Referat Urologi Dr.abraham (2)

21
Pendahuluan Kandung kemih, bersama sama dengan uretra dan dasar panggul bertanggung jawab untuk penyimpanan urin dan pengeluaran urin secara berkala. Fungsi terintegrasi komponen Lower Urinary Tract (LUT adalah bergantung pada sebuah sistem kontrol yan kompleks di otak, sara! tulang belakang dan peripheral ganglia, dan pada !actor-!aktor pengawasan local. "is!ungsi pada pusat sistem kontrol sara! atau pada kompo dari LUT dapat mengakibatkan kurangnya buang air kecil dan retensi (penyimpanan u bisa juga mengakibatkan berbagai macam inkontinensia urin (terutama urgens inkontinensia atau gejala kompleks pada o#eracti#e bladder ($%&, ditandai dengan atau tanpa inkontinensia urin, seringkali dengan nokturia. 'erawatan !armakologis dari inkontinensia urin dan gejala gejala LUT (LUTs termasu adalah pilihan yang terutama, dan beberapa obat dengan tipe mode yang berbeda dan j beberapa tindaan telah dicoba. )amun, untuk pengoptimakan pengobatan sanga pengetahuan mengenai mekanisme dari mikturisi dan target* untuk pengobatan. kegagalan dalam menyimpan urin dapat diperbaiki oleh at* yang dapat mengurangi akti!itas otot detrusor dan meningkatkan kapasitas kandung kemih, dan atau mningkatk saluran. "lm bab ini diberikan sebuah ulasan singkat mengenai kontrol sara! normal dan beberapa prinsip terapi yang digunakan dalam pengobatan inkontinensia urin. ambar . %natomi dari Lower Urinary Tract

Transcript of Referat Urologi Dr.abraham (2)

Pendahuluan

Kandung kemih, bersama sama dengan uretra dan dasar panggul bertanggung jawab untuk penyimpanan urin dan pengeluaran urin secara berkala. Fungsi terintegrasi dari komponen-komponen Lower Urinary Tract (LUT) adalah bergantung pada sebuah sistem kontrol yang kompleks di otak, saraf tulang belakang dan peripheral ganglia, dan pada factor-faktor pengawasan local. Disfungsi pada pusat sistem kontrol saraf atau pada komponen-komponen dari LUT dapat mengakibatkan kurangnya buang air kecil dan retensi (penyimpanan) urin, atau bisa juga mengakibatkan berbagai macam inkontinensia urin (terutama urgensi dan stress inkontinensia) atau gejala kompleks pada overactive bladder (OAB), ditandai dengan adanya atau tanpa inkontinensia urin, seringkali dengan nokturia. Perawatan farmakologis dari inkontinensia urin dan gejala gejala LUT (LUTs) termasuk OAB adalah pilihan yang terutama, dan beberapa obat dengan tipe/mode yang berbeda dan juga beberapa tindaan telah dicoba. Namun, untuk pengoptimakan pengobatan sangat diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme dari mikturisi dan target2 untuk pengobatan. Secara teori, kegagalan dalam menyimpan urin dapat diperbaiki oleh zat2 yang dapat mengurangi aktifitas otot detrusor dan meningkatkan kapasitas kandung kemih, dan atau mningkatkan resistensi saluran. Dlm bab ini diberikan sebuah ulasan singkat mengenai kontrol saraf normal dari LUT dan beberapa prinsip terapi yang digunakan dalam pengobatan inkontinensia urin.

Gambar 1. Anatomi dari Lower Urinary Tract

Rangkaian saraf pengendali penyimpanan dan pengeluaran urinMikturisi (berkemih) yang normal dapat terjadi karena adanya sinyal aferen dari LUT. Baik pengeluaran maupun pengisian kandung kemih keduanya dikontrol oleh sirkuit saraf dalam otak, saraf tulang belakang dan ganglia peripheral. Sirkuit-sirkuit ini mengkoordinasi aktifitas pada otot halus pada detrus atau dan uretra dengan otot lurik pada sfingter uretra dan pelvis dasar. Pengaruh-pengaruh suprapontine dipercaya untuk bertindak sebagai saklar on off untuk merubah LUT diantara 2 mode pengoperasian: penyimpanan dan pengeluaran.Pada orang dewasa, penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol secara sengaja dan bergantung pada perilaku kebiasaan. Namun pada bayi, fungsi mekanisme-mekanisme pergantian ini dilakukan secara releks dalam hal pengeluaran urin. Pada orang dewasa, kerusakan-kerusakan atau penyakit-penyakit pada sistem saraf dapat mengganggu kontrol pada mikturisi (pengeluaran urin) dan dapat menyebabkan timbulnya refleks mikturisi, sehingga mengakibatkan OAB dan detrusor overactivity (DO). Dikarenakan kerumitan pada CNS kontrol dari LUT, OAB dan DO dapat muncul sebagai akibat dari berbagai gangguan-gangguan neurologis dan juga akibat dari perubahan-perubahan pada persarafan dan komponen-komponen otot halus dan skeletal.

Pengisian dan pengeluaran urin pada kantung kemih mencakup sebuah pola yang rumit pada pemberian isyarat aferen dan eferen pada jalur jalur parasympathetic (saraf panggul), sympathetic (saraf hipogastrikus) dan somatic (saraf pudenda). Jalur2 ini merupakan releks2 yang menjaga kandung kemih dlm keadaan yang rileks, memungkinkan penyimpanan urin pada tekanan inravesikal yang rendah atau memulai mengosongkan kandung kemih dengan mengendurkan wilayah arus keluar dan menutup otot detrusor. Integrasi padaeferen2 autonom dan somatik yang menyebabkan kontraksi pada otot detrusor didahului oleh sebuah relaksasi pada wilayah jalur keluar, dengan demikian mempermudah pengosongan kandung kemih. Sebaliknya, selama fase penyimpanan, otot detrusor dikendurkan dan wilayah jalur keluar dikontraksikan untuk menjaga kontinensia (penahanan).

Gambar 2. Rangkaian saraf Lower Urinary Tract

PARASYMPATHETIC PATHWAYS

Jalur sacral parasimpatis menengahi konraksi dari otot polos detrusor dan relaksasi dari jalur keluar. Preganglionik parasimpatis neurons terletak pada sacral parasympathetic nucleus (SPN) di dalam saraf tulang belakang pada level S2-S4. Akson melalui saraf panggul dan sinapsis dengan saraf postganglionic baik dalam pelvic plexus {dalam ganglia pada permukaan kandung kemih (vesical ganglia)}, maupun dalam dinding-dinding kandung kemih dan urethra (intramural ganglia). Neurotransmisi ganglionik terutama dimediasi oleh acetylcholine yang bekerja pada reseptor-reseptor nikotinik, meskipun transmisi dapat diatur oleh adrenergic, muscarinic, purinergic dan peptidergic presynaptic reseptor. Saraf-saraf post ganglionik pada saraf panggul memediasi masuknya rangsangan pada otot polos normal manusia dengan melepaskan acetylcholine yang bekerja pada reseptor-reseptor muskarinik.Namun, resisten atropin (nonadrenergic, noncholinergic (NANC)) dapat secara reguler ditemukan di dalam sebagian besar kandung kemih hewan. Komponen seperti itu juga dapat didemonstrasikan pada jaringan kandung kemih manusia secara fungsional dan morfologis, namun hanya berkontribusi pada beberapa persen pada detrusor normal atau kontraksi. Adenosine triphosphate (ATP) adalah mediator yang paling penting dari kontraksi NANC, meskipun keterlibatan dari pemancar-pemancar lainnya tidak dapat dikesampingkan. Saraf panggul juga menyampaikan saraf parasimpatis kepada jalur pengaliran keluar dan uretra. Saraf-saraf ini mendesak sebuah efek yang menghalangi otot polos dengan melepaskan nitric oxide dan pemancar-pemancar lainnya.SYMPATHETIC PATHWAYS

Persarafan simpatis dari kendung kemih dan uretra berasal dari inti intermediolateral di dalam regio thoracolumbar (T10-L2) dari medulla spinalis. Akson meninggalkan saraf tulang belakang melalui saraf splanchinic dan melalui inferior mesenteric ganglia (IMF) dan saraf hipogastrik atau melalui rantai paravertebratal ke rantai (deretan) lumbosakral simpatetik dan memasuki saraf panggul. Jadi, sinyal simpatik dibawa didalam saraf hipogastrik dan saraf pelvis. Transmisi ganglionik simpatis sama seperti transmisi parasimpatetis preganglionik yang terutama dimediasi oleh acetylcholine yang bekerja pada nikotinik reseptor. Beberapa preganglionik terminal bersinapsis dengan sel-sel postganglionic di dalam paravertebral ganglia atau di dalam IMF, sedangkan synapse lainnya yg dekat pada organ-organ pelvis dan saraf pendek postganglionic menginervasi organ-organ target. Jadi, saraf hipogastrik dan pelvis berisi baik pre maupun postganglionic fiber. Efek utama dari inervasi simpatetis adalah untuk menutup pangkalan (dasar) kandung kemih dan uretra. Oleh karena itu, inervasi simpatetis menghalangi jalur parasimpatetis pada tulang belakang dan level-level ganglionik. Pada kandung kemih manusia, stimulasi medan listrik in vitro menyebabkan pelepasan noradrenaline pada saraf, yang menyebabkan pengenduran pada detrusor yang normal. Namun, pentingnya inervasi simpatis untuk pengenduran pada otot detrusor manusia belum pernah ditetapkan. Sebaliknya, pada beberapa spesies hewan inervasi adrenergic telah dibuktikan untuk merelaksasi otot detrusor selama pengisian.

SOMATIC PATHWAYS

Inervasi somatic dari rhabdosphincter uretra dan beberapa otot perineal (seperti kompresor uretra dan sfingter urethovaginal) diberikan oleh saraf pudendus. Serabut-serabut ini berasal dari saraf motorik sfingter yang terletak di dalam ventral horn pada sacral medulla spinalis (level S2-S4) di sebuah wilayah yg bernama Onuf s (Onufrowiczs) nucleus.AFFERENT PATHWAYS

Saraf-saraf aferen pada kandung kemih dan uretra berasal dari akar dorsal ganglia pada level lumbosakral dari saraf tulang belakang dan berjalan melalui saraf panggul menuju batas luar. Beberapa aferen berasal dari akar dorsal ganglia pada level thoracolumbar dan berkeliling di dalam saraf hipogastrik. Saraf-saraf aferen pada otot lurik dari sfingter uretra eksternal berjalan di dalam saraf pundenda menuju wilayah sacral pada tulang belakang. Aferen-aferen yg paling penting untuk proses berkemih adalah myelinated A-fibers dan unmyelinated C-fibers yg berjalan di dalam saraf pelvis menuju sacral tulang belakang, dengan membawa informasi dari dinding kandung kemih. A-fibers merespon pada distensi pasif dan kontraksi aktif, hingga membawa informasi mengenai pengisian kandung kemih. Ambang aktivasi untuk A-fibers adalah 5-15 mm H2O. Ini adalah tekanan intravesikal yang dimana manusia mengabarkan perasaan pertama dari pengisian kandung kemih. C fibers memiliki sebuah ambang mekanik yg tinggi dan terutama merespon pada iritasi kimia pada urothelium/suburothelium kandung kemih atau pada rasa dingin. Setelah iritasi kimia, aferen-aferen C fiber menunjukan pembakaran spontan saat kandung kemih kosong dan meningkatkan pembakaran selama kandung kemih distensi.Serabut-serabut ini biasanya tidak aktif, oleh karena itu biasa disebut silent fibers. Informasi aferen mengenai banyaknya jumlah urin pada kandung kemih secara terus menerus dibawa kepada periaqueductal gray (PAG) dan dari sana menuju pontine micturition center (PMC), yang juga disebut Barringtons nucleus.

Gambar 3. Fisiologi dari Lower Urinary TractSignal aferen dari urothelium / suburotheliumBukti-bukti saat ini menunjukan bahwa urotelium/suburotelium dapat berfungsi bukan hanya sebagai pelindung pasif tapi juga sebagai sebuah sensorik khusus dan unit pensinyalan, yang dimana dengan memproduksi oksida nitrat, ATP dan mediator lainnya, dapat mengontrol aktifitas didalam saraf-saraf aferen dan dengan demikian terjadi inisiasi dari reflex berkemih. Urotelium sudah ditunjukan untuk menyampaikan, sebagai contoh, nikotinik, muskarinik, tachykinin, adregenik, bradykinin dan reseptor-reseptor transient receptor potential (TRP).pH rendah, tingginya K+, peningkatan osmolalitas dan temperature yang rendah semuanya dapat mempengaruhi saraf-saraf aferen, mungkin juga melalui efek-efek pada reseptor vanilloid (capsaicin- [CAP] gated ion channel, TRPV1), yang diekspresikan baik dalam terminal-terminal saraf aferen dan di dalam sel2 urotelial. Sebuah jaringan pada sel-sel interstitial, yang secara ekstensif dihubungkan oleh Cx43-membawa gap junction, ditemukan berlokasi dibawah urotelium di dalam kandung kemih manusia.Jaringan interstitial seluler dianjurkan untuk menjalankan fungsi syncytium, mengintegrasi sinyal dan sebagai respon-respon dalam dinding kandung kemih. Pengaliran daripada saraf aferen suburotelial, yang membawa sensasi dan mengatur katup untuk pengaktifan kandung kemih, bisa diubah oleh inhibitor (seperti nitric oxide) maupun mediator stimulasi (seperti ATP, tachykinins, prostanoid) ATP, yg dihasilkan oleh urotelium, telah dianjurkan sebagai sebuah mediator penting dari pensinyalan urotelial. Mendukung pandangan tersebut, ATP intraversikal mendukung DO pada tikus sadar. Selain itu, tikus-tikus dengan kekurangan reseptor P2X3 memiliki kandung kemih hipoaktif. Sel-sel interstitial dapat ditunjukan didalam otot detrusor. Sel-sel tersebut mungkin diikutsertakan di dalam transmisi impuls, namun perannya belum dapat diklarifikasi. Mungkin masih ada yang lain, jadi jauh tak dikenal, factor-faktor dalam urotelium yang dapat mempengaruhi fungsi dari kandung kemih. Bahkan jika mekanisme-mekanisme ini dapat diikutsertakan, sebagai contoh, patofisiologi dari OAB, pentingnya fungsi-fungsi mereka masih harus ditetapkan. NEURAL CONTROL OF BLADDER FILLING

Selama fase penyimpanan, kandung kemih harus rileks dengan tujuan untuk menjaga sebuah tekanan intravesikal yang rendah. Penyimpanan urin diatur oleh 2 penyimpan refleks yg terpisah, yang dimana salah satunya adalah simpatis (autonomic) dan yang lainnya adalah somatic. Penyimpanan refleks simpatis dimulai sebagai distensi kandung kemih dan aktifitas aferen yg dihasilkan berjalan di dalam saraf pelvis menuju tulang belakang. Di dalam tulang belakang, penembakan simpatis dari wilayah lumbar (L1-L3) dimulai, yang dimana dengan efek-efek pada level ganglionik, menurunkan rangsang input parasimpatis ke kandung kemih. Saraf-saraf postganglionik melepaskan noradrenalin, yang memfasilitasi penyimpanan urin dengan menstimulasi a3-adrenoreceptors (ARS) di dalam otot polos detrusor. Seperti yang sudah disebut sebelumnya, ada bukti kecil pada pentingnya secara fungsi simpatis inervasi dari otot detrusor manusia, yang sangat kontras dengan apa yang sudah ditemukan dalam beberapa spesies hewan. Inervasi simpatis dari kandung kemih manusia ditemukan biasanya dalam wilayah saluran keluar yang dimana ini memulai kontraksi.

Gambar 4. Neurofisiologi dari Lower Urinary Tract

Selama mikturisi, jalur refleks simpatis secara nyata terhambat melalui mekanisme2 supraspinal untuk memungkinkan kandung kemih berkontraksi dan relaksasi uretra. Jadi, aferen Aa dan serabut-serabut eferen simpatis merupakan sebuah refleks penyimpanan vesico-spinalvesical, yang menjaga kandung kemih dalam keadaan rileks sementara uretra proksimal dan leher kandung kemih berkontraksi. Sebagai respon dari sebuah peningkatan mendadak dalam tekanan dalam perut, seperti saat batuk, tertawa atau bersin, sebuah refleks somatik penyimpanan yang lebih cepat (pelvis ke refleks pundenda), yang juga disebut refleks pengawasan diri atau penjaga, dimulai. Kegiatan aferen yang dimunculkan berjalan sepanjang serabut saraf aferen mielin Aa dalam saraf pelvis menuju saraf tulang belakang. Informasi aferen juga dibawa kepada PAG dan dari sana menuju PMC (Wilayah L). Dari pusat ini, impuls-impuls dibawa menuju saraf-saraf motorik di dalam nucleus Onuf. Akson-akson dari saraf-saraf ini berjalan di dalam saraf pudenda dan melepaskan acetylcholine, yang mengaktifkan reseptor-reseptor nikotinik cholinergic pada rhabdosphincter, yang berkontraksi. Jalur ini aktif secara tonically, selama penyimpanan urin.Namun, saat meningkatnya tekanan pada perut, ini menjadi aktif secara dinamis untuk berkontraksi dengan rhabdosphincter. Selama mikturisi, refleks ini menjadi terhambat dengan kuat.KONTROL SARAF UNTUK PENGOSONGAN KANDUNG KEMIH

Vesico-Bulbo-Vesical Micturition Reflex

Percobaan-percobaan elektrofisiologi pada kucing dan tikus membuktikan adanya sebuah refleks buang air yang diperantarai melalui sebuah jalur vesicobulbo-vesical yang mencakup sirkuit saraf pada pons, yang mendirikan PMC. Wilayah-wilayah lain di dalam otak, yang penting untuk mikturisi, mencakup hipotalamus dan korteks serebral. Pengisian kandung kemih mengakibatkan peningkatan pada pengaktifan reseptor-reseptor tegangan di dalam dinding kandung kemih dan dengan demikian menaikan aktifitas aferen dalam serabut-serbut Aa. Serabut-serabut ini berproyeksi pada saluran saraf tulang belakang yang menengahi penembakan simpatis yang meningkat untuk menjaga kontinensia seperti yang sudah didiskusikan sebelumnya (releks penyimpanan)

Dan lagi, saraf-saraf pada saluran tulang belakang membawa akifitas aferen kepada area rostral dari medulla spinalis dan otak. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, salah satu penerima penerima penting dari informasi aferen dari kandung kemih adalah PAG dalam batang otak rostral. PAG menerima informasi baik dari saraf-saraf aferen di dalam kandung kemih dan dari area-area rostral di dalam otak yaitu korteks serebral dan hipotalamus.

Informasi ini terintegrasi di dalam PAG adalah bagian medial dari PMC (wilayah M), yang juga mengontrol jalur-jalur turun di dalam refleks mikturisi. Jadi,PMC dapat dilihat sebagai sebuah saklar di dalam refleks mikturisi, yang mencegah aktifitas parasimpatis di dalam jalur-jalur menurun saat adanya aktifitas rendah di dalam serabut-serabut aferen dan mengaktifkan jalur-jalur parasimpatis saat aktifitas aferen mencapai katup tertentu.

Vesico-Spinal-Vesical Micturition Reflex

Spinal lesions rostral sampai level lumbosakral mengganggu jalur vesiko-bulbo-vesikal dan meniadakan kontrol supraspinal dan sukarela pada mikturisi. Hasil-hasil ini pada awalnya di dalam refleks kandung kemih diikuti oleh retensi urin. Sebuah refleks otomatis vesiko-spinal-vesikal mikturisi berkembang lambat, meskipun berkemih secara umum tidak cukup dikarenakan disinergi kandung kemih-disinergis, yaitu, kontraksi serentak dari kandung kemih dan uretra. Ini telah didemonstrasikan di dalam tulang belakang kucing kronis yang refleks anggota aferennya dibawa melalui serabut C yang tidak mengalami myelinasi, yang biasanya tidak merespon distensi kandung kemih, yang menyarankan perubahan properti dari reseptor-reseptor aferen di dalam kandung kemih. Oleh sebab itu, refleks mikturisi pada tulang belakang kucing kronis terhalang oleh CAP, yang menghalangi neurotransmisi C-fiber

TARGETS FOR PHARMACOLOGIC INTERVENTION CENTRAL NERVOUS SYSTEM TARGETS

Secara anatomi, beberapa wilayah CNS bisa tercakup di dalam kontrol mikturisi, struktur supraspinal, seperti korteks dan diensefalon, otak tengah dan medulla, dan juga struktur spinal. Beberapa transmiter dilibatkan dalam jalur refleks mikturisi seperti yang dijelaskan sebelumnya dan dapat menjadi target-target sasaran obat untuk mengontrol mikturisi.

Reseptor Opioid

Peptida endogen opioid dan reseptor-reseptor yang sesuai didistribusikan secara luas di banyak wilayah di dalam CNS untuk kepentingan kontrol mikturisi. Ini sudah ditetapkan secara baik daripada morfin, diberikan oleh berbagai rute administrasi kepada hewan dan manusia, dan dapat meningkatkan kapasitas kandung kemih atau menahan kontraksi pada kandung kemih. Selanjutnya, diberikan intratekal kepada tikus yang sudah terbius dan secara intravena kepada manusia, antagonis reseptor mu-opioid, naloxone, telah diperlihatkan untuk menstimulus mikturisi, menunjukan bahwa sebuah aktifasi tonik dari reseptor2 mu-opioid mempunyai sebuah efek depresan pada refleks mikturisi. Namun, naksolon intratekal tidak efektif dalam menstimulus mikturisi bagi tikus sadar pada saat dosis menahan efek dari morfin intratekal.

Morfin yang diberikan secara intratekal efektif pada pasien dengan DO karena lesi pada medulla spinalis, tapi ini dapat menyebabkan efek samping, seperti mual dan gatal. Efek samping lainnya dari agonis reseptor opioid meliputi depresi dan konstipasi.

Percobaan-percobaan sudah pernah dibuat untuk mengurangi efek-efek samping tersebut dengan meningkatkan selektifitas pada satu dari beberapa tipe opioid reseptor. Setidaknya tiga reseptor opioid berbeda (i, a, dan e) mengikat secara sterospesifik dengan morfin dan telah dipertunjukan untuk menghalangi mekanisme berkemih. Secara teori, tindakan pemilihan reseptor, atau modifikasi efek efef terkait oleh reseptor opioid tertentu, mungkin memiliki efek-efek terapeutik yang berguna bagi kontrol mikturisi. Tramadol adalah sebuah obat analgesic yang terkenal. Bila sendiri, tramadol adalah sebuah agonis reseptor mu yang lemah, namun tramadol dimetabolisme dengan beberapa senyawa berbeda, beberapa dari senyawa tersebut hampir sama efektifnya dengan morfin pada reseptor-mu.

Saat tramadol diberikan kepada tikus normal yang sadar, perbedaan-perbedaan yang mencolok pada sismetogram adalah meningkatnya tekanan pada ambang pintu dan kapasitas kandung kemih. Nalokson dapat lebih atau kurang dalam benar benar menghambat efek-efek ini.

Namun, ada beberapa perbedaan pada efek-efek dari tramadol dan morfin. Morfin memiliki sebuah jarak yang sempit diantara dosis yang menyebabkan hambatan pada mikturisi dan peningkatan kapasitas kandung kemih dan penimbulan retensi urin. Tramadol memiliki efek-efek pada dosis yang jauh lebih luas, yang berarti bahwa tramadol dapat secara terapi lebih berguna untuk kontrol mikturisi. Ini bisa dispekulasikan bahwa perbedaan adalah bergantung pada pengaruh berkelanjutan dari 5-HT dan noradrenaline yang menyerah penghambatan.

Mekanisme Serotonin (5-HT)

Otonomik lumbosakral, sama dengan somatic dan nukleus Onuf menerima masukan serotonergik padat dari inti raphe, dan reseptor2 yang terdiri dari 5-HT telah ditemukan pada tempat-tempat dimana impuls aferen dan eferen dari dan menuju ke LUT diproses. Reseptor-reseptor utama yang terlihat terlibat di dalam kontrol mikturisi adalah reseptor-reseptor 5-HT1A, 5-HT2 dan 5-HT-7. Ada beberapa bukti pada tikus mengenai pemfasilitasan serotonergik pada berkemih, namun, jalur menurun sangat penting sebagai sirkuit penghambat, dengan 5-HT sebagai kunci dari neurotransmitter. Telah dispekulasi bahwa SSRIs mungkin dapat berguna untuk pengobatan DO/OAB. Di sisi lain, ada beberapa laporan menyarankan bahwa SSRIs pada pasien tanpa inkontinensia sebenarnya dapat menyebabkan inkonintensia, khususnya pada lanjut usia, dan satu dari beberapa obat (sertraline) nampaknya lebih cenderung untuk memproduksi inkonintensia disbanding yang lainnya.

Mekanisme GABA

Baik di dalam otak maupun medulla spinalis, GABA telah diidentifikasi sebagai transmiter penghambat utama. Fungsi-fungsi GABA tampaknya dipicu oleh pengikatan GABA kepada reseptor-reseptor inotropiknya, GABAA dan GABAC, yang adalah saluran-saluran ligand-gated klorida, dan reseptor metabotropiknya, GABAB. Setelah pemblokiran reseptor GABAA dan GABAB di dalam medulla spinalis dan mikturisi perangsangan otak tikus, sebuah pengaktifan endogen dari reseptor-reseptor GABAA+B mungkin bertanggung jawab atas penghambatan berkelanjutan dari refleks mikturisi di dalam CNS. Di dalam medula spinalis, reseptor-reseptor GABAA lebih banyak daripada reseptor-reseptor GABAB, kecuali untuk tanduk dorsal dimana reseptor-reseptor GABAB menguasai.

Eksperimen-eksperimen menggunakan tikus sadar dan dibius menunjukan bahwa GABA eksogen, muscimol (agonis reseptor GABAA) dan baclofen (agonis reseptor GABAB) diberikan melalui urat nadi, secara intratekal atau secara intracerebroventrikular menghambat mikturisi. Baclofen diberikan secara intratekal melemahkan oksihemoglobin-termasuk DO, menunjukan bahwa tindakan-tindakan penghambatan dari agonis reseptor GABAB di dalam medulla spinalis mungkin bisa berguna untuk mengontrol gangguan mikturisi yang disebabkan oleh pengaktifan C-fiber di dalam urotelium dan atau suburotelium.

Stimulasi dari PMC menghasilkan sebuah relaksasi segera dari sfingter lurik eksternal dan sebuah kontraksi dari otot detrusor dari kandung kemih didemonstrasikan pada kucing melalui sebuah jalur langsung dari PMC ke dorsal komisura abu-abus dari sacral cord. Ini diperkirakan bahwa jalur tersebut memproduksi relaksasi dari sfingter lurik eksternal selama mikturisi melalui modulasi penghambatan oleh saraf-saraf GABA pada motoneuron di dalam sfingter daripada Onuf. Pada tikus, baklofen intratekal dan muskimol akhirnya memproduksi inkontinensa urin.

Jadi, normal relaksasi pada sfinngter uretra lurik mungkin termediasi melalui resptor-reseptor GABAA, reseptor-reseptor GABAB yang memiliki sebuah pengaruh minor pada motoneuron yang dapat dirangsang. Gabapentin yang semula dibentuk sebagai antikonvulsan dari GABA mimetic dapat melewati penahan darah ke otak. Namun, efek-efek dari gabapentin, tidak muncul untuk dimediasi melalui interaksi dengan reseptor-reseptor GABA dan mekanismenya dari tindakan yang tetap controversial, bahkan jika sudah dianjurkan bahwa ini bertindak dengan mengikat pada subunit dari a2a unit dari saluran-saluran kalsium yang bergantung pada tegangan. Gabapentin juga secara luas digunakan tidak hanya untuk penegangan dan nyeri neuropatik tapi juga untuk indikasi-indikasi lainnya, seperti kegelisahan dan gangguan tidur, karena rendahnya toksisitas.

Mekanisme Noradrenalin

Saraf-saraf noradregenik di dalam batang otak memproyeksikan pada simpatetis, parasimpatetis dan inti somatic di dalam spinal lumbosakral. Pengaktifan kandung kemih melalui jalur-jalur bulbospinal noradregenik mungkin mencakup rangsang al-ARs, yang dapat ditahan oleh antagonis al-AR. Pada tikus yang sedang menjalani sistometri terus menerus, doksasosin diberikan secara intratekal dan ini menurunkan tekanan mikurisi baik pada tikus normal maupun pada hewan dengan hipertrofi postobstruktif kandung kemih. Efeknya jauh lebih jelas pada hewan dengan hipertrofi OAB.

Mekanisme Dopamin

Pasien dengan penyakit Parkinson mungkin memiliki DO neurogenik, barangkali sebagai konsekuen dari penipisan nigrostriatal dopamine dan kegagalan untuk mengaktifkan penghalang reseptor D1 (Andersson, 2004). Namun, system-sistem dopaminergik lainnya mungkin mengaktifkan reseptor-reseptor D2 yang memfasilitasi refleks mikturisi. Apomorfin, yang mengaktifkan baik reseptor-reseptor D1 maupun D2, menginduksi over aktifitas pada tikus yang dibius melalui stimulasi reseptor-reseptor dopaminergik pusat.

Mekanisme Reseptor NK-1

Tachykinin endogen utama, zat P, neurokinin A (NKA) dan neurokinin B (NKB) dan reseptor-reseptor yang dipilihnya, NK1, NK2, NK3, secara berurutan telan didemonstrasikan dalam berbagai wilayah CNS, termasuk yang tercakup dalam kontrol mikturisi.

Aprepitan, sebuah antagonis reseptor NK1 digunakan untuk perawatan mual dan muntah kemoterapi terinduksi, secara signifikan meningkatkan gejala-gejala OAB pada wanita pascamenopause dengan pengalaman urgensi inkontinensa atau inkontinensa campuran Aprepitant pada dasarnya ditoleransi dengan baik dan efek sampingnya rendah, seperti mulut kering. Antagonis reseptor NK 1 lainnya, serlopitan, secara signifikan menurunkan mikturisi sehari-hari tapi tidak memberikan keuntungan-keuntungan pada kemanjuran disbanding degan tolterodine. Hasil dari studi ini menyarankan bahwa antagonis reseptor NK1 menjanjikan sebagai pendekatan pengobatan yang potensial untuk OAB, namun sejauh ini, obat yang ada belum terlalu efektif.

Target-target Periferal

Ada banyak target-target periferal untuk pengontrolan farmalogis dari fungsi kandung kemih. Meskipun banyak obat-obat efektif yang menyasar system-sistem ini, sebagian besar dari obat-obat tersebut kurang berguna dalam situasi klinis karena kurangnya selektifitas untuk LUT, yang bisa mengakibatkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi

Reseptor-reseptor Muskarinik

Reseptor-reseptor muskarinik meliputi lima subtype, M1-M5, dikodekan oleh lima gen yang berbeda dan di dalam kandung kemih manusia dan hewan, mRNA untuk seluruh subtipe reseptor muskarinik telah didemonstrasikan, dengan sebuah keunggulan dari mRNAs yang mengkodekan reseptor M2 dan M3. Reseptor-reseptor ini juga secara fungsional dipasangkan dengan protein G, namun system-sitem transduksi sinyalnya bermacam macam.

Otot lurik detrusor mengandung reseptor-reseptor muskarinik utama dari subtipe M2 dan M3. Reseptor-reseptor M3 pada kandung kemih manusia sangat penting untuk kontraksi detrusor. Dalam detrusor manusia, subtype reseptor muskarinik yang memediasi kontraksi karbakol yang terinduksi adalah reseptor M3.

Reseptor-reseptor muskarinik mungkin juga bisa dilokasikan pada terminal-terminal sarah presinapsis dan berpartisipasi dalam perauran pada pelepasan transmiter. Reseptor-reseptor yang menghalangi muskarinik telah diklasifikasikan sebagai M2 pada kelinci dan tikus, dan M4 pada kandung kemih kelinci percobaan, tikus dan manusia. Reseptor-reseptor muskarinik juga sudah didemonsrasikan pada urotelium dan di dalam suburotelium tetapi fungsi pentingnya belum dapat diklarifikasi. Telah disarankan bahwa reseptor-reseptor mungkin ikut serta dalam pelepasan sebuah factor penghambat atau mungkin secara langsung terlibat dalam pensinyalan aferen dan sebuah target untuk agen-agen antimuskarinik, yang menjelaskan bagian dari kemanjuran obat obat ini bagi DO/OAB

Antimuskarinik

Secara umum, antimuskarinik dapat dibagi menjadi amina tersier dan kuaterner. Mereka berbeda dalam lipofilisitasnya, muatan molekul dan bahkan ukuran molekul, komponen-komponen tersier secara umum memiliki lipofilisitas dan muatan yang lebih besar daripada agen2 kuaterner. Artopine, darifenacin, fesoterodine, oxybutynin, propiverine, solifenacin dan tolterodine adalah amina tersier.

Mereka secara umum mudah diserap dari bidang gastrointestinal dan seharusnya secara teori dapat lolos ke CNS, tergantung dari fisiokimia milik masing-masing individu. Lipofisilitas yang tinggi, ukuran molekul yang kecil dan sedikitnya muatan dapat meningkatkan kemungkinan untuk lolos ke penghalang darah otak. Komponen-komponen kuartener ammonium seperti propatheline dan trospium tidak mudah terserap, melalui CNS ke jangkauan yang terbatas dan memiliki efek samping dari CNS yang kecil. Secara teori, obat-obat dengan selektifitas untuk kandung kemih dapat diperoleh, jika subtipe kontraksi kandung kemih dan jika obat-obat tersebut menghasilkan efek-efek samping utama dari obat antimuskarinik yang berbeda. Sayangnya, ini nampaknya tidak menjadi kasus. Satu cara untuk menghindari banyaknya efek samping dari antimuskarinik adalah dengan memberikan obat secara intravesikal. Namun, ini hanya dapat dijalankan pada jumlah pasien yang terbatas.

Kemanjuran klinis. Relevansi klinis dari kemanjuran obat-obat antimuskarinik relative terhadap placebo sudah dipertanyakan. Namun, analisis meta yang besar terhadap studi-studi dijalankan dengan obat yang dignakan secara luas saat ini, ini secara jelas menunjukan bahwa antimuskarinik signifikan untuk keuntungan klinis.

Reseptor-reseptor Adrenergik

a. Alpha-ARs

Sebagian besar peneliti setuju dengan adanya sebuah ekspresi rendah dari a-ARs dalam detrusor manusia. Malloy (1998) menemukan bahwa dua pertiga dari a-AR mRNA yang dinyatakan adalah alD, dan satu pertiga adalah alA (tidak ada alB). Sudah dianjurkan bahwa sebuah perubahan dari distribusi subtipe mungkin bisa diproduksi oleh obstruksi pengaliran keluar. Nomiya dan Yamaguchi (2003) mengkonfirmasi adanya ekpresi rendah dari a-AR mRNA pada otot detrusor normal manusia, dan berkebalikan dngan data dari eksperimen hewan bahwa tidak ada peningkatan regulasi dari reseptor adrenergic apapun dengan halangan.

B. Beta-ARs

Sudah diketahui dari jaman dahulu bahwa isoprenalin, sebuah nonsubtipe agonis a-AR selektif, dapat merilekskan otot lurik kandung kemih. Bahkan jika pentingnya a-ARs dari fungsi kandung kemih manusia masih tetap harus dibentuk, ini tidak mengecualikan bahwa mereka dapat sangat berguna bagi target2 therapeutik. Ketiga subtipe dari a-ARs (a1, a2 dan a3) dapat ditemukan di dalam otot detrusor dari sebagian besar spesies, termasuk manusia dan juga dalam urotelium manusia. NAmun, pengeluaran dari a3-AR mRNA dan bukti fungsional menunjukan bahwa adanya sebuah peran utama bagi resepor ini baik pada kandung kemih normal maupun neurogenik .

Ini secara umum diterima bahwa relaksasi detrusor a-AR terinduksi dimediasi oleh pengaktifan siklase adenilil dengan formasi cAMP. Namun, ada bukti mengusulkan bahwa di dalam kandung kemih, agonis a-AR dapat memediasi relaksasi melalui saluran K+ (khususnya saluran BKCa).

Efek-efek vivo dari agonis a3-AR pada fungsi kandung kemih sudah dipelajari pada beberapa model hewan. Sudah ditunjukan bahwa agonis a3-AR meningkatkan kapasitas kandung kemih tanpa perubahan pada tekanan mikturisi dan volume residual.

Ion Channels

A. Kalsium channel

Tidak ada yang meragukan bahwa peningkatan [Ca2+] adalah proses kunci yang diperlukan untuk pengaktivan kontraksi dari miosit detrusor, Namun, masih belum bisa dipastikan apakah peningkatan ini karena influx dari ruang extraseluler dan atau pelepasan dari penyimpanan intraseluler. Lebih lanjut, kepentingan dari setiap mekanisme pada spesies yang berbeda-beda, dan juga sehubungan dengan transmitter yang dapat dipelajari, belum dapat diterima secara luas.

Secara teori, inhibisi dari kalsium influx dengan menggunakan kalsium antagonis bisa menjadi cara yang dapat dipakai untuk menginbisi DO/OAB. Namun, saat ini ada beberapa studi klinis dari efek kalsium antagonis pada pasien dengan DO. Naglie (2002) mengevaluasi penggunaan nimodipine pada inkontinensia urgensi pada geriatric pada randomized, double blind, placebo-controlled, crossover trial dan didapatkan hasil terapi ini tidak berhasil.

Informasi nyang tersedia tidak diindikasikan bahwa terapi sistemik dengan antagonis kalium akan menjadi jalan efektif untuk menyembuhkan DO/OAB.

B. Kalium Channel.Channel kalium merepresentasikan mekanisme lain untuk mengatur eksitabilitas dari sel otot polos. Ada beberapa jenis tipe yang berbeda dari K+-channels dan paling tidak 2 subtipe yang ditemukan pada detrusor manusia: : ATP-sensitive K+-channels (KATP) dan konduktasi besar dari K+-channels yang diaktivasi calcium (BKCa). Studi pada otot detrusor manusia dan jaringan buli-buli dari beberapa spesies binatang telah mendemonstrasikan bahwa pembuka K+-channel menurunkan kontraksi spontan seperti juga kontraksi yang diinduksi oleh carbachol dan stimulasi elektrik. Namun, kekurangan dari selektivitas K+-channel bloker yang ada untuk buli-buli versus vaskuler telah banyak membatasi penggunaan obat tersebut. Generasi pertama dari pembuka K+-channel, seperti cromakalim dan pinacidil, ditemukan lebih poten sebagai inhibitor dari otot polos pembuluh darah disbanding dengan otot detrusor. Tidak ada efek dari cromakalom atau pinacidil pada buli-buli yang ditemukan pada studi pasien dengan lesi medulla spinalis atau instabilitas detrusor sekunder untuk obstruksi pengaliran. Dan juga dengan pembuka KATP-channel yang baru-baru ini dikembangkan diklaim memiliki selektivitas pada buli-buli.

Saat ini tidak ada bukti klinis yang mengindikasikan bawah pembuka K+-channel merupakan pengobatan alternative untuk DO/OAB.

Vanilloid Receptors

Target baru dari terapi ini adalah TRP channel superfamily, dimana hal ini sudah didemonstrasikan untuk terlibat dalam transduksi nosiseptik dan mekanosensorik dalam banyak organ tubuh. Hasil penelitian di LUT telah mengindikasikan bahwa beberapa TRP channel, termasuk TRPV1, TRPV2, TRPV4, TRPM8, dan TRPA1, yang diekspresikan di buli-buli dan bisa saja beraksi sebagai sensor dari penarikan dan atau iritasi kimia.

Namun, peran dari masing-masing reseptor individu untuk fungsi LUT normal dan pada LUTS/DO/OAB belum diterima secara luas. TRPV1 adalah channel yang paling baik untuk diinvestigasi.

CAP adalah subpopulasi dari afferent neuron primer yang menginervasi buli-buli dan uretra, CAP-sensitive nerves, telah diidentifikasi dipercaya bahwa CAP mengeluarkan efeknya dengan beraksi pada vanilloid reseptor (TPVR1), pada saraf terkait. CAP memiliki efek bifasik: eksitasi awal yang diikuti oleh blockade tahan lama, yang membuat aferen sensitive primer (C-fibers) resisten terhadap natural stimuli. Pada konsentrasi tinggi, CAP dipercaya menyebabkan desentisisasi yang diawali dari pelepasan dan pengosongan penyimbanan neuropeptide dan memblokir pengeluaran selanjutnya. Resiniferatoxin (RTX) adalah analog CAP, kurang lebih 100 kali lebih potent untuk melakukan desensitisasi daripada CAP, namun hanya beberapa ratus kali lipat lebih poten untuk eksitasi. Sangat mungkin bahwa pada CAP dan RTX dapat memiliki efek pada A-fibers. CAP pada konsentrasi tinggi (Mm) mungkin juga memiliki efek non spesifik tambahan.

Pemikiran rasional instilasi intravesikal dari vanilloid didasarkan pada keterlibatan C-fibers pada patofisiologi kondisi-kondisi seperti hipersisitivitas buli-buli dan neurogenic DO. Pada buli-buli manusia yang sehat, C-fibers membawa respon stimuli yang berbahaya tapi mereka tidak berimplikasi pada reflex berkemih yang normal. Setelah cedera medulla spinalis, neuroplastisitas mayor pada bagian aferen buli-buli tampak pada beberapa jenis mamalia termasuk manusia. C-fiber buli-buli aferen berproliferasi dalam suburothelium dan menjadi sensitive pada peregangan buli-buli. Perubahan itu menyebabkan timbulnya reflex berkemih C-fibers yang baru, yang terlibat dalam spinal neurogenic DO. Perbaikan kondisi dari defungsionalisasi C-fiber buli-buli aferen dengan intravesicall vanilloids telah didemonstrasikan pada manusia dan hewan. Terlepas dari adanya informasi mengindikasikan bawha capsaicin dan RTX mungkin bisa memiliki efek yang berguna dalam pengobatan neurogenic DO, dan juga memiliki efek yang menguntungkan pada non neurogenic DO yang refrakter terhadap penggunaan terapi antimuskarinik, yang sudah tidak digunakan secara luas.

Botulinum Toxin-Sensitive Mechanisms

Tujuh jenis antigenic subtype dari toxin botulinum (yang secara immunologis memiliki perbedaan yang jelas) telah diidentifikasi: A, B. C1, D, E, F, dan G. tipe A dan B memiki makna klinis dalam urology, tapi banyak studi telah banyak meneliti dengan BTX a Type. BTX telah dipercaya bekerja terutama menginhibisi pelepasan asetilkolin dari saraf kolinergik terminal yang berinteraksi dengan protein kompleks yang penting untuk pengaitan vesikel asetilkolin, tapi mekanisme aksi ini bisa lebih kompleks dari yang diperkirakan.

Apostolidis et al (2006) mengajukan bahwa efek utama peripheral dari BTX adalah inhibisi pengeluaran dari asetilkolin, ATP, Substansi P, dan redsuksi dalam ekspresi aksonal dari CAP dan reseptor purinergik. Ini dapat diikuti oleh desensitisasi pusat melalui penurunan central uptake dari substansi P dan factor neurotropic.

Denervasi kimia BTX-produced adalah proses reversible dan akson beregenerasi dalam 3-6 bulan. Pemberian BTX dengan dosis adekuat menginhibisi pengeluaran tida hanya asetilkolin namun juga transmitter yang lain. Molekul BTX tidak dapat melewati sawar darah otak sehingga tidak memiliki efek pada SSP.

BTX yang diinjeksikan dalam sfingter uretra eksterna awalnyta digunakan untuk mengobati pasien dengan trauma medulla spinalis dengan disinergia sfingter detrusor eksternal. Penggunaan BTX telah meningkat secara signifikan dan keberhasilan pengobatan DO dengan injeksi intravesika BTX ditelah dilaporkan oleh beberapa kelompok. BTX juga dapat dijadikan alternative selain operasi pada anak-anak dengan OAB.

Namun, penyuntikan toksin juga efektif pada keadaan DO refrakter yang idiopatik. Injeksi Intravesikal BTX menghasilkan perbaikan gejala OAB yang refrakter. Namun peningkatan resiko residual postvoid dan retensi urin juga besar. Masih ada beberapa pertanyaan yang perlu dijawab terkait dengan optimalisasi BTX-A dari pasien dengan OAB. Efek lanjutan s3eperti kelemahan otot menyeluruh telah dilaporkan, namun terbilang jarang.

RingkasanUntuk mengontrol akitivitas berkemih secara efektif, dan untuk mengobati inkontinensia urin, identifikasi pengunaan terapi farmakologis sangatlah penting. Target-target yang ada dapat ditemukan di dalam maupun luar SSP. LUTS, termasuk OAB/DO dapat menyebabkan gangguan signifikan dalam kualitas hidup dan fungsi social. Obat-obatan antimuskarinik tetap menjadi pengobatan lini pertama; mereka memiliki respon inisial yang baik,namun efek samping dan penurunan efisiensi obat dapat menyebabkan gangguan jangka panjang.

Target baru dari terapi ini adalah TRP channel superfamily, dimana hal ini sudah didemonstrasikan untuk terlibat dalam transduksi nosiseptik dan mekanosensorik dalam banyak organ tubuh. Hasil penelitian di LUT telah mengindikasikan bahwa beberapa TRP channel, termasuk TRPV1, TRPV2, TRPV4, TRPM8, dan TRPA1, yang diekspresikan di buli-buli dan bisa saja beraksi sebagai sensor dari penarikan dan atau iritasi kimia. Namun, peran-peran dari individual reseptor-reseptor ini untuk fungsi LUT normal dan di LUTS/DO/OAB belum dapat diterima secara luas. Mungkin terdapat beberapa kemungkinan alternative untuk mengobati LUTS/DO/OAB. Sebagai contoh, a3-AR agonis (mirabegron) telah berada di fase 3 percobaan setelah hasil awal yang menjanjikan. Dan prinsip kerja dari a3-AR agonis juga berarti secara klinis. Sekarang ini terdapat peningkatan peminatan pada obat-obat yang memodulasi reflek mikroturisi melalui aksi sentral. Namun, mekanisme melalui SSP sejauh ini belum dijadikan target utama untuk pengobatan OAB.

Obat-obatan dengan aksi sentral seperti NK-1 reseptor antagonis, tramadol, dan gabapentin memiliki efek positif dalam RCT. Meskipun obat-obatan tersebut tidak direkomendasikan dalam pengobatan LUTS/OAB/DO. Obat-obatan antimuskarinik tetap jadi pengobatan lini pertama, namun tetap dibutuhkan pengobatan jenis baru.

Daftar Pustaka

McAninch JW, Lue TF. Smith & tanaghos general urologi. Edisi 18. New York: The Mc Graw Hill Companies; 2013. p. 429-38