CEDERA KEPALA

44
CEDERA KEPALA BERAT A. PENGERTIAN Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan. Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”. B. PATOFISIOLOGI Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula 1

description

keperawatan

Transcript of CEDERA KEPALA

Page 1: CEDERA KEPALA

CEDERA KEPALA BERAT

A. PENGERTIAN

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau

penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi -

decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan

peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu

pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada

tindakan pencegahan.

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu

cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila

GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada

penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka

reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga

tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi nilai

“X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan intubasi

maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

B. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui

proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran

darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian

pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh

kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak

25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma

turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml /

menit / 100 gr. jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

1

Page 2: CEDERA KEPALA

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada

fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium

dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,

dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan

berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah

arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang

menyebabkan gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

Gegar kepala ringan

Memar otak

Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

2. Hipotensi sistemik

3. Hipoksia

4. Hiperkapnea

5. Udema otak

6. Komplikasi pernapasan

7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

2

Page 3: CEDERA KEPALA

Cidera Kepala TIK - Oedem

- Hematom

Respon Biologi Hypoxemia

Kelainan Metabolisme

Cidera Otak Primer Cidera Otak Sekunder

Komotio

Kontutio

Lateratio Kerusakan Sel Otak

Gangguan Autoregulasi Rangsangan Simpatis Stress

Aliran Darah Keotak Tahanan Vaskuler Katekolamin

Sistemik & TD Sekresi Asam Lambung

O2 Ggan Metabolisme Tek. Pemb.Darah Mual, Muntah

Pulmonal

Asam Laktat Tek. Hidrostatik Asupan Nutrisi Kurang

Oedem Otak Kebocoran Cairan Kapiler

Ggan Perfusi Jaringan Oedema Paru Cardiac Out Put

Cerebral

Difusi O2 Terhambat Ggan Perfusi Jaringan

Gangguan Pola Napas Hipoksemia, Hiperkapnea

3

Page 4: CEDERA KEPALA

Hubungan Cedera Kepala Terhadap Munculnya Masalah Keperawatan

C. MEKANISME CEDERA KEPALA

Cedera Kepala Primer-Komotio, Kontutio,

Laserasi Cerebral

Cedera Kepala Sekunder-Hipotensi, Infeksi General,

Syok, Hipertermi, Hipotermi, Hipoglikemi

Gangguan vaskuler serebral dan produksi prostaglanding dan peningkatan TIK

Nyeri Intracerebral Dampak Langsung Dampak Tidak Langsung

Kerusakan / Penekanan Sel Otak

Local / DifusKomotio CerebriKontutio CerebriLateratio Cerebri

Penurunan ADO2, VO2, CO2,

Peningkatan Katekolamin, Peningkatan Asam Laktat

Gangguan kesadaran / Penurunan GCS Edema Cerebri

Gangguan Seluruh Kebutuhan Dasar

(Oksigenasi, Makan, Minum, Kebersihan Diri,

Rasa Aman, Gerak, Aktivitas Dll

Gangguan Sel Glia / Gangguan Polarisasi

Kejang

Resiko Trauma

4

Page 5: CEDERA KEPALA

Berdasarkan besarnya gaya dan lamanya gaya yang bekerja pada kepala manusia

maka mekanisme terjadinya cidera kepala tumpul dapat dibagi menjadi dua:

1. Static loading

Gaya langsung bekerja pada kepala, lamanya gaya yang bekerja lambat, lebih

dari 200 milidetik. Mekanisme static loading ini jarang terjadi tetapi kerusakan yang

terjadi sangat berat mulai dari cidera pada kulit kepala sampai pada kerusakan tulang

kepala, jaringan dan pembuluh darah otak. (Bajamal A.H , 1999).

2. Dynamic loading

Gaya yang bekerja pada kepala secara cepat (kurang dari 50 milidetik). Gaya

yang bekerja pada kepala dapat secara langsung (impact injury) ataupun gaya tersebut

bekerja tidak langsung (accelerated-decelerated injury). Mekanisme cidera kepala

dynamic loading ini paling sering terjadi (Bajamal A.H , 1999).

a. Impact Injury

Gaya langsung bekerja pada kepala. Gaya yang terjadi akan diteruskan

kesegala arah, jika mengenai jaringan lunak akan diserap sebagian dan sebagian yang

lain akan diteruskan, sedangkan jika mengenai jaringan yang keras akan dipantulkan

kembali. Tetapi gaya impact ini dapat juga menyebabkan lesi akselerasi-deselerasi.

Akibat dari impact injury akan menimbulkan lesi : Pada cidera kulit kepala (SCALP)

meliputi Vulnus apertum, Excoriasi, Hematom subcutan, Subgalea, Subperiosteum.

Pada tulang atap kepala meliputi Fraktur linier, Fraktur distase, Fraktur steallete,

Fraktur depresi. Fraktur basis cranii meliputi Hematom intracranial, Hematom

epidural, Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intrakranial. Kontusio

serebri terdiri dari Contra coup kontusio, Coup kontusio. Lesi difuse intrakranial,

Laserasi serebri yang meliputi Komosio serebri, Diffuse axonal injury (Umar Kasan ,

1998).

b. Lesi akselerasi – deselerasi

Gaya tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang

lain tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas antara tulang

kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otak dengan densitas yang lebih

rendah, maka jika terjadi gaya tidak langsung maka tulang kepala akan bergerak

lebih dahulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap berhenti, sehingga pada saat

tulang kepala berhenti bergerak maka jaringan otak mulai bergerak dan oleh karena

pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan terjadi gesekan antara

jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut akibatnya terjadi lesi intrakranial

5

Page 6: CEDERA KEPALA

berupa Hematom subdural, Hematom intraserebral, Hematom intraventrikel, Contra

coup kontusio. Selain itu gaya akselerasi dan deselerasi akan menyebabkan gaya

terikan ataupun robekan yang menyebabkan lesi diffuse berupa Komosio serebri,

Diffuse axonal injury (Umar Kasan , 1998).

D. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN

1. Epidural Hematoma

Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya

pembuluh darah / cabang - cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater,

pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat

terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu di lobus

temporalis dan parietalis.

Gejala-gejala yang terjadi :

Penurunan tingkat kesadaran

Nyeri kepala

Muntah

Hemiparesis

Dilatasi pupil ipsilateral

Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irregular

Penurunan nadi

Peningkatan suhu

2. Subdural Hematoma

Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik.

Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat

diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2

hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.

Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri,

berfikir lambat, kejang dan udem pupil

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh

darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Komplikasi pernapasan

6

Page 7: CEDERA KEPALA

Hemiplegia kontra lateral

Dilatasi pupil

Perubahan tanda-tanda vital

3. Perdarahan Intracerebral

Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh

darah arteri; kapiler; vena.

Tanda dan gejalanya :

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Komplikasi pernapasan

Hemiplegia kontra lateral

Dilatasi pupil

Perubahan tanda-tanda vital

4. Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan

permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.

Tanda dan gejala :

Nyeri kepala

Penurunan kesadaran

Hemiparese

Dilatasi pupil ipsilateral

Kaku kuduk

E. PENANGANAN PERTAMA KASUS CEDERA KEPALA

Pertolongan pertama dari penderita dengan cidera kepala mengikuti standart yang

telah ditetapkan dalam ATLS (Advanced Trauma Life Support) yang meliputi, anamnesa

sampai pemeriksaan fisik secara seksama dan stimultan pemeriksaan fisik meliputi

Airway, Breathing, Circulasi, Disability (ATLS ,1997). Pada pemeriksaan airway

usahakan jalan nafas stabil, dengan cara kepala miring, buka mulut, bersihkan

muntahkan darah, adanya benda asing. Perhatikan tulang leher, Immobilisasi, Cegah

gerakan hiperekstensi, Hiperfleksi ataupun rotasi, Semua penderita cidera kepala yang

tidak sadar harus dianggap disertai cidera vertebrae cervikal sampai terbukti tidak

disertai cedera cervical, maka perlu dipasang collar barce. Jika sudah stabil tentukan

7

Page 8: CEDERA KEPALA

saturasi oksigen, minimal saturasinya diatas 90 %, jika tidak usahakan untuk dilakukan

intubasi dan support pernafasan.

Setelah jalan nafas bebas sedapat mungkin pernafasannya diperhatikan

frekwensinya normal antara 16 – 18 X/menit, dengarkan suara nafas bersih, jika tidak

ada nafas lakukan nafas buatan, kalau bisa dilakukan monitor terhadap gas darah dan

pertahankan PCO 2 antara 28 – 35 mmHg karena jika lebih dari 35 mm Hg akan terjadi

vasodilatasi yang berakibat terjadinya edema serebri. Sedangkan jika kurang dari 20 mm

Hg akan menyebabkan vaso konstruksi yang berakibat terjadinya iskemia, Periksa

tekanan oksigen (O2) 100 mm Hg jika kurang beri oksigen masker 8 liter /menit. Pada

pemeriksaan sistem sirkulasi Periksa denyut nadi/jantung, jika (tidak ada) lakukan

resusitasi jantung, Bila shock (tensi < 90 mm Hg nadi >100x per menit dengan infus

cairan RL, cari sumber perdarahan ditempat lain, karena cidera kepala single pada orang

dewasa hampir tidak pernah menimbulkan shock. Terjadinya shock pada cidera kepala

meningkatkan angka kematian 2x. Pada pemeriksaan disability/kelainan kesadaran

pemeriksaan kesadaran memakai glasgow coma scale, Periksa kedua pupil bentuk dan

besarnya serta catat reaksi terhadap cahaya langsung maupun tidak langsung, Periksa

adanya hemiparese/plegi, Periksa adanya reflek patologis kanan kiri, Jika penderita sadar

baik tentukan adanya gangguan sensoris maupun fungsi misal adanya aphasia. Setelah

fungsi vital stabil (ABC stabil baru dilakukan survey yang lain dengan cara melakukan

sekunder survey/ pemeriksaan tambahan seperti skull foto, foto thorax, foto pelvis, CT

Scan dan pemeriksaan ini sebenarnya dikerjakan secara stimultan dan seksama) (ATLS ,

1997).

Glasgow Coma Scale (GCS)

Untuk mendapatkan keseragaman dari penilaian tingkat kesadaran secara

kwantitatif (yang sebelumnya tingkat kesadaran diukur secara kwalitas seperti apatis,

somnolen dimana pengukuran seperti ini didapatkan hasil yang tidak seragam antara satu

pemeriksaan dengan pemeriksa yang lain) maka dilakukan pemeriksaan dengan skala

kesadaran secara glasgow, ada 3 macam indikator yang diperiksa yaitu reaksi membuka

mata, Reaksi verbal, Reaksi motorik.

1). Reaksi membuka mata

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

8

Page 9: CEDERA KEPALA

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

2). Reaksi Verbal

Reaksi Verbal Nilai

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

3). Reaksi Motorik

Reaksi Motorik Nilai

Mengikuti perintah 6

Melokalisir rangsangan nyeri 5

Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4

Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3

Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2

Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu

cidera kepala derajat ringan, bila GCS : 13 – 15, Cidera kepala derajat sedang, bila

GCS : 9 – 12, Cidera kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada

penderita yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka

reaksi verbal diberi tanda “X”, atau oleh karena kedua mata edema berat sehingga

tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi membuka mata diberi

nilai “X”, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun dilakukan

intubasi maka reaksi verbal diberi nilai “T”.

9

Page 10: CEDERA KEPALA

Indikasi foto polos kepala

Tidak semua penderita dengan cidera kepala diindikasikan untuk pemeriksaan

kepala karena masalah biaya dan kegunaan yang sekarang makin dittinggalkan. Jadi

indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus

alineum, Deformitas kepala (dari inspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap,

Gejala fokal neurologis, Gangguan kesadaran (Bajamal A.H ,1999). Sebagai indikasi

foto polos kepala meliputi jangan mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut

tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan adanya fraktur depresi maka dillakukan foto

polos posisi AP/lateral dan oblique.

Indikasi CT Scan

Indikasi CT Scan adalah :

(1) Nyeri kepala menetap atau muntah – muntah yang tidak menghilang setelah

pemberian obat – obatan analgesia/anti muntah.

(2) Adanya kejang – kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat lesi

intrakranial dibandingkan dengan kejang general.

(3) Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor – faktor ekstracranial telah

disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,

febris, dll).

(4) Adanya lateralisasi.

(5) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur

depresi temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

(6) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.

(7) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.

(8) Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit).

Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS)

Cidera kepala yang perlu masuk rumah sakit (MRS) meliputi :

(1) Adanya gangguan kesadaran (GCS < 15).

(2) Pernah tidak sadar lebih dari 15 menit (contusio serebri).

(3) Adanya gangguan fokal neorologis (Hemiparese/plegi, kejang - kejang, pupil

anisokor).

10

Page 11: CEDERA KEPALA

(4) Nyeri kepala, muntah - mual yang menetap yang telah dilakukan observasi di

UGD dan telah diberikan obat analgesia dan anti muntah selama 2 jam tidak

ada perbaikan.

(5) Adanya tanda fraktur tulang kavaria pada pemerisaan foto kepala.

(6) Klinis adanya tanda – tanda patah tulang dasar tengkorak.

(7) Luka tusuk atau luka tembak

(8) Adanya benda asing (corpus alienum).

(9) Penderita disertai mabuk.

(10) Cidera kepala disertai penyakit lain misal hipertensi, diabetes melitus,

gangguan faal pembekuan.

Indikasi sosial yang dipertimbangkan pada pasien yang dirawat dirumah sakit tidak

ada yang mengawasi di rumah jika di pulangkan,Tempat tinggal jauh dengan rumah sakit

oleh karena jika terjadi masalah akan menyulitkan penderita. Pada saat penderita di

pulangkan harus di beri advice (lembaran penjelasan) apabila terdapat gejala seperti ini

harus segera ke rumah sakit misalnya : mual – muntah, sakit kepala yang menetap,

terjadi penurunan kesadaran, Penderita mengalami kejang – kejang, Gelisah.

Pengawasan dirumah harus dilakukan terus menerus selama kerang lebih 2 x 24 jam

dengan cara membangunkan tiap 2 jam (Bajamal AH ,1999).

F. PENANGANAN DAN PERAWATAN

1. Perawatan dirumah sakit

Perawatan di rumah sakit bila GCS 13 – 15 meliputi :

1). Infus dengan cairan normoosmotik (kecuali Dextrose oleh karena dextrose

cepat dimetabolisme menjadi H2O + CO2 sehingga dapat menimbulkan

edema serebri)

2). Diberikan analgesia/antimuntah secara intravena, jika tidak muntah dicoba

minum sedikit – sedikit (pada penderita yang tetap sadar).

3). Mobilisasi dilakukan sedini mungkin, dimulai dengan memberikan bantal

selama 6 jam kemudian setengah duduk pada 12 jam kemudian duduk penuh

dan dilatih berdiri (dapat dilakukan pada penderita dengan GCS 15).

4). Jika memungkinkan dapat diberikan obat neorotropik, seperti : Citicholine,

dengan dosis 3 X 250 mg/hari sampai minimal 5 hari.

11

Page 12: CEDERA KEPALA

5). Minimal penderita MRS selama 2 X 24 jam karena komplikasi dini dari

cidera kepala paling sering terjadi 6 jam setelah cidera dan berangsur –

angsur berkurang sampai 48 jam pertama.

2. Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13

Perawatan di rumah sakit bila GCS < 13

1). Posisi terlentang kepala miring kekiri dengan diberi bantal tipis (head up 15° –

30°) hal ini untuk memperbaiki venous return sehingga tekanan intra kranial

turun.

2). Beri masker oksigen 6 – 8 liter/menit.

3). Atasi hipotensi, usahakan tekanan sistolok diatas 100 mmHg, jika tidak ada

perbaikan dapat diberikan vasopressor.

4). Pasang infus D5% ½ saline 1500 – 2000 cc/24 jam atau 25 – 30

CC/KgBB/24jam.

5). Pada penderita dengan GCS < 9 atau diperkirakan akan memerlukan perawatan

yang lebih lama maka hendaknya dipasang maagslang ukuran kecil (12 Fr) untuk

memberikan makanan yang dimulai pada hari I dihubungkan dengan 500 cc

Dextrose 5%. Gunanya pemberian sedini mungkin adalah untuk menghindari

atrophi villi usus, menetralisasikan asam lambung yang biasanya pH nya sangat

tinggi (stress ulcer), menambah energi yang tetap dibutuhkan sehingga tidak

terjadi metabolisme yang negatip, pemberian makanan melalui pipa lambung ini

akan ditingkatkan secara perlahan – lahan sampai didapatkan volume 2000 cc/24

jam dengan kalori 2000 Kkal. Keuntungan lain dari pemberian makanan peroral

lebih cepat pada penderita tidak sadar antara lain mengurangi translokasi kuman

di dinding usus halus dan usus besar, Mencegah normal flora usus masuk

kedalam system portal.

6). Sedini mungkin penderita dilakukan mobilisasi untuk menghindari terjadinya

statik pneumonia atau dekubitus dengan cara melakukan miring kekiri dan kanan

setiap 2 jam.

7). Pada penderita yang gelisah harus dicari dulu penyebabnya tidak boleh langsung

diberikan obat penenang seperti diazepam karena dapat menyebabkan masking

efek terhadap kesadarannya dan terjadinya depresi pernapasan. Pada penderita

gelisah dapat terjadi karena nyeri oleh karena fraktur, Kandung seni yang penuh,

12

Page 13: CEDERA KEPALA

Tempat tidur yang kotor, Penderita mulai sadar, Penurunan kesadaran, Shock,

Febris.

Transpor Oksigen

Sebagaimana yang diuraikan oleh beberapa peneliti (MacLean, 1971, Peitzman,

1987, Abrams, 1993 mekanisme ini terdiri dari tiga unsur besar yakni:

1. Sistim pernafasan yang membawa O2 udara alveoli, kemudian difusi masuk

kedalam darah.

Setelah difusi menembus membran alveolokapiler, oksigen berkaitan dengan

hemoglobin dan sebagian kecil larut dalam plasma. Gangguan oksigenansi menyebabkan

berkurangnya oksigen didalam darah (hipoksemia) yang selanjutnya akan menyebabkan

berkurangnya oksigen jaringan (hipoksia). Atas penyebabnya, dibedakan 4 jenis hipoksia

sesuai dengan proses penyebabnya :

1). Hipoksia – hipoksik : gangguan ventilasi-difusi

2). Hipoksia – stagnan : gangguan perfusi/sirkulasi

3). Hipoksia – anemik : anemia

4). Hipoksia – histotoksik : gangguan pengguanaan oksigen dalam sel (racun

HCN, sepsis).

Pada pendarahan dan syok terjadi gabungan hipoksia stagnan dan anemik.

Kandungan oksigen dalam darah arterial (Ca O2) menurut rumus Nunn-Freeman

(MacLean, 1971, Lentner, 1984, Buran, 1987) adalah :

Ca O2 = (Hb x Saturasi O2 x 1,34) + (p O2 x 0,003)

Hb = kadar hemoglobin darah (g/dl) saturasi O2 = saturasi oksigen dalam hemoglobin

(%)

1,34 = koefisien tetap (angka Huffner) beberapa penulis menyebut 1,36 atau 1,39

pO2 = tekanan parsiel oksigen dalam plasma, mmHg

0,003 = koefisien kelarutan oksigen dalam plasma.

2. Sistim sirkulasi yang membawa darah berisi O2 ke jaringan

Perubahan-perubahan hemodinamik sebagai kompensasi yaitu: nadi meningkat

(takikardia), kekuatan kontraksi miokard meningkat, vasokonstriksi di daerah arterial

reaksi takikardia terjadi segera. Tujuh puluh lima persen volume sirkulasi berada di

daerah vena. Vasokonstriksi memeras darah dari cadangan vena kembali ke sirkulasi

efektif. Vasokonstriksi arterial membagi secara selektif aliran untuk organ prioritas (otak

13

Page 14: CEDERA KEPALA

dan jantung) dengan mengurangi aliran ke kulit, ginjal, hati, usus. Vasokonstriksi yang

berupaya mempertahankan tekanan perfusi (perfusion pressure) untuk otak dan jantung,

menyebabkan jantung bekerja lebih berat mengatasi SVR, pada saat yang sama

oksigenasi koroner sedang menurun. Vasokonstriksi yang berlebihan di daerah usus

dapat menyebabkan cedera iskemik (iscemic injury), translokasi kuman menembus usus

dan masuknya endotoksin ke sirkulasi sistemik (Kreimeier 1990 dan 1992; Hartmann,

1991). Takikardia dan vasokonstriksi sudah berjalan dengan cepat melalui respons

baroreseptor dan katekolamin. Takikardia yang berlebihan justru merugikan, karena

menyebabkan EDV menurun sehingga CO juga turun. Cardiac output atau curah jantung

adalah volume aliran darah yang membawa oksigen ke jaringan. Hubungan antara curah

jantung (CO), frekwensi denyut jantung (f) dan Stroke Volume (SV) adalah sebagai

berikut:

CO = f x SV

SV : dipengaruhi oleh EDV--- C --- SVR

EDV : volume ventrikel pada akhir diastole

C : contractility (kekuatan kontraksi otot jantung)

SVR : Systemic Vascular Resistance

VR : Venous Return (jumlah darah yang masuk atrium), dalam keadaan normal

VR = CO

Available O2 = CO x Ca O2

Available O2 : oksigen tersedia (untuk jaringan)

Ca O2 : kandungan oksigen darah arterial.

3. Sistim O2-Hb dalam eritrosit dan transpor ke sel jaringan

Eritrosit mendapat oksigen dari difusi yang terjadi di kapiler paru. Dinamika

oksigen dalam eritrosit ditunjukkan oleh kurva disosiasi oksigen-hemoglobin (Lentner,

19984; Odorico, 1993). Untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada organ vital (otak,

jantung) diisyaratkan bhwa kadar Hb harus > 9 sampai 10 gr %. Bila kadar Hb kurang

dari 9 gr % masih dapat memenuhi kebutuhan oksigen dengan peningkatan curah jantung

dan pelepasan lebih banyak oksigen ke jaringan (Odorico, 1993; Rotondo, 1993).

14

Page 15: CEDERA KEPALA

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan

sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya

komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama,

suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan

klien dengan penanggung jawab.

2. Riwayat kesehatan :

Tingkat kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit

kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada

saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang

Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan

sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat

penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.

Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data

subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa klien.

3. Pemeriksaan Fisik

1. B 1 :Breathing : Sistem Pernapasan /Respirasi

Perubahan pola napas (apnea, hiperventilasi), napas berbunyi, stridor, ronchi

dan wheezing.

Sesak napas

Nyeri, batuk-batuk.

Terdapat retraksi klavikula/dada.

Pengambangan paru tidak simetris.

Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani ,

hematotraks (redup)

Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang

berkurang/menghilang.

Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

15

Page 16: CEDERA KEPALA

Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas.

Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho vesikuler.

Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan adanya

atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura.

Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema) merupakan

bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang melalui sekresi di dalam

trakeobronkial dan alveoli.

Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran napas dan

peningkatan usaha napas)

Bentuk dada : Perubahan diameter anterior - posterior (AP) menunjukan adanya

COPD

Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan kesimetrisannya.

Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis, lesi pada paru,

obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga, pnemotoraks, atau penempatan

endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat.

Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi dari otot-otot

interkostal, substrernal, pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi

abdomen saat inspirasi). Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal

tidak mampu menggerakan dinding dada.

Sputum.

Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah dan konsistensinya. Mukoid

sputum biasa terjadi pada bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang

purulen (kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis, brokhitis akut;

sputum yang mengandung darah dapat menunjukan adanya edema paru, TBC,

dan kanker paru.

Selang oksigen

Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube, diperhatikan panjangnya tube yang

berada di luar.

Parameter pada ventilator

Volume Tidal

Normal : 10 - 15 cc/kg BB.

16

Page 17: CEDERA KEPALA

Perubahan pada uduma fidal menunjukan adanya perubahan status ventilasi

penurunan volume tidal secara mendadak menunjukan adanya penurunan

ventilasi alveolar, yang akan meningkat PCO2. Sedangkan peningkatan volume

tidal secara mendadak menunjukan adanya peningkatan ventilasi alveolar yang

akan menurunkan PCO2.

Kapasitas Vital : Normal 50 - 60 cc / kg BB

Minute Ventilasi

Forced expiratory volume

Peak inspiratory pressure

2. B 2 : Bleeding : Sistem Kardiovaskuler

Tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.

Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

Takhikardia, lemah

Pucat, Hb turun /normal.

Hipotensi.

1. Irama jantung : Frekuensi .........x/m, reguler atau irreguler

2. Distensi Vena Jugularis

3. Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari penggunaan ventilator

4. Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung

S1 : Terdengar saat kontraksi jantung / sistol ventrikel. Terjadi akibat

penutupan katup mitral dan trikuspid.

S2 : Terdengar saat akhir kotraksi ventrikel. Terjadi akibat penutupan

katup pulmonal dan katup aorta.

S3 : Dikenal dengan ventrikuler gallop, manandakan adanya dilatasi

ventrikel.

Murmur : terdengar akibat adanya arus turbulansi darah. Biasanya terdengar pada

pasien gangguan katup atau CHF.

5. Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik

6. Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa. Aritmia dapat terjadi

akibat adanya hipoksia miokardial.

7. PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm, pada interkostal ke lima

kiri pada garis midklavikula. Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran

17

Page 18: CEDERA KEPALA

ventrikel pasien hipoksemia kronis.

8. Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya.

3. B 3 : Brain : Sistem Persyarafan/Neurologik

S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan

pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan /

pembauan. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.

O : Perubahan kesadara, koma.

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi)

perubahan pupil (respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan,

pengecapan dan pembauan serta pendengaran. Postur (dekortisasi,

desebrasi), kejang. Sensitive terhadap sentuhan / gerakan. Wajah

menyeringai, merintih.

1. Tingkat kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan respirator dapat terjadi akibat

penurunan PCO2 yang menyebabkan vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan

menurunkan sirkulasi cerebral.

Untuk menilai tingkat kesadaran dapat digunakan suatu skala pengkuran yang

disebut dengan Glasgow Coma Scale (GCS).

GCS memungkinkan untuk menilai secara obyektif respon pasien terhadap

lingkungan. Komponen yang dinilai adalah : Respon terbaik buka mata, respon

motorik, dan respon verbal. Nilai kesadaran pasien adalah jumlah nilai-nilai dari

ketiga komponen tersebut. Seperti terlihat pada tabel berikut.

RESPON KETERANGAN NILAI

Buka mata (Eye) Spontan

Terhadap

panggilan

Terhadap nyeri

Tak berespon

E 4

E 3

E 2

E 1

Respon Motorik terbaik Sesuai perintah

Melokalisasi

Menarik

M 6

M 5

M 4

18

Page 19: CEDERA KEPALA

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tak berespon

M 3

M 2

M 1

Respon Verbal Orientasi

Bingung

Pembicaraan kacau

Pengeluaran

bunyi- bunyian

yang tidak

mengandung arti.

Tak berespon

V 5

V 4

V 3

V 2

V 1

2. Orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu

3. Sensorik- motorik pada ekstremitas.

4. Refleks pupil :

Reaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri)

Ukuran pupil (kanan dan kiri; 2-6mm)

Dilatasi pupil dapat disebabkan oleh : stress/takut, cedera neurologis penggunaan

atropta, adrenalin, dan kokain. Dilatasi pupil pada pasien yang menggunakan

respirator dapat terjadi akibat hipoksia cerebral.

Kontraksi pupil dapat disebabkan oleh kerusakan batang otak, penggunaan narkotik,

heroin

19

Page 20: CEDERA KEPALA

4. B 4 : Bladder : Sistem Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria.

O : bab / bak inkontinensia / disfungsi..

Kateter urin

Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.

Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat

menurunnya perfusi pada ginjal.

Distesi kandung kemih

5. B 5 : Bowel : Sistem Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal

S : Mual, muntah, perubahan selera makan

O : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).

Rongga mulut

Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada

lidah dapat menunjukan adanya dehidarsi.

Bising usus

Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan

palpasi abdomen. Bising usus dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis.

Lakukan observasi bising usus selama 2 menit. Penurunan motilitas usus dapat

terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitar selang endotrakeal dan

nasotrakeal.

Distensi abdomen

Dapat disebabkan oleh penumpukan cairan. Asites dapat diketahui dengan

memeriksa adanya gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga

terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena penggunaan IPPV. Penyebab

lain perdarahan saluran cerna pada pasien dengan respirator adalah stres,

hipersekresi gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi

antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.

Nyeri

Dapat menunjukan adanya perdarahan gastriintestinal

20

Page 21: CEDERA KEPALA

Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya

Mual dan muntah.

6. B 6 : Bone : Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan

(ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.

Trauma / injuri kecelakaan

Fraktur dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan ROM, tonus otot hilang

kekuatan paralysis, demam,perubahan regulasi temperatur tubuh.

Kemampuan sendi terbatas.

Ada luka bekas tusukan benda tajam.

Terdapat kelemahan, lelah, kaku dan hilang keseimbangan.

Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit.

Adanya perubahan warna kulit; warna kebiruan menunjukan adanya sianosis

(ujung kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir dan membran mukosa). Pucat

pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar

haemoglobin atau shok. Pucat, sianosis pada pasien yang menggunakan ventilator

dapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Jaundice (warna kuning) pada pasien

yang menggunakan respirator dapat terjadi akibatpenurunan aliran darah portal

akibat dari penggunaan FRC dalam jangka waktu lama.

Pada pasien dengan kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak begitu jelas

terlihat,. Warna kemerahan pada kulit dapat menunjukan adanya demam, infeksi.

Pada pasien yang menggunkan ventilator, infeksi dapat terjadi akibat gangguan

pembersihan jalan napas dan suktion yang tidak steril.

Integritas kulit

Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus

7. Sistem Endokrine :

Terjadi peningkatan metabolisme.

Kelemahan.

8. Psiko Sosial / Interaksi.

21

Page 22: CEDERA KEPALA

S : Perubahan tingkah laku / kepribadian

O : Mudah tersinggung, bingung, depresi dan impulsive

Afasia, distarsia

Tingkat kecemasan:

Kecemasan pada pasien dengan menggunakan respirator dapat terjadi akibat

tindakan intubasi, penggunaan respirator dan kebisingan yang dihasilkan oleh

alat-alat disekitar pasien.

Pola komunikasi (hambatan dalam komunikasi): gangguan komunikasi pada

pasien yang menggunakan respirator dapat terjadi akibat tindakan inkubasi.

9. Spiritual :

Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

Kebutuhan dalam melakukan ibadah atau dukungan keluarga dalam doa

kepada Tuhan YME sangat dibutuhkan selama sakit / pemasangan ventilator

dengan tujuan mengurangi kecemasan atau rasa takut yang berlebihan.

22

Page 23: CEDERA KEPALA

4. Pemeriksaan Penujang

- CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,

perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :

Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam

setelah injuri.

- MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

- Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti :

perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

- Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

- X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

- BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

- PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

- CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan

subarachnoid.

- ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan

(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial

- Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat

peningkatan tekanan intrkranial

- Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan

penurunan kesadaran.

Penatalaksanaan

Konservatif:

- Bedrest total

- Pemberian obat-obatan

- Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan:

1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak

2. Mencegah komplikasi

3. Pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi normal

4. Mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga

5. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana

pengobatan, dan rehabilitasi.

23

Page 24: CEDERA KEPALA

Tujuan:

1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis berkurang/tetap

2. Komplikasi tidak terjadi

3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain

4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan

5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan dapat dimengerti oleh keluarga

sebagai sumber informasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah:

1. Ketidakefektifan pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan odem otak

4. Intoleran aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.

C. INTERVENSI

Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.

Tujuan :

Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.

Kriteria evaluasi :

Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda

hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :

Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari

pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat

meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.

Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam

pemberian tidal volume.

Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x

lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi

terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.

24

Page 25: CEDERA KEPALA

Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat

mengeringkan sekresi / cairan paru sehingga menjadi kental dan

meningkatkan resiko infeksi.

Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat

menimbulkan tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan

penyebaran udara yang tidak adekuat.

Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan

ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.

Tujuan :

Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi

Kriteria Evaluasi :

Suara napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm

karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.

Rencana tindakan :

Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat

disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau

masalah terhadap tube.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan

yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang

tepat dan tidak adanya penumpukan sputum.

Lakukan pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila

sputum banyak. Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus

dibatasi untuk mencegah hipoksia.

Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk

semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan

sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak

Tujuan :

Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.

Kriteria hasil :

Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.

Rencana tindakan :

25

Page 26: CEDERA KEPALA

- Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.

Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.

Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal

dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.

Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan

refleks batang otak.

Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan

tekanan intracranial adalah terganggunya abduksi mata.

- Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.

Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran

dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang

irreguler indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi

terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.

- Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.

Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena

jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan

tekanan intrakranial.

- Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin

dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.

Dapat mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.

- Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.

Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan

tekanan intrakrania.

- Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.

Dapat menurunkan hipoksia otak.

- Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

Membantu menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti

osmotik diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan

udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan

edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk

menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial.

Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian

oksigen otak.

26

Page 27: CEDERA KEPALA

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (soporos - coma)

Tujuan :

Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.

Kriteria hasil :

Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan, oksigen adekuat.

Rencana Tindakan :

- Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.

Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang

dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.

- Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.

Kebersihan perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata

dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang

harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah

infeksi dan keindahan.

- Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.

Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus

dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai

dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori, dan waktu.

- Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga

lingkungan yang aman dan bersih.

Keikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga.

Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di

ruangan.

- Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.

Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.

Tujuan :

Kecemasan keluarga dapat berkurang

Kriteri evaluasi :

Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan

Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien

27

Page 28: CEDERA KEPALA

Pengetahuan keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan

meningkat.

Rencana tindakan :

Bina hubungan saling percaya.

Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.

Dengarkan dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.

Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan

dilakukan pada pasien.

Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.

Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.

Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.

Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.

Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan

dan ketabahan dalam menghadapi krisis.

Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak

adekuatnya sirkulasi perifer.

Tujuan :

Gangguan integritas kulit tidak terjadi

Rencana tindakan :

Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk

menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.

Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk

daerah yang menonjol.

Ganti posisi pasien setiap 2 jam

Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan

memudahkan terjadinya kerusakan kulit.

Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.

Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.

Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8

jam.

Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam

dengan menggunakan H2O2.

28

Page 29: CEDERA KEPALA

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E. (1989) Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd

ed ). Philadelpia, F.A. Davis Company.

Long; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing

Process Approach St. Louis. Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala.

Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993) Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press

29

Page 30: CEDERA KEPALA

30