refrat anemia def besi

32
BAB I Pendahuluan Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsure terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan. 1 Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak- anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak- anak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan 1

description

anemia defisiensi besi ,definisi, penggolongan

Transcript of refrat anemia def besi

BAB I

Pendahuluan

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi merupakan suatu unsure terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang berlebihan yang diakibatkan perdarahan.1

Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Dampak dari anemia defisiensi besi ini sangat luas, antara lain terjadi perubahan epitel, gangguan pertumbuhan jika terjadi pada anak-anak, kurangnya konsentrasi pada anak yang mengakibatkan prestasi disekolahnya menurun, penurunan kemampuan kerja bagi para pekerja sehingga produktivitasnya menurun. Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya intake besi dalam jangka panjang.1BAB IITinjauan Pustaka2.1. Definisi Anemia Defisiensi BesiAnemia Defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam darah berkurang karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar zat besi dalam darah. Jika simpanan zat besi dalam tubuh seseorang sudah sangat rendah berarti orang tersebut mendekati anemia walaupun belum ditemukan gejala-gejala fisiologis. Simpanan zat besi yang sangat rendah lambat laun tidak akan cukup untuk membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang sehingga kadar hemoglobin terus menurun di bawah batas normal, keadaan inilah yang disebut anemia defisiensi besi.2Menurut Evatt, anemia Defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan besi tubuh. Keadaan ini ditandai dengan menurunnya saturasi transferin, berkurangnya kadar feritin serum atau hemosiderin sumsum tulang. Secara morfologis keadaan ini diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia. Wanita usia subur sering mengalami anemia, karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi sewaktu hamil.22.2 Metabolisme BesiSenyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat ditemukan dalam plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam bentuk ikatan dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin, mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti transferin, ferritin dan hemosiderin)4. Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 g tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam tubuh terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5 3g dan sisa lainnya terdapat dalam plasma dan jaringan. Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel darah merah mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit normal mengandung sekitar 2000 mg zat besi) Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang tertutup. Besi yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi melalui eksfoliasi sama dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2 mg. Besi yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin bersama dengan besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang merupakan eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg akan dikembalikan ke makrofag karena berupaeritropoesis inefektif.4Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara absorbsi 1-2 mg/ hari dan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan dapat meningkatkan keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi perhari selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi.5 2.3 Absorbsi Besi Untuk Pembentukan Hemoglobin Menurut Bakta (2006) proses absorbsi besi dibagi menjadi tiga fase, yaitu: a. Fase Luminal Besi dalam makanan terdapat dalam dua bentuk, yaitu besi heme dan besi non-heme. Besi heme terdapat dalam daging dan ikan, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya tinggi. Besi non-heme berasal dari sumber nabati, tingkat absorbsi dan bioavailabilitasnya rendah. Besi dalam makanan diolah di lambung (dilepaskan dari ikatannya dengan senyawa lain) karena pengaruh asam lambung. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri (Fe3+) ke fero (Fe2+) yang dapat diserap di duodenum. b. Fase Mukosal Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan terkendali. Besi heme dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam lambung. Pada brush border dari sel absorptif (teletak pada puncak vili usus, disebut sebagai apical cell), besi feri direduksi menjadi besi fero oleh enzim ferireduktase (Gambar 2.2), mungkin dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b-like (DCYTB). Transpor melalui membran difasilitasi oleh divalent metal transporter (DMT 1). Setelah besi masuk dalam sitoplasma, sebagian disimpan dalam bentuk feritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter ke dalam kapiler usus. Pada proses ini terjadi konversi dari feri ke fero oleh enzim ferooksidase (antara lain oleh hephaestin). Kemudian besi bentuk feri diikat oleh apotransferin dalam kapiler usus. Sementara besi non-heme di lumen usus akan berikatan dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh DMT 1. Besi non-heme akan dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.3

Gambar 2.1. Absorbsi Besi di Usus Halus (sumber: Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; 23: 2508-9).Besar kecilnya besi yang ditahan dalam enterosit atau diloloskan ke basolateral diatur oleh set point yang sudah diatur saat enterosit berada pada dasar kripta (Gambar 2.3). Kemudian pada saat pematangan, enterosit bermigrasi ke arah puncak vili dan siap menjadi sel absorptif. Adapun mekanisme regulasi set-point dari absorbsi besi ada tiga yaitu, regulator dietetik, regulator simpanan, dan regulator eritropoetik. 3

Gambar 2.2. Regulasi Absorbsi Besi (sumber: Andrews, N.C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

c. Fase Korporeal

Besi setelah diserap melewati bagian basal epitel usus, memasuki kapiler usus. Kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi transferin. Satu molekul transferin dapat mengikat maksimal dua molekul besi. Besi yang terikat pada transferin (Fe2-Tf) akan berikatan dengan reseptor transferin (transferin receptor = Tfr) yang terdapat pada permukaan sel, terutama sel normoblas(Gambar 2.3).

Kompleks Fe2-Tf-Tfr akan terlokalisir pada suatu cekungan yang dilapisi oleh klatrin (clathrin-coated pit). Cekungan ini mengalami invaginasi sehingga membentuk endosom. Suatu pompa proton menurunkan pH dalam endosom sehingga terjadi pelepasan besi dengan transferin. Besi dalam endosom akan dikeluarkan ke sitoplasma dengan bantuan DMT 1, sedangkan ikatan apotransferin dan reseptor transferin mengalami siklus kembali ke permukaan sel dan dapat dipergunakan kembali.

Gambar 2.3. Siklus Transferin (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of Iron Metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Besi yang berada dalam sitoplasma sebagian disimpan dalam bentuk feritin dan sebagian masuk ke mitokondria dan bersama-sama dengan protoporfirin untuk pembentukan heme. Protoporfirin adalah suatu tetrapirol dimana keempat cincin pirol ini diikat oleh 4 gugusan metan hingga terbentuk suatu rantai protoporfirin. Empat dari enam posisi ordinal fero menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase. Sehingga terbentuk heme, yaitu suatu kompleks persenyawaan protoporfirin yang mengandung satu atom besi fero ditengahnya.32.4. EtiologiDefisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi jika bukan pada anemia yang nyata, biasanya dijumpai pada bayi dan remaja dimana merupakan masa terbanyak penggunaan zat besi untuk pertumbuhan. Neonatal yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali anemis tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. Bayi ini tidak memiliki cadangan yang diperlukan untuk pertumbuhan setelah lahir. ASI merupakan sumber zat besi yang adekuat secara marginal. Berdasarkan data dari the third National Health and Nutrition Examination Survey ( NHANES III ), defisiensi besi ditentukan oleh ukuran yang abnormal dari serum ferritin, transferring saturation, dan/atau erythrocyte protophorphyrin. Kebutuhan zat besi yang sangat tinggi pada laki-laki dalam masa pubertas dikarenakan peningkatan volume darah, massa otot dan myoglobin. Pada wanita kebutuhan zat besi setelah menstruasi sangat tinggi karena jumblah darah yang hilang, rata-rata 20mg zat besi tiap bulan, akan tetapi pada beberapa individu ada yang mencapai 58mg. Penggunaan obat kontrasepsi oral menurunkan jumblah darah yang hilang selama menstruasi, sementara itu alat-alat intrauterin meningkatkan jumblah darah yang hilang selama menstruasi.Tambahan beban akibat kehilangan darah karena parasit seperti cacing tambang menjadikan defisiensi zat besi suatu masalah dengan proporsi yang mengejutkan. Penurunan absorpsi zat besi, hal ini terjadi pada banyak keadaan klinis. Setelah gastrektomi parsial atau total, asimilasi zat besi dari makanan terganggu, terutama akibat peningkatan motilitas dan by pass usus halus proximal, yang menjadi tempat utama absorpsi zat besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorpsi usus halus juga dapat menderita defisiensi zat besi, terutama jika duodenum dan jejunum proximal ikut terlibat. Kadang-kadang anemia defisiensi zat besi merupakan pelopor dari radang usus non tropical ( celiac sprue ) 2.

Kehilangan zat besi, dapat terjadi secara fisiologis atau patologis. Fisiologis disebabkan oleh karena Menstruasi, Kehamilan, pada kehamilan aterm, sekitar 900mg zat besi hilang dari ibu kepada fetus, plasenta dan perdarahan pada waktu partus. Patologis dapat disebabakan oleh karena Perdarahan saluran makan merupakan, hal ini penyebab paling sering dan selanjutnya anemia defisiensi besi prosesnya sering tiba-tiba. Selain itu dapat juga karena cacing tambang, pasien dengan telangiektasis herediter sehingga mudah berdarah, perdarahan traktus gastrourinarius, perdarahan paru akibat bronkiektasis atau hemosiderosis paru idiopatik 2.Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi antara lain Wanita menstruasi, Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi, Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat, Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun. Menderita penyakit maag, Penggunaan aspirin jangka panjang, Colon cancer, Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.Penyebab defisiensi besi antara lain disebabkan karena Peningkatan penggunaan zat besi, Percepatan pertumbuhan pascanatal Percepatan pertumbuhan remaja. Kehilangan darah fisiologik disebabkan oleh Menstruasi, Kehamilan sedangkan kehilangan darah patologis disebabkan oleh perdarahan saluran makanan, perdarahan genitourinarius, hemosiderosis paru, hemolisis intravascular, penurunan pengambilan besi, makanan kaya gandum, rendah daging, malabsorpsi, orang lanjut usia dan masayrakat dengan sosial ekonomi yang rendah 2.2.5 PatofisiologiPerdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan besi atau kebutuhan besi yang meningkat akan dikompensasi tubuh sehingga cadangan besi makin menurun.3

gambar 2.4 Distribusi Besi Dalam Tubuh Dewasa (sumber: Andrews, N. C., 1999. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med; 26: 1986-95).

Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif, yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun (Tabel 2.2). Akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositik, disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).3Tabel 2.1. Distribusi normal komponen besi pada pria dan wanita (mg/kg)

Tabel 2.2. Perbandingan tahap keseimbangan zat besi yang negative

Sumber: Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

2.6 Manifestasi KlinisGejala Umum Anemia

Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin kurang dari 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku (Bakta, 2006). Pada umumnya sudah disepakati bahwa bila kadar hemoglobin < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas6. Gejala Khas Defisiensi Besi

Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:

a. Koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.

b. Atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.

c. Stomatitis angularis (cheilosis), yaitu adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.

d. Disfagia, yaitu nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring. 2.7 Pemeriksaan

2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium 1. Hemoglobin (Hb) Hemoglobin adalah parameter status besi yang memberikan suatu ukuran kuantitatif tentang beratnya kekurangan zat besi setelah anemia berkembang. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sederhana seperti Hb saachli, yang dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan, yaitu trimester I dan III2.

2. Penentuan Indeks Eritrosit Penentuan indeks eritrosit secara tidak langsung dengan flowcytometri atau menggunakan rumus:

a. Mean Corpusculer Volume (MCV)

MCV adalah volume rata-rata eritrosit, MCV akan menurun apabila kekurangan zat besi semakin parah, dan pada saat anemia mulai berkembang. MCV merupakan indikator kekurangan zat besi yang spesiflk setelah thalasemia dan anemia penyakit kronis disingkirkan. Dihitung dengan membagi hematokrit dengan angka sel darah merah. Nilai normal 70-100 fl, mikrositik < 70 fl dan makrositik > 100 fl.

b. Mean Corpuscle Haemoglobin (MCH)

MCH adalah berat hemoglobin rata-rata dalam satu sel darah merah. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan angka sel darah merah. Nilai normal 27-31 pg, mikrositik hipokrom < 27 pg dan makrositik > 31 pg.

c. Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration (MCHC)

MCHC adalah konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata. Dihitung dengan membagi hemoglobin dengan hematokrit. Nilai normal 30-35% dan hipokrom < 30%2.

3. Pemeriksaan Hapusan Darah Perifer Pemeriksaan hapusan darah perifer dilakukan secara manual. Pemeriksaan menggunakan pembesaran 100 kali dengan memperhatikan ukuran, bentuk inti, sitoplasma sel darah merah. Dengan menggunakan flowcytometry hapusan darah dapat dilihat pada kolom morfology flag2.

4. Luas Distribusi Sel Darah Merah (Red Distribution Wide = RDW) Luas distribusi sel darah merah adalah parameter sel darah merah yang masih relatif baru, dipakai secara kombinasi dengan parameter lainnya untuk membuat klasifikasi anemia. RDW merupakan variasi dalam ukuran sel merah untuk mendeteksi tingkat anisositosis yang tidak kentara. Kenaikan nilai RDW merupakan manifestasi hematologi paling awal dari kekurangan zat besi, serta lebih peka dari besi serum, jenuh transferin, ataupun serum feritin. MCV rendah bersama dengan naiknya RDW adalah pertanda meyakinkan dari kekurangan zat besi, dan apabila disertai dengan eritrosit protoporphirin dianggap menjadi diagnostik. Nilai normal 15%3.5. Eritrosit Protoporfirin (EP) EP diukur dengan memakai haematofluorometer yang hanya membutuhkan beberapa tetes darah dan pengalaman tekniknya tidak terlalu dibutuhkan. EP naik pada tahap lanjut kekurangan besi eritropoesis, naik secara perlahan setelah serangan kekurangan besi terjadi. Keuntungan EP adalah stabilitasnya dalam individu, sedangkan besi serum dan jenuh transferin rentan terhadap variasi individu yang luas. EP secara luas dipakai dalam survei populasi walaupun dalam praktik klinis masih jarang3.

6. Besi Serum (Serum Iron = SI) Besi serum peka terhadap kekurangan zat besi ringan, serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat hemoglobin jatuh. Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang kurang. Besi serum yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan malignansi. Besi serum dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan ukuran mutlak status besi yang spesifik3.7. Serum Transferin (Tf) Transferin adalah protein tranport besi dan diukur bersama -sama dengan besi serum. Serum transferin dapat meningkat pada kekurangan besi dan dapat menurun secara keliru pada peradangan akut, infeksi kronis, penyakit ginjal dan keganasan3.

8. Transferrin Saturation (Jenuh Transferin) Jenuh transferin adalah rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi, merupakan indikator yang paling akurat dari suplai besi ke sumsum tulang. Penurunan jenuh transferin dibawah 10% merupakan indeks kekurangan suplai besi yang meyakinkan terhadap perkembangan eritrosit. Jenuh transferin dapat menurun pada penyakit peradangan. Jenuh transferin umumnya dipakai pada studi populasi yang disertai dengan indikator status besi lainnya. Tingkat jenuh transferin yang menurun dan serum feritin sering dipakai untuk mengartikan kekurangan zat besi. Jenuh transferin dapat diukur dengan perhitungan rasio besi serum dengan kemampuan mengikat besi total (TIBC), yaitu jumlah besi yang bisa diikat secara khusus oleh plasma3.

9. Serum Feritin Serum feritin adalah suatu parameter yang terpercaya dan sensitif untuk menentukan cadangan besi orang sehat. Serum feritin secara luas dipakai dalam praktek klinik dan pengamatan populasi. Serum feritin < 12 ug/l sangat spesifik untuk kekurangan zat besi, yang berarti kehabisan semua cadangan besi, sehingga dapat dianggap sebagai diagnostik untuk kekurangan zat besi. Rendahnya serum feritin menunjukan serangan awal kekurangan zat besi, tetapi tidak menunjukkan beratnya kekurangan zat besi karena variabilitasnya sangat tinggi. Penafsiran yang benar dari serum feritin terletak pada pemakaian range referensi yang tepat dan spesifik untuk usia dan jenis kelamin. Konsentrasi serum feritin cenderung lebih rendah pada wanita dari pria, yang menunjukan cadangan besi lebih rendah pada wanita. Serum feritin pria meningkat pada dekade kedua, dan tetap stabil atau naik secara lambat sampai usia 65 tahun. Pada wanita tetap saja rendah sampai usia 45 tahun, dan mulai meningkat sampai sama seperti pria yang berusia 60-70 tahun, keadaan ini mencerminkan penghentian mensturasi dan melahirkan anak. Pada wanita hamil serum feritin jatuh secara dramatis dibawah 20 ug/l selama trimester II dan III bahkan pada wanita yang mendapatkan suplemen zat besi. Serum feritin adalah reaktan fase akut, dapat juga meningkat pada inflamasi kronis, infeksi, keganasan, penyakit hati, alkohol. Serum feritin diukur dengan mudah memakai Essay immunoradiometris (IRMA), Radioimmunoassay (RIA), atau Essay immunoabsorben (Elisa) 3.

2.7.2 Pemeriksaan Sumsum Tulang Masih dianggap sebagai standar emas untuk penilaian cadangan besi, walaupun mempunyai beberapa keterbatasan. Pemeriksaan histologis sumsum tulang dilakukan untuk menilai jumlah hemosiderin dalam sel-sel retikulum. Tanda karakteristik dari kekurangan zat besi adalah tidak ada besi retikuler. Keterbatasan metode ini seperti sifat subjektifnya sehingga tergantung keahlian pemeriksa, jumlah struma sumsum yang memadai dan teknik yang dipergunakan. Pengujian sumsum tulang adalah suatu teknik invasif, sehingga sedikit dipakai untuk mengevaluasi cadangan besi dalam populasi umum3.2.8 Pencegahan

Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan tentang bahan bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi. Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah tropik7.2.9 Penatalaksanaan

Pertama tama tindakan yang harus dilakukan adalah mencari dan mengatasi penyebab dari anemia. kemudian pemberian terapi. Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia. Contoh dari suplemen yang mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi dapat dilihat pada tabel di bawah ini2,6.SupplementTotal iron (mg)Elemental iron (mg)

Ferrous sulfate

Ferrous gluconate

Feostat chewable

Feostat liquid

Slow Fe

Fe 50 extended release

Ferro-Sequels timed release

Feosol caplets324

325

100

100

160

160

50

5066

36

33

33/5 ml

50

50

50

50

Tabel 2.3 Contoh dari suplemen yang mengandung zat besi. Sumber: Drug facts and comparisons. St. Louis, MO: Facts and Comparisons, 1998 Pemberian preparat besi

Sulfat ferrosus 4 x 1 tabl

Ferrous fumarat 4 x 1 tabl

Ferous glukonat 3 x 1 tabl

Pemberian preparat besi dilanjutkan sampai 4-6 bulan sesudah Hb normal.Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Sayangnya, ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini6.Tetapi resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus. Kompleks polisakarida zat besi seringkali lebih berhasil dibandingkan dengan garam zat besi, walaupun kenyataannya tablet tersebut mengandung 150 mg elemen zat besi. Campuran vitamin yang mengandung zat besi biasanya harus dihindari, karena sediaan ini mahal dan mengandung jumblah zat besi yang suboptimal. Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya sekitar 10 hari. Pasien dapat tidak berespon dengan penggantian zat besi sebagai akibat dari:a. Diagnosis yang tidak benar.

b. Tidak patuh.

c. Kehilangan darah melampaui kecepatan penggantian.

d. Supresi sum-sum tulang oleh tumor, radang kronik, dll.

e. Malabsorpsi, sangat jarang akan tetapi jika terjadi, diperlukan penggantian zat besi parenteral.

Kompleks dekstran-zat besi dapat digunakan melalui suntikan im setelah tes dengan dosis 25 mg untuk reaksi alergi. 100 mg dekstran-zat besi, per sesi terapi. Pemberian dapat diulang setiap minggu sampai cadangan zat besi terpenuhi. Traktus Z sebaiknya digunakan pada suntikan untuk mencegah mengembunnya gabungan tersebut kedalam dermis, yang dapat menghasilkan pewarnaan kulit yang tidak dapat dihilangkan. Pemberian secara iv dapat dilakukan pada pasien yang tidak dapat menerima suntikan im atau yang memerlukan koreksi defisiensi zat besi lebih cepat. Pendekatan yang paling nyaman adalah dengan mengencerkan 500 mg campuran tersebut kedalam 100 ml cairan salin steril dan memasukkan dosis percobaan sebanyak 1 ml. jika tidak terjadi reaksi alergi, sisa solusi dapat diberikan dalam 2 jam. Pemberian iv sampai 4 g zat besi dalam satu keadaan memungkinkan koreksi defisiensi zat besi dalam satu sesi. Sekitar 20% dari pasien mengalami artralgia, menggigil dan demam yang tergantung dari dosis yang diberikan dan dapat berlangsung sampai beberapa hari setelah infus. Zat besi-dekstran harus digunakan secara hemat, jika perlu, pada semua pasien dengan artritis reumatoid, karena gejala tersebut secara nyata dipacu oleh penyakit ini. Obat anti inflamasi non steroid biasanya mengatur gejala tersebut. Anafilaksis, komplikasi serius penggunaan zat besi-dekstran, jarang muncul. Jika gejala awal muncul, infus dihentikan dan perbaikan keadaan dengan benadril dan epinefrin dapat dimulai. jumblah zat besi yang diperlukan untuk penggantian dapat dihitung dari deficit massa sel darah merah, dengan tambahan 1000 mg untuk mengganti cadangan tubuh. Transfusi darah jarang diperlukan kecuali untuk pasien dengan anemia defisiensi zat besi yang berat yang mengancam fungsi kardiovaskular atau cerebral 2.BAB III

PenutupAnemia Defisiensi Besi merupakan jenis anemia yang paling banyak dijumpai di masyarakat. Banyak penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini, tetapi perdarahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya anemia defisiensi besi ini. Anemia Defisiensi Besi ini memberikan dampak buruk bagi kesehatan masyarakat baik anak-anak, para wanita baik yang hamil maupun yang tidak, juga pada pria dewasa. Dengan dilakukan pencegahan, masyarakat dapat terhindar dari anemia ini, sehingga pada anaka-anak usia sekolah tidak terjadi penurunan prestasi.

DAFTAR PUSTAKA1. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

2. Harrison, Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper; Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. edisi 13, volume 3; 1919-1921; penerbit buku kedokteran EGC3. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.4. Jones, NCH. Wickramasinghe, SN. 2000. Catatan Kuliah Hematologi. Jakarta: EGC. (Jones.NCH, Wickramasinghe.SN, 2000, hal. 67-83)

5. Soeparman. Waspadji, S. 1990. Ilmu Penyakit Dalam II . Jakarta: FKUI.6.Boediwarsono et all,2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK Airlangga Rumah Sakit Pendidikan dr.soetomo : Airlangga University Press7. Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company.

8. Andrews, N.C., 2005. Understanding Heme Transport. N Engl J Med; ( 23: 2508-9).

9.Centers for Disease Control and Prevention, 1998. Recommendations to Prevent and Control Iron Deficiency in the United States. Morb Mortal Wkly Rep; 47: 1-36.

10. Drug facts and comparisons. St. Louis, MO: Facts and Comparisons, 1998PAGE 20