Responsi Dewi Mandasari.doc
-
Upload
dedew11111 -
Category
Documents
-
view
257 -
download
2
Transcript of Responsi Dewi Mandasari.doc
RESPONSI KASUS
PINGUEKULA IRITAN
Pembimbing :
dr. Ululil Chusaida W, SpM
DisusunOleh:
Dewi Mandasari
201420401011111
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSU HAJI SURABAYA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2015
1
Responsi dengan judul “Pinguekula Iritan” telah diperiksa dan disetujui sebagai
salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik Dokter
Muda di Bagian SMF Mata.
Surabaya, September 2015
Pembimbing
dr. Ululil Chusaida W, SpM
2
LEMBAR PENGESAHAN
RESPONSI
PINGUEKULA IRITAN
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 STATUS PASIEN 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Definisi Pinguekula……………………………………………6
2.2 Epidemiologi ……… 6
2.3 Etiologi.......................................................................................6
2.5 Patofisiologi… ……………… 6
2.6 Manifestasi Klinis …….... 7
2.7 Diagnosis…………. ……… 8
2.8 Penatalaksanaan ……………… 9
2.9 Prognosis…………. ……… 9
BAB 3 PEMBAHASAN 10
DAFTAR PUSTAKA 13
3
BAB 1
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama pasien : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 38 tahun
Alamat : Surabaya, Jawa Timur
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Pabrik Rokok
Status : Menikah
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
No. Reg : 714770
1.2 Anamnesis
1.2.1 Keluhan utama : Mata kanan terasa mengganjal
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poliklinik Mata RSU Haji Surabaya untuk kontrol dengan
keluhan mata kanan terasa mengganjal sejak 1 bulan, timbul benjolan
kekuningan membesar pelan-pelan, awalnya mata kanan terlihat merah,
diikuti mata kanan sering merasa berair (+), berasa kelilipan atau
mengganjal (+), silau (-), kotoran mata (-), pusing (-), kemeng (-), kelopak
mata terasa sukar dibuka (-), penglihatan tidak terpengaruh pasien tetap
nyaman menggunakan kacamata seperti biasanya.
Pasien sudah berobat ke poli mata, diberi obat tetes untuk mata kanan-kiri
cendo lyteers sebanyak dua kali perhari satu tetes, dan cendo xitrol untuk
mata kanan empat kali perhari satu tetes. Pasien merasa mata merah sudah
membaik namun rasa mengganjal masih tetap.
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Hipetrensi (-)
4
DM (-)
Kacamata Kanan minus -4.00 silinder -2.00 / Kiri minus -4.50 silinder-2.00
1.2.4 RIwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang mengalami sakit seperti ini dikeluarga.
1.2.5 Riwayat Sosial
- Pasien bekerja di pabrik rokok bagian produksi sehingga sering terkena
debu tembakau.
- Pasien sering terpapar sinar matahari dan sehari-hari naik motor terkena
debu jalan dan angin.
- Penggunaan softlens (-)
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak baik
Kesadaran : Komposmentis
Status lokalis
Tajam Penglihatan:
VOD : 0,1 F
VOS : 0,1 F
Pergerakan bola mata
(Baik ke segala arah) (Baik ke segala arah)
Segmen Anterior:
5
OD OS
OD KETERANGAN OS
Dalam batas normal Palpebra Dalam batas normal
Hiperemi (+) minimal Konjungtiva Hiperemi (-)
Jernih Kornea Jernih
Dalam Bilik mata depan Dalam
Reguler Iris Reguler
Bulat, diameter 3 mm, RCL
& RCTL (+)
Pupil Bulat, diameter 3 mm, RCL
& RCTL (+)
Jernih Lensa Jernih
Tekanan Intra Okuler
TOD : normal palpasi
TOS : normal palpasi
Segmen Posterior
OD KETERANGAN OS
tde Fundus refleks tde
tde Papil nervus II tde
6
tde Retina tde
tde Vaskuler tde
tde Makula tde
tde Vitreous tde
1.4 Pemeriksaan Lain
Lensometri : OD S-4.00 C-2.00 x 90/ OS S-4.50 C-2.00 x180
1.5 Daftar Masalah
- Wanita 38 tahun
- Mata kanan terasa mengganjal sejak satu bulan, awalnya merah.
- Riwayat terpapar debu, sinar matahari dan angin.
- Visus Natural :
VOD : 0,1 F
VOS : 0,1 F
- Masa kekuningan pada konjugtiva bulbi bagian nasal
- Konjungttiva nasal dextra hiperemi
1.6 Diagnosis
o OD pinguekula iritan
o ODS suspek astigmatisme myopia kompositus
1.7 Rencana
1.7.1 Diagnostik
-
1.7.2 Terapi
Lyteers tetes mata 4 kali sehari, satu tetes ODS
7
1.7.3 Monitoring
Keluhan subyektif.
Segmen anterior
1.7.4 Edukasi
Menjelaskan kepada pasien tentang kondisi yang dialami adalah suatu
pinguekula, suatu masa seperti timbunan lemak berwarna kekuningan
yang tidak berbahaya namun dapat teriritasi sewaktu-waktu.
Menjelaskan faktor pencetus terjadinya pinguekula, antara lain paparan
sinar ultraviolet dari matahari, paparan debu, paparan angin.
Menjelaskan kepada pasien bahwa terapi dari pinguekula sendiri tidak
diperlukan kecuali bila terjadi iritasi yang ditandai dengan mata merah
dan terasa semakin mengganjal.
Menjelaskan pasien bahwa pinguekula ini merupukan tumor jinak yang
jarang membesar, namun hanya pada beberapa kasus kemungkinan dapat
berkembang menjadi pterigium sehingga pasien harus mengurangi
faktor-faktor resiko yang menyebabkan pinguekula sseperti pajanan sinar
matahari, debu, dan iritasi mata yang berulang.
Memberi informasi kepada pasien untuk menggunakan kacamata anti
sinar ultraviolet, memakai topi saat di luar ruangan untuk mencegah
pembentukan pinguekula.
Memberi informasi kepada pasien untuk kembali periksa apabila terjadi
iritasi pada mata.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pinguekula
Pinguekula menerupakan degenerasi jinak dari konjungtiva bulbi
intrapalpebra yang berkaitan dengan paparan matahari dan kekeringan.
2.2 Epidemiologi
Pinguekula sangat sering pada orang dewasa, meningkat pada usia
empat puluhan. Pinguekula merupakan kelainan konjungtiva yang paling
sering dengan prevalensi antara 22.5%-90%, dan paling tinggi pada
negara tropis (Ferrer et al, 2012; Eltis, 2011).
2.3 Etiologi
Etiologi dari pinguekula masih tidak sepenuhnya dipahami, tetapi
paparan lama terhadap radiasi ultraviolet-B memicu perkembangan
pinguekula. Faktor lain yang juga berperan dalam pembentukan
pinguekula antara lain, mutasi gen p53, meningkatnya metabolism
kolesterol, perkembangan abnormal material elastotic, usia dan tidak
stabilnya lapisan air mata (Dong et al, 2009).
2.4 Patofisiologi
Patogenesis pinguekula masih belum jelas, baru-baru ini diduga
bahwa radiasi UV melibatkan reaksi rasemisasi asam aspartat, sehingga
terjadi deposito abnormal serat elastis di substantia propria. Ini artinya
pinguekula adalah degenerasi elastis substantia propria di mana kolagen
normal diganti dengan serat yang lebih tebal. Sebuah penelitian
menyimpulkan untuk pertama kalinya bahwa diferensiasi sel abnormal
pinguekula ditandai dengan metaplasia sel skuamosa dengan proliferasi
(Eltis, 2011).
9
Secara histologis, ciri yang khas adalah elastosis senilis dari sub-epitel.
Serat elastis yang abnormal pada komposisi biokimia mungkin
dikarenakan mutasi P53 di sel epitel limbal. Temuan lainnya perubahan
epitel konjungtiva, yang bisa terjadi atrofi, hiperplasia, metaplasia atau
dysplasia (Eltis, 2011).
Pinguekula terjadi pada konjungtiva bulbar nasal atau temporal tetapi
tidak mengenai kornea. Pinguekula cenderung terjadi pada sisi nasal, hal
ini disebabkan oleh pantulan cahaya hidung ke konjungtiva nasal.
Pinguekula sering bilateral, tidak memiliki vaskularisasi dan dapat
terjadi kalsifikasi (Eltis, 2011).
2.5 Manifestasi Klinis
Pinguekula sering asimtomatik namun dapat menimbulkan gejala
apabila terjadi iritasi. Penonjolan pinguekula yang tinggi bisa menjadi
kering dan menjadi merah dan bahkan ulserasi (Pendergrast, 2006).
Pinguekula bersifat jinak, berwarna kekuningan, sedikit menonjol,
tampak seperti deposit lipid konjungtiva interpalpebral nasal dan
temporal. limbal Meskipun pinguekula merupakan kondisi yang relatif
jinak, dapat terjadi iritasi pinguekula (Dong et al, 2009).
Pada pinguekula yang mengalami inflamasi, pembuluh darah akan
berdilatasi merilis histamine, serotonin, bradikinin dan prostaglandin
yang akan menimbulkan gejala dari pinguekulitis dengan manifestasi
misalnya, sensasi benda asing, nyeri, dan berair, selain itu pinguekula
merupakan masalah kesehatan mata yang sering terjadi di berbagai
komunitas (Dong et al, 2009; Eltis, 2011).
10
(Dong et al, 2009)
Gambar 2.1 Pasien dengan pinguekula, ditandai dengan tonjolan
kekuningan, tampak seperti deposit lipid konjungtiva interpalpebral
nasal dan temporal.
2.6 Diagnosis
Pinguekula dikategorikan dalam tiga grade, yaitu grade P(0) tidak
terdapat pinguekula, grade P(1) pinguekula ringan sampai sedang, dan
grade P(2) pinguekula berat (Mimura, 2010).
(Mimura, 2010)
Gambar 2.2 Grading Pinguekula
Slit lamp digunakan untuk memeriksa segmen anterior untuk
mengetahui ada tidaknya pinguekula atau pterigium. Diagnosis dari
pinguekula ditegakkan ketika terdapat lesi kekuningan yang terbentuk
pada daerah konjungtiva nasal atau temporal (Viso et al, 2011).
11
2.7 Penatalaksanaan
Terapi pada pinguekula jarang dibutuhkan, air mata artifisial
digunakan pada kasus iritasi sedang dengan dosis satu tetes dan
diberikan empat kali dalam satu hari pada mata yang sakit. Pemberian
kortikosteroid diindikasikan pada inflamasi berat. Bisa digunakan tetes
mata prednisolon asetat 1% atau tetes mata loteprednol etabonate 0.5%
dengan empat kali pemberian dalam satu hari (Eltis, 2011).
Pembedahan merupakan pertimbangan terakhir dan digunakan pada
iritasi kronis persisten yang gagal dengan terapi farmakologi, when
interference with contact lens wear occurs atau dengan indikasi kosmetik.
Eksisi diikuti dengan evaluasi histologi dapat digunakan untuk
menyingkirkan kondisi patologis lainnya ketika bentuk dan lokasi pinguekula
tidak lazim (Eltis, 2011).
2.8 Prognosis
Pingukula dapat tumbuh perlahan dari waktu ke waktu, namun kaitannya
dengan morbiditas okular sangat minimal (Woodward, 2015).
BAB 3
12
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Identitas pasien
Pada kasus ini, pasien perempuan berusia 38 tahun. Hal ini sesuai dengan
pustaka yang menyebabkan bahwa pinguekula bersifat degeneratif dan mulai
banyak terjadi pada usia 40an.
3.2 Anamnesis
Pasien mengeluhkan mata kanan terasa mengganjal sejak 1 bulan, terdapat
benjolan kekuningan pada mata sebelah kanan, diikuti mata kanan sering
merasa berair (+), berasa kelilipan atau mengganjal (+), awalnya mata kanan
pasien merah, gejala yang dialami pasien merupakan gejala yang ada pada
pinguekula. Keluhan mata merah, sekret (-), kemeng (-), kemungkinan
menunjukkan reaksi inflamasi pada pinguekula yang teriritasi yang disebut
dengan pinguekulitis.
Sebelum periksa ke dokter pasien mengobati mata merah dengan cendo
xytrol, diduga hal ini yang menyebabkan mata merah sudah berkurang saat
pasien periksa ke poli mata.
Pasien sudah berobat kedokter mata di poliklinik RSU Haji mendapat tetes
untuk mata kanan-kiri cendo lyteers sebanyak dua kali perhari, dan cendo
xitrol untuk mata kanan satu kali perhari, keluhan mata merah sudah lebih
baik, namun rasa mengganjal di mata kanan masih terasa menganggu.
Sensasi adanya benda asing ini diakibatkan karena adanya tonjolan dari
pinguekula akibat perubahan epitel dari kongungtiva.
Faktor resiko terbentuknya pinguekula dari pasien ini selain dari penuaan
diduga akibat pekerjaan yang sering terpapar debu tembakau, serta sering
terpapar sinar matahari dan angin.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Diagnosis pinguekula ditegakkan menggunakan slit lamp ketika terdapat
penonjolan kekuningan yang terbentuk pada daerah konjungtiva nasal atau
temporal (Viso et al, 2011). Pada pemeriksaan segmen anterior pasien
13
didapatkan penonjolan pada konjungtival bulbi daerah nasal yang berwarna
kekuningan dan terlihat seperti deposit lemak dan avaskuler, hal ini
mendukung diagnosis pinguekula.
Lokasi penonjolan punguekula pada pasien terdapat di konjungtiva bulbi
daerah nasal, hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan bahwa predileksi
tersering dari pinguekula pada konjungtiva bulbi daerah nasal ini terjadi
karena daerah ini mendapat paparan sinar lebih banyak dari pantulan cahaya
hidung ke konjungtiva nasal.
3.3 Diagnosis Pinguekula
Diagnosis terutama dari anamnesis pasien tentang gejala klinis yang
dialami (terdapat benjolan kekuningan di mata sebelah kanan, terasa
mengganjal, mata merah) serta dari faktor-faktor pencetus (paparan debu,
sinar matahari dan angin).
Pemeriksaan fisik untuk penegakan diagnosis dengan pemeriksaan segmen
anterior menggunakan slitlamp/senter didapatkan penonjolan pada konjugtiva
bulbi bagian nasal yang avaskuler dan daerah sekitar pinguekula yang sedikit
hiperemi. Hal ini mendukung diagnosis pinguekula yang mengalami iritasi
atau pinguekulitis.
3.4 Penatalaksanaan
Menurut teori pada pinguekula jarang dibutuhkan terapi, kecuali pada
kasus pinguekula yang mengalami iritasi sedang diberikan air mata
artifisial empat kali dalam satu hari. Pasien ini mengalami pinguekula
iritan sedang, sehingga diperlukan pemberian air mata artifisial, pada
kasus ini digunakan cendo lyteers empat kali dengan sekali tetes perhari.
Pemberian tetes mata kortikosteroid diindikasikan pada inflamasi
berat, pada awalnya pada pasien mengalami inflamasi berat yang
ditandai dengan mata hiperemi sehingga diberikan tetes mata
kortikosteroid (Cendo xitrol). Karena kondisi pasien sudah membaik
dan hiperemi pada mata sudah mulai menghilang maka pemberian
kortikosteroid tetes mata harus dihentikan.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
Dong, N. Li, W. Lin, Hui. et al. 2009. Abnormal Epithelial Differentiation
and Tear Film Alteration in Pinguecula. Investigative Ophthalmology & Visual
Science Vol.50 No.6. Pp. 2710-2715
Eltis, Mark. 2011. Pinguecula and Their Clinical Implications. Clinical &
Refractive Optometry 22:1/2. Council of Optometric Practitioner Education
(COPE)
Ferrer ,FJG. Schwab, IR. et al. 2012. Konjungtiva. In : Eva, PR. Whitcher,
JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Jakarta. Pp.119
Mimura, T. Usui, T. Yamamoto, H. 2010. Pinguecula and Contact
Lenses. Eye Journal 24, Macmillan Publisher. Pp. 1685-1691
Pendergrast, D. 2006. Pterygia and Pinguecula.Cotuining Medical
Education, NZFP Volume 33 No.6. Pp 390-391
Viso, E. Gude, F. Arez, MT. 2011. Prevalence of Pinguecula and
Pterygium in a General Poppulation in Spain. Eye Journal 25, Macmillan
Publisher. Pp. 350-357
16