Refrat Bedah CEDERA TORAX

49
BAB I PENDAHULUAN A.Insidensi Cedera toraks merupakan salah satu penyebab trauma kematian. Banyak penderita meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian ini sebenarnya dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostic dan terapi. Kurang dari 10% dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cidera tembus toraks yang membutuhkan tindakan torakotomi. Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalulintas umumnya berupa benda tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera toraks sering disertai dengan cidera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan napas, hemotoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, dada gail (fail cest, dada instabil), pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus. Semua kelainan ini menyebabkan gawat dada atau toraks akut yang analog dengan gawat perut, dalam arti diagnosis harus ditegakan secepat mungkin dan penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan, ventilasi paru, dan perdarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan merupakan tindakan operasi, seperti membebaskan jalan napas, aspirasi rongga pleura, 1

Transcript of Refrat Bedah CEDERA TORAX

Page 1: Refrat Bedah CEDERA TORAX

BAB I

PENDAHULUAN

A.Insidensi

Cedera toraks merupakan salah satu penyebab trauma kematian. Banyak penderita

meninggal setelah sampai dirumah sakit, dan banyak diantara kematian ini sebenarnya

dapat dicegah dengan meningkatkan kemampuan diagnostic dan terapi. Kurang dari 10%

dari cedera tumpul toraks dan hanya 15-30% dari cidera tembus toraks yang

membutuhkan tindakan torakotomi.

Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalulintas umumnya berupa

benda tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh tikaman dan tembakan. Cedera

toraks sering disertai dengan cidera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan

cedera majemuk.

Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan napas,

hemotoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, dada gail (fail cest, dada

instabil), pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus. Semua kelainan ini

menyebabkan gawat dada atau toraks akut yang analog dengan gawat perut, dalam arti

diagnosis harus ditegakan secepat mungkin dan penanganan dilakukan segera untuk

mempertahankan pernapasan, ventilasi paru, dan perdarahan. Sering tindakan yang

diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan merupakan tindakan operasi, seperti

membebaskan jalan napas, aspirasi rongga pleura, aspirasi rongga perikard, dan menutup

sementara luka dada. Akan tetapi kadang diperlukan torakotomi darurat. Luka tembus

didada harus segera ditutup dengan jahitan yang kedap udara.

B. Tujuan Penulisan

1.Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan refrat ini adalah sebagai salah satu syarat tugas untuk

ujian kepaniteraan linik dibagian ilmu bedah

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penulisan refrat ini adalah supaya dapat memberikan gambaran,

diagnosa, dan penanganan pada kasus Trauma Toraks

1

Page 2: Refrat Bedah CEDERA TORAX

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi

Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernafasan berlangsung dengan batuan

gerak dinding dada. Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus yang mengembang dan

mengempis tergantung mengembang dan mengecilnya rongga dada. Ispirasi terjadi

karena kontraksi otot pernafasan , yaitu m.iterkostalis dan diafragma, yang menyebabkan

rongga dada membesar dan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap ke alveolus

melalui trakea dan bronkus.

Sebaliknya, bila m.interkostalis melemas, dinding dada mengecil kembali dan udara

terdorong ke luar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen , diafragma akan naik

ketika m.iterkostalis tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini ,yaitu kelenturan dinding toraks,

kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen menyebabkan ekspirasi jika otot

interkostal dan diafragma kendur dan tidak mempertahankan keadaan inspirasi. Ekspirasi

merupakan kegiatan yang pasif.

Jika pernafasan gagal karena otot pernafasan tidak berkerja, ventilasi paru dapat

dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang didalam toraks bersamaan

dengan mengembangnya toraks. Kekuatan tiupan harus melebihi kelenturan dinding

dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen. Hal ini dilakukan pada

ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan nafas buatan mulut ke mulut.

Adanya lubang didinding dada atau di pleura viseralis akan menyebabkan udara

masuk ke rongga pleura sehingga pleura viseralis terlepas dari pleura parietalis dan paru

tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan diafragma. Hal ini terjadi pada

pneumotoraks.

2

Page 3: Refrat Bedah CEDERA TORAX

B. Patofisiologi

Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan cidera toraks. Hipoksia

jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen kejaringan oleh

karena hipovolemia(kehilangan darah), pulmonary ventilation/perfusion mismatch

(contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus) dan perubahan dalam tekanan

intratoraks(contoh tension pneumotoraks, pneumotoraks terbuka). Hiperkarbia lebih

sering disebabkan oleh tidak adekuatnya ventilasi akbiat perubahan tekanan intratoraks

atau penurunan tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan hipoperfusi dari

jaringan (syok).

C. Initial Assesment dan pengelolaan

Pengelolaan penderita terdiri dari:

Primary Survey

Resusitasi fungsi vital

Secondary survey yang rinci

Perawatan Definitif

Karena hipoksia adalah masalah yang sangat serius pada cedera toraks,

intervensi dini perlu dilakukan untuk pencegahan dan mengoreksinya.

I. PRIMARY SURVEY: CEDERA YANG MENGANCAM NYAWA

Primary survey pada penderita cedera toraks dimulai dengan airway. Masalah

utama harus dikoreksi begitu teridentifikasi.

A. Airway

Cedera berat pada airway harus dikenali dan dikoreksi saat melakukan primary

survey. Patensi airway dan ventilasi harus dinilai dengan mendengarkan gerakan

3

Page 4: Refrat Bedah CEDERA TORAX

udara pada hidung penderita, mulut dan dada serta dengan inspeksi pada daerah

orofaring untuk sumbatan airway pada benda asing, dan dengan mengobservasi

retraksi otot-otot interkostal dan supraklavikular.

Cedera laring dapat bersamaan dengan cedera toraks. Walaupun gejala klinis

yang ada kadang tidak jelas, sumbatan airway karena cedera laring merupakan cedera

yang mengancam nyawa.

Beberapa kondisi yang jarang ditemukan, mungkin timbul pada penderita

dengan cedera skeletal yang menyebabkan gangguan bermakna pada airway dan

pernapasan penderita. Sebagai contoh adalah cedera pada dada atas, yang

menyebabkan dislokasi kearah posterior atau fraktur dislokasi dari sendi

sternoklavikular. Ini dapat menimbulkan sumbatan airway bagian atas, bila

displacement dari fragmen proksimal fraktur atau komponen sendi distal menekan

trakea. Hal ini juga dapat menyebabkan cedera pembuluh darah pada ekstremitas

yang homolateral akibat kompresi fragmen fraktur atau laserasi dari cabang utama

arkus aorta.

Cedera ini diketahui bila ada:sumbatan airway atas (stridor), adanya tanda

berupa perubahan dari kualitas suara(jika penderita masih dapat bicara), dan cedera

yang luas pada dasar leher dengan terabanya defek pada region sendi sterniklavikular.

Penanganan pada cedera ini adalah menstabilkan patensi airway, yang terbaik

dengan intubasi endotrakeal, walaupun hal ini kemungkinan sulit dilakukan jika ada

tekanan yang cukup besar pada trakea. Yang paling penting, reposisi tertutup dari

cedera yang terjadi dengan cara emngekstensikan bahu, mengangkat klavikula dengan

pointed clamp seperti towel clip dan melakukan reposisi fraktur secara manual.

Cedera seperti ini dilakukan tindakan diatas biasanya akan tetap stabil walaupun

penderita dalam posisi berbaring.

B.Breathing

Dada dan leher penderita harus terbuka selama penilaian breathing dan vena-

vena leher. Pergerakan pernafasan dan kualitas pernafasan dinilai dengan observasi ,

palpasi dan didengarkan.

4

Page 5: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Gejala yang terpenting dari cedera toraks adalah hipoksia termasuk peningkatan

frekuensi dan perubahan pada pola pernafasan, terutama pernafasan yang dengan

lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita trauma.

Tetapi bila sianosis tidak ditemukan bukan merupakan indikasi bahwa oksigen

jaringan adekuat atau airway adekuat. Jenis cedera toraks yang penting dan

mempengaruhi breathing (yang harus dikenal dan diketahui selama primari survey)

adalah keadaan-keadaan dibawah ini:

1. Tension Pneumotoraks

Tension Pneumotoraks berkembang ketika terjadi one-way-valve (fenomena

ventil), kebocoran udara yang berasal dari paru-paru atau dari luar melalui dinding

dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve).

Akbat udara yang masuk kedalam rongga pleura yang tidak dapat keluar lagi, maka

tekanan didalam intrapleura akan semakin meninggi, paru-paru menjadi kolaps,

mediastinum terdorong kesisi berlawanan dan menghambat pengembalian darah ke

vena jantung( venous return), serta akan menekan paru kontralatera.

Penyebab tersering dari tension pneumothoraks adalah komplikasi penggunaan

ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang

ada kerusakan pada pleura viseral. Tension pneumotorax juga dapat timbul sebagai

komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat cedera toraks tembus atau tajam

dengan perlukaan parenkim paru yang tidak menutup atau setelah salah arah pada

pemasangan kateter subklavia atau vena jugularis interna. Kadangkala defek atau

perlukaan pada dinding dada juga dapat menyebabkan tension pneumotoraks, jika

salah cara menutup defek atau luka tersebut dengan pembalut kedap udara (occlusive

dressimgs) yang kemudian akan menimbulkan mekanisme katup (flap-valve).

Tension pneumotorax juga dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang

mengalami pergeseran (displaced thoracic spine fractures).

Diagnosis tension pneumotoraks ditegakan secara klinis, dan terapi tidak boleh

terlambat oleh karena menunggu komfirmasi radiologist. Tension pneumotoraks

ditandai dengan gejala nyeri dada , sesak yang berat, distress pernafasan, takikardi,

hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher.

Sianosis merupakan manifestasi lanjut. Karen a ada kesamaan gejala antara tension

5

Page 6: Refrat Bedah CEDERA TORAX

pneumotoraks dan tamponade jantung maka pada awalnya sering membingungkan,

namun perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada hemitoraks yang

terkena akan dapat membedakanya.

Tension pneumotoraks membutuhkan decompresi segera dan penanggulangan

awal dengan dengan cepat berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga

dua garis midclabicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini akan mengubah

tension pneumotoraks menjadi pneumotoraks sederhana , tetapi terdapat pula

kemungkinan terjadi peneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum). Evaluasi

ulang selalu diperlukan. Terapi definitive selalu dibutuhkan dengan pemasangan

selang dada (chest tube) pada sela iga 5 (setinggi puting susu) dianterior dari garis

midaxilaris.

2. Pneumotoraks terbuka (sucking chest wound)

Defek atau luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan

peneumotoraks terbuka. Tekanan didalam rongga pleura akan segera menjadi sama

dengan tekanan atmosfir. Jika defek pada dinding dada lebih besar dari 2/3 diameter

trakea maka udara akan cenderung mengalir melaui defek karena mempunyai tahanan

yang kurang atau lebih kecil dibandingkan dengan trakea. Akibatnya ventilasi

terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.

Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa oklusif steril yang diplester

hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek

katup (flutter Type Valve) dimana saat inspirasi kasa penutup akan menutup luka,

mencegah kebocoran dari dalam. Saat ekspirasi kasa penutup terbuka untuk

6

Page 7: Refrat Bedah CEDERA TORAX

menyingkirkan udara keluar. Setalah itu maka sesegera mungkin dipasang selang

dada yang harus berjauhan dari luka primer. Menutup seluruh sisi luka akan

menyebabkan terkumpulnya udara didalam rongga pleura yang akan menyebabkan

tension pneumotoraks kecuali jika selang dada sudah terpasang. Kasa penutup

sementara yang dapat dipergunakan adalah Plastic Wrap atau Petrolatum Gauze,

sehingga penderita dapat dilakukan evaluasi dengan cepat dan dilanjutkan dengan

penjahitan luka. Penjahitan luka primer diperlukan.

3. Flail Chest

Bila terjadi kerusakan parenkim paru dibawah kerusakan dinding dada maka akan

menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada Fail Chest adalah cedera

pada parenkim paru yang mungkin terjadi Flail Chest

Flail chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas

dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur iga

multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya

segmen fail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada (kontusio

paru). Walaupun ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari

dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan

menyebabkan hipoksia. Yang menyebabkan hipoksia pada penderita ini terutama

disebabkan nyeri yang menyebakan gerakan dinding dada menjadi tertahan dan cidera

jaringan parunya.

Flail Chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena splinting (terbelat)

dengan dinding dada. Gerakan pernapasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara

asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernapasan yang abnormal dan

krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis. Dengan foto toraks akan

lebih jelas akan terlihat fraktur iga yang multiple, akan tetapi terpisahnya sendi

7

Page 8: Refrat Bedah CEDERA TORAX

costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis gas darah yang menunjukan

hipoksia akibat kegagalan pernapasan , juga membantu dalam diagnosis Flail Chest.

Terapi awal yang diberikan adalah pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang

dilembabkan dan resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian

kristaloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan resusitasi

cairan. Pengukuran yang lebih spesifik harus dilakukan agar pemberian cairan benar-

benar optimal.

Terapi definitive ditujukan untunk mengembangkan paru-paru dan berupa

oksigenasi yang cukup serta pemberian cairan dan analgesia untuk memperbaiki

ventilasi. Tidak semua penderita tidak membutuhkan penggunaan ventilator.

Pencegahan hipoksia merupakan hal penting pada penderita trauma , dan intubasi

serta ventilasi untuk waktu singkat mungkin diperlukan, sampai diagnosis dan pola

cedera yang terjadi pada penderita tersebut lengkap. Indikasi timing/waktu untuk

melakukan intubasi dan ventilasi tergantung pada penilaian hati-hati dari frekuensi

pernapasan, tekanan oksigen arterial dan penilaian kinerja pernapasan.

4. Hematotoraks massif

Terkumpulnya darah dan cairan disalah satu hemitoraks dapat menyebabkan

gangguan usaha bernapas akibat penekanan paru-paru dan menghambat ventilasi

yang adekuat. Perdarahan yang banyak dan cepat akan mempercepat timbulnya syok .

C.Cirkulation

Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturanya. Pada

penderita hipovolemia, denyut nadi a.radialis dan a.dorsalis pedis mungkin tidak

teraba oleh karena volume yang kecil. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur

dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk warna dan

temperatur. Vena leher harus dinilai apakah distensi atau tidak. Ingat, distensi vena

8

Page 9: Refrat Bedah CEDERA TORAX

leher mungkin tidak nampak pada penderita hipovolemia walaupun ada tamponade

jantung, tension pneumothorax atau cidera diafragma.

Monitor jantung dan pulse oximeter harus dipasang pada penderita. Penderita

yang dicurigai cedera toraks terutama pada daerah sternum atau cedera deselerasi

yang hebat harus dicurigai adanya cedera miokard apabila ada disritmia. Hipoksia

ataupun asidosis akan mempermudah terjadinya. Kontraksi ventirkel prematur,

disritmia yang kerap terjadi, mungkin membutuhkan terapi dengan Bolus Lidokain

segera (1mg/kg) dilanjutkan Drip Lidocain (2-4 mg/menit).

Pulsless Electric Activity (PEA, sebelum ini dikenal sebagai Electromechanical

dissociation), merupakan dimana pada EKG ditemukan irama, sedangkan pada

perabaan nadi tidak ditemukan pulsasi. PEA dapat ditemukan pada tamponade

jantung, tension pneumotorax, hipovolemia, atau bahkan yang lebih buruk lagi ruptur

jantung.

Cidera toraks yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada

primary survey adalah:

1. Hemotoraks Masif

Hemotoraks massif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1500 cc di

dalam rongga pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak

pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat

disebabkan cedera tumpul. Kehilangan darah menyebabkna hipoksia. Vena leher

dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi kadang dapat ditemukan

distensi vena leher, jika terjadi tension pneumotorakx. Jarang terjadi efek mekanik

dari darah yang terkumpul intratoraks lalu mendorong mediastinum sehingga

menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakan

dengan adanya syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi

dada yang mangalami trauma.

Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang

dilakukan bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infuse

cairan kristaloid secara cepat dengan jarum besar dan kemudia pemberian darah

dengan golongan spesifik secepatnya. Darah dari rongga toraks dapat dikumpulkan

pada tempat penampungan yang cocok untuk autotranfusi. Bersamaan dengan

9

Page 10: Refrat Bedah CEDERA TORAX

pemberian infus, sebuah selang dada (chest tube) no.38 Fench dipasang setinggi

puting susu, anterior dari garis midaksilaris lalu dekompresi rongga pleura

selengkapnya. Ketikan curiga hemotoraks massif pertimbangkan untuk melakukan

autotranfusi. Jika pada awalnya sudah keluar 1500 ml, kemungkinan besar penderita

tersebut membutuhkan torakotomi segera.

Beberapa penderita pada awalnya darah yang keluar kurang dari 1500 ml, tetapi

perdarahan tetap berlangsung. Ini juga membutuhkan torakotomi. Keputusan

torakotomi dilakukan jika ditemukan kehilangan darah terus menerus sebanyak 200

cc/jam dalam waktu 2-4 jam, tetapstatus fisiologis penderita tetap lebih diutamakan.

Tranfusi darah diperlukan selama ada indikasi untuk torakotomi. Selama penderita

dilakuakan resusitasi, volume darah awal yang dikeluarkan dengan selang dada (chest

tube) dan kehilangan darah selanjutnya harus ditambahkan kedalam cairan pengganti

yang akan diberikan. Warna darah (arteri atau vena) bukan merupakan indikator yang

baik sebagai dasar untuk dilakukanya torakotomi.

Luka tembus toraks didaerah anterior , medial dari garis puting susu atau luka

didaerah posterior, medial dari skapula harus dipertimbangkan kemungkinan

diperlukanya torakotomi, oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar,

struktur hilus atau jantung yang kemungkinan terjadi tamponade jantung. Torakotomi

harus dilakukan oleh ahli bedah yang sudah mendapat latihan dan pengalaman.

2. Tamponade Jantung

10

Page 11: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Tamponade jantung sering disebabkan luka tembus. Walaupun demikian, cedera

tumpul juga dapat menyebabkan pericardium terisi darah, baik dari jantung,

pembuluh darah besar maupun dari pembuluh darah perikard. Perikard manusia

terdiri dari struktur jaringan ikat yang kaku dan walaupun sedikit darah yang

mengumpul, sudah dapat menghambat aktivitas jantung dan mengganggu pengisian

jantung. Mengeluarkan darah atau cairan perikard, perikardiosintesis , sering hanya

keluar 15ml sampai 20 ml, sudah akan memperbaiki hemodinamik.

Diagnosis tamponade jantung tidak mudah. Diagnosis klasik adalah adanya

Trias Beck yang terdiri dari peningkatan tekanan vena, penurunan tekanan arteri dan

suara jantung menjauh. Penilaian suara jantung menjauh sulit ditemukan bila ruang

gawat darurat dalam keadaan berisik, distensi vena leher tidak ditemukan karena

penderita hipovolemia, dan hipotensi sering disebabkan hipovolemia.

Pulsus Paradoxsus adalah keadaan fisiologis dimana terjadi penurunan dari

tekanan darah sistolik selama inspirasi spontan. Bila penurunan tersebut lebih dari 10

mmHg, maka ini merupakan tanda lain terjadinya tamponade jantung. Tetapi tanda

pulsus paradoxus tidak selalu ditemukan, lagipula sulit mendeteksinya dalam ruang

gawat darurat. Tambahan lagi, jika terdapat tension pneumotoraks, terutama sisi kiri,

maka akan sangat mirip tamponade kordis.

Tanda kussmaul (peningkatan tekanan vena saat inspirasi biasa)adalah kelainan

paradoksal yang sesungguhnya dan menunjukan adanya tamponade jantung. PEA

pada keaadaan tidak ada hipovolemia dan tension pneumotoraks harus dicurigai

adanya tamponade jantung. Pemasangan CVP dapat membantu proses diagnosis,

tetapi tekanan yang tinggi dapat ditemukan pada berbagai keadaan lain. Pemeriksaan

USG (Echocardiografi) merupakan metode non invasif yang dapat membantu

penilaian pericardium, tetapi banyak penelitian yang melaporkan angka negatif yang

tinggi yaitu sekitar 5 sampai 10%. Pada penitilian cedera tumpul dengan

hemodinamik abnormal boleh dilakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sekaligus

dapat mendeteksi cairan di kantong perikard dengan syarat tidak menghambat

resusitasi, serta dilakukan tim yang berpengalaman.

Tamponade jantung dapat timbul perlahan, sehingga memungkinkan evaluasi

yang lebih teliti, atau timbul cepat sehingga memerlukan diagnosis dan terapi yang

11

Page 12: Refrat Bedah CEDERA TORAX

cepat pula. Cara diagnosis yang dilakukan dapat berupa USG (Focused assessment

sonogram in cedera- FAST) dan/atau perikardiosintesis. FAST bila dilakukan di UGD

adalah cara yag cepat dan akurat untuk melihat jantung dan pericardium. Ditangan

pemeriksa yang berpengalaman akurasi adalha sekitar 90%. Bila FAST menunjukan

cairan intraperikardial, maka dapat dilakukan perikrdiosintesis untuk menstabilkan

sementara hemodinamik penderita sambil menunggu tranpostasi kekamar operasi,

dimana dapat dilakukan torakotomi dan perikardiotomi untuk melihat cedera

jantungnya. Perikardiosintesis dapat bersifat diagnosis maupun terapetik , namun

bukan terapi definitive untuk tamponade jantung.

Evakuasi cepat darah dari perikard merupakan indikasi bila penderita dengan

syok hemoragik tidak memberikan respon pada cairan resusitasi dan mungkin ada

tamponade jantung. Tindakan ini menyelamatkan nyawa dan tidak boleh diperlambat

untuk mengadakan pemeriksaan diagnosis tambahan. Metode sederhana untuk

mengeluarkan cairan dari perikard adalah dengan perikardiosintesis. Kecurigaan yang

tinggi adanya tamponade jantung pada penderita yang tidak memberikan respon

terhadap usaha resusitasi, merupakan indikasi untuk melakukan tindakan

perikardiosintesis melalui metode subksifoid. Tindakan alternative lain, adalah

melakukan operasi jendela perikard atau torakotomi dengan perikardiotomi oleh

seorang bedah. Prosedure ini akan lebih baik dilakukan di ruang operasi jika kondisi

penderita memungkinkan.

Walaupun kecurigaan besar akan adanya tamponade jantung, tetap dilakukan

pemberian cairan infuse awal karena akan dapat meningkatkan tekanan vena dan

meningkatkan cardiac output untuk sementara, sambil melakukan persiapan untuk

tindakan perikardiosintesis melalui subsikfoid . Pada tindakan ini penggunaan plastic-

sheated needle atau insersi dengan teknik Seldinger merupakan cara paling baik

tetapi dalam keadaan yang lebih gawat, prioritas adalah aspirasi darah dari kantong

perikard. Monitoring Elektrokardiografi dapat menunjukan tertusuknya miokard

(peningkatan voltase dari gelombang T, ketika jarum perikardiosintesis menyentuh

epikardium) atau terjadinya disritmia. Karena luka jantung mungkin menutup sendiri,

perikardiosintesis akan memperbaiki gejala untuk sementara. Namun semua penderita

denagan perikardiosintesis yang positif memerlukan torakotomi, atau median

12

Page 13: Refrat Bedah CEDERA TORAX

sternomi, untuk pemeriksaan dan perbaikan cedera jantungnya. Perikardiosintesis

mungkin negatif karena darah dalam rongga perikardium beku.

Torakotomi Resusitasi

Pijatan jantung tertutup untuk henti jantung atau PEA kurang efektif pada

keadaan penderita yang hipovolemia. Penderita dengan luka tembus toraks yang

sampai dirumah sakit tidak teraba denyut nadi tetapi masih ada aktifitas elektrik dari

miokard merupakan calon untuk torakotomi resusitasi secepatnya.

Torakotomi antero-lateral kiri dilakukan untuk mendapatkan akses langsung ke

jantung, sambil meneruskan resusitasi cairan. Intubasi endotrakeal dan ventilasi

mekanik mutlak harus dikerjakan.

Penderita dengan cedera tumpul yang sampai di rumah sakit dan tidak teraba

denyut nadi akan tetapi masih ada aktifitas miokard tidak ada indikasi torakotomi

resusitasi.

Tindakan terapi efektif yang dapat dikerjakan selama torakotomi adalah:

1. Evakuasi darah di perikard yang menyebabkan tamponade jantung.

2. Kontrol langsung sumber perdarahan pada perdarahan intratoraks

3. Pijatan jantung terbuka

4. Klem silang aorta descendens untuk mengurangi kehilangan darah

dibawah diafragma dan meningkatkan perfusi keotak dan jantung.

Berbeda hasilnya jika ini dilakukan pada cedera tumpul. Banyak laporan

mengkonfirmasi tidak efektifnya hasil torakotomi di ruang gawat darurat untuk

penderita yang mengalami henti jantung setelah cidera tumpul.

13

Page 14: Refrat Bedah CEDERA TORAX

II. SECONDARY SURVEY: CEDERA TORAKS YANG DAPAT

MENGANCAM NYAWA

Secondary survey membutuhkan pemerikaan fisik yang lebih dalam dan

teliti. Foto toraks tegak dibuat jika kondisi penderita memungkinkan, serta

pemeriksaan analis gas darah, monitoring pulse oximeter dan elektrokardiogram.

Pada foto toraks harus dinilai pengembangan paru, adanya cairan, ada tidaknya

pelebaran mediastinum, pergeseran dari garis tengah atau hilangnya gambaran

detail dari mediastinum. Pada fraktur iga multipel atau fraktur iga pertama

dan/atau iga kedua harus dicurigai bahwa cedera yang terjadi pada toraks dan

jaringan lunak debawahnya sangat berat.

Delapan cedera toraks yang mungkin mematikan:

1. Pneumotoraks sederhana

2. Hemotoraks

3. Kontusio Paru

4. Perlukaan percabangan trakeo-bronkialDi

5. Cedera tumpul jantung

6. Cedera Aorta

7. Cedera diafragma

8. Mediastinal traversing wound

Tidak seperti kondisi yang langsung mengancam nyawa yang harus dikenal

selama primary survey , cedera diatas biasanya pada pemeriksaan fiskik tidak

jelas. Pengenalan membutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi.Cedera-cedera ini

sering kali tidak terdiagnosis saat awal setelah cedera namaun dapat berakibat

fatal.

A. Pneumotoraks Sederhana

Pneumotoraks disebabkan masuknya udara pada ruang potensial antara

pleura viseralis dan parietal. Dislokasi-fraktur vertebra torakal juga dapat

ditemukan bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab

tersering dari pneumotoraks akibat cedera tumpul.

14

Page 15: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi oleh paru-paru yang

mengembangnya sampai dinding dada oleh karena adanya tegangan permukaan

(tekanan negatif) antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga

pleura akan menyebabkan kolapnya jaringan paru. Gangguan ventilasi-perfusi

terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak mengalami ventilasi

sehingga tidak ada oksigenasi.

Ketika pneumotoraks terjadi, suara nafas menurun pada sisi yang terkena

dan pada perkusi hipersonor. Foto toraks-posisi tegak saat ekspirasi akan

membantu menegakan diagnosis.

Terapi tebaik pada pneumotoraks adalah dengan pemasanagan chest tube .

Pneumotoraks sederhana dapat menjadi tension pneumotoraks yang mengancam

nyawa terutama jika awalnya tidak diketahui dan ventilasi dengan tekanan positif

diberikan. Toraks penderita juga harus dilakukan dekompresi sebelum

transportasi udara.

B. Hemotoraks

Penyebab utama dari hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari

pembuluh darah interkostal atau ateri mamaria internal yang disebabkan oleh

cedera tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari vetebral torakal juga dapat

menyebabkan hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak

memerlukan intervensi operasi.

Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,

sebaikanya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan

mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan

darah didalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan

darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukanya

penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik.

Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskanperlunya

indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologis dan volume darah

yang keluar dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah

yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1500 ml, atau bila darah

yang keluar lebih dari 200 ml tiap jam untuk 2 samapai 4 jam, atau jika

15

Page 16: Refrat Bedah CEDERA TORAX

membutuhkan tranfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah harus

dipertimbangkan.

C. Kontusio Paru

Kontusio paru adalah kelainan yang paling sering ditemukan pada golongan

potentially lethal chest injury. Kegagalan bernafas dapat timbul perlahan dan

berkembang sesuai waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian, sehingga

rencana penanganan defitnitif dapat berubah berdasarkan perubahan klinis.

Monitoring harus ketat dan hati-hati, juga diperluakan evaluasi penderita yang

berulang-ulang.

Penderita dengan hipoksia yang bermakna (PaO2 <65 mmHg atau 8,6 kPa

dalam udara ruangan ,SaO2 <90%) harus dilakukan intubasi dan diberikan

bantuan ventilasi pada jam-jam pertama setelah trauma. Kondisi medik yang

berhubungan dengan kontusio paru seperti penyakit paru kronis dan gagal ginjal

menambah indikasi untuk melakukan intubasi lebih awal dan ventilasi mekanik.

Beberapa penderita dengan kondisi stabil dapat ditagani secara selektif tanpa

intubasi endotrakeal atau ventilasi mekanik.

Monitoring dengan pulse oximeter, pemeriksaan analisis gas darah,

monitoring EKG dan perlengkapan alat bantu pernafasan diperlukan untuk

penanganan yang optimal. Jika kondisi penderita memburuk dan perlu ditransfer

maka harus dilakukan intubasi dan ventilasi terlebih dahulu.

D. Cidera Trakheobronkial

Cedera terhadap trakea dan bronkus utama merupakan perlukaan yang luar

biasa dan mempunyai potensial fatal yang seringkali sudah terlihat pada saat

penilaian awal. Perlukaan ini sering disebabkan oleh cidera tumpul dan terjadi

pada 1 inci dari karina. Kebanyakan penderita meninggal ditempat kejadian. Bila

penderita sampai dirumah sakit, resiko kematian meningkat disebabkan karena

cidera lain yang menyertai.

Jika dicurigai adanya perlukaan trakeobronkial, harus melakukan konsultasi

segera. Pada penderita dengan perlukaan trakeobronkial sering ditemukan

hemoptisis, emfisema subkutan dan tension pneumotoraks dengan pergesran

mediastinum. Adanya pneumotoraks dengan gelembung udara yang banyak pada

16

Page 17: Refrat Bedah CEDERA TORAX

WSD setelah dipasang selang dada harus dicurigai adanya cedera trakeobronkial.

Sering dibutuhkan lebih dari satu selang dada pada kebocoran yang besar.

Diagnosis perlukaan ini dilakukan dengan cara bronkoskopi. Intubasi pada cabang

bronkus utama kontralateral dibutuhkan sementara waktu untuk mencukupi

kebutuhan oksigen.

Intubasi seringkali mengalami kesulitan karena adanya distorsi anatomi

akibat hematom paratrakeal, akibat cedera orofaringeal yang menyertai atau

terhadap trakeobronkial itu sendiri. Untuk penderita seperti ini diperlukan

intevensi operasi segera. Untuk penderita yang stabil, terapi operasi dari

perlukaan trakeobronkial dapat ditunda sampau reaksi radang akut dan edema

diserap.

E. Cedera Tumpul Jantung

Cedera tumpul jantung dapat menyebabkan kontusio otot jantung , ruptur

atrium atau ventrikel, ataupun kebocoran katup. Ruptur ruang jantung ditandai

dengan tamponade jantung yang harus diwaspadai saat primary survey. Kadang-

kadang tanda dan gejala dari tamponade lambat terjadi bila yag ruptur adalah

atrium.

Penderita dengan kontusio miokard akan mengeluh rasa tak nyaman pada

dada tetapi keluhan tersebut juga bisa disebabkan kontusio dinding dada atau

fraktur sternum dan/atau fraktur iga. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakan

dengan inspeksi dari miokard yang mengalami trauma. Gejala klinis yang penting

pada kontusio miokard adalah hipotensi, gangguan hantaran yang jelas pada EKG

atau gerakan dinding jantung yang tidak normal pada pemeriksaan ekokardiografi

dua dimensi. Perubahan EKG dapat berfariasi dan kadang menunjukan suatu

infark miokard yang jelas. Kontraksi premature ventrikel yang multiple, sinus

takikardi yang tidak bisa diterangkan, fibrilasi atrium, bundle branch

block(biasanya kanan) dan yang paling sering adalah perubahan segmen ST yang

ditemukan pada EKG. Evaluasi dari tekanan vena sentral yang tidak ada penyebab

lain merupakan petunjuk dari disfungsi ventrikel kanan sekunder akibat kontusio

jantung. Juga penting untuk diingat bahwa kecelakaanya sendiri mungkin dapat

disebabkan adanya serangangn infark miokard akut.

17

Page 18: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Pemeriksaan troponin tidak dilakukan pada kontusio miokard yang

terdiagnosis karena adanya konduksi yang abnormal mempunyai resiko terjadinya

disritmia akut, dan harus dimonitor 24 jam pertama, karena setelah interval

tersebut resiko disritmia akan menurun secara bermakna.

F. Ruptur Aorta (Traumatic Aortic Disruption)

Ruptur aorta traumatic sering menyebabkan kematian segera setelah

kecelakaan mobil tabrakan frontal atau jatuh dari ketinggian. Untuk penderita

yang selamat, sesampainya dirumah sakit kemingkinan sering dapat diselamatkan

bila rupture aorta dapat di identifikasi dan secepatnya dilakukan operasi.

Penderita dengan rupture aorta (yang kemungkinan bisa ditolong), biasanya

laserasi yang terjadi tidak total dan dekat dengan ligamentum arteriosus.

Kontinuitas dari aorta dipertahankan oleh lapisan adventitia yang masih utuh atau

adanya hematom mediastinum yang mencegah terjadinya kematian segera.

Banyak penderita yang sempat sampai dirumah sakit dalam keaadaan hidup,

meninggal dirumah sakit jika tidak diberikan terapi. Walaupun ada darah yang

lolos kedalam mediastinum, tetapi pada hakekatnya ini adalah suatu hematoma

yang belum pecah. Hipotensi menetap atau berulag ditemukan sedangkan

perdarahan di tempat lain tidak ada. Bila rupture aorta berupa transeksi aorta,

maka perdarahan yang terjadi masuk kedalam rongga pleura dan menyebabkan

hipotensi, biasanya berakibat fatal dan pederita harus dilakukan operasi dalam

hitungan menit.

Seringkali gejala ataupun tanda spesifik rupture aorta tidak ada, namun

adanya kecurigaan yang besar atas riwayat trauma , adanya gaya deselerasi dan

temuan radiologis yang khas diiikuti arteriografi merupakan dasar dalam

penetapan diagnosis. Angiografi harus dilakukan secara agresif karena penemuan

foto toraks, terutama pada posis berbaring, hasilnya tidak dapat dipercaya.

Apabila ditemukan peleburan mediatinum pada foto toraks dan lakukan

pemeriksaan angiografi maka hasil positif untuk rupture aorta adalah sekitar 3%.

Gambaran radiology yang ada dibawah ini dapat dipergunakan sebagai

indikasi adanya cedera terhadap pembuluh darah besar dalam rongga toraks.

1. Pelebaran mediastinum

18

Page 19: Refrat Bedah CEDERA TORAX

2. Obliterasi lengkung aorta

3. Deviasi trakea kearah kanan

4. Hilangnya ruang antara arteri pulmonal dan aorta (jendela

aorta-pulmonal tidak jelas)

5. Bronkus utama kiri tertekan kebawah

6. Deviasi dari esofagus ke arah kanan

7. Pelebaran paratrakeal tidak merata.

8. Pelebaran paraspinal

9. Ditemukan adanya pleural atau apical cap

10. Hemotoraks kiri

11. Frakur Iga 1 atau ke 2 atau skapula

Positif palsu atau negatif palsu terdapat pada tiap-tiap tanda foto ronsen

diatas tepi hanya jarang (hanya 1%-2%) tidak akan ditemukan tanda apapun pada

penderita dengan cedera pembuluh darah besar. Kecurigaan sedikit saja akan

adanya cedera aorta sudah merupakan alasan untuk mengirim penderita ke

fasilitas yang mampu untuk mempertajam diagnosis. Angiografi merupakan

pemeriksaan gold standart, tetapi transesofagal echokardiografi (TEE) merupakan

suatu pemeriksaan yang minimal invasif yang dapat dipergunakan untuk

membantu menegakan diagnosis. Pemeriksaan CT-scan akan banyak memakan

waktu sehingga tidak dianjurkan untuk menegakan diagnosa definitif.

CT helikal dengan kontras saat ini merupakan cara terbaik untuk skrining

cedera aorta. Akurasi denga CT helikal mencapai 100%, namun sangat tergantung

alat dan ahli. Bila CT helikal tidak menunjukan adanya hematoma mediastinum

maupun cedera aorta, maka pemeriksaan selanjutnya tidak diperlukan. Bila CT

helikal positif harus dilakukan aortografi.

G. Cedera Diafragma

Ruptur diafragma traumatik lebih sering terdiagnosis pada sisi kiri, karena

obliterasi hepar pada sisi kanan atau adanya hepar pada sisi kanansehingga

mengurangi kemungkinan terdiagnosisnya ataupun terjadinya ruptur diafragma

kanan. Sementara itu adanya usus, gaster atau selang diagnostik mempermudah

mendeteksi pada hemotoraks kiri. Prevalensi sesungguhnya (untuk kejadian sisi

19

Page 20: Refrat Bedah CEDERA TORAX

kiri atau kanan) belum diketahui. Cedera tumpul menghasikan robekan besar yang

menyebabkan timbulnya herniasi organ abdomen. Sedangkan cedera tajam

menghasilkan perforasi kecil yang sering memerlukan waktu yang bisa sampai

tahunan untuk berkembang menjadi hernia diaframagtika.

Diagnosis perlukaan ini pada awalnya bisa terlewatkan jika salah

menginterprestasikan foto toraks sebagai elevasi diafragma, dialtasi gaster akut,

pneumtoraks lokal atau hematom subpulmonal. Jika curiga adanya laserasi pada

diafragma kiri, selang gaster harus dipasang. Bila selang gaster tampak dirongga

toraks, maka tidak diperlukan pemeriksaan dengan kontras. Kadang, diagnosis

tidak dapat ditegakan dengan foto rontgen ataupun setelah pemasangan selang

dada pada hemitoraks kiri. Pada keadaan ini pemeriksaan gasrtointestinal bagian

atas dengan kontras harus dilakukan jika diagnosis masih ragu-ragu/tidak jelas.

Bila ditemukan cairan peritoneum keluar dari selang dada juga dapat

mengkonfirmasi daignosis. Prosedur minimal invasif endoskopi (torakoskopi)

dapat membantu dalam mengevaluasi diafragma pada kasus yang diagnosisnya

sulit ditegakan.

Ruptur diafragma kanan jarang terdiagnosis pada periode awal setelah

trauma,. Hepar sering mencegah herniasi dari organ abdomanal lainya masuk

kerongga toraks. Gambaran elevasi diafragma kanan pada x-ray toraks mungkin

dapat ditemukan. Ruptur diafragma sering dapat ditemukan secara kebetulan,

karena operasi untuk cedera abdominal lain. Terapinya adalah penjahitan

langsung.

H. Mediastinal Traversing Wound

Cedera penetrans melintasi mediastinum, dapat mencederai struktur utama

dimediastinum misalnya jantung, pembuluh darah besar, percabangan

torakobronkial atau esophagus. Diagnosis ditegakan bila pemeriksaan fisik yang

teliti dan foto toraks menunjukan adanya luka masuk disatu henitoraks dan luka

keluaratau peluru bersarang di hemitoraks kontra-lateralnya. Hati-hati bila

menjumpai luka dengan pecahan peluru berada didekat organ mediatinum karena

20

Page 21: Refrat Bedah CEDERA TORAX

kemungkinan adanya luka yang melintasi mediastinum. Konsultasi bedah mutlak

harus dilakukan.

Adanya syok menjadi indikasi adanya kehilangan darah karena perdarahan

intra toraks, tension pneumotoraks, atau tamponade jantung. Pemasangan selang

dada bilateral harus dilakukan untuk mengatasi hemopneumotoraks dan darah

yang keluar harus diukur. Indikasi untuk melakukan torakotomi sito sama dengan

indikasi pada hemotoraks masif. Persiapan torakotomi dilakukan untuk kedua

hemitoraks. Tetapi secara umum harus dimulai pada sisi yang kehilangan

darahnya paling banyak. Penderita dengan curiga tamponade jantung dilakukan

terapi. Penderita yang dicurigai emfisema mediastinum harus dicurigai adanya

cedera terhadap cedera esofagus atau percabangan trakeobronkial. Hematom

mediastinum atau pleural cap dicurigai adanya cedera pada pembuluh darah

besar.Perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologi untuk mencurigai peluru

melewati medula spinalis.

Penderita dengan hemodinamik normal, walaupun tanpa gejala klinis atau

tanpa kelainan gambaran strukur mediatinum pada foto ronsen, tetap harus

dilakukan evaluasi untuk menyingkirkan kemungkinan cedera vaskuler,

trakeobronkial atau cedera esofagus. Selang toraks dipasang sesuai indikasi. Jika

belum ada rencana operasi, maka dilakukan pemeriksaan evaluasi segera seperti

CT helikal atau angiografi yang dapat memperlihatkan gambaran Aorta torakalis

dan cabang utamanya. Jika hasil CT helikal atau angiogram negatif, dilakukan

esofagorafi memakai kontras. Pemeriksaan esofagografi akan meningkatkan

kepastian bahwa tidak ada cedera esofagus. Bronkoskopi harus dilakukan untuk

mengevaluasi percabangan trakeobronkial. Untuk mengevaluasi jantung dan

perikardium terbaik menggunakan CT scan atau Ultrasound. Jika hemodinamik

penderita memburuk , yang dapat terjadi setiap saat selama evaluasi non-operatif,

maka harus dipertimbangkan adanya cedera lain dan lakukan reevaluasi.

Dekompresi segera pada tension pneumotoraks, atau pada tamponade jantung

mungkin dibutuhkan.

Setelah identifikasi perlukaan, dapat langsung dilakukan perbaikan melaui

sayatan yang sesuai.

21

Page 22: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Segera keseluruhan angka mortalitas untuk luka tembus mediastinum sekitar

20%. Persentase ini menjadi berlipat ganda jika disertai hemodinamik tidak stabil

dan 30% pada evaluasi memberikan hasil positif dan kemudian memerlukan

operasi.

III. MANIFESTASI CEDERA TORAKS LAIN

Cedera toraks penting lainya yang harus dideteksi selama secondary survey

walaupun cedera tersebut tidak segera mengancam nyawa tetapi cedera tersebut

potensial untuk memburuk.

A. Emfisema Subkutis

Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh cedera airway, parenkim paru,

atau yang jarang yaitu cedera ledakan. Walaupun tidak memerlukan terapi,

penyebab timbulnya kelainan ini harus dicari. Jika penderita menggunakan

ventilasi dengan tekanan positif pemasangan selang dada harus dipertimbangkan

untuk dipasang pada sisi yang terdapat emfisema subkutis sebagai antisipasi

terhadap berkembanya tension pneumotoraks.

B. Crushing Injury to the Chest ((Traumatic Asphyxia))

Tergencetnya toraks akan menimbulkan kompresi yang tiba-tiba dan

sementara terhadap vena cava superior dan menimbulkan pleuthorax serta

petechie yang meliputi badan bagian atas, wajah dan lengan. Dapat terjadi edema

yang berat, bahkan edema otak. Yang harus diterapi adalah cedera penyertanya.

C. Fraktur Iga, Sternum dan Skapula

Iga merupakan komponen dari dinding toraks yang paling sering mengalami

trauma. Perlukaan yang terjadi pada iga sering bermakna. Terfiksirnya iga yang

patah akibat nyeri dapat menyebabkan gangguan ventilasi, oksigenasi dan reflek

batuk. Batuk yang tidak efektif untuk mengeluarkan secret dapat mengakibatkan

incident atelektasis, dan pneumonia meningkat secara bermakna bila sudah ada

penyakit paru sebelumnya.

Iga bagian atas (Iga I samapai ke 3)dilindungi oleh struktur tulang dari bahu.

Tulang scapula, humerus dan klavikula dengan seluruh otot-otot akan melindungi

terhadap cedera iga tersebut. Bila ditemukan fraktur tulang scapula, Iga pertama

dan kedua atau sternum harus curiga akan adanya cedera yang berat, sehingga

22

Page 23: Refrat Bedah CEDERA TORAX

harus dipertimbangkan adanya cedera kepala, leher, medulla spinalis, paru-paru

dan pembuluh darah besar. Karena adanya cedera penyakit tersebut, mortalitas

akan meningkat menjadi 35%. Konsultasi bedah harus dilakukan.

Fraktur sternum dan scapula secara umum disebabkan oleh benturan

langsung. Kontusio paru dapat menyertai fraktur sternum. Cedera tumpul jantung

harus selalu dipertimbangkan bila ada fraktur sternum. Terapi operasi kadang

dididentifikasi untuk fraktur sternum atau scapula. Dislokasi sternoklavikula

jarang menyebabkan bergesernya kaput klavikula kea rah mediastinum dengan

mengakibatkan obstruksi dari vena cava superior. Bila ini terjadi reduksi harus

segera dilakukan.

Yang paling sering mengalami cedera adalah iga bagian tengah (iga ke 4

sampai ke 9). Kompresi anteroposterior dari rongga toraks akanmenyebabkan

lengkung iga akan lebih melengkung lagi kea rah lateral dengan akibat timbulnya

fraktur pada titik tengah (bagian lateral) iga. Cedera langsung pada iga akan

cenderung menyebabkan fraktur dengan pendorongan ujung-ujung fraktur masuk

ke dalam rongga pleura dan potensial menyebabkan cedera intratorakal seperti

pneumotoraks. Seperti kita ketahui pada penderita dengan usia muda dinding dada

lebih fleksibel sehingga jarang terjadi fraktur iga, oleh karena itu adanya fraktur

iga multiple pada penderita usia muda memberikan informasi pada kita bahwa

cedera yang terjadi sangat besar dibandingkan bila terjadi cedera yang sama

terjadi pada orang tua. Patah tulang iga terbawah (10-12) harus curiga adanya

cedera hepat atau lien.

Pada penderita dengan cedera iga akan ditemukan nyeri tekan pada palpasi

dan krepitasi. Jika teraba atau terlihat danya deformitas, harus curiga fraktur iga.

Foto toraks harus dibuat untuk menghilangkan kemungkinan cedera intratorakal

dan bukan untuk mengidentifikasi fraktur iga.Teknik khusus untuk visualisasi iga

selain harganya mahal, tidak dapat mendeteksi seluruh iga, posisi yang

dibutuhkan untuk pembuatan x-ray tersebut menimbulkan rasa nyeri dan tidak

mengubah tindakan, sehingga pemeriksaan ini tidak dianjurkan. Plester iga,

pengikat iga dan bidai eksternal merupakan kontraindikasi.

23

Page 24: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Yang penting adalah menghilangkan rasa sakit agar penderita dapat bernafas

dengan baik. Blok interkostal, anastesi epidural dan analgesi sistemik dapat

dipertimbangkan untuk mengatasi rasa nyeri.

D. Cidera Tumpul Esofagus

Cedera esofagus lebih sering disebabkan oleh karena cedera tembus. Cedera

tumpul esofagus walaupun jarang tetapi mematikan bila tidak teridentifikasi.

Cedera tumpul esofagus disebabkan oleh gaya kompresi isi gaster yang masuk

kedalam esofagus akibat cedera berat abdomen bagian atas. Gaya tersebut

menyebabkan robekan linier pada esofagus bagian bawah dan mengakibatkan

kebocoran cairan gaster kedalam mediastinum. Akibat selanjutnya terjadi

mediastinitis, yang cepat atau lambat akan pecah kedalam rongga pleura yang

kemudian akan menyebabkan terjadinya empiema. Cedera esofagus dapat

disebabkan oleh kesalahan pemasangan instrumentasi (Contoh: selang nasogaster,

endoskopi, dilator).

Gambaran klinis pada ruptur esofagus muntah-muntah. Cedera esofagus

harus dipertimbangkan pada penderita-penderita (1) yang mempunyai

pneumotoraks kiri atau hemotoraks tanpa adanya fraktur iga, (2) Penderita yang

menerima cedera langsung yang berat terhadap sternum bagian bawah atau

epigastrium dan nyeri atau syok yang tidak proporsional terhadap cedera yang

dialami. Atau (3) didapatkan sisa makanan pada selang dada setelah darah keluar.

Adanya udara mediastinum juga membantu diagnosis yang kemudian dapat

dikonfirmasi dengan pemeriksaan memakai kontras atau sofagoskopi.

Drainase yang luas dari rongga pleura dan mediastinum dengan penjahitan

langsung terhadap luka yang terjadi melalui torakotomi adalah terapi yang

dilakukan jika hal ini memungkinkan. Operasi yang dilakukan dalam beberapa

jam setelah cedera akan memberikan prognosis yang lebih baik.

E. Indikasi lain untuk pemasangan Selang dada

a. Secara selektif penderita yang dicurigai cedera paru berat terutama jika

penderita akan dikirim melalui udara atau darat.

24

Page 25: Refrat Bedah CEDERA TORAX

b.Penderita yang akan dilakukan anastesi umum untuk terapi terhadap

cedera yang lain(cedera kepala atau ekstremitas), yang dicurigai terdapat cedera

paru-paru bermakna

c.Penderita yang membutuhkan ventilasi dengan tekanan positif yang

dicurigai adnya cedera dada.

25

Page 26: Refrat Bedah CEDERA TORAX

IV. PROSEDURE PENANGANAN CEDERA TORAKS

1. Torakosintesis Jarum

Prosedure ini untuk tindakan penyelamatan pada tension pneumotoraks. Jika tindakan

ini dilakukan penderita bukan pneumotoraks, dapat terjadi pneumotoraks dan /atau

kerusakan pada parenkim paru.

a.Identifikasi toraks penderita dan status respirasi

b. Berikan oksigen dengan aliran tinggi dan

ventilasi sesuai kebutuhan.

c.Identifikasi sela Iga II, di linea midklavikularis di sisi tension pneumotoraks

d. Asepsis dan antisepsis dada

e.Anastesi lokal jika penderita sadar atau keadaan mengijinkan.

f. Penderita pada posisi tegak jika fraktur servikal sudah disingkirkan.

g. Pertahankan Loer-Lok di ujung distal kateter,

insersi jarum kateter (Panjang 3-6 cm) kekulit secara langsung tepat diatas iga

kedalam sela iga

h. Tusuk pleura parietal

i. Pindahkan Luer Lok dari kateter dan dengar keluarnya udara ketika jarum

memasuki pleura parietal, menandakan tension pneumotoraks telah diatasi.

j. Pindahkan jarum dan ganti Luer-Lok di ujung distal kateter. Tinggalkan kater

plastik ditempatnya dan ditutup dengan plester atau kain kecil.

k. Siapkan Chest Tube, jika perlu. Chest Tube

harus dipasang setinggi putting susu anterior linea midaksilaris pada hemitoraks

yang terkena.

l. Hubungkan Chest Tube ke WSD atau katup tipe flutter dan cabut kateter yang

digunakan untuk dekompresi tension pneumotoraks.

m. Lakukan Ronsen Toraks.

26

Page 27: Refrat Bedah CEDERA TORAX

2. Insersi Chest Tube

a. Resusitasi cairan melalui paling sedikit satu kateter intravena kaliber besar, dan

monitor tanda-tanda vital harus dilakukan.

b. Tentukan temapat insersi, biasanya setinggi puting (sela Iga V) anterior linea

midaksilaris pada area yang terkena. Chest Tube kedua mungkin dipakai pada

hemotoraks

c. Siapkan pembedahan dan tempat insersi ditutup dengan kain.

d. Anastesi lokal kulit dan periosteum iga.

e. Insisi tranversal (horizontal) 2-3 cm pada temapat yang telah ditentukan dan diseksi

tumpul melalui jaringan subkutan, tepat diatas iga.

f. Tusuk pleura parietal dengan ujung klem dan masukan jari kedalam tempat insisi

untuk mencegah melukai oragan yang lain dan melepaskan perlekatan, bekuan

darah dll.

g. Klem ujung proksimal tube torakostomi dan dorong tube kedalam rongga pleura

sesuai panjang yang diinginkan.

h. Cari adannya “Fogging” pada chest tube pada saat ekspirasi atau dengar aliran

udara.

i. Sambung ujung tube torakostomi ke WSD

j. Jahit tube ditempatnya

k. Tutup Dengan kain/kasa dan plester

l. Buat foto ronsen toraks

m. Pemeriksaan analisis gas darah sesuai kebutuhan

27

Page 28: Refrat Bedah CEDERA TORAX

3. PERIKARDIOSINTESIS

a. Monitor tanda vital penderita, CVP, dan EKG sebelum, selama dan

sesudah prosedur.

b. Persiapan bedah pada area xiphoid dan subxiphoid, jika waktu

mengijinkan

c. Anastesi local ditempat pungsi, jika perlu

d. Gubakan #16-#18 gauge, 6 inci (15cm) atau kateter jarum yang lebih

panjang, terpasang pada tabung jarum yang kosong 35ml dengan 3 way stopcock.

e. Identifikasi adanya pergeseran mediastinum yang menggeser jarum secara

bermakna

f. Tusuk kulit 1-2 cm inferior xiphokondrial juntion kiri dengan sudut 45

derajat

g. Dorong jarum dengan hati-hati kearah sefalad dan ditujukan ke ujung

scapula kiri.

h. Jika jarum didorong terlalu jauh (ke otot ventricular) pola cedera (mis,

perubahan ekstrim gelombang ST-T atau melebar dan membesarnya kompleks

QRS) muncul pada monitor EKG. Pola ini mengindikasikan jarum perikardosintesis

harus ditarik sampai pola EKG sebelumnya muncul kembali. Kontraksi ventrikuler

prematur dapat terjadi juga, sekunder terhadap iritasi pada miokard ventrikel.

i. Ketika ujung jarum memasuki perikard yang terisi darah, hisap sebanyak

mungkin.

j. Selama aspirasi, epikardium kembali mendekat dengan permukaan dalam

perikard, juga mendekati ujung jarum. Akibatnya pola cedera pada EKG muncul

kembali. Hal ini menandakan jarum perikardiosintesis harus ditarik sedikit. Jika

pola cedera ini persisten, tarik seluruh jarum keluar.

k. Sesudah aspirasi selesai, cabut tabung jarum, dan sambungkan ke 3 way

stopcock, tinggalkan stopcock tertutup. Pertahankan posisi kateter ditempatnya.

28

Page 29: Refrat Bedah CEDERA TORAX

l. Jika gejala tamponade persisten, buka stopcock dan perikard diaspirasi

ulang. Jarum plastic perikard dapat dijahit atau diplaster dan ditutup dengan

kain/kasa kecil untuk dilakukan memungkinkan dilakukan dekompresi berulang

atau pola saat pemindahan penderita ke fasilitas medis yang lain.

TORAKOSINTESIS JARUM

PERIKARDIOSINTESIS

INSERSI CHEST TUBE

29

Page 30: Refrat Bedah CEDERA TORAX

30

Page 31: Refrat Bedah CEDERA TORAX

BAB III

KESIMPULAN

Cedera toraks sering ditemukan pada penderita cedera multipel dan dapat

merupakan masalah yang mengancam nyawa. Penderita dengan cedera toraks

tersebut biasanya dapat diterapi atau kondisi diperbaiki sementara dengan

tindakan yang relatif sederhana seperti intubasi, ventilasi, selang dada atau

perikardiosintesis dengan jarum. Kemampuan untuk megenal cedera ini dan

kemampuan melakukan tindakan dapat menyelamatkan nyawa.

31

Page 32: Refrat Bedah CEDERA TORAX

Daftar Pustaka

1. Callaham M: Pericardiosintesis in Traumatic and nontraumatic cardiacc

tamponade. Annals of Emergency Medicine 1984; 13 (10);924-

2. Marnocha KE, Maglinte DDT,woods J, et al: Blunt Chest cedera and

suspected aortic rupture; Realibility of chest radiograph finding. Annals of

Emergency Medicine 1985;14 (7):664-

3. Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Pwnwebit Buku

Kedokteran 2005

4. Advance Trauma Life Support

5.Humpries L.R: Current Emergency Diagnosis And Treatment, Fifth

Ediion. Lange. 2004

6. Henderson S.O, Vademecum Emergency Medicine, Landes

Bioscience.Georgetown, Texax, USA, 2006

7. Harwoods- Nuss, Clinical Practice Of Emergency Medicine, 4th Edition,

Lippincott Williams Wilkins, 2005.

8. Anonim, Guidelines for essential trauma care, WHO, 2004

32