkal
Hipertiroidisme : disangkal
C. Riwayat Penggunaan Obat Terlarang dan Alkohol
Penderita pernah menggunakan ganja.
2.5 Riwayat Penyakit Keluarga
A. Riwayat Gangguan Psikiatri
Disangkal
B. Riwayat Gangguan Medis
Hipertensi : Ayah
Trauma kepala, penyakit SSP, tumor : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Paru : disangkal
Gastritis : disangkal
10
Alergi : disangkal
Hipertiroidisme : disangkal
Keganasan : disangkal
2.6 Riwayat Sosial dan Riwayat Hidup
Sejak kecil penderita dirawat oleh salah satu kakak
perempuannya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja
Penderita menempuh pendidikan SD dan SMP di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Lulus tepat waktu.
Penderita menempuh pendidikan terakhir di STM
Tasikmalaya, Jawa Barat.
Ayah pasien meninggal pada tahun 1998 dan ibu pasien
meninggal pada tahun 2013.
Pasien memiliki enam saudara kandung yang semuanya
wanita.
Pasien memiliki tiga putra dari istri pertama yaitu Ny.Dewi
Abdurahman, dan satu putra dari istri kedua yang tidak
diketahui namanya.
Penderita tidak memiliki banyak teman, dan tidak dekat
dengan keluarganya. Penderita tidak suka bercerita dan
berbicara tentang dirinya kepada orang orang di sekitarnya.
Masalah penderita selalu disimpan sendiri.
Silsilah keluarga penderita:
11
1 2
3 4 5 6
7
8 9
10
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Penderita
Orang tua penderita:
1. Ayah penderita
Nama : Karsum
Pekerjaan : TNI AD
Pendidikan : SMA
2. Ibu penderita
Nama : Djuarsih
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Saudara penderita:
3. Saudara pertama
Nama : Ika
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
4. Saudara ke-dua
Nama : Caca Juarsa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
12
5. Saudara ke-tiga
Nama : Itik
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
6. Saudara ke-empat
Nama : Kurnia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
7. Saudara ke-lima
Nama : Hadin Karsum
Pekerjaan : TNI AD
Pendidikan : STM
8. Saudara ke-enam
Nama : Rahmawati
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
9. Saudara ke-tujuh
Nama : Ida Hamida
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
10. Istri Penderita
Nama : Dewi Abdurrahman
Pekerjaan : Guru Sekolah Dasar
Pendidikan : Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
13
2.7 Riwayat Pendidikan
SD : SDN Tasikmalaya,Jawa Barat (Lulus 6 tahun)
SMP : SMPN Tasikmalaya,Jawa Barat (Lulus 3
tahun)
SMA : STM Tasikmalaya, Jawa Barat (Lulus 3
tahun)
2.8 Riwayat Pekerjaan
Penderita merupakan anggota dari TNI AL Surabaya dengan
pangkat bintara.
2.9 Faktor Penyebab
Premorbid
Penderita memiliki kepribadian yang introvert, mudah marah,
mudah tersinggung, dan suka memendam masalahnya
sendiri.
RTTGJ
Penderita merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam
keluarganya dari tujuh bersaudara.
Keturunan
Disangkal
2.10 Faktor Pencetus
Penderita didesak oleh istri kedua dan anak dari perselingkuhannya
untuk diakui oleh keluarganya sedangkan keluarga sah penderita
tidak setuju.
2.11 Faktor Organik
Penderita memiliki TB paru.
14
III. STATUS INTERNA
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Vital Sign : TD : 130/80 mmHg
Nadi : 91x/menit
Suhu: 36,7
RR : 22x/menit
d. A/I/C/D : -/-/-/-
e. Kepala/Leher : Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran Thyroid : (-)
f. Thoraks : Cor : S1 S2 tunggal
Pulmo : ronkhi (+)
g. Abdomen :
Inspeksi : datar simetris
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar lien, ginjal tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : suara bising usus dalam batas normal
h. Esktremitas : akral hangat ada keempat ekstremitas
IV. STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : GCS 4-5-6
Meningeal Sign : (-)
Mata : Gerakan normal, pupil isokor, refleks pupil +/+
Motorik : normotonus, turgor baik, koordinasi baik
Refleks fisiologis : dalam batas normal
Refleks patologis : (-)
V. STATUS PSIKIATRI
Penampilan : seorang laki-laki dengan wajah sesuai umur,
berpakaian dan berpenampilan kurang rapi.
tidak ada cacat fisik.
Perilaku : selama wawancara, penderita sulit diajak
15
bicara, enggan untuk mengeluarkan isi pikiran
dan bercerita tentang kehidupannya secara
detil. Penderita juga kesulitan mengingat
banyak hal tentang dirinya dan keluarganya.
Kontak Mata : (+)
Verbal : (+)
Kesadaran : berubah
Disorientasi : waktu (+), tempat (-), orang (-)
Afek/emosi : dangkal
Proses berpikir : Bentuk pikiran : non-realistik
Arus pikiran : asosiasi longgar
Isi pikiran : waham kejaran, pikiran
curiga, isolasi sosial
Psikomotor : meningkat
Persepsi : halusinasi auditorik: (+)
halusinasi optik : (-)
ilusi : (-)
Kemauan : perawatan diri : menurun
sosial : menurun
pekerjaan : menurun
Inteligensi : fungsi kognitif : menurun
VI. RESUME
Bapak Hadin Karsum, laki-laki berusia 51 tahun merupakan anak
ke-lima dari tujuh bersaudara dan merupakan putra dari Bapak Karsum
dan Ibu Djuarsih. Penderita merupakan orang yang mudah marah, mudah
tersinggung, tertutup, dan sering menyimpan masalahnya sendiri.
Penderita dibawa ke paviliun VI RSAL Surabaya setelah berusaha
membakar rumahnya dan menyembunyikan dirinya di rumah tetangga
karena merasa takut dibunuh.
Berdasarkan autoanamnesa didapatkan bahwa pasien adalah
orang yang mudah curiga dan pasien merasa bahwa ada yang ingin
16
membunuhnya. Pasien juga merasa kepalanya berat dan pusing karena
banyak pikiran, murung, dan tidak bersemangat untuk aktivitas. Nafsu
makan pasien turun dan terkadang sulit tidur.
Berdasarkan heteroanamnesa didapatkan bahwa penderita adalah
orang yang mudah marah, mudah tersinggung, suka memendam masalah
sendiri, tertutup dan sering menyembunyikan rahasia. Pasien juga pernah
memakai obat terlarang dan mempelajari apa yang diyakininya sebagai
suatu ‘ilmu’ khusus di tempat-tempat terpencil.
6.1 Riwayat Penyakit Sebelumnya
Riwayat Gangguan Psikiatri
Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya disangkal
Riwayat Gangguan Medik
Hipertensi : disangkal
Trauma kepala, penyakit SSP, tumor : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Paru : TB Paru
Gastritis : disangkal
Alergi : disangkal
Hipertiroidisme : disangkal
Riwayat Penggunaan Obat Terlarang dan Alkohol
Penderita pernah menggunakan ganja.
6.2 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Gangguan Psikiatri
Disangkal
Riwayat Gangguan Medis
Hipertensi : Ayah
17
Trauma kepala, penyakit SSP, tumor : disangkal
Diabetes melitus : disangkal
Paru : disangkal
Gastritis : disangkal
Alergi : disangkal
Hipertiroidisme : disangkal
6.3 Riwayat Sosial dan Riwayat Hidup
Sejak kecil penderita dirawat oleh salah satu kakak
perempuannya karena kedua orang tuanya sibuk bekerja
Ayah pasien meninggal pada tahun 1998 dan ibu pasien
meninggal pada tahun 2013.
Pasien memiliki enam saudara kandung.
Pasien memiliki tiga putra dari istri pertama yaitu Ny.Dewi
Abdurahman, dan satu putra dari istri kedua yang tidak
diketahui namanya.
Penderita tidak memiliki banyak teman, dan tidak dekat
dengan keluarganya. Penderita tidak suka bercerita dan
berbicara tentang dirinya kepada orang orang di sekitarnya.
Masalah penderita selalu disimpan sendiri.
Silsilah keluarga penderita:
Keterangan:
: Laki-laki
18
1 2
3 4 5 6
7
8 9
10
: Perempuan
: Penderita
Orang tua penderita:
1. Ayah penderita
Nama : Karsum
Pekerjaan : TNI AD
Pendidikan : SMA
2. Ibu penderita
Nama : Djuarsih
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
Saudara penderita:
3. Saudara pertama
Nama : Ika
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
4. Saudara ke-dua
Nama : Caca Juarsa
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SD
5. Saudara ke-tiga
Nama : Itik
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
19
Pendidikan : SMP
6. Saudara ke-empat
Nama : Kurnia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMP
7. Saudara ke-lima
Nama : Hadin Karsum
Pekerjaan : TNI AD
Pendidikan : STM
8. Saudara ke-enam
Nama : Rahmawati
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
9. Saudara ke-tujuh
Nama : Ida Hamida
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
10. Istri Penderita
Nama : Dewi Abdurrahman
Pekerjaan : Guru Sekolah Dasar
Pendidikan : Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia
6.4 Faktor Penyebab
Premorbid
20
Penderita memiliki kepribadian yang introvert, mudah marah,
mudah tersinggung, dan suka memendam masalahnya
sendiri.
RTTGJ
Penderita merupakan anak laki-laki satu-satunya dalam
keluarganya dari tujuh bersaudara.
Keturunan
Disangkal
6.5 Faktor Pencetus
Penderita didesak oleh istri kedua dan anak dari perselingkuhannya
untuk diakui oleh keluarganya sedangkan keluarga sah penderita
tidak setuju.
6.6 Status Interna
Ronkhi paru (+)
6.7 Status Neurologi
Dalam batas normal.
6.8 Status Psikiatri
Penampilan : seorang laki-laki dengan wajah sesuai umur,
berpakaian dan berpenampilan kurang rapi.
tidak ada cacat fisik.
Perilaku : selama wawancara, penderita sulit diajak
bicara, enggan untuk mengeluarkan isi pikiran
dan bercerita tentang kehidupannya secara
detil. Penderita kesulitan mengingat banyak
hal tentang dirinya dan keluarganya.
Kontak Mata : (+)
Verbal : (+)
Kesadaran : berubah
21
Disorientasi : waktu (+), tempat (-), orang (-)
Afek/emosi : dangkal
Proses berpikir : Bentuk pikiran : non-realistik
Arus pikiran : asosiasi longgar
Isi pikiran : waham kejaran, pikiran
curiga, isolasi sosial
Psikomotor : meningkat
Persepsi : halusinasi auditorik: (+)
halusinasi optic : (-)
ilusi : (-)
Kemauan : perawatan diri : menurun
sosial : menurun
pekerjaan : menurun
Inteligensi : fungsi kognitif : menurun
VII. DIAGNOSIS
7.1. Formulasi Diagnostik
Pada penderita ditemukan adanya pola perilaku dan psikologis yang
secara klinis bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala
yang menimbulkan penderitaan (distress) dan atau terganggunya fungsi
penting seseorang (disfungsi sosial, biologis, perilaku, dan pekerjaan).
Dengan demikian, dapat disampaikan bahwa penderita mengalami suatu
“gangguan jiwa”.
Pada penderita ini ditemukan adanya gangguan pada penghayatan
akan realitas (sense of reality) dan kemampuan menilai realitasnya juga
terganggu. Adanya afek dan emosi yang dangkal, arus pikiran (asosiasi
longgar), dan isi pikiran (waham kejaran, pikiran curiga, dan isolasi sosial),
disertai adanya gangguan persepsi, berupa halusinasi dengar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa penderita mengalami gangguan jiwa
“psikosa”.
22
Pada penderita tidak ditemukan riwayat trauma kepala ataupun
penyakit organik lain yang berat, yang menyebabkan gangguan fungsi
jaringan otak sebelum gejala terjadi. Pada penderita ditemukan adanya
riwayat penggunaan ganja. Namun, tidak terdapat adanya riwanyat
mengkonsumsi alkohol. Dengan demikian, penderita dapat digolongkan
mengalami “gangguan psikosa fungsional”.
Selain itu, pada penderita ini juga dapat ditemukan gejala-gejala khas,
yaitu:
Adanya gangguan persepsi, berupa halusinasi dengar. Penderita
mendengar suara bisikan-bisikan yang menyuruh dirinya untuk
melakukan ini dan itu.
Adanya gangguan proses berpikir, yaitu pada bentuk pikiran (non-
realistik), arus pikiran (asosiasi longgar), dan isi pikiran (waham
kejaran, pikiran curiga, dan isolasi sosial). Penderita selalu curiga
kepada istrinya bahwa istrinya pergi ke rumah ibunya ketika penderita
sedang bekerja.
Adanya respon emosional yang tidak wajar, penarikan diri dari
pergaulan sosial, menurunnya kemauan untuk melakukan perawatan
diri, dan menurunnya kinerja sosial.
Adanya gejala positif dari skizofrenia, yaitu adanya waham, halusinasi,
tidak bisa tidur, marah-marah dan berteriak.
Penderita telah memiliki gejala-gejala ini lebih dari satu bulan
Jika dihubungkan antara kriteria diagnosis menurut PPDGJ III dengan
gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita bisa disimpulkan
bahwa penderita memenuhi kriteria diagnosis gangguan jiwa F20.0
“skizofrenia”
Pada penderita ini didapatkan onset gejala pertama kali pada saat
berusia 51 tahun, dimana gejala klinisnya didominasi oleh:
23
Halusinasi suara berupa bisikan-bisikan yang menyuruh penderita
untuk berbuat ini dan itu.
Adanya waham kejaran dengan perasaan seperti dikejar-kejar oleh
orang-orang yang akan membunuhnya.
Maka, dapat disimpulkan bahwa penderita mengalami “skizofrenia
paranoid” dengan diagnosis F20.0
Penderita merupakan orang yang sering bertindak impulsif tanpa
memikirkan segala macam konsekuensinya, sebagai ketika istri penderita
sedang bepergian keluar kota dan rumah dalam keadaan kosong,
penderita membakar rumahnya di bagian dapur. Putra kedua kebetulan
kembali ke rumah dan menyaksikan penderita sedang membakar-bakar.
Ketika ditanyakan apa yang dilakukan, penderita hanya tampak kaget dan
ketakutan lalu berkata tidak tahu dan tidak peduli, lalu meloncat dan
melarikan dirinya lewat genteng rumah. Hal ini merupakan gambaran
kepribadian tipe ambang sehingga diagnosa pada axis II penderita
memiliki “kepibadian tipe ambang”.
Pada axis III ditemukan adanya penyakit tuberkulosa paru.
Pada axis IV ditemukan stressor psikososial yang mendahului
munculnya gejala berupa masalah keluarga akibat perselingkuhannya
yang dilakukan sejak tahun 2000 dan pada Oktober 2014 selingkuhannya
beserta anak hasil perselingkuhannya ingin diakui sebagai keluarga.
Pada axis V dilakukan penilaian terhadap penyesuaian diri dengan
menggunakan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale nilai
evaluasi GAF current 50-41 (gejala berat, disabilitas berat).
7.2. Formulasi Psikodinamik
24
Penderita adalah anak ke-5 dari tujuh bersaudara dan semua saudara
kandungnya berjenis kelamin perempuan. Sejak kecil penderita
dibesarkan oleh salah satu kakak perempuannya karena kedua orang
tuanya sibuk bekerja. Hubungan antar saudara penderita dikatakan
kurang baik, sering menjelek-jelekan satu sama lain dan tidak saling
memperhatikan. Hubungan penderita dengan orangtuanya juga kurang
baik. Penderita merupakan orang yang tertutup, tidak suka banyak bicara,
suka memendam masalahnya sendiri dan mudah tersinggung. Penderita
bekerja sebagai anggota TNI AL Surabaya sejak tahun 1985 dan tidak
mempunyai banyak teman, hanya ada dua teman penderita yang sering
pergi ke tempat-tempat terpencil bersama penderita untuk belajar “ilmu”
tertentu.
Gejala mulai timbul sejak bulan Oktober 2014 setelah istri pertama dan
anak-anak penderita menolak permintaan istri kedua (selingkuhan)
penderita dan putra hasil perselingkuhannya untuk diakui sebagai
keluarga resmi mereka. Penderita mulai tampak cemas dan gelisah,
berjalan mondar-mandir di ruang tamu sepanjang hari, membentak-bentak
dan berteriak sendiri di suatu ruangan, berlari keluar rumah saat malam
hari dan mengelilingi kompleks perumahan hingga subuh. Penderita tidak
bisa tidur dan nafsu makannya juga menurun.
Apabila seseorang terpapar suatu stressor, maka integritas diri individu
akan merespon dengan dua cara, yaitu “Task Oriented” ataupun
“Mekanisme Pembelaan Ego”. Penderita dengan ciri kepribadian skizoid
biasanya menggunakan mekanisme pembelaan ego yang merupakan
suatu mekanisme yang mempertahankan harga diri atau integritas
seseorang. Terjadinya mekanisme pembelaan ego ini pun adalah secara
tidak disadari. Apabila mekanisme pembelaan ego ini digunakan secara
terus menerus dan berlebihan, maka akan timbul suatu disharmoni dan
disintegrasi kepribadian. Hal tersebut terjadi pada penderita. Mekanisme
pembelaan ego yang digunakan penderita adalah represi, di mana
25
perasaan-perasaan dan impuls yang nyeri atau tidak dapat diterima
didorong keluar kesadaran, tidak diingat dan “dilupakan”.
Mekanisme timbulnya gangguan jiwa pada penderita berdasar pada
intervensi 3 variabel penting, yaitu:
Stress yang diterima diinterpretasikan berat oleh penderita
Sumber daya penyesuaian individu yang kurang dalam hal daya
tahan penderita terhadap stress.
Diathesis-stress = kerentanan = “bakat” penderita
Ketiga hal diatas dapat menimbulkan berbagai klinis gangguan jiwa.
Timbul gangguan mental akibat ketidakseimbangan antara
beratnya stressor dengan sumber daya penyesuaian diri seseorang.
Menurut bagan di atas, maka penderita dapat digolongkan dalam
keadaan “sakit”.
Berdasarkan teori Hans Selye bisa dilihat dari fase terjadinya stress
pada penderita, maka akan didapatkan perkembangan yang signifikan
dan sesuai, yang dimulai dari:
Alarm reaction : Terjadinya pembangkitan emosi dan
ketegangan pada diri penderita.
26
Fase resistensi : Terjadinya perubahan perilaku menjadi
mudah marah dan bila marah bisa mengamuk.
Fase kelelahan : Terjadinya pembangkitan emosi yang terlalu
sering yang akhirnya menyebabkan timbulnya fase kelelahan.
Penderita tidak mampu melawan stressor yang melebihi daya
tahan mental penderita. Keadaan ini lalu menimbulkan gangguan
jiwa psikosa.
Stressor-stressor tersebut ditambah dengan kepribadian penderita
yang skizoid dapat menyebabkan penderita kesulitan untuk menghadapi
masalah-masalah yang dialami. Menurut Adolf Meyer jika seseorang tidak
mampu beradaptasi dengan masalah yang dihadapi maka orang tersebut
akan jatuh ke dalam gangguan psikosa yang mengarah ke skizofrenia.
VIII. DIAGNOSIS MULTIAXIAL
Axis I : Skizofrenia paranoid (F20.0)
Axis II : Kepribadian tipe ambang (borderline)
Axis III : TB paru
Axis IV : Masalah keluarga karena perselingkuhannya
Axis V : GAF Scale 50-41
IX. TERAPI
Somatoterapi
Stelazine 2 x 5 mg
Psikoterapi
Untuk pasien ini, psikoterapi yang dapat dilakukan yaitu:
1. Ventilasi/katarsis yaitu membiarkan pasien mengeluarkan isi hati
sesukanya sampai ia merasa lega dan kebingungannya berkurang.
2. Persuasi yaitu memberikan penjelasan yang masuk akal tentang
timbulnya berbagai macam gejala.
27
3. Sugesti yaitu penanaman pikiran secara halus dan tidak langsung
kepada pasien atau membangkitkan kepercayaan padanya bahwa
segala macam masalah dapat diselesaikan.
Sosioterapi
Dengan memanipulasi lingkungan untuk mendukung kesembuhan
pasien yaitu dengan cara:
1. Menganjurkan keluarga pasien untuk selalu mengingatkan pasien
agar tetap teratur minum obat
2. Menganjurkan kepada keluarga pasien agar lebih memberikan
perhatian, dukungan moril, dan keterbukaan kepada pasien.
X. MONITORING DAN USUL
A. MONITORING
Keadaan umum
Vital Sign
Efek samping obat
Status psikiatri
B. USUL
Konseling terkait stressor
XI. PROGNOSIS
Kepribadian premorbid : introvert, mudah marah dan
tersinggung (Jelek)
Onset usia : dewasa (Baik)
Jenis : skizofrenia paranoid (Baik)
Onset timbul : akut (Baik)
Onset pengobatan : akut (Baik)
Faktor pencetus : berat (Baik)
Faktor keturunan : disangkal (Baik)
Kesimpulan: dubia ad bonam
28
XII. LAMPIRAN
Denah Rumah Penderita
Foto dengan keluarga penderita
29