Referat Undensensus Testis

42
BAB I PENDAHULUAN Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran dari testis, kelenjar-kelenjar yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan penis. Pada bahasan undesensus testis ini, akan dibahas lebih banyak mengenai testis. Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin dan juga endokrin. Fungsi eksokrin testis yang terutama adalah menghasilkan sel-sel kelamin pria, sehingga dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Sekresi endokrin yang utama dari testis adalah testosterone, yang dihasilkan oleh sel-sel interstitial 6 . Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri dari 3 lapis, yaitu lapisan terluar (tunika vaginalis), lapisan tengah (tunika albuginea) dan lapisan terdalam (tunika vaskulosa). Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang lembam melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang mampu berkerut secara berkala. Kerutan-kerutan tersebut mungkin bertujuan untuk mempertahankan tekanan yang sesuai di dalam testis, megatur gerakan keluar masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan untuk memijat sistem saluran, sehingga membantu gerakan spermatozoa kearah luar, memiliki sifat-sifat 1

Transcript of Referat Undensensus Testis

Page 1: Referat Undensensus Testis

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem reproduksi pria terdiri atas testis, saluran dari testis, kelenjar-kelenjar yang

berhubungan dengan sistem reproduksi dan penis. Pada bahasan undesensus testis ini, akan

dibahas lebih banyak mengenai testis.

Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat eksokrin dan juga

endokrin. Fungsi eksokrin testis yang terutama adalah menghasilkan sel-sel kelamin pria,

sehingga dianggap sebagai kelenjar sitogenik. Sekresi endokrin yang utama dari testis adalah

testosterone, yang dihasilkan oleh sel-sel interstitial6.

Testis tergantung di dalam skrotum dan dibungkus oleh simpai testis yang terdiri dari 3

lapis, yaitu lapisan terluar (tunika vaginalis), lapisan tengah (tunika albuginea) dan lapisan

terdalam (tunika vaskulosa). Simpai testis bukan merupakan suatu pembungkus yang lembam

melainkan merupakan suatu selaput dinamis yang mampu berkerut secara berkala. Kerutan-

kerutan tersebut mungkin bertujuan untuk mempertahankan tekanan yang sesuai di dalam testis,

megatur gerakan keluar masuknya cairan ke dalam kapiler-kapiler dan untuk memijat sistem

saluran, sehingga membantu gerakan spermatozoa kearah luar, memiliki sifat-sifat selaput yang

semipermeable dan turut berperan dalam beberapa faal testis5,6.

1

Page 2: Referat Undensensus Testis

Spermatogenesis

Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual

aktif, sebagai akibat dari rangsangan oleh hormone gonadotropin hipofisis anterior, dimulai rata-

rata pada usia 13 tahun dan berlanjut sepanjang hidup5,6.

Sperma diproduksi di dalam testis melalui proses spermatogenesis. Proses ini diatur oleh

sumbu hipotalamo-hipofisis-gonad. Hipotalamus mengeluarkan hormone gonadotropin releasing

hormone (GnRH) yang merangsang kelenjar hipofisis anterior untuk memproduksi hormone

gonadotropin yaitu folikel stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH)5.

Produksi hormone testosterone oleh sel-sel Leydig di dalam testis diatur oleh LH, dan

pada kadar tertentu, testosterone memberikan umpan balik negative kepada hipotalamus/hipofisis

sebagai kontrol terhadap produksi LH. FSH merangsang tubuli seminiferi (terutama sel-sel

sertoli) dalam proses spermatogenesis, di samping itu sel-sel ini memproduksi inhibin yaitu suatu

substansi yang mengontrol produksi FSH melalui mekanisme umpan balik negative. Proses

produksi sperma (spermatogenesis) berlagsung di dalam testis dimulai dari differensiasi sel stem

primitive spermatogonium yang terdapat pada membrane basalis tubulus seminiferus testis.

Spermatogonium kemudian mengalami mitosis, meiosis, dan mengalami transformasi menjadi

spermatozoa sesuai dengan urutan mulai dari:

Spermatogoniumspermatosit Ispermatosit IIspermatidspermatozoa7

Sel-sel spermatogonium mengalami mitosis menjadi sel-sel diploid spermatosit I

(mempunyai 46 kromosom) dan mengalami miosis menjadi sel-sel haploid spermatosi II

(mempunyai 23 kromosom) dan selanjutnya mengalami mitosis menjadi sel-sel spermatid. Sel-

sel spermatid ini mengalami transformasi menjadi spermatozoa sehingga terbentuk akrosom dan

flagella serta hilangnya sebagian sitoplasma. Proses transformasi pembentukan spermatozoa

yang siap disalurkan ke epididimis disebut spermiogenesis. Seluruh proses spermatogenesis ini

berlangsung kurang lebih 74 hari7.

2

Page 3: Referat Undensensus Testis

Faktor-faktor Hormonal yang Merangsang Spermatogenesis

Terdapat beberapa hormone yang memiliki peranan yang sangat penting dalam

spermatogenesis, yaitu sebagai berikut5:

1. Testosteron, disekresi oleh sel-sel Leydig yang terletak di interstitium testis, hormone ini

penting bagi pertumbuhan dan pembagian sel-sel germinativum dalam membentuk

sperma.

2. Hormon Lutein (LH), disekresi oleh kelenjar hipofifis anterior, merangsang sel-sel

Leydig untuk menyekresi testosterone.

3. Hormon perangsang folikel (FSH), juga disekresi oleh sel-sel kelenjar hipofisis anterior,

merangsang sel-sel Sertoli, tanpa rangsangan ini, pengubahan spermatid menjadi sperma

(proses spermiogenesis) tidak akan terjadi.

4. Estrogen, dibentuk dari testosterone oleh sel-sel sertoli ketika sel sertoli sedang

dirangsang oleh hormone perangsang folikel, yang mungkin juga penting untuk

spermiogenesis. Sel-sel sertoli juga menyekresi suatu protein pengikat androgen yang

mengikat testosterone dan estrogen serta membawa keduanya ke dalam cairan dalam

lumen tubulus seminiferus, membuat kedua hormone ini tersedia untuk pematangan

sperma.

5. Hormon pertumbuhan (GH), seperti juga pada sebagian besar hormone yang lain,

hormone ini diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme testis.

Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal spermatogenia

sendiri. Bila tidak terdapat hormone pertumbuhan, seperti pada Dwarfisme hipofisis,

spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali.

3

Page 4: Referat Undensensus Testis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

UNDESENSUS TESTIS

PENGERTIAN

Undesensus testis adalah suatu kelainan pada testis, dimana testis tidak turun secara

lengkap ke skrotum. Testis awalnya terbentuk di rongga abdomen pada trimester 3 kehamilan

akibat pengaruh hormon gonadotropin dari ibu dan mungkin juga pengaruh dari androgen dan

SPM (substansi penghambat mulerian) menyebabkan testis turun ke skrotum melalui anulus

inguinalis. Penurunan testis ini juga didukung oleh semakin meningkatnya tekanan intraabdomen

akibat pertumbuhan organ-organ di abdomen sehingga mempermudah testis memasuki kanalis

inguinalis. Selama proses penurunan tersebut terjadi penonjolan dinding abdomen mengikuti

perjalanan testis menuju skrotum. Penonjolan tersebut dikenal dengan prosesus vaginalis

sehingga rongga perut berhubungan dengan skrotum melalui prosesus vaginalis. Normalnya

dalam tahun pertama kehidupan prosesus vaginalis menutup namun apabila tetap membuka

memungkinkan usus untuk turun ke dalam skrotum yang dikenal dengan hernia inguinalis1,2,3.

4

Page 5: Referat Undensensus Testis

Istilah crytorchidisme dan undesensus testis adalah kondisi yang sama-sama

menggambarkan posisi testis yang abnormal, namun cryptorchidisme adalah istilah yang lebih

menunjuk pada kondisi testis yang tersembunyi atau “hidden testis”. Namun dalam

penggunaannya, istilah undesensus testis lebih sering dan lazim digunakan, dimana cukup

menggambarkan keadaan testis yang tidak berada pada tempatnya

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan testis ke dalam skrotum. Diduga ada

beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain: (1) adanya tarikan dari gubernakulum testis dan

refleks dari otot kremaster, (2) perbedaan pertumbuhan gubernakulum dengan pertumbuhan

badan, dan (3) dorongan dari tekanan intraabdominal.

Oleh karena sesuatu hal, proses desensus testikulorum tidak berjalan dengan baik

sehingga testis tidak berada di dalam kantong skrotum (maldesensus). Dalam hal ini mungkin

testis tidak mampu mencapai skrotum tetapi masih berada pada jalurnya yang normal, keadaan

ini disebut kriptorkismus, atau pada proses desensus, testis tersesat (keluar) dari jalurnya yang

normal, keadaan ini disebut sebagai testis ektopik7.

Testis yang belum turun ke kantung skrotum dan masih berada di jalurnya mungkin

terletak di kanalis inguinalis atau di rongga abdomen yaitu terletak di antara fossa renalis dan

annulus inguinalis internus. Testis ektopik mungkin berada di perineal, di luar kanalis inguinalis

yaitu di antara aponeurosis obliges eksternus dan jaringan subkutan, suprapubik, atau di region

femoral. Keadaan  undesensus testis paling sering terjadi unilateral yang sering disertai dengan

prosesus vaginalis yang tetap terbuka sehingga sering disertai hernia inguinalis. Pada undesensus

testis dapat pula ditemukan di kranial (abdomen) sehingga tidak dapat diraba. Bila terletak di

kanalis inguinalis atau di luar anulus testis maka dapat diraba, dan jarang testis ditemukan di

femoral, pangkal penis ataupun inguinal2,3.

5

Page 6: Referat Undensensus Testis

EMBRIOLOGI

Differensiasi gonadal dini dalam urogenital ridge, diregulasi oleh sekurangnya dua gen,

ZYF dan SRY, terletak pada kromosom Y lengan pendek. SYR (area penentu kromosom Y) suatu

gen yang menyandikan testis-spesific deoxyribobucleic acid (DNA)-binding protein yang

menstimulasi perkembangan gonad embrionik kearah testis. Produksi hormone selanjutnya,

khususnya testosterone dan Mullerian inhibiting substance (MIS), melakukan kontrol cascade

perubahan sekunder yang memicu timbulnya virilisasi dari basic female external genitalia dan

mempengaruhi proses penurunan testikuler.10

Penurunan testikuler bersifat bifasik, dengan masing-masing fase dipengaruhi oleh hormone

berbeda. Fase transabdominal, antara urogenital ridge dan internal inguinal ring, tidak tergantung

androgen. Proses migrasi berhubungan dengan regresi ligament suspensory cranial, sedang reaksi

pembengkakan gubernakuler berhubungan dengan penebalan dan pemendekan gubernakulum,

menarik testis bergerak kearah inguinal ring external. Proses-proses ini hanya terjadi pada pria dan

terlihat juga pada pasien dengan insensitifitas androgen komplet. Proses ini dipikirkan dipengaruhi

oleh insulin 3, dibantu oleh MIS, yang kemungkinan diproduksi oleh sel Sertoli testis yang sedang

berkembang, keduanya memiliki kerja lokal. Fase terakhir, penurunan inguinoscrotal, fase ini

bersifat androgen-dependent. Mendahului penurunan testis, procesus vaginalis terbentuk diantara

kanal inguinal sampai scrotum. Procesus ini dikelilingi oleh musculus cremaster, yang diinervasi

oleh nervus genitofemoral. Androgen diproduksi oleh testis fetus bekerja pada virilisasi ireversibel

akar sensorik nucleus dorsal dari nervus genitofemoral (dimorfisme seksual). Neurotransmitter,

calcitonin gene-related peptide (CGRP), dilepaskan melalui serat-serat sensorik dari nervus

genitofemoral, bekerja pada reseptor CGRP yang kaya gunernakulum, menginduksi kontraksi ritimik

yang kuat (100/detik), yang akan menarik testis melalui kanal inguinal kedalam skrotum.9,10

Perkembangan testis fetus, sekresi hormonal, oleh karenanya, penurunan testikuler

dikontrol oleh aksis hipotalamus-pituitary-gonad. Pada minggu ke 4-6 sesudah konsepsi,

luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH) terdeteksi dalam hipotalamus, mengindikasikan

adanya fungtioning hypothalamic oscillator dalam nucleus arkuata. LHRH menstimulasi

pelepasan luteinizing hormone (LH) dan Follicle-stimulating hormone (FSH) dari pituitary

anterior, yang mengontrol fungsi testikuler, dan pada akhirnya reproduksi pria. Regulasi yang

ada yaitu melalui mekanisme feedback negatif. LH pituitary mempengaruhi sel Leydig yang oleh

6

Page 7: Referat Undensensus Testis

karenanya terjadi sekresi testosterone, sedangkan FSH terlibat dalam transformasi primordial

germ cell menjadi spermatogonia dan dalam differensiasi sel sertoli.10

INSIDEN

Kriptorkismus unilateral lebih sering terjadi dibandingkan dengan kriptorkismus bilateral.

Dimana insiden kejadiannya adalah 1,6-1,9 % pada anak laki-laki. Penurunan testis secara

lengkap biasanya terjadi pada trimester kedua kehamilan dan secara signifikan angka

kriptorkismus meningkat pada kelahiran bayi premature. Hal ini karena diduga penurunan testis

tidak terjadi secara lengkap pada bayi-bayi premature.

Scorer dan Farrington (1971) juga melaporkan bahwa insiden undesensus testis pada

kelahiran premature dilaporkan sekitar 30,3 %. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada beberapa

penelitian yaitu insiden undesensus testis meningkat pada bayi laki-laki yang lahir kurang dari 37

minggu masa kehamilan dan juga pada bayi yang lahir dengan berat badan , 2500 gram.

Beberapa penelitian juga menyebutkan bahwa prevalensi undesensus testis meningkat pada bayi

kembar.

Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh The Cryptorchidisme Study Group pada lebih

dari 7400 bayi menunjukkan bahwa angka kriptorkismus mencapai 7,7% pada bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2000 gr, sekitar 2,5 % pada bayi yang lahir dengan berat badan

antara 2000 samapai dengan 2499 gram, dan kejadian kriptorkismus hanya sekitar 1,41 % pada

bayi dengan berat badan lahir di atas 2500 gram. Berkowitz dan Colleagues (1993) melaporkan

bahwa 70-77% dari testis yang mengalami kriptorkismus akan turun secara spontan dan

biasanya terjadi pada umur 3 bulan. Wenzler (2004) juga melaporkan bahwa hanya sekitar 6,9

% testis dengan kriptorkismus akan turun ke skrotum secara spontan pada umur di bawah 6

bulan.

Berkowitz (1993) melaporkan bahwa angka kriptorkismus pada 6935 bayi laki-laki yang

baru lahir menurun dari 3,7 % menjadi 1 % pada umur bayi 3 bulan dan akan menetap pada

umur 1 tahun. Beberapa faktor seperti ras (kulit hitam pada etnis Hispanic), riwayat

kriptorkismus di keluarga, riwayat lahir premature (BBLR), dan juga riwayat sering

mengkonsumsi minuman bersoda saat hamil juga diduga sebagai faktor-faktor yang berperan 7

Page 8: Referat Undensensus Testis

dalam keterlambatan penurunan testis pada bayi. (Berkowitz dan Lapinski, 1996). Pada umur 1

tahun, insiden kriptorkismus menurun hingga 1 %.

Sebagian besar kejadian undesensus testis adalah saat lahir, pada bayi dan anak-anak..

Angka kejadian kriptorkismus pada bayi prematur kurang lebih 30 % yaitu 10 kali lebih banyak

daripada bayi cukup bulan (3%). Dengan bertambahnya usia, testis mengalami desensus secara

spontan, sehingga pada saat usia 1 tahun, angka kejadian kriptorkismus tinggal 0,7-0,9%. Setelah

usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami desensus testis secara

spontan 1,2,7.

EPIDEMIOLOGI

Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi resiko terjadinya

undesensus testis antara lain faktor anatomi, genetic, faktor hormonal, kondisi sosial

ekonomi.dan seperti yang telah dijabarkan di atas bahwa kriptorkismus terjadi lebih banyak pada

bayi prematur, BBLR, IUGR, dan bayi kembar.

Pada penelitian terhadap 1002 bayi laki-laki yang baru lahir di Malaysia, menunjukkan

bahwa kelahiran premature dan BBLR mempengaruhi terjadinya undesensus testis karena pada

keadaan ini bisa terdapat pertumbuhan dalam janin yang terhambat dan adanya fungsi plasenta

yang terganggu. Selain itu faktor-faktor penting lainnya seperti preeclampsia, presentasi

sungsang, persalinan perabdominal (seksio sesaria), persalinan yang memiliki komplikasi atau

penyulit. Faktor ras juga disebutkan pada penelitian Beckowitz dan Lapinski tahun 1996, bahwa

ras Asia memiliki resiko relative untuk berkembangnya kriptorkismus. Dari faktor genetik,

resiko kriptorkismus dilaporkan pada penelitian Czeizel pada tahun 1981 bahwa faktor genetika

berpengaruh. Adanya riwayat kriptorkismus dalam keluarga menjadi faktor resiko terjadinya

undesensus testis.Kejadian kriptorkismus meningkat 1,5% sampai dengan 4 % pada hubungan

ayah dan sekitar 6,2% pada hubungan saudara laki-laki. Dan pada penelitian terbaru menyatakan

bahwa hampir 23 % dari indeks pasien dengan kriptorkismus memiliki riwayat keluarga yang

sama (baik pada orang tuanya, saudara laki-laki, paman, sepupu, maupun kakeknya).

8

Page 9: Referat Undensensus Testis

ETIOLOGI

Penyebab undesensus testis dapat disebabkan oleh produksi hormon androgen yang

abnormal dan defisiensi gonadotropin dari ibu atau beberapa keadaan berikut yang menyebabkan

undesensus testis, antara lain :

Arrest testis (berhentinya penurunan testis di suatu tempat sehingga tidak sampai ke

skrotum )

Ectopic testis (testis tidak berada pada jalur desensus fisiologik)

 Retractil testis (testis terdorong kembali ke atas akibat kontraksi hebat otot-otot

skrotum).

Beberapa sumber menyebutkan bahwa testis maldesensus dapat terjadi karena adanya kelainan

pada (1) gubernaculum testis, (2) kelainan intrinsik testis, atau (3) defisiensi hormone

gonadotropin yang memacu proses desensus testis.

Beberapa penelitian terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3 (Leydig

insulin-like hormone 3) dan gen GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent)

dapat menyebabkan UDT. INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang

mempengaruhi perkembangan gubernaculum. Mutasi atau delesi pada gen-gen tertentu yang lain

juga terbukti menyebabkan UDT, antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan

AIS (androgen insensitivity syndrome), serta beberapa gen y yang bertanggung-jawab pada

differensiasi testis misalnya: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.

KLASIFIKASI

Kaplan (1993) mengusulkan klasifikasi undesensus testis menjadi dua yaitu teraba

(palpable) dan tidak teraba (non palpable). Dikatakan palpable testis apabila testis turun di luar

abdomen yaitu pada internal ring, dan dikatakan nonpalpable apabila terletak pada

intrabdominal. Sekitar 80% dari undesensus testis adalah palpable (teraba) dan hanya sekitar

20% adalah nonpalpable (tidak teraba). Cisek et al, pada penelitiannya tahun 1998 melaporkan

bahwa 18 % testis dapat diraba selama pemeriksaan fisik, dan sekitar 12,6 % tersembunyi dan

9

Page 10: Referat Undensensus Testis

tidak ditemukan selama pemeriksaan fisik, tidak terdeteksi karena posisinya intraabdominal.

Testis juga dapat ditemukan pada posisi ektopia karena terjadi migrasi transinguinal, dan berada

di luar jalur penurunannya dan lokasi tersering pada undesensus testis yang ektopik adalah pada

kantong superficial antara fascia eksternal oblique dan Scarpa fascia. Lokasi yang sering lainnya

adalah di regia femoral, perineal, dan prepenile.

Istilah testis retraktil menggambarkan testis yang terdorong keluar dari skrotum akibat

reflex aktif otot-otot kremaster. Kondisi ini biasanya normal, dan biasanya retraktil testis teraba

pada pemeriksaan fisik. Kondisi ini paling sering terjadi pada anak laki-laki usia antara 3 sampai

dengan 7 tahun sebagai akibat dari reflex otot-otot kremaster yang overaktif. Refleks otot-otot

kremaster ini biasanya muncul pada sekitar 50% anak laki-laki berumur < 30 bulan dan paling

banyak pada anak laki-laki yang berumur lebih dari 30 bulan. Anak laki-laki dengan retraktil

testis sebaiknya dimonitor kondisinya secara regular sampai dengan mencapai masa pubertasnya

atau sampai dengan testis tetap berada dalam skrotum. Hal ini dilaporkan oleh Scorer dan

Faringtin (1971), dimana dinyatakan bahwa insiden kriptorkismus terjadi pada anak laki-laki

yang berumur 5 tahun dibandingkan dengan yang berusia lebih muda oleh karena adanya

retraktil testis.

Walaupun Puri dan Nixon pada penelitiannya tahun 1977 menyatakan bahwa anak-anak

dengan retraktil testis memiliki volume testis yang normal dan memiliki angka fertilitas yang

normal setelah dewasa, namun perkembangan testicularnya mengalami abnormalitas, sama

seperti pada anak-anak dengan undesensus testis.

PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Suhu di dalam rongga abdomen ± 10 lebih tinggi daripada suhu di dalam skrotum,

sehingga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi daripada testis normal. Hal

ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2 tahun, sebanyak 1/5

bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan pada usia 3 tahun

hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama makin progresif dan

akhirnya testis menjadi mengecil. Karena sel-sel Leydig sebagai penghasil hormone androgen

10

Page 11: Referat Undensensus Testis

tidak ikut rusak, maka potensi seksual tidak mengalami gangguan . Akibat lain yang ditimbulkan

dari letak testis yang tidak berada di skrotum adalah mudah terpluntir (torsio), mudah terkena

trauma, dan lebih mudah mengalami degenerasi maligna3,7.

Testis yang tidak turun menyebabkan perkembangan tubulus seminiferus terganggu

sehingga tidak menghasilkan spermatozoa karena pembentukan  spermatogenesis efektif pada

suhu agak rendah yaitu di skrotum yang suhunya 1,5-2 0C lebih rendah dibanding abdomen dan

juga undesensus meningkatkan resiko karsinoma testis4,7.

Terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskan patofisiologi cryptorchidism,

diantaranya; abormalitas gubernacular, penurunan tekanan intracranial, abnormalitas testikuler

intrinsic dan/atau epididymis, dan abnormalitas endokrin serta anomaly anatomi (misalnya, pita

fibrous dalam canal inguinal atau susunan abnormal dari serat-serat otot kremaster).4

Gubernaculum testis adalah struktur yang melekat pada bagian bawah tunica vaginalis di

dasar skrotum. Gubernaculum membantu penurunan testiskuler dengan melebarkan canalis

inguinal dan memandu testis turun ke skrotum, oleh karena itu, anomali perlekatan dapat

menyebabkan cryptorchidism.4

Cryptorchidism sering terjadi pada pasien dengan syndrome prune belly dan mereka

dengan gastroschisis ; keduanya berhubungan dengan penurunan tekanan intracranial. Akan

tetapi, teori yang didasarkan pada penurunan tekanan tidak dapat menjelaskan banyak kasus

cryptorchidism.2,4

Teori lain didasarkan pada abnormalitas teskuler inrinsik dan/atau epididimis. Berbagai

studi memperlihatkan bahwa, secara histologi, epitelium germinal dari testis maldescended bisa

abnormal. Infertiltas berhubungan dengan cryptorchidism, dan resiko infertilitas meningkat

sesuai derajat maldescent. Selain itu, kira-kira 23%-86% dari testis yang tidak mengalami

penurunan berhubungan dengan beberapa bentuk abnormalitas epididimis. Studi-studi yang ada

memperlihatkan adanya peningkatan derajat abnormalitas epididymis intraabdominal sebanding

dengan kasus cryptorchidism ringan. 2,4

Abnormalitas aksis hipotalamus-pituitary-gonadal mungkin bisa menjelaskan anomali-

anomali penurunan testikuler dan perkembangan germ-cell abnormal. Studi endokrin hewan dan

manusia tidak bisa memberikan titik terang patofisiologi maldesenden testikuler. Penyebab

abnormalitas hormonal dapat ditemukan pada tingkat-tingkat berbeda. 4,5

11

Page 12: Referat Undensensus Testis

GAMBARAN KLINIS

Pasien biasanya dibawa berobat ke dokter karena orang tuanya tidak menjumpai testis di

kantong skrotum, sedangkan pasien dewasa mengeluh karena infertilitas yaitu belum mempunyai

anak setelah kawin beberapa tahun. Kadang-kadang merasa ada benjolan di perut bagian bawah

yang disebabkan testis maldesensus mengalami trauma, mengalami torsio, atau berubah menjadi

tumor testis7.

Inspeksi pada region skrotum terlihat hipoplasia kulit skrotum karena tidak pernah

ditempati oleh testis. Pada palpasi, testis tidak teraba di kantung skrotum, melainkan berada di

inguinal atau di tempat lain. Pada saat melakukan palpasi, untuk mencari keberadaan testis, jari

tangan pemeriksa harus dalam keadaaan hangat7.

Jika kedua buah testis tidak diketahui tempatnya, harus dibedakan dengan anorkismus

bilateral (tidak mempunyai testis). Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan hormonal antara lain

hormone testosterone, kemudian dilakukan uji dengan pemberian hormon hCG. Cara

pemeriksaannya adalah sebagai berikut7:

Periksa kadar testosteron awal Injeksi hCG 2000U/hari selama 4 hari

Apabila pada hari ke V: Kadar meningkat 10 kali lebih tinggi daripada kadar semula,

dapat disimpulkan bahwa testis memang ada

Keberadaan testis seringkali sulit untuk ditemtukan, apalagi testis yang letaknya

intraabdominal dan pada pasien yang gemuk. Untuk itu diperlukan bantuan beberapa sarana

penunjang, diantaranya adalah flebografi selektif atau diagnostic laparoskopi.

Pemakaian USG untuk mencari letak testis seringkali tidak banyak manfaatnya, sehingga jarang

dikerjakan. Pemeriksaan flebografi selektif adalah usaha untuk mencari keberadaan testis secara

tidak langsung, yaitu dengan mencari keberadaan pleksus pampiniformis. Jika tidak didapatkan

pleksus pampiniformis kemungkinan testis memang tidak pernah ada.

Melalui laparoskopi dicari keberadaan testis, mulai dari fossa renalis hingga annulus

inguinalis internus, dan tentunya laparoskopi ini lebih dianjurkan daripada melakukan eksplorasi

melalui pembedahan terbuka.

12

Page 13: Referat Undensensus Testis

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik untuk mengetahui ada tidaknya testis, testis yang tidak turun atau

kriptorkismus biasanya meggunakan teknik dua tangan. Teknik pemeriksaan ini dimulai dari satu

tangan yang meraba kanalis inguinalis yang sebelumnya sudah diberi jeli. Undesensus testis atau

testis ektopik akan dirasakaan di luar skrotum di bawah jari-jari pemeriksa selama dilakukan

maneuver tersebut. Apabila terdapat retraktil testis, pada perabaan akan dirasakan pada tangan

yang satunya.

Pemeriksaan fisik penting untuk evaluasi diagnosis cryptorchidism. Pasien harus

diperiksa dalam lingkungan yang nyaman dan tenang. Observasi skrotum secara dekat perlu

sebelum melakukan manipulasi. Posisi tungkai-katak atau posisi kateter dapat digunakan untuk

membantu palpasi testis. Penting menentukan apakah testis dapat dipalpasi. Jika testis dapat

dipalpasi, perlu diketahui dengan pasti retraktibilitas testis. Teknik terbaik untuk mengevaluasi

undescended testis adalah palpasi mulai pada tingkat kanal inguinalis dan lakukan gerakan

seperti memerah susu kebawah skrotum. Perhatikan asimetris hemiskrotal dan untuk hipertrofi

testikuler kontralateral; keduanya merupakan sebagian idikator tidak adanya testis.2,3,6

Gambar: Hypoplasia hemiscrotum kanan pada pasien dengan undescended testis kanan9.

Pemeriksaan lokasi potensial ektopik seperti penis, femoral, dan area perinela penting

jika testis tidak teraba pada area inguinal. Pasien-pasien dengan hipospadia dan cryptorchidism, 13

Page 14: Referat Undensensus Testis

insiden gangguan differensiasi seksual atau kondisi interseks lebih tinggi oleh karena itu perlu

dilakukan penanganan. Jika pemeriksaan awal masih meragukan, dianjurkan pemeriksaan

ulangan sebelum merekomendasikan penanganan operasi.3,5,7

Beberapa penulis telah menyelidiki posisi anatomi dari testis kriptorchid. Cendron dan

Duckett mendokumentasikan posisi testis berdasarkan pemeriksaan fisik dan membandingkan

posisi ini dengan posisi saat operasi. Hasilnya sebagai berikut:3

Saat pemeriksaan fisik

o Tidak terpalpasi - 32.8%

o Diatas tuberkel - 11.8%

o Tuberkel - 34.7%

o Diatas skrotum - 15.3%

o Ektopik - 5.4%

Saat operasi

o Intra-abdominal - 9%

o Peeping testis - 20%

o Tuberkel - 42%

o Diatas skrotum - 8%

o Superficial kantong inguinal (SIP)/ektopik- 12%

o Tidak ada atau atrofi - 9%

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini1,2:

14

Page 15: Referat Undensensus Testis

DIAGNOSIS BANDING

Seringkali dijumpai testis yang biasanya berada di kantung skrotum tiba-tiba berada di

daerah inguinal, dan pada keadaan lain kembali ke tempat semula. Keadaan ini terjadi karena

reflex otot kremaster yang terlalu kuat akibat cuaca dingin, atau setelah melakukan aktivitas

fisik. Hal ini disebut sebagai testis retraktil atau kriptorkismus fisiologis dan kelainan ini tidak

perlu diobati7.

Selain itu, maldesensus testis perlu dibedakan dengan anorkismus yaitu testis memang

tidak ada. Hal ini bisa terjadi secara kongenital memang tidak terbentuk testis atau testis yang

mengalami atrofi akibat torsio inutero atau torsio pada saat neonatus7.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 10

Untuk undescended testis unilateral tanpa hipospadia, tidak diperlukan pemeriksaan

laboratorium.15

Page 16: Referat Undensensus Testis

nonpalpable testis bilateral berhubungan dengan hipospadia atau ambiguous genitalia

yang menunjukkan situasi yang mengancam kehidupan. Perlu dilakukan konsultasi

dengan ahli endokrin pediatric dan/atau ahli genetik. Untuk undescended testis unilateral

atau bilateral dengan hipospadia atau nonpalpable testes bilateral, diperlukan tes sebagai

berikut:

o Tes untuk menyingkirkan kemungkinan intersexuality (wajib)

o 17-hydroxylase progesterone

o Testosteron

o Luteinizing hormone (LH)

o Follicle-stimulating hormone (FSH)

o Studi laboratorium selanjutnya tergantung pada hasil pemeriksaan awal

Untuk menentukan anorchia pada kasus-kasus nonpalpable gonad bilateral, dilakukan

hal-hal sebagai berikut:

o Tes LH

o Tes FSH

o Level testosterone sebelum dan sesudah stimulasi dengan human chorionic

gonadotropin (hCG): peningkatan level gonadotropin basal dan respon testosteron

negatif terhadap stimulasi hCG memberi kesan congenital bilateral anorchism.

Sejumlah protokol yang ada untuk tes stimulasi hCG, tapi yang paling banyak

dipraktekkan adalah injeksi hCG (100 IU/kg atau 2940 IU/area permukaan

tubuh), dengan evaluasi testosteron 72-96 jam setelah injeksi.

Studi Imaging 10

Pemeriksaan radiologi untuk lokasi testis saat ini memberi nilai yang sangat kecil.

Keseluruhan akurasi tes radiologi untuk undescended testis hanya 44%. CT scan dan

ultrasonography angka fals negatifnya tinggi dalam mengevaluasi nonpalpable testis dan

tidak direkomendasikan. Magnetic resonance angiography (MRA) sensitiftasnya hampir

100% tapi memerlukan sedasi dan anestesi yang membutuhkan biaya yang mahal. Saat

ini, memeriksaan ahli urologi pediatri terbukti lebih bernilai dibanding dengan

ultrasonography, CT scan, atau MRA.

16

Page 17: Referat Undensensus Testis

Ultrasonografi dari traktus urinarius atas telah diteliti dalam hubungannya dengan

embriologik ureteric bud dan duktus Wolffian.

USG Abdominal dan pelvic dikombinasi dengan genitography dapat digunakan bila

diduga interseksualitas.

PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya, testis yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik

dengan cara medikamentosa maupun pembedahan. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan, testis

tidak dapat turun sendiri setelah usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan

testis yang cukup bermakna, maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1

tahun3,4,7.

a. Medikamentosa

Pemberian hormonal pada kriptorkismus banyak memberikan hasil terutama pada

kelainan bilateral, sedangkan pada kelainan unilateral hasilnya masih belum memuaskan. Obat

yang sering dipergunakan adalah hormone hCG yang disemprotkan intranasal.

b. Operasi

Operasi masih menjadi penanganan utama undescent testikuler. Orchidopexy masih

menjadi prosedur yang tepat untuk testis yang masih teraba dengan pembuluh darah yang

adekuat dengan panjang yang cukup. Testis ini mudah digerakkan pada pedikulus vaskulernya

dan pada vas dengan pembuluh darahnya yang utuh, juga mempertahankan sirkulasi kontralateral

antara testikuler dan pembuh darah vassal. Panjang tambahan pembuluh darah dapat dicapai

melalui disseksi retroperitoneal tinggi kearah asal pembuluh darah. Processus vaginalis

dihilangkan tinggi diatas inguinal ring internal, dan testis kemudian dilewatkan, tanpa tekanan,

kedalam kantong subdartos pada skrotum ipsilateral. Pendekatan konvensional diambil melalui

insisi lipatan kulit groin, dengan atau tanpa laying open kanal inguinal untuk mencapai inguinal

ring internal dan retroperitoneum. Pendekatan transkrotum alternatif, dideskripsikan oleh

Bianchi dan Squire (1989), memenuhi beberapa kriteria tapi kegunaan lebih kearah estetik insisi

17

Page 18: Referat Undensensus Testis

lapisan kulit skrotum dan melibatkan sedikit jaringan disseksi, dengan cara ini juga lebih sedikit

nyaman dan operasi yang cocok. Angka komplikasi kedua pendekatan ini tidak sama.

Komplikasi yang spesifik untuk orchidopexy termasuk:

- Kegagalan menempatkan testis dalam skrotum, yang biasanya disebabkan oleh irisan

yang tidak adekuat dari pedikulus vaskuler testis atau ketidak tepatan pemilihan prosedur

untuk testis karena pembuluh darah yang pendek.

- dari undescended testikuler, yang terjadi karena pertumbuhan linear tubuh yang terjadi

secara gradual diikuti fiksasi jaringan ikat dari fascia spermatic cord pada external

inguinal ring.

- Kerusakan pada pembuluh darah testikuler dapat memicu terjadinya atrofi, dimana

keadaan ini jarang terjadi secara spontan sebagai alasan intrinsik.

- Kerusakan vassal dan epididimis dapat terjadi saat menangani epididimis dan vas atau

kemungkinan dari gangguan suplai darah. penelusuran diperlukan bila terjadi obstruksi

atau pemisahan vas, bisa dilakukan rekonstruksi microsurgical.4,5,6,7,9

TESTIS DENGAN PEMBULUH DARAH YANG PENDEK

Testis dengan high inguinal dan intra-abdominal terjadi sebesar 20% undescendent testis.

Kebanyakan memiliki pedikulus vaskuler yang pendek yang tidak akan memungkinkan testis

ditempatkan pada skrotum. Pilihan operasi yang tersedia adalah:

Multistage Orcidopexy

Dengan atau tanpa lengkungan silastik, prosedur ini setidaknya melibatkan dua intervensi

operasi. Disseksi melalui jaringan ikat membuat vasal dan pembuluh darah testikuler mungkin

mengalami kerusakan. Walaupun kadang-kadang sukses, insiden kegagalan atau testikuler loss

perlu dipertimbangkan

Prosedur Fowler-Stephens

Dilakukan pada pembuluh darah testikuler yang berada retroperitoneal tinggi, konsep

Fowler-Stephens dilandaskan pada sirkulasi kolateral dari pembuluh darah vasal untuk

kehidupan testikuler. Transfer primer dari testis ke dalam skrotum berhubungan dengan

tingginya insiden atrofi testikuler (50-100 %). Dari sini, praktek yang paling luas dipakai

18

Page 19: Referat Undensensus Testis

prosedur Fowler-Stephen dua stadium dianjurkan menunda transfer testis ke skrotum pada

sirkulasi kolateral yang lebih kuat, tiga sampai enam bula sesudah interupsi tinggi dari pedikulus

testikuler utama dan dengan tidaka da mobilisasi testikuler inisial. Interupsi vaskuler dilakukan

pada saat operasi terbuka atau laparoscopic. Walaupun menurun, insiden atrophy testikuler

masih 25% dan itu masih banyak. Tsang dkk (1993) melakukan studi paternitas pada tikus dan

memperlihatkan tingginya insiden sterilitas meskipun pada testis yang telah dilakukan

pendekatan Fowler-Stephen.

Testis dengan vas yang panjang, berputar kedalam skrotum dan kembali lagi,

dipertimbangkan ideal untuk prosedur Fowler-Stephen oleh karena pembentukan sirkulasi

kolateral pembuluh darah lebih baik. Obsevasi klinik hati-hati pada waktu operasi, sirkulasi

kolateral yang dianggap ‘baik’ tidak memberikan keuntungan yang lebih besar, seperti testis, vas

yang panjang juga perlu perhatian yang sama untuk efektifitas transfer skrotum.

Microvascular Orchidopexy2,3,6,8

Hal yang sama juga, terlihat pada usaha untuk melindungi suplay darah penuh pada

orchidopexy. Sekali pedikel testikuler utama dibagi, dan testis telah dimasukkan kedalam

skrotum dengan vas dan pembuluh darah vasal yang utuh, arteri testikuler dan vena

beranastomosis dengan pembuluh darah epigastrik inferior, karenanya suplay darah penuh kana

kembali ke organ transfer antara fase iskemia hangat antara 60-120 menit. Orchidopexy

microvaskuler membutuhkan kemampuan spesifik dalam operasi mikrovaskuler. Pembesaran

tinggi dengan mikroskop operasi penting dilakukan, bila diameter pembuluh darah antara 0.3 dan

1.2 mm. Bagaimanapun juga, arteri dan vena harus beranastomosis, karena saat kembali ke

sirkulasi ‘normal’ akan menjamin survival rate testikuler sebesar 92 %, untuk aktif secara

hormonal, psyco-estetik dari testikuler dalam skrotum ipsilateral, dengan pertumbuhan sekitar

75-80 % dari volume saat pubertas.

Studi pada kelinci, membuat Domini dkk (1979) mengusulkan teknik ‘refluo technique’

hanya untuk vena. Mereka melihat bahwa alasan mengapa terjadi atrofi testis setelah prosedur

Fowler-Stephens, berhubungan dengan drainase vena yang tidak cukup. Studi paternalitas pada

tikus yang dilakukan oleh Tsang dkk (1993) mengkonfirmasi tingginya survival rate testikuler

dan paternity rate sebesar 75 %, dibandingakn dengan hampir 85 % model Fowler-Stephens.

19

Page 20: Referat Undensensus Testis

Dari sini, penulis berpendapat bahwa, bagaimanapum (tentunya untuk kasus-kasus

bilateral), operasi yang ideal untuk testis intraabdominal dan kanalikular tinggi untuk pembuluh

darah yang pendek yaitu mengembalikan suplay darah penuh dengan rekonstruksi arteri dan vena

dengan waktu iskemia lebih pendek. Kegagalan disini, anastomosis vena sendiri mungkin bisa

memberikan kemungkinan survive testis, masih bisa diterima, sedangkan prosedur Fowler-

Stephen dipertimbangkan hanya sebagai popsisi fallback dan pada kejadian dimana prosedur lain

tidak memungkinkan. Dalam keadaan ini, patut dipertimbangkan untuk mempertahankan

sekurangnya satu hormonal aktif, tapi steril, testis yang dipalpasi dalam posisi subkutaneus di

area inguinal, lebih sering memberikan resiko testikuler loss setelah dilakukan prosedur Fowler-

Stephan bilateral. Jika testis kontralateral normalnya menurun, nubbin ipsilateral lebih baik

diangkat. Akan tetapi, pertimbangan harus diberikan pada testis hipoplastik atau kecil yang

masih tersisa yang berpotensi hormonal aktif, ditempatkan dalam kantong subkutaneus dan

kemungkinan mempertimbangkan orchidectomy sesudah pubertas komplet

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan tujuan operasi pada kriptorkismus adalah: (1)

mempertahankan fertilitas, (2) mencegah timbulnya degenerasi maligna, (3) mencegah

kemungkinan terjadinya torsio testis, (4) melakukan koreksi hernia, dan (5) secara psikologis

mencegah terjadinya rasa rendah diri karena tidak mempunyai testis. Operasi yang dikerjakan

orchidopexy yaitu meletakkan testis ke dalam skrotum dengan melakukan fiksasi pada kantung

subdartos.Beberapa penelitian juga menyebutkan alasan kosmetik dan juga untuk perlindungan.

Testis yang tidak berada di tempatnya yaitu di skrotum akan lebih mudah mengalami trauma dan

hal ini dapat mengganggu aliran darah yang. Selain itu dari segi kosmetik, skrotum akan tampak

normal apabila dilihat dari luar.

20

Page 21: Referat Undensensus Testis

Berikut adalah algoritma penatalaksanaan undesensus testis pada bayi dan anak-anak1:

KONSEKUENSI KRIPTORKISMUS8

1. Infertilitas

Efek dari kriptorkismus dijelaskan dalam beberapa penelitian. Dalam hal ini

kaitannya dengan infertilitas. Cortes et al (2001) melaporkan bahwa hitung sperma

dilaporkan normal pada rata-rata 20% pria dengan riwayat kriptorkismus bilateral dan

sekitar 80 % pada pria dengan riwayat kriptorkismus unilateral. Pada penelitian yang

hampir sama juga disimpulkan bahwa kejadian infertilitas dapat terjadi pada pasien

dengan undesensus testis walaupun telah menjalani operasi orchidopexy.

21

Page 22: Referat Undensensus Testis

Grasso (1991) pada penelitiannya mengenai fertilitas pada 91 pasien dengan

kriptorkismus unilateral yang telah menjalani orchidopexy, diperoleh hasil yaitu 83,5%

dari pasien mengalami azoospermia atau oligospermia.

Penelitian lain menyimpulkan bahwa laki-laki dewasa postpubertal dengan

kriptorkisme unilateral, beresiko terjadinya malignancy di masa mendatang (hanya 1 dari

52 orchiektomy yang dilakukan menunjukkan spermatogenesis normal dan dua pasien

yaitu sekitar 4 % meenjadi carcinoma in situ pada testis. 15 % dari laki-laki dengan

kriptorkismus unilateral, dalam jangka waktu 4 dan 14 tahun ditemukan aoosperma dan

sekitar 30%bdinyatakan oligospermia. Laki-laki dengan kriptorkismus unilateral

memiliki gambaran sperma yang sama pada pemeriksaan spermiogram. Menurut Cortes

dan Thorup (1991), yang mengevaluasi anak laki-laki dengan undesensus testis bilateral

melalui biopsi menemukan bahwa gambaran histologi memiliki korelasi positif terhadap

densitas sperma. Hasil yang lain menunjukkan bahwa pasien dengan undesensus testis

memiliki hasil yang buruk dari analisis semen pada sperma. Pada 75% pasien dengan

kriptorkismus unilateral memiliki gambaran histologi yang buruk. Hal ini penting untuk

diingat pada era teknologi dimana biopsi digunakan, menunjukkan hasil bahwa banyak

anak-anak yang berhasil diterapi dengan pembedahan (orchidopeksi), yaitu pada umur

rata-rata 6 bulan.

Fertilitas pada laki-laki dengan riwayat kriptorkismus, secara signifikan lebih

dipertimbangkan pada laki-laki dengan bilateral (53%) kriptorkismus bukan

kriptorkismus unilateral (75%). Fertilitas tidak berhubungan dengan umur saat dilakukan

orchiopeksi. Pada penelitian terbaru lebih dari 90% laki-laki dengan undesensus testis

unilateral menunjukkan fertilitas. Namun, hanya 33% sampai 65% laki-laki dengan

undesensus testis bilateral yang memilki anak.

Seperti yang telah diuraikan di atas, undesensus testis dalam hal ini dapat

menyebabkan infertilitas. Terjadi kelainan pada testikuler, yaitu pada proses

spermatogenesisnya. Akibat testis tidak turun ke dalam kantung skrotum maka proses

spermatogenesis akan terganggu. Oleh karena itu kejadian undesensus testis harus

mendapat perhatian penuh, karena menyangkut masalah infertilitas. Testis yang tidak

22

Page 23: Referat Undensensus Testis

berada pada tempat yang seharusnya, yaitu di skrotum akan dapat menimbulkan bahaya

apalagi letaknya di dalam abdomen2,4.

Kriptorkismus berhubungan dengan penurunan produksi sperma. Hal ini dapat

terjadi baik pada yang unilateral maupun bilateral. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pria dengan sperma yang abnormal dapat dijumpai pada 30% pria dengan

kriptorkismus unilateral dan 50 % pada pria dengan undesensus testis bilateral. Dan hal ini

menunjukkan bahwa anak laki-laki dengan riwayat kriptorkismus unilateral memiliki

resiko yang tinggi untuk masalah fertilitasnya di kemudian hari3.

Spermatogenesis Abnormal dan Fertilitas Pria

Epitel tubulus seminiferus dapat dihancurkan oleh sejumlah penyakit. Sebagai

contoh, orchitis bilateral yang disebabkan oleh mumps menyebabkan sterilitas dalam

persentase yang besar pada banyak pria yang terkena. Juga banyak bayi pria lahir dengan

epitel tubulus yang berdegenerasi sebagai akibat striktur dalam duktus genitalia atau

sebagai akibat abnormalitas genetic. Akhirnya, penyebab sterilitas, yang biasanya

temporer, adalah suhu yang berlebihan pada testis. Peningkatan suhu pada testis dapat

mencegah spermatogenesis dengan menyebabkan degenerasi sebagaian besar sel-sel

tubulus seminiferus di samping spermatogenia5.

Hal ini sering dikatakan bahwa alasan testis terletak di dalam kantong skrotum

adalah untuk mempertahankan suhu kelenjar ini di bawah suhu tubuh, walaupun biasanya

hanya kira-kira 20 C di bawah suhu bagian dalam tubuh. Pada hari yang dingin, reflex

skrotum menyebabkan otot-otot skrotum berkontraksi, menarik testis mendekat ke tubuh,

sementara di hari yang hangat otot-otot testis menjadi hampir relaksasi total sehingga testis

tergantung agak jauh dari tubuh. Jadi, skrotum secara teoritis bekerja sebagai suatu

mekanisme pendingin bagi testis (tetapi sebagai suatu pengatur pendinginan), yang

tanpanya spermatogenesis dikatakan menjadi berkurang selama cuaca panas5.

Kriptorkidisme berarti gagalnya testis turun dari abdomen ke dalam skrotum.

Selama perkembangan janin pria, testis berasal dari tabung genital dalam abdomen. Akan

tetapi, kira-kira 3 minggu sampai 1 bulan sebelum kelahiran bayi, normalnya testis turun

23

Page 24: Referat Undensensus Testis

melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Kadang-kadang, penurunan ini tidak terjadi,

atau terjadi tidak sempurna, sehingga salah satu atau kedua testis tetap berada dalam

abdomen, dalam kanalis inguinalis, atau di tempat lain sepanjang jalur penurunannya5,6.

Testis yang tetap berada dalam rongga abdomen sepanjang hidup tidak

mempunyai kemampuan untuk membentuk sperma. Epitel tubulus berdegenerasi, hanya

meninggalkan struktur interstitial testis. Sering menjadi keluhan, bahkan suhu dalam

abdomen yang hanya beberapa derajat lebih tinggi dari suhu skrotum sudah cukup untuk

menyebabkan degenerasi epitel tubulus, dan sebagai akibatnya timbul sterilitas. Meskipun

demikian, karena alasan tersebut, tindakan operasi untuk mengembalikan testis yang

mengalami kriptorkid dari rongga abdomen ke dalam skrotum sering dilakukan sebelum

awal kehidupan seksual dewasa pada anak pria yang mengalami testis tidak turun ke dalam

skrotum5,6.

Sekresi testosterone oleh testis janin itu sendiri merupakan stimulus normal yang

menyebabkan testis turun ke dalam skrotum dari abdomen. Bila tidak

keseluruhan,misalnya kriptorkidisme yang disebabkan oleh kelainan pembentukan testis

yang tidak mampu untuk menyekresi cukup testosteron maka tindakan operasi untuk

kriptorkidisme pada kasus ini sepertinya tidak berhasil dengan baik 5,7.

Pengaruh Testosteron yang Menyebabkan Desensus Testis

Testis biasanya turun ke dalam skrotum selama 2- 3 bulan terakhir masa kehamilan,

ketika testis menyekresi sejumlah testosterone yang cukup. Bila janin pria lahir disertai testis

yang tidak turun, tetapi testisnya normal, maka penyuntikan testosterone dapat menyebabkan

testis turun dengan cara yang lazim bila kanalis inguinalis cukup besar untuk dilalui oleh testis5.

Pemberian hormone gonadotropin yang dapat merangsang sel-sel Leydig testis dari

anak yang baru lahir untuk menghasilkan testosterone, dapat juga menyebabkan testis turun.

Sehingga, rangsangan untuk turunnya testis adalah testosterone yang kembali menandakan

bahwa testosterone adalah hormone yang penting utnuk perkembangan seksual pria selama masa

kehidupan janin5.

Hormon hCG dan Pengaruhnya pada Testis Fetus24

Page 25: Referat Undensensus Testis

Selama kehamilan, masih ada satu jenis hormone yang disekresikan oleh plasenta dan

bersirkulasi pada ibu dan fetus, yaitu hormone hCG. Hormon ini mempunyai pengaruh yang

hampir sama terhadap organ-organ kelamin seperti halnya dengan LH5.

Selama kehamilan, bila fetus berkelamin pria, hCG dari plasenta akan menyebabkan

testis menyekresikan testosterone. Testosterone ini sangat diperlukan untuk memacu

pembentukan organ kelamin pria5.

2. Neoplasia

Anak dengan undesensus testis mengalami peningkatan resiko keganasan testis.

Tumor testis biasanya berkembang selama masa pubertas, walaupun beberapa penelitian

menyatakan tumor berkembang sebelum usia 10 tahun. Rata-rata 10% dari tumor testis

berasal dari undesensus testis. Insiden tumor testis pada populasi umum adalah satu dari

100.000 populasi dan insiden tumor germsel pada laki-laki dengan kriptorkismus adalah

1 : 2.550. Ini menunjukkan bahwa resiko relative menjadi 40 kali lebih besar. Indikasi

orchiopeksi secara teori adalah untuk mendeteksi lebih dini keganasan.

Di India 14% pasien dewasa dengan tumor germsel primer dari testis ditemukan

memiliki riwayat kriptorkismus. Testicular cancer study group menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara cancer testis dengan undesensus testis dan hernia

inguinal. Dari beberapa penelitian disimpulakn bahwa orchiopeksi pada umur yang lebih

muda dapat mengurangi resiko keganasan. Di samping itu juga ditemukan bahwa

peningkatan resiko terjadinya tumor berhubungan dengan pubertas yang awal dan latihan

fisik yang kurang.

Lokasi dari undesensus testis juga mempengaruhi perkembangan tumor. Semakin

tinggi posisi undesensus testis semakin besar resiko berkembangnya keganasan. Hampir

setengah dari tumor berkembang melalui undesensus testis yang terjadi di abdominal.

Tumor yang paling sering berkembang dari undesensus testis adalah seminoma.

Prevalensi karsinoma insitu adalah 1,7% pada pasien yang kriptorkismus.

3. Hernia

25

Page 26: Referat Undensensus Testis

Prosesus vaginalis yang paten ditemukan pada lebih dari 90% pasien dengan

undesensus testis. Prosesus normalnya menutup pada periode setelah penurunan testis

secara lengakap dan pada bulan pertama setelah kelahiran. Insiden penurunan testis

adalah 49,5% pada pasien dengan prosesus vaginalis yang normal.

4. Torsio testis

Torsio spermatic cord dan infark testis telah dilaporkn terjadi pada bayi dengan

kriptorkismus bilateral. Selain itu Riyegler (1972) menyatakan bahwa 64% pada pasien

dewasa dengan torsio pada undesensus testis memiliki kaitan dengan tumor germ sel.

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: Referat Undensensus Testis

1. Cooper, Christoper S., 2006. Undescended Testicle (Cryptorchisdism). University of

Iowa: Departement of Urology

2. Docimo, Steven G., Richard I. Silver, et al., 2000. The Undescended Testicle:

Diagnosis and Management. Am Fam Physician 2000: 62: 2037-44, 2047-8

3. Emil A., Tanago, et al., 2004. Smith`s General Urology 16 th Edition. New York: Lange

Medical Books/McGraw-Hill.Medical Publishing Division

4. Gleason, Philip E., 2005. Undescended Testicle. United States: Pediatric Urology

Departement

5. Guyton and Hall, 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

6. Leeson, 1996. Buku Ajar Histologi – Sistem Reproduksi Pria. Jakarta: EGC

7. Purnomo, B.Basuki, 2003. Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto

8. Belinger, Mark F., dan Francis X. Schnech., 2007. Abnormalities of The Testes and

Srcotum and Their Surgical Management. Saunders: Pennsylvania

9. Brayfield MP. Cryptorchidism. Emedicine specialist. Pediatric surgery, urology. HIMA-San Pablo, San Juan. September, 2009. Available at. http://emedicine. medscape.com/article/1017420

10. Warner BW. Pediatric Surgery. Genitourinary. Towsend: Sabiston textbook of Surgery,

18th ed. Saunders. 2007. Chapter 17.

27

Page 28: Referat Undensensus Testis

28