RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
Transcript of RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Pada Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
KUSNIA RATIH APRILIA SAFITRI
D0108075
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)
Telah Disetujui untuk Dipertahankan Penguji Skripsi
Jurusan Ilmu Administrasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Tanggal : 22 Oktober 2012
Mengetahui,
Pembimbing Skripsi
Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D
NIP. 196311011990031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Pada Hari :
Tanggal :
Panitia Penguji :
1. Drs. H. Marsudi, M.S. (_____________________)
NIP. 195508231983031001 Ketua
2. Faizatul Ansoriyah, S.Sos, M.Si (_____________________)
NIP. 198203042008122003 Sekretaris
3. Drs. Sudarmo, M.A, Ph.D. (_____________________)
NIP. 196311011990031002 Penguji
Mengetahui,
Dekan
Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Prof. Drs. Pawito, Ph. D.
NIP. 195408051985031002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
MOTTO
“Keberhasilan tidak akan datang pada orang-orang yang hanya menunggu tanpa
melakukan usaha apapun”
(Mario Teguh)
“Kesuksesan ibarat tangga darurat, kita harus menaiki anak tangga satu per satu
untuk mencapai kesuksesan itu”
(Dedy Corbuzier dalam Hitam Putih)
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
( Potongan ayat QS. Al-Baqarah : 286)
“No sacrifice, no victory”
(Optimus Prime, Transformer)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya kecil ini aku persembahkan kepada:
Suprapti (Almh), my lovely mom, kau adalah inspirasiku, semangatku,
motivasiku dan juga panutanku. Tak lupa pula my lovely dad, Khusnul Yakin.
Terima kasih atas semua doa, bimbingan, nasehat, kasih sayang, cinta kasih,
dan pengorbanan yang telah kalian berikan selama ini. Kalian adalah inspirasi
dan penyemangat hidupku.
Kusniawan dan Lathifah Puteri Kusuma Wardani, terima kasih karena kalian
selalu ada untukku di saat suka maupun duka. Terima kasih untuk dukungan
yang tidak henti-hentinya kalian berikan kepadaku.
Ade Mayangsari (Almh), terima kasih atas waktu-waktu yang berharga.
Terima kasih karena sudah berjuang bersamaku, perjuangan dan kisah
hidupmu adalah motivasi terbesarku.
Terima kasih untuk sahabat-sahabatku yang telah memberikan hari-hari yang
tak akan terlupakan. Terima kasih karena selalu ada dan selalu memberikan
semangat dan dukungan. Thanx all, you‟re my best friends.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil‟alamin segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat ALLAH SWT, yang senantiasa memberi petunjuk dan karunia-Nya,
sehingga penulis memperoleh kemudahan untuk menyelesaikan skripsi yang
berjudul: “RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)”. Skripsi
ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis tidak lepas dari kesulitan dan
hambatan, namun berkat dorongan, masukan, bimbingan, pengarahan dan bantuan
dari berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan baik. Dengan segala kerendahan penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. Sudarmo, M. A, Ph. D, selaku pembimbing skripsi yang dengan
sabar telah memberikan pengarahan dan bimbingan.
2. Ibu Dra. Retno Suryawati, M.Si, selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan akademis kepada penulis.
3. Bapak dan Ibu Dosen Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS yang telah
memberi bekal ilmu kepada penulis.
4. Bapak Ahmad Fathoni, selaku Sekretaris Himpunan Pedagang Taman Parkir
Pasar Klewer (HPTPPK) yang telah memberikan ijin dalam penelitian.
5. Bapak Ir. H. Kusbani, selaku Humas Himpunan Pedagang Pasar Klewer
(HPPK) yang telah memberikan ijin dalam penelitian.
6. Bapak Drs. Subagyo, MM selaku Kepala Dinas Pengelola Pasar Kota
Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian.
7. Bapak Mudo Prayitno, S. Si, T selaku perwakilan dari Unit Pelaksana Teknis
Daerah Perparkiran Kota Surakarta yang telah memberikan ijin dalam
penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8. Ibu Dra. Sularti, MM selaku Sekertaris Satuan Polisi Pamong Praja Kota
Surakarta yang telah memberikan ijin dalam penelitian.
9. Semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan
tugas akhir ini.
Semoga Alloh SWT menerima serta memberikan balasan atas segala
kebaikan yang Bapak, Ibu, dan Saudara berikan kepada kami.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun, penulis nantikan dan terima
dengan senang hati. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis, juga Pemerintah Kota Surakarta maupun pihak-pihak yang
sedang berkonflik pada khususnya.
Surakarta, 22 Oktober 2012
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR ISI
COVER SKRIPSI …………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii
MOTTO ……………………………………………………………………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………….. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………. vi
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... viii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………... x
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….. xi
ABSTRAK …………………………………………………………………... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………. 11
C. Tujuan Penelitian ………………………………………….. 11
D. Manfaat Penelitian ………………………………………..... 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI …………………………………………… 13
1. Konflik ………………………………………………… 13
2. Manajemen Konflik …………………………………… 31
3. Resolusi Konflik ………………………………………. 37
4. Community Governance ………………………………. 46
5. Resolusi Konflik berbasis Community Governance …... 60
B. KERANGKA BERPIKIR …………………………………. 68
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………….. 72
B. Lokasi Penelitian …………………………………………… 72
C. Sumber Data ………………………………………………... 73
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. Teknik Pengambilan Sampel ………………………………. 73
E. Teknik Pengumpulan Data ………………………………… 74
F. Analisis Data ………………………………………………. 77
G. Validitas Data ……………………………………………… 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI LOKASI ……………………………………… 79
1. Pasar Klewer …………………………………………... 79
2. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) ………….. 87
B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA ………………... 88
1. Konflik antara PKL bermobil dengan Pedagang di
Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta ……………….. 89
2. Resolusi Konflik-Community Governance dalam
Penyelesaian Konflik antara PKL Bermobil dengan
Pedagang di Kawasan Pasar Klewer ………………….... 103
3. Faktor-faktor Penghambat dalam Penerapan
Resolusi Konflik-Community Governance ……………. 140
BAB V PENUTUP
A. KESIMPULAN …………………………………………... 149
B. SARAN …………………………………………………... 152
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 154
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 159
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Konflik sebagai Sistem Sosial ………………………………… 14
Tabel 4.1 Persebaran Kios di Pasar Klewer ……………………………… 84
Tabel 4.2 Jenis Dagangan Pedagang Oprokan di Pasar Klewer …………. 85
Tabel 4.3 Konsentrasi Kios Pedagang Tekstil Berdasarkan Etnis ……….. 86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Konflik Konstruktif ………………………………….. 24
Gambar 2.2 Siklus Konflik Destruktif ……………………………………. 25
Gambar 2.3 Kerangka Gaya Manajemen Konflik Thomas dan
Kilmann (1974) ……………………………………………… 37
Gambar 2.4 Model Kerangka Pemikiran Penelitian …………………………… 71
Gambar 4.1 Gapura Masuk Pasar Klewer ………………………………… 80
Gambar 4.2 Pasar Klewer ………………………………………………… 81
Gambar 4.3 Suasana di dalam Pasar Klewer ……………………………... 82
Gambar 4.4 Transaksi yang Dilakukan oleh PKL Bermobil ……………... 91
Gambar 4.5 PKL Bermobil yang sedang Mewarkan Barang
Dagangannya ………………………………………………... 97
Gambar 4.6 Kepala Satpol PP Sutardjo Melakukan Penertiban
PKL Bermobil di Areal Parkir sekitar Pasar Klewer ………… 99
Gambar 4.7 PKL bermobil di Alun-alun Utara Keraton Surakarta ………. 109
Gambar 4.8 Mobil yang Menggunakan Stiker AM ………………………. 123
Gambar 4.9 Aktivitas PKL bermobil di Alun-alun Utara ………………... 131
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRAK
Kusnia Ratih Aprilia Safitri, D0108075, “Resolusi Konflik berbasis
Community Governance (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar
Klewer)”. Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012, 159 halaman.
Konflik di kawasan pasar Klewer merupakan konflik yang terjadi antara
PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer. Konflik ini terjadi
akibat adanya perebutan sumber daya yang terbatas yaitu konsumen atau pembeli
di kawasan Pasar Klewer. Konflik ini bermula ketika PKL bermobil yang
merupakan distributor barang di Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata ikut
melayani pembeli secara langsung. PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan,
Jepara, Kudus dan Pemalang ini menggunakan area parkir pasar Cinderamata
untuk berjualan. Hal ini memicu protes keras yang dilakukan oleh pedagng pasar
Klewer dan pedagang pasar Cinderamata. Berbagai upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surakarta seperti penertiban, pemasangan spanduk dan
pemberian surat edaran yang berisi larangan berjualan bagi PKL bermobil belum
membuahkan hasil yang signifikan. Hal inilah yang mendasari penulis untuk
melakukan penelitian mengenai penerapan resolusi konflik berbasis community
governance dalam penyelesaian konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di
kawasan pasar Klewer serta untuk mengkaji faktor-faktor penghambat dalam
penerapan resolusi konflik berbasis community governance.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan
teknik pengumpulan sampel adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan
data yang digunakan adalah wawancara, observasi, metode dokumenter dan
metode penulusuran data online. Teknik analisis data dengan cara analisa data
efektif yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data, validitas data yang
digunakan adalah triangulasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan resolusi konflik
berbasis community governance tidak dapat dilaksanakan untuk menyelesaikan
konflik di kawasan Pasar Klewer. Hal ini dikarenakan: (1) Adanya prinsip yang
dipegang teguh oleh HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil untuk tidak
mau bekerjasama dan bernegosiasi untuk mencari solusi terbaik dan dapat
diterima oleh kedua belah pihak. (2) Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh
HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil yaitu keterbatasan dalam hal
power, kekuasaan dan sumber daya. (3) Kecenderungan anggota organisasi yang
lebih suka mengelompok, seperti yang dialami oleh HPPK dan komunitas PKL
bermobil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ABSTRACT
Kusnia Ratih Aprilia Safitri, D0108075, “Resolusi Konflik berbasis
Community Governance (Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar
Klewer)”. Skripsi, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012, 159 halaman.
Conflicts occur in Klewer traditional market are conflicts that happen
between the street vendors that use their car with thenative traders in the Klewer
traditional market area. The conflicts was the result of a limited competition over
resources is the consumer or buyer in the Klewer traditional market area. The
conflicts arose since the street vendors, which were originally as distributors of
goods in the area, also participated to serve the customers directly. They, who
came from outside Solo such as Pekalongan, Jepara, Kudus, and Pemalang, took
parking area of the market to run the business. This sparked a serial of serious
protests by the native traders. Various efforts made by the Government of
Surakarta City such as demolition, installation of banners and giving circular
banning street vendors selling has not yielded significant results. This is what
underlies the author to conduct research on the implementation of conflict
resolution based on community governance between the street vendors with
Klewer market traders in the region as well as to examine the factors inhibiting
the implementation of conflict resolution based on community governance.
The research method used is descriptive qualitative. The sample collection
technique used is purposive sampling. The data collection techniques used was
interviews, observation, documentary method and the internet searching data
method. Data analysis techniques is conducted in a way that is effective data
analysis such as data reduction, data presentation and data verification.And the
data validation used is triangulation.
The results of this study indicate that the application conflict resolution
based on community governance has not been able to be applied to resolve
conflicts in the region Klewer market. This is because: (1) The existence of
principles that were held by HPPK, HPTPPK and the street vendors communities
do not want to cooperate and negotiate to find the best solution and can be
accepted by both parties. (2) There are limitations owned by HPPK, HPTPPK and
the street vendors communities, the limitations in terms of power, authority and
resources. (3) The trend in the organization prefers to cluster, as experienced by
HPPK and the street vendors communities.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Konflik merupakan suatu situasi dimana terdapat beberapa orang
maupun kelompok yang tidak setuju dengan suatu keadaan, kebijakan
maupun keputusan yang telah diambil. Konflik ini dapat terjadi karena
adanya perebutan sumber daya yang terbatas, adanya persaingan bisnis,
adanya tujuan yang berbeda, adanya pembagian tugas dalam organisasi yang
tidak merata, terdapat komunikasi yang tidak baik atau tidak lancar, dan
sebagainya. Konflik dapat terjadi dimana saja baik konflik yang dialami diri
sendiri (konflik personal) maupun konflik yang terjadi di dalam suatu
organisasi, antar organisasi maupun konflik yang terjadi antara organisasi
dengan pemerintah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemui
beberapa macam konflik seperti konflik sosial, konflik ekonomi, konflik
bisnis, konflik politik maupun konflik agama. Konflik-konflik ini dapat
menjadi konflik yang bersifat destruktif/merusak apabila tidak ditangani
dengan baik dan benar.
Salah satu konflik yang diakibatkan karena adanya perebutan sumber
daya yang terbatas dan adanya persaingan bisnis adalah konflik yang terjadi
di kawasan pasar Klewer Surakarta. Konflik ini merupakan konflik antar
kelompok atau komunitas masyarakat yaitu antara PKL bermobil dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pedagang Pasar Cinderamata maupun pedagang Pasar Klewer Surakarta.
Konflik yang sudah ada sejak tahun 2000an ini diakibatkan karena PKL
bermobil yang umumnya berasal dari luar kota Surakarta seperti Pekalongan,
Kudus, Jepara maupun Pemalang menggunakan lahan parkir di area Pasar
Cinderamata untuk berjualan. Hal ini menimbulkan protes dari pedagang di
kawasan pasar Klewer, khususnya pedagang pasar Cinderamata. Pasalnya
pedagang di kawasan pasar Klewer merasa dicurangi dan dirugikan lantaran
PKL bermobil menggunakan lahar parkir pasar Cindermata untuk berjualan
dan mereka hanya membayar biaya parkir. Sedangkan pedagang pasar
Klewer dan pedagang pasar Cinderamata yang merupakan pedagang resmi
dan memiliki izin berdagang harus berdagang di kios, mereka juga harus
membayar retribusi, tagihan listrik dan tagihan air. Hal ini sependapat dengan
pernyataan dari sekertaris Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer
(HPTPPK), Bapak Ahmad Fathoni yang mengatakan bahwa:
“pedagang Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata merasa dirugikan,
pasalnya mereka adalah pedagang resmi yang sudah mendapat izin dari
Pemkot Surakarta untuk berjualan. Para pedagang ini melakukan
transaksi jual-beli di kios dan setiap bulannya mereka membayar
tagihan listrik, tagihan air dan membayar retribusi. Sedangkan
pedagang bermobil hanya menggunakan mobil untuk melakukan
transaksi jual-beli dan mereka merupakan pedagang illegal karena tidak
ada izin dari Pemkot Surakarta sendiri”. (pra survey 15 Mei 2012)
PKL bermobil juga dianggap menjadi penyebab utama turunnya omzet
penjualan pedagang pasar. Pasalnya PKL bermobil yang awalnya merupakan
distributor barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata ini menjual
barang-barang dagangannya dengan harga yang relatif lebih murah daripada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
harga yang ditetapkan oleh pedagang pasar. Hal inilah yang menyebabkan
konsumen lebih memilih untuk membeli langsung pada PKL bermobil. Selain
itu, konsumen juga tidak perlu repot-repot untuk masuk ke dalam pasar
karena terdapat distributor yang siap melayani pembeli. Hal ini sesuai dengan
penjelasan dari Sekertaris HPTPPK yang menjelaskan bahwa:
“telah terjadi penurunan pendapatan atau merosotnya omzet penjualan
para pedagang di kawasan Klewer terutama pedagang Pasar
Cinderamata hingga mencapai 80% dari hari-hari biasanya. Hal ini
terjadi akibat PKL bermobil yang umumnya adalah distributor-
distributor barang di Pasar Klewer maupun Pasar Cinderamata menjual
barang dengan harga yang jauh lebih murah” (solopos.com, 3 Mei
2012).
Selain mengakibatkan kerugian materi bagi pedagang Pasar Klewer
maupun Pasar Cinderamata, keberadaan PKL bermobil juga mengakibatkan
iklim persaingan di kompleks Pasar Klewer menjadi tidak sehat karena ada
permainan yang tidak fair (prasurvey 15 Mei 2012). Pada dasarnya polemik
antara pedagang di kawasan Pasar Klewer dengan PKL bermobil terjadi
akibat usaha PKL bermobil tidak lancar karena banyak pedagang grosir yang
hutang sehingga mereka pun ikut-ikutan berjualan dan melayani pembeli
secara langsung. Pada dasarnya, pihak yang merasa dirugikan dengan adanya
aktivitas PKL bermobil ini adalah pedagang pasar Cinderamata. Pasalnya
PKL bermobil membuka dagangannya di lahan parkir pasar Cinderamata
sehingga konsumen atau pembeli lebih tertarik untuk datang ke
PKL bermobil terlebih dahulu baru ke toko/kios pedagang pasar Cinderamata.
Untuk menangani masalah ini, berbagai upaya telah dilakukan oleh
Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta selaku penanggung jawab
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berbagai kegiatan atau aktivitas yang terjadi di seluruh pasar Kota Surakarta.
DPP sudah berusaha untuk menjembatani kedua belah pihak dengan cara
mempertemukan PKL bermobil dengan pedagang Klewer maupun pedagang
Cinderamata serta memberi pembinaan terkait peraturan berjualan di kawasan
Klewer. DPP Kota Surakarta yang dibantu dengan Satpol PP dan satpam
pasar juga telah rutin melakukan penertiban kepada PKL bermobil setiap hari
Senin dan Kamis. Selain itu, DPP Kota Surakarta pada tanggal 11 Mei 2012
lalu juga telah memasang spanduk yang berisi himbauan dan larangan
transaksi jual-beli bagi PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata.
Namun, upaya-upaya yang telah dilakukan oleh DPP Kota Surakarta ini
belum banyak memberikan hasil karena PKL bermobil masih tetap berdagang
di kawasan pasar Klewer. Hanya saja PKL yang tadinya berjualan di kawasan
parkir Pasar Cinderamata kini beralih ke Alun-alun Utara yang merupakan
cagar budaya milik Keraton Surakarta. Menanggapi hal tersebut, Pemkot
Surakarta pada tanggal 6 Agustus 2012 kemarin segera bertindak dengan
mengeluarkan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Sekertaris Daerah (Setda)
Kota Surakarta. Dalam Surat Edaran tersebut telah dijelaskan mengenai
larangan dan sanksi yang akan diberikan kepada PKL bermobil apabila PKL
bermobil tetap berjualan di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun Alun-
alun Utara Keraton Surakarta. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Pemkot
Surakarta ini masih belum memberikan hasil yang signifikan pasalnya sampai
sekarang PKL bermobil masih tetap melakukan transaksi jual-beli di kawasan
Pasar Klewer, khususnya di Alun-alun Utara Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Selain menuai berbagai protes dari pedagang-pedagang pasar, pada
dasarnya PKL bermobil juga melakukan banyak pelanggaran. Pelanggaran
yang dialakukan oleh PKL bermobil adalah pelanggaran terhadap berbagai
peraturan yang berlaku di Kota Surakarta. Peraturan-peraturan yang dilanggar
oleh PKL bermobil, diantaranya adalah: pertama, Undang-undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan bahwa
setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan teknis di sini maksudnya adalah
rancangan teknis kendaraan harus sesuai dengan peruntukannya (pasal 48).
Menurut Undang-undang tersebut, mobil mini bus yang merupakan
kendaraan untuk mengangkut orang dilarang digunakan untuk mengangkut
barang dan dilarang untuk digunakan dalam melakukan transaksi
perdagangan. Kedua, Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta No. 7 Tahun
2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, tempat khusus parkir
adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah, baik
yang dikelola sendiri atau di kerjasamakan pihak ketiga yang meliputi
pelataran, lingkungan, taman atau gedung parkir yang disediakan untuk
fasilitas tempat khusus parkir kendaraan (pasal 1). Berdasarkan Perda
tersebut, PKL bermobil yang berada di kawasan parkir Pasar Cinderamata
maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta tidak diizinkan untuk melakukan
aktivitas jual-beli di mobil pada area parkir. Ketiga adalah Perda Kota
Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
(PKL), setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pada fasilitas-fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha
atau lokasi PKL (pasal 5). Berdasarkan perda tersebut, PKL bermobil jelas
melakukan pelanggaran karena PKl bermobil menggunakan fasilitas umum
yaitu lahan parkir di area pasar Cinderamata maupun di Alun-alun Utara
untuk bertransaksi. Pelanggaran terhadap pasal 5 Perda No. 3 Tahun 2008
akan dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan dan/ atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 5.000.000,- (pasal 16 Perda No. 3 Tahun 2008). Dan yang
keempat adalah Peraturan Daerah Kota Surakarta yang terbaru yaitu Perda
No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar Tradisional,
pedagang pasar adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan
dengan menjual dan/atau membeli barang dan/atau jasa yang menggunakan
pasar sebagai tempat kegiatannya (pasal 1). Dari pasal tersebut, diketahui
bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh PKL bermobil adalah tidak
menggunakan kios di dalam pasar untuk melakukan aktivitas perdagangan.
Meskipun telah ada larangan resmi dari Pemerintah Kota Surakarta
terhadap para PKL bermobil yang berupa pemasangan spanduk dan
pemberian Surat Edaran, namun sampai sekarang kita masih dapat melihat
eksistensi mereka di kawasan pasar Klewer terlebih di Alun-alun Utara
Keraton Surakarta. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya keraguan pada
pedagang pasar Klewer maupun pedagang pasar Cindermata terhadap kinerja
dan upaya yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta khusunya DPP Kota
Suarakarta. Pemkot Surakarta terkesan tidak tegas dalam menerapkan dan
memberikan sanksi kepada PKL bermobil. Pemkot Surakarta juga dianggap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak memaksimalkan berbagai peraturan yang ada dan dianggap melakukan
pembiaran terhadap PKL bermobil. Pengurus HPTPPK, Ahmad Fatoni
berpendapat bahwa:
“meski PKL bermobil telah melakukan banyak pelanggaran dengan
berjualan di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun di Alun-alun
Utara, Pemkot Surakarta terkesan tidak tegas dalam melakukan
penertiban tersebut. Keempat payung hukum tersebut seperti tidak
dimaksimalkan oleh DPP Kota Surakarta, Satpol PP, bahkan satpam di
area Pasar Klewer sendiri. Kurang maksimalnya upaya yang dilakukan
DPP Kota Surakarta ini dapat dilihat dengan masih banyaknya PKL
bermobil yang melakukan aktivitasnya setiap hari terlebih setiap hari
Senin dan Kamis. Hal inilah yang menimbulkan keraguan di dalam
pengurus HPTPPK maupun HPPK serta para pedagang resmi terhadap
upaya dari DPP Kota Surakarta dalam melakukan penertiban.”
(prasurvey, 15 mei 2012)
Bahkan menurut Bapak Kusbani yang merupakan Humas Himpunan
Pedagang Pasar Klewer (HPPK), di dalam menangani konflik ini Pemerintah
Kota Surakarta sering saling lempar tanggung jawab. Pemkot Surakarta,
khusunya DPP Kota Surakarta dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta
terkesan tidak mau disalahkan dan mereka berusaha untuk mencari
pembenaran. Hal ini disampaikan Bapak Kusbani kepada solopos.com:
“selama ini kerap terjadi lempar tangung jawab antara UPTD
Perparkiran dengan DPP mengenai persoalan pedagang bermobil di
kawasan Klewer. Saling lempar tangungjawab inilah yang
menyebabkan pedagang resmi merasa dirugikan.” (7 Mei 2012).
Kurang maksimalnya upaya dan sanksi yang diberikan oleh Pemkot
Surakarta terhadap PKL bermobil menyebabkan pedagang pasar bertindak
sendiri. Para pedagang pasar telah berulang kali melakukan penertiban sendiri
terhadap PKL bermobil. Bahkan pada tahun 2008 silam, para pedagang pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan penggrebekan terhadap para PKL bermobil. Setelah dilakukan
penggrebekan tersebut, tidak ada PKL bermobil yang melakukan transaksi
jual-beli di kawasan Pasar Klewer. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama
karena PKL bermobil muncul kembali sampai sekarang (pra survey, 15 mei
2012). Puncak dari konflik ini adalah pada awal bulan Mei tahun 2012
kemarin, sejumlah pedagang di kawasan Pasar Klewer nekat melakukan
sweeping dan embargo terhadap pemasok barang yang ketahuan berjualan
menggunakan mobil di lahan parkir Pasar Cinderamata.
Menurut solopos.com, aksi penyisiran atau sweeping yang dilakukan
oleh pedagang Pasar Cinderamata maupun pedagang Pasar Klewer terhadap
PKL bermobil nyaris berbuntut konflik horisontal. Aksi yang dilakukan pada
hari Senin tersebut, dimulai dengan puluhan pedagang Pasar Cinderamata
yang menggelar dagangannya di tengah-tengah lahan parkir Pasar
Cinderamata. Aksi yang bertujuan untuk menggeser keberadaan pedagang
bermobil tersebut rupanya tak membuahkan hasil, lantaran PKL bermobil
tetap menjajakan barang dagangannya di tempat tersebut. Emosi antar
pedagang pun tersulut. Belasan pedagang pasar Cinderamata akhirnya
menyisir dan merampas barang milik pedagang yang rata-rata dari Kabupaten
Pekalongan itu untuk diamankan. Aksi ini sempat mendapatkan perlawanan
dari PKL bermobil dan berujung perang mulut (3 Mei 2012). Sedangkan
embargo yang dilakukan pedagang pasar Cinderamata dan pasar Klewer ini
dilakukan terhadap pemasok barang yang ketahuan berjualan di mobil di
lahan parkir Pasar Cinderamata (solopos.com, 8 Mei 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dari kondisi yang telah dipaparkan di atas, kondisi seperti ini
memberikan kesempatan bagi ilmuwan administrasi publik untuk dapat
melakukan penelitian mengenai konflik dan manajemen konflik di kawasan
pasar Klewer. Dalam Isu-isu administrasi Publik, Nigro & Nigro
menyebutkan bahwa administrasi publik meliputi (1) suatu usaha kerjasama
kelompok dalam lingkungan publik; (2) mencakup tiga bidang yaitu
eksekutif, legislatif dan yudikatif; (3) dimana tiga bidang tersebut memiliki
peranan yang penting dalam merumuskan kebijakan publik dan termasuk
proses politik; (4) dalam beberapa hal, administrasi publik berbeda dengan
administrasi swasta serta; (5) berkaitan erat dengan sejumlah kelompok-
kelompok swasta dan individu-individu dalam memberikan pelayanan publik
(Sudarmo, 2011: 10). Dari pendapat Nigro & Nigro tersebut, dapat diketahui
bahwa konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di
kawasan pasar Klewer Kota Surakarta termasuk salah satu aspek kajian dari
administrasi publik. Hal ini dikarenakan konflik ini terjadi di lingkungan
publik yaitu pasar yang merupakan fasilitas umum yang merupakan tanggung
jawab Pemerintah Kota Surakarta. Selain itu, pihak-pihak yang berkonflik
merupakan kelompok-kelompok masyarakat yang memberikan pelayanan
langsung kepada masyarakat yaitu dengan menjual dan menyediakan barang-
barang yang menjadi kebutuhan masyarakat.
Konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan
Pasar Klewer dapat menjadi konflik destruktif apabila tidak mendapat
penanganan yang tepat, cepat dan cermat. Untuk itulah diperlukan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
manajemen konflik yang dapat meminimalisir dampak buruk dan dapat
mengendalikan konflik agar mendapatkan solusi yang tepat dan dapat
diterima semua pihak. Salah satu resolusi konflik yang dianggap efektif untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi di kawasan Pasar Klewer ini adalah
resolusi konflik berbasis community governance. Resolusi konflik ini
dianggap efektif karena pendekatan community governance ini lebih
menekankan pada penyelesaian konflik yang dilakukan oleh komunitas-
komunitas atau kelompok-kelompok yang sedang berkonflik. Pendekatan ini
lebih menekankan pada kerjasama atau negosiasi yang dilakukan oleh
komunitas-komunitas untuk mendapatkan solusi konflik yang dapat diterima
oleh kedua belah pihak. Dengan adanya penerapan resolusi konflik berbasis
community governance dalam menyelesaikan konflik di kawasan pasar
Klewer ini diharapkan dapat tercipta win-win solution. Dengan terciptanya
win-win solution maka tidak ada pihak yang merasa dirugikan atau dicurangi
karena solusi atau pemecahan masalah yang diambil merupakan hasil
keputusan bersama. Selain itu, win-win solution yang tercipta tidak akan
menimbulkan konflik di kemudian hari karena pihak-pihak yang berkonflik
merasa bahwa solusi yang diambil tidak memihak salah satu pihak.
Dari pemaparan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Resolusi Konflik Berbasis Community Governance
(Studi Deskriptif Kualitatif di Kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta)”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah penerapan resolusi konflik berbasis community
governance dalam penyelesaian konflik antara PKL bermobil dengan
pedagang di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta?
2. Apa saja faktor-faktor penghambat dalam penerapan resolusi konflik
berbasis community governance dalam penyelesaian konflik di
kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh penulis, memiliki beberapa tujuan baik
tujuan operasional maupun tujuan individual. Berikut merupakan tujuan-
tujuan dalam penelitian ini:
1. Tujuan Operasional
Untuk memetakan penerapan resolusi konflik berbasis community
governance yang digunakan dalam penyelesaian konflik antara PKL
bermobil dan pedagang di kawasan Pasar Klewer sehingga menghasilkan
solusi konflik, baik itu win-win solution, win-lose solution maupun lose-
lose solution.
2. Tujuan Individual
Untuk mencapai gelar sarjana pada jurusan Ilmu Administrasi, Program
Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
D. MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari kegiatan penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, yaitu:
1. Bagi pihak-pihak yang berkonflik
a. Sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang berkonflik baik
pedagang Pasar Klewer, pedagang Pasar Cinderamata maupun PKL
bermobil dalam kaitannya dengan penyelesaian konflik di Kawasan
Pasar Klewer.
b. Sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan strategi untuk
menyelesaikan konflik di kawasan Pasar Klewer melalui resolusi
konflik berbasis community governance.
2. Bagi masyarakat
a. Sebagai acuan untuk dapat mengelola, mengendalikan dan
menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi.
b. Sebagai bahan wacana dan informasi bagi masyarakat luas mengenai
resolusi konflik berbasis community governance dalam mengelola,
mengendalikan dan menyelesaikan suatu konflik.
3. Bagi akademisi
Penelitian ini diharapkan adpat memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan dapat dijadikan bahan referensi bagi
peneliti lain yang ingin mengembangkan hasil penelitian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KAJIAN TEORI
1. KONFLIK
Konflik merupakan sebuah fenomena yang melekat dalam
kehidupan manusia. Manusia memiliki beragam karakteristik mulai dari
perbedaan jenis kelamin, agama, suku, budaya, ras, status sosial dan
ekonomi serta tujuan dari hidupnya. Beragam karakteristik tersebut
terkadang menimbulkan konflik. Konflik tidak hanya terjadi pada diri
seseorang tetapi konflik juga dapat terjadi antar individu, antara individu
dengan organisasi bahkan antara individu dengan negara/pemerintah.
Banyak pakar/ahli yang memberikan definisi tentang konflik. Salah
satunya adalah Stephen P. Robbins (2008: 173) yang memberikan definisi
konflik sebagai:
“sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi
bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan
mempengaruhi secara negatif sesuatu yang menjadi perhatian atau
kepentingan pihak pertama.”
Kirk Blackard & James W. Gibson (Wirawan, 2010: 5)
memberikan definisi konflik sebagai:
"sebuah proses dinamis yang mencerminkan interaksi antara dua
pihak atau lebih yang mempunyai ketergantungan yang sama akan
perbedaan atau ketidakcocokan antara mereka.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Hal yang hampir senada juga diungkapkan oleh Hardjana
(Wahyudi, 2011: 18) yang mendefinisikan konflik sebagai:
“perselisihan, pertentangan antara dua orang atau dua kelompok
dimana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya
sehingga salah satu atau keduanya saling terganggu.”
Dari beberapa definisi mengenai konflik di atas, dapat diketahui
bahwa konflik pada dasarnya memiliki beberapa karakteristik yang selalu
melekat di dalamnya, yaitu:
a. Proses. Konflik terjadi melalui sebuah proses, proses konflik yang
satu berbeda dengan proses konflik lainnya. Proses konflik ini terdiri
dari masukan, proses dan keluaran konflik sehingga konflik dapat
dikatakan sebagai sistem interaksi sosial (Wirawan, 2010: 5-6).
Tabel 2.1
Konflik sebagai Sistem Sosial
Masukan Proses Keluaran
Pihak-pihak yang
terlibat konflik
(pemimpin, pengikut,
pihak luar dan sistem
sosial) berbeda:
Ideologi dan pola
pikir
Tujuan dan cara
Interaksi sosial konflik
dalam fase-fase konflik
Memperbesar dan
menggunakan
kekuasaan
Manajemen konflik
Strategi konflik
Taktik konflik
Frustasi
Marah dan dendam
Kecewa
Sumber tidak dipakai
untuk produktivitas
Konflik berlangsung
terus-menerus tanpa
solusi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mencapai tujuan
Sifat pribadi
Latar belakang
pendidikan, agama,
pengalaman, dan
lain-lain
Pola perilaku
Visi, misi, dan
strategi sistem
sosial
Interdependensi
pihak-pihak yang
terlibat konflik
Kekuasaan
Gaya manajemen
konflik
Asumsi mengenai
konflik sumber-
sumber yang terbatas
Budaya sistem sosial
Gaya manajemen
konflik
Agresi
Manajemen konflik
Mengatur sendiri
Intervensi pihak
ketiga
Proses pengadilan
Proses
administrasi
Arbitrase
Mediasi
Ombudsman
Terciptanya sinergi
negatif atau sinergi
positif
Produktivitas
menurun
Resolusi konflik
Menang-menang
Menang-kalah
Kalah-kalah
Terciptanya norma
dan nilai-nilai baru
Perubahan sistem
sosial
(Sumber: Wirawan, 2010: 6)
b. Dua pihak atau lebih. Suatu konflik harus terjadi diantara dua pihak
atau lebih, kecuali konflik personal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Saling tergantung. Sebuah tindakan atau perbuatan yang dilakukan
salah satu pihak yang sedang berkonflik dapat mempengaruhi pihak
yang lain.
d. Adanya pertentangan mengenai obyek di dalam konflik. Obyek
konflik dapat berupa perbedaan pendapat, perbedaan tujuan, ataupun
kondisi kerja, jaminan atau upah yang tidak layak.
e. Diekspresikan. Suatu konflik harus diekspresikan sehingga banyak
orang yang mengetahuinya. Konflik dapat diekspresikan melalui
tindakan, ucapan maupun bahasa tertulis.
f. Pola perilaku. Ketika terjadi sebuah konflik, pihak yang terlibat dalam
konflik tersebut menggunakan pola perilaku tertentu untuk mengatasi
konflik. Pola perilaku itu sering disebut gaya manajemen konflik atau
taktik konflik.
g. Interaksi konflik. Interaksi konflik ini diakibatkan oleh proses konflik
dari pihak-pihak yang terlibat dan dapat berupa saling menuduh,
saling menyalahkan, saling melakukan agresi, melakukan negosiasi
atau meminta bantuan pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik.
h. Keluaran konflik. Keluaran konflik dihasilkan dari interaksi konflik
dan dapat menciptakan perubahan sistem sosial. Keluaran konflik
dapat berupa ditemukannya solusi konflik seperti win-win solution,
win-lose solution ataupun lose-lose solution (Wirawan, 2010: 5-7).
Konflik yang terjadi baik di dalam suatu organisasi maupun
kelompok atau konflik yang terjadi antar individu dengan kelompok, antar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kelompok maupun antar komunitas dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor ini yang dapat memicu timbulnya suatu konflik:
a. Keterbatasan atau kelangkaan sumber daya. Untuk menyelenggarakan
aktivitas di dalam suatu organisasi dibutuhkan sumber daya yang
memadai. Apabila sumber daya yang diperlukan tersebut
langka/terbatas muncullah kompetisi dan dapat menyebabkan konflik.
Kelangkaan sumber daya dalam suatu orgasnisasi dapat berupa
terbatasnya anggaran, fasilitas kerja, jabatan, dan kesempatan untuk
berkarir (Wirawan, 2010: 8). Sedangkan dalam organisasi informal,
kelangkaan sumber daya dapat berupa terbatasnya ruang/lokasi yang
digunakan untuk melakukan aktivitas seperti berjualan yang diijinkan
atau diperbolehkan oleh otoritas setempat (Sudarmo, 2011: 207).
b. Tujuan yang berbeda (kompetisi tujuan). Setiap organisasi pasti
mempunyai tujuan yang ingin dicapai dan anggota-anggota organisasi
juga mempunyai tujuan pribadi di luar tujuan dari organisasi. Hal ini
dapat memicu konflik apabila dalam mencapai tujuan pribadinya,
anggota organisasi menyalahgunakan tugas/wewenang yang dimiliki
dan menyebabkan organisai mengalami kerugian. Konflik di dalam
organisasi juga dapat terjadi ketika cara yang digunakan untuk
mencapai tujuan organisasi berbeda (Wirawan, 2010: 8).
c. Saling tergantung atau interdependensi pekerjaan. Interdependensi
pekerjaan dapat berlangsung dalam satu arah maupun dua arah, dan
ketergantungan pekerjaan ini dapat mencakup pembagian persediaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
atau sumber daya maupun informasi. Adanya ketergantungan antara
satu pihak dengan pihak yang lain dapat menyebabkan konflik apabila
ketersediaan sumber daya maupun informasi menjadi langka dan sulit
didapat (Wahyudi, 2011: 38).
d. Struktur. Struktur yang dimaksud di sini mencakup variable-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan
kepada anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi, keserasian antara
anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan dan kadar
ketergantungan antar kelompok (Robins: 2008: 178). Selain itu,
menurut Sudarmo (2011: 210), pemilahan struktural mencakup
pembagian kerja, fungsi, satuan organisasi, penempatan orang-orang
dalam posisi tertentu, hirarki dan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk masing-masing orang atau unit kerja. Adanya struktur
dan pemilahan struktur yang tidak adil dapat menyebabkan konflik.
e. Kekaburan peran atau bidang tugas. Kekaburan bidang tugas dapat
menyebabkan konflik apabila batasan-batasan bidang kerja tidak jelas,
terjadi tumpang tindih dalam tanggung jawab atau ketimpangan dalam
menjalankan tugas (Wahyudi, 2011: 40).
f. Sistem imbalan yang tidak layak atau tidak adil. Pemberian imbalan,
upah atau gaji yang tidak adil dapat menyebabkan konflik. Sistem
imbalan dapat menyebabkan konflik ketika perolehan salah seorang
anggota dipandang merugikan anggota lain (Robins: 2008: 179).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
g. Komunikasi juga dapat menjadi pemicu timbulnya konflik apabila
komunikasi yang digunakan memiliki makna yang berbeda atau
ambiguitas makna, jargon, adanya pertukaran informasi yang tidak
memadai dan adanya kegaduhan dalam saluran komunikasi.
Komununikasi yang tidak baik dan lancar ini dapat menyebabkan
kesalahpahaman yang dapat memicu konflik (Robins: 2008: 178).
h. Konflik terdahulu yang belum sempat tertuntaskan (unresolved prior
conflict). Konflik ini dapat menyebabkan konflik-konflik baru ketika
terjadi ketidaksepakatan diantara anggota organisasi. Apabila konflik
ini tidak dituntaskan secara menyeluruh dapat menyebabkan
penumpukan konflik dan dapat menyebabkan timbulnya konflik
multidimensional (Sudarmo, 2011: 212).
Ketika orang berada dalam situasi konflik dapat diartikan bahwa
mereka memiliki kebutuhan yang belum terpenuhi. Kebutuhan ini
biasanya berhubungan dengan satu atau lebih dari lima dimensi yang
berbeda, yaitu struktural, instrumental, kepentingan, nilai atau pribadi.
Dimensi yang berbeda akan menghadirkan tantangan yang berbeda pula.
Perlu dicatat bahwa konflik tidak harus berurusan dengan hanya satu
dimensi tetapi kebanyakan konflik terjadi dalam dua atau lebih dimensi.
Menurut Bjarne Vestergaard, Erik Helvard & Aase Rieck Sørensen (2011:
7-8), dimensi-dimensi dalam konflik dapat dibedakan menjadi lima, yaitu:
a. Dimensi Struktural. Dimensi struktural adalah kerangka eksternal
dimana kita hidup dan bekerja di bawahnya. Ini termasuk undang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
undang, kepemilikan dan struktur organisasi. Dimensi struktural tidak
dapat diubah secara langsung oleh resolusi konflik antara pihak yang
bertikai, namun pekerjaan yang dilakukan berurusan dengan konflik
yang spesifik dapat menjelaskan daerah dari dimensi struktural yang
perlu diperhatikan untuk mencegah konflik di masa depan. Tindakan
yang dapat dilakukan ketika berhadapan dengan konflik dalam
dimensi struktural misalnya untuk mempengaruhi pengambil
keputusan melalui penggunaan hak-hak demokratis (Bjarne
Vestergaard, dkk, 2011: 8).
b. Dimensi Instrumental. Pusat gravitasi dari konflik adalah dalam
dimensi instrumental. Dua pihak dalam perselisihan mengenai
bagaimana tugas yang diberikan adalah untuk ditangani. Sebagian
besar waktu, orang tetap fokus pada masalah ketika berhadapan
dengan konflik instrumental. Orang sering memiliki perbedaan
pendapat tersebut tanpa eskalasi/peningkatan. Hanya jika
ketidaksepakatan berakar pada dimensi lain atau jika permusuhan
besar hadir mereka meningkat. Cara yang paling masuk akal untuk
mendekati masalah yang bersifat instrumental adalah melalui
argumentasi dan mencari solusi yang dapat diterima kedua belah
pihak (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).
c. Dimensi Kepentingan/Interest. Dimensi ini berpusat pada sumber
daya. Sumber daya ini dapat berupa uang, waktu dan ruang misalnya.
Kekuasaan dan pengaruh juga dapat menjadi sumber daya yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diperebutkan. Dalam skala besar konflik, sumber daya dapat
mencakup wilayah, pasokan air dan sumber daya alam. Ketika
berhadapan dengan dimensi yang menarik, pendekatan yang masuk
akal adalah untuk bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan tentang
pembagian sumber daya (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).
d. Dimensi Nilai/Value. Dengan nilai-nilai kita mengartikan nilai-nilai
pribadi dan budaya. Ini termasuk, ideologi, agama, moral, nilai-nilai
estetika dan politik. Nilai-nilai ini adalah sesuatu yang Anda
perjuangkan. Mereka mendefinisikan apa yang benar dan salah, apa
yang bisa atau tidak bisa dilakukan. Konflik yang meningkat sering
tertanam dalam salah satu dimensi dari nilai atau dimensi pribadi
sebagai dimensi-dimensi adalah tidak dapat dicairkan. Tujuannya
adalah untuk mencapai pemahaman yang lebih besar dari posisi pihak
lain. Ketika seseorang memahami alasan dan latar belakang dari nilai-
nilai orang lain, mereka lebih mudah untuk menerima atau mentolerir.
Cara untuk mengatasi konflik yang bersifat berorientasi nilai adalah
melalui dialog terbuka, penyelidikan apresiatif dan komunikasi yang
tidak berdasar pada kekerasan (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).
e. Dimensi Personal. Dimensi ini merupakan akar dari banyak konflik.
dimensi ini adalah di mana orang didorong oleh emosi dan ketakutan
yang kuat. Dimensi personal meliputi pengertian seperti identitas,
loyalitas, penolakan dan harga diri. Dialog terbuka, penyelidikan
apresiatif dan non-kekerasan komunikasi, seperti yang terjadi dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dimensi nilai, pendekatan yang terbaik ketika berhadapan dengan
dimensi pribadi (Bjarne Vestergaard, dkk, 2011: 8).
Konflik yang melekat dalam kehidupan manusia sangat beraneka
ragam dan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai kriteria. Sebagai
contoh, konflik dapat dibedakan berdasarkan jumlah orang yang terlibat,
latar belakang terjadinya konflik, substansi konflik maupun konflik
menurut bidang kehidupan manusia. Berikut ini merupakan beberapa jenis
konflik yang sering terjadi dalam suatu organisasi, perusahaan maupun di
dalam komunitas:
a. Konflik personal dan konflik interpersonal
Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seorang
individu karena dihadapkan pada beberapa alternatif pilihan yang
yang harus diambil. Konflik personal dapat dibagi ke dalam konflik
pendekatan ke pendekatan, konflik menghindar ke menghindar dan
konflik pendekatan ke menghindar (Wirawan, 2010: 55).
Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi di dalam suatu
organisasi atau konflik yang terjadi di tempat kerja. Konflik ini
terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat konflik saling tergantung
dalam melaksanakan tugas/pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi. Konflik interpersonal dapat terjadi dalam tujuh bentuk,
yaitu: konflik antar manajer, konflik antara pegawai dan
manajer/pimpinannya, konflik hubungan industrial (konflik antara
karyawan dan organisasi/perusahaan), konflik anta kelompok kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam suatu organisasi, konflik antara anggota kelompok kerja
dengan kelompok kerjanya, konflik interes (konflik kepentingan)
dan konflik antara organisasi dengan pihak luar organisasi
(Wirawan, 2010: 55-56).
b. Konflik interes atau konflik kepentingan adalah suatu situasi konflik
dimana seorang individu-pejabat atau aktor sistem sosial mempunyai
kepentingan personal lebih besar daripada kepentingan organisasinya
sehingga mempengaruhi pelaksanaannya sebagai pejabat sistem sosial
dalam melaksanakan kepentingan (tujuan) sistem sosial. Konflik ini
dapat merusak kepercayaan yang diberikan organisasi dan anggota
sistem sosial. Konflik interes ini merupakan salah satu fenomena yang
memicu timbulnya praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. Konflik
interes ini biasanya terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa
serta tender-tender proyek baik di lembaga pemerintah maupun
lembaga bisnis (Wirawan, 2010: 57).
c. Konflik realistis dan konflik nonrealistis
Konflik realistis merupakan konflik yang terjadi akibat perbedaan
cara dalam mencapai tujuan organisasi. Di dalam konflik ini,
interaksi konflik memfokuskan pada perbedaan obyek konflik yang
harus diselesaikan oleh pihak yang terlibat konflik. Gaya
manajemen yang digunakan adalah dialog, persuasi, musyawarah,
voting dan negosiasi (Wirawan, 2010: 59).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konflik nonrealistis adalah konflik yang dipicu oleh kebencian atau
prasangka buruk terhadap orang lain sehingga mendorong
seseorang melakukan agresi untuk menghancurkan atau
mengalahkan lawannya. Metode manajemen konflik yang
digunakan adalah agresi, menggunakan kekuasaan, kekuaan dan
paksaan (Wirawan, 2010: 59).
d. Konflik destruktif dan konflik konstruktif
Konflik konstruktif adalah konflik yang prosesnya berusaha untuk
menemukan solusi mengenai substansi konflik. Konflik ini
berusaha untuk mempererat hubungan pihak-pihak yang terlibat
konflik atau memperoleh sesuatu yang bermanfaat dari konflik.
Guna menyelesaikan konflik ini, manajemen konflik yang
digunakan adalah negosiasi, take and give, humor, bahkan voting
untuk mencapai kesepakatan bersama sehingga tercipta win-win
solution. Di dalam konflik ini, terdapat siklus konstruktif dimana
pihak-pihak yang terlibat konflik sadar akan terjadinya konflik dan
memberikan respon yang positif untuk menyelesaikan konflik
(Wirawan, 2010: 59).
Gambar 2.1 Siklus Konflik Konstruktif
Organisasi
lebih sehat Kompromi atau
kolaborasi
Give and take
Respons
positif Konflik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konflik destruktif merupakan konflik dimana pihak-pihak yang
terlibat konflik berusaha untuk mengalahkan satu sama lain. Pihak-
pihak yang terlibat konflik menggunakan manajemen konflik
seperti kompetisi, ancaman, konfrontasi, kekuatan, dan agresi.
Konflik jenis ini dapat merusak organisasi karena pihak-pihak yang
terlibat konflik berusaha untuk menyelamatkan muka mereka
(Wirawan, 2010: 62).
Gambar 2.2 Siklus Konflik Destruktif
e. Konflik menurut bidang kehidupan
Konflik ekonomi terjadi karena adanya perebutan sumber-sumber
ekonomi yang terbatas. Konflik ini dapat terjadi antar anggota
masyarakat, antar kelompok masyarakat maupun antara masyarakat
dengan pemerintah pusat atau daerah. Konflik ekonomi ini dapat
berupa konflik mengenai hak wilayah ekonomi seperti daerah
tangkapan ikan, lahan pertanian, lahan parkir, dsb. Konflik ini juga
dapat terjadi apabila berkaitan dengan pertambangan emas, timah
atau penggalian pasir (Wirawan, 2010: 63).
Konflik Respons
negatif
Kompetisi dan
agresi
Win & lose
solution
Kesehatan organisasi
menurun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Konflik bisnis muncul karena adanya keinginan setiap pengusaha
untuk menguasai keseluruhan pasar. Konflik ini menyebabkan
terjadinya persaingan pasar yang tidak sehat karena hanya dikuasai
beberapa orang (Wirawan, 2010: 66).
Konflik politik adalah konflik yang terjadi karena pihak-pihak yang
terlibat konflik memperebutkan kekuasaan untuk mencapai tujuan
atau ideologinya. Konflik politik tidak hanya terjadi pada
organisasi pemerintah dan partai politik saja tetapi juga terjadi pada
organisasi bisnis dan organisasi nirlaba. Untuk mencapai tujuan
organisasi digunakan politik organisasi (organizational politic)
seperti akumulasi, pembagian dan penggunaan kekuasaan atau
wewenang (Wirawan, 2010: 67).
Konflik agama merupakan konflik yang terjadi diantara pemeluk
agama bukan kanflik diantara ajaran atau kitab suci. Menurut
Wirawan (2010: 72), terdapat berbagai jenis konflik agama,
diantaranya adalah: konflik antar penganut suatu agama, konflik
antara agama dan ilmu pengetahuan dan sains, konflik antar
penganut agama yang berbeda serta konflik karena pemanfaatan
agama untuk mencapai tujuan (politik, ekonomi, sosial maupun
tujuan individu/kelompok tertentu).
Konflik sosial dapat terjadi apabila dilatarbelakangi oleh beberapa
faktor, yaitu: (1) kelompok sosial yang dimiliki oleh masyarakat
yang berbeda; (2) kemiskinan; (3) adanya perpindahan/migrasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang dilakukan seseorang/sekelompok orang ke tempat lain untuk
memperbaiki kehidupannya; (4) adanya karakteristik dan perilaku
inklusif yang ada diantara kelompok-kelompok sosial (Wirawan,
2010: 81-82).
Konflik budaya adalah “isu mengenai persepsi atau aktual
inkompabilitas dari nilai-nilai, norma, proses, hubungan dan
prosedural” (Stella Ting Tomey dalam Wirawan, 2010: 102).
Konflik antar budaya ini memiliki beberapa karakteristik seperti:
konflik budaya yang berkaitan dengan persepsi antar budaya atau
interkultural, konflik yang terjadi melalui interaksi, konflik yang
terjadi karena ada ketertarikan tujuan dan konflik budaya yang
meliputi citra antar kelompok (Wirawan, 2010: 102).
Sedangkan menurut Stephen P. Robins (2008: 175) dalam Perilaku
Organisasi, konflik dibagi menjadi beberapa jenis yakni:
a. Konflik fungsional adalah konflik yang mendukung tujuan kelompok
dan meningkatkan kinerjanya.
b. Konflik disfungsional adalah konflik yang mengahambat tujuan
kelompok.
c. Konflik tugas yaitu konflik yang berhubungan dnegan muatan dan
tujuan pekerjaan.
d. Konflik hubungan adalah konflik yang fokus pada hubungan
antarpersonal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Konflik proses yaitu konflik yang berhubungan dengan bagaimana
suatu pekerjaan dilaksanakan.
Dari beberapa jenis konflik di atas, dapat kita ketahui bahwa suatu
konflik dapat terjadi dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Suatu
konflik baik yang sedang dialami oleh seseorang, sebuah organisasi,
sebuah perusahaan bahkan sebuah bangsa dapat membawa perubahan.
Perubahan ini terjadi karena proses konflik tersebut memiliki
pengaruh/dampak bagi pihak-pihak yang terlibat konflik. Dampak dari
sebuah konflik dapat bersifat positif maupun bersifat negatif. dampak
negatif dari suatu konflik menurut Baden Eunson dalam bukunya yang
berjudul Conflict Management (2007: 2) adalah:
a. konflik dapat menyebabkan emosi yang negatif,
b. adanya pemblokiran atau pembatasan komunikasi,
c. adanya peningkatan citra negatif dengan pihak-pihak yang
bertentangan dengan kita,
d. mengurangi koordinasi diantara orang-orang yang harus bekerja dan
hidup bersama,
e. adanya pergeseran ke arah kepemimpinan otokratis ketika diskusi
yang mendasarkan pada laporan pengambilan keputusan,
f. mengurangi kemampuan untuk melihat perspektif lainnya serta
adanya kerusakan pada empati dan visi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Di samping memiliki dampak negatif, konflik juga memiliki
dampak positif. Beberapa dampak positif dari adanya suatu konflik
menurut Baden Eunson (2007: 2-3) adalah:
a. Tekanan dan rasa frustasi dapat dilepaskan. Ketika konflik yang
terpendam akhirnya diekspresikan, pihak-pihak yang berkonflik
kadang-kadang mengalami rasa lega sehingga mereka dapat
menenangkan diri dan mempertimbangkan situasi dengan kepala
dingin (Baden Eunson, 2007: 2).
b. Perspektif dan informasi baru dapat dikumpulkan dari pihak yang lain.
Pihak-pihak yang berkonflik dapat melihat dari sudut pandang lain
yang membuat mereka mengetahui berbagai manfaat dari sudut
pandang yang berbeda. Hal ini dapat menumbuhkan rasa empati dan
keputusan yang lebih baik dapat dibuat (Baden Eunson, 2007: 2).
c. Perspektif baru di dalam organisasi dapat diperoleh. Situasi konflik
terkadang memaksa anggota organisasi untuk lebih memperhatikan
kemampuan dan kelebihan yang dimiliki organisasinya. Adanya
konflik juga menyebabkan anggota-anggota organisasi untuk dapat
menyadari kelemahan dan inkonsistensi organisasinya. Konflik juga
mengajarkan anggota-anggota organisasi untuk melakukan dan
berpikir mengenai hal-hal baru (Baden Eunson, 2007: 2).
d. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang lebih baik dapat
terjadi. Hal ini dikarenakan munculnya informasi dan perspektif baru
di dalam organisasi yang merupakan hasil dari adanya konflik. Ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memungkinkan kita untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan
mengambil tindakan yang sesuai (Baden Eunson, 2007: 3).
e. Kekompakan organisasi atau kelompok dapat meningkat. Dengan
adanya konflik, anggota organisasi dapat lebih kompak dan lebih
dekat daripada sebelum mereka dihadapkan pada konflik. Ikatan
diantara anggota organisasi/kelompok dapat lebih kuat dan tidak
lemah (Baden Eunson, 2007: 3).
f. Adanya kepuasaan terhadap diri sendiri karena adanya tantangan.
Konflik dapat memberikan tantangan dengan menyebabkan seseorang
berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Dengan adanya
konflik, seseorang ditantang untuk menemukan ide-ide baru dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang belum terselesaikan (Baden
Eunson, 2007: 3).
g. Arus perubahan dapat terjadi. Hal ini karena konflik sering menjadi
mesin perubahan, baik dalam diri seseoorang maupun dalam
organisasi. Charles Darwin berpendapat bahwa konflik antara personal
menghasilkan kelangsungan hidup yang baik, sehingga evolusi itu
tergantung pada konflik. (Baden Eunson, 2007: 3).
h. Konflik intrapersonal dapat diselesaikan. Kita terkadang dihadapkan
pada konflik dalam diri kita sendiri serta konflik dengan orang lain.
Kadang-kadang dengan kita terlibat konflik dan menyelesaikan
konflik dengan orang lain dapat mengatasi konflik batin (Baden
Eunson, 2007: 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. MANAJEMEN KONFLIK
Untuk menyelesaikan suatu konflik yang sedang dihadapi, pihak-
pihak yang terlibat konflik akan menggunakan suatu cara atau metode
tertentu. Cara atau metode yang digunakan seorang individu, pemimpin
organisasi maupun anggota organisasi berbeda-beda. Metode/cara yang
digunakan tergantung pada jenis konflik yang dihadapi. Metode/cara yang
digunakan untuk menyelesaikan konflik atau mengendalikan suatu konflik
sering disebut dengan manajemen konflik.
Ada beberapa definisi yang diberikan oleh para pakar mengenai
manajemen konflik. Salah satunya adalah pengertian manajemen konflik
yang diberikan oleh Lynne Irvine (Wirawan, 2010: 131), yaitu:
“the strategy which organizations and individual employee to
identify and manage differences, thereby reducing the human and
financial costs of unmanaged conflict, while harnessing conflict as a
source of innovation and improvement.”
“sebuah strategi yang digunakan oleh organisasi maupun anggota
organisasi untuk mengidentifikasi dan mengelola perbedaan, dengan
cara mengurangi kerugian manusia dan finansial dari konflik yang
tidak dikelola, sementara itu memanfaatkan konflik sebagai sumber
inovasi dan perkembangan.”
Definisi manajemen konflik juga diberikan oleh United State
Transfortation Security Administration (Wirawan, 2010: 131) yaitu:
“identifies and takes steps to prevent potential situation that could
result in unpleasant confrontation, resolve conflicts and
disagreements in a positive and constructive manner to minimize
negative impact.”
“proses identifikasi dan mengambil langkah-langkah untuk
mencegah situasi yang potensial yang diakibatkan oleh konfrontasi,
menyelesaikan konflik dan ketidaksepakatan dengan cara yang
positif dan membangun untuk meminimalisir dampak negatif.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Dalam buku yang berjudul Perilaku Organisasi, Stephen P. Robins
(2008: 184) memberikan definisi manajemen konflik yaitu sebagai
pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk
mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Dari berbagai definisi mengenai
manajemen konflik tersebut, dapat diketahui bahwa manajemen konflik
memiliki beberapa karakteristik yang selalu ada dan melekat di dalamnya,
yaitu (Wirawan, 2010: 129-130):
a. Pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga. Manajemen konflik yang
dilakukan oleh pihak yang terlibat konflik berusaha mengelola konflik
untuk mendapatkan solusi yang menguntungkan. Manajemen konflik
juga dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang diberikan wewenang oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak ketiga seperti mediator,
arbiter atau ombudsman dapat berupa organisasi/perusahaan dimana
pihak-pihak yang terlibat konflik merupakan anggota/pegawainya.
b. Strategi konflik. Strategi konflik digunakan sebagai rencana dalam
memanajemeni konflik sehingga konflik yang ada tidak berkembang
menjadi konflik destruktif.
c. Mengendalikan konflik. Bagi pihak-pihak yang terlibat konflik,
manajemen konflik merupakan upaya untuk menegndalikan dan
mengelola konflik agar tidak merugikannya. Sedangkan bagi pihak
ketiga, manajemen konflik merupakan upaya untuk mengarahkan
konflik destruktif menjadi konflik konstruktif untuk meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kreativitas dan inovasi pihak-pihak yang terlibat konflik dan
menciptakan win-win solution.
d. Resolusi konflik. Resolusi konflik merupakan output/hasil yang
diperoleh dari proses manajemen konflik. Solusi yang tercipta dari
manajemen konflik bertujuan untuk menciptakan solusi yang bisa
diterima oleh pihak-pihak yang terlibat konflik.
Beberapa karakteristik dari manajemen konflik di atas akan lebih
memfokuskan pada pembahasan mengenai resolusi konflik. Sedangkan
karakterisrik seperti pihak yang terlibat konflik atau pihak ketiga, strategi
konflik dan mengendalikan konflik tidak dibahas lebih lanjut dikarenakan
pada penelitian ini lebih memfokuskan pada resolusi konflik yang
digunakan. Pembahasan mengenai resolusi konflik ini akan dibahas pada
sub bab berikutnya.
Konflik tidak akan pernah bisa dipisahkan dari kehidupan manusia
karena konflik selalu ada di setiap bidang kehidupan manusia. Oleh sebab
itu, manusia harus dapat mengelola konflik yang sedang dihadapinya
sehingga tidak memperngaruhi kualitas hidup dan produktivitasnya. Untuk
itulah diperlukan manajemen konflik untuk mengurangi dampak negatif
dari konflik itu sendiri. Dalam menyelesaikan suatu konflik, manajemen
konflik yang digunakan oleh seseorang berbeda dengan orang yang lain.
Hal ini dikarenakan konflik yang dihadapi seseorang dengan orang yang
lain juga berbeda. Selain itu, pihak yang sedang menyelesaikan konflik
memilki pola perilaku tertentu yang berbeda antara satu orang dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang lainnya. Pola perilaku tertentu yang digunakan seseorang dalam
mengelola dan mengendalikan konflik disebut dengan gaya manajemen
konflik.
Manajemen konflik yang digunakan oleh seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik faktor eksternal maupun faktor internal. Faktor-
faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menggunakan gaya
manajemen konflik antara lain (Wirawan, 2010: 135-138): asumsi
mengenai konflik itu sendiri, persepsi mengenai penyebab konflik,
ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya, pola komunikasi dalam interaksi
konflik, kekuasaan yang dimiliki, pengalaman dalam menghadapi situasi
konflik, sumber-sumber (kekuasaan, pengetahuan, pengalaman atau uang)
yang dimiliki. Selain itu, faktor-faktor pribadi seseorang juga dapat
mempengaruhi seseorang dalam menggunakan gaya manajemn. Faktor-
faktor tersebut adalah: jenis kelamin dan kepribadian seseorang yang
mengelola konflik, kecerdasan emosional dalam mengelola konflik,
budaya organisasi dalam sistem sosial, situasi dan posisi konflik pihak
yang berkonflik, pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen
konflik serta ketrampilan berkomunikasi juga mempengaruhi seseorang
dalam menggunakan gaya manajemen konflik.
Salah satu teori yang dapat digunakan dalam manajemen konflik
adalah Teori Thomas dan Kilmann. Menurut Kenneth W. Thomas dan
Ralp H. Kilman mengembangkan taksonomi gaya manajemen konflik
berdasarkan dua dimensi: (1) kerja sama (memuaskan orang lain ketika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
menghadapi konflik) pada sumbu horizontal dan (2) keasertifan
(memuaskan diri sendiri dalam menghadapi konflik) pada sumbu vertikal
(Wirawan, 2010: 140). Berdasarkan dua dimensi tersebut, Thomas dan
Kilmann mengemukakan lima gaya manajemen, yaitu:
a. Kompetisi (competing). Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi
pada kekeuasaan dimana seseorang akan menggunakan kekuasaan
yang dimiliki untuk memenangkan konflik dengan biaya lawannya.
Gaya ini memiliki tingkat keaserifan tinggi dan tingkat kerja sama
rendah (Wirawan, 2010: 140). Kompetisi menggunakan sikap
bertentangan atau melawan pihak lain. Dalam gaya manajemen ini,
pihak-pihak yang berkonflik terlibat dalam kompetisi dengan cara
memaksa melalui kekuatan atau tindakan otoritas yang dimiliki oleh
pihak yang berkonflik (Sudarmo, 2011: 214).
b. Kolaborasi (collaborating). Kolaborasi merupakan gaya manajemen
konflik yang berupaya menciptakan solusi yang sepenuhnya
memuaskan pihak-pihak yang terlibat konflik. Kolaborasi bertujuan
untuk mencari alternatif, dasar bersama dan berusaha untuk memenuhi
harapan pihak-pihak yang berkonflik. Gaya manajemen ini memiliki
tingkat keaserifan dan kerja sama yang sama (Wirawan, 2010: 140).
Kolaborasi sering disebut problem solving karena pimpinan atau
menajer mencoba memuaskan keinginan setiap pihak sehingga tidak
ada pihak yang merasa dirugikan (Sudarmo, 2011: 214-215).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
c. Kompromi (compromising). Gaya manajemen konflik tipe ini
menggunakan strategi give and take, kedua belah pihak yang
berkonflik mencari alternatif tengah yang memuaskan sebagian
keinginan mereka. Gaya ini merupakan gaya manajemen konflik
tengah atau menengah, dimana tingkat keasertifan dan kerjasama
sedang. Gaya manajemen ini berada di tengah-tengah gaya kompetisi
dan gaya kolaborasi (Wirawan, 2010: 141). Gaya menajemen ini
berusaha menyelesaikan konflik dengan cara tawar-menawar terhadap
solusi „yang dapat diterima‟ oleh semua pihak yang terlibat konflik.
Masing-masing pihak yang terlibat konflik akan mendapatkan sedikit
kemenangan dan sedikit kekalahan (Sudarmo, 2011: 214).
d. Menghindar (avoiding). Dalam gaya manajemen ini, kedua belah
pihak yang sedang berkonflik berusaha menghindari konflik. Mereka
menghindari konflik dengan cara menjauhkan diri dari pokok
permasalahan, menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat atau
menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan. Gaya tipe
ini memiliki tingkat keaserifan dan kerjasama yang rendah (Wirawan,
2010: 141). Di dalam gaya manajemen ini, pihak-pihak yang terlibat
konflik beranggapan bahwa seakan-akan konflik tidak benar-benar
ada. Gaya manajemen konflik menghindar menganggap bahwa
ketidaksepakatan itu tidak ada, menarik diri dari situasi dan bersikap
netral dalam berbagai hal (Sudarmo, 2011: 214).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
e. Mengakomodasi (accomodating). Gaya manajemen konflik tipe ini
mengabaikan kepentingan dirinya sendiri dan beupaya memuaskan
kepentingan lawan konfliknya. Gaya manajemen konflik ini memiliki
tingkat keasertifan rendah dan tingkat kerja sama tinggi (Wirawan,
2010: 142). Gaya manjemen ini berusaha menjaga harmoni dan
mengabaikan perbedaan-perbedaan yang terjadi diantara pihak-pihak
yang berkonflik (Sudarmo, 2011: 214).
Gambar 2.3
Kerangka Gaya Manajemen Konflik Thomas dan Kilmann
kerjasama
(Sumber: Wirawan, 2010: 139)
3. RESOLUSI KONFLIK
Resolusi konflik merupakan proses untuk mendapatkan output atau
hasil konflik melalui manajemen konflik. Menurut Deutsch yang dikutip
oleh Zhiyong Lan dalam A Conflict Resolution Approach to Public
keasertifan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Administration (1997:31), terdapat tiga aktor di dalam proses resolusi
konflik. lebih lanjut, Deutsch menjelaskan bahwa:
“Conflict resolution literature pays close attention to the different
roles play by actors in a conflict. It categorizes the actors in three
groups: (1) interested audience to the conflict-observers or
onlookers, either sympathetic or nonsympathetic; (2) parties to the
conflict; and (3) conflict resolvers-arbitrators, mediators or
facilitators.”
“Para literatur resolusi konflik mencermati peran berbeda yang
dimainkan oleh aktor dalam konflik. Aktor-aktor ini dikategorikan
ke dalam tiga kelompok, yaitu: (1) publik yang tertarik terhadap
konflik, pengamat konflik atau penonton, baik yang menaruh
perhatian terhadap konflik ataupun tidak, (2) pihak-pihak yang
berkonflik, dan (3) orang-orang yang dapat memecahkan konflik
seperti: arbiter, mediator atau fasilitator.”
Di dalam resolusi konflik, metode yang dapat digunakan dapat
dikelompokkan menjadi pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat
konflik atau melalui pihak ketiga. Pengaturan sendiri dilakukan oleh
pihak-pihak yang terlibat konflik dengan cara melakukan berbagai
pendekatan dan negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan
solusi konflik seperti yang mereka harapkan. Intervensi pihak ketiga terdiri
atas resolusi melalui proses pengadilan, proses administrasi dan resolusi
perselisihan alternatif (Wirawan, 2010: 177).
Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai beberapa
macam metode resolusi konflik:
a. Pengaturan sendiri
Pengaturan sendiri merupakan salah satu bentuk resolusi konfflik
dimana pihak-pihak yang terlibat konflik menyusun strategi maupun
taktik konflik untuk menyelesaikan konflik yang sedang dihadapi. Di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sini, pihak-pihak yang terlibat konflik menggunakan pendekatan dan
negosiasi untuk menyelesaikan konflik dan menciptakan solusi sesuai
harapan mereka. Pola interaksi konflik tergantung pada keluaran
konflik yang diharapkan, potensi konflik, lawan konflik dan situasi
konflik (Wirawan, 2010: 178).
Berikut merupakan interaksi konflik yang sering digunakan dalam
metode resolusi konflik pengaturan sendiri:
Interaksi konflik dengan keluaran yang diharapkan mengalahkan
lawan konflik (win-lose solution)
Di dalam model ini, pihak yang terlibat konflik bertujuan
memenangkan konflik dan mengalahkan lawan konfliknya. Pihak
yang terlibat konflik berupaya mencari solusi konflik mengalahkan
lawan konfliknya dengan berbagai pertimbangan, yaitu: merasa
mempunyai kekuasaan lebih besar dari lawan konfliknya; merasa
mempunyai sumber konflik yang lebih besar; menganggap obyek
konflik sangat penting bagi kehidupan dan harga dirinya; situasi
konflik menguntungkan dan merasa bisa mengalahkan lawan
konfliknya (Wirawan, 2010: 178). Win-lose solution dapat terjadi
ketika pihak-pihak yang berkonflik menggunakan gaya manajemen
konflik seperti kompetisi (competing) dan kompromi
(compromising). Dalam hal ini, masing-masing pihak berusaha
untuk meraih sesuatu dengan mengorbankan pihak lain yang dapat
menciptakan konflik di kemudian hari (Sudarmo, 2011: 216).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Interaksi konflik dengan tujuan menciptakan kolaborasi atau
kompromi (win-win solution)
Win-win solution dapat terjadi ketika pihak-pihak yang sedang
berkonflik menggunakan gaya manajemen jenis kolaborasi
(collaborating) atau problem solving. Gaya manajemen tipe ini
berusaha melakukan rekonsiliasi perbedaan-perbedaan yang
mendasari. Win-win solution berusaha memecahkan isu-isu konflik
untuk menciptakan keuntungan bersama bagi pihak-pihak yang
berkonflik. Kondisi win-win solution ini diciptakan dengan
menghilangkan penyebab-penyebab konflik. Metode ini merupakan
gaya interpersonal menajemen konflik yang paling disukai
(Sudarmo, 2011: 216).
Interaksi konflik menghindar
Tujuan dari interaksi ini adalah untuk menghindarkan diri dari
situasi konflik. Ada beberapa alasan yang mendasari pihak yang
terlibat konflik untuk menghindari konflik, yaitu: tidak senang atas
ketidaknyamanan sebagai akibat terjadinya konflik; menganggap
penyebab konflik tidak penting; tidak mempunyai cukup kekuasaan
untuk memaksakan kehendak; menganggap situasi konflik tidak
bisa dikembangkan sesuai kehendaknya dan belum siap melakukan
negosiasi (Wirawan, 2010: 180). Gaya manajemen tipe menghindar
(avoiding) dapat mengakibatkan lose-lose conflict. Dengan gaya
manajemen ini, alasan/penyebab konflik masih terus terpendam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tanpa adanya pemecahan. Interaksi menghindar (avoiding)
merupakan bentuk ekstrim dari tidak adanya perhatian, konflik
dianggap tidak ada dan berharap agar konflik tersebut dapat
hilang/berlalu dengan sendirinya (Sudarmo, 2011: 215).
Interaksi konflik mengakomodasi
Interaksi konflik ini bertujuan untuk menyenangkan lawan konflik
dan mengorbankan diri. Berikut adalah perilaku dari interaksi
konflik mengakomodasi: bersikap pasif dan ramah kepada lawan
konflik; memperhatikan lawan konflik sepenuhnya dan
mengabaikan diri sendiri; menyerah pada solusi yang diminta
lawan konflik dan memenuhi keinginan lawan konflik (Wirawan,
2010: 181). Interaksi konflik mengakomodasi (accomodating) juga
dapat mengakibatkan lose-lose conflict. Gaya manajemen
accomodating pada dasarnya mengabaikan perbedaan dan
mengabaikan esensi riil dari konflik itu sendiri. Gaya manajemen
ini lebih menonjolkan persamaan dan bidang-bidang yang
disepakati bersama. Perdamaian diciptakan melalui pengakuan
bersama yakni tujuan bersama (Sudarmo, 2011: 215).
b. Intervensi pihak ketiga
Intervensi pihak ketiga dilakukan apabila pihak-pihak yang terlibat
konflik tidak dapat menyelesaikan konflik yang sedang dihadapinya.
Pihak ketiga yang disebut intervener melakukan intervensi ke dalam
konflik. Intervener bersikap pasif menunggu datangnya pihak yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terlibat konflik untuk meminta bantuan. Pihak ketiga juga dapat
bersikap aktif dengan emmbujuk kedua belah pihak untuk
menyelesaikan konflik. Pihak ketiga dapat berupa lembaga
pemerintah, lembaga arbitrase yang dibentuk berdasarkan undang-
undang, lembaga mediasi hingga pihak ketiga yang dibentuk
berdasarkan kesepakatan pihak-pihak yang terlibat konflik (Wirawan,
2010: 184). Intervensi pihak ketiga dapat dibagi menjadi lima, yaitu:
Resolusi konflik melalui proses pengadilan
Dalam resolusi konflik melalui pengadilan perdata, salah satu pihak
atau kedua belah pihak yang terlibat konflik meneyrahkan solusi
konfliknya pada pengadilan perdata di Pengadilan Negeri melalui
gugatan penggugat terhadap tergugat. Proses pengadilan umumnya
didahului dengan permintaan hakim agar kedua belah pihak
berdamai. Jika perdamaian tidak tercapai, hakim akan memeriksa
kasusnya dan mengambil keputusan. Keputusan yang diambil
hakim dapat berupa win-lose solution atau win-win solution.
Apabila salah satu atau kedua belah pihak tidak puas atas
keputusan hakim tersebut, mereka dapat mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi. Jika keputusan di Pengadilan Tinggi masih
belum memuaskan, mereka dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah
Agung. Di Mahkamah Agung, keputusan untuk peninjauan kembali
dapat dimintakan apabila ada bukti baru (Wirawan, 2010: 184).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Resolusi konflik melalui proses atau pendekatan legislasi
Resolusi konflik melalui pendekatan legislatif adalah penyelesaian
konflik melalui perundang-undangan yang dikeluarkan oleh
lembaga legislatif. Konflik yang diselesaikan menggunkaan metode
ini adalah konflik yang besar dan meliputi populasi yang besar,
tetapi mempunyai pengaruh terhadap individu anggota populasi.
Dalam konflik politik seperti konflik mengenai batas daerah dan
konflik pemekaran wilayah. Dalam bidang bisnis, misalnya konflik
perlindungan kosumen serta konflik monopoli dan persaingan tidak
sehat. Penyelesaian konflik melalui proses legislatif memerlukan
banyak waktu karena memerlukan penyusunan naskah akademik,
penyususnan draf Undang-undang dan pembahasan Undang-
undang di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah pembuatan
Undang-undang, Peraturan Pemerintah diperlukan untuk
melaksanaknnya (Wirawan, 2010: 185-186).
Resolusi konflik melalui proses administrasi
Resolusi konflik melalui proses administrasi adalah resolusi konflik
melalui pihak ketiga yang dilakukan oleh lembaga negara bukan
lembaga yudikatif yang menurut Undang-undang atau Peraturan
Pemerintah diberi hak untuk menyelesaikan perselisiahan atau
konflik dalam bidang tertentu. Resolusi konflik ini banyak
digunakan dalam bidang bisnis, ketenagakerjaan, lingkunagn dan
hak asasi manusia di Indonesia. Lembaga-lembaga negara yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diberi hak melakuakan resolusi konflik melalui proses administrasi,
seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk menyelesaikan
konflik terkait praktik monopoli dan persaingan usaha; Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bertugas menyelesaikann
konflik antara pengusaha dan konsumen; dan Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) yang bertugas
menyelesaikan perselisihan/konflik industrial. Selain itu, juga
terdapat ombudsman yang merupakan pejabat publik non partisipan
yang meneliti keluhan mengenai pelanggaran hak dan
ketidakadilan yang dialami oleh anggota masyarakat oleh kebijakan
dan perlakuan lembaga pemerintah, lembaga nirlaba dan
perusahaan (Wirawan, 2010: 186).
Resolusi perselisihan alternatif
Resolusi perselisihan alternatif (alternative dispute resolution-
ADR) adalah resolusi konflik melalui pihak ketiga yang bukan
pengadilan dan proses administrasi yang diselenggarakan oleh
lembaga yudikatif dan eksekutif. ADR terdiri atas mediasi dan
arbitrase. Mediasi merupakan proses manajemen konflik dimana
pihak-pihak yang terlibat konflik menyelesaikan konflik mereka
melalui negosiasi untuk mencapai kesepakatan bersama (Wirawan,
2010: 200). Tujuan dari mediasi adalah untuk menciptakan win-win
solution dan mencari kesepakatan bersama. Sedangkan arbitrase
menurut Christopher A. Moore dalam Wirawan (2010: 214) adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
istilah umum proses penyelesaian konflik sukarela dimana pihak-
pihak yang terlibat konflik meminta bantuan pihak ketiga yang
imparsial (tidak memihak) dan netral untuk membuat keputusan
mengenai obyek konflik. Keluaran dari keputusan arbitrase bisa
bersifat nasehat dan tidak mengikat atau bisa juga berupa
keputusan yang mengikat pihak-pihak yang terlibat konflik.
Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses resolusi konflik yang mentransformasi
ke keadaan sebelum terjadinya konflik yaitu keadaan kehidupan
yang harmonis dan damai (Wirawan, 2010: 195). Sedangkan
menurut Undang-undang No. 27 Tahun 2004 tentang Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi, rekonsiliasi adalah hasil dari suatu
proses pengungkapan kebenaran, pengakuan dan pengampunan,
melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi dalam rangka
menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat untuk
terciptanya perdamaian dan persatuan bangsa. Pihak-pihak yang
terlibat konflik harus saling memaafkan dan tidak menyisihkan
dendam yang dapat menimbulkan konflik baru di kemudian hari.
Rekonsiliasi digunakan untuk menyelesaikan konflik politik dan
sosial yang melanggar hak asasi manusia secara berat di Indonesia.
(Wirawan, 2010: 195).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4. COMMUNITY GOVERNANCE
Davis dan Keating (Sudarmo, 2011: 71) mendefinisikan governance
sebagai “the process by which institutions, both state and non-state
interact to manage nation‟s affairs” (suatu proses interaksi institusi-
institusi mencakup institusi-institusi negara dan institusi-institusi non-
negara untuk mengelola persoalan bangsa). Lebih lanjut, Stoker dalam Isu-
isu Administrasi Publik (Sudarmo, 2011: 36) merinci konsep governance
dalam lima proposisi, yaitu:
a. Pertama, governance mengacu pada serangkaian institusi dan aktor
yang berasal dari dalam pemerintah maupun di luar pemerintah.
b. Kedua, governance mengidentifikasikan kekaburan batas-batas dan
tanggung jawab untuk menangani isu-isu ekonomi dan sosial.
c. Ketiga, governance mengidentifikasikan ketergantungan kekuasaan
yang terlibat dalam hubungan antara insitusi yang terlibat dalam
tindakan kolektif (collective action).
d. Keempat, governance adalah tentang jaringan-jaringan para aktor
yang sifatnya self-governing (mengelola dirinya) secara otonom.
e. Kelima, governance mengakui kapasitas untuk mencapai sesuatu
dengan tidak menggantungkan pada kekuatan pemerintah untuk
mengkomando atau menggunakan otoritasnya. Governance
memandang pemerintah mampu menggunakan alat-alat dan teknik-
teknik baru untuk mengendalikan atau membina.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tim Reddel dalam jurnal yang berjudul Community Agency and
Community Engagement: Re-theorising Participation in Governance
(Eversole: 2011: 56) mengatakan bahwa:
“governance as characterised by „innovation, negotiation and
transformative partnerships‟, with knowledge exchange,
democratisation and decentralisation of decision making key to this
new way of working. Bringing a range of communities and
institutions into the processes of governing is thus painted as an
egalitarian win-win situation: it not only gives these diverse
communities and institutions a voice in decisionmaking, it mobilises
their agency, knowledge, ideas, and networks to solve entrenched
policy problems.”
“governance ditandai dengan 'inovasi, negosiasi dan kemitraan yang
transformatif', dengan pertukaran pengetahuan, demokratisasi dan
desentralisasi pengambilan keputusan yang merupakan cara kerja
baru. Membawa berbagai komunitas dan lembaga ke dalam proses
governing untuk menghasilkan win-win situation: governance tidak
hanya memberikan suara-suara komunitas dan institusi yang
beragam dalam pengambilan keputusan, governance juga
memobilisasi lembaga, pengetahuan, ide, dan jaringan untuk
memecahkan masalah kebijakan yang sudah mengakar.”
Lebih lanjut, Kooiman & Van Vlet dan Stoker dalam buku karangan
Sudarmo (2011: 35) mengatakan bahwa esensi governance adalah
fokusnya dalam mekanisme-mekanisme memerintah yang tidak
menggantungkan pada pilihan otoritas dan sangsi pemerintah. Konsep
governance ini mengacu pada penciptaan struktur atau sebuah aturan yang
tidak bisa dipaksakan dari luar tetapi merupakan hasil dari interaksi
berbagai aktor yang terlibat dalam memerintah/mengelola dan satu sama
lain mempengaruhi. Dalam buku Isu-isu Administrasi Publik karya
Sudarmo (2011: 74-75) dijelaskan bahwa governance pada dasarnya
mengacu pada dua hal yakni state dan non-state. Yang termasuk dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
state adalah pemerintah, dewan perwakilan rakyat, polisi, militer,
kelompok bangsawan yang memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan
orang banyak dan memiliki otoritas untuk mengatur kehidupan kelompok
masyarakat lain. Sedangkan, non-state mencakup berbagai kelompok
bisnis (bisnis formal yang bertaraf internasional, nasional maupun lokal).
Di dalam non-state juga terdapat society, seperti kelompok-kelompok
kepentingan yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari
kebijakan pemerintah, kelompok kepentingan yang memeperjuangkan
haknya kepada pemerintah, maupun kelompok masyarakat yang terkena
dampak kebijakan pemerintah.
Di dalam konsep governance ini, gaya memerintah dan mengelola
isu-isu sosial dan ekonomi tidak hanya diambil alih oleh pemerintah tetapi
juga mengikutsertakan aktor-aktor non-pemerintah. Aktor-aktor non-
pemerintah atau sering disebut dengan stakeholders ikut serta dalam
proses pembuatan dan pengambilan keputusan/kebijakan. Meskipun
demikian, peran pemerintah/negara pada isu-isu sentral memegang
peranan paling dominan dalam menentukan sebuah kebijakan yang akan
diambil. New Paradigm of Governance dalam Journal of Management and
Governance (2003: 211) mengatakan bahwa:
“Governance is not only contol, incentive and ownership structure. It
is also the allocation of decision rights, as well as normative and
value based control. Governance is not only something „internal‟ to
the firm, but also cuts across organizations.”
“Governance tidak hanya berbicara soal kontrol, intensif dan struktur
organisasi. Governance juga merupakan alokasi dalam pengambilan
keputusan yang dikontrol secara normatif dan sesuai dengan nilai-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
nilai. Governance tidak hanya berasal dari internal suatu
organisasi/perusahaan tetapi juga di luar organisasi atau lintas
organisasi.”
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa governance merupakan
suatu proses memerintah ataupun mengelola isu-isu sosial maupun
ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak-pihak di luar
pemerintah. Terkadang governance tidak membutuhkan komando dan
sangsi dari pemerintah untuk menyelesaikan isu-isu sosial maupun
ekonomi yang sedang dihadapi. Non-state atau pihak-pihak di luar
pemerintah lebih mengutamakan interaksi diantara para anggotanya untuk
menyelesaikan isu-isu substantif yang dihadapi dengan berpegang pada
aturan dan norma yang ada. Meskipun demikian, peran pemerintah/negara
tetap diperlukan dalam melakukan governance. Lebih lanjut dalam Local
Government and Community Governance: A Literature Review
(Hambleton, 2011: 4) dijelaskan mengnai pendekatan governance, yaitu:
“Governance, on the other hand, involves government plus the
looser processes of influencing and negotiating with a range of
public and private sector agencies to achieve desired outcomes. A
governance perspective encourages collaboration between the
public, private and non-profit sectors to achieve mutual goals”.
“Governance, di sisi lain juga melibatkan pemerintah dengan proses
yang bebas dalam mempengaruhi dan bernegosiasi dengan berbagai
lembaga sektor publik dan swasta untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Sebuah pendekatan governance mendorong kolaborasi
antara sektor swasta, sektor publik dan sektor non-profit untuk
mencapai tujuan bersama”.
Dari pendapat Hambleton tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendekatan governance pada dasarnya tidak dapat lepas dari campur
tangan pemerintah. Governance lebih mengutamakan kolaborasi diantara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pemerintah, sektor swasta dan sektor publik dalam menyelesaikan suatu
isu-isu sosial untuk memeperoleh hasil yang dapat diterima semua pihak.
Berbicara mengenai isu-isu konflik yang terjadi di Indonesia, ada sebagian
masyarakat yang meragukan peran pemerintah karena mereka
menganggap bahwa pemerintah tidak tuntas dalam menyelesaikan
berbagai isu-isu konflik yang berkembang. Sebagian masyarakat
menganggap bahwa suatu civil society atau community juga dapat
menyelesaikan masalah publik melalui jaringan atau social capital yang
dibangunnya (Sudarmo, 2011: 189). Bowles & Gintis dalam Social
Capital and Community Governance (2002: 420) memberikan definisi
mengenai community, yaitu sebagai:
“By community we mean a group of people who interact directly,
frequently, and in multi-faceted ways. People who work together are
usually communications in this sense, are some neighbourhoods,
groups of friends, professional and business networks, gangs, and
sport leagues”.
“sekelompok orang-orang yang berinteraksi secara langsung,
dilakukan secara intensif dan dengan berbagai cara. Orang-orang
yang bekerja sama dalam komunitas ini, biasanya adalah masyarakat
yang hidup berdampingan atau bertetangga di suatu kampung,
kelompok-kelompok teman, professional, jaringan bisnis, geng, dan
atau kelompok-kelompok olah raga.”
Lebih lanjut, Bowles & Gintis memberikan penjelasan tentang
community dalam Local Government and Community Governance: A
Literature Review (2011: 5) yaitu:
“Communities, however, may solve problems that both states and
markets are ill-equipped to address, especially where the nature of
social interactions or of the goods and services being transacted
makes contracting highly incomplete or costly. Community
governance relies on dispersed private information often unavailable
to states, employers, banks, and other large formal organizations to
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
apply rewards and punishments to members according to their
conformity with or deviation from social norms. An effective
community monitors the behaviour of its members, rendering them
accountable for their actions.”
“Komunitas dapat memecahkan masalah-masalah yang tidak dapat
ditangani oleh negara maupun pasar, khususnya ketika interaksi
sosial atau transaksi barang dan jasa menjadi tidak lengkap atau
mahal. Community governance bergantung pada informasi pribadi
yang seringkali tidak tersedia bagi negara, pengusaha, bank dan
organisasi formal lainnya untuk menerapkan rewards dan
punishment kepada para anggota yang patuh atau melanggar norma-
norma sosial. Community yang efektif bahkan mampu memantau
perilaku anggotanya, untuk membuat mereka bertanggung jawab
atas tindakan mereka”.
Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa suatu komunitas pada
dasarnya memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan masalah-
masalah yang sedang dihadapi. Sebuah komunitas dapat menyelesaikan
masalah-masalahnya melalui berbagai informasi yang tersedia di dalam
komunitas tersebut. Berbagai informasi yang tersedia di dalam sebuah
komunitas dapat digunakan oleh komunitas tersebut untuk mengontrol
perilaku anggota-anggota organisasinya melalui penerapan rewards and
punishment. Di sisi lain, terdapat keraguan sebagaian masyarakat terhadap
peran pemerintah dalam mengatasi isu-isu konflik menyebabkan sebagian
masyarakat berusaha menyelesaikan isu-isu konflik yang ada melalui
komunitas yang mereka bentuk. Komunitas dianggap dapat menjadi media
pemecah konflik ketika pasar maupun pemerintah gagal dalam mengelola
konflik. Menurut Bowles & Gintis dalam Isu-isu Administrasi Publik
(Sudarmo, 2011: 190), alasan komunitas dapat menyelesaikan isu-isu
konflik yang gagal dilakukan oleh pemerintah dan pasar adalah karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
para anggota komunitas memiliki informasi penting tentang perilaku-
perilaku, kapasitas-kapasitas dan kebutuhan-kebutuhan para anggotanya.
Para anggota memanfaatkan informasi tersebut untuk menjaga norma-
norma dan menjamin bahwa apa yang dilakukannya tidak akan
mengakibatkan persoalan-persoalan bahaya moral yang bisa muncul, dan
untuk proses pemilihan pengambilan keputusan untuk menghindari resiko
yang merugikan di kemudian hari.
Selain itu, dalam Social Capital for Community Governance,
komunitas dapat lebih efektif dalam mempercepat dan memanfaatkan
insentif yang secara tradisional telah diatur oleh orang-orang untuk
meregulasi aktivitas bersama baik ity melalui trust, solidaritas, timbal
balik, reputasi, kebanggaan pribadi, menghormati, balas dendam maupun
retribusi satu sama lain (Sudarmo, 2008: 106). Sedangkan kegagalan pasar
dan pemerintah dalam mengelola konflik diakibatkan karena informasi
yang penting untuk merancang dan menegakkan pertukaran dan perintah
tidak bisa secara efektif digunakan oleh state atau pihak di luar komunitas.
Informasi yang ada di dalam komunitas terkadang tidak dapat diperoleh
dan tidak tersedia bagi pemerintah maupun pasar, hal inilah yang
menyebabkan pemerintah maupun pasar tidak dapat mengelola konflik
secara efektif (Sudarmo, 2011: 190).
Lebih lanjut, di dalam Social Capital & Community Governance
(Bowles & Gintis, 2002: 424) dijelaskan bahwa:
“Several aspects of communities account for their unique capacities
as governance structures. First, in a community the probability that
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
members who interact today will interact in the future is high, and
thus there is a strong incentive to act in socially beneficial ways now
to avoid retaliation in the future. Second, the frequency of
interaction among community members lowers the cost and raises
the benefits associated with discovering more about the
characteristics, recent behavior and likely future actions of other
members. The more easily acquired and widely dispersed this
information, the more will community members have an incentive to
act in ways that result in collectively beneficial outcomes. Third,
communities overcome free-rider problems by its members directly
punishing „anti-social‟ actions of others. Monitoring and punishment
by peers in work teams, credit associations, partnerships, local
commons situations, and residential neighborhoods is often an
effective means of attenuating incentive problems that arise where
individual actions affecting the well being of others are not subject
to enforceable contracts (Bowles & Gintis, 2002: 424).”
Menurut pendapat Bowles Gintis di atas, terdapat beberapa aspek
khusus dari sebuah komunitas yang dapat mencerminkan kapasitas sebagai
struktur governance, yaitu :
a. Pertama, dalam sebuah komunitas, dimungkinkan bahwa para anggota
yang berinteraksi hari ini, tingkat interaksi mereka di masa mendatang
akan meningkat atau tinggi. Dengan demikian, dalam dirinya terdapat
dorongan kuat untuk bertindak dengan cara-cara yang menguntungkan
secara sosial untuk menghindari hal-hal yang merugikan di masa depan.
b. Kedua, frekuensi interaksi diantara para anggota komunitas mengurangi
biaya dan menaikkan keuntungan berkaitan dengan penemuan
karakteristik-karakteristik perilaku sekarang ini dan kemungkinan
tindakan-tindakan yang akan datang dari para anggota lainnya. Semakin
informasi mudah diperoleh dan semakin luas penyebarannya, semakin
para anggota komunitas akan memiliki dorongan atau rancangan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bertindak dengan cara-cara yang menghasilkan outcomes yang
menguntungkan secara kolektif.
c. Ketiga, komunitas mengatasi masalah free-rider (salah satu penyebab
market failure) yang dilakukan oleh para anggotanya dengan cara
menghukum langsung tindakan-tindakan „anti sosial‟ yang dilakukan
oleh pihak lain yang memboncengnya. Monitoring dan hukuman oleh
kolega dalam sebuah tim kerja, asosiasi kredit, kemitraan, situasi-situasi
kehidupan kelas bawah di tingkat lokal, dan kampung permukiman
(seperti rukun tetangga, rukun warga, kelompok dasa wisma) bisa
menjadi cara-cara yang efektif untuk mengurangi dorongan timbulnya
masalah dimana tindakan-tindakan individu yang mengganggu
kesejahteraan atau ketenteraman pihak lain tidak dapat dilakukan.
Sebuah komunitas untuk dapat melakukan governance dengan
efektif maka ia harus memiliki kapasitas untuk belajar, melakukan
eksperimen dan beradaptasi secara kreatif terhadap ancaman-ancaman dan
peluang-peluang yang ada (Innes & Booher dalam Sudarmo, 2008: 103).
Untuk membangun kapasitas yang memadai bagi governance, komunitas
perlu melakukan interaksi dan berbagi peran secara teratur diantara para
pemain yang beraneka ragam dalam memecahkan masalah dan melakukan
kerjasama untuk melaksanakan tugas-tugas baru yang sangat kompleks
berkenaan dengan pemecahan masalah bersama yang dihadapinya (Burns
& Stalker, 1996; Sudarmo, 2008: 103-104).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Menurut Chaskin dalam Social Capital for Community Governance
(Sudarmo, 2008: 104), kapasitas komunitas adalah:
“interaksi human capital, sumber daya organisasi, dan social capital
dalam sebuah komunitas yang dapat mengontrol untuk memecahkan
masalah-masalah kolektif dan memperbaiki atau menjaga
kesejahteraan komunitas. Kapasitas komunitas bisa berjalan melalui
proses informal sosial dan atau usaha-usaha informal terorganisir.”
Dari pengertian di atas, maka dapat diketahui batasan-batasan dari
community governance, yaitu (Sudarmo, 2008: 104):
a. Proses informal sosial, yaitu kemampuan suatu organisasi untuk dapat
mengorganisasi dirinya secara informal. Di dalam proses ini, dilihat
bagaimana organisasi dapat mengelola anggota-anggota organisasi
dengan berbagai perbedaan latar belakang. Proses informal sosial ini
juga dilakukan dengan cara memanfaatkan berbagai sumber daya yang
ada di dalam organisasi dan dengan menerapkan aturan-aturan dan
sanksi-sanksi kepada anggota-anggota organisasi. Proses informal
sosial organisasi tidak didasarkan pada struktur yang hirarkis, aturan
dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam setiap proses
pembuatan keputusan karena mengingat dunia ini berada dalam situasi
global, bergerak cepat, uncertain dan unpredictable dengan sempurna.
b. Kemauan belajar dari pengalaman sebelumnya dan hal-hal yang
belum diketahui untuk mengantisipasi hal-hal yang akan datang.
Unsur kedua ini dapat dilihat dari kesiapan dan cara yang digunakan
organisasi dalam menghadapi berbagai permasalahan. Organisasi
harus responsif dan memiliki daya tanggap yang cepat terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi dan bahkan ha-hal yang
tidak diinginkan; ia harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide
yang dimiliki para anggotanya; dan untuk menjalankan akivitasnya, ia
secara internal dan eksternal harus berkolaborasi dalan sebuah sistem
networks untuk berbagi keahlian dan informasi. Di sini, organisasi
dituntut untuk belajar dari berbagai pengalaman yang telah dihadapi
sehingga organisasi tidak akan terjebak dalam masalah atau keadaan
yang sama. Organisasi juga dituntut untuk menggali berbagai
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki sehingga organisasi dapat
membuat keputusan yang cepat dan tepat.
c. Bekerja dalam waktu yang jelas dan nyata melalui networks (social
capital). Ciri-ciri networks yang dapat meningkatkan kapasitas
organisasi adalah: para anggota networks harus didorong untuk berani
berbagi dengan anggota yang lain dan para anggota networks harus
memiliki kapasitas untuk berkontribusi. Ada tiga jenis networks yang
dapat dilakukan di dalam social capital, yaitu: (1) bonding social
capital yang melihat interaksi internal dalam diri paguyuban atau
organisasi PKL dalam mengelola, mengorganisasi dan menata dirinya.
(2) bridging social capital yang melihat interaksi antara PKL dan
kelompok non-PKL tetapi bukan pemerintah. (3) linking social capital
yang melihat interaksi antara PKL dan pemerintah. Dalam konteks
community governance untuk resolusi konflik, bridging social capital
bahkan berperan penting untuk memperkuat dan memperbaiki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
kerjasama diantara kelompok-kelompok sejenis. Hal ini dikarenakan
network seperti ini bisa menjadi kekuatan penekan bagi dominasi state
yang pro status quo untuk melakukan perubahan-perubahan. Dalam
unsur ketiga ini, organisasi harus memiliki jaringan komunisasi yang
terbangun diantara para anggotanya dengan percaya satu sama lain
dan berbagi pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal yang belum
diketahui satu sama lain. Para anggota dapat bekerja dengan cara-cara
yang kooperatif dalam suatu networks sebagaimana yang diperlukan
dalam sistem yang sangat kompleks.
d. Kesediaan berbagi peran diantara keanekaragaman pelaku/stakeholder
sebagai sumber daya manusia dan sumber daya non-manusia lainnya
yang tersedia. Kesedian berbagai peran tidak luput dari pengaruh
network yang ada di dalam organisasi. Network dalam organisasi
dapat digunakan oleh anggota organisasi untuk berbagi informasi,
pengetahuan maupun hal-hal yang belum diketahui satu sama lain.
e. Terselenggaranya distribusi intelegensia untuk memecahkan masalah
bersama. Distribusi intelegensia menuntut kesediaan berbagi
informasi dan komunikasi terbuka diantara anggota organisasi. Kedua
hal tersebut yang menjamin transparansi, responsivitas dan
akuntabilitas satu sama lain dan adaptasi terhadap situasi lingkungan
yang uncertain dan kompleks. Organisasi memiliki kemampuan untuk
mengumpulkan informasi dari lingkungan sebagai dasar pengambilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
keputusan untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan
yang terjadi melalui strategi yang dibangunnya.
Dari batasan-batasan community governance di atas, Innes & Booher
(Sudarmo, 2008: 104) menjelaskan bahwa untuk melihat bagaimana
community governance, perlu juga melihat komunitas dari:
a. Kualitas yang dimiliki oleh anggota yang membentuk komunitasnya.
Perubahan di setiap tingkatan kolaborasi suatu networks system
tergantung pada kapasitas individu karena inteligensia sistem yang
adaptif dan kompleks tergantung pada kapasitas yang dimiliki
individu dalam komunitas. Individu yang memiliki kapasitas besar
akan mampu melihat perannya dalam sebuah sistem yang lebih besar
dan melihat implikasi-implikasi tindakannya daripada hanya berfokus
pada tugas-tugas atau masalah yang sedang dihadapi. Individu yang
memiliki kapasitas mampu melakukan hal ini karena ia mau belajar
dan menyerap berbagai macam infomasi yang diberikan kepadanya.
Individu yang memiliki kapasitas juga dapat bekerja dengan baik
bersama orang lain karena kolaborasi atau kerjasama tersebut
memperluas kekuasan atau kekuatannya.; ia juga dapat melakukan
inisiatif dan mampu memberikan kepemimpinan melalui visi,
kemampuan untuk melakukan inspirasi dan membantu orang lain
untuk mengembangkan kapasitas mereka (Innes & Booher dalam
Sudarmo, 2008: 104).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Kualitas dari komunitas atau organisasi itu sendiri. Organisasi yang
memiliki kapasitas tidak berlandaskan pada struktur hirarkis, aturan
dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam pembuatan suatu
keputusan. Organisai yang memiliki kapasitas harus dengan cepat
merespon suatu perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi. Untuk itu,
organisasi harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide dari para
anggotanya. Selain itu, organisasi harus melakukan kolaborasi atau
kerjasama dalam berbagi keahlian dan informasi kepada para
anggotanya ketika melakukan aktivitasnya. Dengan demikian, terdapat
jaringan organisasi sehingga terbentuk suatu kepercayaan antara
anggota-anggota organisasi dengan organisasi itu sendiri. Dengan
adanya kapasitas, organisasi dapat mengumpulakan informasi dari
lingkungan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk melakukan
adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang terjadi melalui strategi
yang dibangunnya (Innes & Booher dalam Sudarmo, 2008: 104-105).
Untuk dapat meningkatkan kapasitas sebagai community
governance, Bowles & Gintis (Sudarmo, 2008: 110) mengajukan sejumlah
usulan agar komunitas mampu melakukan governance, diantaranya adalah:
a. Pertama, para angota komunitas seharusnya memproduksi sendiri
hasil-hasil kesuksesan dan kegagalan-kegagalan yang mereka hasilkan
dalam memecahkan masalah kolektif yang mereka hadapi.
b. Kedua, komunitas yang bekerja dengan baik memerlukan lingkungan
hukum dan pemerintahan yang mendukung komunitas agar bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berfungsi. Dengan demikian hubungan pemerintah dan komunitas
bukanlah substitusi tetapi saling melengkapi.
c. Ketiga, perlu ditegakkannya etika liberal tentang perlakuan yang sama
dan penegakan kebijakan-kebijakan anti diskriminasi.
5. RESOLUSI KONFLIK BERBASIS COMMUNITY GOVERNANCE
Resolusi konflik pada hakikatnya merupakan output/hasil yang
diperoleh dari proses manajemen konflik (Wirawan, 2010: 130). Pada
dasarnya, terdapat beberapa metode resolusi konflik yang dapat digunakan
dalam menyelesaikan suatu konflik, yaitu win-lose approach, lose-lose
strategy dan win-win approach. Berikut merupakan penjelasan lebih rinci
mengenai metode resolusi konflik menurut Fisher (2004: 4-5), yaitu:
a. The win-lose approach. Win-lose approach merupakan salah satu
pendekatan yang sering digunakan dalam menyelesaikan sebuah
konflik. Di dalam pendekatan ini, pihak-pihak yang berkonflik saling
berkompetisi untuk dapat menjadi pemenang. Pihak yang memiliki
sumber daya dan kekuasaan dapat dipastikan menang sedangkan pihak
lain yang lemah dan memiliki sumber daya yang terbatas serta tidak
memiliki kekuasaan dipaksa untuk kalah. Strategi yang digunakan
dalam pendekatan ini adalah dengan memaksa pihak lain untuk
menyerah. Pihak-pihak yang berkonflik dapat menggunakan strategi
yang resmi seperti pengambilan suara terbanyak atau putusan
pengadilan, serta dapat menggunakan strategi lain seperti ancaman,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sindiran maupun embargo. Pendekatan ini tidak dapat menyelesaikan
konflik secara keseluruhan karena pihak yang kalah akan berusaha
untuk menggugat dan memenangkan konflik (Fisher, 2004: 4-5).
b. The lose-lose strategy. Lose-lose strategy dapat dicapai ketika pihak-
pihak yang berkonflik menganggap bahwa ketidaksepakatan diantara
mereka tidak dapat terelakkan sehingga mereka membagi rata
berbagai perbedaan dan kesulitan yang ada diantara mereka.
Pendekatan ini digunakan ketika pihak-pihak yang berkonflik
menggunakan gaya manajemen kompromi yang sederhana. Hasil dari
pendekatan ini adalah masing-masing pihak yang berkonflik
mendapatkan sebagian dari apa yang diinginkan dan mereka
mendapatkan kepuasan parsial (Fisher, 2004: 5).
c. The win-win approach. Win-win approach merupakan upaya
sistematis untuk memaksimalkan tujuan dari kedua belah pihak
melalui pemecahan masalah kolaboratif. Konflik dipandang sebagai
masalah yang harus diselesaikan bukanlah perang yang harus
dimenangkan. Perbedaan yang mendasar adalah kedua belah pihak
harus menghadapi masalah, bukan salah satu pihak melawan pihak
yang lain. Metode ini fokus pada kebutuhan dan kendala dari kedua
belah pihak dan bukan merupakan strategi menekankan yang
dirancang untuk menaklukkan. Definisi masalah secara keseluruhan,
analisis dan pengembangan alternatif dilakukan sebelum keputusan
konsensus mengenai solusi yang disepakati bersama. Kedua belah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pihak bekerja ke arah tujuan bersama dan superordinate, yaitu tujuan
yang hanya bisa dicapai ketika kedua belah pihak saling bekerjasama.
Ada penekanan pada kualitas hubungan kerja jangka panjang antara
kedua belah pihak jika dibandingkan dengan akomodasi. Komunikasi
yang dilakukan adalah secara terbuka dan langsung serta ancaman dan
pemaksaan adalah metode yang dilarang untuk digunakan. Asumsi
dibuat ketika ada integrasi perjanjian dari berbagai sumber daya yang
ada didalam hubungan kerjasama ini. Sikap dan perilaku diarahkan
pada peningkatan kepercayaan dan penerimaan bukan eskalasi
kecurigaan ataupun permusuhan. Win-win approach membutuhkan
tingkat kesabaran dan keterampilan yang sangat tinggi di dalam suatu
kerjasama dan pemecahan suatu masalah (Fisher, 2004: 5).
Dari beberapa pendekatan resolusi konflik di atas, maka pendekatan
yang dianggap paling menguntungkan pihak-pihak yang berkonflik adalah
win-win approach. Untuk itulah digunakan resolusi konflik dengan
pendekatan community governance dalam penyelesaian konflik di kawasan
Pasar Klewer untuk menghasilkan win-win solutions. Resolusi konflik
berbasis community governance adalah proses penyelesaian suatu konflik
yang menggunakan pendekatan community governance untuk menciptakan
win-win solutions. Merujuk pada pendapat dari Sudarmo, community
governance sendiri mendasarkan pada penyebaran informasi swasta/
informal yang sering tidak dijumpai pada states dan organisasi-organisasi
formal lainnya dalam menerapkan rewards dan punishment kepada para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
anggota yang patuh ataupun yang melanggar norma-norma sosial. Dengan
pendekatan community governance, komunitas dianggap lebih efektif dan
mampu memonitor perilaku para anggotanya untuk membuat mereka
accountable terhadap tindakan-tindakannya. Berkebalikan dengan state
dan market, komunitas dianggap lebih efektif dalam mempercepat dan
memanfatkan insentif yang secara tradisional telah diatur oleh orang-orang
untuk meregulasi aktivitas bersama: trust, solidaritas, timbal balik,
reputasi, kebanggaan pribadi, menghormati, balas dendam dan retribusi
satu sama lain (2008: 106).
Untuk dapat melihat penerapan resolusi konflik yang dapat
menghasilkan win-win solutions, maka kita dapat mengacu pada aspek-
aspek community governance. Aspek-aspek yang membentuk dan melekat
dalam community governance menurut Sudarmo (2008: 104), yaitu:
a. Proses informal sosial.
Proses informal sosial suatu organisasi dapat dilihat dari cara
organisasi tersebut mengelola anggota-anggotanya baik melalui
peraturan, norma maupun sanksi-sanksi yang diberikan. Selain itu,
proses informal sosial mengharuskan sebuah organisasi untuk dapat
memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada di dalam organisasinya
tersebut. Di dalam proses informal sosial ini, organisasi tidak
didasarkan pada struktur yang hirarkis, aturan dan prosedur yang kaku
dan mekanistik dalam setiap proses pembuatan keputusan. Dalam
kaitannya dengan resolusi konflik, adanya proses informal sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dalam suatu organisasi akan menyebabkan organisasi dapat dengan
mudah, cepat dan efisien dalam mengambil suatu keputusan. Bahkan
jika organisasi dihadapkan pada masalah yang kompleks dan
membutuhkan penanganan yang segera, organisasi dapat membuat
keputusan yang efektif dan implementable. Proses informal sosial juga
dapat meningkatkan kemandirian organisasi dalam mempertahankan
dan meningkatkan keberlangsungan organisasinya dengan tidak
bergantung pada pihak lain.
b. Kemauan belajar dari organisasi.
Kemauan belajar organisasi dapat dilihat dari kesiapan dan cara
organisasi dalam menghadapi berbagai permasalahan. Organisasi
harus responsif dan memiliki daya tanggap yang cepat terhadap
perubahan yang cepat dan sulit diantisipasi dan bahkan ha-hal yang
tidak diinginkan; ia harus mendasarkan pada informasi dan ide-ide
yang dimiliki para anggotanya; dan untuk menjalankan akivitasnya, ia
secara internal dan eksternal harus berkolaborasi dalam sebuah sistem
networks untuk berbagi keahlian dan informasi. Apabila dikaitkan
dengan resolusi konflik, unsur kedua ini menuntut organisasi untuk
menggali berbagai kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya untuk
dapat membuat keputusan yang cepat dan tepat dalam berbagai
kondisi, termasuk dalam situasi yang uncertain dan unpredictable
sekalipun. Di sini, organisasi harus mau belajar dari pengalaman-
pengalaman sebelumnya dan dari hal-hal yang belum diketahui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga di masa depan organisasi tidak akan terjebak dalam masalah
atau keadaan yang sama.
c. Bekerja dalam network (social capital).
Dalam poin ketiga ini, organisasi harus memiliki jaringan komunisasi
yang terbangun diantara para anggotanya dengan percaya satu sama
lain dan berbagi pengetahuan-pengetahuan dan hal-hal yang belum
diketahui satu sama lain. Para anggota dapat bekerja dengan cara-cara
yang kooperatif dalam suatu networks sebagaimana yang diperlukan
dalam sistem yang sangat kompleks. Dengan adanya network yang
kuat, berbagai informasi akan dengan mudah diakses dan diterima
oleh anggota-anggota organisasi. Network yang kuat dalam organisasi
dapat membuat organisai dengan cepat mengetahui berbagai
permasalahan yang sedang ada dan dihadapi oleh anggota-anggota
organisaisnya. Di samping membangun network di dalam organisasi,
organisasi juga perlu membangun network dengan organisai lain. Hal
ini berguna ketika organisai menghadapi suatu konflik atau keadaan
yang kompleks, organisasi dapat meminta bantuan organisasi lain
untuk ikut membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi.
Unsur keempat ini diartikan sebagai kesediaan berbagi peran diantara
keanekaragaman pelaku/stakeholder sebagai sumber daya manusia
dan sumber daya non-manusia lainnya yang tersedia. Interaksi human
capital di dalam organisai membutuhkan jaringan kerja (network)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang kuat diantara anggota organisasi. Network ini digunakan oleh
anggota organisasi untuk berbagi informasi, pengetahuan maupun hal-
hal yang belum diketahui satu sama lain. Hampir sama dengan proses
informal sosial, dalam kesediaan berbagi informasi dan peran dalam
suatu organisasi, organisasi tidak didasarkan pada struktur yang
hirarkis, aturan dan prosedur yang kaku dan mekanistik dalam setiap
proses pembuatan keputusan. Interaksi human capital & sumber daya
organisasi dalam kaitannya dengan resolusi konflik sangat berguna
untuk memperoleh berbagai informasi, pengetahuan maupun hal-hal
lainnya. Dengan adanya informasi yang cepat dan lancar maka
anggota-anggota organisasi dapat dengan mudah memberikan
masukan, saran maupun ide-ide pemecahan dalam mengatasi
permasalahan yang sedang dihadapi bersama.
e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider.
Dasar dari distribusi intelegensia adalah menuntut kesediaan berbagi
informasi dan adanya komunikasi yang terbuka diantara anggota
organisasi. Kedua hal tersebut yang dapat menjamin transparansi,
responsivitas dan akuntabilitas satu sama lain dan adaptasi terhadap
situasi lingkungan yang uncertain dan kompleks. Ketika aspek ini
dikaitkan dengan resolusi konflik maka distribusi intelegensia ini
dapat membuat organisasi mampu untuk mengumpulkan berbagai
informasi dari lingkungan. Informasi-informasi ini dijadikan dasar
bagi organisasi dalam pengambilan keputusan untuk dapat melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Adanya informasi dan
komunikasi yang lancar di dalam organisasi ini, mengakibatkan
organisasi dapat melakukan strategi yang telah dibuatnya dengan
efektif sehingga permasalahan yang sedangd dihadapi oleh organisasi
dapat segera terselesaikan.
Dari aspek-aspek community governance di atas, dapat disimpulkan
bahwa aspek yang satu juga mempengaruhi aspek yang lain atau dengan
kata lain aspek-aspek community governance tidak dapat berdiri sendiri.
Untuk itulah diperlukan adanya penerapan aspek-aspek community
governance secara berkesinambungan ketika suatu organisasi/komunitas
dihadapkan pada situasi yang mengharuskan ia berhadapan dengan
organisasi/komunitas lain. Dengan diterapkannya unsur-unsur community
governance secara terintegrasi maka akan menghasilkan solusi konflik
yang bersifat win-win solutions.
Namun demikian, suatu organisasi/komunitas juga dapat gagal
dalam menyelesaikan isu-isu sosial maupun ekonomi seperti halnya pasar
dan pemerintah. Menurut Bowles & Gintis (2002: 427-428), kegagalan
komunitas ini dapat dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Adanya keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas itu
sendiri. Keterbatasan ini dapat terjadi karena komunitas yang
merupakan kelompok kecil berusaha ikut campur dalam urusan para
aggotanya sehingga membatasi keuntungan yang mereka peroleh dari
hasil perdagangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Kurangnya kerjasama berbagi dalam keanekaragaman informasi,
peralatan dan keahlian-keahlian yang dimiliki melalui networks telah
menjadikan komunitas tersebut tidak mampu memperoleh
kemanfaatan dari situasi yang ada.
c. Kegagalan komunitas juga terjadi akibat kecenderungan anggota
organisasi yang lebih suka mengelompok menjadi kelompok-
kelompok yang secara kultural dan demographis homogen. Komunitas
seperti ini tidak akan bertahan lama apabila para individu bebas untuk
bergerak keluar masuk.
B. KERANGKA BERPIKIR
Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman suku, ras,
dan budaya terbesar di dunia. Keadaan ini menyebabkan Indonesia kaya akan
warisan budaya tetapi juga membuat Indonesia rawan terjadi konflik. Adanya
kemiskinan, kesenjangan sosial, perbedaan latar belakang agama, pendidikan
maupun pekerjaan juga dapat menjadi salah satu pemicu timbulnya konflik di
Indonesia. Salah satu konflik yang sedang terjadi di Surakarta adalah konflik
antar PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer.
Konflik ini terjadi karena adanya perebutan sumber daya yang terbatas
yakni konsumen/pembeli di kawasan pasar Klewer. Selain itu, konflik ini
juga disebabkan PKL bermobil yang juga merupakan distributor barang di
Pasar Klewer dan Pasar Cinderamata membuka dagangannya di lahan parkir
Pasar Cinderamata, taman parkir Pasar Klewer serta di Alun-alun Utara Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Surakarta. Hal ini jelas melanggar peraturan yang telah ditetapkan baik oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Kota Surakarta. Peraturan yang
dilanggar oleh PKL bermobil diantaranya adalah Undang-undang No. 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Perda Kota Surakarta
No. 7 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, Perda
Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima
(PKL) dan Perda Kota Surakarta No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Perlindungan Pasar Tradisional.
Polemik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di
kawasan Pasar Klewer sudah terjadi sejak tahun 2003 dan hingga sekarang
belum terselesaikan. Untuk itu diperlukan resolusi konflik yang tepat dan
cepat untuk menyelesaiakan konfik ini agar tidak menimbulkan kerugian
yang lebih besar dan tidak menyebabkan konflik yang berlarut-larut. Penulis
mencoba melakukan analisa tentang penyelesaian konflik dengan
menggunakan pendekatan community governance. Community governance
dianggap merupakan salah satu resolusi terbaik untuk mengendalikan dan
menyelesaikan konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan
Pasar Klewer. Hal ini karena pendekatan community governance ini lebih
menekankan pada penyelesaian konflik yang dilakukan oleh komunitas-
komunitas atau kelompok-kelompok yang sedang berkonflik. Pendekatan ini
lebih menekankan pada kerjasama atau negosiasi yang dilakukan oleh
komunitas-komunitas untuk mendapatkan solusi konflik yang dapat diterima
oleh kedua belah pihak. Beberapa kriteria yang digunakan untuk menganalisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
penerapan resolusi konflik berbasis community governance, antara lain
adalah: proses informal sosial, kemauan belajar dari organisasi, bekerja dalam
network (social capital), interaksi human capital dan sumber daya organisasi
serta distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider.
Dengan penerapan resolusi konflik berbasis community governance ini,
diharapkan dapat tercipta solusi konflik yang dapat diterima oleh pihak-pihak
yang berkonflik yaitu win-win solution. Peneliti juga akan melakukan analisa
tentang faktor-faktor penghambat dari penerapan resolusi konflik berbasis
community governance dalam penyelesaian konflik di kawasan Pasar Klewer
Kota Surakarta.
Berikut merupakan kerangka berpikir dalam penelitian ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 2.4
Model Kerangka Pemikiran Penelitian
Konflik antara PKLbermobil dengan pedagang di
kawasan Pasar Klewer
Resolusi Konflik berbasis Community Governance:
1. Proses informal sosial
2. Kemauan belajar dari organisasi
3. Bekerja dalam network (social capital)
4. Interaksi human capital & sumber daya organisasi
5. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider
Faktor- faktor penghambat proses Resolusi
Konflik berbasis Community Governance:
Keterbatasan organisasi/komunitas
Kurangnya kerjasama berbagi
Kecenderungan anggota organisasi
yang lebih suka mengelompok
Adanya perebutan sumber daya yang terbatas
yaitu konsumen/pembeli di kawasan pasar
Klewer
Solusi konflik:
Win-win solution
Win-lose solution
Lose-lose solution
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif yang
bertujuan untuk menggambarkan maupun meringkas berbagai kondisi, situasi
atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi
obyek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai
suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda ataupun gambaran tentang kondisi,
situasi ataupun fenomena tertentu (Burhan Bungin, 2010: 68). Penelitian yang
dilakukan ini pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses
terjadinya konflik dan perkembangan konflik yang terjadi antara pedagang
bermobil dengan pedagang Pasar Cinderamata. Penelitian ini menggunakan
data kualitatif yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar yang
berhubungan dengan konflik yang terjadi antara pedagang bermobil dengan
pedagang Pasar Cinderamata Kota Surakarta.
B. LOKASI PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di kawasan
Pasar Klewer yang meliputi Pasar Klewer, Pasar Cinderamata, Taman Parkir
Pasar Klewer dan Alun-alun Utara Kota Surakarta. Adapun beberapa alasan
yang mendasari dipilihnya lokasi tersebut adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Karena di kawasan Pasar Klewer inilah terjadi konflik horisontal antara
PKL bermobil dan pedagang di kawasan Pasar Klewer sejak tahun 2000an
dan sampai sekarang masih terjadi proses konflik.
2. Peneliti mengambil lokasi ini dikarenakan konflik yang terjadi di kawasan
Pasar Klewer merupakan salah satu konflik yang dapat diselesaikan
dengan resolusi konflik berbasis community governance.
3. Mendapatkan izin untuk melakukan penelitian di kawasan Pasar Klewer.
4. Lokasi ini juga dipilih karena kawasan Pasar Klewer terjangkau oleh
peneliti.
C. SUMBER DATA
Data adalah segala fakta atau keterangan tentang sesuatu yang dapat
dijadikan bahan untuk dijadikan informasi (Maman Abdurahman & Sambas
Ali Muhidin, 2011: 74). Sumber data di dalam penelitian ini diperoleh secara
langsung maupun tidak langsung baik melalui wawancara dan observasi dari
narasumber atau informan yang dianggap tahu tentang permasalahan yang
akan diteliti serta melalui dokumentasi, buku-buku maupun melalui internet
yang berhubungan dengan masalah penelitian.
D. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik
Purposive Sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 218). Dimana peneliti mencari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
informan yang benar-benar ahli dan dianggap paling paham akan masalah
yang diteliti. Teknik purposive sampling digunakan untuk memperoleh
informasi dari ketua atau pengurus Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar
Klewer (HPTPPK), ketua atau pengurus Himpunan Pedagang Pasar Klewer
(HPPK), PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata dan Alun-alun
Utara Kota Surakarta, Kepala Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta,
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran Kota Surakarta,
dan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surakarta..
E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Sesuai dengan bentuk penelitian yang deskriptif kualitatif dan juga
sumber data yang digunakan, maka teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti dan untuk mengetahui hal-
hal dari responden yang lebih mendalam dengan jumlah responden yang
kecil/sedikit (Sogiyono, 2010: 137). Teknik wawancara merupakan salah
satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan
tanya jawab baik secara langsung maupun tidak langsung bertatap muka
dengan sumber data/responden. Pengumpulan data melalui wawancara
digunakan untuk mengungkapkan masalah sikap dan persepsi seseorang
secara langsung dengan sumber data (Maman Abdurahman & Sambas Ali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Muhidin, 2011: 89). Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara terstruktur dengan pertanyaan yang semakin memfokus
sehingga mendapatkan informasi yang jelas dan mendalam. Informan-
informan yang diwawancarai, antara lain adalah:
a. Ketua atau pengurus dari Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar
Klewer (HPTPPK),
b. Ketua atau pengurus dari Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK),
c. PKL bermobil di kawasan parkir Pasar Cinderamata maupun di Alun-
alun Utara Kota Surakarta,
d. Kepala Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta,
e. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perparkiran Kota
Surakarta, dan
f. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Surakarta.
2. Observasi
Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang
kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan
psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses
pengamatan dan ingatan (Sugiyono, 2010: 145). Sedangkan menurut
Burhan Bungin (2010: 115), observasi adalah metode pengumpulan data
yang digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan
dan penginderaan. Metode observasi ini digunakan untuk memberikan
gambaran yang jelas mengenai perilaku atau aktivitas responden, kegiatan,
kejadian atau peristiwa, objek, waktu, tempat dan perasaan responden.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3. Metode Dokumenter
Penggunaan metode dokumenter dalam penelitian ini adalah karena
data yang diperoleh dari metode ini tidak terbatas pada ruang dan waktu
sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
pernah terjadi di waktu silam. Bahan dokumenter ini dapat berupa
otobiografi; surat-surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial;
kliping; dokumen pemerintah maupun swasta; data di server dan flashdisk;
ataupun data yang tersimpan di website, dll (Burhan Bungin, 2010: 122).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai data yang berasal
baik dari dokumen pribadi maupun dokumen resmi yang berkaitan dengan
data dan informasi-informasi yang berkaitan dengan konflik antara PKL
bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer Kota Surakarta.
4. Metode Penelusuran Data Online
Perkembangan internet yang semakin maju mampu menjawab
kebutuhan masyarakat terutama akademisi untuk mendapatkan berbagai
informasi, mulai dari informasi teoritis maupun data-data primer dan
sekunder yang dibutuhkan peneliti dalam penelitiannya (Burhan Bungin,
2010:124). Data-data yang dikumpulkan melalui metode ini dapat
digunakan sebagai informasi tambahan atau informasi pendukung dan
pelengkap dari data/informasi yang diperoleh dari wawancara maupun
observasi. Dengan metode ini, peneliti tinggal mencari berbagai data
maupun informasi yang relevan melalui media online yaitu internet
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tentang konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar
Klewer Kota Surakarta.
F. ANALISIS DATA
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam
periode tertentu (Sugiyono, 2010: 246). Model analisis data menurut Miles
dan Huberman, terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
sehingga memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah
peneliti untuk melakukan pengumpulan data. Dengan reduksi, peneliti
merangkum, mengambil data yang pokok dan penting, membuat
kategorisasi berdasarkan huruf besar, huruf kecil dan angka (Sugiyono,
2010: 247). Kegiatan reduksi data ini berlangsung secara terus menerus
selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan.
2. Penyajian data
Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data
dapat dilakukan dalam bentuk tabel, grafik, phie chart, pictogram, dsb.
Menurut Miles dan Huberman, yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif. Dengan adanya penyajian data akan memudahkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami tersebut (Sugiyono, 2010: 249).
3. Penarikan kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Saat melakukan
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti benda-benda, mencatat
keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin,
alur sebab akibat, dan proposisi. Mula-mula kesimpulan yang diambil
belum jelas tetapi kemudian meningkat menjadi lebih terperinci.
Kesimpulan yang diambil tersebut kemudian diverifikasi atau ditinjau
ulang. Artinya, makna-makna yang muncul dari data harus diuji
kebenarannya, kekukuhannya, kecocokannya yakni yang merupakan
validitas (Ulber Silalahi, 2009: 341).
G. VALIDITAS DATA
Untuk menjamin validitas data dilakukan dengan teknik triangulasi
yang merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomenologi yang bersifat
multiperspektif artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan
tidak hanya satu sudat pandang saja (HB. Sutopo, 2002: 78).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI LOKASI
1. Pasar Klewer
Pasar Klewer merupakan salah satu dari 38 pasar tradisional yang
tersebar di wilayah Kota Surakarta. Secara administrasi Pasar Klewer
masuk dalam wilayah Kelurahan Gajahan, Kecamatan Pasar Kliwon dan
berada pada wilayah IV (empat) dibawah Dinas Pengelola Pasar (DPP)
Kota Surakarta. Selain Pasar Klewer, beberapa pasar yang masuk dalam
wilayah IV adalah Pasar Gading, Pasar Hardjodaksimo, Pasar Ayam, Pasar
Besi Semanggi dan Pasar Kliwon. Sedangkan berdasarkan penetapan kelas
pasar oleh Pemerintah Kota Surakarta, Pasar Klewer dan Pasar Singosari
termasuk dalam golongan pasar kelas IA. Pembagian pasar menjadi kelas
I, II, dan III ini berdasarkan pada luas pasarnya.
Pasar Klewer dibangun sejak tahun 1970 dan mempati tanah seluas
12.950 m2. Pasar ini berbatasan langsung dengan beberapa situs penting
bersejarah di kota Surakarta, seperti: Gladak, Sitinggil Keraton, Alun-Alun
Utara Keraton Surakarta, Masjid Agung Surakarta, Kauman dan bangunan
sepanjang Coyudan (Setjoyudan). Pasar Klewer dikenal sebagai pasar
batik terbesar dan terlengkap di Indonesia sehingga menjadi tempat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
rujukan kulakan bagi para pedagang, baik dari Yogyakarta, Surabaya,
Semarang, dan kota-kota lain di pulau Jawa. Pasar ini tidak hanya menjadi
kegiatan usaha masyarakat Kota Surakarta, tetapi telah menjadi pusat
kegiatan usaha berskala nasional. Bahkan keberadaannya cukup terkenal
sampai ke mancanegara sehingga tidak salah jika Pasar Klewer mendapat
julukan sebagai Pasar Proyek Tekstil Nasional.
Gambar 4.1
Gapura Masuk Pasar Klewer
Awal perkembangan sejarah Pasar Klewer dimulai ketika masa
pendudukan Jepang di Indonesia. Dahulu kawasan ini merupakan tempat
pemberhentian kereta api yang juga digunakan sebagai tempat jualan para
pedagang pribumi. Karena dijadikan sebagai tempat jualan itulah
kemudian terkenal dengan sebutan Pasar Slompretan. Kata slompretan
diambil dari suara kereta api ketika akan berangkat yang mirip dengan
tiupan terompet (slompret). Pasar Slompretan ini merupakan tempat para
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pedagang kecil yang menawarkan barang dagangan berupa kain batik yang
ditaruh pada pundaknya sehingga tampak berkeleweran jika dilihat dari
kejauhan. Dari barang dagangan (kain batik) yang berkeleweran inilah
kemudian pasar ini terkenal dengan nama Pasar Klewer hingga sekarang.
Gambar 4.2 Pasar Klewer
Perkembangan lebih lanjut, pada tahun 1957-1958, pasar Klewer
diperluas ke barat dengan memindahkan pasar sepeda ke Alun-alun
Selatan dan pasar burung dipindah ke Widuran. Pemindahan ini dilakukan
karena lokasi ini akan digunakan untuk perluasan pasar Klewer yang
digunakan untuk berjualan tenun dan batik. Pada tahun 1969, kondisi pasar
Klewer kembali tidak memenuhi persyaratan ekonomis, kesehatan, dan
perkembangan kemajuan pembangunan. Oleh karena itu, Pemerintah
melakukan renovasi pasar dengan pelaksana PT. Sahid yang bermitra
dengan Bank Bumi Daya hingga mencapai bentuk seperti yang sekarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ini. Peresmian Pasar Klewer dilakukan oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 7 Juni 1971.
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi,
keberadaan Pasar Klewer semakin dikenal sebagai pusat tekstil dan pusat
grosir batik di Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan orang dari berbagai
penjuru daerah, baik dari Jawa, Sumatera, Lombok maupun Kalimantan
berdatangan ke Solo tepatnya Pasar Klewer untuk kulakan. Melihat
perkembangan Pasar Klewer yang sangat pesat dan tingginya minat
pedagang untuk berdagang di Pasar Klewer menyebabkan Pemerintah
Kota Surakarta memeperluas bangunan pasar. Pada tahun 1985, Walikota
Surakarta yang pada saat itu dijabat oleh R. Hartomo membangun pasar
Klewer Timur yang letaknya berhimpitan dengan pasar Klewer lama.
Peresmian Pasar Klewer dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah H.M
Ismail pada 17 Desember 1986.
Gambar 4.3
Suasana di dalam Pasar Klewer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sentra grosir kain batik terbesar di Indonesia ini menyediakan
berbagai macam motif dan jenis batik, diantaranya batik tulis motif Solo,
batik cap (print), dan motif-motif batik lainnya. Ada juga berbagai jenis
batik Surakarta, seperti batik asli Surakarta, batik antik kraton Surakarta,
batik pantai kraton Surakarta, daster batik Surakarta, batik saerah
Surakarta, batik putri Solo, batik "kelelawar" Surakarta, dan lain-lain.
Selain itu, batik yang ada di Pasar Klewer juga berasal dari berbagai
daerah seperti Yogyakarta, Pekalongan, Banyumas, Madura, Betawi, dan
berbagai jenis batik dari kota-kota lainnya. Di pasar ini juga menyediakan
kain batik untuk baju, sprei, sarung bantal, dan segala aksesoris-aksesoris
lain yang berbau batik.
Secara umum, Pasar Klewer terbagi menjadi dua lokasi dan terbagi
ke dalam 3 space (ruang). Pasar yang berada di sebelah barat gapura
adalah pasar lama yang lebih dulu ada dan terdiri dari dua lantai, yaitu
lantai atas dan lantai bawah. Sedang satu space lagi terdapat di sebelah
timur gapura, lokasi ini merupakan lokasi perluasan setelah
perkembangannya di era tahun 1985-an. Lokasi perluasan ini digunakan
sebagai space untuk kios renteng yang menempel pada dinding keraton.
Berikut merupakan tabel persebaran kios di Pasar Klewer Surakarta:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.1
Pesebaran Kios di Pasar Klewer
Lokasi Jumlah
Pasar Barat Bawah 841
Pasar Barat Atas 675
Pasar Timur 508
Kios Renteng 136
Jumlah Keseluruhan 2160
(Sumber: HPPK, data tahun 2004 dalam LV Ratna Devi S, 2008:46)
Data realitas jumlah kios yang ada di Pasar Klewer tidak
mencerminkan jumlah pedagangnya. Hal ini dikarenakan terjadi perbedaan
jumlah dalam penguasaan lahan atau kepemilikan hak penempatan kios
sesuai dengan penerbitan Surat Hak Penempatan (SHP) yang diterbitkan
oleh DPP sebagai legalitas formal pemegang hak kios. Mengacu dari SHP
yang diterbitkan oleh DPP Kota Surakarta, setiap pemilik hak bisa
mendapatkan satu atau lebih Surat Hak Penempatan (SHP) sesuai dengan
mekanisme administrasi pemerintah atau DPP. Hal inilah yang
menyebabkan jumlah pedagang tidak sesuai dengan jumlah kios yang ada
di Pasar Klewer. Selain itu, di dalam Pasar Klewer ini terdapat dua jenis
pedagang, yaitu:
a. Pedagang kios adalah pedagang yang menggunakan dasaran (lahan
berjualan) pada ruang-ruang yang telah ditentukan sebagai batas
penempatan serta pedagang yang memiliki surat kepemilikan Surat Hak
Penempatan (SHP) dari Dinas Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Pedagang oprokan/non-kios/pelataran adalah pedagang yang
menempati ruang-ruang kosong di dalam maupun di luar pasar dalam
radius maksimal 50 m dari pasar, baik yang berada di lorong-lorong
gang pasar ataupun menempel pada pemilik los/kios. Keberadaan
mereka ini tidak memiliki SHP sebagaimana pedagang kios namun
mereka memiliki Kartu Tanda Pengenal Pedagang (KTPP) sebagai
legalitas. Meskipun DPP mengakui legalitas pedagang oprokan melalui
KTPP yang mereka miliki akan tetapi mereka tidak memiliki legalitas
penggunaan lahan (SHP). Jumlah pedagang oprokan di Pasar Klewer
berkisar 600 pedagang dengan komoditas barang dagangan seperti
dalam table berikut :
Tabel 4.2
Jenis Dagangan Pedagang Oprokan di Pasar Klewer
Jenis Dagangan Jumlah
Buah 15
Pakaian 503
Makanan/Minuman 61
Emas 7
Dll 14
Total 600
(Sumber: Data Sekunder Kantor Lurah Pasar Klewer dalam LV Ratna
Devi S, 2008:48)
Sedangkan terdapat beberapa pedangang kios yang terkonsentrasi
berdasarkan etnis tertentu, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tabel 4.3
Konsentrasi Kios Pedagang Tekstil Berdasarkan Etnis
Etnis Kosentrasi Kios
Jawa Blok B, Blok C, Blok CC, Blok DD
Tionghoa Blok AA, Blok GG, Blok HH, Blok EE
Arab Blok A, Blok C
(Sumber: SHP pedagang Pasar Klewer dalam LV Ratna Devi S, 2008:43)
Pedagang Jawa di Pasar Klewer lebih banyak mengelompok di
lantai dasar dan lantai atas bagian tengah. Pengelompokkan di lantai
dasar ini diakibatkan karena kebanyakan pedagang Jawa merupakan
pedagang dari pasar lama dan kebanyakan dari mereka berdagang kain
batik. Sedangkan pengelompokkan di lantai atas diakibatkan karena
pedagang Jawa ini merupakan pedagang baru dan mereka kebanyakan
menjual pakaian jadi (palen). Pedagang Tionghoa di Pasar Klewer
mengelompok di lantai atas karena mereka pedagang baru dan memilih
blok yang berhadapan dengan jalan raya maupun blok pertama bila naik
dari arah timur. Sedangkan untuk penyimpanan barang dagangan dari
pedagang Tionghoa ini, mereka memiliki kios di tepi timur maupun
barat. Pedagang yang beretnis Arab tidak begitu banyak mengelompok
dan mereka memilih untuk menyebar. Tetapi untuk Blok A lantai dasar,
kita dapat menemukan pedagang Arab yang mengelompok dengan
jumlah kelompok yang cukup besar (LV Ratna Devi S, 2008: 44).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2. Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK)
Pasar yang terletak di jalan Dr. Rajiman, Kelurahan Gajahan,
Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta ini memiliki paguyuban yang disebut
dengan HPPK (Himpunan Pedagang Pasar Klewer). Himpunan ini sudah ada
sejak 20 Mei 1969 dan pada awal didirikannya himpunan ini, nama awalnya
adalah Persatuan Pedagang Pasar Klewer. HPPK mempunyai beberapa
tujuan, yaitu: untuk ikut berperan serta dalam pembangunan negara dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan pedagang Pasar Klewer; dan untuk
mengangkat aspirasi pedagang Pasar Klewer dalam meningkatkan
kesejahteraan pedagang Pasar Klewer. Himpunan ini juga memiliki fungsi
sebagai sarana komunikasi antar pedagang di Pasar Klewer dan sarana untuk
meningkatkan hubungan sosial antar pedagang dengan seluruh elemen yang
ada dalam masyarakat.
Anggota Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK) adalah semua
pedagang di Pasar Klewer yang telah mempunyai Surat Hak Penempatan
(SHP) ataupun pedagang yang mempunyai Kartu Tanda Pengenal Pedagang
(KTPP). Sedangkan pengurus paguyuban ini dipilih langsung oleh pedagang.
Berikut merupakan susunan organisasi dari Himpunan Pedagang Pasar
Klewer (HPPK) periode tahun 2011 s.d 2015 seperti yang tertera pada
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPPK, yaitu:
Ketua : Ir. H. Rochman Arief
Wakil Ketua : Ir. H. Herry Edy S.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Sekretaris : Yunianto Ady Suwarso, S.E
Anggota :
1. Ir. H. Kusbani 8. Titik Salman, S. Sos
2. H. Agus Sapardi, S.H 9. Hj. Sunarno
3. H. Sugiarto 10. Hj. Surati Sugiarto
4. H. Suparno Hasan 11. Hj. Muflikatin
5. Eko Ady Suwondo, S.H 12. Hj. Tutik Gunaryo
6. H. Drs. Torry Setiono 13. Hj. Nadi Siswanto
7. Dra. H. Durotun 14. H. Muchsan T A
B. PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
Dalam Bab IV ini akan disajikan hasil pengolahan dan analisis data
yang diperoleh dari wawancara beberapa informan yang terkait dengan
konflik yang terjad antara PKL bermobil dengan pedagang kawasan Pasar
Klewer Surakarta. Penyajian hasil analisis data ini sebagai bentuk tahapan
untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, yaitu mengetahui
penerapan resolusi konflik-community governance dalam penyelesaian
konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer
Kota Surakarta dan untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam
penerapan resolusi konflik berbasis community governance di kawasan Pasar
Klewer Kota Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1. Konflik antara PKL bermobil dengan Pedagang di Kawasan Pasar
Klewer Kota Surakarta
Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah terjadi
sejak tahun 2003. Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam konflik ini
adalah PKL bermobil yang umumnya berasal dari luar kota Surakarta,
seperti Jepara, Kudus dan Pekalongan dengan pedagang pasar Klewer dan
pedagang pasar Cinderamata. Konflik ini pun juga telah merembet ke
himpunan masing-masing pedagang, seperti HPPK yang merupakan
Himpunan Pedagang Pasar Klewer dan Himpunan Pedagang Taman Parkir
Pasar Klewer (HPTPPK). Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh
Bapak Mudo selaku perwakilan dari UPTD Perparkiran Kota Surakarta:
“sebenarnya konflik yang terjadi disana itu, kalo menurut kami ya
antara PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan, Jepara maupun
Kudus dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar
Cinderamata. Kalo sepengetahuan kami dulu, pedagang pasar
Klewer itukan ada himpunannya itu, Himpunan Pedagang Pasar
Klewer (HPPK) ya. Kalo di pasar Cinderamata dulu ada yang
namanya Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer
(HPTPPK). Akhirnya ya, sebenarnya kalo konflik yang terjadi
antara PKL bermobil dan pedagang pasar Klewer dan pedagang
pasar Cinderamata itu karena persaingan usaha trus merembet ke
himpunan.” (wawancara 13 Agustus 2012)
Konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang di
kawasan Pasar Klewer ini telah terjadi selama kurang lebih 9 tahun.
Konflik ini diakibatkan karena PKL bermobil yang pada mulanya
merupakan distributor barang di pasar Klewer maupun pasar Cinderamata
ikut melayani pembeli secara langsung. PKL bermobil ini tadinya
menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata untuk parkir mobil saja.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Tetapi setelah PKL bermobil ikut melayani pembeli secara langsung,
mereka menggunakan lahan parkir pasar Cinderamata sebagai tempat
untuk melakukan transaksi jula-beli di atas mobil. Hal inilah yang
menyebabkan pedagang yang ada di pasar terutama pedagang pasar
Cinderamata merasa dirugikan, pasalnya transaksi jual-beli yang dilakukan
oleh PKL bermobil tersebut telah memotong jalur distribusi. Jalur
distribusi yang seharusnya masuk ke pasar Klewer dan pasar Cinderamata
terlebih dahulu baru ke tangan konsumen tetapi karena distributor juga ikut
melayani pembeli, barang dari distributor bisa langsung ke konsumen.
Adanya pemotongan jalur distribusi ini menyebabkan harga barang yang
ditawarkan pun relatif lebih murah, inilah yang menyebabkan banyak
bakul yang beralih membeli barang langsung kepada distributornya. Hal
ini sependapat dengan pendapat dari Bapak Ahmad Fathoni selaku
Sekretaris Himpunan Pedagang Taman Parkir Pasar Klewer (HPTPPK)
yang mengatakan bahwa:
“pedagang yang ada di kios ini merasa dipotong atau dirugikan atas
aksi jual-beli di mobil itu. Jadi, aksi jual-beli di mobil itu, transaksi
jual-beli itu memotong distribusi. Yang seharusnya mereka
mengirim barang dari Pekalongan dan Jepara itu masuk ke pasar
dan ke toko-toko kemudian dia melakukan jual-beli di mobilnya
dia itu. Ini yang menyebabkan pedagang yang di toko itu dirugikan,
seperti itu. Awalnya ya mereka itu menjadi distributor, mereka
mengirimkan barang menggunakan alat transportasi mobil itu
dikirim ke pasar Klewer & pasar Cinderamata. Kemudian mereka
melihat...jadi gini, ini kan di pasar Cinderamata ini kan bentuk
parkir atau parkirnya kan memang luas kan. Kebetulan mereka
yang datang dari Pekalongan ke sini itu menggunakan lahan parkir
di area pasar Cinderamata untuk tempat parkir mereka. Jadi,
otomatis karena mereka parkir di lahan parkir pasar Cinderamata
ini mereka melihat transaksi atau melihat bakul-bakul yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan transaksi di toko-toko itu. Nah, kemudian mereka
langsung menawarkan langsung ke bakul-bakul itu. Selanjutnya,
mereka kemudian ya itu yang seharusnya mereka mengirim barang
ke toko tapi ini mereka transaksi langsung dengan bakul, itu alasan
pertama. Yang kedua, dari pihak bakulnya sendiri, mereka juga
proaktif kesana. Oh ternyata, barang yang dikirim ke toko itu
berasal dari mobil itu, gitu dan kemudian mereka transaksi di sana.
Dan disana ternyata memang lebih murah. Nah, ketika mereka
sudah merasakan lebih murah, mereka kontinyu ke situ. Dan ini
berjalan sudah bertahun-tahun.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Gambar 4.4
Transaksi yang dilakukan oleh PKL bermobil
Selain itu, konflik yang terjadi antara PKL bermobil dengan
pedagang di kawasan pasar Klewer juga diakibatkan karena PKL bermobil
telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang ada di
Kota Surakarta. Pelanggaran-pelanggaran tersebut diantaranya adalah
pelanggaran terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 2009, pelanggaran
terhadap Perda No. 7 Tahun 2004, pelanggaran terhadap Perda Kota
Surakarta No. 3 Tahun 2008 dan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun
2010. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Jalan, setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus
memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, persyaratan teknis di sini
maksudnya adalah rancangan teknis kendaraan harus sesuai dengan
peruntukannya (pasal 48). Hal ini tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh
PKL bermobil karena banyak diantara PKL bermobil yang menggunakan
mobil mini bus yang seharusnya digunakan untuk mengangkut orang tetapi
digunakan untuk mengangkut barang dan digunakan untuk melakukan
transaksi perdagangan.
Sedangkan menurut Perda Kota Surakarta No. 7 Tahun 2004
tentang Penyelenggaraan Tempat Khusus Parkir, tempat khusus parkir
adalah tempat yang secara khusus disediakan oleh Pemerintah Daerah,
baik yang dikelola sendiri atau di kerjasamakan pihak ketiga yang meliputi
pelataran, lingkungan, taman atau gedung parkir yang disediakan untuk
fasilitas tempat khusus parkir kendaraan (pasal 1). Berdasarkan Perda
tersebut, PKL bermobil yang ada di kawasan parkir Pasar Cinderamata
maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta tidak diizinkan untuk
melakukan aktivitas jual-beli di mobil pada area parkir. Hal ini
dikarenakan tempat khusus parkir hanya boleh digunakan untuk parkir.
Selain itu, PKL bermobil juga melanggar Perda Kota Surakarta No. 3
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Pedagang Kaki Lima (PKL). Di dalam
Perda tersebut disebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan
transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas-fasilitas umum yang
dilarang digunakan untuk tempat usaha atau lokasi PKL (pasal 5). Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
itu, berdasarkan pasal 6 Perda No. 3 Tahun 2012 disebutkan bahwa setiap
orang yang melakukan usaha PKL pada fasilitas umum yang ditetapkan
dan dikuasai oleh Pemerintah wajib memliki Ijin Penempatan yg
dikeluarkan oleh Walikota. PKL bermobil jelas telah melakukan
pelanggaran terhadap Perda ini karena PKL bermobil melakukan transaksi
jual-beli di lahan parkir dan lahan parkir merupakan fasilitas umum. PKL
bermobil juga tidak memiliki Ijin Penempatan dari Walikota Surakarta.
Dalam Perda ini juga telah disebutkan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan ini akan dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan dan/ atau
denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,- (pasal 16 Perda No. 3 Tahun
2008).
PKL bermobil juga dianggap melakukan pelanggaran terhadap
Perda No. 1 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Pasar
Tradisional. Menurut pasal 1 Perda No. 1 Tahun 2010, pedagang pasar
adalah orang atau badan hukum yang melakukan kegiatan dengan menjual
dan/atau membeli barang dan/atau jasa yang menggunakan pasar sebagai
tempat kegiatannya. Hal ini berbeda dengan yang dilakukan oleh PKL
bermobil. Dalam melakukan transaksi jual-beli, PKL bermobil tidak
menggunakan kios maupun toko yang berada di dalam pasar tetapi PKL
bermobil berdagang dengan menggunakan mobil dan dilakukan di area
parkir. Bapak Ahmad Fathoni juga mempunyai pendapat yang sama:
“Mereka kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar kan Perda
No 1 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar
tradisional. Yang kedua, Perda tentang UPTD Perparkiran, tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
parkir, kemudian Undang-undang tentang lalu lintas karena mereka
kan menggunakan minibus, angkutan orang digunakan untuk
angkutan barang, itu kan melanggar aturan lalu lintas. Jadi
pelanggaran mereka itu banyak, bahkan yang keempat mereka
melanggar aturan tentang cagar budaya. Alun-alun utara Kota
Surakarta itu kan termasuk cagar budaya, digunakan untuk parkir.
Apakah itu dibolehkan? Itu pelanggarannya sudah banyak, tetapi
tidak ada upaya yang keras terhadap pelanggaran-pelanggaran itu
dari Pemerintah Kota atau dari pemangku undang-undang dan
perda itu.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Dari pihak Pemerintah Kota Surakarta sendiri, peraturan-peraturan
yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan penertiban PKL bermobil
adalah Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008
Perda No. 1 Tahun 2010. Upaya penertiban yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Surakarta rutin dilaksanakan setiap Senin dan Kamis.
Upaya penertiban ini dilakukan agar para PKL tidak lagi melakukan
transaksi jual-beli dengan menggunakan mobil di area pasar Klewer.
Penertiban ini dilakukan untuk melindungi keberadaan pedagang maupun
pasar tradisional dan untuk menciptakan kenyamanan dan ketertiban di
kawasan pasar Klewer. Upaya penertiban yang dilakukan oleh Pemkot
Surakarta ini melalui beberapa tahap, yaitu pertama adalah dengan
melakukan sosialisasi terkait peraturan-peraturan yang berlaku di Kota
Surakarta. Setelah Pemkot Surakarta melakukan sosialisasi, upaya
selanjutnya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah pengawasan. Pemkot
Surakarta akan melakukan pengawasan terhadap aktivitas dari PKL
bermobil dan apabila PKL bermobil masih bertahan di kawasan pasar
Klewer dan masih melakukan transaksi jual-beli maka Pemkot Suarakarta
akan mengambil tindakan. Tindakan yang akan diambil Pemkot ini sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dengan Perda yang berlaku. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh
Bapak Subagyo selaku Kepala Dinas DPP Kota Surakarta bahwa:
“Pemkot Surakarta kan punya Perda, Perda Pasar, Perda PKL,
Perda Perparkiran. Perda-perda ini yang membingkai Pemerintah
untuk mengingatkan mereka, karena PKL kan dilarang berjualan di
fasilitas umum. Tempat parkir hanya dikhususkan untuk parkir dan
pasar adalah tempat untuk berjualan (tempat bertemunya pembeli
dan penjual). Inilah yang kita sosialisasikan kepada mereka. Selain
sosialisasi, kami juga melakukan edaran. Langkah pertama adalah
sosialisasi kemudian kita memberikan surat edaran (peringatan)
dan yang terakhir adalah kita melakukan pengawasan dan
penindakan. Dalam melakukan penertiban ini, mereka kita jerat
dengan Perda No. 1 tahun 2010 dengan ancaman hukuman yaitu
denda setinggi-tingginya 50 juta atau kurungan 3 bulan.”
(wawancara 7 Agustus 2012)
Meskipun Pemerintah Kota Surakarta sudah melakukan penertiban
secara rutin kepada PKL bermobil namun upaya yang dilakukan oleh
Pemkot Surakarta ini tidak begitu membuahkan hasil. Pasalnya PKL
bermobil hanya pindah lokasi dalam melakukan aktivitasnya. PKL yang
tadinya melakukan transaksi di lahan parkir pasar Cinderamata, sekarang
telah pindah ke Alun-alun Utara Keraton Kota Surakarta. Pindahnya lokasi
yang digunakan oleh PKL bermobil ini tidak terlepas dari penertiban yang
rutin digelar oleh Satpol PP dan satpam pasar. Hal ini sependapat dengan
pernyataan dari perwakilan Batik Najwa yang merupakan salah satu PKL
bermobil asal Pekalongan:
“kalo di kawasan parkir pasar Cinderamata kan dilarang sama
Satpol PP, security mbak. Tapi kalo di Alun-alun Utara sini kan
penertibane ndak begitu ketat. Kalo di sana kan ketat.” (wawancara
17 September 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP dan satpam pasar ini
merupakan salah satu upaya Pemkot Surakarta dalam hal ini adalah DPP
Kota Surakarta untuk membuat jera PKL bermobil. Dalam melakukan
penertiban ini, Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi untuk
menghindari konflik yang lebih destruktif. Proses non-yustisi yang
dilakukan oleh Pemkot Surakarta ini memiliki beberapa tahapan, yaitu:
tahap pertama adalah dengan melakukan pendekatan normatif yakni
Pemkot Surakarta memberikan aturan-aturan terkait pelanggaran yang
dilakukan oleh PKL bermobil, seperti Undang-undang No. 22 Tahun
2009, Perda No. 7 Tahun 2004, Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun 2008
dan Perda No. 1 Tahun 2010. Tahap kedua adalah pendekatan sosiologis,
dimana Pemkot Surakarta memberikan sosialisasi kepada PKL bermobil
terkait aturan-aturan yang telah dibuat dan peraturan-peraturan yang
berlaku di Kota Surakarta. Dan yang ketiga adalah pendekatan yudikatif,
di sini Pemkot Surakarta akan memberikan peringatan, teguran bahkan
bisa berujung pada penyitaan dan penerapan denda maupun kurungan
terhadap PKL yang tetap melakukan pelanggaran. Hal ini sesuai dengan
yang disampaikan oleh Bapak Subagyo selaku Kepala DPP Kota
Surakarta:
“Pemerintah melandaskan pada proses non-yustisi artinya dengan
pendekatan-pendekatan, aturan (pendekatan normatif), pendekatan
sosiologis dan pendekatan yudikatif. Jadi ada tahapannya, tahap
pertama kita melakukan pendekatan normatif, memberikan aturan
seperti Perda kemudian kita melakukan pendekatan sosiologis, kita
melakukan komunikasi sosialisasi kemudian ketiga kita melakukan
pendekatan yudikatif. Sebenarnya pemerintah sudah bisa kalau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
misalnya kalau melanggar langsung memanggil polisi dan
kemudian ditangkap. Apakah cara seperti ini bisa efektif tatkala
hanyan menangkap orang dan memperkarakan di pengadilan?
Tidakkah orang itu tatkala diperlakukan seperti itu, tidak ada rasa
dendam, rasa jengkel? Apakah mereka menyadari menerima
kondisi itu? Iyakan? Iya gak? Baru begini saja sudah dibawa ke
pengadilan, wis dijatuhi hukuman percobaan kurungan 2 bulan
misalkan.” (wawancara 7 Agustus 2012)
Gambar 4.5
PKL bermobil yang sedang mewarkan barang dagangannya
Upaya lain yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta untuk mengatasi
PKL bermobil yang kini berada di Alun-alun Utara adalah dengan
memberikan surat edaran kepada PKL bermobil yang masih melakukan
transaksi jual-beli. Surat edaran yang berisi larangan bagi PKL bermobil
tersebut telah diberikan Pemkot Surakarta pada tanggal 6 Agustus 2012
kemarin. Surat edaran tersebut berisi pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh PKL bermobil dan sanksi yang akan diterima apabila PKL
tetap bandel. Surat larangan yang diterbitkan oleh Sekertaris Daerah
(Sekda) Kota Surakarta ini bertujuan untuk membatasi kegiatan PKL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bermobil. PKL bermobil boleh berada di kawasan pasar Klewer tetapi
hanya sebagai pemasok barang di pasar Klewer maupun pasar
Cinderamata. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ibu Sularti selaku
Sekertaris dari Satpol PP Kota Suarakarta:
“ya kemarin, kami sudah turun ke lapangan..hari ini di koran
Solopos juga sudah ada. Jadi Satpol PP akan bertindak tegas kalo
masih ada pedagang bermobil yang nekat karena sudah diberi surat
peringatan. Surat peringatan juga sudah diberikan per orang.”
(wawancara 7 Agustus 2012)
Hal yang sama juga dipaparkan oleh Eko Nugroho yang merupakan
Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta yang menyatakan bahwa DPP
Kota Surakarta akan bertindak tegas terhadap keberadaan pedagang kaki
lima (PKL) bermobil di Pasar Klewer dan Alun-alun Utara Keraton
Kasunanan serta di tikungan jalan di depan pasar Cinderamata. Lebih
lanjut, Kepala Bidang PKL DPP Kota Surakarta menjelaskan bahwa:
“Kemarin kita bersama Dishubkominfo, UPTD Parkir dan Satpol
PP sudah melakukan sosialisasi dan teguran langsung kepada para
pedagang bermobil tersebut. Mulai Kamis tanggal 9 Agustus,
Satpol PP akan melakukan penindakan. Yang berwenang
melakukan penindakan adalah Satpol PP karena itu memang
wewenang mereka. Yang pasti pedagang bermobil tidak boleh
berada di situ. Kalau hanya parkir silahkan, tetapi jika bertransaksi
maka itu tidak boleh.” (timlo.net, 8 Agustus 2012)
Surat edaran yang diberikan kepada PKL bermobil ini dilakukan
oleh Pemerintah Kota Surakarta. Dalam hal ini adalah DPP Kota Surakarta
yang bekerja sama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota
Surakarta, Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Perhubungan Kota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Surakarta dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta. Pendapat ini diutarakan
oleh Kepala DPP Kota Surakarta:
“Jadi gini mbak, yang memberikan surat edaran ini adalah
Pemerintah Kota Surakarta. Jadi Dinas Pasar, Satpol PP, kemudian
Dinas Perhubungan, UPTD Perparkiran kemudian kita dibantu
Polisi, itu semua atas nama Pemerintah Kota. Kemudian tatkala
Satpol PP kemarin ke lapangan itu tidak Satpol PP tapi timnya
Pemerintah Kota. Jadi, kemarin itu ada Satpol PP, ada DPP
juga...lha edaran itu adalah edaran yang diberikan oleh Pemerintah
Kota kepada pedagang karena kamu berjualan di atas mobil, karena
melanggar Perda-perda dan Undang-undang yang ada tadi.
(wawancara 7 Agustus 2012)”
Gambar 4.6
Kepala Satpol PP ketika melakukan penertiban PKL bermobil di
areal parkir sekitar Pasar Klewer
Surat edaran yang diberikan Pemkot Surakarta merupakan larangan
bagi PKL bermobil untuk berdagang di area parkir Alun-alun Kota
Surakarta, area pasar Cinderamata dan area pasar Klewer Surakarta.
Berdasarkan surat edaran tersebut, apabila masih ada PKL yang melanggar
maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan
dan/ atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,-.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Lebih lanjut, Bapak Subagyo menjelaskan bahwa di dalam
melaksankan surat edaran tersebut, terdapat beberapa tahapan yang
memang harus dilakukan oleh Pemkot Surakarta. Tahapan-tahapan yang
dilakukan oleh Pemkot Surakarta menurut Bapak Subagyo adalah:
“jadi begini, kita ada tahapannya...tahapan sosialisasi, dengan
memberikan edaran itu kemudian tahapan sosialisasi dengan
menegur/teguran kemudian juga ada tahapan peringatan. Dan
waktunya ada, kita berikan waktu satu minggu untuk sosialisasi,
satu minggu untuk peringatan. Setelah peringatan, nanti muncul
surat peringatan1, 2, 3 nanti kita tindak. Terkait dengan teguran
yang diberikan, kita memberikan teguran tertulis. Kalau ini untuk
pertama itu kita memberikan teguran lisan sambil melakukan
sosialisasi. Lha nanti ketika sudah, kita kan sudah ada
waktunya,..sosialisasi 1 minggu, peringatan 1 minggu 1, 2, 3 lalu
nanti kita tangkep. (wawancara 7 Agustus 2012)”
Dalam melakukan penertiban ini, Satpol PP akan bertindak tegas
dengan melakukan penyitaan terhadap barang dagangan milik PKL
bermobil apabila PKL bermobil tidak menggubris surat edaran yang telah
diberikan oleh Pemkot Surakarta. Lebih lanjut, Bapak Sutardjo selaku
Kepala Satpol PP Kota Surakarta menjelaskan mekanisme penyitaan yang
akan dilakukan oleh Satpol PP:
“Kalau surat peringatan sudah diberikan hingga tiga kali dan masih
tidak juga dibubris, tak ada pilihan lain selain semua dagangan
disita. Pedagang bermobil boleh saja ada di area pasar klewer tetapi
hanya untuk bongkar muat barang, yang dilarang adalah apabila
pedagang bermobil melakukan transaksi dagang di areal parkir.”
(krjogja.com, 6 Agustus 2012)
Upaya penertiban dan pemberian surat larangan kepada PKL
bermobil belum mampu menyelesaikan permasalahan PKL bermobil ini.
Bahkan HPPK dan HPTPPK menganggap bahwa Pemkot Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
terkesan kurang tegas dalam menghadapi PKL bermobil. Menurut mereka,
upaya yang dilakukan Pemkot Surakarta tidak dilakukan dengan tegas dan
tidak dilakukan dengan pemberian sanksi yang tegas pula. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Bapak Kusbani selaku Humas dari
Himpunan Pedagang Pasar Klewer (HPPK):
“Lha ini kembali lagi saya tegaskan supaya ada ketegasan dari
pemerintah. Tidak tegasnya pemerintah itu seperti penegakan
aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada perda, sudah
ada sanksi yang mengatur, itukan tinggal dilaksankan saja.
Sekarang saya ambil contoh, umpamanya taman parkir, ketegasan
UPTD Perparkirannya apa? UPTD Perarkiran bagaimana
menertibkan mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya
harus di luar taman parkir. Alun-alun itukan juga taman parkir,
sebagai lahan parkir. Kenapa nyatanya sampai sekarang kalo itu
bukan taman parkir kok digunakan untuk parkir. Berarti kan itu
taman parkir juga.” (wawancara 2 Agustus 2012)
Selain karena kurang tegasnya Pemerintah Kota Surakarta dalam
melakukan penertiban dan pemberian sanksi kepada PKL bermobil,
kendala yang lain adalah karena PKL bermobil selalu “kucing-kucingan”
dengan Satpol PP maupun satpam pasar yang sedang melakukan
penertiban. PKL bermobil akan menutup dagangannya ketika Satpol PP
atau satpam pasar sedang melakukan penertiban rutin atau mereka akan
berdalih bahwa mereka akan mengirimkan ke dalam pasar. Tetapi ketika
Satpol PP atau satpam pasar sudah tidak ada, mereka akan kembali
membuka dagangannya kembali. Selain itu, pedagang pasar baik tiu
pedagang pasar Klewr maupun pedagang pasar Cinderamata lebih
mengandalkan Pemerintah Kota Surakarta dalam menyelesaikan konflik
yang mereka hadapi. Mereka beranggapan bahwa Pemkot Surakarta yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dapat menyelesaikan konflik ini. Hal ini diutarakan oleh Bapak Ahmad
Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK:
“mereka itu modelnya kucing-kucingan mbak. Jadi mereka datang
ke area parkir, kalo ada satpam yang keliling, mereka tutup semua
dan kalo satpamnya kembali ke pos, mereka buka semua. Trus
sekarang mereka juga menggunkan teknologi informasi kayak hp,
tidak perlu buka, mereka tinggal telpon-telponan dengan bakul,
kemudian pindah barang aja dari mobil ke mobil. Penyelesaian
konflik yang paling efektif antara PKL bermobil dengan pedagang
toko itu ya melalui pemerintah, Pemerintah Kota dalam hal ini
DPP. Pemerintah kan sudah punya Perda, sudah ada sanksi yang
mengatur juga, ya Pemerintah harus bisa tegas dalam menertibkan
PKL ini.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer antara PKL bermobil
dengan pedagang pasar juga sulit diselesaikan karena PKL-PKL yang ada
di kawasan pasar Klewer selalu ganti-ganti. Ketika sudah dilakukan
penertiban terhadap PKL bermobil dan mereka sudah tidak melakukan
transaksi di atas mobil tetapi PKL-PKL baru banyak yang datang dan
melakukan transaksi jual-beli. Hal inilah yang menyebabkan penertiban
PKL terasa kurang efektif, hal ini sependapat dengan Bapak Subagyo:
“ya kalau saya, kendalanya ya itu, terkait pedagangnya yang ganti-
ganti itu. Hal semacam ini kan susah untuk menanganinya. Selain
itu, ya dari PKLnya sendiri, sifat pedagang kan mana yang cepat
dia yang dapat. Jadi, yang pertama terkait dengan pedagang yang
gonta-ganti dan kedua terkait dengan perilaku masyarakat kita yang
suka melanggar aturan daripada mentaatinya, ya kan???”
(wawancara 7 Agustus 2012)
Jadi dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik yang
terjadi di kawasan pasar Klewer merupakan konflik horisontal yang terjadi
antara PKL bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cinderamata. Konflik ini diakibatkan karena PKL bermobil yang
merupakan distributor barang di pasar Klewer dan pasar Cinderamata ikut
melayani pembeli secara langsung. Berbagai upaya yang dilakukan oleh
Pemkot Surakarta belum mampu untuk menyelesaikan konflik yang sudah
terjadi sejak tahun 2003 ini. Untuk itulah, penulis mencoba melakukan
analisis penyelesaian konflik dengan menggunakan pendekatan community
governance. Pendekatan ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
2. Resolusi Konflik-Community Governance dalam Penyelesaian Konflik
antara PKL Bermobil dengan Pedagang di Kawasan Pasar Klewer
Konflik antara PKL bermobil dan pedagang di kawasan pasar
Klewer sudah terjadi selama 9 tahun dan sampai sekarang belum
menemukan solusi. Di dalam penelitian ini, penulis akan mencoba
melakukan analisis dengan menggunakan metode resolusi konflik berbasis
community governance dalam menyelesaikan konflik yang terjadi di
kawasan pasar Klewer. Kriteria atau dimensi yang digunakan untuk
melihat potensi dari penerapan resolusi konflik berbasis community
governance adalah berdasarkan teori dari Sudarmo (2008: 104), yaitu:
a. Proses informal sosial
b. Kemauan belajar dari organisasi
c. Bekerja dalam network (social capital)
d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi
e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, pembahasan
mengenai penerapan resolusi konflik berbasis community governance
dalam penyelesaian konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer adalah
sebagai berikut:
a. Proses informal sosial
Proses informal sosial di sini merupakan proses dimana organisasi
atau komunitas mengorganisasi dirinya sendiri, mengorganisasi
anggota-anggota organisasinya. Proses ini sangat penting dan
diperlukan oleh setiap organisasi informal untuk dapat mempertahankan
organisasinya. Setiap komunitas atau organisasi memiliki proses
informal sosial yang berbeda. Hal ini dapat disesuaikan oleh berbagai
latar belakang dan budaya anggota organisasi maupun lingkungan
dimana organisasi atau komunitas itu tinggal. Begitu pula dengan
komunitas PKL bermobil, HPPK maupun HPTPPK.
Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPTPPK, HPPK
maupun komunitas PKL bermobil dilakukan dengan mengelola
anggota-anggota organisasinya terlebih dahulu. Pengorganisasian ini
dilakukan dengan menyamakan kepentingan anggota organisasi dengan
visi, misi dan kepentingan dari organisasi atau komunitas tersebut.
Pembentukan organisasi atau komunitas yang memiliki visi, misi dan
kepentingan yang sama dengan anggota organisasi akan memberikan
kemudahan bagi organisasi untuk mengelola anggota-anggotanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Persamaan yang dimiliki organisasi dengan anggota-anggota organisasi
dalam hal visi, misi dan kepentingan tidak akan dipengaruhi oleh
berbagai latar belakang dan budaya yang membentuk organisasi atau
komunitas tersebut. Untuk itulah diperlukan kepentingan yang sama
diantara anggota organisasi ketika akan membentuk suatu organisasi
atau komunitas. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad
Fathoni, yaitu:
“Kalo jenengan kembali melihat definisi dari paguyuban itu
sendiri, paguyuban adalah kumpulan orang-orang yang kebetulan
satu kepentingan dan mereka memang tidak ada ikatan-ikatan
tertentu. Tapi memang mereka mendirikan sebuah organisasi
yang disebut dengan HPTPPK sendiri itu otomatis pedagang yang
berjualan di pasar Cinderamata menjadi anggota kami, seperti itu.
Terbentuknya HPTPPK ini karena pedagang pasar Cinderamata
memang mempunyai kepentingan yang sama yaitu beraktivitas
dan berdagang di pasar Cinderamata. Karena memiliki
kepentingan yang sama itulah kemudian mendirikan sebuah
organisasi yang disebut dengan HPTPPK.” (wawancara 1 Agustus
2012)
Komunitas pedagang pasar Cinderamata atau yang lebih dikenal
sebagai HPTPPK hanya mengelola kepentingan yang sifatnya sama
yaitu kepentingan untuk beraktivitas dan melakukan perdagangan di
area pasar Cinderamata. Sedangkan kepentingan yang sifatnya hak
asasi, seperti agama, partai dan yang lainnya, komunitas ini tidak ikut
campur. Komunitas ini juga berusaha untuk melakukan pendampingan
terhadap kepentingan-kepentingan pedagang pasar Cinderamata atas
kebijakan Pemkot Surakarta yang terkadang tidak berpihak pada
pedagang pasar. HPTPPK menjadi wadah bagi pedagang pasar
Cinderamata untuk menyuarakan aspirasinya terhadap kebijakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Pemkot Surakarta. Ketika ada suatu kebijakan dari Pemerintah yang
merugikan pedagang pasar Cinderamata maka HPTPPK akan berjuang
untuk mendapatkan keadilan dan akan menggugat Pemkot Suarakarta.
Seperti halnya kasus yang sedang dihadapi oleh pedagang pasar
Cinderamata dengan keberadaaan PKL bermobil. HPTPPK berusaha
menyuarakan aspirasinya kepada Pemkot Surakarta untuk mendapatkan
keadilan dan perlindungan terhadap keberadaan PKL bermobil yang
dianggap merugikan mereka. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan
oleh Bapak Ahmad Fathoni:
“ya, tadi saya mengatakan bahwa organisasi ini berdiri karena
mempunyai satu kepentingan yang sama, diantaranya adalah
sama-sama berdagang di pasar Cinderamata. Nah, terkait dengan
ini ya himpunan hanya mengelola kepentingan-kepentingan yang
sifatnya sama. Kalo yang terkait di luar kepentingan itu yo tidak
kan. Seperti seumpamanya partai, agama, dsb kami tidak bisa
mempermasalahkan itu. Siapapun dan agamanya apapun kalo kita
berdagang ya melebur saja, kita masuk ke organisasi itu ke
himpunan itu dalam rangka membela. Jadi, secara umum
berdirinya himpunan itu untuk mendampingi atau memberikan
dampingan kepada kepentingan-kepentinagn mereka atas
kebijakan Pemerintah Kota Solo yang kadang-kadang tidak
berpihak kepada pedagang, untuk itu sebenarnya. Nah, dari niatan
ini kemudian apabila ada kebijakan yang salah atau tidak
berpihak, kami kemudian menggugat, meminta, kayak termasuk
ada pelanggaran PKL bermobil melakukan transaksi jual-beli di
mobil, itu kan pelanggaran. Kami mengetahui bahwa mereka
sebenarnya gak boleh, kami minta kepada Pemerintah Kota. “kae
nglanggar lho, ditegur, gak boleh dia melakukan transaksi seperti
itu”, misalnya seperti itu. Nah, sebenarnya ini kan kepentingan
pedagang secara keseluruhan bukan kepentingan himpunan tapi
karena kepentingan yang sama ini, karena kita itu memang
mendampingi hak-hak mereka, kami kemudian menyuarakan itu.
Kami melakukan upaya pendampingan untuk kepentingan
pedagang pasar Cinderamata.” (wawancara 1 Agustus 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Perbedaan latar belakang dan budaya yang dimiliki oleh anggota
himpunan pasar Klewer atau HPPK tidak menyurutkan sikap toleransi,
solidaritas dan saling menghormati diantara para anggota himpunan.
Dengan adanya sikap-sikap tersebut, berbagai perbedaan yang ada tidak
menyebabkan suatu permusuhan atau adanya suatu kesenjangan, tetapi
dengan adanya berbagai perbedaan ini menjadi sebuah keunikan yang
dimiliki oleh organisasi. HPPK juga melakukan berbagai pendekatan
dan mengakomodir berbagai perbedaan diantara anggota organisasi
untuk menciptakan kerukunan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Bapak Kusbani, yaitu:
“ya pertama kita lakukan pendekatan dulu, sebagai pengurus kita
melakukan pendekatan dengan etnis cina, etnis jawa, etnis arab,
ya ini keunikannya di sini. Jadi keunikan klewer tanpa adanya
konflik seperti itu, ada kerukunannya. Lha ini kita sebagai
himpunannya mengakomodir itu, penyerapan itu dengan hati-hati.
Itukan sampai ke agama, misalkan agama hindu itu kan ada
kegiatan atau acaranya masing-masing, yang nasrani ada
kelompoknya sendiri, ini selalu kita akomodir.” (wawancara 2
Agustus 2012)
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti terhadap
PKL bermobil, PKL bermobil pada dasarnya tidak memiliki komunitas
resmi yang dapat menaungi mereka, seperti halnya HPPK atau
HPTPPK. Mereka cenderung untuk berdiri sendiri-sendiri. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Bapak Ahmad Fathoni selaku Sekertaris
dari HPTPPK:
“g ada mbak. Dulu pernah ada, tapi pecah mereka. Dulu itu
namanya P4CS, Paguyuban Pedagang Pekalongan Pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cinderamata Surakarta. Tapi itu dulu, sekarang sudah pecah.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Meskipun demikian, PKL bermobil yang berasal dari berbagai
daerah di luar Surakarta ini mempunyai kepentingan yang sama yaitu
ingin berdagang di kawasan pasar Klewer. Meski tidak memiliki suatu
komunitas resmi namun jika mereka mempunyai kepentingan yang
sama, mereka dapat disebut sebagai sebuah komunitas. Selain memiliki
kepentingan yang sama antara PKL yang satu dengan PKL yang lain,
PKL-PKL bermobil ini juga melakukan aktivitas atau kegiatannya
dalam satu tempat yang sama yakni area parkir pasar Cinderamata atau
lahan parkir Alun-alun Utara Keraton Surakarta.
Tidak adanya komunitas yang resmi dan tidak adanya suatu
kepengurusan, tidak menyebabkan PKL-PKL bermobil ini tidak
terorganisisr. Mereka juga memiliki komunikasi dan solidaritas tinggi
diantara para PKL bermobil. Ini dapat dibuktikan dengan adanya
keakraban yang terjalin diantara para PKL ketika mereka sedang
menunggu konsumen atau pembeli. Meskipun mereka berdiri sendiri
tetapi mereka tetap saling membantu dengan cara saling meminjamkan
barang. Apabila barang dagangan yang dimiliki oleh seorang PKL itu
habis maka ia akan meminjam kepada rekannya yang memiliki barang
dagangan yang hampir sama. Cara seperti ini digunakan untuk
menghindari konflik daiantara PKL bermobil karena rebutan konsumen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PKL bermobil yang berada di kawasan pasar Klewer ini
mayoritas berasal dari Pekalongan sehingga barang yang dijual hampir
sama. Selain memiliki kesamaan barang yang dijual, mereka juga
berasal dari luar daerah yang rata-rata memiliki budaya yang sama yaitu
Pekalongan, Jepara maupun Kudus. Dengan adanya latar belakang
budaya yang hampir sama inilah yang menyebabkan mereka mudah
bergaul dan menjalin keakraban satu sama lain. Latar belakang budaya
yang hampir sama ini juga menyebabkan PKL bermobil mempunyai
adat istiadat dan kebiasaan yang hampir sama, seperti cara bicara
maupun bahasa yang digunakan. Hal-hal seperti itulah yang dapat
menyebabkan komunikasi yang ada diantara para PKL bermobil ini
sangat baik sehingga mereka dapat saling bertukar informasi.
Gambar 4.7
PKL bermobil di Alun-alun Utara Keraton Surakarta
Proses informal sosial yang dilakukan oleh HPPK maupun
HPTPPK juga dilakukan dengan menerapkan aturan-aturan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
berlaku di dalam organisasi. Aturan-aturan yang berlaku tersebut
mengikat para anggotanya dan memaksa anggota untuk meematuhi
peraturan itu. Peraturan-peraturan yang berlaku di dalam organisasi ini
dibuat sendiri oleh pengurus organisasi berdasarkan masukan dari
anggota-anggota organisasi dan telah dituangkan dalam AD/ART dari
masing-masing organisasi. Pemberian sanksi juga diberikan kepada
anggota organisasi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan
norma-norma yang telah ditetapkan. Sanksi yang diberikan oleh
pengurus HPTPPK ketika ada salah satu anggota organisasi melakukan
pelanggaran adalah dengan melakukan koordinasi dengan Kepala Pasar
dan Dinas Pengelola Pasar. HPTPPK akan berkoordinasi dengan kepala
pasar dan DPP untuk mengambil langkah apa yang harus diambil dalam
memberikan sanksi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bapak Ahmad
Fathoni selaku Sekertaris HPTPPK:
“ya itu ada AD/ARTnya. Ada Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga yang mengatur tentang bagaimana kepengurusan,
bagaimana masa kerja..itu ada disitu. Norma atau aturan yang
berlaku itu dibentuk sendiri oleh pengurus, jadi perwakilan
pedagang kan pengurus himpunan itu tadi membuat suatu aturan
yang disebut AD/ART. AD/ART itu berisi tentang bagaimana
kita itu menjadi pengurus, dan bagaimana kita mengelola
pedagang. Terkait dengan pelanggaran yang dilakukan oleh
anggota organisasi, nanti kita koordinasi dengan Kepala Pasar dan
DPP. Kalo Kepala Pasar kan berdominisil di pasar itu, kalo DPP
kan ada di pemerintahan. Nah, kalo ada pelanggaran kan biasanya
terkait dengan aturan yang telah dibuat oleh Pemerintah Kota.
Contoh: pasar dibuka pukul 7 sampai pukul 4, nah ternyata ada
pedagang yang membuka lebih dari itu, kami atas nama himpunan
kemudian koordinasi dengan kepala pasar. Pak, itu ada yang
melanggar aturan. Jadi, kami hanya sekedar itu saja nanti yang
menegur dan yang membuat keputusan untuk diapakan tetep
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
mereka (kepala pasar dan DPP). Tergantung pelanggarannya,
kalau terkait administrasi termasuk mereka nginep atau tinggal
atau domisili atau dia menyalahgunakan kios yang seharusnya
untuk jualan digunakan untuk yang lain, itu kami melaporkan.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Proses informal sosial yang ada dalam HPTPPK juga ditunjukkan
dengan tidak adanya struktur dan prosedur yang hirarkis ketika
anggota-anggota HPTPPK ingin menyampaikan aspirasinya. Anggota
organisasi hanya perlu menyampaikan aspirasi tersebut pada forum-
forum organisasi seperti rapat anggota ataupun dengan menyampaikan
kritik dan sarannya langsung kepada pengurus dari HPTPPK. Dengan
tidak adanya struktur dan prosedur yang birokratik dan mekanistik
memberikan kemudahan kepada HPTPPK sendiri untuk mengetahui
keadaan dan situasi yang ada di dalam organisasi serta dapat
mengontrol perilaku-perilaku anggota-anggota organisasinya. Hal ini
sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni, yaitu”
“Peran anggota itu biasane yo mereka hanya menyampaikan
„gendu-gendu rasa‟ atau perasaan-perasaan tidak puas kepada
kami. Kalo anggota pengin menyampaikan „gendu-gendu rasa‟ ya
langsung aja disampaikan ke kita (pengurus HPTPPK) atau pas
nanti rapat anggota. Kami ini kan organisasi informal, jadi tidak
harus mereka datang ke kantor dengan membawa surat resmi,
proposal dan mengajukan minta pendampingan kan endak.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Di dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dari
HPPK telah diatur mengenai kewajiban dan hak dari anggota
organisasi; tujuan, fungsi dan kegiatan dari himpunan; serta
keanggotaan dan kepengurusan dari himpunan atau organisasi tersebut.
Terkait dengan kewajiban dari anggota organisasi, setiap anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
himpunan berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakan AD/ART
dan ketentuan-ketentuan lain yang ditetapkan oleh Rapat Umum
Anggota (Musyawarah Anggota) dan pengurus himpunan. Selain itu,
anggota himpunan berkewajiban untuk membayar uang iuran setiap
bulan dan uang iuran terkait dengan kebijakan yang ditentukan
berdasarkan kesepakatan dan persetujuan anggota himpunan (pasal 7
Anggaran Rumah Tangga HPPK).
Di dalam pasal 7 Anggaran Rumah Tangga HPPK tersebut telah
dijelaskan mengenai kewajiban dari anggota HPPK. Kewajiban anggota
organisasi terkait iuran ini merupakan sumber daya organisasi yang
nantinya dimanfaatkan untuk membiayai semua aktivitas dari HPPK.
Uang iuran yang rutin dibayarkan oleh anggota organisasi merupakan
bentuk kemandirian HPPK dalam mencari sumber pendanaan. HPPK
memanfaatkan anggota organisasi untuk mendapatkan sumber daya
non-manusia yaitu uang. Di dalam AD/ART ini juga dijelaskan
mengenai pengambilan keputusan di dalam HPPK. Pada pasal 23,
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh HPPK adalah dengan cara
musyawarah untuk mufakat. Cara ini dilakukan untuk menstimulus
anggota organisasi untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini
merupakan salah satu proses informal sosial dalam hal memanfaatkan
sumber daya organisasi yang dilakukan oleh HPPK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
b. Kemauan belajar dari organisasi
Untuk dapat melakukan pendekatan community governance, suatu
organisasi atau komunitas harus mampu belajar dari pengalaman
sebelumnya. Pengalaman-pengalaman itu nantinya akan digunakan oleh
organisasi untuk mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi di masa yang
akan datang. Kemampuan belajar dari pengalaman tidak hanya berasal
dari pengalaman yang dialami sendiri oleh organisasi melainkan juga
pengalaman yang dialami oleh organisasi lain. Hal ini yang dilakukan
oleh Himpunan Pedagang Pasar Klewer ketika melakukan network
dengan organisasi lain. Dalam melakukan network ini, HPPK belajar
dari pengalaman organisasi lain. HPPK menjadikan pengalaman dari
organisasi lain untuk nantinya dikoreksi dan dijadikan bahan evaluasi
dalam mengambil keputusan sehingga ketika HPPK dihadapkan pada
masalah yang sama, HPPK sudah mempunyai antisipasi. Hal ini
diungkapkan oleh Bapak Kusbani, yaitu:
“ya saling kita koreksi seperti adanya pasar-pasar yang telah
dibangun itu ternyata bisa memetik pengalaman itu. Misalkan dari
pasar-pasar yang telah dibangun Pemkot, itu tidak sesuai dengan
yang dikehendaki pedagang, try out ya. Lha Pemkot memaksa
“pokoke tak bangunke sing koyo ngene”, ternyata tidak sesuai
yang diharapkan oleh pedagang. Lha ini, pengalaman-pengalaman
seperti ini. Kedua, mengetahui bagaimana pangsa pasar itu
diantara pangsa pasar yang lain itu ternyata berbeda sekali. Ini
yang dapat menjadi pengalaman-pengalaman.” (wawancara 2
Agustus 2012)
Kemauan belajar dari HPTPPK ketika dihadapkan pada suatu
persoalan juga diperlihatkan ketika Ketua HPTPPK sudah tidak lagi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
fokus dan tidak begitu aktif dalam kepengurusan dan persoalan-
persoalan yang sedang dihadapi oleh himpunan ini. Menghadapi situasi
seperti itu, Sekertaris HPTPPK langsung mengambil alih pengambilan
keputusan ketika menghadapi suatu persoalan yang membutuhkan
penanganan secara cepat. Banyak kebijakan-kebijakan yang langsung
diambil oleh Bapak Ahmad Fathoni ketika Ketua dari HPTPPK sendiri
lebih fokus menjadi pengurus KPPK (Komunitas Pedagang Pasar
Klewer). Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak Fathoni:
“ketua HPTPPK itu sekarang menjadi pengurus KPPK, ketua
kami sibuk disana, kayak vakum gitu lho, akhir-akhir ini. Banyak
kebijakan-kebijakan yang langsung saya ambil alih.” (wawancara
1 Agustus 2012)
Terkait dengan kemauan belajar yang dimiliki oleh PKL bermobil
dalam usaha untuk dapat menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi terutama persoalan dengan pedagang di kawasan pasar
Klewer ini, PKL bermobil cenderung memilih untuk tidak
menanggapi permasalahan yang ada dan memilih untuk tidak peduli.
PKL bermobil memilih bersikap acuh terhadap berbagai protes dan
keluhan dari pedagang pasar dan memilih untuk tetap melakukan jual-
beli di lahan parkir kawasan pasar Klewer. PKL bermobil juga lebih
memilih untuk kucing-kucingan dengan Satpol PP dan satpam pasar
dalam menjajakan barang dagangannya. Mereka tidak ambil pusing
dan tidak terlalu memikirkan dampak dari aktivitas yang mereka
lakukan. Hal ini diakui oleh salah satu PKL bermobil asal Pekalongan
yaitu Batik Najwa yang menyatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang
mbak nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari
Surabaya. Kalo di luar kan banyak yang beli, yang belanja dari
luar kan banyak mbak. Yang protes sih tetep ada, yang protes
terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak usah
marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus
mengambil sikap yang bijak. Dilihat, kalo sini gak jualan kan
orang-orang pasti larinya ke sana tapi kan setelah ada yang jualan
di sini kan orangnya ndak langsung ke sana, ke sini dulu.
Masalahe kasihan sono ik yo.” (wawancara 17 September 2012)
Bagi PKL bermobil, apa yang mereka lakukan tersebut tidak
melanggar peraturan karena bagi PKL bermobil, mereka hanya
melakukan bongkar muat barang yang akan dikirim ke pasar Klewer
dan pasar Cinderamata. Dan PKL bermobil hanya menjual dagangan
karena pembeli atau bakul tersebut memang memilih untuk
mengambil barang dari mereka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
PKL bermobil asal Pekalongan, yaitu:
“kita kan di sini cuma bongkar muat barang dagangan yang
nantinya akan kita kirim ke dalam pasar. Pembeli juga lebih
memilih untuk membeli di sini ketimbang di dalam pasar.”
(joglosemar.com, 7 Agustus 2012)
Aspek kedua dari community governance ini tidak diterapkan oleh
PKL bermobil karena komunitas ini kurang responsif dan tidak
tanggap terhadap persoalan yang sedang membelitnya. Komunitas
PKL bermobil ini lebih memilih untuk mengabaikan dan tidak peduli
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Hal inilah yang menyebabkan
konflik di kawasan pasar Klewer sampai saat ini belum menemukan
solusi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Batik Najwa yang
merupakan PKL bermobil asal Pekalongan yang mengatakan bahwa:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene. Yang protes sih tetep ada, yang
protes terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja, ndak
usah marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita harus
mengambil sikap yang bijak.” (wawancara 17 September 2012)
Unsur kedua dalam community governance yaitu kemauan belajar
dari organisasi tidak dapat diterapkan oleh PKL bermobil karena para
PKL bermobil tidak berusaha untuk menggali kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki untuk dapat membuat suatu keputusan ketika
mereka menghadapi situasi yang kompleks dan uncertain. Selain itu,
kemauan belajar juga belum sepenuhnya ditunjukkan oleh HPPK
maupun HPTPPK ketika dihadapkan pada persoalan dengan PKL
bermobil. Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sudah
terjadi lebih dari 9 tahun dan selama kurun waktu itu, HPPK maupun
HPTPPK tidak berusaha untuk menyelesaikan persoalan ini sendiri.
HPPK dan HPTPPK lebih cenderung untuk menyerahkan semua
penyelesaian konflik ini kepada Pemerintah Kota Surakarta. Mereka
tidak mencoba untuk melakukan dialog dengan PKL bermobil untuk
mencari solusi terbaik tetapi mereka justru ingin agar PKL bermobil
disterilkan atau ditertibkan. Ini sesuai dengan pendapat dari Bapak
Ahmad Fathoni, yang mengatkan bahwa:
“tidak ada kesepakatan untuk hal yang melanggar aturan. Mereka
kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar itu Perda No 1
Tahun 2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar
tradisional. Yang kedua, Perda No 7 Tahun 2004 tentang
penyelenggaraan tempat khusus parkir, kemudian Undang-undang
No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
Sekarang tinggal bagaimana Pemkot Surakarta, DPP, UPTD
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Parkir dan Satpol PP menertibkan mereka.” (wawancara 1
Agustus 2012)
c. Bekerja dalam network (social capital)
Network merupakan salah satu aspek penting dalam kaitannya
dengan community governance. Dengan adanya network yang terjalin,
maka komunitas akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan yang
sedang dihadapi. Network juga menjadi salah satu sarana untuk
melakukan koreksi dan evaluasi terhadap permasalahan-permaslahan
yang terjadi di luar sana. Selain itu, dengan adanya network ini,
komunitas atau organisasi dapat lebih siap dalam menghadapi
perubahan iklim pasar dan dapat mengetahui pekembangan iklim pasar
sekarang ini. Untuk itulah network sangat diperlukan oleh komunitas
atau organisasi, begitu pula dengan HPPK, HPTPPK maupun
komunitas PKL bermobil. Bapak Kusbani menuturkan bahwa:
“Manfaat dari network itu ya kita dapat saling koreksi, seperti
adanya pasar-pasar yang telah dibangun itu, ternyata kita bisa
memetik dari pengalaman itu. Misalkan dari pasar-pasar yang
telah dibangun Pemkot, itu tidak sesuai dengan yang dikehendaki
pedagang, try out ya. Lha Pemkot memaksa “pokoke tak
bangunke sing koyo ngene”, ternyata tidak sesuai yang
diharapkan oleh pedagang. Lha ini, pengalaman-pengalaman
seperti ini dapat kita pelajari. Kedua, kita dapat mengetahui
bagaimana pangsa pasar. Pangsa pasar itukan berbeda antara
pangsa pasar yang satu dengan pangsa pasar yang lain, ternyata
itu berbeda sekali. Inilah yang dapat menjadi pengalaman-
pengalaman.” (wawancara 2 Agustus2012)
Dalam melakukan network atau jaringan kerja ini, HPPK dan
HPTPPK menggunakan istilah silaturahmi. Hal ini dikarenakan
mayoritas pedagang yang ada di kawasan pasar Klewer ini beragama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Islam sehingga digunakanlah istilah silaturahmi. Silaturahmi yang
dilakukan oleh HPPK maupun HPTTPK ini tidak hanya di dalam
paguyuban (bonding social capital) saja, tetapi HPPK dan HPTPPK
juga bersilatuhmi dengan sesama paguyuban PKL (bridging social
capital) maupun kerjasama atau silaturahmi dengan Pemerintah Kota
Surakarta sendiri atau disebut dengan linking social capital. Berikut ini
merupakan penjelasan lebih rinci.
Himpunan Pedagang Pasar Klewer melakukan bonding social
capital, bridging social capital dan linking social capital dalam
kaitannya dengan network yang dilakukan. HPPK melakukan bonding
social capital dengan melakukan proses informal sosial seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya. HPPK mengorganisasi dirinya secara
informal dengan cara mengelola anggota-anggota organisasinya,
membuat peraturan dan norma-norma yang berlaku di HPPK,
menerapkan sanksi-sanksi apabila ada anggota himpunan yang
melakukan pelanggaran dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki
oleh himpunan tersebut. Bridging social capital yang dilakukan oleh
HPPK adalah dengan melakukan kerjasama atau silaturahmi dengan
paguyuban atau komunitas pedagang pasar lain, seperti HPTPPK
maupun komunitas pasar yang lain. HPPK juga bekerja sama dengan
berbagai ormas-ormas yang ada di Surakarta. Sedangkan dalam
melakukan linking social capital, HPPK melakukan network dengan
Pemerintah dan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Kota Surakarta. Dalam melakukan network, HPPK tidak melakukan
pembatasan network sehingga organisasi ini dapat bekerjasama dengan
siapa saja. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Bapak Kusbani
selaku perwakilan dari HPPK:
“semua lini kita lakukan, itu ke politik, bisa ke ormas-ormas.
Politik ya ke anggota-anggota dewan, kita juga kerjasama dengan
ormas, dengan partai yang dinaungi juga. Jadi kita pendekatan ke
sana. Kita juga ada komunikasi diantara anggota kita sendiri, ke
paguyuban yang lain, ini selalu ada. HPPK tidak melakukan
pembatasan network, kita buka seluas-luasnya.” (wawancara 2
Agustus 2012)
Hampir sama dengan HPPK, Himpunan Pedagang Taman Parkir
Pasar Klewer atau HPTPPK juga melakukan network dengan berbagai
pihak. Selain melakukan interaksi internal dalam himpunan (bonding
social capital) dengan melakukan proses informal sosial, HPTPPK juga
melakukan bridging social capital dengan paguyuban atau komunitas
lain, seperti Papatsuta atau Pasamuan Paguyupan Pasar Tradisional
Kota Surakarta. Papatsuta merupakan suatu paguyuban yang menaungi
paguyuban-paguyuban pasar yang ada di seluruh Kota Surakarta. Di
dalam Papatsuta ini terdapat 43 paguyuban pasar yang bergabung, dan
salah satunya adalah HPTPPK. Sedangkan linking social capital yang
dilakukan oleh HPTPPK adalah dengan melakukan jaringan kerja
dengan Pemerintah Kota Surakarta, salah satunya adalah Dinas
Pengelola Pasar (DPP) Kota Surakarta. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
“HPTPPK itu punya jaringan paguyuban-paguyuban ke seluruh
paguyuban pasar yang ada di Kota Solo yang berjumlah 43 pasar,
yang tergabung dalam Papatsuta. Papatsuta itu Pasamuan
Paguyupan Pasar Tradisional Kota Surakarta. Papatsuta ini
merupakan sebuah paguyuban lagi yang mengayomi pasar-pasar
tradisional tapi perwakilan dari paguyuban. Di Nusukan ada
paguyuban di sana, itu juga teman kami, di Kleco juga ada
paguyuban juga di sana itu teman kami. Nah orang-orang yang
ada di paguyuban-paguyuban ini kemudian diwadahi satu wadah
organisasi yang namanya Papatsuta itu.” (wawancara 1 Agustus
2012)
Dengan adanya jaringan kerja yang dilakukan oleh HPTPPK ini,
Papatsuta memberikan pendampingan kepada HPTPPK dalam
menangani masalah yang sedang dihadapi oleh HPTPPK.
Pendampingan yang dilakukan oleh Papatsuta ini dapat dicontohkan
seperti ikut menyuarakan atau mendesak Pemerintah Kota Surakarta
untuk melakukan penertiban. Selain itu, pendampingan yang dilakukan
oleh Papatsuta dapat dilakukan dengan cara memasukkan persoalan
yang sedang dihadapi oleh peagang pasar Cinderamata ke berbagai
media massa. Seperti yang diungkapkan oleh perwakilan dari HPTPPK:
“Itu, tadi yo seumpama kalo seandainya persoalan PKL bermobil
tidak bisa diselesaikan oleh paguyuban tingkat pasar, itu biasanya
kami minta kepada Papatsuta untuk ikut menyuarakan atau
mendesak Pemerintah Kota Surakarta untuk mentertibkan,
biasanya dengan cara seperti itu. Jadi, tidak beda juga dengan...ya
itu, network kami/jaringan kerja kami ya itu. Jadi kalo kami
merasa tidak punya power, powernya kayak masih dianggap
remeh oleh Pemerintah Kota ketika mendampingi kepentingan
pedagang begitu, nanti kami merapat ke Papatsuta. Nanti
Papatsuta melakukan pendampingan kepada kami melalui,
biasanya dengan cara memasukkan persoalan kami ke berita
media, kemudian kita akan berbondong-bondong ke DPP atau
kemudian mengkoordinasi pedagang untuk berdemo. Seperti
itu.”( wawancara 1 Agustus 2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Papatsuta sudah pernah melakukan pendampingan kepada
HPTPPK ketika HPTPPK menghadapi persoalan dengan P3C
(Paguyuban Pedagang Pasar Cinderamata). Persoalan ini terjadi
sebelum adanya konflik dengan PKL bermobil. Masalah ini terjadi
akibat P3C yang merupakan paguyuban baru memiliki kepentingan
untuk membangun kios baru yang nantinya akan dijual. Akan tetapi,
HPTPPK dan pedagang-pedagang pasar Cinderamata melakukan
penolakan terhadap rencana tersebut. Di sinilah peran Papatsuta dalam
melakukan pendampingan terhadap HPTPPK. hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:
“Jadi, persoalan pasar Cinderamata dari dulu tidak hanya satu
terkait dengan PKL bermobil itu. Dulu pada zaman Pak Darmo
masih S2, di sini sedang gencar-gencarnya pro-kontra
pembangunan. Jadi di sini dulu mau dibangun lagi. Tiba-tiba saja
dulu ada paguyuban baru, namanya P3C, kepentingan mereka itu
hanya untuk bisa membangun kios baru untuk kemudian dijual.
Kemudian HPTPPK dan pedagang yang lain itu tidak mau atau
menolak keinginan itu padahal pada waktu itu sudah mendapat
izin dari Pemerintah Kota. Tapi karena ada penolakan dari
pedagang, tapi penolakan dari pedagang itu yo tidak begitu saja
direspon oleh Pemerintah Kota, kami menggunakan cara-cara
demo, kemudian ke media massa, kemudian kami minta bantuan
ke Papatsuta. Papatsuta mendatangkan tokoh-tokoh, orang-orang
yang punya power. Cara-cara seperti itulah yang kami gunakan.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Terkait konflik yang terjadi sekarang ini, Papatsuta juga sudah
melakukan pendampingan kepada himpunan pasar Cinderamata ini.
Pendampingan yang dilakukan adalah dengan cara mengekspos atau
memasukkan persoalan yang sedang dihadapi oleh HPTPPK ke media
massa. Selain itu, Papatsuta juga ikut menyuarakan aspirasi pedagang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pasar Cinderamata ini ke DPRD kota Surakarta. Seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni berikut ini:
“Oh, sudah, sudah. Tapi pada waktu itu, Papatsuta hanya
mengekspos PKL bermobil ke media Solopos dan Joglo Semar.
Dan tindak lanjutnya adalah….kebetulan saya masuk menjadi tim
11, tim itu yang godok Raperda Pasar tahun 2010 dan DPRD
Kota Surakarta itu juga melibatkan Papatsuta, diantaranya saya
yang ikut menyuarakan bagaimana caranya di lingkungan pasar
Klewer maupun pasar Cinderamata steril dari PKL bermobil.
Dulu menyuarakan di dewan, di kantor dewan.” (wawancara 1
Agustus 2012)
Sedangkan network yang dilakukan oleh PKL bermobil adalah
dengan melakukan jaringan kerja dengan sesama PKL bermobil atau
bonding social capital. PKL bermobil tidak hanya melakukan jaringan
kerja dengan PKL yang satu wilayah dengan mereka tetapi mereka juga
saling bekerjasama dengan PKL yang berasal dari daerah lain. PKL
bermobil yang berasal dari Pekalongan juga bekerjasama dengan PKL
dari daerah lain seperti PKL dari Jepara, Kudus maupun dari Pemalang.
Dengan adanya jaringan kerja yang dilakukan oleh PKL bermobil,
informasi yang diperolah antara satu PKL dengan PKL yang lain akan
cepat sampai. Mereka dapat saling bertukar informasi melalui
handphone maupun ketika mereka sedang bercakap-cakap biasa.
Dengan adanya network ini, PKL bermobil dapat saling memberikan
informasi ketika Pemkot Surakarta bersama satpam pasar sedang
melakukan penertiban. Mereka akan memberitahu teman-teman PKL
yang lain melalui handphone apabila Satpol PP dan satpam pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sedang berkeliling area pasar Klewer. Dengan adanya informasi
tersebut, PKL-PKL bermobil yang lain akan segera menutup dagangan
mereka.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis, setiap PKL
bermobil mempunyai stiker yang berlogo AM. Stiker ini digunakan
oleh PKL bermobil untuk memudahkan mereka dalam melakukan
transaksi jual-beli. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Batik Najwa,
salah satu PKL bermobil:
“Setiap pedagang punya stiker AM. Itu fungsinya, yo misal kalo
polisi paling nanti dimintain, cuma periksa. Kalo sudah ada AM,
kalo sudah seperti itu kan nanti ngasih uang 10 ribu-20 ribu nanti
mereka kan pasti nawar. Saya ndak tahu mabak AM kui opo,
wong saya bukan yang punya mobil, saya cuma ikut-ikutan tok
pake stiker AM. Pokoknya untuk mempermudahkan, kalo ada
AM itu kayak ada stimunonya gitu mbak. Kalo pake itu
insyaAllah akeh slamete.” (wawancara 17 September 2012)
Gambar 4.8
Mobil yang menggunakan Stiker AM
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Di dalam aspek yang ketiga yaitu bekerja dalam network (social
capital), pihak-pihak yang berkonflik baik itu HPPK, HPTPPK maupun
PKL bermobil telah melakukan berbagai jaringan kerja (network) baik
itu bonding social capital, bridging social capital maupun linking
social capital. Namun demikian, untuk dapat menerapkan metode
community governance ini diperlukan kerjasama atau network diantara
pihak-pihak yang berkonflik. Hal ini bertujuan agar network yang
terjalin diantara HPPK, HPTPPK maupun PKL bermobil dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk saling memahami dan
mengetahui hal-hal yang menjadi permasalahan. Dengan adanya
network ini, pihak-pihak yang berkonflik dapat duduk bersama dan
bersama-sama mencari jalan keluar atau solusi yang dapat diterima oleh
semua pihak.
Dalam kenyataannya, pihak-pihak yang berkonflik tidak mau
melakukan kerjasama atau network untuk menyelesaikan konflik di
kawasan pasar Klewer ini. HPPK dan HPTPPK lebih cenderung untuk
menyerahkan semua penyelesaian konflik ini kepada Pemerintah Kota
Surakarta. Mereka menganggap bahwa Pemkot Surakartalah yang
paling bertanggungjawab dan dapat menyelesaikan konflik ini. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Bapak Kusbani, yaitu:
“yang dapat menyelesaikan konflik ini Walikota, harus, harus
berani. Makanya kan saya minta keberanian Walikota seperti apa.
Selain itu, saya juga minta ketegasan Pemerintah dalam
penegakan aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada
perda, sudah ada kesepakatan, itu tinggal...umpamanya taman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
parkir, ketegasan UPTD Parkirnya apa? UPTD Parkir bagaimana
menertibkan mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya
harus di luar taman parkir.” (wawancara 2 Agustus 2012)
Sedangkan PKL bermobil lebih memilih untuk bersikap acuh dan
beranggapan bahwa mereka tidak mengganggu aktivitas pedagang
pasar. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Batik Najwa yang
mengatakan bahwa:
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang
mbak nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari
Surabaya. Kalo di dalem kan gak mungkin ketemu orang-orang
dari luar kota kan ndak, kayak jemput bola gitu lho mbak, malah
pada ngoyak ke sini. Kan kita gak usah ngirim ke luar nanti kan
lama-kelamaan tahu nomer hp saya kan nanti langsung dikirim.
Kalo sudah transfer baru dikirim barangnya, kalo di sana kan
orang solonya aja. Kalo di luar kan banyak yang beli, yang
belanja dari luar kan banyak mbak. Yang protes sih tetep ada,
yang protes terutama dari dalem. Ya kita secara kepala dingin aja,
ndak usah marah-marah, saya juga memaklumi dari sana, kita
harus mengambil sikap yang bijak. Dilihat, kalo sini gak jualan
kan orang-orang pasti larinya ke sana tapi kan setelah ada yang
jualan di sini kan orangnya ndak langsung ke sana, ke sini dulu.
Masalahnya sih mungkin harga, padahal harganya sama, gak
dibedain, misal di sini 1 juta di sana juga 1 juta. Cuma sana punya
pikiran sendiri mungkin barangkali, harganya di sini lebih murah
padahal ndak, 1.100.000 ya tetep 1.100.000, kita ndak beda-
bedain konsumen. Masalahe kasihan sono ik yo.” (wawancara 17
September 2012)
d. Interaksi human capital & sumber daya organisasi
Penerapan resolusi konflik berbasis community governance juga
bergantung pada interaksi human capital dan sumber daya organisasi.
Untuk dapat melakukan pendekatan community governance, anggota-
anggota organisasi perlu berinteraksi dan saling berkomunikasi.
Komunikasi ini diperlukan agar informasi yang ada di dalam organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dapat segera tersampaikan kepada anggota-anggota organisasi. Selain
itu, dengan adanya komunikasi dan aliran informasi yang lancar,
anggota-anggota organisasi apat bergerak cepat dalam memberikan
masukan maupun saran dalam menghadapi masalah organisasi.
Untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh
organisasi, peran serta anggota sangat dibutuhkan. Inilah yang disadari
oleh komunitas pedagang pasar Cinderamata atau masyarakat lebih
mengenal sebagai HPTPPK. HPTPPK sadar betul akan pentingnya
peran serta dari anggota-anggota organisasi. Untuk itu, HPTPPK
membuka kesempatan bagi para anggotanya untuk ikut berpartisispasi
dalam menyelesaiakan konflik dengan PKL bermobil. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari perwakilan HPTPPK, Ahmad Fathoni:
“HPTPPK juga melibatkan anggotanya dalam menyelesaikan
berbagai konflik yang dihadapi. Jadi biasanya begini, salah satu
contoh rapat anggota, rapat paguyuban itu biasane pengurus
melakukan rapat internal pengurus kemudian dari masukan-
masukan pengurus-pengurus ini itu mengundang beberapa
perwakilan pedagang terkait apa yang menjadi persoalan. Kayak
kasus, seumpama...ini sudah mulai bersuara ini temen-temen
pedagang, sudah banyak yang masuk ke saya supaya ada tindakan
dari saya, dari pengurus gitu lho. Tapi saya ngomong ke mereka,
“kondisi kita itu sangat memprihatinkan, ketua paguyubannya
tidak eksis, sekarang sedang bulan puasa, kalo kita kontroversial,
bentrok, dsb itu kan resikonya lebih tinggi. Akhirnya memang
saya ngerem gitu lho mbak, ini sudah banyak yang bersuara. “lik
carane koyo ngene iki sing dodol ra payu, dsb”. Itu kan salah satu
bentuk protes mereka sebenarnya, dan mereka minta untuk segera
ditindaklanjuti. Tapi harus bagaimana kami melakukan hal itu
gitu lho. Nanti kalo sudah ada suara-suara seperti ini, kami
mencoba kontak dengan ketua, “pak, udah kaya gini ini
gimana???” “udah pak Fathoni buat undangan, nanti kita
rapatkan”. Ini dalam waktu dekat, insyaAllah kami akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
melakukan acara buka bersama besar-besaran.” (wawancara 1
Agustus 2012)
Terkait dengan peran anggota dari HPTPPK sendiri dalam
persoalannya dengan PKL bermobil, anggota organisasi sudah
menyampaikan pendapat maupun kritik-kritiknya kepada pengurus
HPTPPK sendiri. Di dalam menyuarakan aspirasinya, anggota
organisasi langsung menyampaikan pendapat atau masukan-masukan
kepada pengurus, baik melalui rapat maupun ketika sedang kumpul-
kumpul di depan kios. Anggota organisasi tidak perlu membuat
proposal atau tidak perlu berhadapan dengan sistem yang birokratis
ketika mereka akan menyampaikan pendapat. Mereka tinggal datang ke
pengurus HPTPPK atau langsung menemui Bapak Ahmad Fathoni
selaku Sekertaris HPTPPK dan mengungkapkan apa yang menjadi
perhatian dan menjadi bebannya saat itu. Anggota organisasi juga
dilibatkan ketika HPTPPK menyuarakan dan meminta keadilan kepada
Pemerintah Kota Surakarta dengan melakukan demo dan tidak
membayar retribusi kepada Pemkot Surakarta. Hal ini dilakukan agar
Pemkot Surakarta mau mendengarkan aspirasi dari pedagang
Cinderamata. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bapak Ahmad
Fathoni yaitu:
“Peran anggota itu biasane yo mereka hanya menyampaikan
„gendu-gendu rasa‟ atau perasaan-perasaan tidak puas kepada
kami. Yang menindaklanjuti yo kami, kecuali ketika mereka
dilibatkan dengan cara demo. Terkait dengan ide-ide dari anggota,
ide-ide dari anggota, salah satunya ide dan informasi ya yang
paling penting. Sebenarnya kan saya kalo tiap hari gak liat tho,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tapi kadang-kadang ada masukan dari pedagang, “pak, kui kok
isih dodolan ngono kui kie piye?”. Itu kan salah satu
informasinya. Ya informan lah informan, nanti secara fisik kami
libatkan untuk demo, seperti itu. Trus kemudian, saya
memerintahkan mereka untuk tidak membayar retribusi, itu kan
keterlibatan mereka juga. Pernah kalo seandainya saya minta gak
usah bayar retribusi, yang gak bayar saya tok kan gak mungkin,
tidak direspon. Tapi nek kita lakukan bareng-bareng, pemerintah
kota akan berpikir, “waduh, jumlahe sakmono akehe ra mbayar
retribusi kabeh yo modar nho”, kan gitu. Akhirnya dengan
melibatkan mereka secara bareng-bareng itu direspon, kelihatan
ada power.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Kesempatan juga diberikan oleh pengurus HPPK kepada anggota
organisasi untuk ikut turun tangan dalam menghadapi berbagai
persoalan yang dihadapi organisasi, termasuk permasalahan dengan
PKL bermobil. Pengurus HPPK memberikan informasi terkait masalah-
masalah yang sedang dihadapi organisasi di dalam pertemuan
pedagang. Kemudian pengurus memberikan kesempatan kepada
anggota untuk memberikan masukan dan saran, masukan dan saran
tersebut ditampung untuk selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam
menyelesaikan masalah organisasi. Di dalam komunitas ini, keputusan
yang melibatkan banyak orang dan merupakan masalah yang serius
maka HPPK akan mengadakan musayawarah dengan anggota-anggota
organisasi. Hal ini seperti yang diungkapkan Bapak Kusbani:
“ya kalau masalah internal, kami selesaikan di internal. Kalau
eksternal, kita permasalahan apa baru nanti kita...kalau masalah
Klewer, ke eksternalnya kan gak ada permasalahan yang berarti
bisa dikatakan gak ada masalah. Masalah anggota dilibatkan atau
tidak, pertama kan kita menginformasikan, kita adakan pertemuan
dengan anggota organisasi yang namanya pertemuan pedagang.
Di situ kita informasikan dulu, lha itu menyerap kemauan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pedagang seperti apa. Keputusan ada di tangan anggota,
pedagang. Bisa dibilang ini musyawarah. Ada permasalahan yang
harus kita angkat ke musyawarah, ada juga masalah yang harus
kita selesaikan hanya di perwakilan kepengurusan tersebut. Peran
anggota ya bisa ke kritik, ke ide bisa, ke penyelesaian
permasalahan, memberikan masukan.” (wawancara 2 Agustus
2012)
Untuk menyelesaiakan berbagai persoalan yang dihadapi, HPPK
lebih mengutamakan musyawarah. Untuk itulah, HPPK sering
mengadakan rapat, baik rapat umum anggota, rapat umum anggota luar
biasa, rapat presidium maupun rapat-rapat yang lain. Hal ini juga telah
diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HPPK
yang telah disahkan pada 23 Februari lalu. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Bapak Kusbani:
“kalo rapat yang dilakukan pengurus harian itu seminggu sekali,
kalo pengurus inti itu satu bulan sekali dan kalau semua pengurus
3 bulan sekali. Pengurus harian itu kan sekertaris, bendahara dan
ketua trus yang kepengurusan inti kan yang membawahi bidang-
bidang, nanti kalau sudah bidang-bidang kan lalu sub bidang.
Yang kita bicarakan dalam rapat itu kan pertama, permasalahan
yang ada; kedua, kondisi organisasi ini dan ketiga, permasalahan
ke eksternal, bagaimana dan apa yang harus kita lakukan.”
(wawancara 2 Agustus 2012)
Sumber daya organisasi selain sumber daya manusia (SDM) juga
diperlukan untuk mendukung pendekatan community governance.
Sumber daya non-manusia diperlukan agar organisasi dapat membiayai
kegiatan maupun aktivitasnya sendiri atau dapat dikatakan bahwa
organisasi dapat mengorganisasi dirinya sendiri. Di lingkungan pasar
Cinderamata sendiri, pengurus HPTPPK melakukan pengelolaan
terhadap MCK dan melakukan pengelolaan terhadap kios yang akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dikontrakkan. Dengan adanya pengelolaan yang dilakukan oleh
pengurus HPTPPK sendiri tersebut, maka himpunan ini dapat
membiayai berbagai kegiatan yang dilakukan. Pernyataan tersebut
disampaikan oleh Bapak Ahmad Fathoni:
“Terkait dengan pengelolaan uang himpunan juga alhamdulillah
punya beberapa sumber keuangan, diantaranya kami juga
mengelola MCK (mandi, cuci, kakus), kami juga mengelola kios
yang dikontrakkan. Nah, uang ini juga dikelola oleh paguyuban
secara transparan tetapi uangnya ada di bendahara. Terkait dengan
penggunaan uang ini, yo tadi untuk kepentingan himpunan dan
pedagang. Kayak, seumpama contoh, besok mau ada acara buka
bersama yo sumbernya dari uang itu. Cuma yang jadi persoalan,
kan kita sudah, tadi kan saya sudah ngomong, kami masa kerja
kami kan sudah habis, seharusnya kalo masa kerja sudah habis
kan melakukan laporan pertanggungjawaban kepada anggota,
kepada pedagang kemudian terjadilah sebuah pergantian
pengurus, kan gitu?? Lah, ini belum ditempuh. Pergantian
pengurus terjadi 3 tahun sekali, disebutkan dalam AD/ART.
Ketika terjadi pemilihan pengurus, yang memilih adalah anggota
dalam hal ini adalah pedagang.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Sedangkan di dalam HPPK sendiri, sumber pendanaan sudah jelas
diatur dalam AD/ART HPPK. Di dalam Anggaran Dasar HPPK yaitu
pasal 13, pembiayaan himpunan didapat dari iuran anggota dan bantuan
serta usaha-usaha lain yang sah serta bersifat tidak mengikat.
Sedangkan dalam pasal 7 dari Anggaran Rumah Tangga HPPK telah
dituliskan bahwa setiap anggota berkewajiban membayar uang iuran
setiap bulan dan uang iuran yang terkait dengan kebijakan yang
ditentukan berdasarkan kesepakatan dan persetujuan anggota himpunan.
Seluruh iuran dan pembiayaan himpunan ini nantinya akan digunakan
untuk kepentingan anggota organisasi dan akan dikembalikan kepada
anggota organisasi melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
himpunan. Sebagai contoh, ketika bulan ramadhan, pengurus akan
mengadakan buka bersama dan ketika Hari Raya Idul Fitri, pengurus
akan mengadakan halal bi halal diantara anggota organisasi. Semua
dana yang digunakan untuk mengadakan acara ini berasal dari iuran
anggota HPPK.
Di kalangan PKL bermobil sendiri, interaksi human capital juga
diperlukan agar informasi yang ada di dalam maupun di luar komunitas
dapat segera tersampaikan ke PKL-PKL bermobil. Interaksi yang
terjalin diantara PKL bermobil tidak dilakukan searah, mereka saling
bertukar informasi baik tentang konsumen atau pembeli, kebijakan-
kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta maupun
masalah-masalah yang lain. Dalam memberikan informasi, mereka
saling terbuka dan dilakukan tanpa menggunakan sistem yang
birokratis. Ketika ada salah seorang PKL yang mempunyai informasi,
dia akan memberitahukan teman-teman sesama PKL mengenai
informasi yang ia ketahui. Contohnya, ketika Pemkot Surakarta dalam
hal ini Satpol PP, DPP dan UPTD Perparkiran Kota Surakarta bersama
dengan satpam pasar melakukan penertiban rutin terhadap PKL
bermobil. Ketika penertiban tersebut, PKL bermobil saling memberikan
informasi sehingga mereka dapat segera menutup dagangan mereka dan
terhindar dari penertiban tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Gambar 4.9
Aktivitas PKL bermobil di Alun-alun Utara
Dan apabila PKL bermobil menghadapi suatu masalah, seperti
masalah dengan pedagang di kawasan pasar Klewer, mereka akan
saling memberikan masukan mengenai apa yang sebaiknya mereka
lakukan. Mereka akan berdiskusi untuk mengambil tindakan atau
keputusan apa yang harus mereka ambil untuk menangani masalah
tersebut. PKL bermobil tidak memiliki sumber pendanaan yang
memang khusus disediakan untuk kepentingan mereka bersama. Karena
mereka berdiri sendiri-sendiri, maka sumber pendanaan yang mereka
miliki juga digunakan untuk keperluan mereka sendiri.
e. Distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah free-rider
Untuk menghadapi konflik yang terjadi di kawaan pasar Klewer
ini, setiap organisasi membutuhkan distribusi informasi yang lancar.
Distribusi informasi dan adanya komunikasi yang terbuka dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
membantu penerapan resolusi konflik berbasis community governance.
Komunikasi yang terbuka dan lancar serta tidak birokratis
menyebabkan aliran informasi yang ada dalam organisasi menjadi cepat
dan tidak berbelit-belit. Informasi sangat dibutuhkan karena dengan
adanya informasi, anggota maupun pengurus organisasi dapat segera
mengtahui jika di dalam organisasi tersebut ada masalah yang harus
segera diselesaikan.
Hal yang sama juga terjadi di lingkungan pasar Cinderamata, di
lingkungan ini komunikasi dan aliran informasi sangat terbuka dan
dapat diakses oleh siapa saja. Dengan adanya komunikasi yang tidak
birokratis menybabkan anggota dari HPTPPK ini merasa nyaman ketika
menyampaikan aspirasi, masukan maupun kritik kepada pengurus
himpunan. Komunikasi yang terbuka ini juga mengakibatkan
ketersediaan informasi yang ada di lingkungan pasar Cinderamata ini
menjadi lancar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sekertaris HPTPPK:
“ketersediaan informasi di sini sangat bagus sebenernya karena di
sini kan tidak berlaku protokoler ya, tidak birokratif lah. Saya
pengurus kemudian di sebelah saya pedagang biasa, kan biasane
dalam obrolan biasa saja kadang-kadang ada persoalan yang
muncul, mereka menyampaikan. Jadi komunikasi itu terjalin
sangat baik karena memang keadaan kami kebetulan memang
satu lokasi, satu kepentingan, tidak harus mereka datang ke kantor
dengan membawa surat resmi, proposal dan mengajukan minta
pendampingan kan endak. Biasane hanya „gendu-gendu rasa‟
ketika kami mengobrol, pasar sepi, “kok masalahe ngene-ngene
yow”, “yowis nak nu ngko tak hubungi ketuaku ben bisa
menyelesaikan persoalan ini”. Ini yang terkahir itu, ada jual-beli
kios yang pesoalane sudah sampai tingkat DPP karena ada 2
orang pedagang yang akan tersingkir gara2 jual-beli kios itu
monopoli. Ada 4 kios, 4 orang ini, 4 kios ini kan dihuni oleh 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
orang, masing-masing itu dia ngontrak. Katakan pemilik kios itu
saya, kemudian saya kontrakan ke jenengan, nah jenengan niku
ngontrake lagi, semua ini ngontrak semua. Kebetulan saya itu
mau tak jual, lah ketika mau tak jual itu, saya hanya menjual ke
jenengan, 3 orang ini tidak saya kasih kesempatan untuk beli. Itu
kan monopoli. Ini persoalannya sudah besar, sudah sampai tingkat
DPP bahkan kemungkinan hari ini ada rapat nyelesaikan itu. Itu
salah satunya. Nah itu, pedagang yang bersangkutan itu kan
mendatangi kami, “pak, kami punya persoalan seperti ini, mohon
nanti ditindaklanjuti”. “oh, ya”. Ketika saya sebagai pengurus,
saya komunikasi dengan pihak di DPP untuk supaya
menyelesaikan persoalan ini. Ya, ya kayak gitu lah,
pendampingan-pendampingan yang sifatnya tidak terlalu rumit,
tidak protokoler.”( wawancara 1 Agustus 2012)
Tidak terlalu beda dengan HPTPPK, HPPK juga menjamin
ketersediaan informasi di kalangan anggota organisasinya. Di
lingkungan pasar Klewer ini, anggota maupun pengurus organisasi
saling memberikan informasi. Informasi-informasi yang terkait dengan
persoalan yang sedang dihadapi oleh HPPK ini akan dijadikan pedoman
untuk melakukan tindakan. Bapak Kusbani yang merupakan Humas
dari HPPK mengungkapkan:
“saling memberikan informasi, pedagang memberikan informasi
permasalahan yang ada di lapangan, kita mengakomodir
bagaimana kita harus menyelesaikan, kita kerjasama dengan
pengurus untuk mengambil suatu tindakan. Kalo ke eksternal,
dengan otomatis kita kerjasama dengan Pemerintah Kota. Dan
apabila pedagang mempunyai keluhan atau ide-ide nanti bisa
datang langsung ke kantor HPPK untuk memberikan informasi
masalah/informasi yang lain.” (wawancara 2 Agustus 2012)
Informasi yang terbuka dan dapat diakses siapa saja menjamin
adanya transparansi di dalam organisasi. Transparansi atau keterbukaan
inilah yang dianut oleh HPPK dalam melakukan kegiatan atau
aktivitasnya sehari-hari. Semua informasi terkait masalah yang sedang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dihadapi organisasi maupun terkait masalah keuangan, semua terbuka
dan dipertanggungjawabkan pada rapat yang dihadiri oleh semua
pengurus dan anggota dari HPPK. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari
Bapak Kusbani:
“semuanya keterbukaan, keterbukaan masalah/semua informasi
tanpa adanya...inikan HPPK dari pedagang untuk pedagang dan
tidak ada yang ditutup-tututpi. Kalau masalah transparansi
keuangan, kita kan ada laporan tiap bulanan, triwulan itu kan ada
laporannya dan kita beritahukan ke semua pedagang. Semua
keluar/masuknya uang itu, kita informasikan ke pedagang sampai
ke saldonya juga kita informasikan. Kalo masalah informasi yang
lain, tadi kita ada beberapa tahapan, ada yang saat kita rapat,
musyawarah atau bisa pada saat kita umumkan menggunakan
informasi melalui radio gapuro.” (wawancara 2 Agustus 2012)
Sedangkan upaya yang dilakukan oleh HPTPPK sendiri untuk
menjamin ketersediaan informasi bagi anggota-anggota organisasi
dilakukan dengan cara melakukan sosialisasi. Sosialisasi yang
dilakukan oleh HPPK ini terkait peraturan-peraturan baru dari Pemkot
Surakarta. Sosialisasi yang dilakukan oleh pengurus HPTPPK ini
bertujuan agar pedagang pasar Cinderamata tidak buta peraturan dan
selalu update dengan Perda-perda baru dari Pemkot Surakarta. Hal ini
seperti diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni yaitu:
“pengurus melakukan sosialisasi, diantaranya tentang peraturan
Perda. Jadi biasanya nanti, komunikasi Pemerintah Kota lewat
DPP kalo ada perda baru, kayak ini yang terbaru itu DPP
membuat Perda No. 1 Tahun 2010, itukan sudah ditetapkan
menjadi perda baru. Lah, untuk sampai ke pedagang, DPP
mengundang himpunan, pedagang, paguyuban ini untuk diajak
bersama melakukan sosialisasi Perda. Lewat paguyuban ini,
paguyuban menyampaikan kepada temen-temen pedagang yang
lain bahwa sekarang ada perda baru, perdanya kayak gini, kayak
gini. Kemudian terkait dengan peningkatan kualitas pedagang,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
pedagang psr tradisional itu kan pada dasarnya melakukan
transaksi administrasi, transaksi yang lain secara tradisional, tidak
modern tidak profesional. Ini ada upaya dari pemerintah kota biar
pedagang itu bisa melakukan transaksi secara profesional, kami
dilatih, kami didiklat tentang manajemen keuangan, tentang
manajemen penataan. Itu kami didiklat, tapi didiklat itu biasane
perwakilan dari paguyuban dan perwakilan dari pedagang. Lha
informasi itu kan masuknya lewat paguyuban.”( wawancara 1
Agustus 2012)
Selain itu, transparansi yang dilakukan HPTPPK terkait masalah
keuangan juga sangat terbuka. Pengurus himpunan akan selalu
menginformasikan persoalan apapun kepada para anggota himpunan.
Hal ini dilakukan agar terbentuk kepercayaan antara pengurus dan
anggota HPTPPK. Hal ini sesuai dengan pendapat Sekertaris HPTPPK:
“biasane transparansi itu terkait dengan pengelolaan keuangan.
Nek informasi, kami juga sangat terbuka, kalo ada persoalan
apapun, kami selalu sampaikan ke pedagang. Lha seumpama ada
sosialisasi dari DPP terkait dengan Perda yang baru, kami juga
sampaikan ke sana. Terkait dengan pengelolaan uang himpunan
juga alhamdulillah punya beberapa sumber keuangan, diantaranya
kami juga mengelola MCK (mandi, cuci, kakus), kami juga
mengelola kios yang dikontrakkan. Nah, uang ini juga dikelola
oleh paguyuban secara transparan tetapi uangnya ada di
bendahara. Terkait dengan penggunaan uang ini, yo tadi untuk
kepentingan himpunan dan pedagang juga. Kayak, seumpama
contoh, besok mau ada acara buka bersama yo sumbernya uang
itu. Kami tidak pernah menghimpun uang dari pedagang, seperti
iuran gitu, gak pernah”( wawancara 1 Agustus 2012)
Komunikasi yang terbuka dan adanya aliran informasi yang
lancar dan cepat juga ada di dalam komunitas PKL bermobil. Ini
terbukti ketika penulis melakukan wawancara dan observasi di
lingkungan PKL. Dalam melakukan wawancara dan observasi ini,
penulis mendapati bahwa di lingkungan PKL bermobil ini tercipta
komunikasi yang baik antar PKL yang satu dengan PKL bermobil yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
lain. Mereka saling memberikan informasi terkait berbagai hal yang
sedang terjadi di kawasan tersebut. Hal ini seperti yang dialami oleh
penulis, ketika penulis sedang melakukan observasi dan wawancara
pada tanggal 17 September lalu. Saat itu, penulis sedang mewawancarai
salah satu perwakilan PKL yang berasal dari Pekalongan yaitu Batik
Najwa dan ketika penulis akan melakukan wawancara pada tanggal 20
September dengan informan yang berbeda, penulis mendapati banyak
PKL yang sudah mengetahui kalau penulis sedang melakukan
penelitian terkait konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di
kawasan pasar Klewer sehingga banyak PKL bermobil yang kemudian
tidak mau diwawancarai. Hal ini membuktikan bahwa, kesediaan untuk
berbagi informasi dan keterbukaan komunikasi juga dilakukan oleh
PKL bermobil.
Dari pemaparan mengenai aspek-aspek penerapan resolusi konflik
berbasis community governance di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
beberapa aspek yang belum sepenuhnya diterapkan oleh HPPK, HPTPPK
maupun PKL bermobil. Aspek-aspek tersebut adalah aspek tentang
kemauan belajar dari organisasi dan aspek mengenai bekerja dalam
network (social capital). Sedangkan aspek mengenai proses informal
sosial, aspek tentang interaksi human capital & sumber daya organisasi
serta aspek mengenai distribusi intelegensia dalam mengatasi masalah
free-rider sudah dapat diterapkan dan dilakukan, baik oleh komunitas PKL
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
bermobil, HPPK maupun HPTPPK. Meski demikian, resolusi konflik
berbasis community governance belum dapat diterapkan dalam
penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Hal ini bukan dikarenakan
unsur-unsur community governance yang gagal diterapkan tetapi karena
masing-masing pihak yang berkonflik memang tidak mau menyelesaikan
konflik ini dengan cara negosiasi dan bekerjasama untuk mendapatkan
kesepakatan bersama. HPPK dan HPTPPK mempunyai prinsip bahwa
PKL bermobil sudah melanggar banyak peraturan dan mereka harus
disterilkan dan ditertibkan. HPPK dan HPTPPK tidak mau bekerjasama
dan bernegosiasi dengan orang yang telah melanggar peraturan.
Sedangkan dari komunitas PKL bermobil sendiri, mereka tidak mau
menyelesaikan konflik ini secara bersama-sama karena mereka merasa
tidak merugikan pedagang pasar dan mereka menganggap bahwa konflik
yang terjadi di kawasan pasar Klewer bukanlah tanggungjawab mereka.
Hal inilah yang menyebabkan win-win solutions tidak dapat tercipta.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka penerapan resolusi konflik
berbasis community governance yang dapat menghasilkan solusi konflik
yang bersifat win-win solutions tidak dapat digunakan dalam penyelesaian
konflik di kawasan pasar Klewer. Sedangkan resolusi konflik yang benar-
benar ada dan sedang terjadi di kawasan pasar Klewer adalah resolusi
konflik dengan menggunakan metode win-lose approach. Berdasarkan
metode ini, PKL bermobil adalah pihak yang dilemahkan sedangkan
HPPK dan HPTPPK merupakan pihak yang menang. Hal ini karena HPPK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan HPTPPK mempunyai sumber daya dan didukung oleh pihak-pihak
yang memiliki kekuasaan, seperti Papatsuta, Pemerintah Kota Surakarta
dan juga DPRD Kota Surakarta. HPPK dan HPTPPK juga mendapatkan
perlindungan langsung dari Pemkot Surakarta karena pedagang pasar
Klewer maupun pedagang pasar Cinderamata merupakan tanggung jawab
dari Pemkot Surakarta sehingga mereka harus dilindungi. Selain itu,
kawasan pasar Klewer merupakan kawasan yang memang diperuntukkan
bagi pedagang pasar Klewer maupun pasar Cinderamata. Sedangkan PKL
bermobil yang notabene merupakan distributor yang berasal dari luar kota
Surakarta tidak memiliki power atau kekuasaan sehingga dia dipaksa
untuk menyerah dan dianggap sebagai pihak yang kalah. PKL bermobil
merupakan pihak yang sengaja dilemahkan karena PKL bermobil dianggap
sebagai tamu. Karena hal itulah, PKL bermobil harus mematuhi peraturan-
peraturan yang ada dan berlaku di kota Surakarta khususnya di kawasan
pasar Klewer apabila mereka tetap mau berdagang di kawasan pasar
Klewer.
Dengan menggunakan metode win-lose approach ini, strategi
yang digunakan adalah dengan memaksa pihak lain dalam hal ini adalah
PKL bermobil untuk menyerah. Strategi yang digunakan diantaranya
adalah penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta, pemasangan
spanduk dan pemberian surat edaran yang berisi himbauan dan larangan
bagi PKL bermobil untuk berjualan. Selain itu, adanya power yang
dimiliki HPPK dan HPTPPK membuat mereka berani untuk melakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sweeping dan embargo kepada PKL bermobil. Tindakan yang dilakukan
oleh HPPK dan HPTPPK ini tidak mungkin akan disalahkan oleh Pemkot
Surakarta karena Pemkot Surakarta lebih berpihak kepada HPPK dan juga
HPTPPK. PKL bermobil yang memang tidak memiliki power dan tidak
ada pihak yang dapat membela dan melindungi mereka, hanya dapat
menerima segala konsekuensi yang ada dan tidak dapat melakukan banyak
hal. Itulah sebabnya, PKL bermobil lebih memilih untuk “kucing-
kucingan” dalam melakukan transaksi jual-beli di kawasan pasar Klewer.
Selain karena terdapat dua unsur dari community governance
yang belum mampu diterapkan secara maksimal oleh HPPK, HPTPPK
maupun PKL bermobil, terdapat beberapa faktor yang juga menjadi
penghambat penerapan resolusi konflik berbasis community governance
dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Faktor-faktor
penghambat ini akan dibahas pada sub bab selanjutnya.
3. Faktor-faktor Penghambat dalam Penerapan Resolusi Konflik-
Community Governance
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa resolusi konflik berbasis
community governance belum dapat dilaksanakan dalam penyelesaian
konflik antara PKL bermobil dengan pedagang di kawasan pasar Klewer.
Banyak faktor yang mempengaruhi gagalnya suatu komunitas/organisasi
dalam menyelesaikan isu-isu sosial maupun ekonomi seperti halnya pasar
dan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Bowles & Gintis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
(2002, 427-428), yang menyebutkan bahwa kegagalan komunitas ini dapat
dikarenakan oleh beberapa faktor, yaitu: (1) adanya keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas; (2) kurangnya kerjasama
berbagi dalam informasi, peralatan dan keahlian-keahlian yang dimiliki
melalui networks; dan (3) kegagalan komunitas akibat kecenderungan
anggota organisasi yang lebih suka mengelompok.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, faktor-faktor yang
mempengaruhi kegagalan resolusi konflik berbasis community governance
dalam peyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer adalah sebagai
berikut: pertama, keengganan dari pihak-pihak yang berkonflik sendiri
untuk menyelesaiakan masalah ini dengan cara negosiasi dan saling
bekerjasama untuk menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima kedua
belah pihak. Seperti yang diutarakan di atas tadi bahwa menurut HPPK
maupun HPTPPK, PKL bermobil harus ditertibkan, harus disterilkan dan
tidak ada kesepakatan bagi yang melakukan pelanggaran. Ini sesuai
dengan pendapat dari Bapak Ahmad Fathoni, yaitu:
“tidak ada kesepakatan untuk hal yang melanggar aturan. Mereka
kan melanggar aturan, aturan yang dilanggar itu Perda No 1 Tahun
2010 tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional. Yang
kedua, Perda No 7 Tahun 2004 tentang penyelenggaraan tempat
khusus parkir, kemudian Undang-undang No 22 Tahun 2009
tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Sekarang tinggal bagaimana
Pemkot Surakarta, DPP, UPTD Parkir dan Satpol PP menertibkan
mereka.” (wawancara 1 Agustus 2012)
Sedangkan dari pihak PKL bermobil sendiri terkesan tidak
memperdulikan pedagang pasar Klewer maupun pedagang pasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
Cinderamata yang merasa dirugikan atas keberadaan PKL bermobil
sendiri. Mereka terkesan acuh dan membiarkan konflik ini terjadi terus-
menerus. Mereka beranggapan bahwa mereka tidak mengganggu pedagang
pasar dan mereka tidak bertanggungjawab terhadap konflik yang sedang
terjadi di kawasan pasar Klewer ini. Hal ini seperti yang diungapkan oleh
perwakilan Batik Najwa yang merupakan PKL bermobil:
“ndak, ndak, ndak pernah ambil pusing ngono ora. Kan pancen
pengen dodol tok ning kene, kan banyak mbak, kan gampang mbak
nemui wong/pedagang dari luar seperti dari Bali, dari Surabaya.
Kalo di dalem kan gak mungkin ketemu orang-orang dari luar kota
kan ndak, kayak jemput bola gitu lho mbak, malah pada ngoyak ke
sini. Kan kita gak usah ngirim ke luar nanti kan lama-kelamaan
tahu nomer hp saya kan nanti langsung dikirim. Kalo sudah transfer
baru dikirim barangnya, kalo di sana kan orang solonya aja. Kalo di
luar kan banyak yang beli, yang belanja dari luar kan banyak mbak.
Yang protes sih tetep ada, yang protes terutama dari dalem. Ya kita
secara kepala dingin aja, ndak usah marah-marah, saya juga
memaklumi dari sana, kita harus mengambil sikap yang bijak.
Dilihat, kalo sini gak jualan kan orang-orang pasti larinya ke sana
tapi kan setelah ada yang jualan di sini kan orangnya ndak
langsung ke sana, ke sini dulu. Masalahnya sih mungkin harga,
padahal harganya sama, gak dibedain, misal di sini 1juta di sana
juga 1 juta. Cuma sana punya pikiran sendiri mungkin barangkali,
harganya di sini lebih murah padahal ndak, 1.100.000 ya tetep
1.100.000, kita ndak beda-bedain konsumen. Masalahe kasihan
sono ik yo.” (wawancara 17 September 2012)
Yang kedua adalah HPPK dan HPTPPK beranggapan bahwa yang
dapat menyelesaikan konflik adalah Pemkot Surakarta. Mereka
beranggapan bahwa Pemkot Surakarta yang dapat menyelesaikan
persoalan ini secara efektif dan efisien karena Pemkot Surakarta dirasa
memiliki power, kekuasaan dan sumber daya untuk dapat menyelesaikan
konflik tersebut. Menurut mereka, Pemkot Surakarta harus berani
melakukan penertiban dan berani memberikan sanksi sesuai dengan Perda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
yang ada. Mereka terkesan lebih mengandalkan penyelesaian konflik oleh
Pemkot Surakarta. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Bapak Kusbani:
“yang dapat menyelesaikan konflik ini walikota, harus, harus
berani. Makanya kan saya minta keberanian walikota seperti apa.
Selain itu, saya juga minta ketegasan Pemerintah dalam penegakan
aturan, perda-perda yang harus ditegakkan. Sudah ada perda, sudah
ada kesepakatan, itu tinggal...umpamanya taman parkir, ketegasan
UPTD Parkirnya apa???UPTD Parkir bagaimana menertibkan
mereka, kalo memang mobil itu untuk dagang ya harus di luar
taman parkir.” (wawancara 2 Agustus 2012)
Hal yang hampir sama juga dilontarkan oleh Bapak Ahmad Fathoni
selaku Sekertaris HPTPPK yang mengatakan bahwa:
“ya seharusnya penyelesaian yang efektif untuk menyelesaikan
PKL bermobil dengan pedagang pasar itu pemerintah melalui DPP.
Nah, kenapa seperti itu? Karena menurut Perda No. 1 Tahun 2010
tentang pengelolaan dan perlindungan pasar tradisional. Di dalam
Perda tsb kan disebutkan bahwa yang namanya transaksi jual-beli
kan harus di toko, yang namanya pedagang itu harus punya toko.
Jadi, maka diluar itu, mereka disebut pedagang ilegal, pedagang
ilegal itu ada dendanya, ada aturannya, mereka kan tidak boleh.”
(wawancara 1 Agustus 2012)
Selain kedua faktor tersebut, terdapat faktor yang ketiga. Di dalam
faktor ketiga ini terdapat hal-hal kecil yang mengakibatkan organisasi
tidak dapat melakukan kegiatannya secara maksimal. Hal inilah yang
dialami oleh HPTPPK dan HPPK. Berdasarkan hasil penelitian kemarin,
diketahui bahwa HPTPPK mengalami kekosongan ketua karena ketua dari
HPTPPK sendiri sedang vakum dan memilih menjadi pengurus dari
KPPK. Hal ini menyebabkan roda organisasi berjalan timpang karena
ketua organisasi yang merupakan penanggung jawab dari organisasi
tersebut tidak aktif di dalam organisasi. Hal ini menyebabkan organisasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
tidak bisa mengambil keputusan secara cepat sehingga posisi ketua
HPTPPK juga dirangkap oleh sekertaris HPTPPK. pendapat ini sesuai
dengan yang diungkapkan oleh Bapak Ahmad Fathoni:
“ketua HPTPPK itu sekarang menjadi pengurus KPPK, ketua kami
sibuk disana, kayak vakum gitu lho, akhir-akhir ini. Banyak
kebijakan-kebijakan yang langsung saya ambil alih.” (wawancara 1
Agustus 2012)
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, diketahui
bahwa periode kepengurusan HPTPPK sendiri sebenarnya sudah habis dan
belum ada pergantian kepengurusan. Hal ini juga merupakan buntut dari
adanya kekosongan ketua organisasi. Ini sesuai dengan pendapat dari
bapak Ahmad Fathoni:
“Cuma ini memang agak lama, jadi karena kesibukan ketua,
sebenarnya ini sudah habis masa kepengurusan yang lama maksud
saya memang harus sudah diganti. Tapi karena kesibukan beliau,
saya sudah ngomong bolak balik, “pak ini sudah saatnya pergantian
pengurus karena masa kerja kita menurut AD/ART sudah habis.”
Tapi beliau mengatakan, “nanti wae pak fathoni, ini saya sedang
sibuk di pasar Klewer.” Akhirnya roda organisasi itu berjalan
timpang, banyak kebijakan2 yang langsung saya ambil alih. Masa
kerja kami kan sebenarnya sudah habis, seharusnya kalo masa kerja
sudah habis kan melakukan laporan pertanggungjawaban kepada
anggota, kepada pedagang kemudian terjadilah sebuah pergantian
pengurus, kan gitu? Lah, ini belum ditempuh. Pergantian pengurus
terjadi 3 tahun sekali, disebutkan dalam AD/ART. Ketika terjadi
pemilihan pengurus, yang memilih adalah anggota dalam hal ini
adalah pedagang.”( wawancara 1 Agustus 2012)
HPPK atau Himpunan Pedagang Pasar Klewer juga mempunyai
masalah yang tidak kalah rumit. HPPK harus menghadapi KPPK atau
Komunitas Pedagang Pasar Klewer yang merupakan komunitas tandingan
yang sengaja dibuat oleh beberapa orang yang kecewa dengan HPPK.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
KPPK ini merupakan suatu bentuk kekecewaan yang dialami oleh
beberapa pengurus dan anggota HPPK dalam masa kepengurusan
sebelumnya. Mereka merasa dicurangi ketika pembentukan kepengurusan
HPPK yang baru sehingga orang-orang ini membuat komunitas baru yang
disebut dengan KPPK. Selain itu, HPPK juga harus berkonflik dengan
KPPK dalam masalah revitalisasi pasar Klewer. KPPK mempunyai
keinginan agar pasar Klewer segera direvitalisasi karena bangunan pasar
Klewer yang sekarang sudah tidak layak dan membahayakan bagi penjual
dan pembeli pasar Klewer. Sedangkan HPPK ingin tetap mempertahankan
bangunan pasar Klewer karena pasar Klewer merupakan cagar budaya
yang memang harus dilindungi. Hal-hal semacam ini juga membuat
pengurus HPPK tidak dapat cepat dan tidak maksimal dalam mengambil
keputusan tekait dengan PKL bermobil.
Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
menjadi penyebab gagalnya pendekatan community governance tidak
semuanya mengacu pada pendapat Bowles & Gintis. Hanya ada dua faktor
yang sesuai dengan pendapat dari Bowles & Gintis, yaitu adanya
keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas dan kegagalan
komunitas akibat kecenderungan anggota organisasi yang lebih suka
mengelompok. Keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas di sini adalah
keterbatasan komunitas dalam hal power dan kekuasaan. Komunitas PKL
bermobil, HPPK dan HPTPPK tidak memiliki power dan sumber
kekuasaan yang cukup untuk menyelesaikan konflik ini. Meskipun HPPK
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
dan HPTPPK didukung oleh Papatsuta, Pemkot Surakarta dan DPRD Kota
Surakarta akan tetapi HPPK dan HPTPPK tidak bisa berbuat banyak untuk
menghadapi PKL bermobil. Apabila HPPK dan HPTPPK langsung
berhadapan dengan PKL bermobil maka akan menimbulkan konflik
horisontal yang akan merugikan banyak pihak. HPPK dan HPTPPK hanya
bisa mendesak Pemkot Surakarta untuk segera menyelesaikan konflik ini.
Sedangkan komunitas PKL bermobil tidak memiliki power dan tidak ada
pihak-pihak yang memiliki sumber kekuasaan yang melindungi mereka.
Mereka hanya bisa pasrah apabila ditertibkan dan digusur oleh Pemkot
Surakarta. Keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas ini yang
menyebabkan HPPK dan HPTPPK menyerahkan semua penyelesaian
masalah ini kepada Pemerintah Kota Surakarta. Mereka menganggap
bahwa Pemkot Surakarta memiliki power, kekuasaan dan sumber daya
untuk memberikan jalan keluar terbaik.
Faktor kedua yang sesuai dengan pendapat dari Bowles dan Gintis
adalah kegagalan komunitas akibat kecenderungan anggota organisasi
yang lebih suka mengelompok. Hal ini dialami oleh HPPK yang anggota
organisasinya harus terpecah dengan adanya organisasi tandingan yaitu
KPPK atau Komunitas Pedagang Pasar Klewer. Dengan adanya organisasi
tandingan ini menyebabkan konsentrasi dan komitmen anggota organisasi
juga ikut terpecah. Jika hal ini dibiarkan maka organisasi baik itu HPPK
dan KPPK tidak akan bertahan lama karena anggota organisasi akan
dibingungkan oleh dualisme organisasi di dalam suatu wilayah yang sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
sehingga anggota organisasi tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap
organisasinya. Komunitas PKL bermobil juga sudah mengalami hal yang
sama. Tidak adanya komunitas resmi yang menaungi PKL bermobil
diakibatkan karena komunitas-komunitas yang dahulu menaungi
komunitas PKL bermobil yang berasal dari berbagai daerah pecah satu per
satu. Hal ini diakibatkan karena banyaknya komunitas di dalam PKL
bermobil, PKL bermobil yang berasal dari Pekalongan mendirikan
komunitas sendiri yaitu P4CS atau Paguyuban Pedagang Pekalongan Pasar
Cinderamata Surakarta, begitu pula komunitas PKL bermobil dari
Pemalang, Jepara dan Kusus, mereka juga memiliki komunitas sendiri-
sendiri. Akan tetapi, komunitas-komunitas tersebut akhirnya pecah
sehingga sampai sekarang tidak ada komunitas resmi yang menaungi
komunitas PKL bermobil. Pecahnya komunitas-komunitas di dalam PKL
bermobil dikarenakan komunitas-komunitas tersebut tidak dapat bertahan
akibat anggota komunitas yang sering berganti dan berubah yang
disebabkan karena penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta.
Penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Surakarta menyebabkan banyak
dari anggota komunitas PKL yang menjadi jera dan tidak ikut-ikutan
berjaulan.
Meskipun hanya ada dua faktor yang sesuai dengan teori dari
Bowles & Gintis yang memang benar-benar terjadi dan benar-benar
dialami oleh HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil tetapi terdapat
faktor utama yang menyebabkan gagalnya pendekatan community
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
governance dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer. Faktor
utama tersebut adalah prinsip yang dipegang teguh oleh masing-masing
pihak yang berkonflik untuk tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau
bekerjasama dalam mencari jalan keluar terbaik atau suatu pemecahan
masalah yang dapat diterima oleh kedua belah pihak melalui jalan
negosiasi dan saling berkomunikasi. Faktor-faktor inilah yang
menyebabkan resolusi konflik berbasis community governance tidak dapat
diterapkan dan digunakan untuk dapat menyelesaikan konflik antara PKL
bermobil dengan pedagang di kawasan Pasar Klewer.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Konflik di kawasan Pasar Klewer sudah terjadi sejak tahun 2003.
Konflik ini terjadi antara PKL bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan
pedagang pasar Cinderamata karena adanya perebutan sumber daya yang
terbatas yaitu konsumen/pembeli di kawasan pasar Klewer. Konflik ini terjadi
akibat PKL bermobil yang merupakan distributor barang juga ikut melayani
pembeli secara langsung di area parkir baik di lahar parkir pasar Cinderamata
maupun di Alun-alun Utara Kota Surakarta. Selain itu, keberadaan PKL
bermobil ini juga telah melakukan banyak pelanggaran, seperti pelanggaran
terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 2009, pelanggaran terhadap Perda
No. 7 Tahun 2004, pelanggaran terhadap Perda Kota Surakarta No. 3 Tahun
2008 dan pelanggaran terhadap Perda No. 1 Tahun 2010.
Terkait dengan penerapan resolusi konflik berbasis community
governance dalam penyelesaian konflik di kawasan pasar Klewer, pendekatan
ini tidak dapat dilaksanakan. Hal ini diakibatkan karena ada beberapa faktor
yang menyebabkan HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil gagal
dalam mengatasi konflik yang terjadi di kawasan Pasar Klewer. Resolusi
konflik yang saat ini digunakan dalam penyelesaian konflik di kawasan Pasar
Klewer adalah resolusi konflik dengan menggunakan metode win-lose
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
approach. Dengan digunakannya metode ini maka sudah pasti ada pihak yang
menang dan pihak yang kalah. Pihak yang menang adalah pedagang pasar di
kawasan pasar Klewer yang diwakili oleh HPPK dan HPTPPK, kedua
komunitas ini memiliki sumber daya dan didukung oleh pihak-pihak yang
memiliki kekuasaan seperti Papatsuta, Pemkot Surakarta dan DPRD Kota
Surakarta. Sedangkan pihak yang dilemahkan adalah komunitas PKL
bermobil karena komunitas ini tidak didukung dan dilindungi oleh pihak-
pihak yang memiliki kekuasaan sehingga PKL bermobil harus mematuhi
berbagai peraturan yang berlaku di kota Surakarta, khususnya di kawasan
pasar Klewer.
Gagalnya komunitas HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil
dalam mengatasi isu-isu sosial, yang salah satunya adalah konflik di kawasan
Pasar Klewer diakibatkan karena ada tiga faktor yang mempengaruhi. Dari
ketiga faktor tersebut, hanya ada dua faktor yang sesuai dengan teori dari
Bowles & Gintis. Faktor-faktor tersebut adalah faktor yang berkaitan dengan
keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas dan faktor terkait kecenderungan
anggota organisasi yang lebih suka mengelompok. Berikut merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi gagalnya pendekatan community governance
dalam menyelesaikan konflik di kawasan Pasar Klewer, yaitu:
1. Adanya prinsip yang dipegang teguh oleh masing-masing pihak yang
berkonflik untuk tidak mau bekerjasama. Mereka tidak mau bekerjasama
dalam mencari jalan keluar terbaik dan pemecahan masalah yang dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
diterima kedua belah pihak melalui jalan negosiasi dan saling
berkomunikasi.
2. Adanya keterbatasan yang dimiliki oleh komunitas yaitu keterbatasan
komunitas dalam hal power, kekuasaan dan sumber daya. Keterbatasan ini
menyebabkan HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL bermobil tidak dapat
berbuat banyak untuk menyelesaikan konflik ini secara efektif dan efisien.
Oleh karena itu, HPPK dan HPTPPK lebih menggantungkan dan
menyerahkan penyelesaian konflik pada Pemerintah Kota Surakarta.
Sedangkan PKL bermobil yang tidak mempunyai power dan tidak
dilindungi oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan hanya bisa pasrah
apabila ditertibkan dan digusur oleh Pemkot Surakarta.
3. Adanya kecenderungan anggota organisasi yang lebih suka mengelompok.
Hal ini dialami oleh HPPK yang anggota organisasinya harus terpecah
dengan adanya organisasi tandingan yaitu Komunitas Pedagang Pasar
Klewer (KPPK). Sedangkan komunitas resmi yang menaungi PKL
bermobil pecah satu per satu akibat banyaknya komunitas yang didirikan
oleh PKL bermobil. Banyaknya komunitas yang didirikan oleh PKL
bermobil menyebabkan mereka berdiri sendiri dan bukan menjadi satu
kesatuan utuh sehingga keputusan yang diambil oleh komunitas PKL yang
satu berbeda dengan keputusan yang diambil oleh komunitas PKL yang
lain. Hal ini dapat menyebabkan inefisiensi dalam pengambilan keputusan
serta dapat menimbulkan konflik diantara komunitas PKL bermobil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
B. SARAN
Saran yang penulis berikan terkait konflik yang terjadi antara PKL
bermobil dengan pedagang pasar Klewer dan pedagang pasar Cinderamata
adalah:
1. Konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sebenarnya dapat
diselesaikan menggunakan pendekatan community governance apabila
pihak-pihak yang berkonflik menyadari bahwa mereka mempunyai potensi
untuk menyelesaikan konflik dengan pendekatan ini. Pihak-pihak yang
berkonflik harus mau untuk saling berkomunkasi dan melakukan network
untuk bersama-sama mencari solusi terbaik. Pihak-pihak yang berkonflik
juga harus mau menurunkan ego masing-masing untuk mendapatkan solusi
yang dapat diterima oleh semua pihak atau terciptanya win-win solutions.
HPPK dan HPTPPK harus berusaha untuk memahami kondisi dan
kedudukan dari PKL bermobil yang memang mereka berada di kawasan
pasar Klewer untuk mencari nafkah sedangkan PKL bermobil harus
menyadari kedudukannya di kawasan pasar Klewer yaitu sebagai
distributor bukan pedagang resmi. HPPK, HPTPPK dan komunitas PKL
bermobil juga harus belajar dari berbagai pengalaman, baik dari
pengalaman yang mereka alami sendiri maupun dari pengalaman
komunitas lain. Dengan adanya proses belajar dari organisasi ini,
komunitas-komunitas yang sedang berkonflik ini dapat melakukan
evaluasi terhadap berbagai pengalaman tersebut untuk mengambil
pelajaran sehingga komunitas-komunitas mereka tidak terjebak dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
situasi dan kondisi yang sama serta dapat melakukan antisipasi untuk
menghadapi kondisi yang kompleks dan uncertain.
2. Konflik yang terjadi sejak tahun 2003 ini membutuhkan penanganan yang
serius agar konflik ini tidak menjadi konflik yang destruktif. Jika pihak-
pihak yang berkonflik tidak mau menyelesaikan masalah ini dengan
pendekatan community governance maka konflik ini sebenarnya dapat
diselesaikan menggunakan resolusi konflik berbasis kolaboratif
(collaborative governance). Pendekatan kolaboratif di sini dapat dilakukan
karena konflik yang terjadi di kawasan pasar Klewer ini sangat kompleks
dan konflik yang terjadi antar kelompok kepentingan ini bersifat laten dan
sulit diredam. Untuk itulah diperlukan kolaborasi antara pihak-pihak yang
berkonflik, baik itu PKL bermobil, HPPK maupun HPTPPK dengan
Pemerintah Kota Surakarta untuk berpartisipasi dalam melakukan
penertiban, pembinaan maupun pemberdayaan terhadap PKL bermobil.
Collaborative governance ini dilakukan oleh pihak-pihak yang berkonflik
dengan Pemkot Surakarta secara bersama-sama untuk mencari
penyelesaian konflik yang dapat diterima kedua belah pihak yang sedang
berkonflik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user