Buku Resolusi Konflik indendenden

79
PENGELOLAAN KONFIIK SUMBER DAYA HUTAN Materi Penyuluhan Kehutanan Seri : 9 /2012

description

dsada

Transcript of Buku Resolusi Konflik indendenden

Page 1: Buku Resolusi Konflik indendenden

PENGELOLAAN KONFIIKSUMBER DAYA HUTAN

Materi Penyuluhan Kehutanan

Seri : 9 /2012

Page 2: Buku Resolusi Konflik indendenden

ii

ISBN. 978-602-18530-9-2

Page 3: Buku Resolusi Konflik indendenden

KATA PENGANTAR

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan - RI Nomor : P.40/Menhut-II/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kehutanan, tercantum bahwa Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan (BP2SDMK) berkedudukan sebagai unsur pendukung dengan tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan SDM kehutanan dansalah satu fungsinya adalah penyiapan bahan materi penyuluhan kehutanan.

Penyiapan materi penyuluhan dilakukan dalam rangka membekali Penyuluh Kehutanan dengan berbagai informasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan kehutanan serta meningkatkan kompetensi yang bersangkutan.

Salah satu Materi Penyuluhan Kehutanan yang disusun dalam tahun 2012 adalah pengelolaan konflik sumber daya hutan. Buku ini disusun dengan mengambil bahan dari berbagai sumber antara lain dari Ditjen Bina Usaha Kehutanan CIFOR, serta pengalaman di beberapa tempat.Diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dan referensi sehingga pelaksanaan penyuluhan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak sehingga buku ini dapat tersusun.

Semoga bermanfaat.

Kepala Pusat,

Ir. Erni Mayana, MMNIP. 19580521 198403 2 001

iii

Page 4: Buku Resolusi Konflik indendenden
Page 5: Buku Resolusi Konflik indendenden

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

DAFTAR ISI ......................................................................................... V

DAFTAR GAMBAR & DAFTAR TABEL ...................................................... VII

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1A. Latar Belakang ................................................................... 1B. Ruang Lingkup ................................................................... 3C. Tujuan ............................................................................... 3D. Batasan Dan Pengertian ...................................................... 4

BAB II MEMAHAMI KONFLIK ................................................................ 6A. Pengertian Konflik .............................................................. 6B. Jenis Konflik ....................................................................... 7C. Penyebab Konflik ................................................................ 9D. Berbagai Pendekatan Pengelolaan Konflik ............................ 11

BAB III ANALISIS KONFLIK ................................................................... 14A. Prinsip-Prinsip .................................................................... 15B. Instrumen/Alat Analisis ....................................................... 17C. Isu-Isu Konflik Dan Analisis Akar Permasalahan .................... 18D. Mengidentifikasi Dan Menganalisis Para Pemangku

Kepentingan ....................................................................... 20

BAB IV STRATEGI PENGELOLAAN KONFLIK............................................ 26A. Pengertian Pengelolaan Konflik ............................................ 26B. Tujuan Pengelolaan Konflik ................................................. 26C. Pendekatan Dan Cara Pengelolaan Konflik ........................... 27D. Sistem Pengelolaan Konflik ................................................. 36E. Indikator Keberhasilan Pengelolaan Konflik .......................... 39

V

Halaman

Page 6: Buku Resolusi Konflik indendenden

VI

BAB V TEKNIK NEGOSIASI DAN MEDIASI DALAM PENGELOLAAN KONFLIK .................................................................................. 41A. Negosiasi ........................................................................... 41B. Mediasi .............................................................................. 48

BAB VI CONTOH PENGELOLAAN KONFLIK SUMBER DAYA HUTAN .......... 59A. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan

Produksi/Banten Mega Biodiversity (BMB) ............................ 61B. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan

Konservasi di TN Gunung Halimun-Salak .............................. 63C. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan

Lindung di Register 38 Lampung Timur................................. 67

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 71

Page 7: Buku Resolusi Konflik indendenden

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Sasaran Dan Perilaku Berbagai Macam Konflik ..................... 8

Gambar 2 Sumber Terjadinya Konflik .................................................. 10

Gambar 3 Respon Terhadap Berbagai Konflik ...................................... 12

Gambar 4 Berbagai Pendekatan Dalam Mengelola Konflik ..................... 27

Gambar 5 Rangkaian Pendekatan Pengelolaan Konflik ......................... 34

Gambar 6 “Peta Proses” Pengelolaan Konflik ........................................ 55

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Berbagai Alat/Instrumen Dalam Analisis Konflik .................... 17

Tabel 2 Rangkuman Berbagai Pendekantan Dalam Penyelesaian Konflik/Sengketa Di Indonesia ............................................. 30

Tabel 3 Jenis Konflik, Penyebab Dan Kemungkinan Intervensinya ...... 32

Tabel 4 Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Adat Dalam Pengeloalan Konflik ............................................................. 36

Tabel 5 Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Hukum Nasional Dalam Pengelolaan Konflik SDA ........................................... 37

Tabel 6 Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Pengelolaan Konflik Alternatif (ACM) Pada Pengelolaan SDA ............................... 39

VII

Halaman

Page 8: Buku Resolusi Konflik indendenden
Page 9: Buku Resolusi Konflik indendenden

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik dalam kehidupan manusia merupakan hal yang manusiawi, alami dan berpotensi terjadi setiap kali. Konflik terjadi bila ada ketidak-sepahaman atau pertentangan atas suatu obyek yang sama, ataupun memiliki sasaran-sasaran yang berbeda atas suatu obyek yang sama. Yang terpenting dari suatu konflik adalah ditemukannya keluaran atau solusi atas konflik tersebut.

Didalam pengurusan dan pengelolaan sumber daya hutan (SDH), konflik pun sering terjadi antar pemangku kepentingan baik karena pemahaman yang berbeda, sasaran yang berbeda, kepentingan-kepentingan yang berbeda atas keberadaan kawasan hutan dan hasil hutan, tetapi yang terpenting adalah bahwa tujuan utama pengurusan dan pengelolaan hutan adalah terwujudnya “Hutan Lestari dan Masyarakat Sejatera“.

Fenomena yang kita hadapi sekarang sebagai suatu realitas yang sedang dan akan kita hadapi yaitu adanya degradasi fungsi hutan, ada desa dan masyarakat yang berada dalam kawasan hutan, ada juga masyarakat yang melakukan pendudukan/merambah kawasan hutan, ada juga masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan yang termasuk kategori miskin sehingga prinsip yang menjadi pilihan didalam pengurusan dan pengelolaan hutan antara lain kepastian dan penegakan hukum, devolusi dan desentralisasi, transparansi dan partisipasi serta kelestarian dan pemberdayaan.

Perkembangan konflik kehutanan di era reformasi sebagaimana hasil kajian CIFOR sangat dipengaruhi oleh adanya krisis multi dimensi sejak tahun 1997 terutama krisis ekonomi; dan dengan pergantian pola pemerintahan dari rezim Orde Baru yang bercirikan pertumbuhan, pemerataan dan keamanan menjadi pemerintahan desentralisasi yang lebih demokratis.

Penelitian CIFOR menunjukkan bahwa setelah era Orde Baru, selain peningkatan jumlah, konflik yang terjadi cenderung disertai kekerasan, yang diduga antara lain karena dampak reformasi.Reformasi telah membuat masyarakat sadar akan haknya dan akhirnya

1

Page 10: Buku Resolusi Konflik indendenden

berani menuntut untuk mendapatkan porsi manfaat yang lebih wajar dari keberadaan hutan di sekitar mereka. Akibat tuntutan mereka kurang ditanggapi dengan baik dan ketidakpastian penegakan hukum, keberanian masyarakat lokal akhirnya diekspresikan dalam bentuk perlawanan terbuka terhadap pengelola hutan.

Konflik bukan saja perlu ditangani tetapi perlu dikelola dengan baik, karena konflik-konflik dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang membangun dan posistif. Contohnya, konflik dapat membantu memperjelas kebijakan-kebijakan, institusi-institusi dan proses-proses yang mengatur akses sumber daya alam/hutan. Konflik SDA/SDH perlu dikelola karena dapat menjadi kekuatan penting dalam meningkatkan pengelolaan sumberdaya alam/hutan secara berkelanjutan. Oleh karena itu perlu dipelajari keahlian-keahlian dalam menganalisis dan mengelola konflik secara konstruktif dan partisipatif.

Berbagai program/kegiatan pemberdayaan masyarakat didalam dan sekitar hutan antara lain pemberian ijin usaha HKm, Hutan Desa, HTR, fasilitasi pengembangan hutan rakyat dan KBR dapat menjadi salah satu pintu masuk pengelolaan konflik secara kolaboratif di sektor kehutanan. Pengembangan kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) juga diharapkan dapat menjadi salah satu pendekatan untuk resolusi konflik. KPH yang dibangun dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kekhasan masing-masing daerah, sehingga KPH dibangun tidak seragam untuk menghindari permasalahan pada masing-masing lokasi. KPH diharapkan menjadi jembatan bagi terjalinnya komunikasi institusi di tingkat Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dengan masyarakat, karena KPH merupakan institusi pemerintah yang berada di tingkat tapak. Sebagai organisasi tingkat tapak, KPH mempunyai “mata dan tangan” untuk menggali sekaligus pemetaan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Disamping itu KPH dapat menjalin interaksi dan komunikasi intensif dengan masyarakat, sekaligus menggali alternatif solusi sesuai kebutuhan masyarakat.

Semua kegiatan di atas, dapat menjadi salah satu pendekatan resolusi konflik tetapi bila tidak dikelola dengan baik dapat menjadi sumber konflik yang baru. Oleh karena itu perlu ada upaya pengawalan

2

Page 11: Buku Resolusi Konflik indendenden

dan pendampingan. Penyuluh kehutanan sebagai garda terdepan pembangunan kehutanan di tingkat tapak mempunyai peran sangat penting dalam kegiatan pendampingan masyarakat agar program kehutanan dapat berjalan baik secara berkelanjutan. Penyuluh kehutanan diharapkan dapat berperan bukan saja sebagai edukator, fasilitator, motivator, dinamisator tetapi juga sebagai negosiator dan mediator dalam pengelolaan berbagai kasus konflik kehutanan di tanah air. Penyuluh kehutanan harus dapat memainkan perannya sebagai agent of change bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan hutan berkelanjutan.

Pada sisi lain disadari bahwa pada saat ini kompetensi penyuluh kehutanan sebagai pendamping masyarakat masih perlu terus ditingkatkan. Oleh karena itu, selain mengadakan pelatihan bagi penyuluh, Kementerian Kehutanan khususnya Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan juga berupaya memberikan wawasan melalui penyebaran luasan berbagai materi penyuluhan agar penyuluh kehutanan baik penyuluh PNS, swadaya dan swasta dapat berperan sebagaimana yang diharapkan.

B. Ruang Lingkup

Mengingat luasnya cakupan permasalahan konflik, materi ini dibatasi pada pengelolaan konflik sumber daya hutan, dari pendekatan persuasif dalam rangka pemberdayaan masyarakat di dalam, tepi dan sekitar kawasan hutan sedangkan pendekatan represif dan tenurialtidak termasuk dalam materi ini. Pembahasan materi dibatasi pada pemahaman konflik SDH secara umum, metode analisis konflik, strategi pengelolaan konflik serta teknik negosiasi dan mediasi dalam pengelolaan konflik.

C. Tujuan

Tujuan penyusunan materi penyuluhan ini adalah meningkatkan wawasan dan pemahaman tentang pengelolaan konflik SDH/SDA bagi penyuluh kehutanan (PNS, swadaya dan swasta) dan semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan.

3

Page 12: Buku Resolusi Konflik indendenden

D. Batasan Dan Pengertian

1. Kolaborasi adalah melibatkan orang-orang dengan berbagai macam kepentingan dan bekerja sama untuk mencapai jalan keluar yang memuaskan dan saling menguntungkan. Tujuan kolaborasi adalah untuk mengelola perselisihan sehingga hasil/jalan keluar yang didapatkan bersifat membangun dan tidak merusak. Hasil yang membangun akan mendorong komunikasi, pemecahan masalah dan hubungan yang semakin baik;

2. Kolaborasi pengelolaan sumberdaya hutan adalah suatu kemitraan dimana para pemangku kepentingan setuju untuk saling berbagi fungsi pengelolaan (manajemen), hak-hak dan tanggung jawab atas suatu wilayah atau sejumlah sumberdaya;

3. Konflik adalah perbedaan atau pertentangan kepentingan antara dua pihak atau lebih yang dapat mengakibatkan permusuhan atau tindakan yang merusak pihak lainnya;

4. Analisis konflik adalah identifikasi dan perbandingan kedudukan, nilai, tujuan, isu, kepentingan dan kebutuhan dari pihak-pihak yang berkonflik;

5. Manajemen konflik adalah praktek mengidentifikasi dan menangani konflik secara bijaksana, adil, efisien, mencegah konflik menjadi lepas kendali dan berubah menjadi kekerasan;

6. Resolusi Konflik adalah kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada proses yang bertujuan untuk menangani dan menyelesaikan akar permasalahan dan sebab utama dari suatu konflik;

7. Penyelesaian konflik adalah semua strategi yang berorientasi kepada tercapainya suatu konflik dalam bentuk kesepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik yang memungkinkan mereka untuk menyelesaikan konflik bersenjata tanpa harus menangani penyebab-penyebab yang mendasari konflik;

8. Transformasi konflik adalah usaha-usaha jangka panjang yang berorientasi untuk mendapatkan hasil, proses dan perubahan struktural. Tujuannya menanggulangi bentuk-bentuk kekerasan langsung, budaya, struktural yang muncul melalui transformasi hubungan sosial dan promosi yang dapat membantu menciptakan hubungan-hubungan kerjasama;

4

Page 13: Buku Resolusi Konflik indendenden

9. Negosiasi adalah suatu bentuk pengambilan keputusan dimana dua pihak atau lebih berdiskusi satu sama lain dalam usaha untuk menyelesaikan kepentingan-kepentingan mereka yang berlawanan;

10. Mediasi adalah perpanjangan atau elaborasi dari proses perundingan yang melibatkan pihak ketiga. Pihak ketiga bekerja dengan pihak-pihak yang berselisih untuk membantu mereka meningkatkan komunikasi mereka dan analisis terhadap situasi konflik sehingga mereka dapat melakukan identifikasi sendiri dan memilih suatu opsi untuk menyelesaikan konflik yang dapat memenuhi kepentingan dan kebutuhan bagi seluruh pihak yang berselisih;

11. Pemangku kepentingan adalah orang-orang yang akan dipengaruhi oleh suatu konflik atau resolusi dari konflik tersebut, baik yang terlibat langsung yaitu pihak-pihak yang berselisih maupun orang-orang yang tidak terlibat konflik secara langsung tetapi mungkin akan terpengaruh oleh konflik tersebut dan hasil-hasilnya di masa yang akan datang.

5

Page 14: Buku Resolusi Konflik indendenden

II. MEMAHAMI KONFLIK

A. Pengertian Konflik

Istilah konflik sangat sering kita dengar, mulai dari level yang sangat sempit yaitu konflik keluarga sampai dengan level yang sangat luas seperti konflik antar negara atau konflik internasional. Kita dapat mengatakan bahwa konflik merupakan bagian dari hidup manusia. Sebagai mahluk sosial, manusia setidaknya pernah mengalami konflik dalam hubungan sosial dengan manusia lain.

Konflik berasal dari bahasa Yunani konfigere yang berarti memukul dan dari bahasa Inggris conflict yang berarti pertentangan. Konflik memiliki dimensi pengertian yang sangat luas, baik dari sisi ilmusosiologi, antropologi, komunikasi maupun manajemen. Para ahli dari berbagai latar belakang keilmuan mendefinisikan konflik sebagai berikut:

Konflik adalah pertentangan antara banyak kepentingan, nilai, tindakan atau arah serta merupakan bagian yang menyatu sejak kehidupan ada. Karenanya konflik merupakan sesuatu yang tidak terelakkan yang dapat bersifat positif atau bersifat negatif (Johnson dan Dunker (1993) dalam Mitchell et al, 2000);

Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok, yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan (Fisher, 2001);

Konflik adalah suatu hubungan yang melibatkan dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki kepentingan, tujuan yang bertentangan(Angel dan Korf, 2005);

Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan diantara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai suatu obyek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi yang menghasilkan keluaran konflik (Wirawan, 2010).

6

Page 15: Buku Resolusi Konflik indendenden

Menurut Hardjana (1994) konflik, perselisihan, percekcokan, pertentangan merupakan pengalaman hidup yang cukup mendasar dan amat mungkin terjadi. Seperti pengalaman hidup yang lain, konflik tidak dapat dirumuskan secara ketat. Lebih tepat jika konflik itu diuraikan dan dilukiskan. Konflik terjadi manakala dalam hubungan antara dua orang/kelompok atau lebih, perbuatan yang satu berlawanan dengan perbuatan yang lain, sehingga salah satu atau beberapa orang/kelompok tersebut saling tergangu.

Konflik merupakan hal yang dapat atau biasa terjadi dalam hidup. Secara teoritis konflik berpotensi timbul dalam setiap interaksi sosial, tidak hanya disebabkan karena adanya perjuangan untuk bertahan hidup dengan keterbatasan ruang/sumber daya (struggle for limited space/resources), tetapi dikarenakan adanya insting agresif dan kompetitif yang dimiliki oleh manusia (innate instinct).

B. Jenis Konflik

Ada beragam konflik, tergantung dari sudut pandang, sehingga jika dipandang dari aspek perilaku terhadap sasaran, maka konflik ada 4 kategori yaitu :

1. Pra Konflik, yaitu ada perbedaan tetapi belum menjadi sumber konflik;

2. Konflik tertutup (latent), yaitu konflik tersembunyi atau tidak muncul dipermukaan tetapi terus berlangsung;

3. Konflik permukaan (emerging) yaitu konflik yang nampak/muncul hanya karena kesalahpahaman atas sasaran yang ingin dicapai;

4. Konflik terbuka (manifest) yaitu konflik atau pertentangan yang sangatnyata dan berakar sangat mendalam.

7

Page 16: Buku Resolusi Konflik indendenden

(Sumber Fisher (2001))Gambar 1 : Sasaran dan Perilaku Berbagai Macam Konflik

Wirawan (2010) mengemukakan beberapa jenis konflik ditinjau dari berbagai aspek:

1. Aspek subyek yang terlibat dalam konflik

Konflik personal adalah konflik yang terjadi dalam diri seseorang karena harus memilih dari sejumlah alternatif pilihan;

Konflik interpersonal adalah konflik yang terjadi antar personal dalam suatu organisasi, dimana pihak-pihak dalam organisasi saling bertentangan;

Conflict of interest berkembang dari konflik interpersonal dimana para individu dalam organisasi memiliki interest yang lebih besar dari interest organisasi, sehingga mempengaruhi aktivitas organisasi.

2. Aspek substansi konflik

Konflik realistis yaitu konflik dimana isu ketidak-sepahaman/pertentangan terkait dengan substansi/obyek konflik sehingga dapat didekati dari dialog, persuasif, musyawarah, negosiasi ataupun voting;

Konflik non realistis adalah konflik yang tidak ada hubungan dengan substansi/obyek konflik, hanya cenderung mau mencari

8

Page 17: Buku Resolusi Konflik indendenden

kesalahan lawan baik dengan cara kekuasaan, kekuatan, agresi/paksaan.

3. Aspek keluaran

Konflik konstruktif yaitu konflik dalam rangka mencari dan mendapatkan solusi;

Konflik destruktif yaitu konflik yang tidak menghasilkan atau tidak berorientasi pada solusi, mengacaukan, menang sendiri dan hanya saling menyalahkan.

4. Aspek bidang kehidupan

Konflik bidang kehidupan antara lain bidang ekonomi, termasuk SDH merupakan konflik yang terjadi lebih dipicu oleh keterbatasan sumber daya alam, manusia cenderung berkembang dan terjadi perebutan atas akses ke sumber-sumber ekonomi, perebutan penguasaan atas sumber-sumber eknomi dan dapat saja memicu konflik-konflik bidang kehidupan lainnya yaitu konflik sosial, politik dan budaya.

Suporahardjo (2000) membagi konflik menjadi dua jenis menurut level permasalahnnya, yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Menurut level permasalahannya, konflik vertikal terjadi antara pemerintah dan masyarakat, sedangkan antar masyarakat atau antar institusi pemerintah adalah konflik horisontal.

C. Penyebab Konflik

Sumber konflik menurut Suporahardjo (2000) adalah adanya perbedaan, dan perbedaan tersebut bersifat mutlak yang artinya secara obyektif memang berbeda. Perbedaan tersebut dapat terjadi pada tataran antara lain: (1) perbedaan persepsi; (2) perbedaan pengetahuan;(3) perbedaan tata nilai; (4) perbedaan kepentingan; dan (5) perbedaan pengakuan hak kepemilikan (klaim).

Fisher et. al. (2001) menyebutkan penyebab konflik adalah isu-isu utama yang muncul pada waktu menganalisis konflik, yaitu isu kekuasaan, budaya, identitas, gender dan hak. Isu-isu ini muncul ketika mengamati interaksi antar pihak yang bertikai, yang pada satu

9

Page 18: Buku Resolusi Konflik indendenden

kesempatan tertentu akan menjadi latar belakang konflik serta berperan sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi secara diam-diam.

Menurut Wirawan (2010) konflik dapat terjadi karena keterbatasan sumber, tujuan yang berbeda, komunikasi yang tidak baik, keragaman sosial, perlakuan yang tidak manusiawi, sebagaimana nampak pada diagram berikut ini.

Engel dan Korf (2005) menyebutkan ada 4 penyebab konflik SDAyaitu: (1) persaingan yang ketat akan pemanfaatan SDA; (2) pertentangan antara hukum adat dan hukum positif; (3) perubahan terkait dengan perubahan kepentingan dan kebutuhan penggunaan SDA, (4) kebijakan, program, kegiatan pengelolaan SDA sering menjadi sumber konflik, karena kebijakan sering ditentukan tanpa partisipasi, identifikasi dan konsultasi pemangku-kepentingan yang sering tidak tepat, penyampaian informasi yang tidak tepat, kapasitas kelembagaan yang tidak memadai, pemantauan dan evaluasi atas program, kegiatan tidak memadai sehingga mempersulit identifikasi dan penyelesaian masalah.

Sumber Konflik

Keterbatasan Sumber

AmbiguitasYurisdikasi

Tujuan Yang Berbeda

Interdepensi Tugas

Keragaman Sistem Sosial

Deferensiasi Organisasi

Perlakuan Tidak Manusiawi

Komunikasi Yang Tidak Baik

Sistem Imbalan Yg Tidak Layak

Pribadi Orang

(Sumber : Fisher et.al (2001))

Gambar 2 : Sumber Terjadinya Konflik

10

Page 19: Buku Resolusi Konflik indendenden

Secara umum persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat desa hutan ; pertama : kepastian hak penguasaan SDH (forets tenuar security), kedua

Menurut Hardjana (1994) secara garis besar, penyebab atau inti konflik itu dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (1) Masalah struktural; (2) Masalah kepentingan; (3) Masalah perbedaan nilai; (4) Masalah perbedaan data; dan (5) Masalah hubungan antar manusia. Konflik dapat berintikan salah satu atau gabungan dua atau lebih diantara inti konflik yang telah disebutkan di atas.

: kapasitas masyarakat desa hutan untuk membangun diri sendiri secara terus-menerus, selanjutnya disebutkan bahwa salahsatu kebijakan untuk melakukan devolusi yaitu kebijakan pemberian kesempatan bagi masyarakat desa hutan atas hak pengelolaan kawasan hutan negara sesuai karakteristik.

D. Berbagai Pendekatan Pengelolaan Konflik

Seiring dengan perkembangan ilmu, muncul berbagai teori tentang konflik, mulai dari ilmu yang sangat teoritis, sampai dengan yang lebih bersifat aplikatif yaitu ilmu mengelola konflik (conflict management). Konflik terus dipelajari karena konflik sendiri bermanfaat dan merupakan bagian dari kehidupan kita.

Untuk dapat lebih memahami (pengelolaan) konflik, banyak istilah berkaitan konflik yang perlu dipahami bersama. Fisher (2001) menjelaskan perbedaan istilah-istilah sebagai berikut:

Pencegahan Konflik bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras;

Penyelesaian konflik bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui suatu persetujuan perdamaian;

Pengelolaan Konflik bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku yang posistif bagi pihak-pihak yang terlibat;

Resolusi konflik menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa bertahan lama di antara kelompok-kelompok yang bermusuhan;

11

Page 20: Buku Resolusi Konflik indendenden

Transformasi konflik mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

(Sumber: Fisher, 2001 hal.7 gbr 1.2)Gambar 3 : Respon Terhadap Berbagai Konflik

Wirawan (2010) menjelaskan resolusi konflik adalah proses untuk mencapai keluaran konflik dengan metoda resolusi konflik, sedangkan metoda resolusi konflik adalah proses manajemen konflik yang digunakan untuk menghasilkan keluaran konflik yang mencakup metoda pengaturan sendiri (self regulation) maupun metoda intervensi pihak ketiga.

Manajemen konflik yaitu praktek mengidentifikasi konflik, menangani konflik secara bijaksana, adil, efisien dan mencegah konflik agar tidak lepas kendali. Metoda pengaturan sendiri yaitu : win-win solution (kolaborasi-kompromi), win and loses solution (memperkecil posisi lawan), ataupun metoda menghindar, sedangkan metoda intervensi pihak ketiga yaitu melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif yaitu terdiri dari mediasi, arbitrasi dan ombudsmen.

Ada tiga komponen utama dalam konflik, yaitu: (1) kepentingan (interests), baik yang bersifat subyektif ataupun obyektif; (2) emosi (emotional), yaitu perasaan seperti kemarahan, ketakutan dan lain-lain; (3) nilai (values), yang seringkali sulit terukur dan tertanam pada ide dan perasaan mengenai benar dan salah dalam mengatur perilaku kita (Soekanto, 1990 dalam Sardjono, 2004).

12

PENCEGAHAN KONFLIK

KONFLIK LATEN KONFLIK DI PERMUKAAN KONFLIK TERBUKA

PENYELESAIAN KONFLIK

PENGELOLAAN KONFLIK

RESOLUSI KONFLIK

TRANSFORMASI KONFLIK

MENINGKATKAN KEKERASAN

MENINGKATKANNYA

RUANG

LINGKUP

Page 21: Buku Resolusi Konflik indendenden

13

Page 22: Buku Resolusi Konflik indendenden

III. ANALISIS KONFLIK

Langkah awal dalam pengelolaan konflik adalah analisis konflik. Analisis konflik penting untuk mengetahui dan mengerti mengenai keadaan dimana mereka bekerja agar semakin sedikit mereka melakukan kesalahan dan semakin besar kemungkinan mereka bisa mendampingi para pemangku kepentingan secara efektif.

Analisis konflik membantu untuk :

Membuat kejelasan dan membuat prioritas banyaknya isu yang perlu ditangani;

Melakukan identifikasi dampak-dampak konflik;

Melakukan identifikasi akar permasalahan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konflik untuk menentukan tanggapan yang sesuai;

Menentukan motivasi dan insentif para pemangku kepentingan melaluipemahaman mengenai kepentingan, kebutuhan dan pandangan mereka terhadap konflik;

Menilai sifat dan bentuk hubungan antara para pemangku kepentingan, termasuk keinginan dan kemampuan mereka untuk berunding satu dengan lainnya;

Melakukan identifikasi informasi yang tersedia mengenai konflik dan informasi lainnya yang dibutuhkan;

Mengevaluasi kapasitas dari institusi atau praktek pengelolaan konflik untuk menangani konflik yang ada;

Membangun hubungan baik dan pengertian diantara para pemangku kepentingan;

Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan analisis dari para pemangku kepentingan lokal untuk menangani konflik saat ini dan dimasa mendatang;

Meningkatkan pengertian mengenai hubungan antara konteks sosial, politik dan ekonomi yang lebih luas dengan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya.

14

Page 23: Buku Resolusi Konflik indendenden

A. Prinsip-Prinsip

1. Sebuah analisis konflik harus berdasarkan pada sejumlah besar pandangan mengenai sumber konflik. Konflik adalah mengenai persepsi dan pengertian orang-orang mengenai kejadian, kebijakandan institusi-institusi.

2. Analisis konflik membantu para pemangku kepentingan untukmempertimbangkan kembali perspektif mereka yang lebih sering dipengaruhi oleh emosi, salah pengertian, asumsi, kecurigaan dan ketidakpercayaan. Dalam situasi konflik emosi dapat dengan mudah mengalahkan logika dan kenyataan. Karena itu penting untuk membedakan opini dan fakta.

3. Analisis konflik harus menguji konteks pengembangan yang lebih luas (sosial, ekonomi, politik) dan tidak hanya mempertimbangkan kekuatiran mengenai pengelolaan sumber daya alam.

4. Setiap analisis konflik hanya merupakan permulaan dan harus diolah dan dipelajari secara hati-hati seiring dengan proses yang berjalan.

5. Analisis konflik bukan merupakan suatu akhir. Ini merupakan bagian dari proses mewujudkan proses pembelajaran mengenai isu-isu (membangun kapasitas). Untuk mewujudkan proses pembelajaran, analisis konflik harus dijalankan secara partisipatif. Melalui pertukaran informasi, orang kemungkinan besar menjadi fokus pada masalah-masalahnyata dalam proses negosiasi.

6. Penting untuk tahu apa yang perlu diketahui. Jenis dan jumlah informasi yang dibutuhkan dari analisis konflik berbeda dari kasus ke kasus. Walaupun sering diasumsikan bahwa informasi yang lebih banyak lebih baik dari pada informasi yang lebih sedikit, namun mungkin tidak semua informasi relevan dapat dipercaya atau berguna. Disamping itu, kebutuhan informasi yang dianggap perlu sering kali dibatasi oleh waktu, sumber daya atau keahlian. Dalam hal ini, penting untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan informasi yang detail, tepat dan handal “secukupnya”. Pengumpulan data atau analisis yang lebih dari pada itu tidak perlu.

15

Page 24: Buku Resolusi Konflik indendenden

Pertanyaan-pertanyaan Kunci untuk Membantu Menganalisis Konflik

1. Tentang apa konflik tersebut

Sebuah konflik sering lebih kompleks dari pada kelihatannya. Apa jenis konfliknya, sejauh mana pandangan mereka yang berkonflik berbeda? Apa yang kelihatannya menjadi faktor langsung atau tidak langsung dibalik konflik? Apakah ada faktor-faktor penghidupan, institusional, politik atau struktural yang lebih dalam dibalik konflik?

2. Siapa yang terlibat dalam konflik?

Membangun konsensus yang efektif tergantung pada keterlibatan semua grup pemangku kepentingan yang berhubungan dengan konflik. Oleh karena itu penting untuk melakukan identifikasi para pemangku kepentingan secara akurat. Apakah ada grup yang tidak hadir tetapi mempunyai peran langsung atau tidak langsung dalam konflik, seperti para administrator, pengguna sumber daya dari komunitas-komunitas terdekat atau penduduk yang berpindah/imigran, penggembala, petani, atau pekerja kasar.

3. Apa motivasi atau imbalan bagi pihak-pihak untuk menyelesaikan konflik mereka?

Mengajak orang-orang untuk menyelesaikan konflik melalui manajemen kolaborasi atau cara-cara lainnya mungkin akan sulit jika pihak-pihak yang terlibat tidak merasa atau menganggapnya perlu untuk mengelola atau menyelesaikannya. Selain itu, mungkin ada insentif-insentif ekonomi, politik. Budaya atau lainnya yang mempengaruhi keinginan para pihak untuk ikut serta dalam pengelolaan konflik. Hal yang sama pentingnya adalah untuk menemukan jika ada pihak yang mendapatkan keuntungan dari kelanjutan konflik, atau siapa yang akan menentang keinginan untuk menghentikan konflik (apakah beberapa orang mempunyai kepentingan untuk mengulangi konflik?).

4. Strategi-strategi pengelolaan konflik apa yang sudah dicoba pada masa lalu?

Merupakan hal yang sangat penting untuk mempertimbangkan strategi-strategi apa yang pernah dicoba untuk menyelesaikan konflik. Apa hasil yang pernah diperoleh dari usaha-usaha tersebut? Apa keuntungan atau kerugian menggunakan suatu strategi atau jika menggunakan strategi-strategi yang sama untuk konflik saat ini?

16

Page 25: Buku Resolusi Konflik indendenden

B. Instrumen/Alat Analisis

Konflik dapat dianalisa dengan bantuan sejumlah alat/instrumen yang sederhana, praktis, dan dapat diadaptasikan.Tabel 1 menjelaskan mengenai alat/instrumen tersebut dan bagaimana menggunakannya di lapangan. Penerapan instrumen tersebut bukan merupakan hal yang kaku, tetapi dapat disesuaikan dengan situasi yang spesifik dan kebutuhan para mediator.

Tabel 1 : Berbagai Alat/Instrumen Dalam Analisis Konflik

No Instrumen Tujuan

1. Analisis akar permasalahan Untuk membantu para pemangku kepentingan menguji asal usul dan sebab-sebab dasar dari konflik.

2. Analisis isu Untuk menguji isu-isu yang berkontribusi terhadap konflik dan isu-isu spesifik yang meningkat menjadi konflik yang spesifik, yang secara lebih detail difokuskan pada 5 kategori, yaitu:

Masalah yang berhubungan dengan informasiKonflik kepentinganHubungan yang sulitKetidaksamaan strukturalNilai-nilai yang bertentangan

3 Identifikasi dan analisis pemangku kepentingan

Untuk melakukan identifikasi dan menilai ketergantungan dan kekuasaan dari para pemangku kepentingan yang berbeda-beda dalam suatu konflik.

4 Analisis 4 R (right, responsibilities, returns, relationships-hak, tanggung jawab, hasil, hubungan)

Untuk menguji hak, tanggung jawab dan keuntungan para pemangku kepentingan yang berbeda dalam hubungannya dengan sumber daya alam, sebagai bagian dari usaha memperbaiki pemahaman akan suatu konflik.

Untuk menguji hubungan antar atau dalam kelompok-kelompok pemangku kepentingan yang berbeda.

5. Konflik waktu Untuk membantu para pemangku kepentingan dalam menguji sejarah sebuah konflik

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap urutan kejadian yang menghasilkan konflik tersebut

6. Pemetaan konflik penggunaan sumber daya

Untuk menunjukkan secara geografis dimana konflik-konflik lahan atau sumber daya terjadi atau mungkin terjadi dimasa mendatang

Untuk menentukan isu-isu primer konflik

(Sumber: Engel dan Korf (2005))

17

Page 26: Buku Resolusi Konflik indendenden

C. Isu-Isu Konflik Dan Analisis Akar Permasalahan

Analisis akar permasalahan konflik dimulai dengan melakukan identifikasi dan menjelaskan konflik, batas-batasnya, dan saling keterkaitannya.

1. Menggali Asal-Usul Konflik

Menggali asal usul konflik bertujuan untuk :

a. Mengetahui bagaimana interpretasi orang-orang terhadap sejarah sebuah konflik.

b. Menganalisa masalah yang besar dan kompleks sehubungan dengan penyebab konflik yang lebih kecil.

Asal-usul konflik dapat mencakup sejumlah kejadian, masalah dengan hubungan, dukungan kebijakan yang lemah, hak guna dan kepemilikan, proses pengelolaan yang tidak jelas, pertentangan nilai-nilai dan lain-lain.

Isu utama bagi para mediator adalah hubungan mereka dengan proses-proses pengelolaan konflik lokal yang ada. Apakah seorang mediator harus bekerjasama dengan petugas administratif dan yudisial yang formal atau informal, atau bekerja secara independen? Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi dimana seorang mediator diminta untuk bekerja. Mediator harus memiliki pemahaman atas proses-proses pengelolaan konflik lokal serta sejarah mengenai usaha-usaha pengelolaan konflik sebelumnya melalui penilaian/analisis awal.

18

Page 27: Buku Resolusi Konflik indendenden

Instrumen Inti 1 : Analisis akar permasalahanAnalisis permasalahan membantu memperjelas keterkaitan antara berbagai faktor yang berbeda dan penyebab-penyebab yang memicu konflik. Hal ini membantu dalam membentuk rantai sebab akibat yang sederhana, yang menunjukkan dinamika-dinamika mendasar dari konflik tersebut.

Instrumen Inti 2 : Analisis IsuAnalisis isu yaitu melakukan identifikasi dan menspesifikasi isu-isu inti yang berkontribusi terhadap suatu konflik dan memberikan sebuah checklist kepada para mediator untuk menentukan 5 kategori yang berbeda dari isu tersebut.

Instrumen pelengkap : PemetaanMengembangkan suatu time line (waktu) dari konflik dapat membantu untuk mengklarifikasi urutan kejadian dan membantu tahapan berbeda dalam sejarah konflik. Pemetaan selalu berguna untuk pemahaman yang lebih baik terhadap dimensi spasial dan batas-batas dari sebuah konflik.

2. Memverifikasi Persepsi, Fakta dan Informasi yang Dibutuhkan

Fasilitasi efektif memungkinkan orang-orang untuk mengutarakan pengetahuan mereka tentang berbagai kejadian, asumsi-asumsi dan kecurigaan-kecurigaan mereka terhadap suatu konflik. Para pemangku kepentingan biasanya cenderung memiliki beragam interpretasi tentang sebab-sebab awal konflik dan faktor-faktor berkontribusi terhadap suatu konflik.

Hal ini mendorong kebutuhan untuk memperoleh dan memahami sudut pandang lokal mengenai sebuah konflik melalui berbagai sudut pandang yang berbeda dari para pemangku kepentingan, guna mengidentifikasi :

Fakta mana yang disetujui/disepakati;

Fakta mana yang harus diselidiki lebih lanjut;

Dimana informasi yang lebih banyak dibutuhkan sebelummembuat keputusan tindakan.

19

Page 28: Buku Resolusi Konflik indendenden

3. Melakukan identifikasi hubungan keterkaitan

Pemetaan penyebab-penyebab konflik dan urutannya dapat memperbaiki pemahaman mengenai hubungan-hubungan kunci antara apa yang mungkin terlihat sebagai kejadian-kejadian yang terisolasi (terpisah). Apa yang terlihat sebagai perselisihan lokal mungkin diperburuk oleh ketidaksamaan mendasar atau keputusan yang dibuat dari jauh, tanpa pengetahuan dari masyarakat-masyarakat terpencil. Kebijakan pemerintah terhadap masyarakat asli, ketegangan-ketegangan yang sudah berlangsung sejak lama antara sistem-sistem pemanfaatan lahan adat dan pemerintah, tujuan-tujuan pembangunan nasional dan globalisasi mungkin terlihat tidak ada kaitannya dengan pengelolaan sehari-hari di area-area terpencil, namun faktor-faktor ini sering kali mempunyai pengaruh signifikan terhadap perselisihan-perselisihan lokal.

Instrumen pelengkap: Rentang waktu (time l ine) konflikRentang waktu konflik memungkinkan untuk mempelajari tahapan konflik, bagaimana kejadian spesifik terjadi dan tindakan apa dan oleh pemangku kepentingan yang mana yang menjadi penyebab kejadian tersebut.

D. Mengidentifikasi dan Menganalisis Para PemangkuKepentingan

Ketika konflik semakin jelas didefinisikan, jumlah pemangku kepentingan dalam konflik juga semakin jelas. Juga hubungan antara pemangku kepentingan dan antara pemangku kepentingan dengan isu-isu. Dalam sebuah proses pengelolaan sumber daya alam kolaboratif analisis pemangku kepentingan akan menentukan siapa yang sebaiknya terlibat dalam pengelolaan konflik.

20

D. Mengidentifikasi dan Menganalisis Para Pemangku Kepentingan

Page 29: Buku Resolusi Konflik indendenden

Hal-hal yang perlu diidentifikasi :

Siapa para pemangku kepentingan;

Seberapa besar setiap kelompok pemangku kepentingan dipengaruhi oleh konflik;

Siapa yang paling dipengaruhi dan seharusnya terlibat langsung dalam mengelola konflik;

Kekuasaan dan pengaruh relatif dan kelompok-kelompok yang berbeda sehubungan dengan isu-isu, termasuk setiap halangan terhadap partisipasi kelompok tertentu dalam proses pengelolaan konflik;

Kepentingan dan ekspektasi para pemangku kepentingan;

Kemungkinan tanggapan yang berbeda dari para pemangku kepentingan dalam konflik;

Hubungan antara kelompok-kelompok pemangku kepentingan;

Kesulitan-kesulitan yang mungkin akan dihadapi oleh para pemangku kepentingan dalam bekerja sama;

Kemungkinan kontribusi dari setiap kelompok untuk mengelola konflik;

Besaran/luasan kepentingan-kepentingan individu dan kelompok saling tumpang tindih.

1. Siapa Pemangku Kepentingan?Pemangku kepentingan adalah individu atau kelompok yang

dipengaruhi (terkena dampak) hasil dari suatu konflik, serta mereka yang mempengaruhi hasil tersebut. Para pemangku kepentingan mungkin memiliki identitas kolektif (seperti ikatan ketetanggaan, kekerabatan, dan atau keanggotaan kelompok pengguna sumber daya) atau memiliki karakteristik yang sama (seperti penggunaan sumber daya yang sama atau tinggal di daerah yang sama).

2. Para Pemangku Kepentingan dan Kekuasaan

Masing-masing kelompok pemangku kepentingan mempunyai kekusaan relatif untuk mempengaruhi arah atau resolusi sebuah konflik. Kekuasaan dapat didefinisikan sebagai “kapasitas untuk mencapai hasil” (Ramirez, 1999). Termasuk didalamnya kemampuan untuk membuat atau mencegah perubahan.

21

Page 30: Buku Resolusi Konflik indendenden

Kekuasaan dapat diperoleh dari berbagai sumber, seperti :

Kekuatan fisik, daya tahan, kapasitas untuk kekerasan;

Pesona pribadi, karisma;

Kekuatan emosional, keberanian, kepemimpinan, komitmen, integritas;

Kekuatan sosial-ekonomi, politik : kontrol atas akses sumber daya, kepemilikan lahan, hak-hak, uang, barang-barang, status sosial ekonomi, institusi-institusi politik, SDM;

Kekuatan budaya : norma-norma dan nilai-nilai yang mapan, pembenaran dan penguatan peran yang berbeda, hak dan kewajiban dalam masyarakat;

Kontrol terhadap informasi : teknis, perencanaan, ekonomi, politik;

Kemampuan : kapasitas atau keahlian;

Kemampuan untuk memaksa : ancaman, akses kepada dan penggunaan media, ikatan kekeluargaan atau politik, mobilisasi tindakan langsung.

Kolaborasi berjalan dalam sebuah model pembagian kekuasaan.Para pemangku kepentingan saling memberikan otoritas satu sama lain untuk menghasilkan sebuah keputusan dilakukan secara bersama-sama. Hal ini tidak berarti bahwa pihak yang lebih kuat harus menyerahkan kekuasaan, atau semua sumber daya didistribusikan secara merata. Kolaborasi yang mendasar terjadi ketika para pemangku kepentingan telah saling menyetujui legitimasi dan kekuasaan mereka untuk mendefinisikan masalah dan mengusulkan pemecahan (Gray, 1989).

Ketidaksetaraan yang besar merupakan sebuah halangan bagi kolaborasi. Kelompok-kelompok yang kuat sering bertindak secara sepihak dan menolak untuk berunding atau berkolaborasi. Mereka juga mungkin memaksa pihak yang lemah untuk “menyetujui” sebuah keputusan. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui seberapa banyak kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki oleh setiap pemangku kepentingan, jenis kekuasaan apa dan dari mana.

22

Page 31: Buku Resolusi Konflik indendenden

Instrumen Inti 3 : Identifikasi dan analisis pemangku kepentinganIdentifikasi dan analisis pemangku kepentingan membantu melakukan identifikasi dan menilai kekuasaan dan pengaruh dari para pemangku kepentingan yang berbeda dalam sebuah konflik.

3. Hubungan Antara para Pemangku Kepentingan

Para pemangku kepentingan mempunyai sejumlah bentuk hubungan yang berbeda yang perlu diperhatikan dalam memahami konflik-konflik sumber daya alam, yaitu :

Hubungan dengan sumber daya : hak, tanggung jawab dan manfaat/hasil yang diperoleh dari sumber daya.

Hubungan satu dengan lainnya : secara individu, dalam kemitraan atau sebagai bagian dari aliansi yang lebih besar.

Kekuasaan dan kapasitas pemangku kepentingan sangat dipengaruhi oleh kedua jenis hubungan tersebut. Hak akses dan kontrol, serta manfaat yang diperoleh dari sumber daya sering mendefinisikan peran dan kekuasaan para pemangku kepentingan dalam hubungannya dengan pengelolaan. Demikian pula aliansi dengan kelompok-kelompok, jaringan-jaringan dan tindakan-tindakan kolektif yang lain dapat menjadi alat dan cara tawar-menawar yang penting untuk mencapai pengaturan institusional yang baru dan diperlukan (Ramirez, 1999).

Instrumen Inti 4 : Analisis 4 R (rights, responsibilities, returns and relationships : hak, tanggungjawab, hasil dan hubungan)Analisis 4 R menggambarkan hak, tanggung jawab dan hasil untuksemua pemangku kepentingan yang terlibat dalam hubungannya dengan penggunaan sumber daya. Hubungan-hubungan antara para pemangku kepentingan juga dapat dipetakan untuk menilai tingkatan dimana mereka positif atau bermasalah. Interaksi-interaksi positif dapat mengidentifikasikan kesempatan-kesempatan untuk membangun dukungan dan aliansi-aliansi yang berguna dalam pengelolaan konflik.

23

Page 32: Buku Resolusi Konflik indendenden

4. Mempertimbangkan Jender

Pengelolaan sumber daya alam partisipatif yang efektif membutuhkan kolaborasi yang setara antara pria dan wanita. Oleh karena itu penting untuk mempertimbangkan jenis kelamin dan isu-isu yang timbul dari peran yang berbeda, tanggung jawab dan hubungan antara pria dan wanita. Peran jender dalam sebuah masyarakat mempengaruhi kesetaraan, kesejahteraan, kekuasaan dan kesehatan.

Peran yang berbeda antara pria dan wanita mempengaruhi :

Siapa yang mempunyai akses ke sumber daya yang spesifik dan penggunaannya;

Siapa yang mempunyai dan mengontrol pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal lainnya;

Siapa yang menerima manfaat/keuntungan dari sumber daya alam, keputusan pengelolaan, proyek yang bisa mengahsilkan pendapatan dan program pelatihan;

Siapa yang mempunyai otoritas dan partisipasi dalam pembuatan keputusan;

Siapa yang perlu didukung sehingga sumber penghidupan yang berkesinambungan dapat ditingkatkan untuk seluruh masyarakat.

Konflik dalam pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat sering timbul dari ketidakseimbangan dalam peran, hubungan atau proses terkait dengan jenis kelamin. Wanita pedesaan biasanya mempunyai kerugian yang lebih besar dibanding pria karena pada umumnya mereka mempunyai :

Status sosial, ekonomi dan hukum yang lebih rendah;Akses yang lebih sedikit terhadap pendidikan teknis dan pelatihan, kredit, pasar dan pendanaan;Masukan yang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali dalam perencanaan dan pembuatan keputusan;

24

Page 33: Buku Resolusi Konflik indendenden

Hak pakai yang terbatas atau tidak ada sama sekali atas tanah, pohon, air serta produk-produk hutan yang lain.Secara proporsional hasil yang diperoleh dari sumber daya alamsangat sedikit.

25

Page 34: Buku Resolusi Konflik indendenden

IV. STRATEGI PENGELOLAAN KONFLIK

A. Pengertian Pengelolaan Konflik

Mengelola konflik adalah membantu orang-orang yang sedang berkonflik untuk mengatasi emosinya, sehingga mereka lebih siap untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di dalam konflik. Pengelolaan konflik juga dimaksudkan untuk membantu orang mengetahui cara-cara mengatur tingkah laku mereka yang membantu mereka untuk dapat menyelesaikan apa yang dianggap sebagai perbedaan-perbedaan. Dalam konflik SDH, mengelola konflik berarti memberikan seperangkat prinsip dan alat untuk mentransformasikan konflik menjadi suatu kekuatan yang mempromosikan penghidupan berkelanjutan.

B. Tujuan Pengelolaan Konflik

Konflik perlu dikelola karena pada kenyataannya konflik dapat menghasilkan keluaran-keluaran yang membangun dan positif, tergantung pada cara orang-orang mengendalikannya. Contohnya konflik dapat membantu memperjelas kebijakan-kebijakan, institusi dan proses yang mengatur akses ke sumberdaya.

Konflik harus dikelola karena dapat menjadi kekuatan penting bagi perubahan sosial, karena konflik mengingatkan orang-orang akan:

Keluhan-keluhan dalam sistem sosial ekonomi dan politik yang luas;

Hukum-hukum atau kebijakan yang bersaing dan bertentangan yang mengatur akses kontrol atas sumberdaya alam;

Kelemahan-kelemahan dari cara-cara dimana hukum-hukum atau kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam diimplementasikan;

Kebutuhan dan keinginan orang untuk menampakkan hak-hak, kepentingan dan prioritas mereka;

Kondisi-kondisi lingkungan yang tidak diinginkan, seperti pemanenan yang melebihi daya dukung sumberdaya alam terbarukan.

Konflik harus dikelola dengan menggunakan strategi tertentu agar tindakan yang diambil terkoordinasi, memiliki arah yang jelas dan

26

Page 35: Buku Resolusi Konflik indendenden

fokus. Penyusunan strategi dilakukan setelah analisa konflik dilakukan.Penyusunan strategi merupakan langkah yang sangat menentukan, karena setelah mempelajari suatu situasi kemudian mengambil tindakan untuk mempengaruhinya.

C. Pendekatan Dan Cara Pengelolaan Konflik

Secara garis besar cara penanganan konflik menurut Hardjana (1994) dapat digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Bersaing, bertanding (competiting), menguasai (dominating) atau memaksa (forcing). Cara ini merupakan pendekatan terhadap konflik yang berciri menang-kalah (win-lose approach). Pendekatan ini ditempuh jika tujuan penting, sedangkan hubungan baik dengan orang yang menjadi lawan konflik tidak penting.

2. Kerjasama (collaborating) atau menghadapi (confronting). Dengan cara pengelolaan konflik ini, kedua pihak yang terlibat dalam konflik bekerjasama dan mencari pemecahan konflik yang memuaskan kepentingan kedua belah pihak. Cara pengelolaan ini merupakan pendekatan menang-menang (win-win approach). Cara ini ditempuh jika tujuan amat penting dan hubungan baik dengan lawan konflik juga amat penting.

3. Kompromi (compromising) atau berunding (negotiating). Cara ini merupakan pendekatan terhadap konflik dimana pihak-pihak yang berkonflik tidak ada yang menang atau kalah (neitherwin-win nor lose-lose approach). Cara ini ditempuh jika tujuan kepentingannya sedang-sedang saja dan hubungan baik dengan lawan konflik juga sedang-sedang saja kepentingannya.

Menampung(Accomodation)

Kesepakatan(Concesus)

Pemaksaan(Force)

Menghindar(Withdrawal)

Kompromi(Compromise)

AtauTawar-

menawar

Gambar 4 : Berbagai Pendekatan Dalam Mengelola Konflik(Sumber : Anonim, 1998)

Tinggi

Arti penting hubungan baik dengan pihak

RendahRendah Tinggi

Arti pentingtujuan yang

hendak diraih

27

Menampung(Accomodation)

Kesepakatan(Concesus)

(Trade-offs)

Pemaksaan(Force)

Menghindar(Withdrawal)

Gambar 4 : Berbagai Pendekatan Dalam Mengelola Konflik(Sumber : Anonim, 1998)

Tinggi

Arti penting hubungan baik dengan pihak

RendahRendah Tinggi

Arti pentingtujuan yang

hendak diraih

Kompromi(Compromise)

AtauTawar-menawar

Page 36: Buku Resolusi Konflik indendenden

4. Menghindari (avoiding) atau menarik diri (withdrawal). Cara pengelolaan konflik menghindari merupakan pendekatan kalah-kalah (lose-lose approach). Cara ini ditempuh apabila tujuan tidak penting dan hubungan baik dengan lawan konflik juga tidak penting.

5. Menyesuaikan (accomodating), memperlunak (smoothing) atau menurut (obliging). Cara pengelolaan menyesuaikan merupakan pendekatan kalah-menang (lose-win approach). Cara ini ditempuh apabila tujuan tidak penting, tetapi hubungan dengan lawan konflik penting.

Nader dan Todd (1978) yang diacu dalam Suporahardjo (2000)mengemukakan cara penanganan konflik ialah :

1. Lumping it, terkait dengan kegagalan salah satu pihak yang bersengketa untuk menekankan tuntutannya. Dengan kata lain isu yang dilontarkan diabaikan (simply ignored) dan hubungan dengan pihak lawan terus berjalan. Prosedur ini dilakukan karena penuntut (claimants) kekurangan informasi atau akses terhadap hukum dan peraturan yang berlaku dan menganggap keberhasilan tuntutan akan rendah dan/atau biaya yang dikeluarkan untuk itu terlalu besar atau tidak sebanding dengan pencapaian hasilnya.

2. Avoidance atau exit, yaitu mengakhiri hubungan dengan meninggalkannya. Berbeda dengan lumping it yang tetap memelihara hubungan dan mengabaikan konflik. Di sini dasar pertimbangannya adalah pada keterbatasan kekuatan yang dimiliki (powerlessness) salah satu pihak ataupun alasan-alasan biaya sosial, ekonomi, atau psikologi.

3. Coercion, yaitu suatu pihak yang bersengketa menerapkan hasrat pada pihak yang lain. Bisa saja penerapannya dilakukan dengan ancaman atau paksaan, sebagaimana banyak terjadi di masyarakat.

4. Negotiation, yaitu kedua belah pihak menyelesaikan konflik secara bersama-sama (mutual settlement) tanpa melibatkan pihak ketiga. Kedua belah pihak tersebut tidak mencari solusi masalah sesuai paraturan yang berlaku, melainkan menciptakan peraturan diantara mereka sendiri. Pemahaman ini mencakup pemecahan masalah kolaboratif (collaborative problem solving) dan negosiasi.

28

Page 37: Buku Resolusi Konflik indendenden

5. Concilliation, yaitu mengajak kedua belah pihak yang bersengketa untuk bersama-sama melihat konflik dengan tujuan untuk menyelesaikan persengketaan. Konsiliator (conciliator) tidak selalu berperan aktif dalam negosiasi selanjutnya, meskipun yang bersangkutan dapat saja bertindak demikian dalam kapasitas tertentu atas permintaan pihak-pihak yang bertikai. Konsiliator seringkali memberikan konteks negosiasi, seperti tempat, fasilitas pendukung dan akan bertindak sebagai perantara (as a go-between).

6. Mediation, adalah pihak ketiga yang mengintervensi suatu pertikaian untuk membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai kesepakatan. Mediator bisa ditunjuk oleh pihak-pihak yang bersengketa atau mewakili otoritas di luar pihak yang bertikai. Pihak-pihak yang bersengketa menyetujui intervensi mediator tersebut. Praktek ini dikenal luas di masyarakat.

7. Arbitration, bilamana kedua belah pihak yang bersengketa menyetujui intervensi pihak ketiga dan kedua belah pihak sudah harus menyetujui sebelumnya untuk menerima setiap keputusan pihak ketiga.

8. Adjudication, apabila terdapat intervensi dari pihak ketiga yang memiliki otoritas untuk mengintervensi persengketaan dan membuat serta menerapkan keputusan yang diambil, baik yang diharapkan ataupun tidak oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Sistem pengadilan merupakan contoh terbaik dari ajudikasi.

Cara umum mengelola konflik dapat disimpulkan melalui pembelajaran dari pengalaman-pengalaman yang sudah ada, termasuk pengalaman Bangsa Indonesia dalam menghadapi konflik yang terjadi. Secara umum pengalaman Bangsa Indonesia mengelola konflik adalah sebagaimana diuraikan pada Tabel 2.

29

Page 38: Buku Resolusi Konflik indendenden

Tabel 2 : Rangkuman Berbagai Pendekatan Dalam Penyelesaian Konflik/Sengketa di Indonesia

Usaha-usaha mencegah konflik terbuka

Usaha-usaha penyelesaian sengketa

Cara-cara

konvensional

Cara pasif/sepihak

Cara-cara

partisipatif

Cara-cara

kooperatif

Cara-cara

konfrontatif

PenelitianPengkajianSurvei

Dengar pendapat umumTemu WicaraJajak Pendapat

Koordinasi Kebijakan

Menghindari KonflikPenerimaan secara pasifPengabaian/bersikap masa bodohPenyelesaian sepihak

Perencanaan partisipatifPemecahan masalah secara partisipatifDiskusi kelompok terfokusPerencanaan strategis

Tawar menawarArbitrasePerundingan

Perundingan dengan mediasi

AdvokasiDemonstrasiPengorganisasian masyarakatSabotaseKekerasan

Penggunaan media massaLitigasiAksi legislatif

Menurut Moejono (2003) secara umum ada tiga golongan besar pengalaman mengelola konflik di Indonesia, yaitu: pengalaman dalam mencegah konflik semakin membesar, pengalaman dalam mengatasi konflik yang telah terjadi dan pengalaman mengelola konflik secara partisipatif.

Jika dilihat dari “derajat” strategi-strategi tersebut, maka berbagai pengalaman tersebut menggambarkan bahwa upaya-upaya yang telah dilakukan dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yakni kooperatif, konfrontatif, dan pengabaian. Cara-cara pengabaian atau apatisme, sebetulnya tidak dapat digolongkan kedalam upaya mengatasi konflik. Tindakan-tindakan seperti: menghindari konflik, penerimaan secara pasif, pengabaian/bersikap masa-bodoh dan penyelesaian sepihak, bisa dibilang tidak mengandung unsur pengelolaan konflik. Tindakan-tindakan ini tidak akan menghasilkan energi baru untuk menata hubungan antara pihak, maupun penyelesaian. Sikap putus asa dan pasrah adalah sikap yang paling apatis, dan justru akan memelihara konflik tersebut agar terus tumbuh dan membesar untuk kemudian meledak di suatu saat.

Sedangkan upaya-upaya yang dianggap “konvensional” di masyarakat kita, yang pada masa orde baru didorong dengan semangat musyawarah untuk mufakat seperti melakukan penelitian, Pengkajian,

30

Page 39: Buku Resolusi Konflik indendenden

survei, dengar pendapat umum, temu wicara, jajak pendapat, koordinasi kebijakan, seharusnya memang bisa menghasilkan penyelesaian yang memuaskan semua pihak. Namun era pasca orde baru membuka fakta kepada kita bahwa pendekatan-pendekatan tersebut ternyata tidak berhasil.

Sebagai dampak dari ditekannya kehidupan demokrasi di masa lalu, ternyata banyak pihak yang sudah habis kesabarannya dan memilih jalan konfrontasi. Berbagai bentuk konfrontasi yang nyaris tidak pernah terdengar di era orde baru, mendadak begitu ramai dilakukan pada era sekarang ini. Bahkan kita bisa lihat adanya penggunaan cara-cara yang paling konfrontatif seperti penggunaan kekerasan dan sabotase, juga dilakukan oleh beberapa pihak. Penggunaan media-media, terutama media massa, untuk berkonfrontasi pun sudah semakin biasa terjadi.

Upaya-upaya penggunaan metode partisipatif untuk mengatasi konflik sudah mulai dilakukan. Metode perencanaan partisipatif, seperti Participatory Rural Appraisal (PRA) dan lainnya telah dikembangkan, termasuk PNPM Mandiri. Beberapa teknik yang digunakan, seperti pemetaan partisipatif dan analisa sejarah,diagram Venn, misalnya, bisa digunakan untuk mengidentifikasi konflik yang terjadi di suatu wilayah. Perencanaan partisipatif, pemecahan masalah dan perencanaan strategis yang dilakukan melalui diskusi kelompok terfokus, diharapkan menghasilkan suatu solusi untuk mengatasi konflik yang terjadi di masyarakat.

Tabel 3 di bawah ini diberikan beberapa alternatif intervensi terhadap suatu konflik. Pemilihan terhadap salah satu intervensi harus didasari oleh pengkajian sebelumnya dengan memanfaatkan berbagai informasi yang diperoleh. Tabel ini hanya menggambarkan alternatif yang selama ini sudah ada, dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan kita. Oleh karena itu, kreatifitas harus senantiasa kita kembangkan, didasari hasil kajian yang baik pula.

Berkaitan konflik SDA, menurut Moore (2003) ada sejumlah pilihan prosedural yang dapat digunakan oleh masyarakat lokal, pengguna sumberdaya, manajer proyek, pegawai pemerintah untuk mengelolakonflik. Pemilihan terhadap cara pengelolaan konflik harus memperhitungkan pro dan kontra, baik dan buruk bagi mereka. Tidak

31

Page 40: Buku Resolusi Konflik indendenden

ada pendekatan untuk mengelola konflik sumber daya alam yang sesuai untuk semua situasi. Setiap pendekatan memliki kekuatan dan keterbatasannya masing-masing. Pemilihan pendekatan yang paling sesuai untuk menangani konflik sangat tergantung dari situasinya.

Moore (2003) menyatakan bahwa pilihan pengelolaan konflik bervariasi dilihat dari :

Pengakuan hukum atas proses dan hasil;

Privasi pendekatan;

Spesialisasi yang dibutuhkan dari pihak ketiga yang mungkin akan membantu pengelolaan konflik;

Peran dan kewenangan dari pihak ketiga yang mungkin akan terlibat;

Tipe keputusan yang akan dihasilkan;

Jumlah paksaan yang digunakan oleh atau pada pihak-pihak yang berselisih.

Tabel 3 : Jenis Konflik, Penyebab Dan Kemungkinan Intervensinya

Jenis Konflik Sumber Penyebab Konflik Kemungkinan IntervensiKonflik hubungan antar manusia

Emosi-emosi yang kuatSalah persepsi atau streotipeKurang/salah komunikasi

Perilaku negative yang berulang-ulang

Mengendalikan emosi melalui prosedur, “aturan main”, pertemuan-pertemuan kecil, dsbMendukung aktualisasi emosi melalui legitimasi perasaan dan penyediaan suatu prosesMengkalrifikasi persepsi dan membangun persepsi yang positifMemperbaiki kualitas dan kuantitas komunikasiMencegah perilaku negative yang berulang-ulang melalui perubahan struktur

Mendorong perilaku penyelesaian masalah secara positif

Konflik data/informasi

Kurang/salah informasi

Perbedaan pandangan tentang apa yang relevanPerbedaan interpretasi dataPerbedaan prosedur penilaian

Mencapai kesepakatan tentang data apa yang pentingMenyetujui tentang proses pengumpulan dataMengembangkan criteria bersama untuk menilai dataMenggunakan ahli dari pihak ketiga untuk mendapatkan opini dari luar atau memecahkan kemacetan

Konflik nilai Perbedaan criteria dalam Menghindari pembatasan problem

32

Page 41: Buku Resolusi Konflik indendenden

Jenis Konflik Sumber Penyebab Konflik Kemungkinan Intervensimengevaluasi ide-ide/perilakuTujuan yg paling intrinsik paling bernilai & bersifat eksklusifPerbedaan cara hidup, ideology atau agama

dalam istilah-istilah nilaiMengijinkan parapihak untuk setuju dan tidak setujuMenciptakan lingkungan yang mempengaruhi, dimana satu perangkat nilai mendominasiMencari tujuan yang lebih tinggi yang seluruh pihak dapat berkontribusi

Konflik kepentingan

Kompetisi yang dirasakan/nyata atas kepentingan substansi (isi)Kepentingan tatacaraKepentingan psikologis

Memfokuskan pada kepentingan, bukan posisiMencari kriteria yang obyektif

Mengembangkan solusi yang integratif yang memenuhi kebutuhan seluruh pihakMencari cara memperluas pilihan-pilihan atau sumberdayaMengembangkan trade-off untuk memuaskan kepentingan yang berbeda secara kuat

Konflik struktural Pola perilaku atau interaksiyang destruktifKontrol, kepemilikan atau distribusi atas sumberdaya yang timpangKekuasaan dan kewenangan yang tidak setaraFaktor-faktor geografi, fisik atau lingkungan yang menghalangi kerjasamaKendala waktu

Memperjelas batasan dan peran perubahanMenggantikan pola-pola perilaku destruktifMengalokasikan kembali kepemilikan atau control terhadap sumberdayaMenetapkan proses pembuatan keputusan yang dapat diterima secara adil dan saling menguntungkanMengubah proses negosiasi dari tawar menawar berdasarakan posisi pada berdasarkan kepentinganModifikasi cara-cara mempengaruhi yang digunakan oleh para pihak (mengurangi kekerasan/pemaksaan, lebih persuasive)Mengubah hubungan fisik dan lingkungan parapihak (ketertutupan dan jarak)Memodifikasi tekanan-tekanan eskternal para pihakMengubah kendala-kendala waktu

Pendekatan pengelolaan konflik, dimulai dari penghindaran konflik sampai dengan kekerasan fisik. Di antara kedua ekstrim tersebut terdapat banyak pendekatan dan pilihan yang berbeda. Pendekatan-pendekatan semakin mengarah pada pemaksaan dalam pengambilan keputusan, dan semakin mengarah pada sedikitnya pengaruh yang dimiliki oleh pihak yang berkonflik atas proses dan hasil dari

33

Page 42: Buku Resolusi Konflik indendenden

pengelolaan konflik, sebaliknya semakin besar campur tangan dari pihak lain.

Opsi penyelesaian konflik kehutanan yang banyak digunakan ialah negosiasi dan mediasi. Sedangkan yang paling jarang digunakan adalah jalur hukum; oleh karena selain memerlukan banyak biaya, tenaga dan waktu; seringkali penyelesaian hukum kurang dipercaya kenetralannya oleh pihak yang bertikai.

Gambar 5 : Rangkaian Pendekatan Pengelolaan Konflik

Beberapa Cara Penyelesaian Konflik lainnya yang dapat dilakukan sebagaimana tersebut dalam tabel antara lain :

PenghindaranKetika menghadapi ketidaksepakatan dengan yang lain, orang

mungkin pada awalnya akan saling menghindar. Hal ini mungkin dikarenakan mereka tidak menyukai ketidanyamanan yang menyertai konflik, atau tidak menganggap isu tersebut sangat penting. Penghindaran mungkin merupakan strategi menunggu waktu yang tepat untuk bertindak secara lebih langsung atau dengan kekuatan.

Ketika penghindaran sudah tidak lagi memungkinkan atau intensintas konflik meningkat, pihak yang berkonflik mungkin mengambil pendekatan-pendekatan penyelesaian masalah lainnya. Cara yang paling umum untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima bersama adalah melalui keputusan informal, yaitu negosiasi dan atau mediasi.

34

Pengambilan keputusanInformal oleh pihakyang berkon�ik

Penghindaran

Peningkatan Paksaan danoutcame menang - kalah

Negosiasi Mediasi Arbitrasi Ajudikasi Aksi tanpakekerasan

Kekerasan

PengambilankeputusanInformal olehpihak ketiga

Pengambilankeputusan legaloleh pihak ketigayang berwenang

Pengambilankeputusan legalSecara paksa

Page 43: Buku Resolusi Konflik indendenden

NegosiasiAdalah suatu hubungan tawar menawar di antara pihak-pihak yang

bertentangan, bersifat sukarela dan membutuhkan kesediaan semua pihak yang terkait mempertimbangkan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan orang lain/. Biula negosiasi sulit untuk dimulai atau mencapai kebuntuan, pihak-pihak yang berkonflik mungkin membutuhkan bantuan dari pihak ketiga;

Mediasi

Adalah suatu proses dimana suatu pihak ketiga yang dapat diterima dan yang tidak atau sedikit memiliki wewenang dalam pengambilan keputusan, membantu pihak utama konflik untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi dan memfasilitasi negosiasi. Seperti halnya dengan negosiasi, mediasi menyerahkan kekuasaan pengambilan keputusan di tangan pihak-pihak yang berkonflik.

ArbitrasiAdalah suatu proses dimana pihak-pihak menyampaikan isu-isu

yang diperselisihkan pada pihak ketiga yang disetujui bersama, yaitu pihak yang akan membuat keputusan bagi mereka. Arbitasi merupakan prosedur pribadi yang informal, tidak seperti keputusan pengadilan (adjudikasi), dimana proses penyelesaian masuk ke dalam ruang public.

Keputusan Pengadilan (Ajudikasi)Dalam ajudikasi biasanya pihak-pihak yang berselisih menyewa ahli

hukum sebagai pengacara mereka, dan kasus perselisihan yang diperdebatkan di depan pejabat yang berwenang atau hakim. Kerugiannya adalah keputusan didasarkan pada satu pihak menjadi pihak yang besar dan yang lain bersalah. Keuntungannya adalah bahwa hasil proses ini bersifat mengikat dan dapat dilaksanakan.

Kekerasan (atau paksaan fisik)Kekerasan atau paksaan fisik berarti bahwa satu pihak mengancam

pihak lain, atau dengan menggunakan kekuatan untuk melaksanakan keinginannya kepada pihak lain. Paksaan berarti bahwa satu pihak dipaksa untuk menerima suatu hasil yang ditentukan oleh pihak lainnya, yaitu pihak yang memaksa.

35

Page 44: Buku Resolusi Konflik indendenden

D. Sistem Pengelolaan Konflik

Engel dan Korf (2005) menyebutkan dalam pendekatan pengelolaan konflik perlu memperhatikan sistem sosial dimana proses pengelolaan konflik terjadi. Ada tiga sistem sosial utama dalam pengelolaan konflik yang melibatkan pihak ketiga, yaitu:

1. Sistem-sistem adat;

2. Sistem hukum nasional; dan

3. Sistem Pengelolaan konflik alternatif (kolaboratif- Alternatife Conflict Management- ACM).

1. Sistem-sistem Adat

Keberhasilan strategi pengelolaan sumberdaya alam secara adat dalam mengelola konflik seringkali tergantung pada kapasitas pelaksanaan dari pihak berwenang tradisional (pemuka adat dst). Bila wewenang dari kelompok elit tradisional berkurang, makakapasitas kelompok untuk memberikan atau melaksanakan suatu keputusan juga berkurang. Praktek-praktek adat yang melembaga di dalam kerangka hukum nasional baik untuk meningkatkan kemampuan pihak pemuka adat tradisonal dalam menghadapi tantangan pengelolaan SDA/H saat ini.

36

Page 45: Buku Resolusi Konflik indendenden

Tabel 4 : Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Adat Dalam Pengelolaan Konflik

Kekuatan Keterbatasan

Mendorong partisipasi oleh anggota-anggota masyarakat dan menghargai nilai-nilai dan adat-adat lokal

Lebih dapat diakses karena biayanya rendah, fleksibilitasnya dalam jadwal dan prosedur-prosedur, dan penggunaan bahasa setempat

Mendorong pengambilan keputusan berdasarkan kolaborasi, dengan konsensus yang muncul dari dikusi-diskusi panjang, seringkali membantu perkembangan rekonsiliasi setempat

Memberikan kontribusi pada proses penguatan masyarakat

Pemimpin-pemimpin informal bahkan formal dapat berfugnsi sebagai konsiliator, mediator, negosiator atau arbritator

Legitimasi publik yang telah lama dimiliki memberikan rasa memiliki bagi masyarakat setempat baik atas proses maupun hasil-hasilnya.

Telah digantikan oleh pengadilan-pengadilan dan hukum-hukum administrative

Mungkin tidak dapat diakses oleh orang-orang berdasarkan jender, kelas, kasta dan factor-faktor lain

Mendapat tantangan dengan meningkatnya heterogenitas masyarakat sebagai hasil dari perubahan budaya, perpindahan populasi dan factor-faktor lain yang mengikis hubungan-hubungan social yang mendukung pengelolaan konflik secara adat. Mungkin juga terdapat masalah-masalah akses yang sudah berlangsung lama berbasiskan jender, kelas, kasta atau hal-hal ian

Seringkali tidak dapat mengakomodasi konflik di antara masyarakat-masyarakat atau di antara suatu masyarakat dan Negara

Pemimpin-pemimpin lokal dapat menggunakan wewenang mereka untuk mengejar kepentingan mereka sendiri atau kelompok-kelompok social atau klien-klien yang menjadi afiliasi mereka

Keputusan-keputusan dan proses-proses mungkin tidak terulis untuk referensi di masa yang akan datang.

2. Sistem Hukum Nasional

Sistem hukum nasional yang mengatur pengelolaan SDA berdasarkan pada perundang-undangan dan pernyataan-pernyataan kebijakan yang diadministrasikan melalui institusi-institusi yang berwenang mengatur dan juridisial. Ajudikasi dan arbritasi adalah strategi-strategi utama untuk menyelesaikan konflik-konflik, dimana pengambilan keputusan berada di tangan para hakim dan petugas sebagai pihak yang berwenang untuk menentukan suatu penyelesaian dalam perselisihan-perselisihan.

Keputusan-keputusan kemungkinan besar diambil berdasarkan norma-norma hukum nasional yang diaplikasikan secara seragam atau kaku sehingga pihak-pihak yang berkonflik seringkali memiliki control yang sangat terbatas atas proses dan hasil pengelolaan konflik.Meskipun demikian, beberapa system hukum nasional juga

37

Page 46: Buku Resolusi Konflik indendenden

memperhitungkan sistem-sistem hukum berdasarkan atas adat lokal, agama, kelompok etnik atau hal-hal lain.

Tabel 5 : Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Hukum Nasional Dalam Pengelolaan Konflik SDA

Kekuatan Keterbatasan

Penggunaan sistem-sistem hukum resmi memperkuat peraturan hukum Negara, memberdayakan masyarakat sipil dan membantu perkembangan akuntabilitas lingkungan

Dibuat secara resmi dengan prosedur-prosedur yang diperkirakan didefinisikan dengan baik

Mempertimbangkan isu-isu dan perhatian-perhatian nasional dan internasional

Melibatkan ahli-ahli hukum dan teknik dalam pembuatan keputusan

Bila ada kekuatan yang ekstrim di antara pihak-pihak yang berselisih, system-sistem hukum nasional dapat melindungi hak-hak dari pihak-pihak yang kurang memiliki kekuatan secara lebih baik karena keputusan-keputusan yang dibuat mengikat secara hukum

Keputusan-keputusan tidak memihak, dan berdasarkan pada kepantasan suatu kasus dan dimana semua pihak adalah sama di muka hukum

Seringkali tidak dapat diakses oleh masyarakat miskin, wanita, eklompok-kelompok terpinggirkan dan masyarakat yang berada jauh karena biaya, jarak, kendala bahasa, hambatan politik, buta huruf dan diskriminasi

Mungkin tidak mempertimbangkan pengathuan tradisional, institusi-institusi lokal dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat jangka panjang dalam pengambilan keputusan

Mungkin melibatkan ahli-ahli hukum dan teknik yang tidak memiliki keahlian, ketrampilan dan orientasi yang diperlukan bagi pengeloalan sumberdaya alam secara partisipatif

Menggunakan prosedur-prosedur yang secara umum bertentangan dan memberikan hasil-hasil menang- kalah (win loose? solution)

Hanya memberikan partisipasi yang terbatas bagi pihak-pihak yang berkonflik daalam pembuatan keputusan

Mungkin menjadi lebih sulituntuk mencapai keputusan-keputusan yang tidak memihak, jika terdapat ketidakbebasan pengadilan, korupsi di lembaga-lembaga Negara atau suatu kelompok elit yang mendominasi proses-proses hukum

Menggunakan bahasa yang sangat khusus dari kelompok-kelompok elit yang berpendidikan, mendahulukan pihak-pihak swasta dan pemerintah yang berselisih dari masyarakat biasa.

3. Sistem Pengelolaan Konflik Alternatif

Sistem pengelolaan konflik alternatif (Alternative Conflict Management-ACM) adalah pengelolaan konflik secara kolaboratif yang mempromosikan pembuatan keputusan bersama dan mencari kesepakatan sukarela di antara pihak-pihak yang berselisih dalam

38

Page 47: Buku Resolusi Konflik indendenden

suatu solusi yang saling menguntungkan (win-win solution).Pengelolaan konflik kolaboratif berdasarkan pada kesepakatan sukarela, sehingga pelaksanaannya tergantung pada kemauan semua pihak yang berkonflik untuk mematuhi kesepakatan. Pihak ketiga dapat memfasilitasi proses ini, tetapi tidak dapat memaksakan apapun pada pihak-pihak yang berselisih. Pengelolaan konflik kolaboratif berjalan paling baik pada konflik antara pemangku kepentingan yang memiliki kekuatan yang relatif sama.

Tabel 6 : Kekuatan Dan Keterbatasan Sistem Pengelolaan Konflik Alternatif (ACM) Pada Pengelolaan SDA

Kekuatan Keterbatasan

membantu menanggulangi hambatan-hambatan pengelolaan konflik secara partisipatif yang melekat dalam pendekatan-pendekatan legislative, administrative, peradilan dan bahkan adatMempromosikan pengelolaan konflik dengan membangun kepentingan-kepentingan bersama dan menemukan poin-poin kesepakatanMelibatkan proses-proses yang menyerupai proses-proses yang sudah ada dalam kebanyakan sistem-sistem pengelolaan konflik lokal, termasuk akses yang fleksibel dan berbiaya rendahMembantu pengembangan rasa kepemilikan dalam implementasi proses-proses penyelesaianMenekankan pembangunan kapasitas di dalam masyarakat sehingga orang-orang setempat menjadi fasilitator-fasilitator, komunikator-komunikator, perencana dan manajer-manajer konflik yang lebih efektif.

Seringkali gagal menyelesaikan ketidaksetaraan struktural, dan mungkin membantu mengabadikan atau memperburukketidakseimbangan kekuasaanMungkin menemui kesulitan-kesulitan untuk membawa seluruh pemangku kepentingan ke meja perundinganMungkin tidak mampu menanggulangi perbedaan-perbedaan kekuasaan di atanra para pemangku kepentingan, sehingga kelompok-kelompok yang rentan seperti kaum miskin, wanita dan orang-orang pribumi (setempat) tetap terpinggirkanMungkin menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak mengikat secara hukumMungkin menyebabkan sebagian praktisi untuk menggunakan metoda-metoda yang dikembangkan dalam konteks dan kultur yang berbeda tanpa mengadaptasinya ke dalam konteks lokal.

E. Indikator Keberhasilan Pengelolaan Konflik

Pengelolaan Konflik dikatakan berhasil jika :

Meningkatkan kesadaran, pengetahuan dan keahlian untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan dalam prosespembangunan;

Menguatkan hubungan-hubungan dan membangun kepercayaan di dalam dan di antara kelompok-kelompok;

39

Page 48: Buku Resolusi Konflik indendenden

Meningkatkan kapasitas masyarakat, organisasi dan kelembagaanuntuk menyelesaikan masalah-masalah;

Memberikan sumbangan untuk menguatkan rancangan-rancangan kelembagaan yang mengatur akses dan pemanfaatan sumberdaya (kebijakan, kelembagaan dan proses);

Mendorong peningkatan aliran pendapatan dan manfaat melalui peningkatan akses pengelolaan sumberdaya alam.

40

Page 49: Buku Resolusi Konflik indendenden

V. TEKNIK NEGOSIASI DAN MEDIASIDALAM PENGELOLAAN KONFLIK

A. Negosiasi

Negosiasi adalah suatu proses terstruktur yang digunakan oleh pihak yang berkonflik untuk melakukan dialog tentang isu-isu dimana masing-masing pihak memiliki pendapat yang berbeda (Fisher et.al, 2001). Dalam banyak kasus negosiasi berlangsung tanpa keterlibatan pihak ketiga. Tujuannya adalah untuk mencari klarifikasi tentang isu-isu atau masalah-masalah dan mencoba untuk mencapai kesepakatan tentang cara penyelesaiannya.

Negosiasi pada prinsipnya berlangsung di antar kedua belah pihak pada tahap awal suatu konflik, ketika jalur komunikasi antar keduanya belum betul-betul putus, atau pada tahap lebih lanjut, ketika kedua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan tentang syarat-syarat dan rinciannya untuk mencapai penyelesaian secara damai.

Engel dan Korf (2005) menyebutkan ada berbagai gaya negosiasi, yaitu negosiasi yang lembut dan keras, tawar-menawar berdasarkan posisi, dan negosiasi berdasarkan konsensus. Negosiasi gaya kerasialah negosiasi yang seringkali mengandalkan penggunaan strategi-strategi yang lebih memaksa untuk mendorong setiap pihak membuat konsesi dan mencapai kesepakatan. Hasil negosiasi gaya ini cenderung bersifat kompromi, bukan berdasarkan keputusan-keputusan yang saling memuaskan. Negosiasi gaya lembut berada pada sisi ekstrim gaya keras, dimana para pihak lebih berkonsentrasi pada menjaga hubungan daripada mengajukan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Negosiasi gaya ini pun kurang baik karena konsensi terlalu mudah diberikan, sehingga dapat mengakibatkan kemarahan dan frustasi di kemudian waktu.

Dalam pengelolaan konflik SDA, Engel dan Korf (2005) mengemukakan gayanegosiasi konsensual (berdasarkan konsensus-kesepakatan) yang paling tepat. Negosiasi konsensus bertujuan menghasilkan kesepakatan-kesepakatan dan keluaran-keluaran yang dapat diterima oleh semua pihak yang berkonflik dengan kompromi dan tukar-menukar yang minimum. Tujuannya adalah mencapai

41

Page 50: Buku Resolusi Konflik indendenden

kesepakatan terbaik untuk menyelesaikan faktor-faktor yang menyebabkan konflik. Hasil yang terbaik ialah mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak (win-win solution). Pencapaian kesepakatan seringkali dipercepat dengan berperannya pihak ketiga sebagai mediator atau fasilitator, sepanjang kedua pihak dapat mempercayai dan menerimanya untuk membantu menyelesaikan konflik yang terjadi. Mediator atau fasilitator haruslah bekerja dengan nentral dan profesional, sehingga kesepakatan yang diperoleh bebas dari segala bias, keterpaksaan, maupun pengorbanan yang terlalu besar.

Pengertian kesepakatan, bukan berarti bahwa setiap pihak akan mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bukan pula berarti bahwa kesepakatan akan diputusan dengan suara bulat, dan bukan pula berarti bahwa pengambilan keputusan dilakukan melalui pemungutan suara mayoritas (voting). Kesepakatan berarti bahwa setiap orang merasa bahwa kepentingan mereka telah disampaikan, dan mereka dapat menerima kesepakatan yang dibuat bersama. Mereka mungkin ingin memperoleh sesuatu yang lebih atau sesuatu yang dikurangi, tetapi mereka menyetujui untuk menerima hasil negosiasi.

Tujuan negosiasi berdasarkan kesepakatan adalah untuk mencapai hasil terbaik yang mungkin dapat dicapai untuk sebagian besar orang, atau setidaknya suatu hasil yang dapat diterima semua orang; sehingga lebih dari sekedar suatu pendekatan dalam penyelesaian konflik.

Negosiasi konsensual ini berperan penting dalam membantu masyarakat desa hutan membangun dan meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, keahlian, dan mengembangkan sikap perilaku mereka serta memperkuat jejaring kerja yang penting dalam kehidupan mereka. Negosiasi berdasarkan kesepakatan dapat membantu orang untuk memahami perbedaan pendapat serta menerima dan memanfaatkan kearah positif untuk kepentingan mereka dan masyarakat. Dalam hal ini, hubungan dapat diperkuat dan kepercayaan dapat dibangun. Melalui negosiasi maka kesadaran, pengetahuan dan keahlian ketrampilan untuk mengidentifikasi dan mengatasi hambatan pembangunan juga dapat ditingkatkan. Negosiasi berdasarkan kesepakatan dapat memperbaiki pengaturan akses pemanfaatan hutan dan hasil hutan, serta membantu meningkatkan

42

Page 51: Buku Resolusi Konflik indendenden

pendapatan dan keuntungan melalui pengelolaan sumberdaya hutan yang lebih baik.

Negosiasi konsensual memberikan suatu alternatif bagi perselisihan yang selalu dimenangkan oleh pihak yang memiliki posisi lebih kuat (winner n loser), yang biasanya terjadi pada ajudikasi dan arbitrasi, yang bertentangan dan tidak konsensual (kesepakatan). Hasil yang terbaik dari suatu kesepakatan ialah mencapai solusi yang menguntungkan semua pihak (win-win solution).

Pembangunan kesepakatan mencoba mentransformasikan persepsi dengan mengarahkan pihak berkonflik untuk:

Tidak menegosiasikan tuntutan-tuntutan langsung mereka, tetapi lebih diarahkan kepada kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan dasar yang merupakan motivasi sebenarnya;

Tidak hanya memikirkan satu solusi tetapi mempertimbangkan pilihan-pilihan seluas dan sekreatif mungkin untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar;

Jauh dari permintaan-permintaan pribadi yang seringkali berlebih-lebihan, melainkan mengarah pada kejelasan dan ketelitian dalam menggambarkan baik kebutuhan dasar maupun cakupan dari pilihan-pilihan yang diusulkan;

Jauh dari antagonism dan mengarah pada rekonsiliasi kepentingan-kepentingan.

43

Page 52: Buku Resolusi Konflik indendenden

Empat poin dasar negosiasi berdasarkan kesepakatan:

(a) Pisahkan orang dari masalah

Dalam setiap konflik sosial terdapat suatu tingkat faktual atau berdasarkan fakta dan tingkat hubungan. Pengelolaan konflik yang konstruktif hanya memungkinkan bila tingkat hubungan ditanggapi secara serius dan mungkin untuk mengekspresikan perasaan ketakutan, keinginan, dan lainnya. Meskipun demikian, hal ini jangan sampai dicampur-adukan dengan penangan isu-isu faktual. Lebih mudah bekerja dengan sukses pada isu-isu faktual bila isu-isu orang diperlakukan terpisah dari mereka. Idealnya, orang-orang bekerja berdampingan untuk menghadapi masalah daripada berhadapan satu sama lain.

(b) Konsentrasi pada kepentingan dan bukan pada posisi

Peserta negosiasi memiliki persepsi, pandangan, emosi, kesukaan dan ketidaksukaan yang berbeda. Mengambil posisi membuat keadaan memburuk karena orang cenderung untuk melakukan identifikasi diri mereka dengan posisi mereka. Obyek dari negosiasi adalah untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan.

(c) Mengembangkan pilihan-pilihan yang menguntungkan kedua belah pihak

Para mitra negosiasi harus menyediakan waktu untuk mencari-cari pilihan-pilihan yang luas sebelum sampai pada suatu kesepakatan.

(d) Mendesak untuk menggunakan beberapa kriteria yang obyektif untuk mengevaluasi pilihan-pilihan: kesepakatan harusmerefleksikan standar yang adil dan disepakati oleh pihak-pihak.

44

Page 53: Buku Resolusi Konflik indendenden

1. Tahapan Negosiasi

Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam negosiasi menurut Fisher et.al (2001)yaitu:

a. Tahap 1: Persiapan

Lakukan analisis terhadap situasi konflik, mungkin dengan memetakannya;

Lakukan riset/pengumpulan informasi, sebagaimana diperlukan;

Identifikasi berbagai kebutuhan dan kepentingan suatu pihak dan pihak lainnya;

Pertimbangkan pilihan yang lebih anda sukai tentang hasil negosiasi, dan juga alternative terbaik untuk mencapai kesepakatan yang telah dinegosiasikan;

Lakukan kontak dengan pihak-pihak lainnya dan tentukan tempat bertemu untuk melakukan proses negosiasi, termasuk aturan mainnya, isu-isu yang akan dibicarakan, berapa banyak orang yang dapat menghadirinya atau bertindak sebagai juru bicara mewakili pihaknya, dan pikirkan apakah seorang fasilitator diperlukan.

b. Tahap 2: Interaksi

Ketika sampai di tempat pertemuan, saling bersamalaman sesuai kebiasaan setempat;

Ungkapkan berbagai pandangan yang berbeda tentang situasi yang sama;

Sepakati masalah-masalah atau isu-isu yang ada;

Munculkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghadapi masalah tersebut;

Lakukan evaluasi dan tentukan prioritas pilihan-pilihan yang ada, sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan semua pihak;

45

Page 54: Buku Resolusi Konflik indendenden

Pilih, dan mungkin kombinasikan pilihan-pilihan terbaik untuk memenuhi berbagai kebutuhan dan kepentingan semua pihak yang terlibat.

c. Tahap 3: Penutupan

Sepakati pilihan atau gabungan pilihan yang terbaik;

Susun rencana tindakan untuk setiap pihak;

Tentukan waktu dan batas waktu untuk melakukan tindakan

Rencanakan waktu untuk mengkaji ulang kesepakatan yang telah diambil.

Tujuannya adalah supaya proses negosiasi ini dapat berlangsung dengan baik dan semua pihak memiliki komitmen ke arah penyelesaian yang dapat memenuhi semua kebutuhan yang sah di semua pihak. Bila para negosiator mewakili suatu kelompok yang lebih besar, maka mereka harus mendapat mandat yang jelas tentang kelompok mana yang mereka wakili dan juga harus jelas proses pelaporan ulang dan akutantabilitasnya.

2. Panduan untuk negosiasi yang efektif

a. Mendengarkan dan komunikasi

Jika anda ingin agar pihak lain mendengarkan anda, maka dengarkanlah mereka lebih dahulu;

Jika anda ingin agar pihak lain mengakui pendapat anda, maka akuilah pendapat mereka lebih dhulu;

Kemukakan pendapat anda untuk mendukung pendapat orang lain, bukan melawannya;

Ajukan pertanyaan ini “bagaimana jika” dan pertanyaan terbuka lainnya untuk menjajaki berbagai kemungkinan.

b. Membangun Hubungan

Bedakan antara orang dengan perilakunya, jangan menyerang orangnya

Anda dapat mempengaruhi perilaku orang lain dengan perilaku anda sendiri

46

Page 55: Buku Resolusi Konflik indendenden

Bangunlah kepercayaan secara perlahan, langkah demi langkah, melalui dialog dan tindakan timbal balik posistif

Jaminan terbaik untuk mencapai kesepakatan yang langgeng adalah hubungan kerja sama yang baik

c. Menyelesaikan Masalah

Tujuan negosiasi yang baik adalah untuk melakukan perubahan dari konfrontasi kearah penyelesaian masalah

Hanya negosiasi yang baik adalah memuaskan kepentingan anda, bukan mendapatkan posisi

Jika anda merasa terjebak karena seseorang dari pihak lain, coba sesuaikan pertanyaan anda sehingga terlihat seperti usaha menyelesaikan masalah secara bersama.Mintalah orang itu untuk membantu anda memahami keberatan mereka.

Carilah cara tukar tambah yang murah tetapi keuntungannya tinggi. Apa yang dapat anda tawarkan, yang harganya murah bagi anda tetapi manfaatnya sangat tinggi bagi pihak lain?

Bantulah pihak lain untuk menyelamatkan muka mereka.

d. Mencapai Kesuksesan

Untuk mencapai kesuksesan, ada beberapa faktor yang perlu anda pertimbangkan dalam proses negosiasi supaya menjadi lebih efektif:

Semua pihak bertujuan untuk mencapai suatu penyelesaian

Kemauan dari semua pihak untuk menjajaki berbagai kemungkinan dan bergerak ke arah yang diinginkan

Kekuasaan yang memadai untuk melakukan persuasi sehingga perubahan yang diperlukan tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal, tetapi cukup kuat untuk memaksa suatu penyerahan total

Mandat yang jelas dari konstituen yang koheren

47

Page 56: Buku Resolusi Konflik indendenden

Saling mengakui antara pihak-pihak yang melakukan tawar menawar

Masing-masing pihak menerima aturan main yang sama

Pengakuan terhadap perbedaan legitimasi dan adanya landasan yang sama untuk membangun hubungan

Keyakinan bahwa negosiasi adalah pilihan terbaik yang ada untuk menyelesaikan perbedaan di antara pihak-pihak yang terlibat

Sumber daya yang memadai untuk menjamin agar hasilnya tidak mendiskreditkan proses tawar menawar yang digunakan dan mereka yang berusaha untuk menggunakannya.

B. Mediasi

Mediasi, seperti halnya negosiasi merupakan ketrampilan yang kita praktekan sehari-hari. Ketika dua orang berbeda pendapat dan ada pihak ketiga, misalnya anggota keluarga atau teman ikut campur untuk membantu, mereka melakukan klarifikasi masalah dan membicarakannya, merupakan bentuk mediasi.

Kesuksesan negosiasi akan berupa kesepakatan yang:

Sebanyak mungkin memenuhi kepentingan legitimasi semua pihak dan menyelesaikan konflik kepentingan secara adil

Tidak merusak hubungan antara kedua pihak

Bisa dilaksanakan yaitu kedua pihak harus dapat menerima dan melaksanakan kesepakatan itu

Dimiliki oleh semua pihak dan para pendukungnya dan tidak memiliki konsekuensi yang merugikan bagi pemimpinnya

Tidak bersifat mendua, lengkap dan lestari

Dapat dicapai dalam suatu kerangka waktu yang dapat diterima.

48

Page 57: Buku Resolusi Konflik indendenden

Ketika mediasi langsung gagal mencapai tujuannya dan jalur komunikasi antara dua pihak terputus, ada peluang bagi pihak ketiga untuk ikut campur, pihak ketiga mungkin sukarelawan, atau seseorang yang diminta oleh kedua pihak untuk menjadi mediator. Mediator harus bisa diterima oleh kedua belah pihak.

Prinsip Pokok Pendekatan Mediasi :

Mediasi melibatkan kepedulian terhadap penderitaan dan keinginan untuk melibatkan seseorang dalam suatu konflik;

Mediator menjadi terlibat dan terikat dengan kedua belah pihak, dan bukan terlepas dan terpisah serta tidak peduli;

Kedua belah pihak harus secara sukarela sepakat untuk berpartisipasi dalam proses dan harus menerima mediator yang ditunjuk;

Mediator harus bersedia bekerja dengan kedua belah pihak;

Mediasi tidak berusaha untuk mendapatkan kebenaran obyektif, tetapi lebih berupaya untuk mendapatkan solusi yang disetujuikedua belah pihak dan yang didasarkan atas persepsi dan pengalaman kedua belah pihak;

Mediator memandu dan mengendalikan proses mediasi, tetapi harus berusaha untuk mengarahkan isi pembicaraan;

Berbagai pilihan untuk menyelesaikan konflik harus datang dari kedua belah pihak sendiri yang harus merasa memiliki kesepakatan yang diambil.

Peran mediator dalam membantu pihak yang berkonflik sangat bervariasi, tergantung pada sifat konflik, kemudahan dalam pendekatan dan pihak-pihak yang terlibat. Peran mediator menurut Engel dan Korf (2005) adalah:

Pembuka saluran komunikasi, yaitu yang memulai komunikasi jika terputus atau memfasilitasi komunikasi yang lebih baik jika para pihak sudah saling berbicara, termasuk menjernihkan kesalah pahaman dan menghindari polarisasi dan eskalasi (meningkatnya konflik);

49

Page 58: Buku Resolusi Konflik indendenden

Orang yang memberi legitimasi (pengesahan), yaitu yang membantu semua pihak untuk mengenal bahwa hak-hak dari orang lain adalah bagian dari perundingan;

Fasilitator proses, yaitu yang menyediakan bantuan prosedural terhadap komunikasi, termasuk memimpin pertemuan-pertemuan formal. Ketika menyediakan bantuan prosedural, para mediator tidak melibatkan diri mereka sendiri ke dalam isu-isu yang aktual dan tidak mengusulkan penyelesaian-penyelesaian;

Pemerika (explorer) masalah, yang memungkinkan orang-orang yang berselisih untuk memeriksa suatu masalah dari beberapa sudut pandang yang berbeda;

Agen dari keseimbangan (atau kenyataan), yang menanyakan dan menantang pihak-pihak yang mempunyai tujuan yang ekstrem dan tidak realistis, dan melalui hal ini membangun kesepakatan yang beralasan dan dapat dicapai;

Pembangun jaringan (networker), yang menawarkan bantuan prosedural dan menghubungkan pihak-pihak yang berselisih dengan ahli-ahli dan sumberdaya-sumberdaya luar (seperti ahli-ahli teknik, pengacara, pembuat keputusan) yang memungkinkan mereka untuk menyusun pilihan-pilihan penyelesaian perselisihan yang dapat diterima.

Mediator haruslah orang yang netral dan tidak mempunyai kepentingan di dalam konflik agar dapat diterima oleh pihak-pihak yang berunding. Mediator dapat diterima oleh pihak-pihak yang berunding jika mereka menyetujui kehadiran mediator dan bersedia untuk mempertimbangkan saran-sarannya. Mediator dapat berasal dari “orang dalam” dan “orang luar”.Mediator “orang dalam” antara lain pemimpin lokal/setempat yang dipercayai. Kepercayaan merupakan modal utama untuk kolaborasi yang efektif. Kepercayaan umumnya berkembang bila ada hubungan-hubungan yang terbina sebelumnya, misalnya hubungan kekeluargaan atau kekerabatan. Mediator “orang luar” adalah pihak-pihak yang telah dilatih untuk memberikan bantuan yang tidak memihak, berkaitan dengan mendesain strategi perundingan di antara pihak yang berselirih. Mediator “orang luar” harus mempunyai

50

Page 59: Buku Resolusi Konflik indendenden

pengalaman dan kompetensi dalam metode pengelolaan konflik dan kemampuan komunikasi yang baik. Dalam hal ini penyuluh kehutanan merupakan salah satu tenaga potensial yang diharapkan dapat menjadi mediator dalam mengatasi berbagai konflik SDA. Oleh karena itu peningkatan kapasitas dan kompetensi penyuluh dalam metode pengelolaan konflik menjadi prioritas untuk dikembangkan.

1. Tahapan dan Langkah-Langkah Pengelolaan Konflik

Penyelesaian konflik merupakan proses panjang yang membutuhkan banyak waktu, tenaga, pemikiran secara serius. Proses pengelolaan konflik merupakan proses yang rumit, berulang-ulang bahkan dapat mengalami kemunduran atau kemajuan secara tiba-tiba. Untuk dapat mengelola konflik dengan baik, Engel dan Korf (2005) mengemukakan empat tahapan utama (milestones) dan sepuluh langkah dengan kegiatan yang spesifik, yang dikenal dengan peta proses. Peta proses membantu mediator dalam menggerakkan proses pengelolaan konflik untuk mendapatkan hasil yang baik.

a. Masuk ke dalam Konflik (Entry)Untuk masuk ke dalam konflik diperlukan tiga langkah yaitu:

1) Menyiapkan EntryMediator mengklarifikasi peran mereka dan menyiapkan

kontak dengan pihak-pihak yang berkonflik. Mediator juga mempelajari informasi dasar tentang konflik yang terjadi, dan mengembangkan strategi terbaik untuk mendekatkan pihak-pihak yang berbeda dalam konflik;

2) Memasuki Konflik

Mediator bersama-sama dengan pihak yang berkonflik melakukan kontak langsung pertama. Pertama-tama mediator menemui pihak-pihak yang berkonflik secara terpisah, dan mempelajari bagaimana mereka melihat/memandang konflik tersebut. Kemudian mediator mengklarifikasi peran mereka dalam menggerakan proses ke depan, dan memastikan komitmen untuk memulai mediasi;

51

Page 60: Buku Resolusi Konflik indendenden

3) Menganalisis Konflik

Mediator mengklarifikasi asumsi mereka tentang konflik yang terjadi, dan menganalisis posisi-posisi para pemangku kepentingan. Mediator akan meneruskan proses jika: (a) analisis konflik mengindikasikan bahwa mekanisme pengelolaan konflik yang ada tampaknya tidak akan berhasil; (b) negosiasi berdasarkan kepentingan tampaknya adalah strategi yang terbaik dalam keadaan yang ada; dan (c) intervensi mereka tidak akan membahayakan.

Tahapan A tercapai jika mediator memutuskan dengan hati-hati (melalui keputusan kelompok yang tidak tergesa-gesa) dan transparan (melalui komunikasi kepada pihak-pihak yang berkonflik) bahwa perundingan berdasarkan kepentingan mempunyai kesempatan untuk dilanjutkan.

b. Memperluas Keikutsertaan Pemangku Kepentingan

Ketika pihak-pihak yang terlibat dalam konflik telah menentukan peran-peran mereka dan setuju untuk menugaskan pihak ketiga, maka tugas tim mediasi adalah mengarahkan para pemangku kepentingan untuk melalukan refleksi dan menemukan jati diri sendiri. Selain itu, mediator juga mempuyai tugas untuk menyadarkan mereka akan kepentingan jangka panjang, hasil-hasil yang akan didapatkan dari solusi yang dirundingkan serta alternatif-alternatif yang memungkinkan hasil perundingan tersebut. Pada akhir proses ini para pemangku kepentingan harus bersedia untuk bertemu dengan pihak-pihak konflik lainnya untuk berunding. Ada dua langkah yang perlu dilakukan pada tahapan ini, yaitu:

1) Memperluas keikutsertaan pemangku kepentingan

Dalam proses ini para mediator secara bertahap mengalihkan control dan tanggung jawab kepada para pemangku kepentingan dalam konflik. Mediator membantu para pemangku kepentingan untuk menganalisis akar penyebab konflik, para pemangku kepentingan yang berbeda, dan posisi, kekuatan, kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri;

52

Page 61: Buku Resolusi Konflik indendenden

2) Mengkaji pilihan-pilihan

Mediator membantu para pemangku kepentingan yang berbeda untuk menghasilkan pilihan-pilihan untuk menyelesaikan atau mengatur konflik. Keuntungan setiap pilihan dikaji, kemudian disusun prioritas pilihan.

Tahapan B tercapai bila setiap pihak yang berselisih telah mengklarifikasi keinginan-keinginan mereka masing-masing, mempertimbangkan strategi-strategi untuk mengatur atau menyelesaikan konflik, dan mengekspresikan keinginan untuk berunding dengan pihak-pihak lain untuk mencapai suatu kesepakatan.

c. Perundingan

Pada tahap ini mediator membawa para pemangku kepentingan yang berselisih untuk merundingkan pilihan-pilihan yang dapat diadopsi untuk melaksanakan kesepakatan. Kesepakatan dirundingkan dengan asumsi bahwa kesepakatan tersebut akan menguntungkan semua pihak dan fokus pada kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan dasar para pemangku kepentingan.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan pada tahapan ini ialah:

1) Menyiapkan perundingan

Perundingan membutuhkan persiapan yang hati-hati, meliputi persiapan orang yang terlibat, mengeksplorasi strategi-strategi dan merencanakan bentuk perundingan;

2) Memfasilitasi perundingan

Langkah ini merupakan bagian yang paling menantang dari proses pengelolaan konflik. Para pihak berusaha untuk saling meyakinkan untuk mencapai kesepakatan. Perundingan dapat berlangsung lama, dan perundingan selesai ketika pihak-pihak yang berselisih dapat menyetujui pilihan-pilihan untuk menyelesaikan konflik.

3) Mendisain kesepakatan

Setelah menyetujui alternatif pilihan untuk penyelesaian konflik, perlu dicari kesepakatan tentang bagaimana pilihan

53

Page 62: Buku Resolusi Konflik indendenden

tersebut diimplementasikan dan dimonitor. Termasuk kesepakatan peran mediator pada proses ini.

Tahap C berhasil jika pihak yang berunding mendengarkan dan mempertimbangkan setiap masukan dan kepentingan masing-masing pihak, bersama-sama mengembangkan kesepakatan untuk mengatur pelaksanaan dan pemantauan terhadap pilihan penyelesaian konflik yang telah disetujui.

d. Keluar (Exit)

Setelah kesepakatan ditandatangani, perselisihan mungkin telah selesai tetapi belum sepenuhnya terpecahkan. Masih ada kemungkinan terjadi langkah-mundur ketika pihak-pihak yang berselisih tidak mengikuti kesepakatan, atau belum tercapai pemulihan hubungan yang cukup baik untuk kolaborasi. Pada tahapan ini diperlukan dua langkah, yaitu:

1) Memonitor Kesepakatan

Mediator dapat memaikan berbagai peran dalam pelaksanaan dan monitoring kesepakatan. Peran mereka hatus diklarifikasi dengan para pemangku kepentingan.

2) Mempersiapkan Exit

Sebelum meninggalkan arena konflik, mediator perlu :

a) mengembangkan suatu sistem untuk menyerahkan tanggung jawab mengimplementasikan dan memonitor kesepakatan kepada para pemangku kepentingan atau seorang mediator lokal yang dipercayai;

b) mengembangkan kapasitas masyarakat untuk menyelesaikan masalah di masa depan.

Tahapan ini telah tercapai bila hubungan pihak-pihak yang berselisih telah pulih, mereka mampu dan bersedia melanjutkan pelaksanaan kesepakatan, bahkan mereka telah memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah-masalah secara mandiri.

54

Page 63: Buku Resolusi Konflik indendenden

(Sumber: Engel and Korf (2005))Gambar 6 : “Peta Proses” Pengelolaan Konflik

2. Mengelola Proses Penyelesaian Konflik

Persepsi, intepretasi dan sikap mediator sangat menentukan terhadap keberhasilan proses penyelesaian konflik. Oleh karena itu, para mediator perlu mengelola proses penyelesaian konflik dengan melakukan tugas-tugas sebagai berikut:

a. Mengembangkan Kolaborasi

Kunci dasar dari pendekatan kolaborasi adalah partisipasi sukarela dari semua pemangku kepentingan. Mengembangkan kolaborasi merupakan tugas utama mediator dalam proses ACM. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kolaborasi ialah:

(1) Memperluas keterlibatan pemangku kepentingan;

(2) Mengidentifikasi cakupan seluasnya keperluan pemangku kepentingan;

(3) Mengembangkan visi yang positif;

(4) Menyetarakan pihak yang berselisih – membangun kekuatan pihak yang lemah;

(5) Membangun legitimasi;

55

Page 64: Buku Resolusi Konflik indendenden

(6) Memastikan bahwa proses perundingan adalah adil;

(7) Membangun kepemilikan atas proses.

b. Menghindari meluasnya ketegangan atau konflik

Mediator harus bertindak dan berinteraksi dengan cara yang merefleksikan dan menggambarkan nilai-nilai dimana mereka bekerja. Mereka harus dapat membuktikan kepada pihak-pihak yang berkonflik bahwa mereka dapat dipercaya.

Untuk membangun hubungan antar personal yang positif dengan para pihak, kredibilitas, kepercayaan dan legitimasi, maka mediator perlu mengembangkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip:

1) Kejujuran personal;

2) Kepercayaan/kehandalan personal;

3) Respek terhadap perbedaan;

4) Menghormati kepemilikan lokal.

Mediator harus dapat menganalisis setiap situasi konflik, dan dapat membedakan pihak-pihak yang dapat menjadi penghubung dan perusak. Mediator perlu menjaga hubungan dengan pihak-pihak yang dapat menjadi penghubung karena sangat berperan dalam titik awal usaha pengelolaan konflik. Sebaliknya perlu berhati-hati menghadapi perusak karena dapat mengacaukan usaha pengelolaan konflik.

c. Membuka Ruang untuk Pemulihan Hubungan

Satu kunci untuk memulihkan hubungan adalah membangun kepercayaan. Kepercayaan dalam hubungan dibangun secara bertahap melalui satu rangkaian dan janji-janji dan tindakan yang tulus. Mediator harus berperan dalam mendorong pihak-pihak yang berselisih untuk mengambil tindakan tertentu yang dapat meningkatkan kepercayaan satu dengan lainnya. Pemulihan hubungan dapat dilakukan melalui:

1) Menyelenggarakan aksi simbolik yang mendemonstrasikan kepercayaan atas perundingan;

56

Page 65: Buku Resolusi Konflik indendenden

2) Membuat pernyataan yang jelas dan tidak berlawanan dengan pernyataan sebelumnya;

3) Menjauhi janji-janji yang tidak realistis atau tidak dapat dipercaya.

d. Mengelola Informasi

Informasi dalam semua proses pengelolaan konflik memiliki peran yang penting. Perundingan untuk konsensus dititikberatkan pada belajar dan berbagi informasi. Dalam proses penyebaran informasi, suatu pihak berusaha mengubah pengetahuan, sikap, pilihan dan strategi lawannya. Oleh karena itu ketersediaan, pengaturan dan penerimaan informasi sangat penting dalam suatu perundingan. Mediator dapat membantu dalam diskusi untuk menggali kebutuhan informasi, dengan cara:

1) mencari keahlian teknik dari luar yang netral;

2) memastikan bahwa seluruh pihak terlibat dalam identifikasi kebutuhan informasi;

3) mengusahakan partisipasi aktif semua pihak dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi;

4) memastikan bahwa informasi diberikan dengan jelas dan dapat dengan mudah dimengerti semua kelompok.

e. Membangun Kapasitas Lokal

Banyak masyarakat memiliki institusi dan struktur yang dapat membantu menyelesaikan konflik setempat. Ini dapat melibatkan orang yang secara tradisional bertindak sebagai mediator atau kesepakatan-kesepakatan yang mengatur akses lokal dan kontrol atas sumberdaya. Setiap intervensi harus secara spesifik difokuskan pada upaya membangun dan menguatkan kapasitas lokal yang sudah ada. Penilaian kapasitas lokal dapat berguna untuk mempertimbangkan tingkatan mana konflik dapat diatur dengan sukses, dan tingkatan kapasitas mana yang harus dikuatkan serta pada konflik apa.

Kapasitas lokal dapat dibangun dengan cara:

57

Page 66: Buku Resolusi Konflik indendenden

1) Pengembangan kapasitas pada tingkatan lokal ditargetkan untuk pihak-pihak yang lebih lemah, yang harus dikuatkan sehingga mereka dapat mengambil bagian dalam perundingan;

2) Melatih pemimpin masyarakat yang independen dalam keahlian mediasi dan fasilitasi;

3) Melatih mediator dalam penguatan mekanisme institusi.

58

Page 67: Buku Resolusi Konflik indendenden

VI. CONTOH PENGELOLAAN KONFLIK SUMBER DAYA HUTAN

Dari 359 kasus konflik kehutanan yang berhasil dicatat, 39% di antaranya terjadi di areal Hutan Tanaman Industri (HTI), 34% di kawasan konservasi termasuk hutan lindung, dan 27% di areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa konflik-konflik kehutanan yang terjadi pada tahun 1997-2003 lebih banyak di areal HTI dan kawasan konservasi. Hal ini sejalan dengan pergeseran pembangunan kehutanan dari pola HPH ke HTI, dan adanya TAP MPR No.IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam sehingga terjadi penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya alam, termasuk hutan.

Menurut analisa CIFOR(2004) berdasarkan laporan dari media massa, informasi dari lapangan, faktor penyebab konflik kehutanan dapat dibagi ke dalam lima kategori utama, yaitu : (1) masalah tata batas, (2) pencurian kayu; (3) perambahan hutan; (4) kerusakan lingkungan; dan (5) peralihan fungsi kawasan. Dari kelima kategori ini pada umumnya konflik-konflik yang sering terjadi di sekitar kawasan hutan adalah karena adanya tumpang tindih sebagian areal konsesi atau kawasan hutan lindung dengan lahan garapan masyarakat dan karena terbatasnya akses masyarakat untuk memperoleh manfaat dari keberadaan hutan, baik hasil hutan maupun tempat tinggal.

Konflik dalam pengelolaan SDH dapat dibedakan menurut sebabnya menjadi dua tipe yang mendasar, yaitu : (1) Konflik yang disebabkan secara langsung oleh adanya introduksi tekanan pembangunan atau perubahan lingkungan yang baru. Kombinasi dari adanya perubahan demografis (pertumbuhan penduduk, peningkatan kebutuhan) dan terbatasnya keberlanjutan SDA yang dapat diperbaharui (hutan, air, areal penggembalaan, hidupan liar, dan tanah pertanian); seringkali disebut sebagai penyebab konflik yang terjadi dalam pemanfaatan SDA di dalam dan di antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pihak lain, maupun lembaga swasta; (2) konflik yang umumnya telah ada secara tertutup (laten) tetapi dapat termunculkan kembali sebagai konsekuensi langsung dari tekanan model pembangunan yang baru tersebut.

59

Page 68: Buku Resolusi Konflik indendenden

Menurut Suporahardjo (2000) secara garis besar penyebab konflik SDH di Indonesia adalah dalam sistem penguasaan SDH (sistem tenurial); alokasi SDH; dan manajemen SDH. Dalam sistem penguasaan SDH misalnya distribusi penguasaan tanah di Indonesia yang tidak adil menimbulkan kemiskinan masyarakat, mengurangi kemampuan pengembangan ekonomi rakyat berbasis pemanfaatan lahan. Sebagian besar tanah pertanian yang subur dikuasai oleh segelintir orang saja, sehingga masyarakat miskin bertahan hidup dengan menggarap lahan hutan. Konflik tenurial ini bisa terjadi karena terbatasnya atau tidak menyeluruhnya pengakuan oleh satu pihak terhadap pihak lainnya, atau karena politik negara yang berbeda dengan masyarakat lokal.

Pengelolaan konflik di tiap-tiap lokasi berbeda-beda, sangat ditentukan oleh jenis konflik, sumber konflik, penyebab konflik, pemangku kepentingan/pihak yang berkonflik, upaya yang telah dilakukan dan lainnya. Peranan penyuluh kehutanan dalam pengelolaan berbagai konflik SDH sangat diperlukan. Penyuluh Kehutanan dapat berperan dalam pengelolaan konflik sesuai dengan kondisi dan kebutuhan, baik dari cara paling sederhana yaitu pencegahan konflik sampai dengan cara negosiasi dan mediasi untuk kolaborasi.

Untuk dapat menentukan peran apa yang perlu dimainkan dan strategi apa yang perlu dilakukan oleh seorang penyuluh dalam pengelolaan konflik SDH, maka perlu terlebih dahulu dilakukan analisis konflik: apa jenis konflik, sumber konflik, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, langkah-langkah apa yang sudah diambil dan lainnya.

Peran penyuluh kehutanan berbeda-beda untuk tiap-tiap konflik, namun penyuluh kehutanan sebagai pendamping masyarakat dalam pembangunan kehutanan diharapkan dapat berperan sebagai negosiator dan mediator dalam pengelolaan konflik SDH.

60

Page 69: Buku Resolusi Konflik indendenden

Berikut ini disajikan beberapa contoh kasus keberhasilan pengelolaan konflik SDH/A di Indonesia sebagai bahan pembelajaran bersama.

A. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Produksi/Banten Mega Biodiversity (BMB)

Deskripsi Kasus :

Banten Mega Biodiversity (BMB) adalah salah satu contoh kasus penanganan konflik yang melibatkan masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani.

Berlokasi di Pandeglang, Provinsi Banten, BMB adalah kegiatan pengelolan hutan sebagai implementasi dari Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Meliputi luasan 202,49 Ha, pengelolaan BMB melibatkan 292 KK masyarakat di 3 desa di Kabupaten Pandeglang, yang merupakan wilayah kerjaRPH Carita dan Pasauran, BKPH Pandeglang, KPH Banten.

Pada tahun 1999 s/d 2002, di lokasi BMB dilakukan penanaman tanaman jenis penelitian yaitu Meranti. Sementara masyarakat desa hutan telah menanami lokasi tersebut dengan tanaman-tanaman seperti melinjo, petai, cengkeh, dan tanaman-tanaman pertanian.

Perbedaan kepentingan antara masyarakat dengan Perum Perhutani sempat menimbulkan “gesekan-gesekan”, sehingga menghambat kegiatan penanaman Meranti pada waktu itu. Perum perhutaniberusaha merangkul masyarakat agar mau berkolaborasi dalam pengelolaan BMB yang dilakukan melalui dialog.

Analisis Konflik :

Jenis konflik tersebut termasuk jenis konflik kepentingan yang terjadi antara masyarakat desa hutan dan Perum Perhutani, dimana Perum Perhutanibermaksud mengelola kawasan hutan untuk kegiatan BMB dengan melakukan penanaman tanaman jenis penelitian Meranti, tetapi masyarakat desa hutan ingin melakukan penanaman dengan tanaman-tanaman pertanian.

61

Page 70: Buku Resolusi Konflik indendenden

StrategiPengelolaan Konflik :

Perum Perhutani mengambil inisiatif untuk melakukan negosiasi, akhirnya diperoleh kesepahaman dan kesepakatan dalam kegiatan BMB, antara lain bahwa masyarakat desa hutan turut berperan serta secara aktif dalam kegiatan BMB. Selanjutnya Perum Perhutani melakukan langkah-langkah pengelolaan BMB sebagai berikut :

1. Memprakondisikan Masyarakat

Memprakondisikan masyarakat merupakan kegiatan untuk mempersiapkan masyarakat desa hutan sebelum terlibat dalam kegiatan BMB. Masyarakat Desa Hutan dalam pengelolaan BMB adalah sebagai penggarap. Pada tahap ini dilakukan kegiatan-kegiatan :

a. Sosialisasi kegiatan BMB kepada masyarakat yang dilanjutkan dengan inventarisasi penggarap dari 292 KK masyarakat di 3 desa tersebut dan menetapkan luas garapan, yaitu 0.2 Ha-3,4 Ha per KK.

b. Pembentukan kelompok.

c. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan pembinaan, masyarakat desa hutan yang dilibatkan dalam kegiatan BMB selanjutnya diwadahi dalam suatu lembaga, yaitu Paguyuban Kelompok Tani HutanBMB.

2. Membuat Legalitas

Dalam tahap ini dibuat konsep perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dengan Paguyuban Kelompok Tani BMB dan pihak-pihak terkait lainnya, kemudian dilakukan sosialisasi. Draft perjanjian kerjasama dibahas dengan menghadirkan pihak-pihak terkait untuk memberikan masukan dalam memperkaya isi perjanjian. Selanjutnya dilakukan penandatanganan perjanjian kerjasama pengelolaan BMB. Tujuan dari penandatanganan kerjasama tersebut adalah adanya kesepakatan tertulis dalam kolaborasi kegiatan pengelolaan BMB secara proporsional antara masyarakat, Perum Perhutani dan stakeholders lainnya yang saling menguntungkan tanpa mengesampingkan fungsi kawasan hutan. Setelah ditandatangani perjanjian tersebut, sebanyak 8 desa hutan

62

Page 71: Buku Resolusi Konflik indendenden

di wilayah RPH Carita telah telah mengikuti kegiatan tersebut dengan membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang diaktenotariskan.

3. Perencanaan

Kegiatan perencanaan meliputi : penyusunan rencana kerja kelompok, penyusunan dan pengesahan rencana kerja bersama.

4. ImplementasiKegiatan

Kegiatan-kegiatan pada tahap ini mencakup : pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, monitoringserta evaluasi.

B. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Konservasi di TN Gunung Halimun-Salak

Deskripsi Kasus

Taman Nasional Gunung Halimun-Salak (TNGHS) seluas 113.357 ha ditetapkansebagai Taman Nasional melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.175 Tahun 2003. Dengan SK ini pemerintah melakukan perluasan kawasan Taman Nasional dengan mengubah fungsi kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang berada di bawah Perum Perhutani menjadi bagian dari kawasan TNGHS. Kawasan TNGHS didiami juga oleh komunitas adat yang memiliki relasi yang kuat terhadap alam, yaitu masyarakat dan adat Kasepuhan.

Sejak ratusan tahun yang lalu masyarakat adat Kasepuhan telah melakukan pengelolaan hutan sesuai dengan peraturan adat. Masyarakat adat mengelola hutan berdasarkan dengan jenis-jenis hutan yang telah dikategorikan oleh adat. Terdapat tiga jenis hutan yang dikategorikan oleh adat, yaitu Leweung tutupan (hutan tutupan), Leuweung titipan (hutan titipan) dan leuweung bukaan (hutan bukaan). Pengelolaan ketiga jenis hutan ini diatur oleh adat, yang diwakilkan oleh ketua adat (Abah).

Penetapan kawasan hutan, yang telah didiami oleh masyarakat adat kasepuhan secara turun temurun, menjadi Taman Nasional telah menimbulkan konflik yang meresahkan dan dianggap mengancam kehidupan masyarakat adat Kasepuhan dalam pemanfaatan hutan.Sejarah konflik dimulai ketika kawasan Gunung Halimun dikelola

63

Page 72: Buku Resolusi Konflik indendenden

oleh Perhutani pada tahun 1970-an. Saat itu pihak Kasepuhan dianggap telah menyerobot lahan Perhutani dengan membuka hutan utuh untuk ladan dan sawah milik warga. Selain masalah penyerobotan lahan, konflik dengan Perhutani pun terjadi ketika ada tumpang tindih antara hutan adan dan hutan produksi milik Perhutani.

Konflik semakin parah ketika pengelolaan Gunung Halimun dialihkan ke Balai Taman Nasional GHS. Wilayah pemukiman dan pertanian warga (leuweung titipan) diklaim sebagai zona rimba dan zona rehabilitasi taman nasional. Pihak taman nasional melarang masyarakat melakukan kegiatan di wilayah yang secara turun temurun telah menjadi pemukiman dan lahan usaha kasepuhan.

1. Analisis Konflik

Jenis konflik dalam kasus ini adalah konflik permukaan/mencuat, yaitu konflik yang sudah dapat dikenali pihak-pihak yang berselisih, diakui ada perselisihan, permasalahan telah jelas tapi penyelesaiannya belum berkembang. Tetapi di beberapa kampung cenderung mengarah pada konflik terbuka karena konflik dengan pihak-pihak yang berselisih terlibat aktif dalam perselisihan, sudah bernegosiasi atau menghadapi kebuntuan. Selain itu konflik ini berakar dalam, sangatnyata dan memerlukan tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya. Bila dilihat dari pihak yang bersengketa, konflik ini tergolong konflik vertikal karena terjadi antara pemerintah dan masyarakat.

Penyebab konflik adalah:

a. Perbedaan persepsi

Perbedaan persepsi terjadi ketika pihak TNGHS menganggap masyarakat sebagai perambah hutan dan pelaku ilegal logging. Sedangkan masyarakat adat kasepuhan menganggap pihak TNGHS telah menyerobot lahan garapan masyarakat untuk dijadikan taman nasional.

b. Perbedaan kepentingan

Perbedaan kepentingan terjadi ketika pihak TN memiliki kepentingan konservasi pada kawasan Gunung Halimun dan masyarakat adat memiliki kepentingan terhadap Gunung Halimun sebagai ruang hidup.

64

Page 73: Buku Resolusi Konflik indendenden

c. Perbedaan tata nilai

Perbedaan tata nilai terhadap fungsi hutan, pihak TN menganggap kawasan GHS sebagai kawasan hutan yang perlu dijaga kelestariannya karena merupakan daerah resapan air dan memiliki keanekaragaman yang tinggi sehingga diperlukan upaya konservasi. Sedangkan masyarakat adat kasepuhan menilai hutan sebagai tempat pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari mereka dan sebagai tempat spiritual yang dipercaya memiliki benda-benda pusaka.

d. Perbedaan pengakuan hak kepemilikan lahan

Perbedaan dalam pengakuan hak kepemilikan kawasan antara TNGHS dan masyarakat kasepuhan. Balai TNGHS mengamankan kawasan Gunung Halimun-Salak sebagai milik Negara karenatidak terbebani hak atas tanah, sedangakan masyarakat adat menganggap bahwa kawasan GNHS adalah milik adat, karena sudah diwariskan oleh leluhur untuk anak-cucu mereka.

Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di TNGHS adalah: Perum Perhutani, yang kemudian digantikan oleh Balai TNGHS serta masyarakat adat Kasepuhan.

2. Strategi Pengelolaan Konflik

Telah dilakukan berbagai upaya, baik oleh pihak pemerintah maupun pihak kasepuhan untuk meredam konflik yang terjadi,mulai dari cara pemaksaan sampai dengan mediasi menuju konsensus dan kolaborasi (kerja sama).

Pemaksaan (Coercion) yaitu suatu pihak yang bersengketa menerapkan hasrat pada pihak yang lain, penerapannya dilakukan dengan ancaman atau paksaan. Pemaksaan atau tekanan terjadi baik dari petugas TNGHS kepada masyarakat, maupun sebaliknya tekanan dari masyarakat terhadap petugas TNGHS. Pemaksaan dari petugas lapangan Balai TNGHS dilakukan dalam bentuk ancaman-ancaman sanksi terhadap warga masyarakat yang dianggap melanggar peraturan perundang-undangan, seperti ancaman hukuman penjara, ataupun penyitaan barang-barang milik warga

65

Page 74: Buku Resolusi Konflik indendenden

masyarakat. Sedangkan pemaksaan dari warga masyarakat dilakukan dalam bentuk protes-protes dan demonstrasi.

Negosiasi-negosiasi dan konsensus dilakukan karena masing-masing pihak menghendaki adanya penyelesaian, bahkan untuk mencapai kerjasama. Beberapa negosiasi berhasil mencapai konsensus, di antaranya ialah masyarakat Kampung Sukagalih, Cililin dan Sirnarasa menyepakati adanya zona khusus untuk mengakomodir kepentingan mereka bermukim dan mengolah lahan pertanian, walaupun dengan pembatasan dan perjanjian untuk tidak menambah rumah dan memperluas lahan garapan. Masyarakat kampung Sukagalih, Cililin dan Sirnarasa mendukung fungsi TNGHS sebagai perlindungan sumber air sehingga rela jika dilarang berladang di dalam kawasan lagi. Sementara masyarakat kampung Ciptagelar menolak zona khusus dan tetap menuntut hak kelola areal atau wewengkon yang selama ini telah mereka klaim sebagai wilayah adat.

Upaya pengelolaan konflik lainnya ialah :

a. Menyelenggarakan program Model Desa Konservasi (MDK) untuk pemberdayaan masyarakat;

b. Program adopsi pohon oleh masyarakat,

c. Upaya penegakan hukum secara bertahap mulai dari persuasifdan preventif sampai dengan langkah penindakan secara represif; dan

d. Alokasi zona khusus untuk menampung kepentingan masyarakat. Upaya pengelolaan konflik SDA pada wilayah TNGHS tidak dapat disamaratakan antar kampung yang satu dengan yang lainnya, karena masing-masing kampung memiliki sejarah, karakteristik, kondisi sosial budaya dan potensi yang berbeda;

e. Pemberian hak pengelolaan kawasan konservasi bersama masyarakat (PKKBM) melalui program Hutan Kemasyarakatan dapat diberikan kepada masyarakat kampung Sukagalih. Tetapi bagi Kampung Ciptagelar yang sudah turun temurun tinggal di dalam kawasan TNGHS, dapat diberikan hak kelola hutan adat.

66

Page 75: Buku Resolusi Konflik indendenden

C. Contoh Pengelolaan Konflik pada Kawasan Hutan Lindung di Register 38 Lampung Timur

Deskripsi Kasus

Kawasan Hutan Lindung di Gn. Balak merupakan tanah negara bebas yang tidak dibebani hak atas tanah, karena itu sejak masa pemerintahan Hindia-Belanda, sudah ditetapkan dengan bersluit nomor 664 tahun 1935 sebagai hutan lindung (Register 38) dengan seluas 19.680 Ha, kemudian setelah kemerdekaan Residen Lampung, menerbitkan Surat Edaran melarang masyarakat membuka kawasan hutan yang sudah ditetapkan termasuk register 38.

Perambahan Kawasan Hutan Register 38 dimulai tahun 1963, bukan oleh penduduk lokal, tetapi oleh masyarakat yang eksodus dari P. Jawa karena konstalasi politik sehingga mencari lokasi yang aman didalam register 38 dan berkembang menjadi Dusun 4 Sri yaitu Sri–Widodo, Sri-Kaloka, Sri-Mulyo, dan Sri-Katon.

Pada periode, 1966-1971 ada kebijakan pemberian izin menggarap lahan, namun penggarap akhirnya merambah/menduduki dan membentuk Dusun Bandung Jaya, Dusun Ogan Jaya, Dusun Sidodadi, Dusun Sidorejo dalam kawasan register 38.

Dengan demikian desa/dusun dalam kawasan register 38 tersebut bukan merupakan desa asli didalam kawasan hutan, tetapi desa bentukan setelah perambahan tahun 1963, 1966-1971.

Karena itu sejak tahun tahun 1971, kemudian TGHK Surat Menteri Pertanian Nomor : 180/Mentan.III/1980, diperkuat dengan SK nomor : 680/Kpts/Kpts/VIII/8/1981, selanjutnya hasil padu-serasih TGHK dan RTRW, sesuai Keputusan Menhutbun Nomor : 256/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000, pemerintah tetap mempertahankan register 38 sebagai hutan Negara, karena Provinsi Lampung hanya terdapat kawasan hutan 1.004.735 ha atau 30,30% dari luas daratan 3,3 juta Ha, sehingga jika hutan lindung Gn. Balak, di relokasi fungsi hutannya,maka secara agregat provinsi Lampung tidak memenuhi kecukupan luas minimal 30% luas kawasan hutan minimal terhadap luas daratan.

Untuk mempertahankan fungsi pokok kawasan Gn. Balak, Hutan Lindung melindungi daerah bawahannya terutama menjaga debit air

67

Page 76: Buku Resolusi Konflik indendenden

dalam mensupley rencana pembangunan Waduk Way Jepara yang akan mengairi 6.000-7.000 Ha Sawah, maka sejak tahun 1971 telah dilakukan tindakan Represif, tahun 1982/1983 dilakukan Operasi pengosongan tahap I dan penghapusan Desa-Desa Sriwidodo, Srikaloko, Srimulyo, Sridodadi, Srikaton, selanjut Operasi pengosongan tahap II diikuti dengan penghapusan desa Bandung Jaya, Oga Jaya, Yabakti serta penghapusan Kecamatan Perwakilan Gn. Balak, penduduknya di-resetlemen dan sebagian mengikuti program transmigrasi, tahun 1984 lokasi eks perambahan dilakukan kegiatanReboisasi melalui program Inpres Reboisasi pola AMR dan pola Swakelolah oleh Dinas Kehutanan dengan tanaman Sonokeling, dan hasilnya sukses.

Pasca reformasi 1998, areal eks perambahan yang sudah berhasil direboisasi dengan tanaman Sonokleing tahun 1982/1983, dilakukan penebangan oleh masyarakat dan perambah bertahan karena ingin konversi kawasan hutan agar dijadikan milik perambah, sedangkanPemda cq Dinas Kehutanan tetap mempertahankan keberadaan Register 38 Gn. Balak sebagai kawasan Hutan Lindung. Tahun 2003/2004 pada lokasi tersebut dilaksanakan kegiatan GNRHL/Gerhan, dan berhasil.

1. Analisis Kasus

Jenis Konflik : Dalam kasus ini adalah Jenis Konflik Permukaan yaitu konflik yang nampak/muncul kesalapahaman atas sasaran yang ingin dicapai bahkan cenderung ke arah Konflik terbuka yaitu konflik atau pertentangan yang sangat nyata dan berakar sangat mendalam.

Dipandang dari aspek substansi/obyek maka kasus ini termasuk kategori Konflik realistis yaitu konflik dimana isu ketidak-sepahaman/pertentangan terkait dengan substansi/obyek konflik sehingga dapat didekati dari dialog, persuasif, musyawarah, negosiasi ataupun voting.

68

Page 77: Buku Resolusi Konflik indendenden

Penyebab Konflik :

a. Perbedaan persepsi : Persepsi Pemerintah (Kemenhut dan Pemda) bahwa masyarakat sebagai perambah karena telah menyerobot/menduduki kawasan secara tidak sah, sedangkan persepsi masyarakat bahwa pemerintah telah menyerobot lahan lahan garapan/usaha sebagai kawasan hutan lindung.

b. Perbedaan kepentingan : kepentingan pemerintah adalah kawasan hutan Gn. Balak adalah hutan Lindung yang perlu dipertahankan, dipelihara untuk memberikan fungsi perlindungan dan tata air bagi daerah bawahannya, sekaligusdipertahankan untuk memenuhi kecukupan luasan kawasan hutan minimal 30% luas daratan, sedangkan kepentingan masyarakat adalah kawasan tersebut sebagai lahan/ruang hidup.

c. Perbedaan dalam pengakuan hak; pemerintah berpegang pada hukum positif yaitu bahwa kawasan hutan tersebut adalah tanah Negara bebas yang tidak dibebani hak milik atau hak atas tanah, ditetapkan sebagai kawasan hutan sebelum masyarakat menduduki/merambah sehinga tidak ada dasar hukum alih fungsi, sedangkan masyarakat menginginkan pengakuan pemerintah untuk alih fungsi menajadi lahan milik.

2. Strategi Pengelolaan Konflik

Berdasaran posisi kasus, maka dapat dikatakan bahwa masing-masing pihak menerapkan strategi pemaksanaan, karena berbagai negosiasi menjadi gagal.

Strategi Pemaksaan yang dilakukan pemerintah berdasarkan hukum positif, strategi pemaksaan oeh pemerintah dilakukan dengan cara represif yaitu melakukan proses hukum bagi perambah hutan, operasi pengosongan, penghapusan desa, resettlement dan transmgrasi serta dilakukan reboiasasi pada areal eks perambahan (strategi win and losses solution).

69

Page 78: Buku Resolusi Konflik indendenden

Strategi pemaksaan yang dilakukan masyarakat yaitu dengan cara memobilisasi masyarakat, melakukan demontrasi, menduduki gedung-gedung pemerintah dan kembali melakukan perambahan jilid II pada lokasi yang sebelumnya telah dihapus status desanya, dikosongkan dan telah direhabilitasi tersebut (strategy wind and losses solution).

3. Upaya Pengelolaan Konflik melalui Mediasi

Setelah melalui suatu proses yang panjang yaitu sejak tahun 1971(operasi pengosongan tahap I), 1982/1983 (Operasi pengosongan tahap II), 1983/1984 (reboisasi areal eks perabahan),1984 (penghapusan desa/dusun dalam kawasan hutan), 1998 pasca reformasi (terjadi lagi penyerobotan tahap II).

Pada tahun 2003/2004, areal eks perambahan tersebut dimasukan program Gerhan, dengan menanam jenis kayu-kayuan, MPTS (Karet, Kopi, Coklat) dan menghindari penanaman jenis sawit,untuk mendukung fungsi pokok hutan lindung register 38, juga diselingi tanaman palawija (jagung).

Tanaman Gerhan tersebut berhasil, dan agar fungsi pokok hutan lindung terus terjaga, ruang hidup masyarakat tetap berlangsung, maka Pemerintah Kabupaten melalui peran mediasi penyuluh kehutanan Kab. Lampung Tengah, disosialisasikan HKm, dan disetujui sehingga dimulai dengan pengajuan permohonan HKm atas areal seluas 920 ha dari 679 KK Desa Itik Rendey, Kecamatan Melinting.

Harapan penyuluh kehutanan yang memediasi hal ini, apabila HKm yang dimohon oleh Kelompok Tani ….Desa Itik Rendey merupakan pintu masuk resolusi konflik. Peran mediasi penyuluh kehutanan ini, dapat dikategorikan sebagai win-win solutionmenggantikan win-loss solution yang selama ini dipakai masing-masing pihak.

70

Page 79: Buku Resolusi Konflik indendenden

DAFTAR PUSTAKA

Braakman L, Edwards K. 2002. The Art of Building Facilitation Capacities. A Training Manual. Bangkok: RECOFTC

Engel A, Korf B. 2005. Teknik-Teknik Perundingan dan Mediasi untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Roma: FAO.

[FAO] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2002. Community-based Forest Resources Conflict Management. A Training Package. Rome:FAO.

Fisher S et. al. 2001. Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak. Jakarta: SMK Grafika Desa Putra. Terjemahan dari: Working with Conflict: Skills and Strategies for Action . UK: Zed Books Ltd.

Hardjana AM. 1994. Konflik di Tempat Kerja. Yogyakarta: Kanisius.

Mitchell et al. 2000. Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Yoyakarta: Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Resource and Environment management.

Moeliono I dkk. 2003. Memadukan Kepentingan Memenangkan Kehidupan, bukuacuan metodologi pengelolaan sengketa sumberdaya alam. Bandung: Studio Driyamedia.

Moore CW. 1996. The Mediation Process, Practical Strategies for Resolving Conflict (2nd edition). Jossey-Bass Publisher.

[PNPM Mandiri] Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri. 2012. Manajemen Konflik. Modul Khusus Fasilitator. http://www.p2kp.org/pustaka/files/modul_pelatihan08/ [22 Juli 2012]

Suporahardjo (Editor). 2000. Inovasi Penyelesaian Sengketa Pengelolaan Sumber Daya Hutan. Bogor: Pustaka Latin.

Suporahardjo (Editor). 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Plurasisme Membangun Konsensus. Bogor: Pustaka Latin.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi, dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.

Wulan YC dkk. 2004. Warta Kebijakan: Konflik kehutanan di Indonesia Sebelum dan Sesudah Reformasi. Bogor: CIFOR.

71